PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
ROHINGYA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) strata-1
Jurusan Hubungan Internasional
MEI NURDIANA
201010360311061
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
DAFTAR ISI
Lembar Sampul Depan ... i
Lembar Persetujuan Skripsi ... ii
Lembar Pengesahan ... iii
Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iv
Lembar Pernyataan Orisinalitas ... v
Abstraksi ... vi
Astract ... vii
Kata Pengantar ... viii
Lembar Motto dan Persembahan ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6
1.4 Penelitian Terdahulu ... 7
1.5 Landasan Konsep dan Teori 1.5.1 Teori Peran ... 16
1.5.2 Konsep Diplomasi ... 18
1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian ... 21
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21
1.6.4 Variabel Penelitian ... 22
1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 22
1.7 Hipotesa ... 23
1.8 Sistematika Penulisan ... 24
BAB II : SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK ROHINGYA 2.1 Sejarah Etnis Rohingya ... 26
2.2 Latar Belakang Konflik Rohingya 2012 ... 33
2.2.1 Perkembangan Konflik Rohingya 2012–2013 ... 36
2.3 Tindakan Diskriminasi Pemerintah Myanmar 2012–2013 ... 47
BAB III : PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ROHINGYA 2012 - 2013 3.1 Peran dan Upaya Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya ... 58
3.2 Analisa Tindakan Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya ... 69
3.2.1 Peranan Indonesia sebagai Mediator Integrator ... 69
3.2.2 Aspek Internal ... 73
3.2.3 Aspek Eksternal ... 79
BAB IV : PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 85
4.2 Saran ... 86
ABSTRAKSI
Mei Nurdiana. 2014. 201010360311061. Universitas Muhammadiyah Malang. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Ilmu Hubungan Internasional. “Peran Indonesia Dalam Penyelesaian Konflik Rohingya”. Dibimbing oleh: M. Syaprin Zahidi, MA, Hafid Adim Pradana, MA.
Rohingya merupakan salah satu etnis minoritas muslim yang ada di Myanmar. Perbedaan agama, fisik, bahasa serta keyakinan sejarah pemerintah Myanmar yang menyatakan bahwa Rohingya merupakan imigran gelap dari Bangladesh membuat Rohingya mendapatkan banyak perlakuan diskriminasi di negaranya. Semua perlakuan diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah serta etnis mayoritas di Myanmar membuat Rohingya terpaksa berada di pengungsian bahkan harus keluar dari negaranya untuk mencari suaka ke negara lain. Konflik yang melibatkan Rohingya dan Rakhine pada bulan Juni 2012 silam langsung kembali menyita perhatian dunia internasional. Termasuk Indonesia sebagai negara yang berada dalam satu wilayah kawasan dan berpenduduk mayoritas muslim.
Penulis menggunakan Teori Peran, serta konsep diplomasi untuk menganalisa peran serta menjelaskan segala upaya diplomatik yang dilakukan oleh Indonesia. Dengan menggunakan teori peran, dapat dilihat bahwa Indonesia berperan sebagai mediator integrator dengan mempertimbangkan sumber-sumber seperti lokasi geografi, peranan tradisional serta komposisi etnis-budaya nasional. Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya juga didasari oleh aspek internal dan eksternal. Sesuai dengan peranannya sebagai mediator integrator, Indonesia juga melakukan beberapa upaya diplomasi antar pemerintah seperti mengirimkan surat kepada presiden Myanmar, melakukan kunjungan ke lokasi konflik, pemberian bantuan serta aktif dalam berbagai forum internasional. Hal tersebut dilakukan guna menyelesaikan konflik tersebut.
Kata kunci : Rohingya, Indonesia, Peranan Nasional, Diplomasi
Mengetahui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asia Tenggara terkenal dengan keanekaragaman penghuninya. Kemajemukan
masyarakatnya terdiri dari berbagai etnis dan agama baik etnis atau agama asli negara
tersebut maupun etnis atau agama pendatang. Karena hal itulah ada yang disebut mayoritas
dan ada pula yang disebut minoritas. Setiap kelompok-kelompok etnis pastinya memiliki
kebudayaan, batas-batas sosial-budaya, dan sejumlah atribut atau ciri-ciri budaya yang
menandai identitas dan eksistensi mereka masing-masing. Adat-istiadat, tradisi, bahasa,
kesenian, agama, kesamaan leluhur, asal-usul daerah, sejarah sosial, pakaian tradisional, atau
aliran ideologi menjadi ciri pembeda suatu kelompok etnik dari kelompok etnik yang
lainnya.1 Sementara itu, banyaknya kelompok etnis yang tinggal di kawasan Asia Tenggara
tersebut terkadang menjadi penyebab terjadinya banyak pergesekan dan pertentangan dalam
kehidupan bermasyarakat. Pergesekan dan pertentangan yang terjadi itulah disebut sebagai
konflik etnis.2 Bayangkan saja apabila satu negara, memiliki banyak etnis didalamnya dan harus berusaha untuk hidup rukun dengan para tetangganya, mau tidak mau akan
menimbulkan kesenjangan sosial. Terutama bagi kaum mayoritas yang selalu ingin
mendominasi dalam setiap momen. Bahkan tak segan-segan menindas kaum minoritas yang
ada di negara tersebut.
Dalam tulisan ini, penulis ingin berbicara mengenai konflik etnis di Myanmar
(Burma) yang menyeret etnis Rohingya dan Rakhine. Konflik Myanmar menyita perhatian
dunia internasional akhir-akhir ini. Penindasan yang dialami etnis Rohingya membuka mata
1Ja Juli.“Essai Cross Culture Understanding”
2Angela Narwastu Andrasukma.“Konflik Etnis”.Lihat pada
banyak orang atas sejarah mereka sebagai etnis Myanmar yang tidak diakui. Pembantaian
sampai pengusiran etnis Rohingya terjadi karena Pemerintahan negara Myanmar sejak dahulu
tidak mau mengakui keberadaan etnis ini. Myanmar telah membatasi pergerakan mereka,
memotong hak pendidikan, dan pelayanan publik mereka. Pemerintah Myanmar menolak
mengakui keberadaan mereka di Myanmar. Mereka mengatakan bahwa etnis Rohingya bukan
penduduk asli Myanmar. Pemerintah juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai
imigran ilegal. Meskipun mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
Kepedulian terhadap etnis Rohingya oleh dunia internasional yang kurang, mengakibatkan
semakin membabi butanya pemerintahan Myanmar membunuh dan mengusir muslim
rohingya.3
Konflik antara Rohingya dan Rakhine sebenarnya sudah berlangsung sejak lama.
Tetapi kerusuhan yang terjadi Juni 2012 lalu, kembali menyita perhatian dunia internasional.
Etnis Rohingnya yang sudah bermukim di Myanmar sejak ratusan tahun lalu, terus
mendapatkan perlakukan diskriminatif oleh Pemerintah Myanmar. Presiden Thein Sein pun
tidak ingin mengakui kewarganegaraan dari etnis tersebut dan lebih memilih untuk
mendeportasi mereka serta mengumpulkannya dalam tempat penampungan.4 Ketegangan
antara etnis Rohingya dengan etnis Rakhine yang mayoritas Budha semakin di perparah
dengan adanya isu pembunuhan yang dilakukan oleh 3 orang pemuda Rohingya. Kabar
simpang siur yang diberitakan oleh media dengan mudah menyulut konflik dan menyebabkan
balas dendam antar etnis ini.
