• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spatial Analisis Jabodetabekpunjur dengan Pende

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Spatial Analisis Jabodetabekpunjur dengan Pende"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN FINALANALIS DATA SPASIAL UNTUK KSN

(Individual Report -

Selengkapnya dan Keterkaitan dengan Analis

Kebijakan ada dalam Laporan FinalKonsolidasi

)

Pendekatan Kajian Risiko Bencana Untuk Perencanaan Kawasan Strategis

Nasional

(Studi Kasus: Perpres 54/2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan

Jabodetabekpunjur)

Project Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development

(SCDRR-D) Phase II

(2)

2

DAFTAR

ISI

1. Pendahuluan ...5

1.1. Peran Data Spasial dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pengurangan Risiko Bencana.... 5

1.2. Peraturan Perundangan Terkait Data dan Informasi Spasial ... 5

1.2.1. Undang-Undang No.04 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial ... 5

1.3 Tujuan Penugasan ... 6

1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan ... 6

1.4.1Ruang Lingkup Wilayah 6 1.4.2Ruang Lingkup Kajian 7 1.4.3Lingkup Pekerjaan Analis Data Spasial 8 1.5 Keluaran Yang Diharapkan ... 8

1.6. Sistematika Penulisan Laporan... 9

2. Analisis Ketersediaan data Spasial ... 10

2.1. Kesamaan Data Yang Digunakan 10 2.2. Kesesuaian dengan UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial 11 3. Analisis Spasial dan Analisis Risiko Bencana terhadap Rencana Pola Ruang dan Penggunaan Lahan Saat Ini ... 14

3.1. Tinjauan Struktur Ruang dan Analisis Jarak Antar Titik-Titik PKN 14 3.2. Tinjauan Arahan Zona Pola Ruang dan Analisis Luasan 17 3.3.Kondisi LandUse Eksisting terhadap Arahan Pola dan Struktur Ruang Jabodetabekpunjur 20 3.4. Tingkat Risiko Bencana di Kawasan Jabodetabekpunjur berdasarkan Peta Risiko BNPB 23 3.4.1. Bencana Gempa Bumi ... 28

3.4.2. Bencana Tsunami ... 32

3.4.3. Bencana Banjir ... 34

3.4.4. Bencana Tanah Lonsor ... 39

3.4.5. Bencana Letusan Gunung Berapi... 43

3.4.6. Bencana Gelombang Ekstrem dan Abrasi... 45

3.4.7. Bencana Cuaca Extrem ... 49

3.4.8. Bencana Kekeringan ... 52

3.4.9. Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan ... 55

3.4.10. Bencana Kebakaran Gedung dan Permukiman ... 58

3.4.11. Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit ... 61

(3)

3

3.4.12. Bencana Gagal Teknologi ... 63

3.4.13. Bencana Konflik Sosial ... 68

3.5. Analisis Spasial Penyerapan RTR KSN ke RTRW Kabupaten/Kota 72 3.6. Kajian Risiko Bencana untuk RTRW-P yang terkait KSN Jabodetabekpunjur ... 75

3.6.1. RTRW Provinsi Jawa Barat ... 76

3.6.2. RTRW Provinsi DKI Jakarta ... 80

3.6.3. RTRW Provinsi Banten ... 83

4. Analisis Kesesuaian RTR KSN, RTRWP dan RPB ke dalam RTRWK Jakarta Timur ... 86

4.1. Analisis Per Jenis Bencana Untuk Jakarta Timur 92 4.1.1. Bencana Angin Putting Beliung dan Upaya Mitigasi 92 4.1.2. Bencana Banjir dan Upaya Mitigasi 94 4.1.3. Bencana Epidemi, Wabah Penyakit dan Upaya Mitigasi 97 4.1.4. Bencana Gempa Bumi dan Upaya Mitigasi 99 4.1.5. Bencana Kekeringan dan Upaya Mitigasi 101 5. Kesimpulan dan Rekomendasi ... 104

5.1. Kesimpulan 104 5.2.Rekomendasi Masukan untuk BNPB dan BIG ...104

Referensi... 106

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1Peta Administrasi Kabupaten/Kota Lingkup Wilayah Kajian KSN Jabodetabekpunjur ... 7

Gambar 2Peta Administrasi PropinsiLingkup W ilayah Kajian KSN Jabodetabekpunjur ... 7

