commit to user
PERBEDAAN STATUS GIZI ANAK PENDERITA
TALASEMIA DENGAN ANAK NON-TALASEMIA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
NUROTUS SANIYAH G0008148
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
vi PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan ridho-Nya skripsi dengan judul “Perbedaan Status Gizi Anak Penderita Talaemia dan Anak Non-Talasemia” dapat terselesaikan.
Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2. Annang Giri Muelyo, dr., Sp. A., M.Kes, selaku pembimbing utama atas segala bimbingan, masukan, dan jalan keluar dari permasalahan yang timbul dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Widardo, M. Sc., selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan dan masukan mulai dari awal penyusunan hingga akhir penelitian skripsi ini.
4. Ganung Harsono, dr., Sp. A (K) selaku penguji utama atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.
5. Yoseph Indrayanto, dr., M.S., Sp. And., S.H. selaku anggota penguji atas masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.
6. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
7. H. Abu Amar, Khusnul Hidayati, dr., Qumi Nahril Ula, S.kom., Atika Rahma, Nurul Arifah, serta seluruh keluarga tercinta yang telah memberi dukungan dan selalu mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini. 8. Semua sahabat-sahabat tersayang yang selalu memberi dukungan dan
bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, Cahyaning Gusti A., Siti Okti A., Yuniarida Dwijayanti, Wella Manovia, Adelia Kartikasari, Della K. P., Dewi Ayu A. P., Hida Fitriana R. P., dan Taniar Rachma P.
9. Pasien Talasemia Mayor di RSUD Dr. Moewardi serta siswa SDN Kandang Sapi dan TK Gaya Baru Surakarta yang telah bersedia ikut dalam penelitian.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, 21 September 2011
commit to user
vii DAFTAR ISI
PRAKATA... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A.Latar Belakang Masalah... 1
B.Perumusan Masalah... 3
C.Tujuan Penelitian... 4
D.Manfaat Penelitian... 4
BAB II LANDASAN TEORI... 5
A.Tinjauan Pustaka...5
B.Kerangka Pemikiran... 27
C.Hipotesis... 28
BAB III METODE PENELITIAN... 29
A.Jenis Penelitian... 29
B.Lokasi Penelitian... 29
C.Subjek Penelitian... 29
D.Teknik Sampling...30
commit to user
viii
F. Identifikasi Variabel... 32
G.Definisi Operasional Variabel …………... 32
H.Instrumentasi Penelitian... 34
I. Cara Kerja... 35
J. Teknik Analisis Data... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36
BAB V PEMBAHASAN... 48
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 54
A.Simpulan ... 54
B.Saran ... 55
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori dan Ambang Status Gizi dan Pertumbuhan Anak
Berdasarkan Indeks.. ... 24 Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta ... 37 Tabel 3. Distribusi Umur Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi
Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta... 38 Tabel 4. Distribusi Interpretasi BB/U Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score... 39 Tabel 5. Distribusi Nilai BB/U Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score………. 40 Tabel 6. Perbandingan Rata-Rata Nilai Z-Score BB/U Sampel Anak di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta, SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta Menggunakan Uji Independent t-Test
commit to user
x
Tabel 7. Distribusi Interpretasi TB/U Penderita Talasemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta…………... 42 Tabel 8. Distribusi Nilai TB/U Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score... 43 Tabel 9. Perbandingan Rata-Rata Nilai Z-Score TB/U Sampel Anak di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta, SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta Menggunakan Uji Independent t-Test Sample... 45 Tabel 10. Distribusi Interpretasi IMT/U Sampel Penderita Talasemia di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN
Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta…...…..…… 46 Tabel 11. Distribusi Nilai IMT/U Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score ... 57 Tabel 12. Perbandingan Rata-Rata Nilai Z-Score IMT/U Sampel Anak di
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 27
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian
Lampiran 2. Hasil Uji Distribusi MenggunakanOne-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test
Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik dengan t-Test
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Sampel dari Pihak Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Lampiran 5. Surat Pengantar Penelitian dari RSUD Dr.Moewardi Surakarta
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Lampiran 7. Surat Keterangan SD Negeri Kandangsapi
Lampiran 8. Surat Keterangan Taman Kanak-Kanak Gaya Baru III
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, September 2011
Nurotus Saniyah
commit to user
ii
Skripsi dengan judul : Perbedaan Status Gizi Anak Penderita Talasemia dengan Anak Non-Talasemia
Nurotus Saniyah, G0008148, Tahun 2011
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari , Tanggal 2011
Pembimbing Utama Penguji Utama
Annang Giri Muelyo, dr., Sp. A, M. Kes Ganung Harsono, dr., Sp. A (K) NIP. 19730410200501 1 001 NIP. 140087353
Pembimbing Pendamping Anggota Penguji
Drs. Widardo, M. Sc Yoseph Indrayanto, dr., M.S., Sp.And., S.H.
NIP. 19631216 199003 1002 NIP. 19560815198403 1 001
Tim Skripsi
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbedaan Status Gizi Anak Penderita Talasemia dengan Anak Non-Talasemia
Nurotus Saniyah, NIM : G0008148, Tahun : 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Kamis, Tanggal 29 Oktober 2011
Pembimbing Utama
Nama : Annang Giri Muelyo, dr., Sp. A., M. Kes
NIP : 197304102005011001 ( _______________ )
Pembimbing Pendamping Nama : Widardo, Drs., M. Sc
NIP : 19631216 1990031002 ( _______________ )
Penguji Utama
Nama : Ganung Harsono, dr., Sp. A (K)
NIP : 140087353 ( _______________ )
Anggota Penguji
Nama : Yoseph Indrayanto,dr.,M.S.,Sp.And.,S.H.
NIP : 195608151984031001 ( _______________ )
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr.,M.Kes. Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM
NIP. 19660702 199802 2 001 NIP. 19510601 197903 1 002
commit to user
iv
Nurotus Saniyah, G0008148, 2011, Perbedaan Status Gizi Anak Penderita Talasemia dengan Anak Non-Talasemia
Tujuan : Penderita talasemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat serta gizi kurang sampai gizi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi anak penderita talasemia dengan anak non-talasemia yang diperoleh berdasarkan indikator berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, dan indeks massa tubuh menurut umur.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling pada anak penderita talasemia berumur 0-9 tahun di Poliklinik Talasemia Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi dan dilakukan matching
menurut jenis kelamin dan umur sampel non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta, dan TK Gaya Baru 3 Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni-Juli 2011. Analisis data penelitian menggunakan uji t dengan batas kemaknaan dengan rentang kepercayaan 95% dan p <0,05.
