• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Penegasan dan Penyelesaian Sengke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proses Penegasan dan Penyelesaian Sengke"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS TERSTRUKTUR PELATIHAN

PROSES PENEGASAN DAN PENYELESAIAN

SENGKETA BATAS DAERAH

OLEH :

M. FIKRI CAHYADI

NPP. 24.0214

KELAS G-S1 (M. PEMBANGUNAN)

FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

( I P D N )

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul: “PROSES PENEGASAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA BATAS DAERAH”.

Melalui kesempatan ini, tidak lepas saya menghaturkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Yang terhormat, Ibu Marthalina, S.IP, M.Si yang telah memberikan petunjuk demi kesempurnaan pembuatan tugas ini.

2. Kedua orang tua, Saudara-saudara, dan teman-teman yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini tepat pada waktunya.

3. Siapapun yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu

memberikan masukan, menyediakan literatur dan memberikan kritik untuk kesempurnaan tugas ini.

Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, sudilah kiranya para pembaca untuk memberikan masukan dan saran sehingga isi tugas ini dapat lebih sempurna.

Akhirnya, saya berharap semoga isi tugas ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang memerlukannya dimasa sekarang dan yang akan datang. Amin..

Jakarta, 14 Februari 2017 Penyusun,

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………...……….2

Daftar isi……...………...………...3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...………4

1.2 Rumusan Masalah…..………..………..6

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan…………....………...6

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Teori Basis Ekonomi . . . ………. . . ………7

2.2 Identifikasi Sektor Basis dan Non Basis. . . .. . . .. . . ………8

2.3 Cara Memilih Kegiatan Basis dan Non Basis . . . ... . . ………..9

2.4 Model Basis Ekonomi Menurut Tiebout………..…11

2.5 Evaluasi Atas Tingkat Keberhasilan Suatu Produk……….14

2.6 Teori Ekonomi Basis………….………...15

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan………..17

3.2 Saran………....18

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Landasan Kebijakan yang Menjadi Dasar Penegasan Batas Daerah

a. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Generalis adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang merupakan acuan dasar dan umum terkait segala hal mengenai pemerintahan daerah.

b. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Specialis yaitu berbagai undang-undang tentang Pembentukan Daerah Otonom.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta Tata Ruang. e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan

Batas Daerah.

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang g. Prosedur Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Desa.

h. Kesepakatan antar daerah tentang batas (bila ada) dan dokumen terkait lainnya.

1.1.2 Arah dan Tujuan Penegasan Batas Daerah

a. Penetapan dan Penegasan Batas Daerah harus berpegang pada kerangka NKRI. b. Mengukuhkan pembentukan daerah, sebagai eksistens institusi penyelenggara

otonomi dan eksistensi letak (koordinat titik‐titik batas) serta cakupanwilayah (peta wilayah administrasi) yang jelas dan konkrit sebagai landasan legalitas.

c. Menjadi pemisah antar daerah otonom dalam hal penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Daerah.

d. Memberikan kepastian batas wilayah Kabupaten/ Kota dan Provinsi yang didukung dengan kelengkapan dokumen autentik berupa “Peta Batas” & tanda batas fisik di lapangan berupa pilar batas.

(5)

f. Mendukung dan memudahkan penyelenggaraan otonomi daerah, antara lain yang berkaitan dengan pelayanan dasar, penataan ruang, perpajakan, kependudukan,potensi sumber daya, pelestarian lingkungan hidup, dan perimbangan fiskal daerah (DAU), dll.

1.1.3 Azas Penyusunan Manajemen Strategis Penataan dan Penegasan Batas Daerah

a. Berazaskan dalam kerangka NKRI.

b. Mengacu pada norma, pedoman, prosedur, standarisasi dan spesifikasi teknis. c. Kesemangatan dalam penyelesaian masalah.

d. Menghormati hasil-hasil dari kesepakatan.

e. Pengelolaan data dan informasi geospasial yang terintegrasi dalam sistem georeferensi nasional, multi dimensi dan multi guna.

f. Personil yang memiliki otoritas

g. Menggunakan peralatan dan teknologi yang memenuhi persyaratan. h. Menghasilkan produk yang berkualitas dan digunakan

i. sebagai data dasar bagi kegiatan teknis lainnya (penataan ruang dan sektor pembangunan lainnya).

1.1.4 Prinsip Pokok Penegasan Batas Daerah

a. Mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti, baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan.

b. Berpedoman pada batas‐batas daerah tersebut di dalam undang‐undang pembentukan daerah.

c. Dilakukan Oleh Tim Penegasan Batas (Pusat, Prov, Kab/Kota)

d. Penyelesaian perselisihan batas kabupaten/kota dalam satu provinsi difasilitasi oleh Gubernur; sedangkan penyelesaian perselisihan batas antar provinsi & antar kabupaten/kota yang berbeda provinsi difasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri.

e. Bersifat Concurent, jadi perlu dukungan dari APBN dan APBD.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dicari jawab atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

(1) Apa saja proses penegasan batas daerah?

