• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI KELUARGA POLA PENGASUHAN ANAK (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMUNIKASI KELUARGA POLA PENGASUHAN ANAK (1)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

Judul penelitian:

KOMUNIKASI KELUARGA, POLA PENGASUHAN ANAK BALITA

DAN REMAJA, SERTA MODEL KOMUNIKASI TRANSFORMASI

NILAI-NILAI BUDAYA PADA KELUARGA ETNIS BETAWI

(Masyarakat Betawi di Jakarta dan Bekasi)

Laporan Penelitian Tahun Pertama

KOMUNIKASI DAN POLA PENGASUHAN ANAK BALITA DAN REMAJA YANG TERJADI DALAM KELUARGA BETAWI DI JAKARTA DAN BEKASI

PENANGGUNGJAWAB PROGRAM

DR. AFRINA SARI. M.Si

NIDN: 0317046803

DIPA DP2M : NO KONTRAK; 0889/K4/ KL/ 2013

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : KOMUNIKASI KELUARGA, POLA PENGASUHAN

ANAK BALITA DAN REMAJA, SERTA MODEL KOMUNIKASI TRANSFORMASI NILAI-NILAI BUDAYA PADA KELUARGA ETNIS BETAWI

Judul tahun pertama : KOMUNIKASI DAN POLA PENGASUHAN ANAK

BALITA DAN REMAJA YANG TERJADI DALAM KELUARGA BETAWI DI JAKARTA DAN BEKASI. 2. Peneliti Utama

a. Nama Lengkap : Dr. Afrina Sari. M.Si

b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. NIDN : 0317046803

d. Pangkat/Golongan : Lektor/IIIC e. Jabatan Struktural : Dosen Tetap f. Jabatan Fungsional : Lektor

g. Fakultas/Jurusan : FKSB/Ilmu Komunikasi

h. Pusat Penelitian : LPPM Universitas Islam “45” Bekasi

i. Alamat : Jln. Cut Meutia No.83. gedung PUSKOTDA

Universitas Islam “45 Bekasi

j. Telpon/Faks : 021-8801027/ 8801192

k. Alamat Rumah : Pondok Ungu Permai Blok MM.2 No. 4

Rt.03/RW026 Kelurahan Kaliabang Tengah Bekasi Utara.

l. Telpon rumah/email : 021- 8881781/afrina.sari@yahoo.co.id

Lama penelitian : 2 tahun

a) Tahun pertama: Rp.

Biaya dari Instansi lain :

-Mengetahui, Bekasi, 20 Desember 2013

Dekan Fakultas Komunikasi Sastra dan Bahasa Ketua Peneliti

Andi Sopandi. M.Si Dr. Afrina Sari. M.Si

45.1.20.06.1997.100 45.1.01.04.2009.008

Menyetujui,

Ketua LPPM Universitas Islam “45” Bekasi

Rusham. SE.MM I. Identitas dan Uraian Umum

(3)

yang terjadi dalam keluarga Betawi di Jakarta dan Bekasi

1. Ketua Peneliti :

a. Nama lengkap : Dr. Afrina Sari.M.Si

b. Jabatan : Dosen Tetap

c. Jurusan/Fakultas : Ilmu komunikasi/Fakultas Komunikasi Sastra dan Bahasa (FKSB)

d. Perguruan Tinggi : Universitas Islam “45” Bekasi

e. Alamat Surat : Universitas Islam “45” Bekasi Jln. Cut Meutia N0.83 Bekasi

3. Objek Penelitian: Masyarakat Betawi tentang: Pola-pola komunikasi dalam pengasuhan anak Balita dan remaja.

Tahun pertama: Komunikasi dan pola pengasuhan anak Balita dan remaja yang terjadi dalam keluarga Betawi Jakarta dan Bekasi.

6. Lokasi Penelitian : Kampung Ujung Harapan Bekasi, Jakarta Timur (Condet), Jakarta Utara (Kampung Tugu).

7. Temuan ;

(4)

didapat dari generasi sebelumnya. Rata-rata masyarakat Betawi di kampung Tugu ada yang beragama Nasrani, sebagian beragama Islam. Pengaruh Budaya Portugis masih ada dalam perayaan natal bagi umat nasrani yang ada di kampung Tugu. Bagi Masyarakat yang beragama Islam mengikuti cara-cara islam dalam mengembangkan pola pengasuhan pada keluarga. Masyarakat Betawi di kampung Condet Jakarta Timur, lebih mengembangkan cara-cara tradisi keluarga yang di pengaruhi oleh cara-cara Budaya Arab. Masyarakat betawi yang tinggal di Kampung Condet beragama Islam, dan lebih mengembangkan cara-cara kehidupan Islami. Begitu juga Masyarakat Betawi di kampung ujung Harapan Bekasi, lebih mengembangkan cara-cara dan tradisi keislaman yang di warisi dari generasi sebelumnya. Masyarakat kampung Ujung Harapan di pengaruhi oleh K.H Nur Ali, yaitu Kiai yang mengembangkan Islam di Bekasi, dan mengembangkan pendidikan bagi masyarakat ujung harapan Bekasi. Hampir seluruh masyarakat Ujung harapan Bekasi adalah Islam. Pola-pola pengasuhan anak lebih di dominasi dengan cara-cara Islam. Pola pengasuhan dengan konsistensi dalam mendidik jika di bandingkan antara Balita dan Remaja, masyarakat di kampung tugu lebih Dominan mendidik anak remaja, sedangkan masyarakat Kampung condet dan kampung ujung harapan mengarahkan konsistensi mendidik pada anak Balita dan anak remaja.

Metode:

Metode yang di pakai adalah metode survei dan observasi yang disertai dengan wawancara mendalam (indept interview) terhadap objek penelitian.

Teori:

Teori yang dipakai adalah teori komunikasi interpersonal, teori interaksionisme simbolik serta teori fungsional struktural.

Antisipasi yang di kontribusi untuk Ilmu Komunikasi:

Memberikan kajian baru tentang model komunikasi dalam keluarga budaya seperti Betawi. Akan memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu komunikasi budaya. Selain itu akan menghasilkan model komunikasi interpersonal budaya Betawi.

8. Jurnal Ilmiah yang menjadi sasaran:

Jurnal Ilmu Komunikasi FISIP UPN VETERA, Yokyakarta. 9. Instansi lain yang terlibat : tidak ada

10. Keterangan lain yang dianggap perlu:

Jika Memungkinkan akan di terbitkan dalam Jurnal Internasional.

11. Kontribusi mendasar pada bidang Ilmu yaitu dengan menemukan pola komunikasi dalam pengasuhan anak balita dan remaja, terutama Komunikasi interpersonal dalam pembinaan anak balita di masa tumbuhkembang dan remaja.

ABSTRACT

(5)

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pengasuhan. 4). Menemukan model komunikasi dalam pengasuhan. Metode penelitian dilakukan secara survei dan observasi langsung di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pola komunikasi yang dilakukan keluarga Betawi di Kampung Condet Jakarta Timur lebih mengembangkan sikap empati kepada remaja dan mengembangkan sikap sportif kepada anak balita. Pola komunikasi pada keluarga betawi di kampung Tugu menunjukkan bahwa keluarga mengembangkan sikap sportif kepada remaja. Pola komunikasi pada keluarga di kampung Ujung Harapan Bekasi menunjukkan bahwa keluarga mengembangkan sikap terbuka pada anak balita, mengembangkan sikap sportif pada anak balita dan sikap sportif pada anak remaja. 2) Faktor –faktor komunikasi yang berhubungan secara signifikan dengan pola pengasuhan anak balita dan remaja di kampung condet adalah; 1) sikap empati pada remaja 2) sikap sportif pada balita. Faktor komunikasi yang berhubungan secara signifikan di kampung Tugu adalah sikap sportif pada remaja, sedangkan faktor komunikasi yang berhubungan secara signifikan di kampung Ujung Harapan Bekasi adalah 1) sikap terbuka pada balita dan 2) sikap sportif pada balita dan 3) sikap sportif pada remaja.