Pada dasarnya, konflik yang terjadi antara Rohingya dan Rakhine di Myanmar saat
ini terjadi lebih dikarenakan konflik etnis bukan konflik agama. Yang secara kebetulan, Etnis
3Agil Iqbal Cahaya,S.AP, Staf Analisis Bidang Pertahanan Deputi Bidang Polhukam.“Rohingya, Korban
Minoritas Yang Terusir Dari Negaranya”.Lihat pada www.setkab.go.id/artikel-5309-html diakses pada tanggal 28 november 2012
4Fajar Nugraha.“Suu Kyi Ingin Tambahan Pasukan di Rakhine”. Lihat pada
Rohingya beragama Islam dan Rakhine beragama Budha. Mengingat bahwa sebenarnya etnis
Rohingya telah didiskriminasi selama puluhan tahun oleh negaranya sendiri maupun etnis
mayoritas yang ada disana karena dianggap minoritas dari segi bahasa, agama dan ciri-ciri
fisik. Mereka dianggap bukan suku asli dan bukan bagian dari Burma serta dianggap lebih
dekat kepada orang Bangladesh. Begitu banyak diskriminasi yang dialami oleh orang-orang
Rohingya seperti tidak diberikannya pengakuan kewarganegaraan, pembatasan dalam
mencari lapangan pekerjaan, pelanggaran HAM, penyitaan property, kerja paksa,
pembunuhan, wanita Rohingya yang sering dijadikan obyek pemerkosaan, serta maraknya
pembakaran rumah dan tempat ibadah yang terjadi.5 Pemerintah Myanmar yang diharapkan
bisa mengamankan dan menolong etnis Rohingya yang tertindas malah bersikap dingin di
antaranya, pemerintah justru gencar melakukan operasi-operasi bersenjata dan operasi sensus
yang bertujuan untuk mengusir orang-orang rohingya. Seperti operasi nagamin yang
dilakukan pada tahun 1978, dimana operasi tersebut di targetkan langsung kepada warga sipil
etnis Rohingya dengan tujuan memantau setiap individu yang hidup di negara bagian dan
tidak mengakui bahwa etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar yang mengakibatkan
pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan pembakaran masjid.6
Ini bukan permasalahan orang Budha dan Islam, melainkan permasalahan etnis
Myanmar yang tidak bisa menerima etnis lain dimana etnis yang terletak di perbatasan
Bangladesh dan Myanmar (baca Rohingya) yang selama puluhan tahun ini tidak diberikan
5Diambil dari Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia.“Rohingya, 101
Data dan Fakta”
6Ada banyak operasi bersenjata yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar yang bertujuan secara bertahap
mengusir orang-orang Rohingya, antara lain: operasi Militer (Rezim Birma 5) November 1948; Operasi Kekuatan Teritorial Myanmar (Myanmar Territorial Force), 1948 -50; Operasi Militer (2nd Emergency Chin Regime), Maret 1952-52; OperasiMei Yu, Oktober 1952-53; OperasiMone-Thone, Oktober 1954; Operasi bersama imigrasi dan Angkatan Darat, Januari 1955; OperasiUnion Military Police(UMP), 1955-1959; OperasiCaption Htin Kyaw, 1959; Operasi dan Operasi Kyi, 1966; OperasiKyi Gan, Oktober-Desember 1986; OperasiNgazinka, 1967-1969; OperasiMyat MonFebruari, 1969-71; Operasi Mayor Aung Than, 1973; Operasi SabeFebruari, 1974-78; OperasiNaga Min(Raja Naga), Februari 1978-79; Operasi Shwe Hin Tha, Agustus 1978-80; Operasi Galon, 1979 Juli 1991-92; Operasi Pyi Thaya, Juli 1991-92; Operasi Nasaka sejak 1992 (Zaw 2007). Lebih lengkap baca Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour:“Pemiskinan Sistematis bagi Stateless Rohingya dan Dampaknya bagi Bangladesh.”
haknya sebagai warga negara. Pemerintah Myanmar juga diduga melakukan diskriminasi
terhadap Rohingya. Ini tertuang dalam Undang-Undang kewarganegaraan Burma tahun 1982
yang telah meniadakan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui di Myanmar.7 Inilah yang menjadi faktor pendorong yang menyebabkan konflik etnis berubah haluan menjadi
konflik agama dan berhasil memprovokasi negara-negara penganut agama Islam atau yang
memiliki penduduk beragama Islam berbondong-bondong mengutuk dan mengecam
pemerintahan Myanmar yang membiarkan konflik ini berlarut-larut. Pada dasarnya, konflik
ini tidak berdampak langsung terhadap Indonesia. Karena secara geografis, Indonesia dan
Myanmar bukanlah dua negara yang berbatasan secara langsung, sehingga konflik etnis yang
terjadi di Myanmar tidak akan berpengaruh langsung terhadap jatuhnya korban jiwa dari
Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik mengapa Indonesia turut membantu penyelesaian
konflik ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat satu masalah yang penulis pikir menarik
untuk diteliti, yakni Bagaimana Indonesia berperan dalam penyelesaian konflik etnis
Rohingya?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, harus ditentukan terlebih dahulu tentang tujuan penelitian
yang ingin dicapai, sebab tanpa adanya tujuan yang jelas dan tegas maka seorang peneliti
akan mengalami kesulitan dalam pengumpulan data serta maksud dari penelitian. Sesuai
dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam
membantu menyelesaikan konflik Etnis Rohingya di Myanmar dalam rentan waktu 2012 –
2013 sesuai dengan peranan sebagai mediator integrator.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Setiap kegiatan penelitian pasti mempunyai tujuan dan kegunaan baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Demikian pula pada penelitian yang peneliti lakukan juga
mempunyai tujuan dan kegunaan, yakni:
1. Secara Akademis
Sebagai bahan wacana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam kajian
ilmu hubungan internasional, terutama tentang peran pemerintah Indonesia terkait
penyelesaian konflik etnis Rohingya sesuai dengan peranannya sebagai mediator
integrator.
2. Secara Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan referensi
untuk menambah informasi bagi peneliti berikutnya, yang ingin menggunakan
penelitian ini sebagai masukan terutama yang berhubungan dengan pemerintah
Indonesia yang ingin berperan menyelesaikan konflik etnis Rohingya sesuai dengan
peranannya sebagai mediator integrator.
1.4 Penelitian Terdahulu
Sebelum membahas lebih lanjut penelitian mengenai peran Inonesia dalam
penelitian yang pernah ditulis sebelumnya. Terdapat empat penelitian terdahulu yang penulis
gunakan sebagai dasar untuk melengkapi yang berkaitan dengan judul skripsi dan masalah
yang sedang dihadapi, yakni yang pertama adalah Jurnal Artikel dari milik Novandre Satria
& Achmad Jamaan dengan judul “Islam dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Peran Indonesia
dalam konflik di Rakhine, Myanmar8”.
Hasil dari jurnal artikel tersebut ialah, kedua penulis menjabarkan bahwa simpang
siurnya pemberitaan media massa khususnya di Indonesia baik cetak maupun elektronik yang
menggunakan kalimat provokatif seperti adanya genosida, pembantaian umat Islam hingga
pembersihan etnis Rohingya membuat masyarakat Indonesia mendesak pemerintahnya untuk
mengambil sikap yang paling sesuai dengan identitas sebagai negara mayoritas Muslim yang
disandangnya yang berisi tentang peran Indonesia dalam menyelesaikan konflik Rohingya.
Disebutkan pula bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa langkah konkrit dan
diplomasi untuk membantu pemerintah Myanmar melewati konflik tersebut baik di tingkatan
bilateral, regional hingga multirateral.
Peran aktif pemerintah Indonesia terlihat dari banyaknya upaya yang dilakukan
seperti pengiriman surat secara langsung oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada
presiden Myanmar Thein Sein, kemudian upaya diplomasi menteri luar negeri kedua negara
untuk mendorong rekonsiliasi nasional hingga menghasilkan pembukaan tapal batas bagi
bantuan asing dan OKI. Artikel ini memiliki argumen bahwa Agama memiliki pengaruh
dalam politik luar negeri Indonesia di isu-isu tertentu, isu-isu eksternal yang berhubungan
dengan Islam, terutama yang mendeskreditkan baik nilai maupun entitas yang berafiliasi
dengannya.
Metode penelitian yang digunakan penulis ialah deskriptif, dengan pendekatan
konsep Identitas. Sedangkan persamaan antara penelitian milik Novandre Satria & Achmad
8Novandre Satria & Achmad Jamaan.Islam dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Peran Indonesia dalam konflik di Rakhine, Myanmar.Dapat dilihat di
Jamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah meyakini bahwa simpang
siurnya pemberitaan media massa dan kondisi internal masyarakat Indonesia yang terus
mendorong pemerintahnya mengambil sikap yang pantas sesuai dengan indentitasnya sebagai
negara mayoritas Muslim menjadi alasan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik
Rohingya. Adapun perbedaan ialah lebih melihat alasan mengapa Indonesia berperan
terhadap konflik di Rakhine, Myanmar. Sementara artikel ini cenderung melihat bagaimana
pengaruh agama terhadap peran Indonesia dalam konflik etnis Myanmar.
Penelitian yang kedua, adalah tesis milik Aris Pramono yang berjudul “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh.”9 Tesis HI Universitas Indonesia 2010 ini memberikan latar belakang sejarah terjadinya arus pengungsi
etnis Rohingya dari negara Myanmar hingga tiba di Bangladesh. Penelitian ini juga
mendeskripsikan secara jelas tentang etnis-etnis minoritas di Myanmar selain Rohingya
hingga kebijakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah junta militer terhadap etnis
Rohingya. Pada intinya, tesis ini menganalisa peran yang dilakukan oleh organisasi
internasional yang merupakan komisi tinggi PBB dibidang penanganan pengungsi United
Nations High Comissioner for Refugees (UNHCR) bagi pengungsi Rohingya di kamp
Bangladesh. Tesis ini menganalisa peran UNHCR baik sebagai inisiator, fasilitator,
mediator&rekonsiliator, hingga determinator. Tugas utama UNHCR adalah memberikan
perlindungan internasional kepada pengungsi, mencari jalan keluar yang lama bagi pengungsi
dengan membantu pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi secara sukarela
atau mengintegrasi mereka kedalam masyarakat berkewarganegaraan baru.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa UNHCR memainkan peranan
IGO sesuai dengan aktifitas dari organisasi internasional. Meskipun demikian, UNHCR tidak
berhasil memenuhi mandatnya untuk mencapai solusi terbaik bagi para pengungsi Rohingya
di Bangladesh dan kasus ini tetap menjadi kasus yang berkepanjangan. Hal tersebut
dikarenakan UNHCR tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam pembuatan kebijakan
suatu negara.
Sedangkan untuk metode penelitian yang digunakan oleh Aris Pramono ialah
deskriptif dengan menggunakan pendekatan konsep pengungsi, Human Security dan konsep
International Government Organization (IGO). Letak perbedaan penelitian yang dilakukan
Aris Pramono dengan penelitian yang akan penulis lakukan ialah subjek dan objek yang
diteliti berbeda, Aris Pramono memfokuskan penelitiannya mengenai peran UNHCR dalam
penanganan pengungsi Rohingya. Adapun hal yang dapat dijadikan manfaat bagi penulis
ialah gambaran mengenai etnis-etnis minoritas lainnya di Myanmar dan adanya kebijakan
diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah junta militer terhadap etnis Rohingya.
Untuk penelitian terdahulu yang ke tiga, penulis menggunakan skripsi yang ditulis
oleh Dwi Aridya Nurfadillah yang berjudul “Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi
Rohingya di Myanmar.”10 Dalam skripsinya, Dwi Aridya menjelaskan bahwa ASEAN
sebagai wadah negara negara di Asia Tenggara yang sangat majemuk mempunyai banyak
tugas yang harus diselesaikan di lingkup regionalnya. Tidak hanya menangani berbagai
persoalan keamanan tapi juga aspek-aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya,
lingkungan hidup, pangan, teroris, demoratisasi, HAM, dan lain-lain. Penelitian ini
memfokuskan pada peningkatan kerjasama keamanan dalam menanggulangi isu-isu
keamanan non tradisional yang terjadi di Myanmar yakni melindungi hak-hak manusia untuk
mendapatkan kesamaan dan memperoleh informasi, tata pemerintahan yang baik, dan
lain-lain.
Metode yang digunakan ialah deskriptif, dan Landasan konsepnya ialah
Regionalisme, didalamnya terdapat Comprehensive security. Dwi Aridya juga menyebutkan
tentang ancaman regional menurut Hettne dan Snyder dimana salah satunya ialah Interstate
atau Intrastate Conflicts yakni ancaman regional yang berupa konflik internal dalam suatu
negara tertentu di dalam kawasan tersebut. Meskipun demikian, konflik tersebut memiliki
potensi untuk mempengaruhi hubungan dengan negara lain yang memiliki hubungan tidak
langsung terhadap konflik. Misalnya konflik etnis minoritas di satu negara dimana etnis
tersebut menjadi etnis mayoritas di negara lain. Seperti kasus yang terjadi pada etnis muslim
minoritas Rohingya namun menjadi etnis muslim menjadi etnis mayoritas di beberapa negara
ASEAN seperti Indonesia, Malaysia dam Brunei Darussalam.
Skripsi Milik Dwi Aridya memberikan banyak manfaat bagi penulis, karena penulis
dapat memiliki gambaran mengenai tindakan represif pemerintahan junta militer Myanmar
kepada etnis Rohingya didasarkan atas UU kewarganegaraan tahun 1982. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara
menggunakan Comprehensive security (keamanan secara menyeluruh) dalam penanganan
masalah pengungsi Rohingya Myanmar, yakni melindungi hak-hak manusia untuk
mendapatkan kesamaan dan memperoleh informasi, tata pemerintahan yang baik, dan
lain-lain. Comprehensive security dipilih sebab mencakup tidak hanya isu keamanan tradisional
namun lebih pada isu-isu yang mencakup keamanan non-tradisional. Dimana dalam hal
penanganan masalah keamanan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara yang
konvensional atau melalui jalur perang. Adapun perbedaannya adalah penelitian yang akan
penulis lakukan tidak membahas masalah pengungsi dan keamanan regional lebih spesifik.
Untuk penelitian terdahulu selanjutnya, diambil dari skripsi milik Ainun Martinawati
dengan judul“Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi Rohingya di Myanmar.”11Dalam penelitian ini menjelaskan pentingnya kerjasama multirateral dalam bentuk suatu organisasi
intenasional contohnya, keikutsertaan Indonesia dalam OKI. Indonesia bergabung di OKI
pada masa pemerintahan orde baru Soeharto dan menjadi salah satu negara pendiri. Meskipun
demikian, Indonesia tidak menjadi anggota tetap OKI karena statusnya yang bukan negara
Islam. Barulah di tahun 1990, Indonesa menjadi anggota OKI secara penuh karena adanya
ratifikasi artikel VIII yang menyatakan bahwa saat ini tidak hanya negara Islam saja yang
dapat bergabung dengan OKI, tetapi negara yang mayoritas berpenduduk Islam pun dapat
bergabung di OKI. Pasca orde baru, Indonesia harus bekerja keras menghadapi tantangan
besar untuk menciptakan kondisi domestik yang stabil. Terutama dengan melekatnya
identitas Islam dalam diri Indonesia karena disebut sebagai negara berpenduduk Muslim
terbesar di dunia. Dalam menganalisa peran aktif Indonesia dalam OKI pada masa
pemerintahan SBY periode (2004-2009)
Terdapat persamaan dan perbedaan mengenai skripsi yang ditulis Ainun Martinawati
dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yakni skripsi Ainun menggunakan konsepstate
society relations dan teori peran. Walaupun penelitian yang akan penulis lakukan juga
menggunakan teori peran milik K.J Holsti, namun kami memiliki kasus yang berbeda.
Judul dan Nama Agama memiliki pengaruh dalam politik luar negeri Indonesia di isu-isu tertentu, isu-isu-isu-isu eksternal yang berhubungan dengan Islam, terutama yang mendeskreditkan baik nilai maupun entitas yang berafiliasi dengannya.
Peran aktif pemerintah Indonesia terlihat dari banyaknya upaya yang dilakukan seperti pengiriman surat secara langsung oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada presiden Myanmar Thein Sein, kemudian upaya diplomasi menteri luar negeri kedua negara untuk
Tesis ini menganalisa peran yang dilakukan oleh organisasi internasional yang merupakan komisi tinggi PBB dibidang penanganan pengungsi United Nations High Comissioner for Refugees (UNHCR) bagi pengungsi Rohingya di kamp Bangladesh. Tesis ini menganalisa peran UNHCR baik sebagai inisiator, fasilitator, mediator&rekonsiliator, hingga determinator.
pembuatan kebijakan suatu negara.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara
menggunakan Comprehensive
informasi, tata pemerintahan yang baik, dan lain-lain.
Comprehensive security dipilih sebab mencakup tidak hanya isu keamanan tradisional namun lebih pada isu-isu yang mencakup keamanan non-tradisional. Dimana dalam hal penanganan masalah keamanan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara yang konvensional atau melalui jalur perang.
Hasil penelitian ini menjelaskan peran aktif pemerintah Indonesia dalam OKI didasarkan pada konsep state society relation, dimana SBY diangap berperan aktif dalam OKI karena ia terpilih sebagai presiden atas koalisi partai demokrat dengan beberapa partai Islam. Kemudian adanya dugaan SBY berperan aktif di OKI karena beberapa kursi di pemerintahan diduduki oleh orang-orang dari partai berbasis Islam
“Peran Indonesia dalam sesuai dengan peranan nasionalnya sebagai mediator integrator dengan mempertimbangkan beberapa sumber seperti lokasi geografi, peranan tradisiona, serta komposisi etnis nasional. Peranan Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya juga dapat ditinjau dari aspek internal yang sangat berkaitan erat dengan kebutuhan domestik dan sikap masyarakatnya serta aspek eksternal yang digambarkan sebagai respon Indonesia atas apa yang terjadi di Myanmar
Tindakan yang dilakukan Indonesia sesuai dengan peranannya sebagai mediator integrator adalah dengan menawarkan penyelesaian masalah melalui beberapa upaya diplomatik yang dilakukan antar pemerintah Indonesia dengan pemerintah Myanmar.
Dari keempat penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai perbedaan dan
persamaan penelitian yang penulis akan lakukan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan
yang dapat dimaknai ialah adanya salah satu penelitian terdahulu yang menggunakan konsep
yang sama, menjelaskan latar belakang konflik Etnis Rohingya, tindakan represif pemerintah
Myanmar dan beberapa tindakan yang dilakukan Indonesia sebagai respon konflik.
Sedangkan untuk perbedaannya, penulis memiliki kasus yang berbeda dimana penelitian ini
lebih memfokuskan tentang bagaimana Indonesia berperan dalam penyelesaian konflik
Rohingya sesuai dengan peranan nasionalnya sebagai mediator integrator.
1.5 Landasan Konsep dan Teori
Dalam melakukan sebuah penelitian, sangat dibutuhkan adanya landasan konsep dan
membantu penulis dalam menjabarkan dan menjelaskan suatu permasalahan, menguji
hipotesis serta dapat membantu penulis menentukan arah penulisan. Untuk dapat menjawab
peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, penulis menggunakan landasan
konsep dan teori sebagai berikut:
1.5.1 Teori Peran
Untuk menjawab rumusan masalah, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan
mengenai teori peran. Dimana peranan nasional dapat membantu menggambarkan tugas
suatu negara dan memberikan pedoman untuk bertindak ketika negara tersebut sudah
mengidentifikasi peranan nasionalnya. Dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Wawan
Juanda, Holsti menyatakan bahwa:
“...Peranan nasional menggambarkan fungsi dan tugas suatu negara dalam berbagai konteks internasional yang berbeda. Dengan demikian peranan nasional memberikan pedoman untuk bertindak ketika situasi tertentu muncul pada lingkungan
internasional.”12
Disini, peranan nasional akan nampak sebagai kebijakan luar negeri suatu negara
pada saat ia terlibat dalam suatu masalah regional maupun internasional. Peranan nasional
juga memiliki ciri-ciri yang mengarah pada tindakan yang lebih konkret. Misalnya, ketika
suatu negara berperan sebagai mediator integrator, bisa diramalkan bahwa negara tersebut
bersedia menawarkan penyelesaian masalah dan melakukan beberapa usaha diplomatik jika
suatu konflik terjadi.13
Peranan nasional sendiri sangat berkaitan erat dengan kebutuhan domestik, sikap
masyarakat serta kondisi eksternal negaranya.14 Selain itu, Peranan nasional suatu negara dapat di identifikasi dari tujuan negara tersebut dimana dalam penyelesaian konflik Rohingya
ini, Indonesia memiliki tujuan untuk meningkatkan prestisnya sebagai negara yang mampu
12 KJ Holsti (terj). 1987.Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis.Bandung. Binacipta. Hal 166 13Ibid.Hal 159
menyelesaikan, mendamaikan dan melakukan mediasi dalam konflik negara lain. Untuk
itulah, penulis menggunakan salah satu dari 16 jenis konsepsi peranan nasional Holsti yang
dapat menggambarkan bahwa peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya
tergolong sebagai mediator integrator dengan pengertian sebagai berikut:
“Sejumlah pemerintahan menganggap negaranya mampu atau bertanggung jawab
menyelesaikan, atau memikul tanggung jawab khusus untuk melakukan mediasi dalam menyelesaikan atau mendamaikan konfik negara lain. Mereka memandang
negaranya sebagai “tukang” dalam menyelesaikan masalah regional atau global.”15
Dijelaskan pula dalam buku Holsti bahwa terdapat sumber-sumber yang dapat
dijadikan pertimbangan mengapa negara tersebut menjalankan sebuah konsepsi peranan
nasional sebagai mediator integrator, yakni dilihat dari: (1) Lokasi geografi; Holsti
menjelaskan bahwa geografi dan topografi merupakan faktor paling penting karena sifatnya
yang permanen. Sehingga dapat memberikan peluang dan batasan program kebijaksanaan
luar negeri suatu negara.16 Dalam hal ini, Indonesia dan Myanmar memiliki kedekatan
geografi di wilayah Asia Tenggara, meski tidak berbatasan secara langsung. (2) Peranan
Tradisional; yang dapat dijelaskan dengan sikap Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dan
keinginan untuk menghapuskan penjajahan diatas dunia seperti yang tertuang dalam UUD
dan arah politik luar negeri Indonesia.17 (3) Komposisi etnis-budaya nasional; berkaitan erat dengan kondisi Indonesia dan Myanmar yang memiliki beberapa etnis. Oleh karena itu,
ketika Myanmar memiliki konflik yang serupa dengan apa yang pernah dialami membuat
Indonesia merasa harus turun tangan untuk memberikan pelajaran yang sudah diambilnya
dari konflik tersebut.
Menurut Holsti, sebuah konsepsi peranan juga dapat dijelaskan dengan memakai
beberapa variabel kondisi tertentu seperti sikap dan pendapat masyarakat, kebutuhan
15Ibid. Hal 162 baca juga tabel 12-1 KJ Holsti yang menyebutkan tentang 14 jenis penetapan konsepsi peranan nasional dan sumber-sumbernya di halaman 464
16KJ Holsti. Op.Cit. Hal 493
ekonomi, identifikasi diri terhadap kawasan, komposisi etnis dan lain sebagainya.18 Untuk itu
dalam menjelaskan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, selain melihat dari
peranannya sebagai mediator integrator, penulis juga melihat dari berbagai sumber yang
dicantumkan oleh Holsti yang akan dibagi menjadi aspek internal (mencakup kebutuhan
domestik, sikap masyarakat, dan identifikasi diri terhadap kawasan) serta aspek eksternal
yang dapat digambarkan sebagai respon atas apa yang terjadi di lingkungan eksternal
Indonesia.19
1.5.2 Konsep Diplomasi
Seperti yang disebutkan sebelumnya dalam pembahasan konsep peranan bahwa
peranan nasional memberikan pedoman untuk bertindak ketika situasi tertentu muncul pada
lingkungan internasional, maka setelah mengidentifikasi dirinya sebagai mediator integrator,
Indonesia berusaha memberikan upaya penyelesaian konflik dengan menggunakan beberapa
upaya diplomatik.
Dalam lingkup hubungan internasional, diplomasi dikenal sebagai cara untuk
menyelesaikan masalah secara damai demi mencapai kepentingan nasionalnya. Seperti yang
dijelaskan oleh Louise Diamond:
“Diplomacy is a peaceful political process between nation-states that seeks to structure, shape and manage over time a system of international relationships to
secure nation’s interest”20
Selain itu, adapula beberapa definisi tentang diplomasi yang dikemukakan oleh
beberapa pakar, seperti halnya R.P Barston yang mendefinisikan diplomasi sebagai
manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan
internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor hubungan
18KJ Holsti. Hal 463 dan 465 19KJ Holsti. Op.Cit.Hal 489
internasional lain berusaha untuk menyampaikan, mengkoordinasikan, dan mengamankan
kepentingan nasional khusus atau yang lebih luas, yang dilakukan melalui korespondensi,
pembicaraan tidak resmi, saling menyampaikan cara pandang, lobby, kunjungan, dan
aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait.21
Banyaknya definisi diplomasi yang berbeda namun hampir memiliki makna yang
sama membuat penulis menarik kesimpulan bahwa secara umum diplomasi bisa juga disebut
sebagai seni, cara maupun praktek bernegosiasi oleh seorang diplomat mewakili kepentingan
negaranya. Dengan kata lain, tujuan dari diplomasi adalah untuk mengedepankan
kepentingan negaranya baik itu dalam rangka memajukan ekonomi, mengembangkan budaya
dan ideologi, memperoleh persahabatan, meningkatkan prestis nasional dan sebagainya.22 Pelaksanaan diplomasi telah menjadi rumit karena melibatkan banyak aktor yang
berbeda. Misalnya pada kasus politik yang rumit dan darurat, berbagai macam alat atau
sarana diplomasi wajib dibutuhkan dan dilaksanakan oleh aktor negara dan non negara secara
bersama. Oleh sebab itu, diplomat mulai menyadari bahwa multi-track dibutuhkan dalam
diplomasi.23 Istilah diplomasi multi jalur atau multi-track mengacu pada kerangka kerja konseptual yang dirancang untuk merefleksikan bermacam aktifitas yang berkontribusi pada
peacemakingdan peacebuildingdilingkup internasional. Didalamnya terdapat sembilan jalur
yang mana aspek-aspek di dalamnya pasti memiki suatu kesinambungan antara satu dengan
yang lainnya. Diplomasi multi jalur juga merupakan perpanjangan dari jalur satu dan jalur
dua.24
Jika diplomasi jalur dua dicirikan sebagai sebuah kegiatan diplomasi yang dilakukan
oleh aktor-aktor bukan pemerintah, informal dan memiliki sifat tidak resmi, maka diplomasi
21 R.P. Barston, Modern Diplomacy, Longman, N.Y, 1997, hal 1, dikutip dari Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik, Jogjakarta. Graha Ilmu. Hal 4
22S.L.Roy. 1991.Diplomasi. Jakarta. Rajawali pers. Hal 6
23Christer Jonsson and Karin Aggestam.Diplomacy and Conflict Resolution. Prepared for the NISA conference on “Power, Vision and Order in World Politics”, Odense, 23-25 May, 2007. Dapat dilihat di
http://busieco.samnet.sdu.dk/politics/nisa/papers/aggestam.doc
jalur satu merupakan kegiatan diplomasi yang dilakukan pemerintah kepada pemerintah.25
Diplomasi jalur satu mengacu pada diplomasi resmi pemerintah, dilakukan oleh perwakilan
resmi dari otoritas negara seperti kepala negara, departemen luar negeri dan menteri atau
departemen negara lainnya. Pengaplikasian diplomasi jalur satu dalam resolusi konflik,
seorang diplomat bisa bertindak sebagai pihak utama untuk bernegosiasi, mendukung salah
satu pihak atau lebih, atau juga bisa bertindak sebagai pihak ketiga.26
Pada penelitian yang akan dilakukan ini, penulis menggunakan diplomasi jalur
pertama dimana pemerintah bertindak secara penuh untuk melakukan perundingan sebagai
pihak ketiga. Nantinya, konsep diplomasi ini diharapkan dapat menjelaskan upaya-upaya apa
saja yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya baik
ditingkat bilateral dan multilateral.
1 . 6 M e t o d o l o g i P e n e l i t i a n
1.6.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian eksplanatif, yakni
penelitian yang memberikan penjelasan mengapa sesuatu terjadi. Tidak hanya untuk
mendiskripsikan fakta melainkan menjelaskan apa yang terjadi.
1.6.2 Teknik Analisis Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan,
yaitu: (1) Pemeriksaan, dilakukan untuk memeriksa apakah data-data yang diperlukan sudah
lengkap dan benar; (2) Pengolahan, dilakukan dengan memilah-milah data yang akan
25Op.cit. Sukawarsini Djelantik. Hal 20
26Susan Allen Nan.What is Track-One Diplomacy.2003.
digunakan sesuai dengan kategorinya masing-masing; (3) Analisa dan Interpretasi, data-data
yang telah dipilah dalam pengolahan data kemudian dianalisa dan diinterpretasikan oleh
peneliti.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kajian
kepustakaan atau library research. Kajian kepustakaan adalah pembacaan kritis dan
mendalami terhadap buku maupun literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Sumbernya
bisa diambil dari buku, internet, jurnal, dan lain-lain.
1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang akan dibahas dalam metode penelitian ini sebagai berikut:
a. Batasan Waktu
Batasan waktu digunakan agar peneliti terfokus pada rentang waktu penelitian agar
tidak terlalu jauh dari bahasan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi
rentang waktu penelitian yakni pada tahun 2012 sampai dengan 2013.
b. Batasan Materi
Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi materi penelitian hanya pada peran
Indonesia dalam menangani permasalahan konflik Rohingya sesuai dengan peranannya
sebagai mediator integrator.
1.7 Argumen Dasar
Berdasarkan pemaparan pada perumusan masalah serta landasan konsep dan teori,
guna memudahkan dalam memberikan gambaran bagi penulis terhadap penelitian yang
dilakukan, penulis mempunyai hipotesa sebagai berikut:
“Indonesia berperan dalam menyelesaikan konflik Rohingya sesuai dengan peranan nasionalnya sebagai mediator integrator dengan mempertimbangkan beberapa sumber seperti
penyelesaian konflik Rohingya juga dapat ditinjau dari aspek internal yang sangat berkaitan
erat dengan kebutuhan domestik dan sikap masyarakatnya serta aspek eksternal yang
digambarkan sebagai respon Indonesia atas apa yang terjadi di Myanmar. Sesuai dengan
peranannya sebagai mediator integrator, Indonesia juga menawarkan beberapa penyelesaian
masalah melalui beberapa upaya diplomatik”
1.8 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan, skripsi ini dibagi menjadi empat bab, yang setiap
babnya terdiri atas sub-sub bab yang masing-masing saling berhubungan:
BAB I : PENDAHULUAN
1.9 Latar Belakang
1.10 Rumusan Masalah
1.11 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.11.1 Tujuan Penelitian
1.11.2 Manfaat Penelitian
1.13 Landasan Konsep dan Teori
1.13.1 Teori Peran
1.13.2 Konsep Diplomasi
1.14 Metodologi Penelitian
1.14.1 Tipe Penelitian
1.14.2 Teknik Analisis Data
1.14.3 Teknik Pengumpulan Data
1.14.4 Ruang Lingkup Penelitian
1.15 Argumen Dasar
1.16 Sistematika Penulisan
BAB II : SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK
ROHINGYA
2.1 Sejarah Etnis Rohingya
2.2 Latar Belakang dan Perkembangan Konflik Rohingya 2012–2013 2.2.1 Perkembangan Konflik Rohingya 2012 Hingga 2013
2.3 Tindakan Diskriminasi Pemerintah Myanmar 2012 - 2013
BAB III : PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
ROHINGYA 2012 - 2013
3.1 Tindakan Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya
3.1.1 Peran Indonesia sebagai Mediator Integrator
3.1.2 Aspek Internal
3.2 Peran dan Upaya Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan
BAB II
SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK ROHINGYA
Pada bab ini akan dijelaskan tentang sejarah etnis Rohingya. Selain sejarahnya,
penulis juga akan menjelaskan mengenai latar belakang konflik Rohingya pada tahun 2012
hingga perkembangan konflik Rohingya mulai tahun 2012 sampai 2013. Pada sub bab yang
terakhir, penulis juga menjelaskan mengenai. sikap diskriminatif yang dilakukan oleh
pemerintah Myanmar.
2.1 Sejarah Etnis Rohingya
Rohingya dan Rakhine adalah dua kelompok etnis berbeda penghuni wilayah
Arakan yang saat ini bernama Rakhine. Bila Rakhine merupakan etnis mayoritas beragama
Budha, maka Rohingya adalah etnis minoritas yang beragama Islam. Pemerintah Myanmar
memperkirakan total populasi di Rakhine mencapai 3,33 juta jiwa. Termasuk 2,2 juta jiwa
adalah umat Budha Rakhine, dan 1,08 juta lainnya adalah etnis Rohingya. Beberapa wilayah
di Rakhine yang dominan ditinggali oleh Rohingya adalah kota Maungdaw, Buthidaung, dan
Rathedaung.27
2.1.1 Peta Rakhine28
27Fortify Rights.“Policies of Persecution: Ending Abusive State Policies Against Rohingya Muslims in Myanmar– Anti Muslim Violence: 2012 Present”.Hal 16
Saat ini Rohingya sedang bertahan dari beberapa bentuk pembatasan dan penindasan
Hak Asasi Manusia yakni pembatasan dalam bergerak termasuk dalam hal pernikahan dan
lapangan pekerjaan, ditolak sebagai warga negara, penyitaan lahan hingga pengusiran dan
pengerusakan tempat tinggal.29
Asal mula penyebutan kata Rohingya dan bagaimana mereka bisa sampai ke
Myanmar masih menjadi sejarah yang terus diperdebatkan hingga saat ini. Pemerintah
Myanmar menganggap bahwa Rohingya adalah pendatang atau imigran gelap yang tidak bisa
diakui sebagai warga negara.30 Namun adapula yang mengatakan bahwa Rohingya adalah
29Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied.
http://www.amnesty.org/en/library/info/ASA16/005/2004. Diakses pada tanggal 23 september 2014
30“Why is There Communal Violence in Myanmar?”http://www.bbc.com/news/world-asia-18395788 diakses
Rohingya, yang merupakan keturunan orang Arab, Moors, Pathans, Moghuls, Bengalis dan
beberapa orang Indo-Mongoloid yang sudah tinggal di Arakan sekitar abad ke 7 Masehi.31 Beberapa sejarawan mengatakan bahwa kata Rohingya berasal dari bahasa Arab
“Rahma” yang berarti pengampunan. Ini merujuk pada cerita para pedagang Arab yang
terancam hukuman mati oleh raja Arakan. Saat hendak dihukum mati, mereka meneriakkan
kata ‘Rahma’. Namun karena penduduk Arakan kesulitan menyebut kata “Rahma’, mereka justru menyebut kata ‘Raham’. Kata itu kemudian berubah menjadi ‘Rohang’ dan akhirnya berubah menjadi ‘Rohingya’. Adapula sejarawan yang mengatakan bahwa dulu diantara
warga Myanmar terdapat populasi muslim dari kerajaan kuno Arakan bernama ‘Mrohaung’
dan nama tersebut diubah menjadi Rohang. Hingga kemudian muncul klaim bahwa Rohingya
adalah bangsa Benggala yang melarikan diri ke Burma tahun 1950-an. Ini diyakini atas dasar
tidak adanya Rohingya pada sensus penduduk tahun 1824 yang dilakukan Inggris.32
Perbedaan agama, fisik, dan bahasa dimana Rohingya berbicara bahasa bengali
dengan dialek Chittagong yang sangat terlihat antara Rohingya dengan etnis mayoritas
Myanmar, semakin dijadikan alasan oleh pemerintah untuk tidak mengakui Rohingya sebagai
bagian dari Myanmar. Padahal menurut Nurul Islam, presiden organisasi nasional Rohingya
Arakan dan Zaw Min Htut pemimpin orang Rohingya Jepang yang pernah datang ke
Indonesia dan melakukan kampanye ‘Save Rohingya’ bersama PIARA, mengatakan bahwa
bahasa dan budaya Rohingya berbeda dengan Bengali.33
Tidak diakuinya eksistensi Rohngya saat ini, berbanding terbalik dengan masa
kepemerintahan perdana menteri U Nu pada tahun 1948-1962. Pada saat kepemerintahan U
31“Facts About The RohingyaMuslims of Arakan”
http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about-rohingya.html diakses pada tanggal 24 september 2014
32Aulia Akbar.“Sejarah Masyarakat Rohingya.”
http://international.okezone.com/read/2012/08/17/411/679197/sejarah-masyarakat-rohingya diakses pada tanggal 25 september 2014.
33Heri Aryanto SH.“Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia”(Laporan Hasil Pencarian Fakta di Aceh, Medan, dan Tanjung Pinang. Baca juga Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour: “Pemiskinan Sistematis
Nu, banyak tokoh asal Rohingya yang berperan dalam pemerintahan seperti Sultan Mahmoud
yang menjadi menteri kesehatan. Namun setelah kudeta militer yang dipimpin oleh jenderal
Ne Win berhasil menggulingkan kepemerintahan U Nu di tahun 1962, sejak saat iulah
pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya dengan menganggap bahwa populasi muslim
yang tinggal di Rakhine adalah Bengali.34
2.1.2 Nama 8 Besar Ras Etnis Nasional dan 135 Kelompok Etnis Myanmar35
34Aris Pramono.“Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh (Periode 1978-2002).”Baca juga “BRAJ Appeals to JapanGovernment to Protect Rohingya in Arakan.”
35Tun Tuan Aung: An Introduction To Citizenship Card Under Myanmar Citizenship Law.
Keyakinan pemerintah atas sejarah bahwa Rohingya bukan etnis Myanmar berakibat
sulitnya Rohingya hidup di Myanmar. Terutama setelah lahirnya peraturan kewarganegaraan
Myanmar tahun 1982 yang hanya mengakui kelompok etnis yang telah menetap di Myanmar
sebelum tahun 1823. Sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh pemerintah Myanmar.36
“The 1982 citizenship law defines citizen as members of ethnic groups that have
settled in Burma before 1823, the start of British Colonial rule in Burma. The Rohingya do not feature among the 135 national races listed by government and
therefore rendered stateless.”37
“In actual fact, although there are (135) national races living in Myanmar today, the
so-called Rohingya people is not of them. Historically, there has never been a
‘Rohingya’ race in Myanmar...”38
Pemerintah telah melakukan beberapa tindakan represi, diskriminasi dan eliminasi
terhadap Rohingya. Seperti beberapa operasi yang digencarkan pemerintah Myanmar dengan
tujuan mengusir dan menekan pertumbuhan penduduk Rohingya, perempuan Rohingya juga
tidak diperkenankan memakai jilbab, orang-orang Rohingya juga sering dipaksa bekerja
tanpa upah, penghancuran masjid dan tempat tinggal, serta perampasan hak-hak untuk
mendapatkan pekerjaan dan pendidikan.39
Misalnya pada tahun 1970-an, Myanmar mewajibkan seluruh warga negaranya
untuk memiliki kartu pendaftaran warga negara. Namun hanya Rohingya yang diberi kartu
36Ibid.
37Chris Lewa.Asia’s New Boat People: Thousands of Stateless Rohingyas are Leaving Burma and Bangladesh, Dreaming of a Better Life in Malaysia. Hal 40
38Press Release of The Ministry of Foreign Affairs of The Union of The Myanmar.26February1992. Dikutip dariMyanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied.
pendaftaran asing. Sehingga beberapa sekolah dan majikan tidak bisa menerima mereka.40
Selain itu juga pada tahun 1977, pemerintah mengadakan program operasi atau sensus secara
menyeluruh yang diberi nama Naga Min. Operasi ini bertujuan untuk mengamati atau
memeriksa setiap individu yang tinggal di Myanmar kemudian menandai mana saja yang
tergolong warga negara dan warga negara asing lalu melawan warga negara asing yang
dianggap masuk ke Myanmar secara ilegal.41 Di wilayah Arakan sendiri, prosedur ini justru
menjadi serangan brutal yang ditujukan pada Rohingya mengakibatkan pembunuhan masal,
perkosaan, pengerusakan masjid dan penganiayaan oleh orang-orang Rakhine dan tentara
lokal.
Akibat dari kekerasan-kekerasan itulah yang akhirnya membuat orang-orang
Rohingya menjadi pengungsi, ‘manusia perahu’ dan berbondong-bondong keluar dari negaranya mencoba mencari suaka ke negara lain seperti Indonesia, Malaysia, Brunei dan
Bangladesh. Dalam perjalanannya mencari perlindungan ke negara lain, tak jarang banyak
orang-orang Rohingya yang tewas karena kelaparan, kehausan atau bahkan tenggelam.42
Pemberitaan media yang provokatif disertai sikap tertutup pemerintah Myanmar43 atas apa yang terjadi di Rakhine, sekaligus diiringi dengan keluarnya warga Rohingya dari Myanmar
secara besar-besaran membuat banyak negara salah tafsir atas apa yang terjadi di Myanmar.
40Human Right Watch. “The Government Could Have Stop This –Sectarian Violence and Ensuing Abuses in
Burma’s Arakan State.”
41Statement by the Ministry for Home and Religious Affairs, November 16, 1977 dikutip dari “Burma: The Rohingya Muslims: Ending a Cycle of Exodus?"
http://www.refworld.org/cgi-bin/texis/vtx/rwmain?docid=3ae6a84a2 diakses pada tanggal 5 September 2014
42Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia.“Rohingya, 101 Data dan Fakta”.Orang-orang Rohingya yang berada di negara lain dengan niatan mencari perlindungan, tak sedikit pula mendapatkan perlakuan semena-mena di negara penerima seperti penjualan ke sindikat perdagangan manusia dan kerja paksa. Baca juga:“Polisi Thailand Jual Pengungsi Rohingya”
http://international.okezone.com/read/2013/01/21/411/749580/polisi-thailand-jual-pengungsi-rohingyadiakses pada tanggal 22 Maret 2014
43“Jusuf Kalla: Kita Bisa Mendesain Masa Depan Rohingya.”
2.2 Latar Belakang Konflik dan Perkembangan Konflik Rohingya Tahun 2012
hingga 2013
Kerusuhan yang melibatkan Rohingya dan Rakhine ini bermula pada bulan Juni
2012. Pada saat itu sebuah surat kabar “The New Light of Myanmar” memberitakan sebuah
pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang penjahit wanita bernama Ma Thida Htwe di
desa Kyak Ni Maw, kota Yanbye pada tanggal 28 Mei 2012 yang diduga dilakukan oleh
pemuda muslim Rohingya.44
Kasus pemerkosaan dan pembunuhan tersebut dilaporkan ke kantor Polisi Kyauk
Nimaw hingga pada akhirnya polisi berhasil menetapkan tiga tersangka bernama Htet Htet (a)
Rawshi bin U Kyaw Thaung, Rawphi bin Sweyuktamauk, dan Khochi bin Akwechay.
Menurut penyelidikan, tersangka merampok sejumlah barang berharga Ma Thida dengan
alasan membutuhkan uang untuk menikahi seorang gadis. Dibantu kedua rekannya, Htet Htet
mengakhiri aksi perampokannya dengan membunuh korban.45
Beberapa sumber menyatakan bahwa sehari setelah penangkapan tiga tersangka
pemerkosaan tersebut, sekelompok massa umat Budha datang mengepung kantor polisi
tempat tiga pelaku berada. Mereka menuntut agar ketiga pelaku diserahkan pada massa yang
marah. Setelah itu, pada 3 Juni 2012 orang-orang Budha di kota Taunggup membagikan
selebaran peringatan potensi pemerkosaan wanita Rakhine oleh muslim Rohingya. Sekitar
300 massa Budha Rakhine juga dilaporkan menghadang sebuah bus yang berisikan 10
penumpang peziarah Islam. Mereka dipukuli hingga tewas, satu orang Budha juga dinyatakan
44DPR RI.“Diplomasi Parlemen Indonesia di Asia Tenggara: Spektrum Kepemimpinan Indonesia di ASEAN Inter-Parliamentary Assembly 2011-2012.”Hal 88
tewas dalam insiden tersebut karena dikira muslim. Penyerangan bus ini didasari motif balas
dendam atas kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi pada 28 Mei 2012.46
Jelang seminggu setelah penyerangan bus berpenumpangkan muslim Rohingya,
segerombolan umat muslim dilaporkan melempar batu ke sebuah gedung di wilayah
Maungdaw pada 08 Juni 2012 seusai sholat jum’at. Beberapa saksi melaporkan bahwa ribuan orang Rohingya juga menyerang dan membunuh beberapa orang non muslim. Pada insiden
itu, polisi sempat melepaskan tembakan peringatan agar kerumunan massa dapat dibubarkan.
Namun kerusuhan justru berlanjut dengan membakar rumah-rumah orang Budha Rakhine.
Umat Budha pun juga turut meluncurkan serangan balasan. Pada hari yang sama juga tercatat
bahwa kekerasan yang melibatkan dua kubu etnis ini muncul di berbagai wilayah.47
Aksi balas dendam berkembang secara cepat dan berkelanjutan. Kedua kubu
berkomitmen untuk saling melakukan pembunuhan, pembakaran, dan penghancuran properti.
Di beberapa daerah, ribuan pasukan bersenjata Rakhine melancarkan serangan dan
penghancuran desa muslim. Beberapa serangan memang ditargetkan oleh orang-orang
Rakhine dan pasukan keamanan negara untuk melawan muslim Rohingya. serangan ini
mengakibatkan mengungsinya lebih dari 100.000 jiwa yang sebagian besar adalah
Rohingya.48
Tindakan saling serang dan membalas terus terjadi antar kedua etnis. Kerusuhan
juga mulai pecah di beberapa kota seperti Sittwe, Maungtaw, dan Buthidaung. Para perusuh
juga menghancurkan dan membakar rumah, toko, penginapan serta terlibat dalam
pembunuhan yang menewaskan 87 orang termasuk 31 diantaranya dari ras Rakhine dan
46“Mencegah Pertumpahan Darah serta Membangun Hubungan Antar Suku yang Lebih Baik.”
http://www.crisisgroup.org/en/publication-type/alerts/2012/myanmar-alert.aspx?alt_lang=id . baca juga
“Protect The Rohingya’s Report: Hear Our Screams, Making A Case For The RohingyaGenocide.”
47Ibid.“Protect The Rohingya’s Report: Hear Our Screams, Making A Case For The Rohingya.baca juga
Inquiry Commission, Union of Myanmar.Final Report of Inquiry Commission on Sectarian Violence in Rakhine State.Dapat dilihat di http://www.burmalibrary.org/docs15/Rakhine_Commission_Report-en-red.pdf
sisanya dari Rohingya. Selain membuat ratusan orang terluka, kerusuhan ini juga berhasil
membumihanguskan 5.338 rumah.49
2.2.2 Kondisi Etnis Rohingya Sebelum Direlokasi ke Tempat Aman50
49Pernyataan Resmi U Nyunt Tin. Ketua Delegasi Parlemen Myanmar pada Sidang Umum AIPA ke 33 di Lombok, 16 s.d 22 september 2012. Dikutip dari DPR RI. Op.cit.
2.2.1 Perkembangan Konflik Rohingya Tahun 2012 Hingga 2013
Sedikitnya sudah 200.000 orang Rohingya melarikan diri dari rumahnya sejak bulan
Juni 2012. Setahun setengah pasca kekerasan di Rakhine pada 2012, beberapa pengungsi
etnis Rohingya masih kekurangan tempat tinggal yang memadai, air minum, kamar mandi,
dan perawatan kesehatan.51Sampai saat penelitian ini ditulis, konflik yang melibatkan Budha
Rakhine dengan Islam Rohingya belum juga berhenti.52
Kerusuhan yang terjadi sejak awal Juni 2012 silam langsung menyita perhatian
dunia internasional. Walaupun fakta membuktikan bahwa Rohingya telah di diskriminasi
cukup lama jauh sebelum kerusuhan 2012 meledak. Namun pemberitaan media, sikap
diskriminatif pemerintah Myanmar hingga bertambahnya arus pengungsi Rohingya ke
negara-negara tetangga, seolah menggambarkan bahwa kerusuhan ini tak akan berakhir.
2.2.3 Kondisi Pengungsian Rohingya di Luar Sittwe53
51Fortify Rights. Op.cit.. Hal 18
52Beberapa media masih memberitakan kerusuhan yang melibatkan dua etnis mayoritas Budha dengan etnis minoritas Islam. Baca“Bentrokan Myanmar Berlanjut, Dua Tewas.”
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/07/140703_myanmar_islam_buddhis baca juga“Redam
Kerusuhan Sektarian, Jam Malam Mulai Diberlakukan.” http://dunia.rmol.co/read/2014/07/06/162611/Redam-Kerusuhan-Sektarian,-Jam-Malam-Mulai-Diberlakukan- dan“The Violence-Hit Rohingya Village, Duchiradan
Set Ablaze”http://www.rvisiontv.com/breaking-news-the-violence-hit-rohingya-village-duchiradan-set-ablaze/
diakses pada tanggal 28 September 2014
53 Fortify Rights. “Policies of Persecution: Ending Abusive State Policies Against Rohingya Muslims in
2.2.4 Kondisi Pengungsian Rohingya di Rakhine54
Kerusuhan yang terjadi antara Rohingya dengan Rakhine fase kedua kembali pecah
pada 21 Oktober 2012. Pada saat itu, ratusan etnis Rakhine menyerang perkampungan
Rohingya di desa Aung-Hlaing kota Minbya. Konflik fase kedua ini juga berimbas kepada 7
kota di negara bagian Rakhine termasuk Kyaukpyu dan Myebon yang tidak terkena dampak
dari kerusuhan fase pertama.55
Pemerintah Myanmar sendiri mengakui bahwa serangan tersebut telah terkoordinir.
Aparat keamanan yang selama ini dituding telah gagal melindungi Rohingya justru terlihat
membela Rohingya pada saat kerusuhan terjadi. Ini dapat dibuktikan dari pengakuan seorang
warga etnis Rakhine yang mengatakan bahwa pihak keamanan melepaskan tembakan ke arah
etnis Rakhine agar membubarkan diri. Dalam insiden tersebut dilaporkan 56 orang tewas, 64
orang luka-luka dan hampir 2000 rumah terbakar.56
2.2.5 Kerusuhan Kembali Pecah di Rakhine pada Oktober 201257
55Inquiry Commission. Op.cit. Hal 13
56Benjamin Zawacki.“Defining Myamars Rohingya Problem.” baca juga“Kerusuhan Terbaru di Myanmar
Tewaskan 56 Jiwa” http://international.okezone.com/read/2012/10/26/411/709554/kerusuhan-terbaru-di-myanmar-tewaskan-56-jiwadiakses pada tanggal 26 September 2014
2.2.6 Gambar Satelit Sebelum dan Sesudah Kerusuhan Oktober 2012 di Kyaukpyu
Rakhine58
58Human Right Watch. Damage Assesment Summary for Kyaukpyu.
Pertengahan September 2012, diperkirakan sudah 76.000 orang-orang Rakhine
mayoritas etnis Rohingya hidup dalam pengungsian. Angka tersebut naik menjadi 115.000
jiwa pada bulan November 2012. Pada bulan November juga dilaporkan bahwa sekelompok
umat Budha menghadang dan membagikan pamflet ancaman kepada dokter dan tenaga
bantuan medis yang berusaha melanjutkan pemberian bantuan ke pengungsian Rohingya.59
Pada 16 Maret 2013, tiga orang laki-laki Rohingya bernama Mohammad Ullah,
Manzur Alam, dan Mohammed Ayub dari kota Minbya ditemukan tewas di dalam air dengan
bekas luka potong dibagian leher, hidung dan organ intim. Mereka dibunuh oleh ekstrimis
Rakhine saat akan membeli bahan makanan untuk warga desa.60
Kerusuhan juga menjalar ke kota Meikhtila, Myanmar tengah pada bulan Maret
2013. Sejak bentrokan antara umat Budha dan muslim Rohingya tercetus bulan Juni 2012
yang lalu, mulai banyak gerakan atau kampanye anti muslim yang bermunculan. Walaupun
kerusuhan di Meikhtila ini tidak melibatkan etnis muslim Rohingya dan Budha Rakhine,
namun kerusuhan selama beberapa hari tersebut berhasil menewaskan sepuluh orang dan
puluhan luka-luka serta 42 bangunan yang hangus terbakar.61
2.2.7 Kerusuhan Meikhtila62
59Benjamin Zawacki. Op.cit
60“Three Rohingya Killed in Minbya, Arakan.”
http://burmatimes.net/three-rohingya-killed-in-minbya-arakan-24734/ diakses pada tanggal 07 Oktober 2014
61“Myanmar Tangkap 12 Pelaku Kerusuhan Agama.”
