FETISHISME KOMODITAS DAN DESAIN DALAM
PERSPEKTIF BUDAYA POPULER
(Objek kajian: Deus ex machine custom bike)
Makalah sebagai UAS
Mata Kuliah Desain dan Kebudayaan
Oleh
FREDDY CHRISSWANTRA 27114028
PROGRAM STUDI MAGISTER DESAIN
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
I. PENDAHULUAN
Sudah menjadi kodrat manusia untuk memiliki rasa dan cinta dalam mengagumi Tuhan dan ciptaan-Nya. Selain itu, manusia juga memiliki kekaguman atas sesuatu dikarenakan keindahan, kemampuan dan kekuatan pesona dari suatu objek. Sehingga tidak mengherankan jika manusia memuja dan mengidolakan serta menginginkan objek tersebut menjadi miliknya dan merepresentasikan dirinya menjadi apa yang manusia inginkan dihadapan sesama manusia yang lain. Perilaku inilah yang disebut sebagai fetishism. Untuk menjadi idola bagi penggemarnya, sebuah objek harus mampu “menghipnotis” dan membuai calon-calon penggemarnya dengan suatu penawaran. Penawaran tersebut dapat dikategorikan sebagai “performa” dari objek tersebut, apakah bentuknya, materialnya, atau kegunaannya hingga pada kebanggaan dari penggunanya. Pada titik inilah desain memegang peranan yang sangat krusial. Desain menjadi sebuah alat atau media yang dianggap mampu memberikan nilai tambah pada suatu objek hingga memiliki persona yang dikehendaki pada objek itu.
II. PEMBAHASAN
2.1 FETHISISME KOMODITAS
Pernahkah membayangkan dan mengingat kembali pada sesuatu atau seseorang yang membuat kita berpikir “ saya ingin menjadi sosok seperti itu atau andai saja saya memiliki itu maka saya bisa….”? Mungkin setiap orang pernah mengalami pada kondisi itu. Bayangan-bayangan kesan tersebut muncul dihadapan kita melalui berbagai kecantikan, keseksian atau apapun yang kita inginkan. Penjelasan di atas merupakan salah satu contoh dari terjadinya fetishisme komoditas.
2.2 TEORI FETISHISME KOMODITAS
2.3 DESAIN
Definisi desain menurut Jervis (1984) dalam Sachari dan Sunarya (2002), secara etimologis kata desain berasal dari kata designo (Itali) yang berarti gambar. Sedangkan dalam dunia seni rupa di Indonesia, kata desain kerapkali dipadankan dengan: rekabentuk, rekarupa, tatarupa, rancangan, mode, fashion dan pelbagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan merancang dalam arti luas (Sachari dan Sunarya, 2002).
Sedangkan menurut Yasraf dalam Walker (2010) mendefinisikan desain berbeda dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempunyai kesatuan ilmu dan objek kajian yang relatif koheren dengan ukuran pasti. Desain juga berbeda dari ilmu sosial dan kemanusiaan yang lebih menaruh perhatian pada kajian manusia dan masyarakat dan tidak terlau banyak berurusan dengan dunia benda. Sebaliknya desain berurusan dengan benda dan manusia sekaligus, sehingga dalam kajiannya memerlukan pendekatan yang lebih holistik dan kompleks.
2.3.1 PERAN DESAIN PADA FETISHISME KOMODITAS
ujung tombak dari industrialisasi dalam menciptakan citra produk di mata calon konsumennya.
Desain saat ini erat kaitannya dengan dunia industri. Desain dianggap sebagai ujung tombak dari tampilan atau sistem dari suatu produk (visual) yang akan diproduksi secara masal oleh pelaku-pelaku industri sebagai komoditas dalam lingkup bisnis. Desain juga diharapkan mampu untuk menjawab kebutuhan konsumen (desire) dan memberikan pengalaman yang unik kepada konsumen yang berujung pada kepuasan konsumen. Dalam proses pengembangan sebuah produk, desain merupakan sebuah metode atau pendekatan yang digunakan karena berada pada posisi irisan antara market research, tehnik dan seni rupa. Menerapkan desain pada sebuah objek berdampak pada membawa objek menjadi lebih “dekat” kepada calon penggunanya.