Keyword: Komunikasi, Pola pengasuhan, Sikap Empati, sikap Sportif.

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang

Betawi adalah nama suku bangsa di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Menurut garis besarnya, wilayah Budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Betawi Tengah atau Betawi Kota dan Betawi Pinggiran. Yang termasuk wilayah Betawi Tengah merupakan kawasan yang pada zaman akhir Pemerintah kolonial Belanda termasuk wilayah Gemeente Batavia, kecuali beberapa tempat seperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedangkan daerah- daerah lain diluar daerah tersebut, terutama daerah-daerah diluar wilayah DKI Jakarta, merupakan wilayah budaya Betawi Pinggiran, yang pada masa lalu oleh orang Betawi Tengah biasa disebut Betawi Ora. Pembagian kedua wilayah budaya itu bukan semata-mata berdasarkan geografis, melainkan berdasarkan ciri-ciri budayanya, termasuk bahasa dan kesenian tradisi yang didukungnya. Menurut garis besarnya dialek Betawi dapat dibagi menjadi dua sub dialek, yaitu sub dialek Betawi Tengah dan sub dialek Betawi Pinggiran. Etnik Betawi dalam penelitian ini adalah suku bangsa Betawi yang tinggal di Jakarta dan Bekasi.

(6)

bahasa, makanan, dan kesenian, terutama dalam irama lagu, dan nama alat musik Gambang Rancak. Pengaruh Belanda teralihat dalam mata pencaharian, pendidikan, dan lain-lain. Masyarakat Betawi juga memiliki kepercayaan selain percaya kepada Agama Islam, terdapat juga kepercayaan masyarakat kepada makhluk-makhluk halus. Hubungan kepercayaan dan cara dalam pengasuhan lebih di pengaruhi oleh kepercayaan yang dimiliki masyarakat. Peran kerabat dalam kehidupan dan hubungan sosial memegang peran yang sangat penting. Pola pengasuhan dan pola transformasi ini sangat di pengaruhi oleh fungsi dan peran kerabat atau anggota keluarga inti dan batih (Supriatna, 2008).

Keragaman budaya yang mempengaruhi masyarakat budaya Betawi baik yang tinggal di Jakarta dan Bekasi, berakibat kepada akan memunculkan banyak cara berkomunikasi dalam pengasuhan terhadap anak dan remaja dalam lingkungan keluarga. Sehingga akan memunculkan banyak pola-pola pengasuhan dan pola-pola berkomunikasi dalam keluarga. Selain Keragaman budaya yang mempengaruhi budaya Betawi, kepercayaan kepada tuhan yang Maha Esa juga mempunyai peran penting dalam mempengaruhi masyarakat budaya Betawi dalam mentransformasikan nilai-nilai budaya kepada anak dan remaja pada keluarga Betawi Jakarta dan Bekasi. Sehingga akan memuncul beragam pola transformasi nilai-nilai yang dilakukan keluarga Betawi Jakarta dan Bekasi.

Permasalahan

Konsep komunikasi dan pola pengasuhan anak usia balita dan remaja dalam keluarga Betawi Jakarta dan Bekasi meliputi cara orangtua melakukan interaksi dengan anak balita dan remaja yang mereka miliki. Cara ini akan bisa muncul dengan bermacam ragam. Sehingga dampaknya adalah pada kepribadian anak di kala berinteraksi dengan oranglain diluar anggota keluarga. Penggunaan bahasa yang disertai logat, dialek dan tekanan nada akan mempengaruhi cara bicara anak saat bermain dengan teman sebayanya. Hal lain yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah penggunaan komunikasi nonverbal dalam setiap interaksi dengan anak usia balita dan remaja. Baumrind dalam Irmawati (2004) menganggap bahwa pola pengasuhan tertentu dalam keluarga akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak.

(7)

1) Bagaimana pola komunikasi yang dilakukan keluarga Betawi Jakarta dan Betawi Bekasi terhadap anak usia balita dan remaja.

2) Apa saja faktor-faktor komunikasi yang berhubungan dengan pola pengasuhan dalam konteks komunikasi interpersonal orangtua kepada anak usia balita dan remaja pada keluarga Betawi Jakarta dan Betawi Bekasi.

3) Bagaimana model komunikasi keluarga dalam pengasuhan anak dan remaja pada keluarga Betawi Jakarta dan Betawi Bekasi.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian diatas maka tujuan penelitian ini adalah: Tahun pertama:

1) Menganalisis pola komunikasi yang dilakukan keluarga Betawi Jakarta dan Betawi Bekasi terhadap anak usia balita dan remaja.

2) Mengetahui faktor-faktor komunikasi yang berhubungan dengan pola pengasuhan dalam konteks komunikasi interpersonal orangtua kepada anak usia balita dan remaja pada keluarga Betawi Jakarta dan Betawi Bekasi.

3) Menganalisis model komunikasi keluarga dalam pengasuhan anak dan remaja pada keluarga Betawi Jakarta dan Betawi Bekasi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada perhatian terhadap pola pengasuhan anak balita dan remaja pada masyarakat budaya seperti budaya Betawi, dimana mengidentifikasi beberapa faktor antara lain: pola pengasuhan keluarga, pola-pola komunikasi verbal dan nonverbal dalam pengasuhan dan transformasi nilai-nilai budaya, bentuk komunikasi yang digunakan dalam pengasuhan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut:

(8)

2. Secara akademis penelitian ini diharapkan bermanfaat karena memberi kontribusi pada pengembangan ilmu komunikasi, terutama pengembangan Komunikasi lintas budaya dan pengembangan masyarakat budaya dalam melestarikan nilai-nilai budaya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Pola Kehidupan Masyarakat Betawi

Mayoritas masyarakat Betawi baik yang tinggal di Jakarta maupun yang tinggal di Bekasi beragama Islam. Namun diantara masyarakat tersebut ada yang memiliki kepercayaan kepada dunia gaib atau tahyul-tahyul. Akibatnya ada pencampuran ajaran Islam dengan upacara-upacara tradisional yang berkaitan dengan daur hidup. Terutama pada komunitas tertentu, selain percaya pada ajaran agamanya, mereka juga mempunyai kepercayaan terhadap hal-hal yang dianggap gaib (super natural), yaitu percaya kepada adanya hal-hal yang berada diluar batas kemampuan manusia. Mereka percaya bahwa dunia gaib didiami oleh berbagai makhluk halus dan kekuatan-kekuatan tempat tinggal sekitar mereka. Sehingga muncul keyakinan yang menganggap tempat-tempat tertentu merupakan daerah keramat (Supriatna, 2008).

Aktivitas masyarakat Betawi yang berhubungan dengan makhluk gaib berkenaan dengan upacara-upacara yang berhubungan dengan alam yang dihubungkan dengan mata pencaharian hidup. Didalam melaksanakan upacara-upacara tersebut menggunakan simbol-simbol tertentu yang merupa ekspresi tingkah laku dan dianggap memiliki daya pengaruh terhadap orang yang bersangkutan. Mereka beranggapan adanya magis antara keadaan dalam kondisi tertentu sebagai penyebab dengan efek-efek tertentu sebagai akibatnya. Supriatna (2008) menjelaskan bahwa masyarakat Betawi yang meyakini upacara-upacara tradisional yang mereka lakukan merupakan bagian dari ketakwaan terhadap Tuhan Yang maha esa, karena dalam upacara tradisional terkandung nilai-nilai moral yang merupakan nilai kejujuran dari setiap pelaku upacara yang tercermin dalam simbol-simbol tertentu dan ekspresi tingkah lakunya.