Hasil : Pada penelitian diperoleh 23 sampel penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan 23 sampel non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta. Dari penelitian status gizi berdasarkan berat badan menurut umur didapatkan 23 orang sampel penderita talasemia maupun sampel non-talasemia memiliki berat badan normal (t hitung = -1,801; p = 0,079). Status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur anak penderita talasemia didapat 11 tergolong pendek dan 12 anak tergolong normal, sedangkan anak non-talasemia didapat 22 anak tergolong normal dan 1 anak tergolong tinggi (t hitung = -3,306; p = 0,002). Status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur anak penderita talasemia didapat 4 anak tergolong kurus, 17 anak tergolong normal, dan 2 anak tergolong gemuk, sedangkan anak non-talasemia didapat 1 anak tergolong kurus dan 22 anak tergolong normal (t hitung = 0,950; p = 0,347.).
Simpulan : Terdapat perbedaan yang signifikan status gizi berdasarkan Tinggi badan menurut umur anak penderita talasemia dan non-talasemia. Sedangkan berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan indeks massa tubuh menurut umur tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara anak penderita talasemia dan non-talasemia.
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Talasemia adalah suatu kelainan hemoglobin yang diturunkan secara
autosomal resesif akibat terganggunya sintesis rantai globin dan
menyebabkan anemia hemolitik yang kronis (Permono, 2005). Kasus
talasemia pertama kali ditemukan oleh dokter Cooley pada tahun 1925 pada
penduduk Amerika keturunan Italia. Talasemia banyak ditemukan pada
orang-orang yang berasal dari Laut Tengah, Timur Tengah dan Asian
(Rudolph dkk, 2002).
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan
bahwa setiap tahunnya terdapat lebih dari 332.000 kehamilan dan kelahiran
yang memiliki kelainan hemoglobin. Sekitar 56.000 diantaranya mengalami
talasemia mayor, termasuk paling sedikit 30.000 anak yang membutuhkan
transfusi darah rutin untuk dapat bertahan hidup dan 5500 anak yang
meninggal saat proses kelahiran dikarenakan talasemia α mayor (Modell dkk,
2008). Sementara itu di Indonesia Frekuensi gen talasemia di Indonesia
berkisar 3-10 %. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita
baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia (Permono, 2006).
Berdasarkan manifestasi klinisnya talasemia dibagi menjadi tiga
2004).
Penderita talasemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang
berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan
gizi kurang sampai gizi buruk. Penderita talasemia mayor memerlukan
transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat
pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis
sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan
umumnya tidak memerlukan pengobatan. Wahidiyat (2003) mendapatkan
22,7 % penderita talasemia tergolong dalam gizi baik, 64,1 % gizi kurang dan
13,2 % gizi buruk. Gangguan pertumbuhan pada penderita talasemia
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor hormonal akibat
hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia jaringan akibat anemia,
serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi seng. Faktor lain
yang berperan pada pertumbuhan penderita talasemia adalah faktor genetik
dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang penting dalam
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya anemia dan
hepatosplenomegali menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan
makanan berkurang, berakibat terjadinya gangguan status gizi (Arijanty,
2005).
Pada penelitian yang dilakukan Smith, Johnston, dan Logolhetis juga
didapatkan hasil bahwa penderita talasemia mayor memiliki berat badan dan
commit to user
anak dengan talasemia akan mengalami pertumbuhan normal sampai umur 8
hingga 10 tahun. Kemudian pada penelitian selanjutnya, Johnston (1966)
memperbaharui konsep tersebut dengan menyebutkan bahwa pertumbuhan
normal anak penderita talasemia adalah sampai 4 tahun. Setelah 4 tahun, anak
penderita talasemia akan mengalami gangguan pertumbuhan. Pada tahun
1972, Logolhetis mendapatkan hasil bahwa penderita talasemia mayor
mengalami gangguan pertumbuhan tinggi dan berat badan setelah usia 4
tahun, tapi tidak ditemukan gangguan pada pertumbuhan lingkar kepala. Dari
hasil penelitian tersebut diketahui bahwa pada penderita yang telah
mendapatkan terapi transfusi, tingkat anemia mempunyai sedikit korelasi
terhadap gangguan pertumbuhan, sedangkan peningkatan kelainan sistemik
yang berhubungan dengan talasemia yang diderita, seperti hepatomegali,
hemosiderosis, dan deformitas tulang menunjukkan korelasi yang lebih tinggi
terhadap gangguan pertumbuhan, terutama tinggi badan (Logolhetis, 1972).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai perbedaan status gizi anak penderita talasemia dengan status gizi
anak non-talasemia guna mengetahui adanya gangguan gizi maupun
gangguan pertumbuhan penderita talasemia anak.
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan status gizi anak penderita talasemia
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan status gizi
anak penderita talasemia dengan anak non-talasemia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
perbedaan status gizi anak penderita talasemia dengan status gizi anak
non-talasemia dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat luas dan pemerintah akan pentingnya peningkatan status gizi
guna meminimalkan gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak
commit to user
5 BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
A. Talasemia
1. Definisi
Talasemia adalah kelainan genetik yang terjadi akibat gangguan sintesis rantai globin spesifik. Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif. Pada penyakit talasemia terdapat mutasi gen globin alfa atau gen globin beta, sehingga produksi rantai globin pun akan berkurang dan menyebabkan sel-sel eritrosit memiliki umur lebih pendek dari eritrosit normal. Penyakit ini pertama kali dipublikasikan oleh Cooley pada tahun 1925 dan ditemukan pada penduduk di Daerah Laut Tengah. Secara demografis juga banyak ditemukan di Daerah Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Secara klinis talasemia diklasifikasikan menjadi tiga grup yaitu talasemia mayor, talasemia minor/karier, dan talasemia intermedia (Wahidiyat, 2003; Bakta, 2007).
gennya diduga berdekatan), dan talasemia-δ. Seringkali gen talasemia tertentu diturunkan dari satu orangtua dan gen varian berbeda diturunkan dari orang tua lainnya. Interaksi beberapa gen ini menghasilkan manifestasi klinis yang beragam mulai dari yang ringan hingga menyebabkan kematian intrauterin (Permono, 2005; Abdoerrachman dkk, 2007).
2. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya semua talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Hampir seluruh kasus talasemia β menunjukkan gejala sejak lahir. Penderita tampak pucat,
lemah, mudah terkena infeksi, sulit makan, dan gagal tumbuh. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik. Namun pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada talasemia β mayor, penderita dapat mengalami anemia berat karena
commit to user
7
akibat penimbunan zat besi ini adalah gagal jantung, biasa terjadi pada dekade dua atau tiga dan biasanya dicetuskan oleh infeksi. Dilaporkan sekitar 70% penderita talasemia meninggal akibat komplikasi jantung terutama akibat penimbunan besi/hemosiderosis (Weatherall, 2003; Permono, 2005).
