1
PENGGUNAAN METODE PROBLEM POSING DALAM PROSES
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
ARYANTI AENI HIDAYAH
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA
Universitas Indraprasta PGRI LEONARD
Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI
Abstract. The Objective of the present study isto find out the effect of implementation of problem posing method on the students learning outcome in mathematics. The study was conducted in SMPN 209 Jakarta at academic year 2012/2013 using of experiment method. There were 8th grade students as the sample of the study, selected through random sampling. The data were gathered usinga test program. Data analysis was done by using t-test. The result of the study has revealed that problem posing method affected the students’ learning outcome in mathematics. Learning in mathematics by problem posing method can make the students be active and creative, it was shown at competences of the student to develop math’s problem themselves, manage, and to explore the information for posing the mathematics’ problem that is solvable. Through instructional by problem posing method can also improve the students’ activity in teaching and learning, especially interacting and sharing ideas on both of the students each other and the teacher, so learning activities is becoming meaningful.
Keywords: problem posing method, learning outcome, mathematics, operation ofthe algebra
Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode
problem posing terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini dilakukan di SMPN 209 Jakarta pada tahun akademik 2012/2013 menggunakan metode eksperimen. Siswa kelas 8 sebagai sampel penelitian, yang dipilih melalui random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrument tes. Analisis data dilakukan dengan menggunakan t-test. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode problem posing mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Pembelajaran matematika dengan metode problem posing dapat membuat siswa aktif dan kreatif, hal itu ditunjukkan melalui kompetensi siswa mengembangkan soal matematika itu sendiri, mengelola, dan untuk menggali informasi untuk masalah matematika 'yang dipecahkan. Melalui pembelajaran dengan metode problem posing juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar, terutama berinteraksi dan berbagi ide pada siswa satu sama lain dan guru, sehingga kegiatan belajar menjadi bermakna.
2 PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yangbegitu pesat memberikan perubahan lagi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk aspek pendidikan. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan dunia luar dan mampu mengembangkan IPTEK lebih baik lagi. Matematika mempunyai peranan penting dalam aspek kehidupan manusia dan juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan, matematika bermanfaat selain sebagai bahasa dan alat perkembangan sains dan teknologi juga sebagai sarana berpikir logis, inovatif, dan sistematis sehingga matematika dijadikan landasan kuat bagi perkembangan teknologi.
Mengingat manfaat matematika tersebut maka para siswa pada tingkat pendidikan dasar dan menengah dituntut untuk menguasai matematika. Namun realitayang ada adalah sebagian besar siswa kesulitan dalam menguasai pelajaran matematika sehingga rendahnya hasil belajar matematika siswa di Indonesia pada umumnya.Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa, diantaranya proses pembelajaran matematika yang ditemui secara umum lebih menekankan pada pencapaian tuntunan kurikulum dan penyampaian materi semata daripada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu. Sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pemberian tugas yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan merasa terbebani dalam belajar matematika. Selain itu, siswa memiliki andil dalam menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika misalkan ketidakmampuan siswa dalam memahami dan menarik kesimpulan dari informasi konsep yang diberikan guru, sehingga siswa kurang mampu dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. Fenomena yang terjadi adalah siswa menjadi takut dan enggan belajar matematika karena dalampikiran siswa dalam pelajaran matematikamasih dianggap sulit dan menyeramkan.
Hal ini dialami oleh VII di SMP Negeri 209 Kramat Jati, Jakarta Timur. Mereka marasa kesulitan untuk mempelajari matematika. Siswa memang kurang memiliki minat dan motivasi terhadap pelajaran matematika. Hal ini dapat terlihat dari kurangnya antusiasme dan keaktifan siswa selama proses belajar matematika berlangsung. Siswa kurang berani untuk bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Di sisi lain, siswa mengalami kesulitan pada pembahasan aljabar yang bersifat abstrak. Pada pembelajaran aljabar, siswa menemukan banyak sekali simbol-simbol huruf yang bersifat variabel.
Selain itu, metode pembelajaran yang sering dipakai oleh para guru adalah metode konvensional dimana metode inimasih terpusat pada kegiatan guru sebagai pemberi informasi (materi pelajaran) dan siswa hanya aktif membuat catatan materi, serta mengerjakan latihan soal yang diberikan guru. Mereka tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan, karena siswa hanya belajar menghafal dan kurang memahami materi pelajaran yang dipelajarinya.
