• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah - Sejarah dan Peranan Museum Negeri Provinsi Jambi (1981-1999)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah - Sejarah dan Peranan Museum Negeri Provinsi Jambi (1981-1999)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Masalah

Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya

mengandung makna bahwa warisan budaya juga ditampilkan oleh museum kepada masyarakat.

Dalam perkembangannya museum tidak hanya berhubungan dengan benda benda warisan

budaya, tetapi juga meliputi museum yang mengkhususkan diri pada teknologi,

peristiwa-peristiwa sejarah, dan tokoh-tokohnya. Apapun bentuk museum yang pasti fungsi pokoknya

terhadap pengunjung adalah berkomunikasi.1

Museum pertama di Indonesia adalah museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en

Wetenschappen. Berdiri tahun 1778 di Jakarta. Awalnya museum ini di maksudkan sebagai

pengumpulan benda warisan budaya di Indonesia untuk kepentingan penelitian ilmu

pengetahuan. Kemudian pada tahun 1915 didirikan Museum Bali di Denpasar dan pada tahun

1935 didirikan Museum Sono Budoyo di Yogyakarta. Sampai akhir Perang Dunia II jumlah

museum yang ada kurang lebih sekitar 30 buah. Setelah kemerdekaan jumlah museum terus

bertambah dan sekarang mencapai 262 buah museum. Tujuan pendiriannya berubah dari tujuan

untuk kepentingan pemerintah penjajah menjadi untuk kepentingan masyarakat dalam usaha

Pemerintah Republik Indonesia mencerdaskan kehidupan bangsa.2

1

Bambang Sumadio, Bunga Rampai Permuseuman, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Permuseuman, 1996/1997, hlm. 21.

2

(2)

Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang saat ini, peranan museum

sangat diharapkan untuk dapat mengumpulkan, merawat, dan mengkomunikasikan berdasarkan

penelitian dari benda-benda yang merupakan bukti konkret dari proses pengembangan

kebudayaan untuk kemudian menjadi warisan yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang tidak

hidup dimasa lampau. Dengan demikian masyarakat generasi sekarang dapat memperoleh

gambaran tentang suatu kejadian di masa lampau melalui warisan benda-benda sejarah yang ada

dalam museum.

Pada umumnya masyarakat masih memandang museum sebagai suatu tempat atau

lembaga yang bersuasana statis, berpandangan konservatif atau kuno, yang hanya mengurusi

berbagai benda-benda kuno kalangan elite untuk kebanggaan dan kekaguman semata. Biasanya

bangunan museum memang terkesan menyeramkan karena identik dengan barang-barang kuno,

keadaan yang sunyi, dan dan terkadang agak kurang terurus karena bangunan dan keadaan

ruangannya yang terkesan lama dan tidak modern seperti pada saat sekarang. Hal ini dapat

mengakibatkan kejenuhan bagi mereka saat mengunjunginya. Namun seharusnya hal ini tidak

menjadi suatu halangan bagi masyarakat untuk tidak mengunjungi museum, karena museum juga

memperkenalkan proses perkembangan sosial budaya dari suatu lingkungan kepada masyarakat.

Masyarakat juga bisa menggunakan museum sebagai tempat rekreasi dan sarana belajar guna

menambah pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Sejarah.

Menurut ICOM3

3

ICOM (International Council Of Museums) merupakan organisasi internasional yang mewakili museum professional dari 137 negara dan Indonesia merupakan salah satu anggota dari ICOM

, museum memiliki beberapa fungsi, antara lain :

1. Mengumpulkan dan pengaman warisan alam dan kebudayaan.

(3)

3. Konservasi dan preservasi.

4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum.

5. Pengenalan dan penghayatan kesenian.

6. Visualisasi warisan baik hasil alam dan budaya.

7. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia.

8. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Museum Negeri Provinsi Jambi merupakan salah satu museum yang ada di Kota Jambi

yang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil perkebunan karet dan kelapa sawit terbesar di

Indonesia. Museum Negeri Provinsi Jambi yang terletak di perempatan Jalan Urip Sumaharjo.

mulai dibangun dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur Jambi, Masjchun Sofwan, SH.

pada tanggal 18 Februari 1981. Setelah selesai dibangun kompleks bangunan museum ini

diresmikan pendiriannya oleh Mendikbud, Prof. DR. Fuad Hasan pada tanggal 6 Juni 1988,

dengan nama Museum Negeri Propinsi Jambi meskipun sebenarnya museum ini sudah mulai

berfungsi pada tahun 1982. Dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,

maka Museum Negeri Propinsi Jambi berubah menjadi Museum Negeri Jambi sesuai dengan

Perda No.15 tahun 2002.4

Seperti museum lain yang ada di Indonesia Museum Negeri Provinsi Jambi ini memiliki

tugas menyimpan, merawat, menjaga dan kemudian memanfaatkan koleksi museum. Koleksi

tersebut berupa benda cagar budaya yang memiliki nilai historis untuk kemudian dipamerkan

kepada masyarakat umum. Tujuannya agar Masyarakat dapat lebih mengenal sejarah masa

lampau yang tidak mereka alami dalam kehidupan sekarang melalui benda-benda sejarah yang

4

(4)

ada di Museum. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai

berikut :

• Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi, pencatatan

koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi.

• Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi kerusakan koleksi.

• Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi dari

gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia

Peranan Museum Negeri Provinsi Jambi sangat penting dalam melestarikan kebudayaan,

khususnya kebudayaan yang ada di Jambi. Benda-benda yang ada dalam museum tersebut

merupakan perwakilan tentang gambaran aktivitas kehidupan manusia sehari-hari pada masa lalu

dan juga berbagai bentuk kebudayaan yang mereka hasilkan pada masa itu, misalnya Keris

Siginjai yang merupakan pusaka asli Jambi yang digunakan oleh Orang Kayo Hitam (Raja

Melayu Jambi) pada masa itu untuk mempertahankan diri dari musuh yang menyerang. Dengan

adanya museum ini diharapkan masyarakat, khususnya generasi muda, mendapatkan

pengetahuan dan memahami betapa tingginya kebudayaan yang telah diciptakan oleh nenek

moyang manusia dahulu sehingga semangat akan melestarikan dan memelihara benda-benda

sejarah akan terus hidup.

Dalam pengelolaannya museum juga harus mempunyai tenaga teknis permuseuman yang

mempunyai kemampuan untuk dapat menjelaskan berbagai benda-benda yang ada dalam

museum, Hal ini diperlukan agar para pengunjung mendapatkan ilmu pengetahuan dan

(5)

Penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang permuseuman di Jambi karena museum

sebagai tempat pelestarian kebudayaan masa lampau dalam pengadaan koleksi-koleksi benda

bersejarah yang bisa dikembangkan dengan maksimal untuk dapat memberikan manfaat ilmu

pengetahuan kepada masyarakat luas khususnya bagi Orang-orang yang mencintai dan peduli

akan sejarah. Dengan alasan demikian maka penulis memilih judul “Sejarah dan Peranan

Museum Negeri Provinsi Jambi (1981-1999)”. Rentang waktu yang dimulai dari tahun 1981

karena museum ini baru berdiri pada 18 Februari 1981 di Jambi dan penulis membatasi hingga

tahun 1999 karena pada tahun tersebut merupakan tahun akhir dalam perkembangan

pembangunan museum serta bangunan-bangunan lainnya sebagai pendukung keberadaan

museum.

I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan tahapan yang paling penting seperti yang diungkapkan

oleh Albert Einstein: “Perumusan sebuah permasalahan sering lebih esensial dibandingkan

dengan pemecahannya itu sendiri”. Rumusan masalah merupakan alasan mengapa penelitian

diperlukan, dan petunjuk yang mengarahkan tujuan penelitian5

1. Bagaimana latar belakang sejarah berdirinya Museum Negeri Provinsi Jambi?

. Bagian dalam rumusan masalah

ini merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dicari

jawabannya oleh penulis

Melihat dari latar belakang di atas maka penulis memberikan batasan batasan kajian

pokok permasalahan sebagai berikut:

2. Bagaiman perkembangan Museum Negeri Propinsi Jambi dari tahun 1981-1999?

5

(6)

3. Bagaimana Peranan Museum Negeri Provinsi Jambi sebagai tempat pelestarian

budaya nasional?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian. Isi dan

rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian. Perbedaannya

terletak pada cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan

kalimat tanya, sedangkan tujuan penelitian dituangkan dalam bentuk kalimat pernyataan.6

1. Menjelaskan latar belakang sejarah berdirinya Museum Negeri Provinsi Jambi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

2. Menjelaskan dan memahami bagaimana perkembangan Museum Negeri Provinsi

Jambi dari tahun 1981-1999.

3. Menjelaskan bagaimana peranan Museum Negeri Provinsi Jambi sebagai tempat

pelestarian budaya nasional.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan tentang Museum Negeri Provinsi Jambi

2. Menambah literatur sejarah sehingga dapat digunakan sebagai bahan bacaan

3. Memberikan motivasi bagi masyarakat sekitar khususnya generasi muda agar lebih

dapat mencintai warisan sejarah dan merawat benda peninggalan bersejarah warisan

tempo dulu.