3. Diagnosis
Menurut National Heart Lung and Blood (2010) diagnosis talasemia dilakukan dengan menggunakan tes darah, termasuk tes darah lengkap dan tes Hemoglobin elektroforesis. Dengan tes darah lengkap akan didapatkan informasi tentang jumlah Hemoglobin dan berbagai jenis sel dalam darah. Orang dengan talasemia memiliki lebih sedikit sel darah merah yang sehat dan Hemoglobin dibandingkan dengan orang normal. Sedangkan tes Hemoglobin elektroforesis digunakan untuk melihat kegagalan pembentukan rantai globin spesifik sekaligus menentukan tipe talasemia yang diderita. Pemeriksaan ini merupakan diagnosis pasti untuk talasemia. Tes Hemoglobin elektroforesis sebaiknya juga dilakukan pada kedua orangtua penderita untuk menentukan gen varian pembawa talasemia dan menentukan prognosis penderita. Selain itu pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah tes untuk menguji jumlah kadar besi dalam darah untuk menyingkirkan diagnosis banding anemia defisiensi besi (Waterbury, 2001; Bakta, 2007).
4. Penatalaksanaan
commit to user
9
a. Transfusi darah teratur untuk mempertahankan hemoglobin di atas 10 gr/dl setiap saat. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan. Darah yang digunakan adalah darah segar yang telah disaring untuk memisahkan leukosit sehingga menghasilkan eritrosit dengan ketahanan terbaik dan reaksi paling sedikit.
b. Pemberian asam folat secara teratur (misal 5 mg/hari per oral) jika asupan diet buruk.
c. Pemberian terapi kelasi besi untuk mengatasi penimbunan zat besi (hemosiderosis) akibat transfusi pada organ tubuh seperti jantung, ginjal, hati, otak, dan paru. Jumlah zat besi plasma darah dinilai dengan pemeriksaan feritin. Nilai normal feritin adalah 10-300 ng/mL. terapi kelasi besi yang diberikan yaitu deferoksamin secara intravena, subkutan, atau per oral pada setiap kali transfusi darah. Deferoksamin diberikan bila kadar feritin > 1000 ng/mL. efek samping pemberian intravena dan subkutan adalah nyeri lokal dan infeksi. Toksisitas timbul pada pemberian dosis melebihi 50 mg/kg berupa ketulian sensorineural, kelainan retina, dan gangguan pertumbuhan tinggi badan.
e. Pemberian vitamin C (200 mg perhari) untuk meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh deferoksamin.
f. Splenektomi mungkin perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai penderita berusia > 6 tahun karena tingginya risiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi. g. Terapi endokrin diberikan sebagai terapi pengganti akibat kegagalan
organ akhir atau untuk merangsang hipofisis bila pubertas terlambat. Misal penderita diabetes memerlukan terapi insulin.
h. Kesembuhan permanen dapat dilakukan dengan transplantasi sumsum tulang. Tingkat kesuksesannya lebih dari 80 % pada pasien muda yang mendapat kelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati atau hepatomegali. Namun mengingat biaya yang dikeluarkan sangat tinggi untuk melakukan transplantasi ini, maka sangat jarang dilakukan di Indonesia (Pudjiaji, 1993; Honig, 2000; Hoffbrand dkk, 2005; Bakta, 2007).
B. Pertumbuhan Anak
commit to user
11
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, pada garis besarnya adalah:
1. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa.
2. Faktor lingkungan
a. Faktor lingkungan prenatal 1) Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum kehamilan maupun pada masa kehamilan lebih sering menghasilkan bayi BBLR atau lahir mati dan kadang menyebabkan cacat bawaan. Di samping itu dapat pula menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus, dan sebagainya.
2) Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Demikian pula pada posisi janin dalam uterus dapat menyebabkan talipes, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis, atau kranio tabes. 3) Toksin atau zat kimia
commit to user
13
menyebabkan mikrosefali dan palsi serebralis, seperti di Jepang yang dikenal dengan penyakit Minamata.
4) Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, hormon insulin, dan peptida-peptida lain dengan aktifitas mirip insulin (insulin-like growth factor/IGFs).
5) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya.
6) Infeksi
Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes Simplex (TORCH).
7) Stres
Stres yang dialami ibu pada saat hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan, dan lain-lain.
8) Imunitas
9) Anoksia embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat, menyebabkan berat badan lahir rendah.
b. Faktor lingkungan postnatal
1) Lingkungan biologis, antara lain: a) Ras/suku bangsa
Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi oleh ras/suku bangsa. Bangsa kulit putih/ras Eropa mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia. b) Jenis kelamin
c) Umur
Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Di samping itu masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian anak. Sehingga diperlukan perhatian khusus.
d) Gizi
commit to user
15
defisiensi (Pudjiaji, 1993; Barness, 2000).
Nutrien ialah zat penyusun bahan makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme. Jenis nutrien yang dibutuhkan anak yaitu:
(1) Air
Pada masa bayi, terutama bayi muda jumlah air yang dianjurkan untuk diberikan sangat penting, dibandingkan dengan bayi yang lebih tua dan golongan umur selanjutnya, karena air merupakan nutrient yang menjadi medium untuk nutrient lainnya. Kekurangan air bisa berakibat kematian dalam beberapa hari. Kandungan air pada bayi relatif lebih tinggi (75-80 % dari berat badan) daripada kandungan orang dewasa (55-60 % dari berat badan). (Pudjiaji, 1993; Barness, 2000; Abdoerrachman, 2007).
(2) Energi
dari protein, lemak, dan karbohidrat. Tiap gram protein maupun karbohidrat memberi energi sebanyak empat kilokalori, sedangkan tiap gram lemak member energi sebanyak sembilan kilokalori. Dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan didapati dari 50-60 % karbohidrat, 25-35 % lemak, dan selebihnya protein (10-15 %). Besarnya kalori yang dibutuhkan seseorang perhari telah tercantum dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 (tabel 2.2) bagi orang indonesia (Pudjiaji, 1993; Barness, 2000; Abdoerrachman, 2007).
(3) Protein
commit to user
17
penipisan protein plasma, kwashiorkor (malnutrisi protein), dan marasmus (malnutrisi protein-kalori). Besarnya protein yang dibutuhkan seseorang perhari telah tercantum dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 (tabel 2.2) bagi orang indonesia (Pudjiaji, 1993; Barness, 2000; Abdoerrachman, 2007).