(9)

tahun 1930. Dia menyimpulkan, etnis bernama Betawi adalah campuran Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, dan Melayu. Situs Bappedajakarta.go.id mencatat etnis pembentuk itu adalah mereka yang dijadikan budak belian, yang di abad ke-18 merupakan mayoritas (49 persen) penduduk Batavia.

Betawi. Sebagai kategori suku dimunculkan dalam sensus penduduk tahun 1930. Asal mula Betawi terdapat berbagai pendapat, yang mengatakan berasal dari kesalahan penyebutan kata Batavia menjadi Betawi. Ada pula cerita lain, yaitu pada waktu tentara Mataram menyerang Kota Batavia yang diduduki oleh Belanda, tentara Belanda kekurangan peluru. Belanda tidak kehilangan akal, mereka mengisi meriam-meriamnya dengan kotoran mereka dan menembakkan meriam-meriam itu ke arah tentara Mataram sehingga tersebar bau tidak enak, yakni bau kotoran orang-orang Belanda.

Sambil berlarian tentara Mataram berteriak-teriak: Mambu tai! Mambu tai! Artinya bau tahi! bau tahi! Dari kata mambu tai itulah asal mula nama Betawi. Menurut Bunyamin Ramto, masyarakat Betawi secara geografis dibagi dua bagian, yaitu Tengah dan Pinggiran. Masyarakat Betawi Tengah meliputi wilayah yang dahulu menjadi Gemente Batavia minus Tanjung Priok dan sekitarnya atau meliputi radius kurang lebih 7 km dari Monas, dipengaruhi kuat oleh budaya Melayu dan Agama Islam seperti terlihat dalam kesenian Samrah, Zapin dan berbagai macam Rebana. Dari segi bahasa, terdapat banyak perubahan vokal a dalam suku kata akhir bahasa Indonesia menjadi e, misal guna menjadi gune. Masyarakat Betawi Pinggiran, sering disebut orang sebagai Betawi Ora yang dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian utara dan selatan. Kaum Betawi Ora dalam beberapa desa di sekitar Jakarta berasal dari orang Jawa yang bercampur dengan suku-suku lain. Sebagian besar mereka itu petani yang menanam padi, pohon buah dan sayur mayur. Bagian utara meliputi Jakarta Utara, Barat, Tangerang yang dipengaruhi kebudayaan Cina, misalnya musik Gambang Kromong, tari Cokek dan teater Lenong. Bagian Selatan meliputi Jakarta Timur, Selatan, Bogor, dan Bekasi yang sangat dipengaruhi kuat oleh kebudayaan Jawa dan Sunda. Sub dialeknya merubah ucapan kata-kata yang memiliki akhir kata yang berhuruf a dengan ah, misal gua menjadi guah.

(10)

yang mulai menduduki kota pelabuhan Batavia sejak awal abad ke-15. Di samping itu, juga merupakan percampuran darah antara berbagai etnis budak-budak Bali, serdadu Belanda dan serdadu Eropa lainnya, pedagang Cina atau pedagang Arab, serdadu Bugis atau serdadu Ambon, Kapten Melayu, prajurit Mataram, orang Sunda dan orang Mestizo (Prasetijo.A, 2009)

(11)

Mata pencaharian orang Betawi dapat dibedakan antara yang berdiam di tengah kota dan yang tinggal di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani buah-buahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin lama areal pertanian mereka makin menyempit, karena makin banyak yang dijual untuk pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh, pedagang, dan lain-lain.

Dalam sistem kekerabatan, pada prinsipnya mereka mengikuti garis keturunan bilineal, artinya garis keturunan pihak ayah atau pihak ibu. Adat menetap sesudah nikah sangat tergantung pada perjanjian kedua pihak orang tua sebelum pernikahan dilangsungkan. Ada pengantin baru yang menetap di lingkungan kerabat suami (patrilokal) dan ada pula yang menetap di lingkungan kerabat istri (matrilokal). Secara umum orang tua cenderung menyandarkan hari tuanya pada anak perempuan. Mereka menganggap anak perempuan akan lebih telaten mengurus orang tua dari pada menantu perempuan.

Tatanan sosial orang Betawi lebih didasarkan pada senioritas umur, artinya orang muda menghormati orang yang lebih tua. Hal ini dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Apabila seseorang bertemu dengan orang lain, yang muda mencium tangan orang yang lebih tua. Pada hari-hari Lebaran, orang yang didahulukan adalah orang tua atau yang dituakan. Memang orang Betawi juga cukup menghormati haji, orang kaya, orang berpangkat, asalkan mereka memang baik dan bijaksana, atau memperhatikan kepentingan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka kehidupan masyarakat budaya Betawi yang menjadi kajian dalam penelitian ini meliputi: 1) pola-pola mata pencaharian, 2) pola-pola kekerabatan, 3) pola-pola hubungan sosial, dan 4) pola-pola kebiasaan (tradisi).

Pengertian Komunikasi Interpersonal

(12)

a. Keterbukaan: Sifat keterbukaan menunjukkan paling tidak dua aspek tentang komunikasi interpersonal. Aspek pertama yaitu, bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dari sini orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita. Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua dari keterbukaan merujuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang segala sesuatu yang dikatakannya, demikian sebaliknya.

b. Empati: Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Mungkin yang paling sulit dari faktor komunikasi adalah kemampuan untuk berempati terhadap pengalaman orang lain. Karena dalam empati, seseorang tidak melakukan penilaian terhadap perilaku orang lain tetapi sebaliknya harus dapat mengetahui perasaan, kesukaan, nilai, sikap dan perilaku orang lain.

c. Perilaku Sportif: Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku sportif, artinya seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak bersikap bertahan (defensif). Menurut DeVito (2007), keterbukaan dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak sportif. Menurut Kohlberg dalam Crain (2007) tahapan moral ini berhubungan dengan kemajuan kognitif dan tingkah laku moral.

(13)

komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Liliweri, 2007).

Miller (2005) mengembangkan klasifikasi komunikasi interpersonal menjadi interaksi intim, percakapan sosial, interogasi atau pemeriksaan dan wawancara.

a. Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, dan orang-orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat.

b. Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan informal dalam organisasi. Misalnya dua orang atau lebih bersama-sama dan berbicara tentang perhatian, minat di luar organisasi seperti isu politik, teknologi dan lain sebagainya.

c. Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain. Misalnya seorang karyawan dituduh mengambil barang-barang organisasi maka atasannya akan menginterogasinya untuk mengetahui kebenarannya.

d. Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Misalnya atasan yang mewawancarai bawahannya untuk mencari informasi mengenai suatu pekerjaannya.

Selain itu, Komunikasi interpersonal juga mempunyai beberapa tujuan. DeVito (2007) menjelaskan bahwa ada 6 tujuan komunikasi interpersonal yaitu;

1) Menemukan Diri Sendiri; Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Adalah sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita. 2) Menemukan Dunia Luar; Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat

(14)

dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi interpersonal.

3) Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti; Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain.

4) Berubah Sikap Dan Tingkah Laku; Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. Kita boleh menginginkan mereka memilih cara tertentu, misalnya mencoba diet yang baru, membeli barang tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang tertentu dan percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kita banyak menggunakan waktu-waktu terlibat dalam posisi interpersonal.

5) Untuk Bermain Dan Kesenangan; Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pekan, berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan cerita dan cerita lucu pada umumnya hal itu adalah merupakan pembicaraan yang untuk menghabiskan waktu. Dengan melakukan komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.

6) Untuk Membantu;Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita semua juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari. Kita berkonsultasi dengan seorang teman yang putus cinta, berkonsultasi dengan mahasiswa tentang mata kuliah yang sebaiknya diambil dan lain sebagainya.

(15)

interpersonal indikator yang menjadi perhatian meliputi; 1) Menemukan Diri Sendiri, 2) Menemukan Dunia Luar, 3) Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti, 4) Berubah Sikap Dan Tingkah Laku, 5) Untuk Bermain Dan Kesenangan, 6) Untuk Membantu.