1.4Tinjauan Pustaka

6

(7)

Bambang Soemadio dalam bukunya yang berjudul Pembakuan Rencana Induk

Permuseuman di Indonesia (1986) memberikan penjelasan berbagai hasil pemikiran di bidang

pembinaan dan pengembangan permuseuman secara garis besar sebagai landasan dan pedoman

pengembangan Museum Nasional, Museum Umum dan Museum Khusus di Indonesia. Berbagai

kebijakan permuseuman akan dijelaskan didalam buku ini yang mencakup tentang kebijaksanaan

pengembangan Museum Nasional , Museum Umum dan Museum Khusus dalam bidang-bidang

koleksi, fisik, ketenangan, sarana penunjang dan Fungsionilisasi, selain itu didalam buku ini juga

secara singkat membahas tentang keadaan permuseuman di Indonesia dan berbagai macam

permasalahan-permasalahan umum permuseuman di Indonesia. Buku ini sangat membantu

penulis karena didalamnya juga terdapat keterangan bagaimana mewujudkan fungsi museum

secara optimal sebagai sarana cultural edukatif, inspiratif dan rekreatif dalam rangka menunjang

usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan usaha memajukan kebudayaan

nasional.

Buku yang digunakan penulis selanjutnya merupakan karangan dari Van Ger Wengen

yang berjudul Pedoman Penalaran Tentang Metode dan Tehnik Penyajian dan Bimbingan

Edukatif di Museum (1986), (Terj) Moh. Amir Sutaarga. Buku ini menjelaskan bagaimana tehnik

atau cara penyajian suatu informasi tentang suatu koleksi benda yang ada dalam museum kepada

publik atau masyarakat umum yang dalam hal ini adalah para pengunjung yang datang ke

museum. Dengan kata lain para Staff museum harus mampu menguasai informasi yang berkaitan

tentang koleksi-koleksi museum itu sendiri untuk dapat memudahkan para pengunjung

memahami informasi mengenai benda-benda koleksi museum sehingga selain sebagai tempat

wisata, museum juga memberikan pengetahuan bagi para pengunjungnya. Apabila sebuah

(8)

dengan cara-cara yang memadai, maka museum tersebut harus dapat menyelaraskan

fungsi-fungsi museum tersebut terutama dengan usaha-usaha pendekatan dengan publiknya. Antara lain

perlu dipikirkan mengenai penyajian koleksi dan bimbingan edukatif untuk para pengunjungnya.

Di samping itu juga perlu diperhatikan mengenai apa yang disebut hubungan masyarakat, yakni

segala kegiatan yang ditujukan untuk menarik minat para pengunjung yang berpotensi terhadap

museum dan segala kegiatan yang dilakukan oleh museumnya sendiri.

Buku yang penulis pergunakan berikutnya adalah buku karangan Bambang Sumadio

yang berjudul Bunga Rampai Permuseuman (1997). Buku ini menjelaskan bagaimana suatu

museum itu bisa menarik perhatian masyarakat untuk dapat berkunjung kedalam museum.

Karena apabila semakin banyak masyarakat yang datang berkunjung kedalam museum maka

semakin terlihatlah keberhasilan tingkat pelayanan museum terhadap publik. Bagi masyarakat

awam museum merupakan tempat tontonan sehingga hal ini harus disadari oleh para

pengelolanya, oleh karena itu harus diusahakan agar penyajian di museum cukup menarik

sebagai tontonan. Koleksi museum tidak dengan sendirinya akan memancarkan daya tarik, oleh

karena itu pengelola museum harus dapat mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang

mengandung daya tarik pada koleksinya itu. Museum sangat bertumpu pada penampilan sebagai

salah satu daya pikatnya. Kebersihan dan kenyamanan ruang-ruang pameran akan sangat

menunjang citra museum itu sehingga akan dengan sendirinya memikat para pengunjung.

Selanjutnya penulis juga menggunakan skripsi Anggiat Sinaga (2007) sebagai tinjauan

pustaka. Menurut Anggiat dalam skripsinya “Peranan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

(1954-1985)”, untuk mendekatkan museum pada masyarakat luas Museum Negeri Propinsi

Sumatera Utara melakukan berbagai usaha-usaha dalam memasyarakatkan warisan nilai budaya

(9)

berkaitan dengan penelitian penulis karena sama halnya dengan Museum Negeri Propinsi Jambi

yang berusaha melakukan berbagai kegiatan untuk dapat memberikan pengenalan berbagai

kebudayaan ataupun benda-benda sejarah yang sebagian besar belum banyak diketahui oleh

masyarakat.