(2) Bagaimanakah kondisi dan penyelesaian sengketa batas daerah ?

(6)

1. Maksud Penulisan

Maksud penulisan ini adalah untuk membantu saya dalam menyelesaikan tugas terstruktur mata pelatihan Kerjasama dan Penegasan Batas Daerah. Selain itu juga menambah wawasan dan pengetahuan saya terhadap analisis fakta dan realita yang terjadi di lapangan.

2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah :

1) Mengetahui proses penegasan batas daerah dan penerapannya dalam penyelsaian sengketa batas daerah

2) Mengetahui kondisi sengketa batas daerah di lokasi magang dan penelitian.

3) Mempertegas Cakupan Wilayah Administrasi – Cakupan Wilayah Kewenangan Suatu Pemerintahan Daerah.

4) Efisiensi – Efektivitas Pelayanan Kepada Masyarakat.

5) Kejelasan Luas Wilayah

6) Kejelasan Administrasi Kependudukan

7) Kejelasan Daftar Pemilih (Pemilu, Pilkada)

8) Kejelasan Administrasi Pertanahan

9) Kejelasan Perijinan Pengelolaan Sda

10)Menghindari Overlapping Pengaturan Tata Ruang Daerah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Penegasan Batas Daerah

Teknis penegasan batas daerah darat antara Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok dilakukan dengan masih berpedoman pada Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah meliputi tahapan-tahapan berikut :

(7)

Penyiapan dokumen dilakukan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Depok. Semua dokumen yang menyangkut tentang perbatasan antar dua daerah dilampirkan sebagi bukti nyata. Adapun penyiapan Dokumen Meliputi penyiapan :

a. Peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah

Maksud dari peraturan perundang-undangan adalah Dokumen-dokumen batas yang mungkin sudah pernah ada seperti Staats blad, nota dari residen ataupun peraturan perundangan yang telah ada sebelumnya seperti Undang-undang pembentukan daerah, atau kesepakatan- kesepakatan yang pernah ada termasuk peta-peta kesepakatan mengenai batas wilayah.

Berikut dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar penegasan batas daerah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, antara lain :

1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pembentukan Provinsi DKI Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3899) ;

2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4060);

3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Depok di Provinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4269);

4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

(8)

b. Peta Dasar

Peta dasar adalah peta suatu daerah yang memang sudah ada sebelumnya ataupeta batas daerah yang merupakan lampiran undang-undang pembentukan daerah, peta minit (Minuteplan), Peta topografi/rupa bumi atau peta-peta lain yang memuat tentang batas daerah yang bersangkutan.

c. Dokumen lainnya

Dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak yaitu pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok yang dituangkan dalam dokumen kesepakatan penentuan batas daerah.

2.1.2 Pelacakan Batas

Pelacakan batas untuk menetukan penegasan batas daerah antara Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok dilakukan dengan metode Kartometrik. Dimana dalam menggunakan metode kartometrik disertai dengan survei/pengecekan lapangan. Tahapan survei/pengecekan lapangan yaitu :

a. Penentuan Garis Batas Sementara

Kegiatan ini merupakan penentuan garis batas sementara di atas peta yang sudah disepakati oleh pihak-pihak yang terkait, sebagai dasar hukum bagi batas daerah. Penentuan garis batas sementara dapat berdasarkan pada :

1) Tanda/simbol batas-batas yang tertera dipeta, baik batas khayal (administratif) maupun batas nyata (kenampakan detail lain) dipeta.

2) Koordinat titik batas yang tercantum dalam dokumen- dokumen batas daerah.

3) Jika tidak ada tanda-tanda batas yang tertera sebelumnya, maka penentuan garis sementara diatas peta ini dilakukan melalui kesepakatan bersama.

b. Pelacakan garis batas dilapangan

(9)

2) Kegiatan ini merupakan tahap untuk mendapatkan kesepakatan letak garis batas di lapangan, dengan atau tanpa sumber hukum tertulis mengenai batas tersebut.

3) Kegiatannya dimulai dari titik awal yang diketahui dan disepakati kemudian menyusuri garis batas sampai dengan titik akhir sesuai dengan peta kerja.

4) Berdasarkan kesepakatan, pada titik-titik tertentu atau pada jarak tertentu dilapangan dapat dipasang tanda atau patok kayu sementara sebagai tanda posisi untuk memudahkan pemasangan pilar-pilar batas pembantu.

5) Hasil kegiatan pelacakan ini dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pelacakan Batas Daerah untuk dijadikan dasar bagi kegiatan selanjutnya

2.1.3 Pengukuran dan Penentuan Posisi Batas

Pengukuran dan penentuan posisi batas antara Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok dilakukan melalui pengambilan/ekstraksi titik-titik koordinat batas dengan interval tertentu pada peta kerja dan / atau hasil survei lapangan. Adapun tahapannya yaitu :

1. Pengukuran garis batas

Pengukuran garis batas dilakukan untuk menentukan arah, jarak dan posisi garis batas dua daerah yang berbatasan. Data yang berupa deskripsi titik batas dan garis batas tersebut didokumentasikan bersama buku ukur dan berita acara kesepakatan batas daerah yang ditandatangani oleh kedua pihak yang berbatasan.