(4) Vitamin dan Mineral
1993;Suhardjo, 2010).
Mineral diperlukan terutama untuk membangun jaringan dan mengatur serta memelihara kerja organ-organ tubuh. Beberapa mineral yang diperlukan tubuh antara lain adalah kalsium, fosfor, magnesium, yodium, seng, selenium, dan besi. Mineral yang penting pada penderita dengan talasemia adalah besi. Semua sel mengandung besi, akan tetapi hemoglobin pada sel darah merah dan mioglobin dalam otot mempunyai konsentrasi yang tertinggi. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Sedangkan kelebihan zat besi akan berakibat hemosiderosis yang biasa terjadi pada penderita talasemia. Besarnya vitamin dan mineral yang dibutuhkan seseorang perhari telah tercantum dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 (tabel 2.2) bagi orang indonesia (Pudjiaji, 1993; Barness, 2000; Suhardjo, 2010).
e) Perawatan kesehatan
f) Kepekaan terhadap penyakit
commit to user
19
memegang peranan penting dalam kepekaan terhadap penyakit.
g) Penyakit kronis
Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya dan pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami stress yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya.
h) Fungsi metabolisme i) Hormon
Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang antara lain adalah : growth hormone, hormone tiroid, hormone seks, hormone insulin, IGFs (Insulin-like growth factors), dan hormone yang dihasilkan kelenjar adrenal.
4) Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaan/pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah dan ibu, adat istiadat, agama, urbanisasi, dan kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, anggaran, dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995;Abdoerrachman, 2007).
Jadi faktor genetik menentukan potensi bawaan anak, namun faktor lingkungan menentukan tercapai tidaknya potensial tersebut (Soetjiningsih, 1995;Abdoerrachman, 2007).
Penilaian pertumbuhan perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh kembang seorang anak berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis maupun statistik. Anak yang sehat akan menunjukkan pertumbuhan yang optimal apabila diberikan lingkungan bio-fisiko-psikososial yang adekuat. Untuk mengetahui pertumbuhan fisik anak sering digunakan ukuran-ukuran antropometrik yang dibedakan menjadi 2 kelompok yang meliputi:
(a) Tergantung Umur (age dependence), yaitu: i Berat Badan (BB) terhadap Umur
commit to user
21
yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak karena sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif, dan dapat diulangi (Needlman, 2000; Soetjiningsih, 1995).
ii Tinggi Badan (TB) terhadap Umur
Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua terpenting. Keuntungan pengukuran tinggi badan ini adalah obyektif dan dapat diulang, alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, merupakan indikator yang baik untuk gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting), sebagai perbandingan terhadap perubahan-perubahan relatif, seperti terhadap nilai berat badan dan lingkar lengan atas (Needlman, 2000; Soetjiningsih, 1995).
iii Lingkar Kepala (LK) menurut Umur
Lingkar kepala mencerminkan volume intrakranial. Dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak. Manfaat pengukuran kepala terbatas pada 6 bulan pertama sampai umur 2 tahun karena terjadi pertumbuhan otak yang pesat (Needlman, 2000; Soetjiningsih, 1995).
iv Lingkar Lengan Atas (LLA) menurut Umur
cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. Lingkar lengan atas dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi pada kelompok umur prasekolah (Soetjiningsih, 1995; Needlman, 2000).
(b) Tidak tergantung umur
i Berat Badan (BB) terhadap tinggi Badan (TB)
ii Lingkar Lengan Atas (LLA) terhadap Tinggi Badan (TB)
iii Lain-lain: Lingkar Lengan Atas (LLA) dibandingkan dengan standar, lipatan kulit pada trisep, subskapular, abdominal dibandingkan dengan baku (Soetjiningsih, 1995).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, menyebutkan bahwa penilaian terhadap status gizi anak mengacu pada Standar World Health Organisation (WHO 2005). Ukuran antropometri yang digunakan dalam penilaian status gizi tersebut adalah: 1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter antropometri yang sangat labil, sehingga indeks berat badan menurut umur digunakan untuk menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa, 2002; Nurdin, 2011).
2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) atau Panjang Badan menurut Umur (PB/U)
commit to user
23
sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek, sehingga indeks ini menggambarkan status gizi masa lampau (Supariasa, 2002; Nurdin, 2011).
3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) atau Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Keuntungan memakai indeks berat badan menurut umur ini karena tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, atau kurus) (Supariasa, 2002; Nurdin, 2011).
4) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Pengukuran status gizi anak dapat juga dilakukan dengan indeks antropometri menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Rumus Indeks Massa Tubuh adalah sebagai berikut (Supariasa, 2002; Nurdin, 2011):
Tabel 1. Kategori dan Ambang Status Gizi dan Pertumbuhan Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat Badan Sangat
Kurang <-3 SD
commit to user
25
C. Pertumbuhan Anak Penderita Talasemia
Secara umum semua penderita talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Manifestasi klinis yang dialami penderita talasemia antara lain adalah tampak pucat, lemah, mudah terkena infeksi, sulit makan, dan pertumbuhan yang terhambat (Permono, 2005;Weatherall, 2003). Dalam penelitian yang dilakukan Wahidiyat (2003) juga disebutkan bahwa terdapat gangguan status gizi yang terjadi pada penderita talasemia. Dari penelitian tersebut didapatkan 13,2 % penderita talasemia tergolong dalam gizi buruk, 64,1 % gizi kurang, dan hanya 22,7 % yang tergolong dalam gizi baik. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan anak adalah asupan gizi. Pada penderita yang menderita talasemia, terjadi anemia kronis yang dapat menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan gizi juga berkurang, berakibat terjadinya gangguan pertumbuhan dan gangguan status gizi yang ditandai dengan menurunnya status antropometri penderita dibanding anak normal (Arijanty, 2005).
C. Hipotesis
commit to user
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional (potong lintang).
B.Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta, SDN Kandang Sapi, dan TK Gaya
Baru 3 Surakarta.
C.Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Anak penderita talasemia yang didapat dari penderita talasemia anak yang
berobat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1)Datang untuk mendapatkan pengobatan di Poliklinik Talasemia
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi dalam kurun waktu
penelitian ini.
3) Berumur 0-9 tahun.
b. Kriteria Eksklusi
1) Terdiagnosis memiliki kelainan kongenital (diagnosis oleh dokter
spesialis anak).
2) Menderita penyakit kronis lain saat penelitian dilakukan.
2. Anak non-talasemia yang didapat dari siswa TK Gaya Baru 3 Surakarta
dan Siswa SDN Kandangsapi Surakarta dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Mendapat izin dari guru/wali kelas untuk ikut serta dalam
penelitian ini.