Gambar 3 Peta Penggunaan Lahan 2010 Terhadap Zonasi Perpres 54/2008 ... 21

Gambar 4Peta Perbandingan L and-use Jabodetabekpunjur 2000 dan 2010... 22

Gambar 5Matriks Penentuan Tingkat Ancaman ... 26

Gambar 6Matriks Penentuan Tingkat Kerugian ... 26

Gambar 7Matriks Penentuan Tingkat Risiko Bencana... 26

Gambar 8 Peta Ancaman Bencana Gempa Bumi ... 29

Gambar 9 Peta Kerentanan Bencana Gempa Bumi... 30

Gambar 10 Peta Risiko Bencana Gempa Bumi ... 30

Gambar 11 Peta Ancam an Bencana Tsunami ... 32

Gambar 12 Peta Kerentanan Bencana Tsunami... 33

Gambar 13 Peta Risiko Bencana Tsunami ... 33

Gambar 14 Peta Ancam an Bencana Banjir... 36

Gambar 15 Peta Kerentanan Bencana Banjir ... 37

Gambar 16 Peta Risiko Bencana Banjir ... 38

Gambar 17 Peta Ancam an Bencana Tanah Longsor... 40

(4)

4

Gambar 19 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor ... 42

Gambar 20 Peta Ancam an Bencana Gunung Api ... 43

Gambar 21 Peta Kerentanan Bencana Gunung Api... 44

Gambar 22 Peta Risiko Bencana Gunung Api ... 44

Gambar 23 Peta Ancam an Bencana Abrasi... 46

Gambar 24 Peta Kerentanan Bencana Abr asi... 47

Gambar 25 Peta Risiko Bencana Abrasi ... 48

Gambar 26 Peta Ancam an Bencana Putting Beliung ... 50

Gambar 27 Peta Kerentanan Bencana Putting Beliung ... 51

Gambar 28 Peta Risiko Bencana Putting Beliung... 51

Gambar 29 Peta Ancam an Bencana Kekeringan... 53

Gambar 30 Peta Kerentanan Bencana Kekeringan... 54

Gambar 31 Peta Risiko Bencana Kekeringan ... 54

Gambar 32 Peta Ancam an Bencana Kebakaran Hutan dan L ahan ... 56

Gambar 33 Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan ... 56

Gambar 34 Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan L ahan... 57

Gambar 35 Peta Ancam an Bencana Kebakaran Permukiman ... 59

Gambar 36 Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Permukiman ... 59

Gambar 37 Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman... 60

Gambar 38 Peta Ancam an Bencana Epidemi dan W abah Penyakit ... 61

Gambar 39 Peta Kerentanan Bencana Epidemi dan W abah Penyakit ... 62

Gambar 40 Peta Risiko Bencana Epidemi dan W abah Penyakit... 62

Gambar 41 Peta Ancam an Bencana Gagal Teknologi ... 65

Gambar 42 Peta Kerentanan Bencana Gagal Teknologi ... 65

Gambar 43 Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi ... 66

Gambar 44 Peta Ancam an Bencana Konflik Sosial ... 69

Gambar 45 Peta Kerentanan Bencana Konflik Sosial... 69

Gambar 46 Peta Risiko Bencana Konflik Sosial ... 70

Gambar 47 Rencana Pola Ruang Kabupaten Bogor 2029 ... 74

Gambar 48 Overlay Rencana Pola Ruang Kab Bogor terhadap Arahan Zona N pada Perpres 54/2008 ... 74

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Ketersediaan Data Spasial untuk Analisis Tata Ruang berbasis Risiko Bencana ... 10

Tabel 2Penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia... 11

Tabel 3 Rincian Zoning dalam Kawasan Jabodetabekpunjur ... 17

Tabel 4 Land Use Code... 20

Tabel 5 Komponen Indeks Ancaman Bencana... 23

Tabel 6 Aspek-Aspe k Kebencanaan Y ang Perlu Diperhatikan pada Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang ... 27

(5)

5

1.

P

ENDAHULUAN

1.1.

Peran Data Spasial dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pengurangan Risiko

Bencana

Informasi Geospasial (IG) sangat berguna sebagai sistem pendukung pengambilan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan ketahanan nasional, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang, perencanaan lokasi investasi dan bisnis perekonomian, penentuan garis batas wilayah, pertanahan, dan kepariwisataan. IG juga merupakan informasi yang amat diperlukan dalam penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan hidup, dan pertahanan keamanan.