2. Penentuan posisi pilar batas

Ada dua cara untuk mendapatkan koordinat titik-titik bagi pemasangan pilar batas yaitu :

a. Penentuan posisi secara terestris, yaitu pengukuran sudut dan jarak diatas permukaan bumi sehingga diperoleh hubungan posisi suatu tempat terhadap tempat lainnya. Pengukuran terestris pada umumnya terdiri dari pengukuran kerangka utama dan kerangka detail menggunakan alat-alat ukur sudut, alat ukur jarak dan alat ukur beda tinggi.

(10)

3. Pengukuran situasi

Dalam pengukuran garis batas daerah perlu dilakukan pengukuran situasi selebar 100 meter ke kiri dan 100 meter ke kanan garis batas disepanjang garis batas wilayah. Disamping itu perlu juga dilakukan pengukuran tachimetri sepanjang garis batas wilayah. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan bentuk garis batas wilayah.

4. Perhitungan hasil ukuran

Data hasil pengukuran posisi cara terestris dihitung menggunakan metode hitung peralatan sederhana seperti metode Bowditch untuk pengukuran poligon yaitu koreksi sudut dibagikan merata dan koreksi jarak diberikan berdasarkan perbandingannya terhadap jarak keseluruhan. Perhitungan posisi vertikal pada pengukuran situasi dilakukan berdasarkan hitungan rumus tachimetri.

2.1.4 Pembuatan peta batas

Peta harus dapat menyajikan informasi dengan benar sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu setiap peta harus memenuhi spesifikasi yang sesuai dengan tema informasi yang disajikannya. Aspek-aspek spesifikasi peta antara lain adalah:

a. Aspek Kartografi:

1. Jenis peta (penyajian): peta foto dan peta garis 2. Sistem simbolisasi/legenda dan warna

3. Isi peta dan tema

4. Ukuran peta (muka peta)

5. Bentuk penyajian/penyimpanan data/informasi: 6. lembar peta atau digital

b. Aspek Geometrik:

1. Skala/resolusi 2. Sistem proyeksi

3. Ketelitian planimetris(x,y) dan tinggi (h)

(11)

1. Tim Penegasan Batas Daerah bertugas melaporkan seluruh hasil kegiatan penegasan batas daerah kepada Kepala Daerah yang bersangkutan. Laporan ini dilengkapi dengan seluruh kelengkapan kegiatan seperti buku ukur, formulir, peta-peta dan berita acara kegiatan lapangan yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.

2. Tim Penegasan Batas Daerah menyiapkan rancangan kesepakatan bersama kepala daerah yang berbatasan tentang penetapan batas daerah.

3. Daerah yang telah melakukan penegasan batas daerah membuat berita acara kesepakatan bersama antar daerah yang berbatasan dan disaksikan oleh Tim Penegasan Batas Daerah Tingkat Pusat. Berita Acara Kesepakatan tersebut dilampiri dengan peta-peta batas daerah yang bersangkutan.

4. Berita Acara Kesepakatan untuk batas provinsi disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri sedangkan untuk batas kabupaten/kota diserahkan oleh Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur.

5. Pengesahan Batas Daerah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

2.2 Contoh Analisis Kasus menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2006

Dalam melakukan penegasan batas berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Langkah/tahapan yang harus dilakukan yaitu Penelitian Dokumen, pelacakan batas, pengukuran dan penentuan posisi pilar batas, pemasangan pilar batas, dan pembuatan peta batas.

(12)

No. 25 Tahun 2002 menyatakan “Kepulauan Berhala tidak termasuk wilayah Provinsi Kepri dan masuk wilayah Tanjung Jabung Timur Jambi”.

Seharusnya penjelasan di pasal 3 ini harus diakomodir dalam UU 31 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga yang notabene masuk provinsi Kepri. Akan tetapi pasal 5 ayat (1) huruf c UU 31 Tahun 2003 hanya mengatakan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Bangka dan Selat Berhala tidak ada menyebut Pulau Berhala. Disini nampak jelas inkonsistensi pembuat UU dalam menentukan batas antara daerah Kepri dengan Jambi, malah memuat pasal yang menimbulkan multi tafsir sehingga berujung pada sengketa yang berlarut-larut.Begitu juga keteledoran Mendagri yang langsung menentukan wilayah administrasi Pulau Berhala. Seharusnya Mendagri berpedoman pada Permendagri 1 tahun 2006 tentang Penegasan Batas Daerah, dengan menentukan batas wilayah suatu daerah bukannya menentukan posisi administratif suatu daerah atau pulau.