2) Dalam usia dan jenis kelamin yang sama dengan sampel
penderita talasemia anak.
b. Kriteria Eksklusi
1) Menderita penyakit kronis pada saat penelitian dilakukan.
2) Terdiagnosis memiliki kelainan kongenital (diagnosis oleh dokter
spesialis anak).
D.Teknik Sampling
Sampel anak penderita talasemia diambil dengan menggunakan teknik
total sampling, yakni seluruh populasi yang ditemui saat penelitian dan
commit to user
Dilakukan matching sesuai usia dan jenis kelamin untuk mendapatkan control
atau pembanding anak non-talasemia. Sampel anak non-talasemia diambil
dengan menggunakan purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi.
E.Rancangan Penelitian
Populasi anak talasemia (N)
Sampel
Hitung Status gizi (Z-skor)
Uji Statistik
BB/U TB/U IMT/U
Populasi anak non-talasemia (N)
1. Variabel Bebas : Anak penderita talasemia dan anak non-talasemia.
2. Variabel terikat : Status gizi, yang meliputi:
4) Berat Badan menurut Umur (BB/U).
5) Tinggi Badan atau Panjang Badan menurut Umur (TB/U atau PB/U).
6) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
3. Variabel Luar :
a. Terkendali : Umur, jenis kelamin.
b. Tak terkendali : Faktor genetik, asupan makanan.
G.Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
a. Anak penderita talasemia adalah anak yang memiliki kelainan
hemoglobin yang diturunkan secara autosomal resesif akibat
terganggunya sintesis rantai globin dan menyebabkan anemia
hemolitik yang kronis (Permono, 2005). Diagnosis talasemia
dilakukan oleh dokter spesialis anak. Sampel yang dipakai dalam
penelitian adalah pasien talasemia berusia 0-9 tahun.
b. Anak non-talasemia adalah anak yang tidak terdiagnosis menderita
talasemia. Sampel yang dipakai dalam penelitian adalah anak yang
memiliki usia dan jenis kelamin yang sama dengan sampel anak
commit to user
2. Variabel terikat
Pengukuran status gizi dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran status antropometri. Antropometri adalah pengetahuan yang
menyangkut pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh.
Ukuran antropometri yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Indeks berat badan menurut umur digunakan untuk menggambarkan
status gizi seseorang saat ini (Supariasa, 2002). Berat badan diukur
secara langsung menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1 kg.
Umur adalah waktu yang dihitung sejak kelahiran bayi atau anak
sampai saat penelitian dilakukan. Umur dinyatakan dalam bulan
(Departemen Kesehatan RI, 2007). Ambang batas hasil pengukuran
disajikan dengan cara standar deviasi unit (SD) atau disebut juga
Z-skor dan disesuaikan dengan standart baku WHO.
Skala pengukuran : Rasio
b. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) atau Panjang Badan menurut
Umur (PB/U)
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lampau (supariasa,
2002). Pada bayi usia < 2 tahun dilakukan pengukuran panjang
badan dengan menggunakan meteran dengan ketelitian 0,1 cm
dalam posisi tidur. Sedangkan pada anak usia ≥ 2 tahun pengukuran dilakukan dalam posisi berdiri. Pengukuran dilakukan secara
pengukuran disajikan dengan cara Standar Deviasi unit (SD) atau
disebut juga Z-skor dan disesuaikan dengan standar baku WHO.
Skala pengukuran : Rasio
c. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat
ini dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, atau
kurus) (Supariasa, 2002; Nurdin, 2011). (Nurdin, 2011;Supariasa,
2002). Ambang batas hasil pengukuran disajikan dengan cara Standar
Deviasi unit (SD) atau disebut juga Z-skor dan disesuaikan dengan
standar baku WHO.
Skala pengukuran : Rasio
Rumus perhitungan Z-Skor (Arisman, 2004) :
H.Instrumentasi Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan:
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 kg.
2. Mikrotoise antropometri dengan ketelitian 0,1 cm.
3. Pita pengukur (meteran) yang tidak molor dengan ketelitian 0,1 cm. Z-skor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan
commit to user
I. Cara Kerja
1. Peneliti datang ke Poliklinik Talasemia Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Moewardi, TK Gaya Baru 3 Surakarta, dan SDN Kandangsapi Surakarta
dan memilih sampel penderita talasemia, balita dan siswa yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel.
2. Meminta izin dari orangtua/wali atau guru/wali kelas untuk ikut serta
dalam penelitian ini (informed consent).
3. Pengambilan data dengan melakukan pengukuran Berat Badan (BB),
Tinggi Badan atau Panjang Badan (TB/PB), dan umur.
4. Menghitung Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan atau
Panjang Badan menurut Umur (TB/U atau PB/U), dan Indeks Massa
Tubuh menurut Umur (IMT/U) dan dinyatakan dalam Z-skor.
5. Setelah diperoleh data, dilakukan analisis dengan analisis statistik uji t
menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for
Windows.
J. Teknik dan Analisis Data
Untuk menguji perbedaan status gizi anak penderita talasemia dengan
anak non-talasemia digunakan analisis statistik uji t diolah dengan Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows untuk mengetahui
perbedaan antara keduanya pada batas kemaknaan dengan taraf kepercayaan
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pengambilan sampel dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, SDN Kandang Sapi Surakarta, dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dengan menggunakan data primer pada bulan Juni-Juli 2011. Selama kurun waktu tersebut didapatkan sampel yang representatif untuk penelitian ini. Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta didapatkan 23 anak yang menderita talasemia, kemudian dilakukan matching sampel non-talasemia sesuai jenis kelamin dan umur di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta.
Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta
Jenis Kelamin
Sampel Talasemia Sampel Non-talasemia
n % N %
Laki-laki 14 61 14 61
Perempuan 9 39 9 39
Jumlah 23 100 23 100
commit to user
Dari Tabel 2 diketahui bahwa 14 (61 %) anak penderita talasemia memiliki jenis kelamin laki-laki dan 9 (39 %) anak penderita talasemia memiliki jenis kelamin perempuan. Jumlah yang sama juga ditemukan pada sampel anak non-talasemia, karena telah dilakukan matching sesuai jenis kelamin dan umur.
Tabel 3. Distribusi Umur Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta
Sumber : Data Primer 2011
Dari Tabel 3 tidak didapatkan sampel penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan sampel non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dengan rentang umur 0-36 bulan, didapat 7 anak atau sebesar 30,43 % dengan rentang umur 3-6 tahun (37-72 bulan), 10 anak atau sebesar 43,48 % dengan rentang umur 6-9 tahun (73-108 bulan), dan 6 anak atau sebesar
Umur (bulan)
Sampel Talasemia Sampel Non-talasemia
n % n %
0-36 0 0 0 0
37-72 7 30,43 7 30,43
73-108 10 43,48 10 43,48
108-120 6 26,09 6 26,09
commit to user
26,09 % dengan umur 9-10 tahun (108-120 bulan). Hal tersebut karena telah dilakukan matching sesuai jenis kelamin dan umur.