Data Spasial digunakan untuk Perencanaan Tata Ruang Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam bentuk peta-peta kondisi eksisting dan yang direncanakan. Data-data spasial yang di sintesiskan berupa Peta Pola Ruang dan Struktur Ruang, peta-peta jaringan (jalan, drainase, listrik, sampah) dan peta-peta rencana lainnya. Selain itu biasanya didukung juga oleh peta-peta tematis lain, misalnya risiko bencana dan penggunaan lahan.

Perencanaan tata ruang sebagai suatu bentuk intervensi pembangunan yang multidimensi memungkinkan berbagai bentuk kegiatan mitigasi risiko bencana untuk diintegrasikan, baik yang bersifat fisik (struktural) maupun non fisik (non struktural). Dalam menentukan bentuk kegiatan mitigasi yang akan digunakan akan bergantung kepada jenis bencana dan tujuan kegiatan tersebut. BNPB sudah menyelesaikan peta Risiko bencana untuk 33 provinsi yang menggambarkan banyaknya bencana yang mengancam Indonesia.Memasukkan kajian risiko bencana kedalam Perencanaan dan manajemen Tata Ruang harus ditempatkan sebagai prioritas, termasuk framework program-program kebijakan pro rakyat miskin, pertumbuhan, penyediaan lapangan pekerjaan dan pro-lingkungan hidup.Perencanaan Tata Ruang beruurusan dengan lokasi spasial dimana bencana dapat terjadi, informasi mengenai multi risiko bencana di lokasi tersebut adalah penting, dan harus dimasukkan secara formal ke Tata Ruang. BNPB sebagai mitra implementasi dalam proyek ini dan kemitraan strategis dengan Bappenas (melalui BKPRN) dan kementrian dalam Negeri akan dilanjutkan.

1.2.

Peraturan Perundangan Terkait Data dan Informasi Spasial

1.2.1.

Undang-Undang No.04 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial

(6)

6

berbagai proses pembangunan dan menjadi dasar perencanaan penataan ruang, penanggulangan bencana, pengelolaan sumber daya alam, dan sumberdaya lainnya, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

UU nomor 4/2011 tentang Informasi Geospasial menguraikan bahwa secara umum IG terbagi menjadi Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT).IGD mencakup acuan posisi dan peta dasar, adapun IGT mencakup berbagai ragam tema, seperti kehutanan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. Peta dasar yang sangat diperlukan bagi perencanaan terdiri dari Peta Rupabumi yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat; Peta Lingkungan Pantai yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir dan Peta Lingkungan Laut Nasional yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.

Penyelenggaraan IGD dilaksanakan oleh Badan Informasi Geospasial sebagai pengganti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) sesuai dengan amanat UU nomor 4/2011.Khususnya untuk keperluan penanggulangan bencana, setiap individu diwajibkan memberikan IGT yang dimilikinya apabila diminta oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang diberi tugas dalam urusan penanggulangan bencana.

Peta Dasar dengan segala karakteristik ketelitiannya, menjadi dasar bagi pembuatan Peta rencana tata ruang wilayah.Peta rencana tata ruang wilayah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan rencana tata ruang wilayah harus mengandung tingkat ketelitian yang sesuai dengan skala penggambarannya.PP nomor 8/2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang juga mengatur tentang sistem referensi geospasial; skala peta dasar minimal, unit pemetaan yang dapat digunakan dan ketelitian muatan ruang.

1.3

Tujuan Penugasan

Tujuan Penugasan adalah menyediakan perspektif mitigasi bencana dan keseluruhan manajemen risiko ke dalam Greater Jakarta/Jabodetabekpunjur sebagai Kawasan Strategis Nasional, dengan memasukan analisis Risiko Bencana kedalam Rencana Tata Ruang. Menghasilkan sebuah gambaran mengenai level risiko yang dapat diterima dan rekomendasi untuk strategi manajemen risiko dengan mitigasi berorientasi pencegahan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, khususnya Jabodetabekpunjur.

Pekerjaan ini dilakukan dengan supervisi dari Bappenas, BNPB dan UNDP Synergy dan koordinasi dan petunjuk dari BKPRN.Pekerjaan ini dilakukan bersama antara konsultan Analis Kebijakan dan konsultan Analis Data Spasial untuk Kawasan Strategis Nasional.