Padahal Mendagri tidak ada kelapangan menentukan batas wilayah secara pasti antara Jambi dan Kepri yang notabene sama mendalilkan Pulau Berhala berada di wilayah masing-masing. Artinya proses tata batas wilayah antara Jambi dan Kepri tidak dilakukan Mendagri. Jika seandainya penetapan wilayah administratif Pulau Berhala kondisinya dibalikan, dimana Pulau Berhala masuk wilayah Kepri dan kemudian Jambi mengajukan gugatan ke MA tentunya Permendagri ini juga akan dibatalkan oleh MA. Artinya kesalahan Mendagri ini sumber petaka bagi Jambi. Kelemahan ini yang dimamfaatkan oleh Kepri untuk mengajukan

Judicial Review Permendagri 44 tahun 2011 yang dikabulkan oleh MA dan dijadikan salah satu senjata pamungkas menundukan Jambi di MK. Seharusnya Jambi harus bergerak cepat, cermat dan teliti melihat Permendagri 44 tahun 2011 dan saat itu seharusnya mendesak Mendagri untuk menentukan batas-batas wilayah dilapangan agar menguatkan keberadaan Pulau Berhala dalam wilyah administrasi Jambi. Akan tetapi ini terlupakan sehingga berujung ke MA dengan menelan pil pahit. Walaupun dalam putusan MA Nomor 49 P/HUM/2011 tidak ada secara tegas menyebutkan Pulau Berhala masuk Kepri akan tetapi dalam pertimbangan MA tergambar bahwa Kepri atau Pemda Lingga sudah melakukan aktifitas dan pembangunan di Pulau Berhala.

Oleh karenanya ternyatalah menurut hukum bahwa berdasarkan fakta - fakta historis geografis dan penguasaan fisik atas Pulau Berhala, maka secara defacto juridis Pulau Berhala adalah masuk wilayah Administrasi Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau.

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)

2.5 Beberapa Aspek Munculnya Sengketa Batas

1. Aspek Yuridis

Tidak jelasnya batas daerah dalam lampiran undang- undang dan peta lampiran undang-undang yang tidak memenuhi syarat sebagai peta; ketidak sinkronan bunyi pasal dengan peta undang-undang; ketidak sinkronan undang-undang pembentukan daerah yang satu dengan yang lain.

2. Aspek Ekonomi

Perebutan sumber daya ekonomi (SDA, kawasan niaga, perkebunan, potensi PAD).

3. Aspek Kultural

Isu terpisahnya etnis atau sub etnis.

(20)

Berkaitan dengan sumber daya politik, seperti jumlah pemilih dan perolehan suara bagi anggota DPRD/KDH.

5. Aspek Sosial

Munculnya kecemburuan sosial, riwayat konflik di masa lalu, isu penduduk asli – pendatang.

6. Aspek Pemerintahan

Adanya duplikasi pelayanan pemerintahan, jarak ke pusat pemerintahan, isu ingin bergabung ke daerah tetangga.

2.6 Upaya Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 198 :

1. Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

2. (Dalam hal ini adalah perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi penegasan batas daerah)

3. Apabila terjadi perselisihan antar provinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antar provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud.

4. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) bersifat final.

2.7 Penyelesaian Sengketa Batas hubungannya dengan revisi Pemendagri Nomor 1 Tahun 2006

(21)

mengoptimalkan kinerja yang sudah ada. Dengan demikian ada beberapa hal yang menjadi inti percepatan ini, yang meliputi :

1. Revisi Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Penegasan Batas di Lapangan. Dari sisi Legal Peraturan dipandang perlu untuk memasukkan satu Pasal dalam Revisi UU 32/2004 berbunyi: “Penegasan batas dan pnentuan luas daerah secara pasti ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri”.

2. Merevisi Permendagri No. 1/2006 untuk memberikan payung hukum penegasan batas daerah ke depan akan di titik beratkan secara “kartometris di atas peta” dan tidak selalu harus “ turun ke lapangan” guna mempercepat penyelesaian.

3. Mengoptimalkan Penyelesaian Batas dengan cara Kartometrik dengan menghindari sedapat mungkin pelacakan lapangan. Hal ini dapat di optimalkan apabila ada dukungan data dari Pemerintah (berupa peta dasar, peta Batas Indikatif yang lebih akurat dengan memanfaatkan the best available data seperti Citra satelit, SRTM, DEM dan IFSAR dalam bentuk digital).

4. Kerjasama (Kesepakatan atau Kontrak Kerjasama) dengan Bakosurtanal dan Dittopad untuk penyediaan Peta Dasar Rupabumi atau Topografi dalam format digital dengan skala yang memadai.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam melakukan penegasan dan penyelesaian sengketa batas daerah berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Dimana langkah/tahapan penegasan batas di darat yang harus dilakukan yaitu :

1. Penelitian Dokumen 2. Pelacakan Batas

3. Pengukuran penentuan posisi pilar batas 4. Pemasangan pilar batas

5. Pembuatan peta batas

(22)

1. Penelitian dokumen 2. Pelacakan batas

3. Pemasangan pilar di titik acuan 4. Penentuan titik awal dan garis dasar 5. Pengukuran dan penentuan batas 6. Pembuatan peta batas

Permasalahan mengenai batas wilayah sangat berpengaruh buruk terhadap daerah sengketa batas daerah, hal ini ditinjau dari aspek-aspek berikut :