Skripsi lain yang penulis gunakan adalah skripsi Krisman Turnip sebagai tinjauan

pustaka. Dalam skripsinya “Museum Bukit Barisan Medan dan Manfaatnya Bagi Masyarakat

(1971-1996)”, memaparkan bahwa museum dapat memperkuat rasa nasionalisme melalui

pameran benda-benda koleksi seperti peninggalan masa revolusi fisik di Sumatera Utara pada

tahun 1945-1949. Melalui pameran yang ada dalam museum masyarakat diajak untuk dapat

merasakan pada masa itu. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitan penulis mengenai Museum

Negeri Provinsi Jambi yang ingin mengenalkan berbagai peninggalan masa lalu kepada

masyarakat khususnya kebudayaan masyarakat Jambi sehingga kesadaran untuk mencintai

kebudayaan daerah semakin tinggi.

1.5Metode Penelitian.

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan ke dalam historiografi,

maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dimaksudkan untuk merekontruksi

kejadian masa lampau guna mendapatkan suatu karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah

adalah proses menguji dan menganalisa secara kitis rekaman peninggalan masa lampau.7

1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilalukan untuk mencari sumber yang relevan

dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber data penulis

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain:

7

(10)

dapatkan melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field research) dan studi

kepustakaan (library research). Data dari hasil studi lapangan penulis peroleh melalui

wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian. Dalam

penelitian lapangan, penulis menggunakan metode wawancara yang terbuka. Studi

kepustakaan penulis peroleh melalui berbagai buku dan dokumen yang penulis

dapatkan dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Museum

Negeri Jambi. Sumber-sumber tertulis yang berhasil dikumpulkan misalnya Koleksi

Master Piace Museum Negeri Jambi karya Nurlailini, Seni Kerajinan Batik Indonesia

karya Susanto Sewan, Motif Hias Batik Tradisional Jambi karya Edi

Soekarno,Pembakuan Rencana Induk Permuseuman di Indonesia karya Bambang

Soemadio, Pembangunan Permuseuman di Indonesia karya Luthfi Asiarto Pedoman

Penalaran Tentang Metode dan Teknik Penyajian Bimbingan edukatif di Museum

karya Van Ger Wengen, Kain Songket karya Suwati Kartiwa, dan buku Mengenal

Museum Negeri Propinsi Jambi, disamping itu terdapat juga buku nlaporan dari

pemerintahan daerah Jambi seperti misalnya Pakaian Adat Tradisional Daerah

Propinsi Jambi, Seni Hias Pakaian Wanita dan Pakaian Pengantin Jambi yang

berasal dari proyek pengembangan kesenian Jambi. Di samping sumber tulisan

tersebut di atas, penulis juga akan melakukan pengumpulan sumber-sumber lisan.

Sumber-sumber lisan diperoleh melalui teknik wawancara. Adapun informan yang

terpilih antara lain yaitu dengan Eny Suhartaty yang menjabat Kepala Museum

Negeri Propinsi Jambi yang sudah ahli mengelola bagian permuseuman, juga dengan

Masgia yang menjabat sebagai Kepala Seksi Bimbingan dan Publikasi yang telah

(11)

dilakukan dengan menggunakan interview guide. Interview guide berguna untuk

mengarahkan wawancara kepada sasaran penelitian.

2. Kritik, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran

sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dalam tahap ini

sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik internal maupun kritik

eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian

data dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan kritik eksternal merupakan kritik

yang mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta

yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan terhadap informan.

3. Interpretasi, yaitu tahap peneliti berusaha untuk menuangkan berbagai ide

pemikirannya yang diperoleh melalui sumber primer ataupun skunder, sehingga

diharapkan sumber tersebut menjadi data yang objektif.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini peneliti

Referensi

Dokumen terkait

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

SEGMEN BERITA REPORTER A Kreasi 1000 Jilbab Pecahkan Muri Rina & Deska. CAREER DAY AMIKOM Adib & Imam Wisuda smik amikom Adib

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian massage punggung terhadap tingkat nyeri haid ( dismenore ) pada remaja putri kelas VIII SMPN 3

This policy was characterized by the role or initial idea from the Lampung governor, there were private parties and public involvements, mutual decision making through

Untuk mengevaluasi kinerja suatu simpang bersinyal dapat dilakukan dengan memperhitungkan kapasitas (C) pada tiap pendekatan dengan seperti persamaan 1, arus

FAKTJ'-TAS PtrTERNAI'{N UNIVERSITAS

Jenis pengendap juga berpengaruh terhadap rendemen karaginan yang dihasilkan,rendemen yang dihasilkan dengan pengendap jenis etanol lebih besar dibanding pengendap jenis