STUDI PENGARUH GAYA HIDUP KONSUMEN DAN STRATEGI PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN DI
PAPA RON’S PIZZA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya
meningkat sejak krisis yang melanda Amerika tahun 2008 lalu. Data ini terlihat
dari data pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang berkisar di angka 6,3 % dan
pada tahun 2013 ini para ahli memperkirakan akan naik sebesar 0,3 % menjadi
6,6% (wartaekonomi.co.id, 5 Maret 2013). Grafik peningkatan pertumbuhan
ekonomi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Grafik 1.1
Salah satu imbas dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi adalah
meningkatnya jumlah golongan/kelas menengah di Indonesia. Bank Dunia
menilai pertumbuhan kelas menengah di Indonesia sangat cepat. Setiap tahun
kelas menengah tumbuh 7 juta. "Dibanding negara sepadannya, pertumbuhan
kelas menengah di Indonesia tergolong sangat cepat" ujar Kepala Perwakilan
Bank Dunia di Indonesia, Stefen Koeberle. Menurut studi Bank Dunia, kalangan
kelas menangah ini terbagi empat kelas. Pertama kelas menengah dengan
pendapatan US$2-US$4 atau Rp1-1,5juta per bulan (38,5 persen). Kedua, kelas
menengah dengan pendapatan US$4-6 atau Rp1,5 -2,6 juta perkapita perbulan
(11,7 persen). Ketiga kelas menengah dengan pendapatan US$6-US$10 atau
Rp2,6-5,2 juta perbulan (5 persen) serta golongan menengah berpendapatan
US$10-US$20 atau Rp5,2-6 juta perbulan (1,3 persen). Sementara Chief
Economist Bank Danamon Anton Gunawan mengatakan kelas menengah
Indonesia saat ini memang mendorong naiknya konsumsi
(http://fokus.news.viva.co.id, 14 Maret 2013).
Meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia tentu sebuah angin
segar bagi para pelaku industri yang mengandalkan kelas menengah sebagai
pangsa pasarnya, termasuk restoran-restoran cepat saji (fast food) dengan produk
makanan khas luar negeri, seperti pizza, spagheti, hamburger, dan lain-lain.
Produk olahan makanan ini jelas mengandalkan kelas menengah ke atas sebagai
pasngsa pasarnya, karena jenis makanan ini bukan makanan pokok kita. Selain itu,
Dengan berkembangnya dunia telekomunikasi, khususnya internet, maka
tatanan sosial pun tak terkecuali terkena imbasnya. Lingkungan yang ikut
mempengaruhi perilaku konsumen pada saat ini bukan hanya lingkungan sekitar,
namun juga lingkungan global. Pengaruh lingkungan ini berimbas pada gaya
hidup (lifestyle) masyarakat kita sehingga perlahan-lahan masyarakat kita
mengadopsi gaya hidup luar negeri.
Saat ini, kebutuhan makan di kota-kota besar bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan fisik (lapar dan haus) saja, namun juga untuk memenuhi
kebutuhan sosial dan budaya. Makan di restoran dengan suasana cozy, bukan lagi
sekedar menikmati menu tertentu. Saat ini makanan dikemas pula dalam sebuah
suasana restoran. Sehingga menu biasa menjadi luar biasa karena merk ataupun
suasana restoran yang tak biasa. Maka dari itu, makan pun pada zaman sekarang
menjadi sebuah lifestyle kehidupan manusia modern. Pemenuhan kebutuhan dasar
menjadi lux saat kegiatan makan dilakukan di tempat yang menjual nama dan
suasana.
Beli gengsi menandakan status sosial seseorang sedang meningkat, dari
kelas bawah ke kelas menengah, dari kelas menengah ke kelas atas. Harga diri
seseorang berubah citranya menjadi lebih baik atau buruk dinilai dari tempat
makannya oleh masyarakat kapitalis. Pengenalan status sosial dari tempat makan
ini menyebabkan orang lebih memilih tempat makan yang ngetrend di kalangan
tertentu.
Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern
antara lain penyajian yang cepat sehingga tidak menghabiskan waktu lama dan
dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, higienis dan dianggap sebagai makanan
bergengsi dan makanan gaul (Irianto, 2007). Jenis restoran fast food ini semakin
banyak muncul, terutama di kota-kota besar, terutama di ibukota Jakarta.
DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan negara Indonesia dan pusat
kegiatan bisnis. Daya tarik Kota Jakarta sebagai pusat bisnis memberi dampak
pada peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik
DKI Jakarta menunjukkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2012 di
ibukota mencapai 1,40 persen per tahun. Persentase ini jauh lebih tinggi
dibandingkan laju pertumbuhan dari 1990-2000 sebesar 0,17 persen per tahun.
Jumlah penduduk Jakarta pada tahun 2012 telah mencapai 10.187.595 jiwa (BPS
Provinsi DKI Jakarta, 2012).
Kepadatan rata-rata penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar
14.440 jiwa per kilo meter persegi dan membuat DKI Jakarta sebagai provinsi
terpadat di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa, bila dikalkulasi dari total jumlah
penduduk yang baru maka penduduk DKI Jakarta bisa bertambah sebanyak
134.234 jiwa per tahun (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2012).
Peningkatan jumlah penduduk tersebut memberikan peluang menjanjikan
pada sejumlah bidang usaha. Peluang usaha tersebut terkait dengan kondisi
perekonomian nasional, terutama yang menyangkut daya beli masyarakat dan
perubahan gaya hidup yang terjadi. Perubahan gaya hidup dapat terlihat dari
perubahan pola konsumsi masyarakat DKI Jakarta yang semakin praktis dan
pemenuhan kebutuhan makan di luar rumah yang semakin meningkat. Peluang
pemenuhan kebutuhan makanan di luar rumah dimanfaatkan oleh beberapa pihak
untuk mendirikan usaha penyedia makanan salah satunya adalah restoran.
DKI Jakarta merupakan pusat pertumbuhan bisnis restoran terbesar, yang
memiliki kontribusi 26,1 persen dari jumlah restoran di Indonesia. Selama tahun
2010, sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan sebesar 8,7
persen serta memberikan sumbangan terbesar terhadap total pertumbuhan PDB
yaitu sebesar 1,5 persen (BPS 2011). Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta menunjukkan terjadi peningkatan jumlah restoran pada
tahun 2006-2012 (Tabel 1.1). Pertumbuhan bisnis restoran yang cepat di DKI
Jakarta menimbulkan persaingan antar restoran untuk mendapatkan dan
memenuhi kebutuhan konsumen.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Rata-Rata Usaha Industri Pariwisata Bidang Penyedia Makanan dan Minuman di DKI Jakarta Tahun 2006-2012
No.
Jenis
Usaha
Tahun Pertumbuhan
Rata-Rata 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1 Restoran 1849 1779 2014 2215 2481 2742 3523 8,39
Jumlah 2353 2305 2626 2864 3188 3525 4364 21225 (Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2012)
Fenomena yang menarik untuk ditelaah adalah perkembangan restoran
dengan produk olahan makanan khas luar negeri. Hal ini karena selain harus
dengan menu khas Indonesia yang makin menjamur. Maka dari itu, restoran jenis
ini harus pintar mencari strategi promosi untuk menarik pelanggan.
Kegiatan promosi bisnis merupakan bagian dari strategi pemasaran yang sangat dibutuhkan sebuah usaha, baik usaha kecil maupun usaha yang sudah berkembang besar. Sebelum mengetahui metode ataupun strategi promosi yang
sering digunakan para pelaku bisnis, yang dimaksud dengan promosi adalah
kegiatan pendukung strategi pemasaran yang sengaja diadakan untuk
mengingatkan para konsumen mengenai produk atau jasa dengan brand tertentu (Tjiptono, 2009: 7).
Strategi promosi sering digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan permintaan atau penjualan barang dan jasa yang ditawarkan,
sehingga dapat meningkatkan laba yang diperoleh. Selain itu kegiatan promosi
juga memberikan kemudahan dalam merencanakan strategi pemasaran
selanjutnya, karena biasanya kegiatan promosi dijadikan sebagai cara
berkomunikasi langsung dengan calon konsumen. Sehingga kita dapat
memperoleh informasi akurat dari para konsumen, mengenai respon produk yang
kita tawarkan.
Keadaan di lapangan yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana
strategi promosi penjualan yang dijalankan restoran fast food khas luar negeri agar
menarik pelanggan sebanyk-banyaknya. Strategi promosi tersebut juga harus
tanggap terhadap gaya hidup para konsumennya. Maka dari itu, penulis tertarik
untuk meneliti pengaruh variabel gaya hidup konsumen dan strategi promosi
dengan tema penelitian, maka penulis membatasi lokasi penelitian di PT
Eatertaniment Indonesia Tbk. yang memegang lisensi hak usaha Papa Ron’s
Pizza.
1.2 Perumusan Masalah
Secara umum rumusan masalah penelitian ini adalah, apakah struktur
hubungan antara variabel gaya hidup konsumen dan strategi promosi penjualan
yang mempengaruhi variabel keputusan pembelian di restoran Papa Ron’s Pizza
didukung oleh fakta empirik?. Secara spesifik rumusan masalah tersebut dapat
dirinci sebagai berikut:
(1) Bagaimana deskripsi variabel gaya hidup konsumen, strategi promosi
penjualan, dan keputusan pembelian di Papa Ron’s Pizza?
(2) Apakah variabel gaya hidup konsumen, strategi promosi penjualan
sebagai variabel independen berpengaruh terhadap keputusan
pembelian di Papa Ron’s Pizza sebagai variabel dependen?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang pertama adalah untuk mengetahui gambaran atau
deskripsi konsumen yang menjadi pelanggan restoran Papa Ron’s Pizza ditinjau
dari segi gaya hidup dan tanggapannya terhadap strategi promosi penjualan
restoran. Kedua, penelitian ini ingin menganalisis besaran pengaruh variabel gaya
hidup konsumen dan strategi promosi penjualan terhadap variabel keputusan
pembelian suatu produk makanan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah
terhadap pengembangan teori-teori dalam ilmu manajemen pemasaran, khususnya
dalam manajemen pemasaran pada bisnis restoran cepat saji (fast food).
b. Manfaat Praktis
(1) Bagi para manajer restoran, hasil kajian ini bisa menambah wawasan
tentang praktek strategi promosi penjualan dengan mengakomodir
gaya hidup konsumen dengan tanpa mengurangi kualitas pelayanan
terhadap pelanggan.
(2) Bagi para pengambil kebijakan dalam bidang industri pariwisata di
DKI Jakarta, hasil kajian ini bisa dijadikan acuan pertimbangan bagi
perumusan kebijkan mengenai bisnis restoran cepat saji yang memang
berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
(3) Bagi khalayak umum, hasil kajian ini bisa memberikan wawasan
mengenai strategi yang dilakukan restoran cepat saji yang olahan
makanannya khas luar negeri dalam bersaing di dunia industri restoran
melalui strategi promosi penjualan yang memperhatikan gaya hidup
konsumennya.
1.5 Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang permasalahan penelitian, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara
Bab II Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan
dalam penelitian.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu: metode penelitian kuantitatif, teknik
pengumpulan dan analisis data (TPAD).
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini akan membahas hasil dari proses analisa dan
pemberian interpretasi data.
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
Manajemen pemasaran sebagai ujung tombak sebuah institusi bisnis tidak
ingin meraih keuntungan yang maksimal, maka mau tak mau ia harus mengerti
betul apa yang diinginkan oleh konsumen atau pelanggan. Hal ini ditegaskan oleh
Philip Kotler (2012: 6), yng menulis bahwa pemasaran adalah fungsi bisnis yang
mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan
mengukur seberapa besarnya, menentukan pasar-pasar target mana yang paling
baik dilayani oleh organisasi, dan menentukan berbagai produk, jasa dan program
yang tepat untuk melayani pasar tersebut. Jadi, pemasaran berperan sebagai
penghubung antara kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan pola jawaban
industri yang bersangkutan.
2.1 Tinjauan Tentang Keputusan Pembelian Konsumen
Konsep keputusan konsumen dalam membeli produk makanan dalam
penelitian ini diadaptasi dari teori keputusan pembelian oleh Kotler & Keller
(2012: 193). Terdapat enam tahap keputusan pembelian dilakukan oleh konsumen
(Pelanggan) yaitu:
1. Pemilihan Produk
Konsumen mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau
menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Dalam hal ini perusahaan
harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat
membeli produknya.
2. Pemilihan Merek
Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan
dibeli. Setiap merek mempunyai perbedaan tersendiri. Dalam hal ini
3. Pemilihan Saluran Pembelian
Konsumen harus mengambil keputusan tentang penyalur mana yang akan
dikunjungi. Setipa konsumen berbeda-beda dalam hal menentukan penyalur
biasanya dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah,
persediaan barang yang lengkap, kenyamanan belanja, keluasan tempat dan
sebagainya.
4. Jumlah Pembelian
Konsumen dapat mengambil keputusan seberapa banyak produk yang akan
dibelinya. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya
produk sesuai dengan kebutuhan konsumen.
5. Waktu Pembelian
Keputusan konsumen dalam waktu pembelian bisa berbeda-beda, misalnya:
ada yang membeli setiap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali, bahkan
satu bulan sekali tergantung kebutuhannya.
Dalam tahapannya evaluasi keputusan konsumen membentuk evaluasi
suatu produk, yang akan menimbulkan niat pembelian yang kemudian dua faktor
mempengaruhi sebelum akhirnya memutuskan dan melakukan keputusan
pembelian. Faktor yang pertama adalah Attitudes of Others atau sikap orang lain.
Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang akan disukai orang lain
akan bergantung pada dua hal yaitu : (1) intensitas sikap negatif orang lain
terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk
semakin dekat orang lain dengan konsumen, konsumen akan semakin mengubah
niat pembeliannya.
Terkait dengan Attitudes of Others atau sikap orang lain adalah peran yang
dimainkan oleh mediasi yang mepublikasikan evaluasi mereka. faktor kedua yang
dapat mempengaruhi keputusan pembelian adalah Unanticipated situational
factors atau faktor situasi situasi yang tidak teranrisipasi yang dapat muncul dan
mengubah niat pembeli.
Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen sangat bervariasi, ada
yang sederhana dan komplek. Kotler & Keller (2012:184) mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi lima tahapan
sebagai berikut:
1. Pengenalan Kebutuhan (Problem Recognition)
Proses pembelian diawali dengan pengenalan masalah atau kebutuhan.
Kebutuhan dapat timbul ketika pembeli merasakan adanya rangsangan
eksternal atau internal yang mendorong dirinya untuk mengenali kebutuhan.
Rangsangan internal timbul dari dalam diri manusia itu sendiri, sedangkan
dorongan eksternal berasal dari luar diri manusia atau lingkungan.
Kebutuhan mempunyai tingkat intensitas tertentu. Makin besar tingkat
intensitasnya, maka akan semakin kuat dorongan yang timbul untuk
menguranginya dengan jalan mencari obyek baru yang dapat memuaskan
kebutuhannya.
Konsumen yang merasakan rangsangan akan kebutuhannya kemudian akan
terdorong untuk mencari dan mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya.
Rangsangan tersebut dibagi dalam dua level. Level pertama adalah
penguatan perhatian dimana pada level ini orang hanya sekedar lebih peka
terhadap informasi produk. Level selanjutnya adalah pencarian informasi
secara aktif dimana pada level ini orang mulai mencari bahan bacaan,
menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk
tertentu. Sumber informasi konsumen dapat digolongkan menjadi empat
kelompok, yaitu sumber pribadi, sumber komersial, sumber publik, dan
sumber eksperimental. Melalui pengumpulan informasi yang didapat dari
berbagai sumber tersebut, konsumen kemudian dapat mempelajari
merekmerek yang bersaing beserta fitur merek tersebut.
3. Evaluasi Alternatif (Evaluation Of Alternatif)
Setelah menerima banyak informasi, konsumen akan mempelajari dan
mengolah informasi tersebut untuk sampai pada pilihan terakhir. Terdapat
banyak proses evaluasi atau penilaian konsumen terhadap produk. Namun
model yang terbaru adalah orientasi kognitif yang memandang konsumen
sebagai pembuat pertimbangan mengenai produk terutama berlandaskan
pada pertimbangan yang standar dan rasional. Untuk mengetahui proses
evaluasi yang dilakukan oleh konsumen perlu dipahami beberapa konsep
dasar yaitu :
Bobot pentingnya ciri bagi konsumen. Pemasar harus memahami bahwa
tidak setiap konsumen mementingkan suatu atribut produk.
Kepercayaan terhadap merek. Konsumen cenderung memperoleh
keyakinan bahwa setiap merek mempunyai kelebihan dalam atribut
tertentu berdasarkan pengalaman atau informasi yang diperoleh.
4. Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Jika keputusannya adalah membeli, maka konsumen harus mengambil
keputusan menyangkut merek, harga, penjual, kuantitas, waktu pembelian
dan cara pembayaran. Keputusan tersebut tidak terpaku harus dilakukan
melalui proses urutan seperti diatas, dan tidak semua produk memerlukan
proses keputusan tersebut. Misalnya barang keperluan sehari-hari seperti
makanan tidak perlu perencanaan dan pertimbangan membeli
5. Perilaku Pasca Pembelian (Postpurchase Behavior)
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami kepuasan atau
ketidakpuasan, hal ini akan mempengaruhi tindakan setelah pembelian.
Apabila konsumen memperoleh kepuasan maka sikap konsumen terhadap
produk tersebut menjadi lebih kuat atau sebaliknya. Para pemasar dapat
melakukan sesuatu dari konsumen yang merasa puas misalnya dengan
memasang iklan yang menggambarkan perasaan puas seseorang yang telah
memilih salah satu merek atau lokasi belanja tertentu.bagi konsumen yang
tidak puas, pemasar dapat memperkecil ketidakpuasan tersebut dengan cara
pelayanan tambahan terhadap konsumen dan sebagainya. Kotler & Keller
(2012:188).
Dari uraian di atas, maka keputusan pembelian dapat didefinisikan sebagai
hasil pemilihan konsumen terhadap dua atau lebih alternatif pilihan produk suatu
perusahaan.
2.2 Tinjauan Tentang Gaya Hidup (Lifestyle) Konsumen
Menurut Philip Kotler (2007: 178) para konsumen membuat keputusan
mereka tidak dalam sebuah tempat yang terisolasi dari lingkungan sekitar.
Perilaku membeli mereka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan,
sosial, pribadi, dan psikologis. Dan dari faktor pribadi ada faktor gaya hidup
konsumen yang ikut mempengaruhi keputusannya dalam membeli suatu produk.
Selanjutnya Kotler (2007: 192) mengemukakan bahwa :
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia.
Assael (Caroline Felicia Christine Lawalata 2010 : 16) mengungkapkan
bahwa gaya hidup adalah :
A mode of living that is identified by how people spend their time(activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions). Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini).
Sedangkan menurut Susanto (Yulia Widiastuti, 2009 : 1) gaya hidup
khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya.
Mowen & Minor (2002: 282) mengemukakan bahwa gaya hidup (lifestyle)
didefinisikan secara sederhana sebagai bagaimana seseorang hidup. Gaya hidup
menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan
uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka.
Dari uraian di atas maka yang dimaksud gaya hidup adalah pola seseorang
yang ditunjukkan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan
uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktunya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya hidup seseorang menurut Amstrong (Nugraheni, 2003 dalam
Mutia Rahayu, 2011: 11) ada 2, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
(internal) dan faktor yang berasal dari luar individu (eksternal). Faktor internal
meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan
persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas
sosial, dan kebudayaan.
Sedangkan dalam perspektif ekonomi, gaya hidup adalah bagaimana
seseorang mengalokasikan pendapatannya dan memilih produk atau jasa dan
berbagai pilihan lainnya ketika memilih alternatif dalam satu kategori jenis
produk yang ada (Tatik Suryani, 2008 : 73). Gaya hidup adalah suatu unsur yang
luas dan menyeluruh, namun menurut Josep Plumer (Tatik Suryani, 2008 : 74)
segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas-aktivitas manusia dalam:
a) Bagaimana mereka menghabiskan waktunya.
b) Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya.
d) Karakter-karakter seperti daur kehidupan, penghasilan, pendidikan, tempat
tinggal.
Selain itu, dalam penentuan gaya hidup menurut Susan Fournier, David
Antes, dan Glenn Beaumier (dalam John C. Mowen dan Michael Minor, 2002):
295) terdapat sembilan gaya hidup konsumsi :
1) Funcionalists. Menghabiskan uang untuk hal-hal yang penting. Pendidikan
rata-rata, pendapatan rata-rata, kebanyakan pekerja kasar (buruh). Berusia
kurang dari 55 tahun dan telah menikah serta memiliki anak;
2) Nurturers. Muda dan berpendapatan rendah. Mereka berfokus pada
membesarkan anak, baru membangun rumahtangga dan nilai-nilai
keluarga. Pendidikan diatas rata-rata;
3) Aspirers. Berfokus pada menikmati gaya hidup tinggi dengan
membelanjakan sejumlah uang di atas rata-rata untuk barang-barang
berstatus, khususnya tempat tinggal. Memiliki karakteristik “Yuppie”
klasik. Pendidikan tinggi, pekerja kantor, menikah tanpa anak;
4) Experientials. Membelanjakan jumlah di atas rata-rata terhadap
barang-barang hiburan, hobi, dan kesenangan (convenience). Pendidikan rata-rata,
tetapi pendapatannya diatas rata-rata karena mereka adalah pekerja kantor;
5) Succeeders. Rumah tangga yang mapan. Berusia setengah baya dan
berpendidikan tinggi. Pendapatan tertinggi dari kesembilan kelompok.
Menghabiskan banyak waktu pada pendidikan dan kemajuan diri.
Menghabiskan uang di atas rata-rata untuk hal-hal yang berhubungan
6) Moral majority. Pengeluaran yang besar untuk organisasi pendidikan,
masalah politik dan gereja. Berada pada tahap empty-nest. Pendapatan
tertinggi kedua. Pencari nafkah tunggal;
7) The golden years. Kebanyakan adalah para pensiunan, tetapi
pendapatannya tertinggi ketiga. Melakukan pembelian tempat tinggal
kedua. Melakukan pengeluaran yang besar pada produk-produk padat
modal dan hiburan;
8) Sustainers. Kelompok orang dewasa dan tertua. Sudah pensiun. Tingkat
pendapatan terbesar dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari dan alkohol.
Pendidikan rendah, pendapatan terendah kedua;
9) Subsisters. Tingkat sosial ekonomi rendah. Persentase kehidupan pada
kesejahteraan di atas rata-rata. Kebanyakan merupakan keluarga-keluarga
dengan pencari nafkah dan orang tua tunggal jumlahnya di atas rata-rata
kelompok minoritas.
Gaya hidup juga identik dengan kelas sosial dalam masyarakat. Kelas
sosial adalah suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai
kedudukan yang seimbang dalam masyarakat (Anwar Prabu Mangkunegara,
2002: 42). Dalam hubungannya dengan perilaku konsumsi, maka gaya hidup
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Kelas sosial atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang
mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap (toko serba ada,
supermarket), konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli
2) Kelas sosial menengah cenderung membeli barang untuk menampakkan
kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dengan
kualitas memadai. Berkeinginan membeli barang yang mahal dengan
sistem kredit, misalnya membeli kendaraan, rumah mewah, apartemen;
3) Kelas sosial rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan
kuantitas daripada kualitas. Pada umumnya mereka membeli barang untuk
kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang
diobral atau penjualan dengan harga promosi.
Dari berbagai kelas sosial tersebut, muncul beberapa kemungkinkan
adanya gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif menurut Jhon A Walker (R.
Dendi D, 2009) mempunyai beberapa sifat, yaitu :
Gaya hidup sebagai sebuah pola, yaitu sesuatu yang dilakukan atau tampil
secara berulang-ulang;
Mempunyai massa atau pengikut sehingga tidak ada gaya hidup yang
bersifat personal;
Mempunyai daur hidup (life-cycle), artinya ada masa kelahiran, tumbuh,
puncak, surut, dan mati.
Gaya hidup seorang pengusaha dan pejabat akan berbeda dengan gaya
hidup seorang musisi ataupun mahasiswa. Gaya hidup mahasiswa dapat
ditunjukkan melalui bagaimana mereka belajar, bagaimana mereka bermain,
bagaimana mereka bergaul di kalangan masyarakat, kampus atau dimana mereka
memenuhi kebutuhan hidup lainnya.
Suatu restoran untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap
konsumen memerlukan salah satu elemen dari bauran pemasaran yaitu promosi.
Promosi juga berperan untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan
dengan pasar yang dituju melalui penyampaian informasi mendidik, membujuk,
atau mengingatkan konsumen akan manfaat suatu produk.
Berikut ini adalah pengertiaan promosi dari berbagai ahli : A No
Promotion is the element in a organization marketing
mix that serve to inform, persuade and remind the market of the organization and or its product. dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk jasa.
Berdasarkan definisi menurut para ahli dapat diketahui bahwa promosi
adalah aktivitas pemasaran suatu perusahaan yang mempunyai tujuan untuk
meyakinkan dan menarik pelanggan tentang produk perusahaan. Tujuan utama
dari promosi adalah menginformasikan, membujuk dan mengingatkan pelanggan
tentang sasaran perusahaan dan bauran pemasarannya. Tujuan yang lebih spesifik
Promotional purposes, namely to increase sales volume of sales, increasing the purchase of try, to improve the re-purchase, increase loyalty, expand functionaly, create intrest, create awarness, distract attention from the price, get the support from brokers, making descrimination of the user.
Menurut Kotler dan Keller (2012:25), promosi terdiri dari 5 macam, yakni:
Iklan, Promosi Penjualan, Hubungan Masyarakat, Penjualan Personal serta Direct
Marketing & Online Marketing
Promosi penjualan merupakan intensif jangka pendek untuk mendorong
pembelian atau penjualan produk atau jasa (Kotler dan Amstrong, 2012:204).
Promosi penjualan minimal memiliki tiga manfaat yang berbeda, yaitu :
a) Komunikasi yaitu promosi penjualan menarik perhatian dan biasanya
memberikan informasi yang dapat mengarahkan konsumen kepada
produk.
b) Intensif yaitu promosi penjualan menggabungkan sejumlah kebebasan,
dorongan, atau kontribusi yang memberi nilai bagi konsumen.
c) Ajakan yaitu promosi penjualan meruapakan ajakan untuk melakukan
transaksi pembelian sekarang.
Menurut Tjiptono, Candra, Andriana (2008:519), langkah-langkah dalam
promosi penjualan dikenal dengan 6M, yaitu :
1. Menentukan tujuan, terdiri dari tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan
umum bersumber pada tujuan komunikasi pemasaran, untuk mempercepat
respon pasar yang ditargetkan. Sedangkan tujuan khusus terdiri dari tujuan
2. Menyeleksi alat-alat, maksudnya memilih alat promosi penjualan dengan
memperhitungkan jenis pasar, tujuan promosi, keadaan pesaing, dan
strategi biaya untuk setiap produk.
3. Menyusun program promosi.
4. Melakukan pengujian pendahuluan atas program, dapat dilakukan dengan
menyusun berbagai peringkat promosi atau dilakukan di daerah tertentu
yang luasnya terbatas.
5. Melaksanakan dan mengendalikan program, dimana harus memperhatikan
waktu persiapan, yaitu mulai sejak program sampai saat program
diluncurkan, dan waktu penjualan, yaitu mulai saat barang dikeluarkan
sampai pada barang tersebut di tangan konsumen.
6. Mengevaluasi hasil, evaluasi hasil promosi sangat penting untuk
mengetahui sejauh mana strategi promosi dan sejauh mana tujuan telah
tercapai. Sales promotion pada industri makanan merupakan insentif
dalam jangka waktu pendek untuk merespon pasar agar membeli produk
makanan tersebut.
2.4 Kerangka Pemikiran
Konsumsi merupakan suatu kegiatan yang tidak akan pernah lepas dari
manusia selaku makhluk hidup yang senantiasa tumbuh dan berkembang.
Manusia sebagai konsumen selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari dengan cara mengkonsumsi berbagai barang dan jasa. Baik itu
sandang, pangan, pendidikan, bahkan life style. Sebagai makhluk sosial yang
ditunjukkan oleh seseorang lebih mengacu pada keinginannya untuk menonjolkan
gaya hidup atau sekedar untuk diterima oleh lingkungan, tanpa mementingkan
aspek-aspek manfaat yang diperolah dari apa yang dikonsumsinya tersebut.
Untuk mendapatkan keputusan pembelian maka suatu institusi bisnis
membuat strategi pemasaran dengan cara segmentasi pasar melauli lifestyle atau
analisis gaya hidup (Kotler & Keller 2012: 157). Kasali (2005:225) menyatakan bahwa “Gaya hidup akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk berpilaku dan
akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang.” Silvya (2009:3)
mengungkapkan bahwa “Gaya hidup yang merupakan bagian dari perilaku
konsumen dalam melakukan pembelian”. Danziger dalam Bernard (2009:43-44)
mengutarakan bahwa “Konsumen termotivasi dalam berbelanja karena unsur dan
dorongan kebutuhan yang muncul karena lifestyle”. Menurut Kotler & Keller
(2012:172)”Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli , pekerja dan
keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep serta gaya hidup dan nilai”.
Setelah ditemukan strategi pemasaran melalui analisis lifestyle, maka
langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat rancangan program
promosi penjualan yang down to earth, dalam artian menyentuh langsung
kebituhan dan keinginan pelanggan. Strategi promosi penjualan tersebut harus
dibuat berdasarkan pangsa pasar yang loyal terhadap produk yang dihasilkan.
Pada akhirnya, keputusan konsumen untuk membeli suatu produk
dipengaruhi oleh gaya hidup (lifestyle) yang mendasarkan pada citra merek,
Ryx1x
promosi agar terjadi peningkatan loyalitas pelanggan. Maka dari itu disusunlah
kerangka pemikiran penelitian ini seperti gambar di 2.1 di bawah.
Gambar 2.1
Pengaruh Antar Variabel 2.5 Hipotesis Penelitian
Dari asumsi penelitian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah
“Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya hidup konsumen dan
strategi promosi penjualan terhadap keputusan pembelian pada restoran Papa
Ron’s Pizza”. Hipotesis tersebut kemudian diturunkan menjadi hipotesis kerja atau
subsub hipotesis berikut:
1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya hidup
konsumen (X1) terhadap keputusan pembelian (Y).
2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara strategi promosi
penjualan (X2) terhadap keputusan pembelian (Y).
3. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya hidup
konsumen (X1) dan strategi promosi penjualan (X2) secara bersama-sama