Inefisiensi Pelayanan kepada Masyarakat (Duplikasi)

1. Ketidakjelasan Luas Wilayah

2. Ketidakjelasan Administrasi Kependudukan

3. Ketidakjelasan Daerah Pemilihan (Pemilu, Pilkada) 4. Ketidakjelasan Administrasi Pertanahan

5. Ketidakjelasan Perijinan Pengelolaan SDA 6. Kesulitan Pengaturan Tata Ruang Daerah

3.2 Saran

Peta itu merupakan media informasi yang disebarkan ke masyarakat umum dan menjadi rujukan pertama dalam penentuan batas asministrasi. Peta yang ideal bukan hanya memiliki bukti sah secara hukum, namun yang lebih penting adalah adanya proyeksi peta dan sistem koordinat yang sesuai dengan dilapangan dan juga ada referensi untuk datum geodesinya. Karena Permasalahan Batas sangat menimbulkan banyak kerugian di daerah yang disengketakan. Harapan kami yaitu :

1. Penegasan Batas harus segera diselesaikan/ dituntaskan, agar tidak menimbulkan permasalahan yang besar dikemudian hari.

2. Selesaikan cakupan wilayah administrasi dengan sikap kenegarawanan. 3. Tetap junjung tinggi supremasi hukum.

4. Lakukan pelacakan batas desa-desa yang masuk dalam kecamatan-kecamatan yang berbatasan.

5. Gunakan mekanisme tata pemerintahan yang ada guna mengoptimalkan tugas Tim Penegasan Batas Daerah.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

 Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR.

 Arief, Fathoni. 2003.Ekonomi Regional. Vol. 47.

 Indrawan, Ardyanto. 2003Makalah Teori Basis Ekonomi, Clapeyron. Vol. 47.

 http://bunda-bisa.blogspot.co.id/2013/03/teori-basis-ekonomi.html

 https://www.academia.edu/6172102/Ekonomi_basis

(24)

Lampiran I Foto Patok Batas Tempat Lokasi Magang

(25)
(26)

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015

TENTANG

BATAS DAERAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

DAN

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

(27)

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun l950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010) Jo. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

3. Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Serikat Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Serikat Nomor 20 Tahun 1950 (Lembaran Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);

(28)
(29)

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45

Tahun 1974 tentang Perubahan Batas Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 66);

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah (Berita Negara Republik Indonesia PROVINSI JAWA BARAT DAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah

daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Darurat Republik Indonesia Serikat Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya.

(30)

Jakarta, Pemerintah Provinsi Banten, Kabupaten dan/atau Kota dl wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur.

5. Pilar Batas Utama yang selanjutnya disingkat PBU adalah pilar yang dipasang sebagai tanda batas antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang diletakkan tepat pada batas antar daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. 6. Pilar Acuan Batas Utama yang selanjutnya disingkat

PABU adalah pilar yang dipasang sebagai tanda batas antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang diletakkan disisi batas alam atau buatan yang berfungsi sebagai titik ikat garis batas antar daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.

7. Pilar Acuan Batas Antara yang selanjutnya disingkat PABA adalah pilar yang dipasang sebagai tanda batas antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang diletakkan disisi batas alam atau batas buatan yang berfungsi sebagai titik ikat garis batas antar daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan berada diantara PBU atau PABU.

8. PB adalah pilar batas hasil penegasan batas yang dilaksanakan oleh BKSP Jabodetabekjur.

9. Titik Koordinat Kartometrik yang selanjutnya

disingkat TK adalah koordinat hasil

(31)
(32)

selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 153B dengan koordinat 06⁰ 21' 38.9930" LS dan 106⁰ 54' 25.7330" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 154 dengan koordinat 06⁰ 21' 38.6380" LS dan 106⁰ 54' 24.7940" BT, selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB 154A dengan koordinat 06⁰ 21' 37.8890" LS dan 106⁰ 54' 24.8650" BT, selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB 154B dengan koordinat 06⁰ 21' 36.8140" LS dan 106⁰ 54' 25.2410" BT, selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA PB 155 dengan koordinat 06⁰ 21' 36.8760" LS dan 106⁰ 54' 25.9340" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 155A dengan koordinat 06⁰ 21' 36.1910" LS dan 106⁰ 54' 26.3850" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 156B dengan koordinat 06⁰ 21' 34.7960" LS dan 106⁰ 54' 25.6900" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 156A dengan koordinat 06⁰ 21' 34.8930" LS dan 106⁰ 54' 25.3960" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 157 dengan koordinat 06⁰ 21' 34.6360" LS dan 106⁰ 54' 24.5110" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 157A dengan koordinat 06⁰ 21' 35.1570" LS dan 106⁰ 54' 24.3710" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 158 dengan koordinat 06⁰ 21' 35.9400" LS dan 106⁰ 54' 23.9370" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 158A dengan koordinat 06⁰ 21' 34.9650" LS dan 106⁰ 54' 23.4350" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PBU 007 dengan koordinat 06⁰ 21' 34.8648" LS dan 106⁰ 54' 23.0074" BT yang terletak di Kelurahan Harjamukti Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(33)
(34)
(35)
(36)

selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 171A dengan koordinat 06⁰ 22' 20.8000" LS dan 106⁰ 53' 05.5200" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 171 dengan koordinat 06⁰ 22' 20.7570" LS dan 106⁰ 53' 04.8980" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 172 dengan koordinat 06⁰ 22' 19.2260" LS dan 106⁰ 53' 05.2260" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 172B dengan koordinat 06⁰ 22' 19.7000" LS dan 106⁰ 53' 03.2040" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 173 dengan koordinat 06⁰ 22' 19.5960" LS dan 106⁰ 53' 01.9720" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 173A dengan koordinat 06⁰ 22' 18.8830" LS dan 106⁰ 53' 01.1540" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 173B dengan koordinat 06⁰ 22' 18.4610" LS dan 106⁰ 53' 00.6320" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 173C dengan koordinat 06⁰ 22' 18.4000" LS dan 106⁰ 53' 00.3500" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 174 dengan koordinat 06⁰ 22' 17.5560" LS dan 106⁰ 52' 59.1600" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 174A dengan koordinat 06⁰ 22' 16.1540" LS dan 106⁰ 52' 59.6680" BT, , selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 174B dengan koordinat 06⁰ 22' 14.6870" LS dan 106⁰ 53' 00.2520" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 175 dengan koordinat 06⁰ 22' 14.4300" LS dan 106⁰ 52' 59.4580" BT, , selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 175A dengan koordinat 06⁰ 22' 13.9090" LS dan 106⁰ 52' 59.4030" BT, , selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 174C dengan koordinat 06⁰ 22' 12.9910" LS dan 106⁰ 53' 01.1930" BT, , selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABU 006 dengan koordinat 06⁰ 22' 12.6203" LS dan 106⁰ 53' 00.0461" BT yang terletak di Kelurahan Mekarsari Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(37)
(38)
(39)

Kelurahan Mekarsari Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat;

4. PABU 005 selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 182 dengan koordinat 06⁰ 21' 25.5920" LS dan 106⁰ 52' 18.5720" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 183A dengan koordinat 06⁰ 21' 17.9910" LS dan 106⁰ 52' 23.9700" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 183B dengan koordinat 06⁰ 21' 15.5930" LS dan 106⁰ 52' 20.2930" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABU 004 dengan koordinat 06⁰ 21' 10.3709" LS dan 106⁰ 52' 13.2754" BT yang terletak di Kelurahan Mekarsari Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(40)

Laut sampai pada PABA PB 186 dengan koordinat 06⁰ 21' 10.7620" LS dan 106⁰ 52' 05.9320" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 186A dengan koordinat 06⁰ 21' 12.1960" LS dan 106⁰ 52' 05.6320" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 186B dengan koordinat 06⁰ 21' 12.2650" LS dan 106⁰ 52' 04.5850" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 186D dengan koordinat 06⁰ 21' 13.7310" LS dan 106⁰ 52' 03.9890" BT, selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA PB 186E dengan koordinat 06⁰ 21' 13.989" LS dan 106⁰ 52' 04.6850" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 186F dengan koordinat 06⁰ 21' 14.7060" LS dan 106⁰ 52' 04.6020" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 186G dengan koordinat 06⁰ 21' 14.8700" LS dan 106⁰ 52' 04.1900" BT, selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA PB 186H dengan koordinat 06⁰ 21' 16.9000" LS dan 106⁰ 52' 04.2370" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 186I dengan koordinat 06⁰ 21' 16.7600" LS dan 106⁰ 52' 03.7030" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 186J dengan koordinat 06⁰ 21' 17.9040" LS dan 106⁰ 52' 02.2220" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 187 dengan koordinat 06⁰ 21' 19.2780" LS dan 106⁰ 52' 00.4240" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 187A dengan koordinat 06⁰ 21' 19.5740" LS dan 106⁰ 51' 59.6110" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 187B dengan koordinat 06⁰ 21' 19.5110" LS dan 106⁰ 51' 58.8870" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 187C dengan koordinat 06⁰ 21' 19.6740" LS dan 106⁰ 51' 58.7310" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABU 003 dengan koordinat 06⁰ 21' 19.6967" LS dan 106⁰ 51' 58.7665" BT yang

(41)
(42)
(43)
(44)

05.9944" BT yang terletak di Kelurahan Pasir

(45)