Tabel 4. Distribusi Interpretasi Berat Badan menurut Umur Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score
Interpretasi BB/U (Z-Score)
Sampel Talasemia
Sampel Non-talasemia
n % n %
Sangat Kurang (<-3 SD) 0 0 0 0
Kurang (-3 SD sampai dengan <-2 SD) 0 0 0 0 Normal (-2 SD sampai dengan 2 SD) 23 100 23 100
Lebih (>2 SD) 0 0 0 0
Jumlah 23 100 23 100
Sumber : Data Primer 2011
commit to user
Tabel 5. Distribusi Nilai Berat Badan menurut Umur Sampel Penderita Talasemia
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score
Nilai BB/U (Z-Score)
Sampel Talasemia Sampel Non-talasemia
n % n %
< -3 SD 0 0 0 0
-3 SD sampai dengan <-2 SD 0 0 0 0
-2 SD sampai dengan <-1 SD 7 30,43 7 30,43
-1 SD sampai dengan <0 SD 14 60,87 7 30,43
0 SD sampai dengan <1 SD 2 8,70 6 26,10
1 SD sampai dengan <2 SD 0 0 3 13,04
>2 SD 0 0 0 0
Jumlah 23 100 23 100
Sumber : Data Primer 2011
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa sampel penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebanyak 7 anak atau 30,43 % memiliki nilai Z-Score berat badan menurut umur -2 SD sampai dengan < -1 SD, sebanyak 14 anak atau 60,87 % nilai Z-Score -1 SD sampai dengan < 0 SD, dan sebanyak 2 anak atau 8,70 % memilikini nilai Z-Score 0 SD sampai dengan < 1 SD.
commit to user
nilai Z-Score berat badan menurut umur -2 SD sampai dengan < -1 SD, sebanyak 7 anak atau 30,43 % nilai Z-Score -1 SD sampai dengan < 0 SD, sebanyak 6 anak atau 26,10 % memiliki nilai Z-Score 0 SD sampai dengan < 1 SD, dan 3 anak atau sebesar 13,64 % memiliki nilai Z-Score 1 SD sampai dengan < 2 SD.
Tabel 6. Perbandingan Rata-Rata Nilai Z-Score Berat Badan menurut Umur Sampel Anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta Menggunakan Uji Independent t-Test Sample
Riwayat Mean ± SD Nilai t P
Nilai Z-Score BB/U (SD)
Talasemia -0,6839 ± 0,52862 -1,801 P = 0,079
Non-talasemia -0,2874 ± 0,91404
Berdasarkan data yang diperoleh lewat perhitungan statistik bahwa rata-rata nilai Z-Score berat badan menurut umur penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah -0,68 SD, sedangkan rata-rata nilai Z-Score berat badan menurut umur anak non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta adalah -0,29 SD.
Z-commit to user
Score berat badan menurut umur antara penderita talasemia dengan anak non-talasemia.
Tabel 7. Distribusi Interpretasi Tinggi Badan menurut Umur Penderita Talasemia
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta
Interpretasi TB/U (Z-Score)
Sampel Talasemia Sampel Non-talasemia
n % n %
Sangat Pendek (< -3 SD) 0 0 0 0
Pendek (-3 SD sampai dengan < -2 SD) 11 47,83 0 0 Normal (-2 SD sampai dengan 2 SD) 12 52,17 22 95,65
Tinggi (> 2 SD) 0 0 1 4,35
Jumlah 23 100 23 100
Sumber : Data Primer 2011
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa sampel penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tidak ada yang memiliki tinggi badan sangat pendek (Z-Score <-3 SD) maupun tinggi (Z-Score > 2 SD). Sebanyak 11 anak atau 47,83% memiliki tinggi badan pendek (Z-Score -3 SD sampai dengan <-2 SD) dan sebanyak 12 anak atau 52,17 % memiliki tinggi badan normal (Z-Score -2 SD sampai dengan 2 SD).
commit to user
tinggi badan sangat pendek (Z-Score < -3 SD) maupun pendek (Z-Score -3 SD sampai dengan < -2 SD). Sebanyak 22 anak atau 95,65 % memiliki tinggi badan normal (Z-Score -2 SD sampai dengan 2 SD) dan 1 anak atau 4,35 % memiliki tinggi badan tinggi (Z-Score > 2 SD).
Tabel 8. Distribusi Nilai Tinggi Badan menurut Umur Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score
Nilai TB/U (Z-Score)
Sampel Talasemia Sampel Non-talasemia
n % n %
<-3 SD 0 0 0 0
-3 SD sampai dengan < -2 SD 11 47,83 0 0
-2 SD sampai dengan < -1 SD 2 8,69 8 34,78
-1 SD sampai dengan < 0 SD 9 39,13 4 17,39
0 SD sampai dengan < 1 SD 0 0 9 39,13
1 SD sampai dengan < 2 SD 1 4,35 1 4,35
> 2 SD 0 0 1 4,35
Jumlah 23 100 23 100
Sumber : Data Primer 2011
commit to user
badan menurut umur -3 SD sampai dengan < -2 SD, sebanyak 2 anak atau 8,69 % nilai Z-Score -2 SD sampai dengan < -1 SD, sebanyak 9 anak atau 39,13 % memiliki nilai Z-Score -1 SD sampai dengan < 0 SD, dan sebanyak 1 anak atau 4,35 % memiliki Z-Score 1 SD sampai dengan < 2 SD.
Dari tabel 8 pula didapat hasil sampel non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta sebanyak 8 anak atau 34,78 % memiliki nilai Z-Score tinggi badan menurut umur -2 SD sampai dengan < -1 SD, sebanyak 4 anak atau 17,39 % nilai Z-Score -1 SD sampai dengan < 0 SD, sebanyak 9 anak atau 39,13 % memiliki nilai Z-Score 0 SD sampai dengan < 1 SD, 1 anak atau sebesar 4,35 % memiliki nilai Z-Score 1 SD sampai dengan < 2 SD, dan sebanyak 1 anak atau 4,35 % memiliki nilai Z-Score 2 SD sampai dengan < 3 SD.