Perkembangan Anak Balita dan Remaja

Menurut Piaget dalam Crain (2007), manusia tumbuh, beradaptasi dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu struktur, isi dan fungsi. Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responsnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari organisasi dan adaptasi.

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuhkembang fisik, mental dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kedalam lainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Gunarsa 2002).

Piaget dalam Crain (2007) menjelaskan bahwa perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada usia anak, yaitu pada masa (1) Infancy toddlerhood (usia 0-3 tahun), (2) Early childhood (usia >3-6 tahun) dan (3) Middle childhood (usia >6-11 tahun). Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek berikut: fisik (motorik), emosi, kognitif dan psikososial.

(16)

Perkembangan motorik kasar meliputi kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.

Perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.

Adapun perkembangan emosi meliputi kemampuan anak untuk mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut dan marah serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.

Perkembangan kognitif anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata dan berbicara.

Perkembangan psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang. Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.

(17)

memahami dan mengaplikasikan prinsip untuk memutuskan keadilan (fairness). Rest(1994) dalam Crain (2007), berpendapat bahwa cara terbaik untuk menggambarkan enam tahap perkembangan penalaran moral kohlberg adalah dengan melihatnya sebagai enam konsep cara bagaimana berhubungan dengan orang lain. Konsep tentang cara bagaimana berhubungan dengan orang lain membantu individu menyaring berbagai detail untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang paling penting dalam situasi tertentu. Konsep tersebut menyediakan suatu jalan untuk menghubungkan masing-masing pihak dan suatu strategi untuk memutuskan pertimbangan apa yang paling penting untuk menghasilkan tindakan yang benar secara moral.

Istilah Adolescene atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescene mempunyai arti luas, mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980). Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa dan akhir masa remaja. Garis pemisah antara awal masa dan akhir masa remaja terletak kira-kira sekitar usia tujuh belas tahun; usia saat mana rata-rata setiap remaja memasuki sekolah menegah tingkat atas. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan masa akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun (Hurlock,1980). Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru. Perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada lima perubahan pada masa remaja awal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh. Ketiga, perubahan minat, peran yang diharapkan kelompok sosial tertentu. Keempat, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Kelima, Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan. Perubahan perilaku mencangkup aspek kognisi, afeksi dan aspek konasi.

(18)

Konasi adalah tindakan individu menurut cara tertentu. Menurut Hurlock (1980) menjelaskan beberapa pola perilaku sosial pada masa anak-anak hingga remaja yaitu; (1) hasrat akan penerimaan sosial, (2) empati, kemampuan meletakkan diri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut.

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak kemasa dewasa, oleh karena itu juga disebut sebagai masa pancaroba yang penuh dengan gejolak dan pemberontakan. Pada tahun 2006 kasus kenakalan remaja memiliki persentase 53,52 % paling tinggi dibanding kasus-kasus kejahatan lainnya. Masalah yang muncul dikalangan remaja bukan hanya dirasakan oleh kalangan remaja sendiri, tetapi juga oleh orangtua dan orang lain disekitarnya. Moral berasal dari bahasa latin mos (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakam kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral (Yusuf, 2004). Lebih lanjut di katakan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan perkembangan pemahaman moral remaja antara lain faktor keluarga, teman sebaya, sekolah, media massa, komunitas, perkembangan kognitif, kepribadian dan lain-lain. Diantara faktor-faktor lingkungan, faktor keluarga adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman moral remaja. Beberapa faktor yang berhubungan dengan pemahaman moral remaja antara lain konsistensi dalam mendidik, penghayatan dan pengamalan agama yang dianut, sikap konsistensi orangtua dalam menerapkan norma, dan sikap orangtua dalam keluarga. Orangtua merupakan faktor primer bagi perkembangan anak karena yang pertama kali memperkenalkan anak pada hukum dan sistem sosial adalah orangtua, maka orangtua merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan pemahaman moral anak.

(19)

Interaksi sosial awal terjadi di dalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orangtua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain apa yang dianggap benar dan salah oleh kelompok sosial tersebut. Dari penolakan sosial atau hukuman bagi prilaku yang salah, dan dari penerimaan sosial atau penghargaan bagi perilaku yang benar, anak memperoleh motivasi yang diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga (Gunarsa, 2004).

Dalam hubungan dengan keluarga, hal penting yang dapat membantu perkembangan pemahaman moral anak adalah apabila dalam interaksi orangtua mengajak anak untuk berdialog mengenai nilai-nilai moral. Peningkatan tahap perkembangan pemahaman moral anak dapat terjadi karena pada situasi demikian terjadi alih peran, yaitu adanya pertukaran sudut pandang antara anak dan orangtua (Hastuti,2008). Dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan menghasilkan umpan balik yang baik pula. Komunikasi interpersonal diperlukan untuk mengatur tata krama pergaulan antar manusia, sebab dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan memberikan pengaruh langsung pada struktur seseorang dalam kehidupannya (Littlejohn, 2009). Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting karena dengan adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga. Yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan prilaku. Oleh karena itu dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik diharapkan perkembangan pemahaman moral akan berjalan baik pada seorang remaja.

Berdasarkan uraian diatas maka, penelitian ini mengamati perkembangan anak balita dan remaja yang dikaitkan dengan pola pengasuhan dan pola transformasi nilai-nilai budaya mencakup; 1) konsistensi dalam mendidik, 2) penghayatan dan pengamalan agama yang dianut, 3) sikap konsistensi orangtua dalam menerapkan norma dan 4) sikap orangtua dalam keluarga.

Teori struktural fungsional

(20)

prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mempunyai warna yang jelas, yaitu mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Dan keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat. Dan akhirnya keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Misalnya, dalam sebuah organisasi sosial pasti ada segmen anggota yang mampu menjadi pemimpin, dan yang menjadi sekretaris atau anggota biasa. Tentunya kedudukan seseorang dalam struktur organisasi akan menentukan fungsinya, yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan, tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan. Tentunya, struktur dan fungsi ini tidak akan pemah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu (Megawangi, 2004).

Berbicara tentang pendekatan structural-fungsionalisme, maka kita terlebih dahulu memulai dari keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakat sebagai sebuah fungsi. Keanekaragaman ini dapat dilihat dalam struktur sosial masyarakat. Oleh sebab itu kita harus memulai dari struktur sosial. Struktur sosial merupakan sebuah istilah yang sering digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang didefenisikan sebagai sebuah konsep yang jelas. Istilah struktur sosial digunakan sebagai pandangan umum untuk menggambarkan sebuah entitas atau kelompok masyarakat yang berhubungan satu sama lain, yaitu pola yang relatif dan hubungannya di dalam sistem sosial, atau kepada institusi sosial dan norma-norma menjadi penting dalam sistem sosial tersebut sebagai landasan masyarakat untuk berperilaku dalam sistem sosial tersebut.

Ahli-ahli fungsionalisme berpendapat bahwa masyarakat yang ada saat ini mempunyai keperluan-keperluan tertentu untuk memenuhi kehendaknya. Menurut Brinkerhoff dan White (1989) dalam Sari, (2011), ada tiga asumsi utama para ahli fungsionalisme yaitu evolusi, harmoni dan stabilitas. Diantara ketiganya stabilitas adalah yang paling utama karena menentukan sejauhmana sebuah masyarakat dapat bertahan di alam semesta ini. Kedua evolusi, menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah masyarakat melalui proses adaptasi struktur sosial menuju pembaharuan. Hal ini juga akan menghapuskan segala struktur yang tidak diperlukan lagi.