13.3200" LS dan 106⁰ 50' 49.8140" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 199A dengan koordinat 06⁰ 20' 13.1440" LS dan 106⁰ 50' 45.8720" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 199B dengan koordinat 06⁰ 20' 13.2170" LS dan 106⁰ 50' 43.7290" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 199C dengan koordinat 06⁰ 20' 13.2190" LS dan 106⁰ 50' 42.9120" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 199D dengan koordinat 06⁰ 20' 13.2590" LS dan 106⁰ 50' 41.4300" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 199E dengan koordinat 06⁰ 20' 13.3330" LS dan 106⁰ 50' 38.4670" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 200 dengan koordinat 06⁰ 20' 13.4020" LS dan 106⁰ 50' 37.4040" BT, selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB 200A dengan koordinat 06⁰ 20' 12.3610" LS dan 106⁰ 50' 37.1030" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 200B dengan koordinat 06⁰ 20' 12.3700" LS dan 106⁰ 50' 34.7920" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 200D dengan koordinat 06⁰ 20' 12.3150" LS dan 106⁰ 50' 31.8390" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 201 dengan koordinat 06⁰ 20' 12.4830" LS dan 106⁰ 50' 30.3090" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA PB 201A dengan koordinat 06⁰ 20' 11.7660" LS dan 106⁰ 50' 30.4560" BT, selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB 201B dengan koordinat 06⁰ 20' 09.4270" LS dan 106⁰ 50' 29.3280" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 201C dengan koordinat 06⁰ 20' 08.9100" LS dan 106⁰ 50' 28.2220" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB X11 dengan koordinat 06⁰ 20' 09.2130" LS dan 106⁰ 50' 25.3930" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada pertigaan batas antara Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Kota Depok Provinsi Jawa Barat dan Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang ditandai oleh TK.06 dengan koordinat 06° 20' 09.2335" LS dan 106° 50' 24.4206" BT.

(46)

Batas daerah Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi koordinat 06° 20' 09.2335" LS dan 106° 50' 24.4206" BT selanjutnya ke arah Tenggara menyusuri as (Median Line) Kali Ciliwung sampai pada PABU 007 dengan koordinat 06⁰ 20' 09.3529" LS dan 106⁰ 50' 25.4420" BT yang terletak di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(47)
(48)

pada PABA PB X30 dengan koordinat 06⁰ 21' 05.7490" LS dan 106⁰ 50' 07.7910" BT, selanjutnya ke arah Selatan menyusuri as (Median Line) Kali Ciliwung sampai pada PABA PB 209 dengan koordinat 06⁰ 21' 07.9670" LS dan 106⁰ 50' 06.6090" BT dan selanjutnya ke arah Tenggara menyusuri as (Median Line) Kali Ciliwung sampai pada PABA PB X13 dengan koordinat 06⁰ 21' 14.6990" LS dan 106⁰ 50' 08.2350" BT, selanjutnya ke arah Selatan menyusuri as (Median Line) Kali Ciliwung sampai pada PBU 006 dengan koordinat 06⁰ 21' 17.4312" LS dan 106⁰ 50' 10.5875" BT pada batas Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat;

(49)
(50)
(51)

Barat Laut sampai pada PABA PB 220H dengan koordinat 06⁰ 21' 20.3420" LS dan 106⁰ 49' 09.6970" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 220I dengan koordinat 06⁰ 21' 20.9630" LS dan 106⁰ 49' 09.2000" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 220J dengan koordinat 06⁰ 21' 21.3560" LS dan 106⁰ 49' 08.3520" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 220K dengan koordinat 06⁰ 21' 21.8460" LS dan 106⁰ 49' 07.8640" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 220L dengan koordinat 06⁰ 21' 22.5960" LS dan 106⁰ 49' 07.2420" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 221A dengan koordinat 06⁰ 21' 23.2840" LS dan 106⁰ 49' 06.6700" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 221 dengan koordinat 06⁰ 21' 23.5750" LS dan 106⁰ 49' 06.7230" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 221B dengan koordinat 06⁰ 21' 23.5800" LS dan 106⁰ 49' 05.4540" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 221F dengan koordinat 06⁰ 21' 22.8330" LS dan 106⁰ 49' 04.6220" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 221D dengan koordinat 06⁰ 21' 22.5760" LS dan 106⁰ 49' 03.8460" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 221E dengan koordinat 06⁰ 21' 22.3840" LS dan 106⁰ 49' 02.9810" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 221C dengan koordinat 06⁰ 21' 22.3850" LS dan 106⁰ 49' 02.5650" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 221G dengan koordinat 06⁰ 21' 22.3230" LS dan 106⁰ 49' 01.7470" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 221H dengan koordinat 06⁰ 21' 22.1630" LS dan 106⁰ 49' 00.9510" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABU 005 dengan koordinat 06⁰ 21' 22.2019" LS dan 106⁰ 49' 00.2725" BT yang terletak di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)

Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(57)
(58)