Proses pembelajaran matematika akan berlangsung dengan baik jika dalam proses belajar matematika di kelas berhasil membelajarkan siswa, baik dalam berpikir maupun dalam bersikap. Dengan demikian guru perlu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif misalkan dengan melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi siswa. Dalam penarapannya, guru dapat menggunakan metode dan pendekatan yang bervariasi sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, tujuan pembelajaran yang diharapkan, serta kondisi siswa. Selain itu guru harus memahami perbedaan siswa dalam belajar, ada siswa yang dapat belajar secara individu tetapi ada juga siswa yang dapat belajar secara berkelompok. Oleh karena itu, proses belajar mengajar yang harus dirancang dengan sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat dilibatkan secara aktif.
3
soal tersebut atau oleh siswa lain, dengan demikian siswa memiliki pengalaman yang bervariasi dalam membuat soal dan mengerjakannya.
Dari uraian sebelumnya, maka metode problem posing (pengajuan masalah/membuat soal) dapat menjadi alternatif bagi guru untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika, khususnya dalam mengerjakan soal yang beragam. Suryanto (Darnati, 2001: 4) menyatakan bahwa: Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris sebagai padanan katanya digunakan istilah pembentukan soal. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam kegiatan, yaitu: (1) pembentukan soal baru ataupembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa, dan (2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada.
Menurut NCTM (As’ari, 2000: 42) problem posing (membuat soal) merupakan ”the heart of doing mathematics”, inti dari matematika. Oleh karena itu, NCTM merekomendasikan agar para siswa diberi kesempatan sebesar-besarnya untuk mengalami membuat soal sendiri (problem posing). Dengan pengajaran problem posing ini diharapkan dapat memberi rangsangan belajar yang lebih terarah bagi siswa dalam meningkatkan hasil-hasil belajar untuk mengetahui secara empiris apakah pengajaran dengan menggunakan metode problem posing dapat efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Untuk itu kiranya diadakan suatu penelitian mengenai penggunaan metode problem posing dalam pembelajaran matematika.
TINJAUAN PUSTAKA Hasil Belajar Matematika
Belajar adalah proses yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup. Dari proses ini akan menimbulkan perubahan-perubahan ke arah yamg lebih baik. Misalnya saja seorang bayi, dia tidak akan dapat langsung berjalan seperti orang tuanya, akan tetapi dia akan belajar merangkak terlebih dahulu barulah bayi tersebut dapat berjalan. Hal ini sejalan dengan pendapat Herman Hudojo (Widianto, 2008: 7) yang menyatakan bahwa,”Belajar adalah perubahan dalam diri seseorang yang berlaku relatif lama disertai usaha orang tersebut baru tidak mampu melakukan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya”. Writig (Syah, 2004: 64) mendefinisikan belajar sebagai: ”Any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertaire that occurs as a result of experience”, artinya belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Menurut Aisyah dan Fatimah (2011: 84), ”belajar merupakan perubahan tingkah laku”. Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman,sedangkan menurut Purwanto (Mailizar, 2011: 93), belajar adalah setiap perubahan yang menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan dan pengalaman.
Proses belajar adalah kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh individu untuk mencapai perubahan tingkah laku sedangkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang sudah dimiliki atau dikuasai oleh individu tersebut. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Sudjana (2004: 22) yang menyatakan bahwa, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Sedangkan menurut Arikunto (Widiyanto, 2008: 11), ”Hasil belajar adalah suatu akhir setelah mengalami proses belajar, dimana tingkah laku tampak dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati”. Dengan demikian hasil belajar dapat digunakan untuk mengukur, menilai, dan mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar siswa dalam kurun waktu tertentu. Untuk melihat hasil belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes hasil belajar.
4
penilaian, atau penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. 3) Ranah psikomotorik terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuian pola gerakan dan kreatifitas.
Berdasarkan uraian dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematikaadalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang relatif lama dan menetap yang disertai melalui latihan dan pengalaman dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati yaitu berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia mengalami proses belajar matematika.
Metode Problem posing
Problem posing adalah salah satu metode dalam mempelajari matematika yang disarankan oleh NCTM (National Cauncil of Teacher of Mathematics). Hal tersebut dikemukakan oleh NCTM karena problem posing merupakan ”The heart of doing
mathematics”, inti dari bermatematika. Oleh karenanya, NCTM (As’ari, 2000: 42)
merekomendasikan agar para siswa diberi kesempatan yang sebesar-besarnya untuk mengalami membuat soal sendiri (problem posing).
Suryanto (Darnanti,2001: 4), menyatakan bahwa: Problem posing merupakan istilah dalam bahasa inggris sebagai padanan katanya digunakan istilah pembentukan soal. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan, yaitu: (1) pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa, dan (2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada. Hal ini didukung oleh Bharata (2002: 13) yang menyatakan bahwa, ”Mengajukan Pertanyaan (problem posing) mencakup dua macam kegiatan yaitu membuat pertanyaan baru atau pertanyaan dari situasi/pengalaman siswa dan membuat pertanyaan dari siswa dan membuat pertanyaan dari pertanyaan lain yang sudah ada”.
Menurut Suharta (2001: 2), ”Problem posing adalah perumusan masalah oleh siswa dari situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum pemecahan masalah atau setelah pemecahan masalah tersebut”. Sedangkan Suryanto (Gita, 1999: 23) menyatakan bahwa,“Problem posing matematika adalah salah satu sistem kriteria penggunaan pola pikir matematika atau kriteria berpikir matematika dan sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah”. Oleh karena itu guru perlu memberikan arahan (situasi/kondisi/batasan) yang jelas didalam memberikan tugas pembuatan soal. Dalam hal ini peran guru sangat diperlukan guna membimbing siswa dalam membuat soal, supaya soal yang dibuat oleh siswa tidak keluar dari materi/pokok bahasan yang sedang dipelajari. Dengan demikian peran guru-guru hanya sebagar fasilisator yang mengarahkan siswa dalam membuat soal dan jawaban dari soal yang telah dibuat.
Proses belajar mengajar dengan metode problem posing ini secara garis besar dikemukakan oleh As’ari (2000: 43) yang menyatakan bahwa: ”Pada kelas yang menggunakan problem posing, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perumusan soal sendiri oleh siswa. Setiap kali selesai pembahasan satu pokok bahasan, dan guru sedang memberikan contoh kepada siswa tentang cara membuat soal, ke hadapan beberapa siswa disampaikan beberapa situasi untuk diketahui. Selanjutnya berdasarkan informasi yang diketahui itu para siswa diminta untuk membuat pertanyaan atau soal yang terkait dengan hal-hal yang diketahui itu. Sesudah itu para siswa diminta untuk menyelasaikan soal-soal mereka sendiri, dan bertukar soal dengan yang lain.”
Siswa yang telah terbiasa untuk merumuskan soal matematika, baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan mengalami kemajuan dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika. Hal itu didukung oleh Sutawijaya (Gita, 1999: 28) yang menyatakan bahwa, ”Merumuskan kembali masalah atau pengajuan masalah (problem posing) matematika merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemajuan dalam pemecahan masalah”.
5
mempelajari matematika. Siswa dituntut secara aktif untuk menggunakan pola pikir matematika, sehingga siswa dapat merumuskan kembali masalah matematika tersebut. Terlibatnya siswa secara aktif dalam merumuskan masalah matematika, secara tidak langsung akan membuat siswa lebih memahami konsep-konsep yang sedang diajarkan dan siswa akan mengenal bentuk-bentuk soal yang sedang dipelajarinya. Hal ini dapat mengakibatkan siswa dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan kepadanya.
Metode Konvensional
Metode konvensional adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bertuk ceramah, demostrasi, tanya jawab dan penugasan. Pada pengajaran konvensional, guru memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum dan dalil beserta bukti-bukti yang mendukung. Metode konvensional merupakan metode pembelajaran yang mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional cenderung berpusat kepada guru. Dalam model pembelajaran yang berpusat kepada guru hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh sistem diarahkan kepada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa ada usaha untuk mencari dan menerapkan strategi belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan kesulitan belajar setiap individu.
Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran. Guru lebih banyak melakukan aktifitas dibandingkan dengan siswa-siswanya. Sebaliknya, para siswa berperan lebih pasif, tanpa banyak melakukan kegiatan pengolahan bahan, karena menerima bahan ajaran yang disampaikan oleh guru. Dalam menggunakan metode ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan guru. Pengajaran ini telah diolah guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya. Kemudian siswa mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh guru secara cermat. Siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan guru, serta dapat mengungkapkan kembali apa yang telah diperolehnya ketika diberi pertanyaan oleh guru.
Metode konvensional sering dianologikan dengan metode ceramah, karena sifatnya sama-sama memberikan informasi. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakan bersama dengan temanya atau disuruh membuatnya di papan tulis, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan menjelaskan kembali secara klasikal. Metode mengajar yang biasa digunakan dalam pengajaran konvensional adalah metode ceramah dan demostrasi.
6
melaksanakannya; dan 5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. Sedangkan beberapa kelemahan dari metode konvensional adalah: 1) Metode ini hanya mungkin dapat dilakukan pada siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik; 2) Tidak dapat melayani perbedaan setiap individu baik dalam kemampuan, pengetahuan, minat, bakat serta gaya belajar; 3) Sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis; 4) Guru memegang peranan yang dominan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran; dan 5) Pembelajaran bersifat satu arah yaitu berasal dari apa yang disampaikan guru saja sehingga akan sulit untuk mengetahui sudah sejauh apa pemahaman siswa terhadap bahan ajar, juga dapat membatasi pengetahuan siswa hanya sebatas apa yang disampaikan oleh guru didepan kelas.
Tabel 1. Pembelajaran dengan metode problem posing dengan metode problem posing dengan metode konvensional (Kadir 2011: 208)
Pembelajaran dengan Metode guru mengenai bagaimana cara membuat soal atau masalah dan penyelesaian.
2. Siswa memperhatikan contoh soal dan penyelesaiannya yang
4. Siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan guru.
5. Siswa membuat soal atau masalah kembali kemudian menukarkannya soal tersebut dengan teman sekelas dan menyelesaikannya.
5. Siswa bersama guru membahas latihan soal yang dikerjakan oleh siswa
METODE
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode problem posing terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII SMPN 209 Jakarta dengan jumlah sampel 60 siswa yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Desain penelitian ini menggunakan posstest-only control group dimana ada 2 (dua) kelompok yang di pilih berdasarkan criteria tertentu. Kelompok pertama diberi perlakuan dengan metode problem posing kemudian dilakukan pengukuran sedangkan kelompok kedua diberi perlakuan dengan metode konvensional kemudian dilakukan pengukuran. Untuk lebih jelas, desain penelitian dapat digambarkan dalam tabel 2.
Tabel 2. Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Test
(R) E XE YE
7 Keterangan:
E : kelas yang diajarkan dengan metode problem posing K : kelas yang diajarkan dengan metode konvensional
XE : perlakuan pada kelas yang diajarkan dengan metode problem posing
XK : perlakuan pada kelas yang diajarkan dengan metode konvensional
YE : tes pada kelas yang diajarkan dengan metode problem posing
YK : tes pada kelas yang diajarkan dengan metode konvensional
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Metode Problem posing Berdasarkan data hasil belajar matematika pada materi operasi bentuk aljabar yang diajar dengan metode problem posing diperoleh rentangan nilai dari 68 sampai 91 dengan nilai rata-rata 81,9; modus 86, median 83,5; varians sebesar 39,01 dan standar deviasi sebesar 6,25.
Tabel 3.Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen (Metode Problem posing)
No Interval Nilai Tengah
Frekuensi Absolut
Frekuensi Komulatif
Frekuensi Relatif (%)
1 68-71 69,5 3 3 10
2 72-75 73,5 3 6 10
3 76-79 77,5 2 2 6,67
4 80-83 81,5 7 8 23,33
5 84-87 85,5 10 25 33,33
6 88-91 89,5 5 30 16,67
∑ 30 100
Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa frekuensi absolut tertinggi berada pada rentang 83,5–87,5; frekuensi absulut terendah berada pada rentang 75,5–79,5 dan median data terletak pada 83,5–87,5. Dengan demikian, data hasil belajar matematika siswa yang diberi metode problem posing memiliki kecenderungan mengelompok di atas rata-rata empirik.
Data Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Metode Konvensional Berdasarkan data hasil belajar matematika pada materi operasi bentuk aljabar yang diajar dengan metode problem posing diperoleh rentangan nilai dari 68 sampai 91 dengan nilai rata-rata 65,9; modus 70,79; median 67,1; varians sebesar 37,0759 dan standar deviasi sebesar 6,09.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol (Metode Konvensional)
No Interval Nilai Tengah
Frekuensi Absolut
Frekuensi Komulatif
Frekuensi Relatif (%)
1 50 – 53 51,5 2 3 6,67
2 54 – 57 55,5 1 6 3,33
3 58 – 61 59,5 3 2 10
4 62 – 65 63,5 7 8 23,33
5 66 – 69 67,5 5 25 16,67
6 70 – 73 71,5 12 30 40
8
Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa frekuensi absolut tertinggi berada pada rentang 69–75,5; frekuensi obsulut terendah berada pada rentang 53,5–57,5 dan median data terletak pada 65,5–69,5. Dengan demikian, data hasil belajar matematika siswa yang diberi metode konvensional memiliki kecenderungan mengelompok diatas rata-rata empirik.
Uji Persyaratan Analisis Data Normalitas
Dalam penelitian ini, uji normalitas data dianalisis dan diuji dengan teknik uji Liliefors.Hipotesis statistik statistik yang diuji adalah:
H0: Data berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: Data berasal dari populasi berdistribusi normal
Kriteria pengujian yaitu: terima H0 jika Lo< Ltabel, dan tolak H0 jika Lo>
Ltabel.Pengujian normalitas digunakan taraf signifikan α = 0,05, dengan n = 30, nilai Lt =
0,161 untuk kelas eksperimen dan n = 30, nilai Lt = 0,161 untuk kelas kontrol.
Rangkuman hasil perhitungan ditunjukan dalam tabel 3.
Tabel 5. Rangkuman hasil perhitungan uji normalitas data hasil belajar matematika siswa
Kelompok n Lo Lt Kesimpulan
Eksperimen 30 0,1177 0,161 Berdistribusi Normal Kontrol 30 0,1587 0,161 Berdistribusi Normal Semua kelompok hasil belajar matematika yang diuji normalitasnya dengan uji Liliefors memberikan nilai Lo atau nilai liliefors untuk hasil observasi lebih kecil dibandingkan dengan nilai Ltabel pada taraf signifikan 0,05 dengan n = 30, nilai Ltabel =
0,161;sehingga disimpulkan bahwa seluruh kelompok data hasil belajar matematika dalam penelitian ini dari populasi yang berdistribusi normal.
Homogenitas
Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher dengan taraf 5%yaitu, dari nilai hasil belajar matematika yang diajar dengan metode problem posing (kelompok eksperimen) dan dan nilai belajarmatematika yang menggunakan metode konvensional (kelompok kontrol). Hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0: �12= �12(varians kedua kelompok homogen)
H1: �12≠ �12 (varians kedua kelompok tidak homogen)
Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel. Kriteria pengujian yaitu: terima H0 jika
Fhitung < Ftabel dan tolak jika H0 jikaFhitung > Ftabel.Dari hasil pengujian pengujian diperoleh
nilai �ℎ� �� <� ��yaitu 1,08 <1,858maka diterima pada α = 0,05 ini berarti bahwa data dari kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau data dari kedua kelompok tersebut adalah homogen.
Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah dilakukan pengujian persyaratan analisis, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji – t. Dari hasil perhitungan dengan uji- t maka di dapat ℎ� �� > ��yaitu 20,85 > 2,0021. Ini menyimpulkan bahwa H0
ditolak dan menerima H1, yang berarti ada perbedaan antara hasil belajar matematika
9 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengujian hipotesis, maka terbukti bahwa terdapat pengaruh yang positif antara metode problem posing terhadaphasil belajar matematika. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan metode problem posing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional. Perbedaan hasil belajar ini, terlihat dari skor rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dengan metode problem posing lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional, maka dalam penelitian ini guru matematika harus menciptakan metode belajar yang baik bagi siswa agar dapat dilakukan pemilahan dan perlakuan yang tepat dalam proses kegiatan pembelajaran matematika pada khususnya materi tentang operasi bentuk aljabar.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum penggunaan metode problem posing memberikan kontribusi perolehan hasil belajar matematika pada kompetensi dasar operasi bentuk aljabar yang lebih baik. Maka dalam implikasi dalam upaya peningkatan hasil belajar matematika, hendaknya para guru dan pihak sekolah sekolah perlu menerapkan metode problem posing dalam proses kegiatan belajar matematika agar kualitas pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Dengan demikian metode problem posing merupakan salah satu faktor yang mendukung dalam pencapaian hasil belajar matematika karena merupakanmodal dasar dalam meningkatkan hasil belajar matematika di sekolah.
Dengan metode problem posing akan mendorong motivasi dan kreatifitas siswa untuk belajar khususnya dalam membuat soal hasil pikiran sendiri pada materi operasi bentuk aljabar dan menemukan hasil temuan sehingga akan timbul perasaan bangga dengan apa yang mereka kerjakan. Metode problem posing juga dapat digunakan sebagai pedoman guru untuk mengetahui dan menganalisa siswa yang kurang kreatif dan kurang mampu dalam menguasai pelajaran, sehingga gurudapat mengarahkan dan membimbing siswa ke arah yang lebih baik.
Dalam pengujian hipotesis pada taraf signifikan 5% diperoleh thitung > ttabel(20,85 >
2,0021), maka Ho di tolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis teruji
kebenarannya dan secara signifikan diterima. Dengan demikian disimpulkan pula bahwa terdapat pengaruh penggunaan metode belajar problem posing terhadap hasil belajar matematika yang menggunakan metode problem posing lebih tinggi daripada yang menggunakan metode konvensional.Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh As’ari (2000: 45) tentang kemampuan siswa dalam membuat soal, baik ditinjau jenis soal, struktur sintaksis, dan struktur semantiknya, tampak bahwa siswa yang diajar dengan problem posing mengalami proses belajar yang positif. Di tinjau darikeaktifan belajar siswa yang di lakukan Darnanti (2001: 7) menyatakan adanya keaktifan interaksi saat pembelajaran berlangsung. Ini terlihat dari siswa yang berusaha sendiri saat menemui kesulitan dalam menyusun atau menjawab soal meningkat 6,59% dari 17,8% menjadi 24,39%, yang meminta bantuan teman meningkat dari 17,08% atau dari 41,46% menjadi 58,54%sedangkan yang minta pada bantuan guru dari 41,46% menjadi 17,07% jadi terdapat penurunan 24,39%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak tergantung kepada guru, justru dapat berinteraksi antara siswa yang satu dengan yang lain, baik dari teman kelompok maupun antar kelompok. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kadir (2011: 213) menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan aritmatika sosial yang diajar menggunakan pendekatan problem posing lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar matematika yang diajar dengan metode konvensional. Hal ini dilihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi pendekatan problem posing sebesar 81,9 lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika yang menggunakan pendekatan keonvensional sebesar 65,9. Dengan demikian pendekatan problem posing berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar matematika.
10
masalah yang menarik, menantang, dan kontekstual dapat menginspirasikan para siswa mengembangkan ide-ide kreatif baik individual maupun kelompok untuk mengajukan ataumembuat soal matematika dengan tingkat kompleksitas yang beragam.
Berdasarkan temuan diatas terungkap bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing efektif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa serta dapam meningkatkan kemampuan siswa di dalam pemecahan masalah.Untuk itu kedepannya pelaksanaan pembelajaran dengan metode problem posing agar lebih ditingkatkan persentasinya dalam proses belajar mengajar, karena metode problem posing sudah terbukti dan teruji lebih baik dari metode yang sudah umum digunakan disekolah saat ini yaitu metode konvensioanal. Siswa jadi lebih kreatif, aktif dan lebih mandiri tanpa harus banyak bergantung kepada guru dalam membuat soal baik dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung maupun pekerjaan rumah (PR).
PENUTUP Kesimpulan
Dari hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian diberikan kesimpulan penelitian sebagai berikut:
Pembelajaran matematika dengan metode problem posing mampu membuat siswa aktif dan kreatif. Hal ini terlihat dari kemampuan siswa mengembangkan soal matematika sendiri berdasarkan informasi yang diberikan. Siswa mampu mengolah dan mengeksplorasikan informasi yang ada dan mengajukan masalah atau soal-soal matematika yang dapat diselesaikan. Melalui pembelajaran dengan metode problem posing juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, khususnya dalam berinteraksi dan sharing ide dengan siswa lain maupun dengaan guru sehingga kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan pemahaman siswa terhadap konsep menjadi lebih baik.
Hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan operasi bentuk aljabar yang diajar dengan metode problem posing lebih tinggi di bandingkan dengan hasil belajar matematika yang menggunakan metode konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi dengan metode problem posing sebesar 81,9 lebih tinggi daripada hasil belajar matematika yang menggunakan metode konvensional sebesar 65,9. Dengan demikian metode problem posing berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Saran
Sebagai upaya dalam meningkatkan hasil belajar Operasi Bentuk Aljabar, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
Untuk guru: 1) Mengingat banyak hal yang harus diperbaiki dalam peningkatan hasil belajar Operasi Bentuk Aljabar siswa, maka perlu adanya upaya perubahan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Agar siswa dapat meningkatkan hasil belajar matematika hendaknya guru menemukan beberapa metode atau strategi pembelajaran sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa; 2) Agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan maka metode yang digunakan hendaknya merupakan metode yang melibatkan aktivitas dan kreatifitas siswa dalam menjalani proses pembelajaran, dan harus lebih mengedepankan pengajaran yang menyenangkan dalam membahas materi pelajaran; dan 3) Sebaiknya pengajaran yang dilakukan disekolah pada umumnya dan sekolah menengah kejuruan pada khususnya tidak hanya menggunakan metode konvensional saja tetapi dapat pula menambahkan metode lain salah satunya adalah metode Problem posing. Jenis metode yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan sehingga mempermudah siswa dalam menerima materi pelajaran.
11
pembelajaran hendaknya semaksimal mungkin memanfaatkan fasilitas yang terdapat dilingkungan sekolah seperti Perpustakaan, Laboratorium, serta memanfaatkan teknologi informatika seperti jaringan internet.
Untuk peneliti, yang berminat untuk melakukan penelitian serupa disarankan untuk dapat melibatkan variabel lain dan objek penelitian yang lebih luas, serta mempertimbangkan faktor-faktor psikologi siswa pada saat melakukan penelitian seperti sikap, motivasi, gaya belajar, konsep dan lain-lain,sehingga hasil penelitian tidak semata-mata diambil dari segi mengajar saja.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti dan Fatimah. 2011. Pengaruh kesulitan belajar khusus (learning disability) terhadap prestasi belajar siswa SDN 01 Sempoa Situ Gintung Ciputat. Faktor, Juli-Agustus 2011, 82-86.
As’ari, Abdul Rahman.2000. Pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing. Buletin Pelangi Pendidikan, 17(2), 42–45.
Bharata, Hanida. 2002. Pembelajaran Problem posing dibandingkan dengan Pembelajaran Biasa Terhadap Hasil Belajar Aritmatika. Bandung: Tesis tidak dipublikasikan. Fakultas PascaSarjana.Universitas Pendidikan Indonesia.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Darnati, Euis Tati. 2001. Upaya meningkatkan aktivitas belajar melalui pendekatan problem posing pada pembelajaran matematika .Buletin Pelangi Pendidikan, 4(2), 4–7.
Gita, Nyoman. 1999. Pengembangan strategi pengajuan masalah dalam pembelajaran matematika di SMU.Aneka Widya,32(1).
Kadir. 2011. Implementasi pendekatan pembelajaran problem posing dan pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 17(2), 203–213.
Mailizar. 2011. Pengaruh persepsi mahasiswa atas kompetensi pedagogik dosen dan motivasi berprestasi mahasiswa terhadap hasil belajar mata kuliah aljabar linear. Faktor, Sept-Okt 2011, 91-98.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suharta, I GustiPuta. 2001. Peningkatan pemecahan masalah matematika melalui pengintegrasi pengajuan masalah. Aneka Widya, 34(4).
Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.