1.4

Ruang Lingkup Pekerjaan

1.4.1

Ruang Lingkup W ilayah

(7)

7

(lihat Gambar 1). Kawasan Jabodetabekpunjur ini juga terkait dengan 3 Provinsi yaitu : DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten (lihat Gambar 2).

1.4.2

Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian dalam pekerjaan ini adalah menerapkan kajian risiko bencana dari BNPB terhadap RTR KSN Jabodetabekpunjur.

Gambar 1Peta Administrasi Kabupaten/Kota Lingkup Wilayah Kajian KSN Jabodetabekpunjur

Sumber: Diko mpilasi Peta Admin BPS, 2009; Perpres 54/2008; Peta RTRW P rovinsi dan Kab/Kota Kawasan Jabodetabekpunjur

(8)

8

Sumber: Dikompilasi dariPeta Admin BPS, 2009; Perpres 54/2008; Peta RTRW P rovinsi dan Kab/Kota Kawasan Jabodetabekpunjur

1.4.3

Lingkup P ekerjaan Analis Data Spasial

Analisis Data Spatial akan bekerjasama dan berkoordinasi dengan Bappenas melalui BKPRN, BNPB dan Instansi Terkait. Pekerjaan yang dilakukan meliputi :

1. Melakukan digitasi dan analisis data spasial untuk provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat (data spasial dan informasi untuk merencanakan penggunaan lahan berdasarkan pertimbangan aspek judicial, biophysical, ecological, social ekonomi dan budaya dan kesesuaiannya dengan UU no 4/2011 mengenai Informasi Geospasial.

2. Melakukan analisis spasial untuk mengukur level risiko yang terkait ke semua jenis risiko, ancaman dan kerentanan bencana untuk KSN Jabodetabekpunjur.

3. Menyediakan rekomendasi untuk tool monitoring dan evaluasi terhadap pengurangan level risiko sebagai hasil dari implementasi yang efektif dari penataan ruang berorientasikan manajemen risiko.

1.5

Keluaran Yang Diharapkan

Keluaran dari Analis Data Spasial akan mendukung keluaran dari Analis Kebijakan terutama untuk Review tentang Perpres 54/2008. Selain itu Keluaran yang diharapkan dari konsultan analisis data spasial adalah sebagai berikut:

• Laporan yang menggambarkan latar belakang konteks, metodologi, dan rencana kerja.

(9)

9

2011 mengenai informasi Geospasial dan (3). Level risiko sebagai hasil analisis multirisiko terhadap Penggunaan lahan existing dan yang di rencanakan dalam sebuah laporan yang terkonsolidasi.

• Laporan sintesis yang menggambarkan rekomendasi: a). Data Penggunaan Lahan yang sudah di sinkronisasikan/diolah berdasarkan aspek-aspek pertimbangan Yudisial, biofisik, ekologikal, sosial ekonomi dan budaya. (b). Menggunakan data dan informasi kedalam pengetahuan yang bisa diakses untuk monitoring dan evaluasi terhadap implementasi yang efektif terhadap Tata ruang berorientasi manajemen risiko bencana dalam sebuah Final report yang terkonsolidasi.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Penulisan Laporan Pendahuluan ini terdiri atas 4 (empat) bab, yakni:

Bab 1 Pendahuluan

Bab 1 membahas mengenai latar belakang penyusunan pekerjaan, serta tujuan, ruang lingkup dan keluaran yang diharapkan.

Bab 2 Analisis Spasial dan Analisis Risiko Bencana terhadap Rencana Penggunaan Lahan dan

Penggunaan Lahan Saat Ini

Pada bab 2 mengulas secara singkat tentang Kesamaan Data Yang Digunakan, Kesesuaian dengan UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial, Kondisi LandUse Eksisting terhadap Arahan Pola dan Struktur Ruang Jabodetabekpunjur, Tingkat Risiko Bencana di Kawasan Jabodetabekpunjur berdasarkan Peta Risiko BNPB, Analisis Spasial Penyerapan RTR KSN ke RTRW Kabupaten/Kota, dan Kajian Risiko Bencana untuk RTRW-P yang terkait KSN Jabodetabekpunjur (RTRW Provinsi Jawa Barat, RTRW Provinsi DKI Jakarta, RTRW Provinsi Banten)

Bab 3 Rekomendasi Awal

Bab 3 memberikan rekomendasi singkat terkait data spasial yang digunakan dalam RTR KSN.

Bab 4 Lampiran Album Peta

(10)

10

2.