(21)

sikap positif. Kehidupan masyarakat fungsional senantiasa seimbang dan disenangi oleh yang lain. Mereka mudah gaul antara satu sama lain. Sebaliknya masyarakat tidak fungsional ialah masyarakat yang tidak berfungsi. Masyarakat tidak berfungsi merujuk kepada masyarakat yang senantiasa mempunyai masalah seperti tidak puas terhadap pemerintah, kacau balau, tidak menunjukkan sikap tidak kesamaan. dan selalu porak peranda, Mereka mempunyai sikap individualistik, Masyarakat juga tidak menghormati orang tua maupun yang muda dan tidak memiliki nilai-nilai moral yang baik, Mereka senantiasa bersikap negatif sepanjang kehidupan di alam semesta.

Pendekatan struktural-fungsional untuk menganalisis struktur sosial masyarakat muncul bersamaan dengan semakin mapannya ilmu biologi, terutama yang berkaitan dengan struktur biologi kehidupan. Struktur biologi organisme hidup terdiri dari elemen-elemen yang saling terkait walaupun berbeda fungsi. Perbedaan fungsi-fungsi tersebut ternyata diperlukan, terutama untuk saling melengkapi agar suatu sistem kehidupan yang berkesinambungan dapat terwujud. Kerusakan atau tidak berfungsinya satu elemen dalam suatu struktur organisme hidup, dapat mempengaruhi elemen-elemen lainnya, sehingga suatu sistem kehidupan dapat tidak berfungsi dengan baik (Megawangi, 1999).

Teori Fungsional diperkenalkan oleh Comte, Spencer dan E. Durkheim. Spencer dalam teorinya menyatakan bahawa masyarakat adalah satu. Disamping itu, ia juga mengkategorikan keluarga sebagai satu. Baik masyarakat maupun keluarga memerlukan kemudahan seperti tempat tinggal, tempat ibadah dan sebagainya. Ringkasnya teori ini mengikut Spencer dimana masyarakat terdiri dari dua kumpulan yaitu masyarakat berfungsi dan tidak berfungsi. Merton yang merupakan seorang ahli fungsionalisme menyatakan bahwa terdapat perbedaan terhadap fungsi dan disfungsi. Perubahan dalam sebuah masyarakat, jika memberikan hasil positif, dikatakan fungsional (fungsi). Jika perubahan sosial dalam sesuatu masyarakat membuahkan hasil negatif maka dianggap Disfungsional. Kesimpulannya, hal-hal yang mempertahankan status quo disebut Fungsional, sedangkan yang tidak mempertahankan status quo disebut disfungsional.

(22)

Teori yang dikembangkan oleh Parsons (1964), dan Parsons dan Bales (1956) dalam Poloma (2003) adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pada keluarga oleh Parsons adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang melunturnya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modernisasi. Bahkan menurut Parsons, fungsi keluarga pada zaman modern, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa penting. Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu dari berbagai subsistem dalam masyarakat.

Keluarga dalam subsistem masyarakat juga tidak akan lepas dari interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan dan agama. Dengan interaksinya dengan subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan.

Megawangi (2005) menyatakan secara garis besar, pendekatan struktural fungsional dalam bentuk yang ekstrem mempunyai asumsi-asumsi :

a) Masyarakat adalah sistem tertutup yang bekerja dengan sendirinya dan cenderung homeostatis dan mencapai titik keseimbangan (equilibrium).

b) Sebagai sebuah sistem yang memelihara dirinya, masyarakat memerlukan kebutuhan-kebutuhan dasar serta prasyarat tertentu yang harus dipenuhi agar kelangsungan homeostatis dan titik keseimbangan dapat terus berlangsung.

c) Untuk memenuhi kebutuhan dan prasyarat dari sebuah sistem, maka perlu diberikan perhatian pada fungsi-fungsi dari setiap bagian sistem tersebut.

(23)

antara sesamanya. Lebih lanjut Durkheim mengatakan bahwa dalam masyarakat tradisional, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual, norma-norma sosial kuat, dan peritaku sosial diatur dengan rapi.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. la menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hukum seringkali bersifat represif. Pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu. Hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik, hukum bersifat restitutif, yaitu bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.

Analisis Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normatif teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikan sebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan kultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi dalam struktur masyarakat, beberapa orang tidak mampu bertindak menurut norma-norma normatif. Kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayaan dengan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap kritis tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori struktural fungsionalisme ini harus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya.

(24)

struktur tersebut. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Social structure And Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih, menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mengkaji fungsi struktural keluarga betawi dalam hal berikut; 1) tatanan sosial, 2) solidaritas 3) stratifikasi sosial dan 4) struktur sosial.

Teori Interaksional Simbolik

Francis Abraham dalam Modern Sociological Theory (1982) dalam Soeprapto (2002); bahwa interaksionisme simbolik pada hakikatnya merupakan sebuah perspektif yang bersifat sosial-psikologis yang terutama relevan untuk penyelidikan sosiologis. Teori ini akan berurusan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Interaksi sendiri dianggap sebagai unit analisis, sementara sikap-sikap diletakkan menjadi latar belakang.

Baik manusia dan struktur sosial dikonseptualisasikan secara lebih kompleks, lebih tak terduga, dan aktif jika dibandingkan dengan perspektif-perspektif sosiologis yang konvensional. Di sisi ini masyarakat tersusun dari individu-individu yang berinteraksi yang tidak hanya bereaksi, namun juga menangkap, menginterpretasi, bertindak, dan mencipta. Individu bukanlah sekelompok sifat, namun merupakan seorang aktor yang dinamis dan berubah, yang selalu berada dalam proses menjadi dan tak pernah selesai terbentuk sepenuhnya.

(25)

dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan proses interaksi tersebut bersifat simbolik, di mana makna-makna dibentuk oleh akal budi manusia.

Makna-makna itu kita bagi bersama yang lain, definisi kita mengenai dunia sosial dan persepsi kita mengenai, dan respon kita terhadap, realitas muncul dalam proses interaksi. Herbert Blumer dalam Soeprapto (2003) mengatakan salah satu arsitek utama dari interaksionisme simbolik menyatakan Istilah interaksi simbolik tentu saja menunjuk pada sifat khusus dan khas dari interaksi yang berlangsung antar manusia. Kekhususan itu terutama dalam fakta bahwa manusia menginterpretasikan atau mendefinsikan tindakan satu sama lain dan tidak semata-mata bereaksi atas tindakan satu sama lain. Jadi, interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan simbol-simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Mediasi ini ekuivalen dengan pelibatan proses interpretasi antara stimulus dan respon dalam kasus perilaku manusia. Pendekatan interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Pendekatan interaksionisme simbolik berkembang dari sebuah perhatian ke arah dengan bahasa. Namun Mead mengembangkan hal itu dalam arah yang berbeda dan cukup unik. Pendekatan interaksionisme simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual.

Semua interaksi antar-individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara konstan mencari petunjuk mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Interaksionisme simbolik mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar-individu, dan bagaimana hal ini bisa dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu.

(26)

sendiri (the self) dan dunia luarnya. Di sini Cooley menyebutnya sebagai looking glass self.

Dengan mengetahui interaksionisme simbolik sebagai teori maka kita akan bisa memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu. Ada tiga premis utama dalam teori interaksionisme simbolis ini, yakni manusia bertindak berdasarkan makna-makna; makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain; makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi tersebut berlangsung. Menurut KJ Veeger yang mengutip pendapat Herbert Blumer, teori interaksionisme simbolik memiliki beberapa gagasan. Di antaranya adalah mengenai Konsep Diri.

Di sini dikatakan bahwa manusia bukanlah satu-satunya yang bergerak di bawah pengaruh perangsang entah dari luar atau dalam melainkan dari organisme yang sadar akan dirinya (an organism having self). Kemudian gagasan konsep perbuatan di mana perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri. Dan perbuatan ini sama sekali berlainan dengan perbuatan-perbuatan lain yang bukan makhluk manusia. Kemudian Konsep Obyek di mana manusia diniscayakan hidup di tengah-tengah obyek yang ada, yakni manusia-manusia lainnya.

Dari sini kita bisa membedakan teori interaksionisme simbolis dengan teori-teori lainnya, yakni secara jelas melihat arti dasar pemikiran kedua yang mengacu pada sumber dari arti tersebut.Teori interaksionisme simbolis memandang bahwa arti muncul dari proses interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda untuk seseorang tumbuh dari cara-cara di mana orang lain bersikap terhadap orang tersebut. Sehingga interaksi simbolis memandang arti sebagai produk sosial. Sebagai kreasi-kreasi yang terbentuk melalui aktifitas yang terdefinisi dari individu saat mereka berinteraksi.

Charles Horton Cooley adalah tokoh yang amat penting dalam teori ini. Pemikiran sosial Cooley terdiri atas dua asumsi yang mendalam dan abadi mengenai hakikat dari kehidupan sosial, yaitu bahwa kehidupan sosial secara fundamental merupakan sebuah evolusi organik, dan bahwa masyarakat itu secara ideal bersifat demokratis, moral, dan progresif. Konsep evolusi organik-nya Cooley berbeda secara hakiki dari konsepnya Spencer dan para ilmuwan sosial abad kesembilanbelas (Soeprapto,2003).

(27)
(28)

merupakan fakta-fakta yang solid dari masyarakat. Dalam bukunya yang pertama, Human Nature and the Social Order, dia terfokus pada teori mengenai diri-yang-bersifat-sosial (social-self), yakni makna “Aku” sebagaimana yang teramati dalam pikiran dan perbincangan sehari-hari (Soeprapto, 2003)

Gagasan mengenai teori tersebut muncul dari George Herbert Mead (1863-1931) seorang filsuf Universitas Chicago dan tokoh psikologi sosial. Setelah Mead meninggal, Herbert Blumer, yang juga merupakan salah satu sosiolog di Universitas Chicago, mengambil alih seluruh karyanya serta membenahi teori sosialnya dan menamai gagasan Mead tersebut; interaksionisme simbolik. Blumer sendiri juga terpengaruh oleh pemikiran Herbert Mead tentang interaksionisme simbolik. Karya Blumer yang terkenal dalam perspektif teori ini adalah kumpulan esainya yang berjudul Symbolic Interactionism: Perspective and Method. Tiga prinsip utama interaksionisme simbolik menurut Blumer adalah:1). Manusia bertindak melalui hal-hal pada makna yang ada di dalamnya. 2) Makna-makna tersebut muncul dari interaksi sosial. 3) Tindakan sosial merupakan hasil dari tindakan-tindakan individu (Soeprapto, 2003)

Teori interaksionisme simbolik beranggapan bahwa masyarakat (manusia) adalah produk sosial. Teori ini mempunyai metodologi yang khusus, karena interaksionisme simbolik melihat makna sebagai bagian fundamental dalam interaksi masyarakat. Dalam penelitian mengenai interaksi dalam masyarakat tersebut, teori interaksionisme simbolik cenderung menggunakan metode kualitatif dibanding metode kuantitatif.

(29)
(30)

pihak lain yang diajak berkomunikasi tersebut. Pertukaran pesan ini tidak hanya dilihat dalam rangka transmisi pesan, tapi juga dilihat pertukaran cara pikir, dan lebih dari itu demi tercapainya suatu proses pemaknaan. Komunikasi adalah proses interaksi simbolik dalam bahasa tertentu dengan cara berpikir tertentu untuk pencapaian pemaknaan tertentu pula, di mana kesemuanya terkonstruksikan secara sosial. Mungkin kontribusi terbesar Mead terhadap bagaimana kita memahami cara kita berpikir adalah konsepsi Mead tentang ‘seni berperan’ (take the role of the other). Setelah kita paham tentang konsep meaning, language, dan thought saling terkait, maka kita dapat memahami konsep Mead tentang ‘diri’ (self). Konsep diri menurut Mead sebenarnya kita melihat diri kita lebih kepada bagaimana orang lain melihat diri kita (imagining how we look to another person). Kaum interaksionisme simbolik melihat gambaran mental ini sebagai the looking-glass self dan bahwa hal tersebut dikonstruksikan secara sosial.

Dalam konsepsi interaksionisme simbolik dikatakan bahwa kita cenderung menafsirkan diri kita lebih kepada bagaimana orang-orang melihat atau menafsirkan diri kita. Kita cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai diri kita, bagaimana ekspektasi orang terhadap diri kita. Oleh karenanya konsep diri kita terutama kita bentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau tafsiran orang lain tersebut kepada diri kita. Kita acap kali mencoba memposisikan diri ke dalam orang lain, dan mencoba melihat bagaimanakah perspektif orang tersebut ketika memandang diri kita. Kita semacam meminjam kaca mata orang lain tersebut untuk dan dalam melihat diri kita. Konsep diri adalah fungsi secara bahasa. Tanpa pembicaraan maka tidak akan ada konsep diri. Konsep diri ini sendiri pada nantinya terbentuk atau dikonstruksikan melalui konsep pembicaraan itu sendiri, melalui bahasa (language). Suatu proses komunikasi, simbolisasi bahasa yang digunakan akan sangat berpengaruh kepada bagaimana konsepdiri yang nantinya akan terbentuk. Proses negosiasi dan transaksional ankan muncul, baik antar dua individu yang terlibat dalam proses komunikasi maupun lebih luas lagi bagaimana konstruksi sosial mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri. Teori interaksionisme simbolik mendeskripsikan hal ini secara gamblang.

(31)

melihat efek pada anak balita dan remaja maka indikator dalam penelitian ini meliputi; 1) konsep diri, 2) persepsi diri dan 3) identifikasi diri.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kehidupan masyarakat Betawi yang terkenal sangat dekat dengan keluarga luas, sehingga peran dan fungsi keluarga luas menjadi lebih utama daripada keluarga inti. Hal ini akan berakibat kepada munculnya pola-pola mata pencaharian yang membawa kepada jumlah penghasilan atau jumlah pendapatan bagi keluarga. Kekerabatan yang kental juga dalam keluarga Betawi ditunjukkan dengan sikap peduli kepada keluarga luas dalam setiap aktivitas kehidupan. Hubungan sosial yang dijalin mengarahkan kepada hubungan baik antara keluarga inti dengan keluarga luas. Kaitannya menjadi suatu kebiasaan yang dilaksanakan dalam setiap aktivitas kehidupan.

Kekerabatan dan hubungan sosial yang dekat menciptakan peran dalam pola-pola pengasuhan dan pola-pola transformasi nilai-nilai budaya kepada anggota keluarga terutama kepada anak Balita dan remaja. Peran anggota keluarga akan berbeda dari setiap individu yang ada dalam struktur keluarga. Akibatnya akan memunculkan konsep diri, persepsi diri dan identifikasi diri yang berbeda pada setiap anak balita dan remaja yang ada di masyarakat Betawi.

(32)

Gambar 1 Kerangka konseptual penelitian

Berdasar Gambar 1, yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah komunikasi keluarga, pola pengasuhan, model transformasi nilai-nilai budaya pada budaya

(33)

Betawi. Penelitian ini dipetakan berdasarkan pemilihan lokasi penelitian pada kampung Tugu Jakarta Utara, kampung Condet Jakarta Timur, dan Kampung Ujung harapan Bekasi.

Dalam penelitian ini peubah yang diteliti pada tahun pertama adalah: Komunikasi interpersonal orangtua kepada Anak balita dan Remaja yang meliputi: 1) Sikap keterbukaan, 2) Sikap empati 3) perilaku sportif. Dan Pola pengasuhan yang meliputi: 1) Konsitensi dalam mendidik, 2) Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut 3) Sikap konsistensi dalam menetapkan norma, 4) Sikap orangtua dalam keluarga. Dan peubah antara yang diamati meliputi 1) komunikasi verbal: (Bahasa, Penggunaan Kata-kata) dan 2) komunikasi nonverbal: (Belaian, Sentuhan, Kedekatan). Serta peubah terikat yaitu Efek dari interaksi orangtua antara anak balita dan orangtua meliputi; 1) konsep diri, 2) persepsi diri, dan 3) identifikasi diri. Untuk lebih Jelas dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2 Kerangka kerja penelitian tahun pertama; komunikasi keluarga, pola pengasuhan anak balita dan remaja pada budaya Betawi.

(34)

Hipotesis Utama yang diuji dalam penelitian ini yaitu: Terdapat perbedaan penggunaan komunikasi keluarga dan pola pengasuhan anak Balita dan remaja pada keluarga yang tinggal di Kampung Tugu Jakarta Utara, Kampung Condet Jakarta Timur dan Kampung Ujung Harapan Bekasi. Hipotesis ini diuji pada penelitian tahun pertama.

Hipotesis Utama yang diungkapkan diatas menurunkan hipotesis penelitian yang diuji sebagai berikut:

H1 Terdapat perbedaan signifikan penggunaan komunikasi keluarga dan pola pengasuhan anak Balita dan remaja pada keluarga yang tinggal di Kampung Tugu Jakarta Utara, Kampung Condet Jakarta Timur dan Kampung Ujung Harapan Bekasi.

Selain menguji hipotesis penelitian diatas, juga menguji beberapa hipotesis kerja seperti berikut ini;

H2 Terdapat hubungan signifikan antara penggunaan komunikasi keluarga dengan

Konsep diri, persepsi diri dan identifikasi diri yang terjadi pada anak Balita dan remaja.

H3 Terdapat hubungan signifikan antara Pola pengasuhan anak Balita dan remaja

dengan penggunaan komunikasi verbal dan nonverbal.

H4 Terdapathubungan signifikan antara Konsep diri, persepsi diri, dan identifikasi diri

anak Balita dan remaja dengan penggunaan komunikasi verbal dan nonverbal.

(35)

METODE PENELITIAN Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan Desain Survei deskriptif korelasional. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu Kampung Ujung Harapan Bekasi, Kampung Tugu Jakarta Utara, Kampung Condet Jakarta Timur, dengan pertimbangan bahwa kampung Ujung Harapan, kampung Tugu dan kampung Condet merupakan kampung yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya Betawi. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam waktu 2 tahun, dengan pokus penelitian pada tahun pertama kepada pola komunikasi dalam pengasuhan anak balita dan remaja pada masyarakat Betawi Jakarta dan Bekasi.

Tempat dan waktu penelitian

Metode survei dilakukan kepada seluruh masyarakat budaya Betawi yang tinggal di Kampung Tugu Jakarta Utara, Kampung Condet Jakarta Timur dan Kampung ujung Harapan Bekasi. Survei dengan menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada 150 sampel yang diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampling secara purposive. Penelitian pada tahun pertama dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai dengan Desember 2013.

Populasi dan sampel

Populasi penelitian adalah penduduk Betawi di Jakarta dan penduduk Betawi di Bekasi yang memiliki anak usia 3-5 tahun dan memiliki anak remaja berusia 11-17 tahun yang di bagi dalam 2 kategori yaitu keluarga miskin dan keluarga mampu. Sampel dari penelitian ini adalah orangtua baik laki-laki ataupun perempuan.

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Purposif Sampling dengan kriteria ditentukan yaitu: (1) Penduduk Betawi yang tinggal di kampung Ujung Harapan, Condet dan Kampung Tugu, (2) Keluarga yang memiliki anak Balita dan anak remaja.

Teknik pengumpulan Data

(36)

Betawi di tiga wilayah penelitian. Bagian ketiga, berisikan Bentuk-bentuk pengasuhan dan aktivitas pengasuhan yang dilakukan oleh keluarga Betawi di tiga lokasi penelitian. Data kualitatif untuk mendalami materi ataupun pengolahan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi.

Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu peubah dengan cara memberikan suatu pengertian operasional yang diperlukan untuk mengukur peubah tersebut (Arikunto, 2006). Proses mengubah konsep atau peubah menjadi indikator atau mengkonstruksi indikator- indikator untuk konsep atau peubah disebut operasionalisasi. Operasionalisasi konsep/peubah merupakan kegiatan mengurai peubah menjadi sejumlah peubah operasional yang menunjukkan langsung pada hal-hal yang dapat diamati atau diukur (Silalahi, 2009).

Definisi operasional penelitian terdiri dari tiga bagian, dimana bagian pertama adalah uraian mengenai karakteristik responden, Komunikasi keluarga dan pola pengasuhan keluarga; bagian kedua adalah komunikasi verbal dan nonverbal; bagian ketiga adalah konsep diri, persepsi diri dan indentifikasi anak balita dan remaja.

Uraian secara spesifik bagian pertama dari kuesioner penelitian tersaji pada Tabel 1.2.dan 3. Karakteristik responden yaitu ciri-ciri yang terdapat pada responden sebagai orangtua dari anak usia 3-5 tahun dan remaja umur 12 – 17 tahun. Karakter ini terdiri dari beberapa peubah, dimana setiap peubah terdiri dari sejumlah indikator dan parameter. Komunikasi keluarga terdiri dari sikap keterbukaan, sikap empati dan sikap sportif. Pola pengasuhan yang terdiri dari; konsistensi mendidik, pengamalan Agama. Penerapan norma dan sikap orangtua, dimana setiap peubah terdiri dari sejumlah indikator dan parameter.

Tabel 1 Definisi Operasional peubah Karakteristik responden

(37)

dan dijalankan dalam kehidupan uang/pendapatan dan digunakan untuk pembiayaan kehidupan dalam menghidupi anggota keluarganya yang di ukur dengan pemenuhan kebutuhan dasar sesuai standar hidup layak.

Tabel 2. Definisi operasional peubah komunikasi keluarga

Peubah Indikator Parameter sportif dengan memberikan contoh. mengembangkan sikap terbuka kepada anak balita dan remaja. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering dan selalu.

Intensitas aktivitas orangtua dalam menyelesaikan masalah anak balita dan remaja. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang sering dan selalu.

Intensitas orangtua dalam memberikan contoh melakukan sikap sportif kepada anak balita dan remaja. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering dan selalu.

Tabel 3 Pola pengasuhan anak balita dan remaja

(38)

Konsistensi dalam mendidik: Perbuatan orangtua dalam bertindak dan melakukan pencontohan kepada anak balita dan remaja.

Penghayatan dan pengamalan Agama yang dianut:

Perbuatan orangtua dalam memberikan contoh kepada anak balita dan remaja dalam menjalankan ajaran agama.

Sikap konsistensi dalam menerapkan norma;

Perilaku orangtua yang di tunjukan dengan perbuatan kepada anak balita dan remaja tentang norma kesopanan, kesusilaan, pergaulan, norma adat.

Keteguhan orangtua dalam menjalankan kesepakatan,

Kegiatan orangtua dalam memberikan contoh kepada anak balita dan remaja. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering dan selalu.

Intensitas perilaku orangtua menerapkan norma yang menunjukkan sikap penyayang, toleransi dan harga menghargai dalam keluarga. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering dan selalu.

Bagian kedua adalah adalah komunikasi verbal dan nonverbal yang mencakup; Komunikasi verbal terdiri dari; Bahasa, kata-kata. Komunikasi nonverbal terdiri dari sentuhan, belaian dan kedekatan. Tersaji dalam Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Definisi operasional peubah komunikasi verbal dan non verbal

Peubah Indikator Parameter

Bahasa:

Bahasa adalah lisan yang diucapkan orangtua kepada anaknya menggunakan logat, dialek, tekanan nada secara budaya Betawi

Kata-kata;

Penggunaan kata-kata dalam berinteraksi dengan anak yang menunjukkan kata persetujuan atau ketidaksetujuan orangtua

Intensitas orangtua dalam penggunaan kata”jangan”, “Awas” dan “tidak boleh” kepada anak Balita dan remaja. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering dan selalu.

(39)

punggung anak dalam melakukan

Intensitas orangtua dalam membelai rambut anak balita dan remaja saat interaksi, serta menyelesaikan masalah anak remaja. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering, selalu.

Intensitas orangtua dalam menunjukkan kedekatan dengan anak balita dan remaja. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering, selalu.

Bagian ketiga adalah perkembangan anak balita dan remaja yang terdiri dari konsep diri, persepsi diri dan identifikasi diri, tersaji dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Definisi operasional perkembangan anak balita dan remaja

Peubah Indikator Parameter memposisikan diri dalam pencontahan sikap dan perilaku. mencerminkan diri. Diukur dengan skala ordinal kategori 4; tidak pernah, jarang, sering dan selalu

(40)

Validitas instrumen merupakan suatu tingkat keabsahan kuesioner sehingga alat ukur untuk menunjukkan sejauhmana instrumen tersebut benar-benar menggukur apa yang sebenarnay diukur (Kerlinger, 2006). Menurut Singarimbun dan Efenndi (2006) kesahihan atau valitas menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Instrumen yang mengungkapkan data yang diperlukan jika instrumen yang berupa pertanyaan mempunyai nilai validitas yang tinggi (Cresswell, 2002) mengingat pentingnya validitas instrumen yang dipergunakan maka pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner disusun berdasarkan referensi kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini (validitas konstruk)

Untuk menguji validitas alat ukur dicari nilai korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir, dengan rumus pearson produkct Moment adalah;

n(∑XiYi) – (∑ Xi) . (∑ Yi)

r.hitung =

√ { n.∑ Xi² - (∑ Xi)²} . { n. ∑ Yi² - (∑ Yi)²}

Dimana:

R hitung = Koefisien korelasi ∑Xi = Jumlah skor item

∑ Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah Responden

Distribusi (tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2) Kaidah keputusan: jika t hitung > t tabel berarti valid

Jika t hitung < t tabel berarti tidak valid

Jika instrument valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut:

Antara 0,800 sampai dengan 1.000 : sangat tinggi Antara 0.600 sampai dengan 0.799 : tinggi

Antara 0.400 sampai dengan 0,599 : cukup tinggi Antara 0.200 sampai dengan 0.399 : rendah

Antara 0.000 sampai dengan 0.199 : sangat rendah (tidak valid).

(41)

Sebuah Instrumen penelitian yang dipergunakan untuk mengukur dua gejala yang sama dan memperoleh hasil yang relatif sama atau konsisten maka instrumen tersebut disebut handal atau reliabel (Singarimbun 1995). Sebelum mengadakan penelitian maka untuk menguji keandalan instrumen penelitian dilakukan uji reliabilitas instrumen dengan mempergunakan uji reliabilitas menggunakan metode Alpha yaitu menganalisis alat ukur dari satu kali pengukuran (Riduwan 2004) rumus yang digunakan adalah Alpha sebagai berikut:

k ∑Si

r¹¹ = {---}{1- ----}

k-1 St

Dimana: r¹¹ = nilai reliabilitas

∑Si =jumlah varians skor tiap item St =Varian Total

k = Jumlah item

Analisis data

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Karakteristik personal responden meliputi: (1) usia (2) agama, (3) pendidikan, (4) pekerjaan. (5) penghasilan. Usia orangtua dalam penelitian ini berkisar antara umur 35 tahun sampai 56 tahun. Dari 150 responden terdapat kategori umur 35 tahun s/d 40 tahun sebanyak 20 orang (13,3%), umur 41 tahun s/d 45 tahun sebanyak 77 orang (51,3%), umur 46 tahun s/d 50 tahun sebanyak 48 orang (32%), dan umur 51 tahun s/d 56 tahun sebanyak 5 orang (3,4%). Umur secara hitungan Mean (rata-rata) dari responden adalah umur 44 tahun, dan Hitungan Median adalah 45 tahun. Agama yang dianut oleh responden adalah agama Islam 132 orang (88 %), dan agama katolik 18 orang ( 12%). Pendidikan terendah responden adalah SMP yaitu 8 orang ( 5,3%), SMU/sederajat 90 orang (60%), Diploma sebanyak 44 orang (29,3%), serta Sarjana sebanyak 8 orang (5,3%). Pekerjaan responden terdiri dari PNS sebanyak 2 orang (1,3%), BUMN sebanyak 12 orang (8%), Pegawai swasta 47 orang (31,3%), Wirausaha 50 orang (33,3%), dan pedagang 39 orang (26%). Rata-rata penghasilan responden antara 1,5 juta s/d 4 juta rupiah yaitu sebanyak 119 orang (79%), dan 27 orang lainnya (18%) mempunyai penghasilan dibawah 1,5 juta dan 4 orang (2,7 %) memiliki penghasilan diatas 4 juta rupiah. Dalam Uji Korelasi dengan uji Rank Spearman maka menunjukkan nilai kolrelasi yang disajikan dalam grafik 1 berikut;

Object 3

(43)

Berdasarkan Grafik 1 diatas, maka dapat dijelaskan bahwa, nilai korelasi usia menunjukkan nilai 1,000, nilai korelasi agama 0,125, nilai korelasi pendidikan -0,013, nilai korelasi pekerjaan -0,14, dan nilai korelasi penghasilan 0,01. Nilai Korelasi yang berhubungan secara signifikan adalah penghasilan dengan pendidikan nilai korelasi 0,319 (p<0.05). Pekerjaan dengan penghasilan juga mempunyai hubungan secara signifikan dengan nilai korelasi 0,139 (p<0,05). Artinya pendidikan dan pekerjaan menentukan penghasilan seseorang, terutama dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat penghasilan ditentukan oleh pendidikan dan pekerjaan yang dilakukan.

Karakteristik Keluarga

(44)

Grafik 2 Karakteristik Keluarga

Object 5

Berdasarkan Grafik 2 diatas, maka dapat dijelaskan bahwa, nilai korelasi kategori keluarga menunjukkan nilai 1,00, status rumah nilai korelasi -0,04, belanja pakaian nilai korelasi -0,02, dan kendaraan yang dimiliki nilai korelasi 0,064. Secara hubungan yang signifikan tidak menunjukkan ada hubungan antara variabel tersebut. Artinya dapat dikatakan bahwa variabel karakteristik keluarga tidak menunjukkan korelasi dengan kehidupan yang dilakukan responden.

Komunikasi Keluarga Kepada Anak Balita

Gambar

Gambar 1 Kerangka konseptual penelitian
Tabel 1 Definisi Operasional peubah Karakteristik responden
Tabel 2. Definisi operasional peubah komunikasi keluarga
Tabel 4 Definisi operasional peubah komunikasi verbal dan non verbal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Warna merupakan salah satu unsur penting didalam promosi, karena warna mempunyai bahasa komunikasi yang disampaikan lewat penglihatan. Penggunaan warna menunjukkan identitas

Penelitian ini dilatar belakangi untuk mengetahui seberapa besar kontribusi dari VO 2 Max dan power endurance secara bersama-sama terhadap prestasi dayung nomor kayak

[r]

Dengan demikian guru harus mampu menciptakan situasi yang dapat mengguncang perkembangan belajar siswa, termasuk dalam menumbuhkan keinginan siswa untuk meningkatkan

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dari ke tiga penulis tersebut yaitu penelitian ini berjudul Hubungan Antara Minat dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

[r]

Agus Haryanto, NIM : S541202004, Hubungan Berpikir Kritis Dan Waktu Tanggap Perawat Dengan Kualitas Asuhan Keperawatan Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam

lingkungan kerja terhadap kinerja mengajar guru di Kecamatan Ungaran.