2.4 DEUS EX MACHINA CUSTOM BIKE SEBAGAI FETISHISME KOMODITAS.
Gambar 1 gambar objek dan pengguna dues ex machine custom bike Sumber : http://www.deuscustom.com diakses pada 17 Desember 2014
Pada makalah ini, penulis mengambil objek motor modifikasi karya dari
Untuk mewujudkan kehendak tersebut, maka para “penontonnya” pun sepakat bahwa mereka harus memiliki atau mengendarai objek motor seperti itu. Mereka yakin bahwa objek motor tersebut dapat memberikan arti kebebasan, kegagahan, keseksian yang sesungguhnya bagi mereka dari pada nilai fungsi. Objek sepeda motor bukan lagi dilihat dari fungsi sesungguhnya, yaitu sebagai moda transportasi, tetapi lebih pada symbol representasi pemiliknya. Pengendara sepeda motor DEM tersebut meyakini bahwa dengan mengendarai sepeda motor itu akan membuat mereka tampak sebagai seseorang yang didambakan oleh lingkungannya karena kebebasan, kemandirian, dan keseksian dirinya. budaya adalah komodifikasi, standarisasi serta masifikasi (Ristinawati, R. 2009).
Salah satu kategori dalam budaya popular adalah budaya pop sebagai budaya massa. Pengertiannya adalah budaya populer yang bukan berasal dari rakyat atau kalangan masyarakat namun berasal dari desakan kalangan tertentu yang memiliki tujuan komersial. Dalam lingkup pengertian ini, budaya populer mempunyai tujuan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya melalui mekanisme pasar.
Gambar 2 Pengaruh gaya DEM pada gaya berkendaraan masyarakat sebagai contoh budaya populer (imitasi)
Sumber: http://s479.photobucket.com/user/lilshot23/media/9B7E0262-D070-42C1-A20D-208AB83CC8FB-16747-0000061C4B60F927.jpg.html diakses pada 19
Desember 2014
Hal ini dapat ditilik dari eksistensi DEM yang mengusung gaya berkendaraan yang baru. DEM telah melakukan penetrasi terhadap komunal yang memiliki kemungkinan akan kesamaan karakter dan nilai yang telah ada sebelumnya namun belum muncul dan belum terlihat eksistensinya. Penetrasi ini dapat dibilang berhasil, terbukti dengan maraknya dan bermunculan komunitas atau individu yang mengusung gaya berkendaraan tersebut.
lebih membumi dengan harapan dapat diterima dengan baik oleh calon penggunanya di Indonesia.
3. PENUTUP
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fetishisme komoditas dan desain memiliki hubungan yang sangat dekat, jika fetishisme komoditas adalah sebuah proses peminjaman “kekuatan” tertentu dari sebuah objek hingga menjelma menjadi sebuah bentuk “pemujaan” maka desain berperan dalam memproduksi “kekuatan” dari suatu objek dengan melakukan reka bentuk dan kekuatan komunikasi yang dilakukan dalam skala industri budaya.
REFERENSI
Walker, John A. (2010). Desain, Sejarah, Budaya Sebuah Pengantar Komperehensif. (cetakan pertama) . Yogyakarta: Jalasutra.
Sachari, Agus., Sunarya, Yan Yan (2002). Sejarah Dan Perkembangan Desan Dan Dunia Kesenirupaan Di Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Storey, John. ((2010). Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. (edisi ke empat). Yogyakarta: Jalasutra.
Kellner, Douglas. (2010). Budaya Media Cultural Studies, Identitas, Dan Politik: Antara Modern Dan Postmodern. (edisi pertama). Yogyakarta: Jalasutra.
Widagdo. (2000). Desain Dan Kebudayaan (cetakan pertama). Bandung: Penerbit ITB.
Lawson, Bryan. (2007). Bagaimana Cara Berpikir Desainer. (edisi pertama). Yogyakarta: Jalasutra.
Strinati, D. (2010) The Theory of Commodity of Fetishism. In Jones, A., R. Fads, Fetishes, and Fun : A Sociological Analysis of Pop Culture (1st