A

NALISIS

K

ETERSEDIAAN DATA

S

PASIAL

2.1. Kesamaan Dat a Yang Digunakan

Kesamaan data yang digunakan dapat dilihat dalam bentuk format, jenis data, kedetilan/skala data sehingga memungkinkan dilakukan overlay. Agar dapat dilakukan proses tumpang susun dan analisis data-data spasial yang dikumpulkan harus berada dalam GIS. Untuk data dengan format Vektor yang berupa shapefile (SHP) dan untuk data dengan format raster bisa berupa file JPG, Tiff atau GRID yang sudah memiliki sistem koordinat baik terproyeksi (UTM) atau tidak terproyeksi (Geographic/Latitude-Longitude).

Tabel 1 Ketersediaan Data Spasial untuk Analisis Tata Ruang berbasis Risiko Bencana

Sumber Nama Data Format Skala Sistem Proyeksi

Keterangan BNPB Peta Risiko Bencana GRID 1:250.000 WGS 84 Hanya View, tidak

bisa diolah di PC lokal Peta Keren tanan Bencana GRID 1:250.000 WGS 84 Hanya View, tidak

bisa diolah di PC lokal

Peta Ancaman Bencana GRID 1:250.000 WGS 84 Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal Basemap (Titik Tinggi, Fasum,

Sungai, Jaringan Jalan, Kontur, Penggunaan Lahan)

Shapefile 1:250.000 1: 50.000 1:25.000

WGS 84 Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal

Batas Admin BPS 2009 Shapefile 1:250.000 WGS 84 Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal SRTM dan Topo Raster 30 m WGS 84 Hanya View, tidak

bisa diolah di PC lokal Direktorat

Perkotaan PU

Land Use Existing Shapefile 1 : 10.000 WGS_1984 UTM_Z_48S

Dapat diolah dengan GIS

Landuse Planning Shapefile 1 : 10.000 WGS_1984 UTM_Z_48S

Dapat diolah dengan GIS

Admin BPS 2009 Shapefile 1:250.000 WGS 84 Dapat diolah dengan GIS

SPOT + ALOS Image Raster 2,5m dan 5 meter

WGS_1984 UTM_Z_48S

Dapat diolah dengan GIS

RTRW Kota Bekasi PDF, JPG 1:110000 Perlu Proses rektifikasi, Dapat diolahdengan GIS RTRW Kota Tangerang PDF, JPG,SHP 1 : 50.000 WGS 84 Dapat diolahdengan

(11)

11

Sumber Nama Data Format Skala Sistem Proyeksi

Keterangan RTRW Kota Tangerang Selatan

RTRW Kota Bogor

RTRW Kab Bogor SHP, DWG 1:100.000 WGS 84 Dapat diolahdengan GIS

RTRW Kab Bekasi RTRW Kab Tanggerang

Sumber : Pengolahan Team Tata Ruang - 2013

Dari ketersediaan data di atas, tumpang susun peta dapat dilakukan pada skala 1 : 250.000 yang berarti dapat dilakukan untuk level KSN Jabodetabekpunjur dan RTRW Provinsi. Sedangkan untuk level kabupaten/kota yang membutuhkan kedetilan setara dengan skala 1 : 50.000 tidak dapat di tumpang susunkan dengan data Ancaman, Kerentanan dan Risiko dari BNPB yang saat ini masih pada skala 1 : 250.000.

2.2. Kesesuaian dengan UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial

UU nomor 4/2011 tentang Informasi Geospasial menguraikan bahwa secara umum IG terbagi menjadi Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT).IGD mencakup acuan posisi dan peta dasar, adapun IGT mencakup berbagai ragam tema, seperti kehutanan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. Peta dasar yang sangat diperlukan bagi perencanaan terdiri dari Peta Rupabumi yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat; Peta Lingkungan Pantai yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir dan Peta Lingkungan Laut Nasional yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.

UU tersebut juga mengamanatkan adanya referensi tunggal, ketersediaan akses yang dapat dipertanggung jawabkan, keberhasilgunaan dan mendorong penggunaan Informasi Geospasial dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Referensi tunggal yang dimaksud, Secara praktis untuk data gis dalam format shapefile harus dibuat dalam Geodatabase dengan katalog unsur geografis menggunakan sistem datum wgs 84 baik menggunakan sistem koordinat tidak terproyeksi latitude/longitude atau dalam sistem koordinat terproyeksi UTM (Universal transverse mercator). Data yang memiliki informasi ini sehingga data dari berbagai sistem koordinat dan proyeksi tetap dapat ditumpangtindihkan. Bila ada perbedaan misal garis pantai, batas administrasi maka harus kembali ke acuan dari BIG untuk IGD.