(Median Line) Kali Krukut sampai pada PABA PB 238B dengan koordinat 06⁰ 20' 35.7410" LS dan 106⁰ 47' 57.1660" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut menyusuri as (Median Line) Kali Krukut sampai pada PABA PB 238C dengan koordinat 06⁰ 20' 35.2810" LS dan 106⁰ 47' 58.3760" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut menyusuri as (Median Line) Kali Krukut sampai pada PABA PB 238D dengan koordinat 06⁰ 20' 33.9160" LS dan 106⁰ 47' 57.8340" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut menyusuri as (Median Line) Kali Krukut sampai pada PABA PB M1 dengan koordinat 06⁰ 20' 28.4110" LS dan 106⁰ 47' 58.7810" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut menyusuri as (Median Line) Kali Krukut sampai pada PABU 003 dengan koordinat 06⁰ 20' 20.0301" LS dan 106⁰ 47' 56.5704" BT yang terletak di Kelurahan Gandul Kecamatan Cinere Kota Depok Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Ciganjur Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(59)
(60)

dan 106⁰ 48' 31.8550" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 243B dengan koordinat 06⁰ 18' 53.4790" LS dan 106⁰ 48' 31.1210" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 243C dengan koordinat 06⁰ 18' 53.4510" LS dan 106⁰ 48' 29.9540" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PBU 002 dengan koordinat 06⁰ 18' 53.5729" LS dan 106⁰ 48' 29.6068" BT yang terletak di Kelurahan Pangkalan Jati Baru Kecamatan Cinere Kota Depok Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

(61)
(62)

arah Barat Daya sampai pada PABA PB 250A dengan koordinat 06⁰ 18' 57.1000" LS dan 106⁰ 47' 23.3330" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 250B dengan koordinat 06⁰ 18' 58.4030" LS dan 106⁰ 47' 22.8130" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 250C dengan koordinat 06⁰ 18' 58.4800" LS dan 106⁰ 47' 22.4200" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 251 dengan koordinat 06⁰ 18' 57.1500" LS dan 106⁰ 47' 19.3460" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 252 dengan koordinat 06⁰ 18' 56.6170" LS dan 106⁰ 47' 12.1930" BT, selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB 253 dengan koordinat 06⁰ 18' 58.6300" LS dan 106⁰ 47' 03.9780" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 253A dengan koordinat 06⁰ 18' 59.2190" LS dan 106⁰ 47' 03.1620" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 254B dengan koordinat 06⁰ 18' 58.8310" LS dan 106⁰ 47' 02.2760" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 253B dengan koordinat 06⁰ 18' 59.4870" LS dan 106⁰ 47' 00.8860" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 253C dengan koordinat 06⁰ 18' 59.5890" LS dan 106⁰ 46' 59.7010" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 253D dengan koordinat 06⁰ 18' 58.2570" LS dan 106⁰ 46' 58.8950" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 253E dengan koordinat 06⁰ 18' 57.1530" LS dan 106⁰ 46' 58.2730" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 254 dengan koordinat 06⁰ 18' 57.4480" LS dan 106⁰ 46' 57.4610" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 255 dengan koordinat 06⁰ 18' 56.8630" LS dan 106⁰ 46' 57.2230" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 255A dengan koordinat 06⁰ 18' 57.3000" LS dan 106⁰ 46' 56.1870" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 255B dengan koordinat 06⁰ 18' 57.1980" LS dan 106⁰ 46' 54.4980" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PBU 001 dengan koordinat 06⁰ 18' 57.6905" LS dan 106⁰ 46' 53.8961" BT yang terletak di batas Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Kelurahan Pangkalan Jati Kecamatan Cinere Kota Depok Provinsi Jawa Barat; dan

(63)

06⁰ 18' 58.4750" LS dan 106⁰ 46' 52.2040" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 256B dengan koordinat 06⁰ 18' 59.1330" LS dan 106⁰ 46' 50.3640" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA PB 256C dengan koordinat 06⁰ 18' 58.7490" LS dan 106⁰ 46' 48.3320" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada pertigaan batas antara Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Kota Depok Provinsi Jawa Barat dan Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten yang ditandai oleh TK.07 dengan koordinat 06° 18' 59.4755" LS dan 106° 46' 47.5076" BT.

Pasal 4 Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten

5 Tahun 2006

tentang Penetapan Titik Koordinat Tanda Batas Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.

b. Keputusan Bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta

126/SK.1884.JABOTABEK/97 2169 Tahun 1997

tentang Penetapan Titik Koordinat Tanda Batas Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.

Pasal 6

Batas daerah dan koordinat batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tercantum dalam peta yang

Nomor :

Nomor :

(64)

merupakan lampiran dan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 13 Februari 2015.

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 226 Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BIRO HUKUM, ttd

W. SIGIT PUDJIANTO NIP. 19590203 198903 1 001.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Januari 2015.

MENTERI DALAM NEGERI

REPUBLIK INDONESIA,

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam skripsi ini belum pernah dibahas sebelumnya, namun pada skripsi sebelumnya ada penelitian yang ada kesamaan dengan penelitian yang akan diteliti

Desa Padang Leban pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kaur. Pokja I Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Kaur akan mengadakan klarifikasi

Kepala Madrasah Guru Kelas VI.

Kompresi data adalah suatu proses untuk mengubah sebuah input data stream ( stream sumber atau data mentah asli) ke dalam aliran data yang lain yang berupa output atau stream

Aplikasi Kompresi File dengan Algoritma Elias Gamma.. Jurnal CORE

DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH PENULIS (TESIS). No Judul Artikel Penulis

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga dengan menggunakan data primer untuk 100 responden yang mewakili seluruh

1 Metode perhitungan dilakukan dengan metode saldo bersih (SB-net balance), yakni dengan menghitung selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban