• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Power dalam Hubungan Internasiona

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Power dalam Hubungan Internasiona"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

POWER POLITICS: HARD POWER, TANGIBLE & INTANGIBLE

POWER

Oleh: Budi Hartono

Power merupakan kata kunci yang paling sering ditemukan di dalam studi

hubungan internasional. Power digunakan sebagai konsep yang dikenal dengan

kekuasaan politik (power politics). Power berbagi peran dengan konsep ‘negara’ sejak

lahirnya disiplin ilmu hubungan internasional dan dianggap sebagai konsep dasar dari

hubungan internasional.1 Tujuan suatu negara dan power tidak dapat dipisahkan.

Dengan kata lain, tujuan dari setiap aktor (negara) adalah power. 2 Arnold

Schwarzenberger melihat bahwa power merupakan salah satu faktor utama dalam

hubungan internasional. Menurutnya negara-negara dalam suatu sistem internasional

akan melakukan apa yang mereka ingin kuasai secara fisik daripada apa yang seharusnya

mereka lakukan secara moral.3 Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Thucydides di

dalam karyanya yang berjudul “The Peloponnesian War” yang menyatakan bahwa di

dalam hubungan internasional, “might makes right.”4

Akan tetapi, power bukanlah sesuatu yang bersifat destruktif, liar, dan statis.

Power merupakan perpaduan antara pengaruh persuasif dan kekuatan koersif.5 Menurut

Richard Ned Lebow dalam karyanya yang berjudul “The Long Peace, The End of the Cold

War, and the Failure of Realism” mengartikan power sebagai fungsi dari jumlah

penduduk, teritorial, kapabilitas ekonomi, kekuatan militer, stabilitas politik dan

kepiawaian diplomasi internasional.6 Power suatu negara tidak hanya mencakup

kekuatan militer melainkan tingkat teknologi yang dikuasai, sumber daya alam, bentuk

pemerintahan dan kepemimpinan politik dan ideologi.7

      

1 Scott Burchil dan Andrew Linklater, (1996), Teori-Teori Hubungan Internasional, Bandung: Nusa

Media, hlm. 242.

2 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, (2005), Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 13.

3Ibid,.

4 Baylis, Wirtz, Cohen dan S. Gray, (2002), Strategy in the Contemporary World: An Introduction to

Strategic Studies, New York: Oxford, hlm. 7.

5 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, loc. cit.

6 Richard Ned Lebow, (1994), Long Peace, The End of the Cold War, and the Failure of Realism,

International Organization. Vol.48. No.2, hlm. 249-277. Dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, (2005), Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 13.

(2)

Definisi mengenai power

Terdapat beberapa definisi mengenai power. Robert A. Dahl dalam karyanya

yang berjudul, “Modern Political Analysis” mendefinisikan power sebagai, “the ability to

get another actor to do what it would not otherwise have done (or not to do what it

would have done).”8

Robert A. Dahl mendefinisikan power sebagai kemampuan untuk

membuat aktor lain bertindak apa yang tidak diinginkannya (atau tidak bertindak apa

yang diinginkannya). Sehingga, jika aktor mendapatkan apa yang ia inginkan, maka ia

harus memiliki kekuatan (powerful).

Selain itu, Bruce Russett, Harvey Starr, David Kinsella dalam bukunya yang

berjudul “World Politics The Menu for Choice” mengartikan power sebagai, “the ability to

have an impact on the behavior of other actors – to affect the opportunities available to

others and their willingness to choose particular courses of action.”9

Mereka mengartikan

power sebagai Kemampuan untuk memberikan dampak terhadap perilaku aktor-aktor

lain, atau power sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kesempatan yang tersedia

bagi orang lain dan kemauan mereka untuk memilih perilaku tertentu dari suatu

tindakan.

Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan dalam buku “International Relations: The

Key Concepts mendefinisikan power sebagai, “state’s ability to control, or at least

influence, other states or the outcome of events.”10

Martin Grffiths dan Terry O’Callaghan

mengartikan power sebagai kemampuan negara untuk mengontrol, atau setidaknya

mempengaruhi, negara lain. Selain itu, Martin dan Terry mengartikan power sebagai, “a

capacity of action.” 11

Mereka pun menyatakan bahwa, power, like money, is

instrumental, to be used primarily to achieving or defending other goals, which could

include prestige, territory, or security.”12 Mereka menyatakan power, seperti uang,

merupakan instrumen, yang digunakan mendapatkan atau mempertahankan tujuan,

dimana termasuk harga diri, wilayah, dan keamanan. Untuk mencapai tujuan tersebut,

maka negara dapat menggunakan pengaruh, persuasi atau memberikan reward,

ancaman, dan penggunaan kekuatan (use of force).

      

8 Dahl, Robert A., (1970), Modern Political Analysis, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 2nd ed.

Dalam Joshua S. Goldstein, (2004), International Relations,Washington, D. C.: American University, hlm. 73.

9 Bruce Russett, Harvey Starr, David Kinsella, (2010), World Politics The Menu for Choice,

Wadsworth: Cengange Learning,hlm. 106.

10 Martin Griffiths & Terry O’Callaghan, (2002), International Relations: The Key Concepts, London:

Routledge, hlm. 253.

(3)

Joshua S. Goldstein di dalam bukunya yang berjudul “International Relations”

mendefinisikan power sebagai, “the ability to influence the behavior of others. Military

force and economic sanctions are among the various means states use to try to influence

each other.”13

Joshua S. Goldstein mendefinisikan power sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi perilaku lain (aktor). Kekuatan militer dan sanksi ekonomi merupakan

pilihan yang digunakan negara untuk mencoba mempengaruhi aktor lain.

Daniel S. Papp di dalam bukunya yang berjudul “Contemporary International

Relations: Framework for Understanding” mendefinisikan power sebagai, “the ability of

any actor to persuade, influence, force, or otherwise induce another actor to undertake

an action or change an objective that the latter would otherwise prefer not to do.”14

Daniel S. Papp mendefinisikan power sebagai kemampuan dari aktor untuk melakukan

persuasi, pengaruh, paksaan, atau mendorong aktor lain untuk melakukan suatu

tindakan atau mengubah suatu tujuan yang seharusnya tidak lakukan (oleh aktor

tersebut).

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa power merupakan

kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi atau mengontrol negara lain untuk

mendapatkan atau mempertahankan tujuan negara (kepentingan nasional) yaitu harga

diri (prestige), wilayah, dan keamanan; menggunakan pengaruh, persuasi, memberikan

reward, ancaman, dan penggunaan kekerasan (use of force) melalui kekuatan militer dan

sanksi ekonomi sehingga membuat negara lain bertindak apa yang tidak diinginkannya.

Definisi dari hard power

Di dalam power politics terdapat dua jenis power yaitu hard power dan soft

power. Akan tetapi pada tulisan ini hanya akan berfokus pada salah satunya yaitu hard

power. Dari definisi mengenai power di atas, secara implisit telah menjelaskan mengenai

penggunaan power oleh suatu aktor terhadap aktor lain. Adapun penggunaan hard

power tersebut seperti paksaan dan sanksi. Namun untuk lebih mengetahui mengenai

hard power, berikut merupakan definisi-definisi mengenai hard power.

Joseph S. Nye dalam artikel yang berjudul “Get Smart: Combining Hard and Soft

Power” secara singkat mendefinisikan hard power sebagai, “the use of coercion and

payment.”15 Selain itu, Ikram Sehgal dalam artikel yang berjudul “Power: Hard, Soft and

      

13 Joshua S. Goldstein, (2004), International Relations,Washington, D. C.: American University,

hlm. 73.

14 Daniel S. Papp, (1984), Contemporary International Relations: Framework for Understanding,

New York: Macmillan Publishing Company, hlm. 355.

15Foreignaffairs, (2009, Juli/Agustus), “Get Smart: Combining Hard and Soft Power,”

(4)

Smart” mengartikan penggunaan hard power seperti, “power politics, force, and

violence.”16 Menurut Ikram adapun penggunaan hal-hal tersebut mengacu pada kekuatan

militer yang dimiliki suatu negara.

Sedangkan penggunaan hard power menurut Christian Wagner dalam karyanya

yang berjudul “From Hard Power to Soft Power? Ideas, Interaction, Institutions, and

Images in India’s South Asia Policy” seperti, “military intervention, coercive diplomacy,

and economic sanctions.”17 Wagner melihat bahwa pola dari penggunaan hard power

seperti intervensi militer, diplomasi yang bersifat paksaan, dan sanksi ekonomi.

Penjelasan lebih lengkap mengenai hard power diberikan oleh Daryl Copeland dalam

artikel yang berjudul “Hard Power Vs Soft Power” menjabarkan mengenai definisi, tujuan

tehnik, nilai, ethos dari hard power. Adapun penjabaran Copeland mengenai hard power

seperti,

Definitions: Hard power is about compelling your adversary to comply with your will trough the threat or use of force. Objectives: Hard power seeks to kill, capture, or defeat an enemy. Techniques: Hard power relies ultimately on sanctions and flows from the barrel of a gun. Values: Hard power is macho, absolute, and zero sum. Ethos: Hard power engenders fear, anguish, and suspicion.”18

Penjelasan Copeland di atas menyatakan bahwa definisi dari hard power adalah

tentang bagaimana meyakinkan musuh Anda untuk mematuhi Anda melalui ancaman

dan penggunaan kekerasan. Tujuan dari hard power berusaha untuk membunuh,

menangkap, atau mengalahkan musuh. Teknik yang digunakan dalam hard power seperti

sanksi terhadap ekonomi dan penggunaan senjata. Nilai yang dianut dalam hard power

adalah bersifat mutlak (zero sum-game). Etos dari hard power seperti menimbulkan rasa

takut, penderitaan, dan rasa saling curiga. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa hard power merupakan penggunaan paksaan, sanksi, kekuatan, dan paksaan

melalui intervensi militer, diplomasi paksaan, dan sanksi ekonomi.

      

16Internationalthenews, (2013, 28 November), “Power: hard, soft and smart,”

http://www.thenews.com.pk/Todays-News-9-216746-Power-hard-soft-and-smart diakses 17 April 2014.

17 Christian Wagner, (2005), From Hard Power to Soft Power? Ideas, Interaction, Institutions, and

Images in India’s South Asia Policy, Heidelberg: Universitatsbibliothek Heidelberg.

18Themark, (2010, 2 Februari) “Hard Power Vs. Soft Power)

(5)

Perbedaan power yang bersifat tangible dan intangible

Power tidak mempengaruhi dirinya sendiri, namun power merupakan

kemampuan atau potensi untuk mempengaruhi aktor lain. Akademisi HI memiliki

keyakinan bahwa potensi tersebut didasarkan pada kapabilitas negara maupun

karakteristik negara yang bersifat tangible dan intangible.19 Berikut merupakan

definisi-definisi dari kapabilitas power yang bersifat tangible dan intangible.

Menurut Joshua. S Goldstein dalam karyanya yang berjudul “International

Relations” menyatakan power yang bersifat tangible antara lain; populasi, teritori,

kekuatan militer, tingkat teknologi, ekonomi (melalui GDP).20 Sedangkan power yang

bersifat intangible antara lain; national will, diplomatic skill, popular support for the

government (its legitimacy).21 Selain itu, Goldstein turut menambahkan the power of

ideas yaitu kemampuan untuk memaksimalkan pengaruh melalui proses psikologi. Proses

ini termasuk kapabilitas dalam memobilisasi masyarakat menggunakan agama, ideologi,

atau nasionalisme.22

Selain itu, Ray S. Cline, mantan Direktur Intelijen dan Penelitian di Departemen

Luar Negeri dan Wakil Direktur Intelijen untuk Central Intelligence Agency (CIA),

menyatakan bahwa power yang bersifat tangible antara lain; populasi, teritori, kapabilitas

ekonomi, dan kapabilitas militer. Sedangkan power yang bersifat intangible antara lain;

strategic purpose dan will to pursue national strategy.23

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa power yang bersifat tangible

adalah populasi, teritori, kekuatan militer, tingkat teknologi, dan kapabilitas ekonomi

(dilihat melalui GDP). Sedangkan power yang bersifat intangible adalah national will,

diplomatic skill, popular support for the government (its legitimacy), strategic purpose

dan will to pursue national strategy.

      

19 Joshua S. Goldstein, loc. cit. 20Ibid,.

21Ibid,. 22Ibid,.

23 Daniel S. Papp, (1984), Contemporary International Relations: Framework for Understanding,

New York: Macmillan Publishing Company, hlm. 350-351.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Soekanto (1998), menyatakan bahwa kepercayaan merupakan suatu perasaan yang dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat

Arti penting ekonomi koperasi adalah adanya perbedaan pokok antara koperasi dengan organisasi ekonomi lain, bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi dimana anggota

Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Dengan kata lain, dalam rangka

Faktor-faktor penyebab kegagalan konsep PPP antara lain, karena adanya hambatan perdagangan internasional, adanya komoditi yang tidak diperdagangkan secara

Berdasarkan analisis hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dengan kecenderungan post power syndrome pada

Berdasarkan uraian-uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja antara lain: faktor kepribadian, faktor lingkungan antara lain;

Dengan demikian maka, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima pada taraf signifikan = 0,05 dengan kata lain terdapat hubungan yang agak signifikan antara Explosive

Dalam kesempatan lain Menteri Pertahanan juga menyampaikan bahwa metode operasional perang mindset dilakukan melalui infiltrasi ke dalam dimensi intelijen, militer, pendidikan, ekonomi,