Tabel 9. Perbandingan Rata-Rata Nilai Z-Score Tinggi Badan menurut Umur Sampel Anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta Menggunakan Uji Independent t-Test Sample
Riwayat Mean ± SD Nilai t p
Nilai Z-Score TB/U (SD)
Talasemia -1,4239 ± 1,06337 -3,306 P = 0,002
commit to user
Berdasarkan data yang diperoleh lewat perhitungan statistik bahwa rata-rata nilai Z-Score tinggi badan menurut umur penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah-1,42 SD, sedangkan rata-rata nilai Z-Score tinggi badan menurut umur anak non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta adalah -0,32 SD.
Dari data di atas pula didapat nilai p < 0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan nilai Z-Score tinggi badan menurut umur antara penderita talasemia dengan anak non-talasemia.
Tabel 10. Distribusi Interpretasi Indeks Massa Tubuh menurut Umur Sampel Penderita Talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta
Interpretasi IMT/U (Z-Score)
Sampel Talasemia Sampel Non-talasemia
n % n %
Kurus (-3 SD sampai dengan <-2 SD) 4 17,39 1 4,35 Normal (-2 SD sampai dengan 2 SD) 17 73,91 22 95,65
Gemuk (>2 SD) 2 8,70 0 0
Jumlah 23 100 23 100
commit to user
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa sebanyak 4 anak atau 17,39 % sampel penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta memiliki indeks massa tubuh kurus (Z-Score -3 SD sampai dengan < -2 SD), sebanyak 17 anak atau 73,91 % memiliki indeks massa tubuh normal (Z-Score -2 SD sampai dengan 2 SD), dan sebanyak 2 anak atau 8,70 % memiliki indeks massa tubuh gemuk (Z-Score > 2 SD).
Dari tabel di atas juga didapatkan sebanyak 1 anak atau 4,35 % sampel non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta memiliki indeks massa tubuh kurus (Z-Score -3 SD sampai dengan < -2 SD), sebanyak 22 anak atau 95,65 % memiliki indeks massa tubuh normal (Z-Score -2 SD sampai dengan 2 SD), dan tidak terdapat anak yang memiliki indeks massa tubuh gemuk (Z-Score > 2 SD).
Tabel 11. Distribusi Nilai Indeks Massa Tubuh menurut Umur Sampel Penderita
Talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Sampel Non-Talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta dalam Z-Score
Nilai IMT/U (Z-Score)
Sampel Talasemia Sampel Non-talasemia
n % n %
<-3 SD 1 4,35 0 0
commit to user
-1 SD sampai dengan < 0 SD 7 30,44 9 39,13
0 SD sampai dengan < 1 SD 3 13,04 4 17,39
1 SD sampai dengan < 2 SD 3 13,04 1 4,35
> 2 SD 2 8,70 0 0
Jumlah 23 100 23 100
Sumber : Data Primer 2011
Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa sampel penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebanyak 1 anak atau 4,35 % memiliki nilai Z-Score indeks massa tubuh menurut umur < -3 SD, sebanyak 3 anak atau 13,04 % nilai Z-Score -3 SD sampai dengan < -2 SD, sebanyak 4 anak atau 17,39 % memiliki nilai Z-Score -2 SD sampai dengan < -1 SD, sebanyak 7 anak atau 30,44 % memiliki Z-Score -1 SD sampai dengan < 0 SD, sebanyak 3 anak atau 13,04 % memiliki nilai Z-Score 0 SD sampai dengan < 1 SD, sebanyak 3 anak atau 13,04 % memiliki nilai Z-Score 1 SD sampai dengan < 2 SD, dan sebanyak 2 anak atau 8,70 % memiliki nilai Z-Score 2 SD sampai dengan < 3 SD.
commit to user
17,39 % memiliki nilai Z-Score 0 SD sampai dengan < 1 SD, dan 1 anak atau sebesar 4,35 % memiliki nilai Z-Score 1 SD sampai dengan < 2 SD.
Tabel 12. Perbandingan Rata-Rata Nilai Z-Score Indeks Massa Tubuh menurut Umur Sampel Anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta Menggunakan Uji Independent t-Test Sample
Riwayat Mean ± SD Nilai t P
Nilai Z-Score IMT/U (SD)
Talasemia -0,3383 ± 1,56563 0,950 P = 0,950
Non-talasemia -0,7000 ± 0,93980
Berdasarkan data yang diperoleh lewat perhitungan statistik bahwa rata-rata nilai Z-Score indeks massa tubuh menurut umur penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah -0,34 SD, sedangkan rata-rata nilai Z-Score indeks massa tubuh menurut umur anak non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta adalah -0,7 SD.
commit to user 48
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk mengambil sampel penderita talasemia karena ditempat ini didapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian dengan jumlah yang memadai, selain itu penelitian juga dilakukan di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta untuk mengambil sampel anak non-talasemia yang telah dilakukan matching sesuai jenis kelamin dan umur sampel penderita talasemia. Didapatkan 46 sampel yang masing-masing terdiri dari 23 sampel penderita talasemia dan 23 anak non talasemia. Masing-masing sampel terdiri dari 14 sampel laki-laki dan 9 sampel perempuan (Tabel 2). Sedikitnya jumlah sampel yang diperoleh dikarenakan adanya keterbatasan waktu penelitian.
commit to user
dengan nilai Z-Score di bawah nol dan 9 sisanya mempunyai nilai Z-Score di atas nol. Setelah dilakukan analisis data menggunakan uji independent t-test sample (tabel 6), didapat t hitung (-0,801) < t tabel (1,71) dan nilai p > 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan nilai Z-Score BB/U antara penderita talasemia dengan anak non-talasemia.
commit to user
hal tersebut indikator berat badan menurut umur dianggap kurang valid untuk mengukur status gizi penderita talasemia. Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya juga dimungkinkan karena jumlah sampel yang tersedia terlalu sedikit sehingga belum bisa menggambarkan berat badan penderita talasemia secara keseluruhan.
commit to user
perbedaan yang signifikan nilai Z-Score TB/U antara penderita talasemia dengan anak non-talasemia.
Tinggi badan merupakan indikator yang baik untuk gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) (Needlman, 2000). Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek, sehingga indeks ini menggambarkan status gizi yang sudah lampau (Supariasa,2002; Nurdin, 2011). Dengan melihat hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa status gizi yang sudah lampau penderita talasemia di RSUD Dr.Moewardi Surakarta ditemukan perbedaan yang signifikan dengan kontrol sampel anak non-talasemia yang diambil dari SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta. Hal ini dikarenakan komplikasi sistemik yang terjadi pada penderita talasemia seperti hepatomegali, hemosiderosis, dan deformitas tulang yang mempengaruhi pertumbuhan penderita talasemia anak dalam jangka waktu yang panjang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Logolhetis (1972) yang menyebutkan bahwa gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak penderita talasemia meliputi tinggi badan.
commit to user
(95,65 %) tergolong normal. Tidak ditemukan anak non-talasemia yang tergolong gemuk. Setelah dilakukan analisis data menggunakan uji independent t-test sample (tabel 12), didapat t hitung (0,950) < t tabel (1,71) dan nilai p > 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan nilai Z-Score indeks massa tubuh menurut umur antara penderita talasemia dengan anak non-talasemia.
commit to user
pengukuran berat badan. Karena itu, indikator indeks massa tubuh menurut umur ini juga dianggap kurang valid untuk dipakai dalam pengukuran status gizi penderita talasemia.
commit to user
54
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, SDN
Kandang Sapi Surakarta, dan TK Gaya Baru 3 Surakarta masing-masing 23
sampel dengan 14 sampel laki-laki dan 9 sampel perempuan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Sampel yang dipakai dalam penelitian adalah 23 anak penderita
talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan 23 anak non-talasemia
di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta.
Sedikitnya jumlah sampel yang didapat dikarenakan adanya keterbatasan
waktu penelitian sehingga dimungkinkan mempengaruhi hasil penelitian.
2. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara status gizi
penderita talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan anak
non-talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3
Surakarta berdasarkan indikator berat badan menurut umur.
3. Status gizi berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur anak non
talasemia di SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3
Surakarta lebih baik daripada anak penderita talasemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, dimana tinggi badan anak non-talasemia didapat
commit to user
badan anak penderita talasemia didapat 48,73 % tergolong pendek dan
52,17 % tergolong normal.
4. Berdasarkan indikator indeks massa tubuh menurut umur juga tidak
didapatkan perbedaan yang signifikan antara status gizi penderita
talasemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan anak non-talasemia di
SDN Kandang Sapi Surakarta dan TK Gaya Baru 3 Surakarta
5. Indikator berat badan menurut umur dan indeks massa tubuh menurut
umur dianggap tidak valid untuk mengukur status gizi penderita
talasemia karena pada penderita talasemia seringkali mengalami
hepatomegali dan splenomegali, sehingga bisa mempengaruhi hasil
pengukuran berat badan.
B. Saran
1. Peningkatan pendidikan kesehatan bagi petugas kesehatan dan
masyarakat luas mengenai pentingnya peningkatan status gizi guna
meminimalkan gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak penderita
talasemia.
2. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar mengambil
jumlah sampel yang lebih besar dan memperhitungkan faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan anak penderita talasemia, seperti
asupan gizi, tingkat keparahan anemia yang diderita, dan berbagai
commit to user
56
DAFTAR PUSTAKA
Abdoerrahman M.H., Affandi M.B., Agusman S., Alatas H., Dahlan A., Aminullah A.,Bakry F., et al. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 313-320, 390-393, 444.
Aessopos A., Farmakis D., Deftereos S., Tsironi M., Tassiopoulos, Moyssakis I. 2005. Thalassemia heart disease: a comparative evaluation of thalassemia major and thalassemia intermedia. Chest, 127,1523-1530. Arijanty L. 2005. Hubungan antara kadar darah seng plasma dengan feritin dan
status gizi pasien thalassemia mayor. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Thesis.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC, pp: 55-59.
Bakta I.M., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 52-55, 89-96.
Barness, L.A., 2000. Nutrisi. Dalam: Behrman R.E., Kliegman R., Arvin A.M. 2000a. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 Edisi 15. Jakarta: EGC, pp: 178-189.
Depkes. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor : 1539/MENKES/SK/XI/2005 Tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. http://gizi.net/kebijakan-gizi/download/sk%20akg2004.pdf. (26 Februari 2011).
Depkes. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan. http://www.litbang.depkes.go.id/riskesdas/download/PedomanPenguk uran.pdf. (3 Maret 2011)
Depkes. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. http://gizi.net/kebijakan-gizi/download/buku-sk-antropometri-2010.pdf. (20 Februari 2011)
commit to user
Hoffbrand A.V., Pettit J.E., Moss P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC, pp: 72-74.
Honig, G.R., 2000. Kelainan Hemoglobin. Dalam: Behrman R.E., Kliegman R., Arvin A.M. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta: EGC, p: 1711.
Johnston F.E., Hertzog K.P., Malina R.M. 1966. Longitudinal growth in thalassemia major. Amer. J. Dis. Child., 112:396.
Logolhetis J., Loewenson R.B., Augoustaki O., Economidou J., Mathios. 1972. Aspects of the illness in 138 cases beta-thalassemia) with a correlative study as to other. Pediatrics. 50:92-99.
Modell B., Darlison M. 2008. Global epidemiology of haemoglobin disorders
and derived service indicators.
http://www.who.int/bulletin/volumes/86/6/06-036673/en/. (19
Needlman R.D., 2000. Pertumbuhan dan Perkembangan. Dalam: Behrman R.E., Kliegman R., Arvin A.M. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 Edisi 15. Jakarta: EGC, pp:79-80
Nurdin Y. 2011. Penilaian Status Gizi Antropometri.
http://www.docstoc.com/docs/68811545/Penilaian-Status-Gizi-Antropometri. (2 Maret 2011).
Permono B, Ugrasena IDG. 2005. Talasemia. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: IDAI.
commit to user
Pudjiaji S. 1993. Ilmu Gizi Klinis pada Anak Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 41-47, 193.
Rudolph C.D., Rudolph A.M., Hostetter M.K., Lister G., Siegel N.J. 2002. Thallasemia. In: Rudolph’s Pediatric’s. part 19 blood and blood forming tissues. North America: McGraw-hill company, p: 535
Schwartz M.W.2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC, pp: 381-382 Smith C.H., Erlandson M.E., Stem G., Schulman I. 1960. The role of
splenectomy in the management of thalassemia. Blood, 15:197 Soetjiningsih. 1995a. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC, pp: 1-13, 37-44. Suhardjo, Kusharto C. M. 2010. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, pp: 159-160.
Supariasa I.D.N., Bakrie B., Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, pp: 18-117, 296-312
Wahidiyat I. 2003. Thalassemia dan permasalahannya di Indonesia. Sari Pediatri,5,23
Waterbury L. 2001. Buku Saku Hematologi edisi 3. Jakarta: EGC, p: 21.
Weatherall D.J. 2003. The Thalassemias. Dalam: Lichtman M.A., Beutler E., Kipps T.J., Williams W.J., penyunting Williams manual of hematology. Edisi 6. Boston: McGraw-Hill, pp: 91-99.