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-08-27/myanmar-tangkap-12-pelaku-kerusuhan-agama/1181775baca juga“Myanmar Riots Stoke Fears of Widening Sectarian Violence.” http://www.reuters.com/article/2013/03/22/us-myanmar-unrest-meikhtila-idUSBRE92L04G20130322
Duta besar Indonesia untuk Myanmar, Sebastianus Sumarsono mengatakan bahwa
intensitas konflik etnis di Myanmar sempat mereda pada bulan April 2013.63 Namun meredanya konflik etnis ini tak bisa bertahan lama. Pasalnya, pada 30 April 2013 kembali
63“Konflik Budha-Muslim di Myanmar Mereda.”
muncul pemberitaan tentang penyerangan Masjid dan Toko milik umat Islam di kota kecil
Oakkan yang dilakukan oleh orang-orang Budha.64
Hampir satu tahun setelah kerusuhan Rakhine dan Rohingya mencuat pada bulan
Juni 2012 silam dibawah kepemimpinannya, akhirnya presiden Thein Sein bersumpah bahwa
pemerintah akan akan melakukan segala cara untuk melindungi hak-hak minoritas muslim
yang tinggal di Rakhine. Dalam pidato yang disiarkan oleh televisi negara senin 6 Mei 2013,
Thein Sein juga menekankan pentingnya toleransi antar pemeluk agama agar bisa hidup
berdampingan secara damai.65
Rentan waktu dari pertengahan hingga akhir tahun 2013 masih terus menceritakan
tentang penyerangan yang melibatkan dua kubu etnis. Sejauh ini belum ada pemberitaan
perkembangan konflik ke arah yang lebih baik. Seperti pemberitaan media tanggal 03
Oktober 2013. Massa Budha membawa pedang dan pisau lalu menyerbu kota Thandwe yang
mengakibatkan kematian lima orang. Mereka juga membakar setidaknya 100 rumah. Didesa
terdekat dari wilayah Pauktaw juga ditemukan sisa puing 40 rumah yang hangus terbakar.66
2.2.8 Data Bangunan Rusak di Thandwe, 05 Oktober 201367
64“Kerusuhan Baru di Myanmar, Rumah Ibadah diserang.”
http://international.okezone.com/read/2013/05/01/411/800251/kerusuhan-baru-di-myanmar-rumah-ibadah-diserangdiakses pada tanggal 27 September 2014
65Embassy of The Republic of Indonesia, Yangon, Myanmar.Op.Cit
66“Victim of Myanmar Attack Mourns Mother Left Behind.”
http://news.yahoo.com/victim-myanmar-attack-mourns-mother-left-behind-083424844.html diakses pada tanggal 27 September 2014
Konflik antar kedua etnis ini juga masih terjadi pada tanggal 28 November 2013
dimana duabelas orang muslim yang akan berangkat bekerja di sebuah pabrik batu bata
Rakhine diculik oleh Biksu Budha di Sittwe. Tujuh orang diculik dan 5 orang lainnya
dilepaskan.68 Pada bulan desember juga masih ditemukan pemberitaan yang mengabarkan bahwa orang-orang Rohingya yang tinggal di kota Maungdaw sedang hidup dalam ketakutan
karena adanya rumor yang tersebar bahwa akan ada serangan besar yang dilakukan oleh
ekstrimis Rakhine.69
Pada awal bulan Desember 2013, seorang senior politik melaporkan adanya
pertemuan rahasia yang digelar oleh hampir seluruh anggota perwira tentara dan pimpinan
ekstrimis Rakhine Buthidaung dan Maungdaw. Pertemuan ini membangkitkan semangat
para ekstrimis sekaligus mengisyaratkan beberapa indikasi yang sangat jelas bahwa akan ada
kerusuhan lagi di wilayah Rakhine. Pertemuan ini juga seolah membenarkan rumor yang
beredar pada bulan november lalu bahwa akan ada serangan susulan. Saat ini para pemimpin
Rohingya serta semua warga di wilayah Buthidaung dan Maungdaw hidup dalam ketakutan
karena pemerintah setempat dan para ekstrimis sedang berusaha mengurangi jumlah populasi
orang-orang Rohingya dengan membunuh dan mengusir mereka dari Myanmar.70
68“12 Muslims Kidnaped by Rakhine Monks in Sittwe”
http://arakan24.com/en/index.php/news/news-arakan/209-12-muslims-kidnaped-by-rakhine-monks-in-sittwe diakses pada tanggal 27 September 2014 69“Fresh Conspiracy For a Pervasive Attack on Rohingya”
http://arakan24.com/en/index.php/news/news-arakan/210-fresh-conspiracy-for-a-pervasive-attack-on-rohingya diakses pada tanggal 27 September 2014
70“Rohingya are engulfed by fear of prospective violence in Maung daw.”
Selama rentan waktu terjadinya konflik antara Rohingya dan Rakhine, muncul pula
sebuah gerakan yang disebut 969 dan 786. Gerakan 969 merupakan gerakan yang dipimpin
oleh seorang biksu bernama Wirathu. Dimana orang-orang yang berada didalamnya merasa
bangga karena menjadi Budha pertama di Myanmar. Saat ini gerakan 969 mendapat banyak
dukungan dari pejabat pemerintah dan biksu. Wirathu sebagai pemimpinnya mendesak agar
semua umat Budha memboikot toko-toko dan bisnis orang Islam dengan cara melakukan
transaksi jual beli hanya di toko-toko Budha yang bertanda 969.71
Gerakan 969 dengan mudah disebarkan oleh para biksu. Logo dan stikernya tersebar
ke seluruh penjuru rumah, toko, taksi dan kios-kios souvenir khususnya di daerah daerah
yang sedang dilanda kerusuhan. Beberapa pihak berwenang bahkan memperlakukan simbol
tersebut dengan sangat hormat. Tercatat bahwa seorang pria muslim pernah dihukum selama
2 tahun penjara karena melepas stiker tersebut dari sebuah toko. Sama halnya dengan logo
969, Islam pun juga memiliki logonya sendiri yakni 786. Simbol ini juga kerap dipasang di
setiap toko dan rumah mereka. Menurut mereka, ini adalah angka yang mewakili berkah
Islam. Memiliki arti yang sama dengan Bismillahirrohmanirrohim, “Dengan Menyebut Nama
Allah yang Maha Pengasih dan Maha penyayang.”72
71“Special Report: Myanmar Gives Official Blessing to Anti-Muslim Monks.”
http://www.reuters.com/article/2013/06/27/us-myanmar-969-specialreport-idUSBRE95Q04720130627 baca juga“The 969 Cathechism.”
http://www.reuters.com/article/2013/06/27/us-myanmar-969-monk-idUSBRE95Q04G20130627 diakses pada tanggal 05 Oktober 2014
72Ibid.Tidak ada kejelasan sejak kapan gerakan 969 muncul. Pasalnya pendiri gerakan 969, Wirathu baru bebas
dari penjara pada tahun 2011. Namun kenyataannya, gerakan ini memang semakin menjadi setelah kerusuhan Juni 2012. Lebih lanjut, baca“The Neo-Nazi Group Behind Myanmars Anti-Islam Attacks.”
2.2.9 Seorang Biksu Budha Berdiri disamping Logo 96973
Seluruh tindak kekerasan yang terjadi selama kurun waktu Juni 2012 hingga
Desember 2013 berawal dari konflik individu yang pada akhirnya berhasil menyeret dua
kubu etnis yang berbeda yakni muslim Rohingya dengan Budha Rakhine hingga
menyebabkan kerusuhan besar-besaran.
2.3 Tindakan Diskriminasi Pemerintah Myanmar 2012–2013
Human Right Watch yang berbasis di New York menuding bahwa pemerintah,
termasuk para biksu Budha, politisi lokal, pejabat pemerintah, dan pasukan keamanan negara
telah menggerakkan kampanye pembersihan etnis untuk melawan umat Islam.74 Thein Sein
73Andrew R.C Marshall/Reuters.“Myanmars Official Embrace of Extreme Buddhism.”
74Embassy of The Republic of Indonesia, Yangon, Myanmar. “Burma President Vows to Protect Muslim