UU nomor 4 Tahun 2011 juga mengamanatkan penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia pada berbagai skala yang tentunya juga akan menjadi acuan penyelenggaraan skala pada peta-peta tematik, sebagaimana pada tabel 8 berikut.

Tabel 2Penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia

• 1:1.000.000

• 1:500.000

1:250.000

(12)

12

BIG bekerjasama dengan K/L

Dapat dilaksanakan K/L

Sumber: Badan Informasi Geospasial, 2011

Sedangkan PU juga telah membuat aturan mengenai skala penyelenggaran data spasial untuk KSN berdasarkan tipologinya.

Tipologi KSN Skala Peta

Kawasan pertanahan dan keamanan (kawasan perbatasan negara dan wilayah pertanahan)

a. Kawasan perbatasan negara: 1) Kawasan perbatasan darat:

a) Yang didominasi kawasan terbangun : 1:25.000 – 1: 10.000 b) Yang didominasi kawasan nonterbangun : 1 : 250.000 –

1:50.000

1) Kawasan perbatasa laut:

a) Yang keseluruhan merupakan laut 1 : 500000 – 1: 250.000 b) Yang mencakup pula pulau-pulau kecil 1:25.000 – 1 : 10.000 a. Wilayah pertahanan : skala peta ditentukan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kawasan perkotaan yang merupakan kawasan metropolitan

Minimal 1 : 50.000

KAPET Minimal 1 : 100.000 Kawasan ekonomi khusus

(nonKAPET)

kawasan inti dan kawasan penyangga: 1:25.000–1:10.000 Kawasan warisan budaya/adat

tertentu

a. kawasan inti: minimal 1:5.000

b. kawasan penyangga: 1:25.000–1:10.000 Kawasan teknologi tinggi a. kawasan inti: minimal 1:5.000

b. kawasan penyangga: 1:25.000–1:10.000 Kawasan SDA di darat minimal 1:50.000

Kawasan hutan lindung-taman nasional

1:250.000 –1:50.000

Kawasan rawan bencana 1:50.000–1:25.000 Kawasan ekosistem termasuk

kawasan kritis lingkungan

a. kawasan kritis lingkungan: 1:50.000–1:25.000 b. kawasan ekosistem: 1:250.000 –1:50.000

(13)

13 Perpres 54/2008 Pasal 13 ayat (4) : Arahan pengembangan sistem pusat permukiman digambarkandalam Peta Struktur dan Pola Ruang Kawasan Jabodetabekpunjurdengan skala peta 1:50.000 sebagaimana tercantum dalamLampiran III yang merupakan bagian tak terpisahkan dariPeraturan Presiden ini.

Data spasial yang digunakan pada Perpres 54/2008 tercetak pada Peta-Peta Lampiran I, II dan III. Lampiran ini berupa peta cetak pada skala 1 : 150.000 dan dalam bagian sumber Peta-Peta itu disebutkan menggunakan acuan Peta RBI Bakosurtanal skala 1 : 25.000. Hal ini menunjukkan adanya generalisasi dari skala yang detil ke skala yang lebih umum, yaitu dari peta dasar 1 : 25.000 kemudian proses zonasi dan perencanaan dilakukan pada skala 1 : 50.000 dan disajikan sesuai ukuran kertas 1 : 150.000. Sehingga secara kaidah kartografi tidak ada masalah dan pertentangan dengan penyelenggaraan skala yang umum dilakukan di BIG.

Tantangan pada penyusunan kajian ini adalah mendapatkan data spasial asli yang digunakan pada penyusunan Perpres tersebut.Beberapa instansi terkait yang dihubungi sudah tidak menyimpan data spasial asli/mentahnya, mengingat pada saat penyusunan belum ada infrastruktur penyimpanan data geospasial yang handal. Untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan proses rektifikasi/register image yang kemudian didigitasi ulang untuk menghasilkan data spasial turunan. Sehingga data spasial tersebut dapat di tumpang tindihkan dengan peta lainnya yaitu ancaman, kerentanan dan risiko bencana dalam skala 1 : 250.000. Digitasi ulang inidilakukan untuk data-data zonasi dan titik-titik PKN mengingat ketidaktersediaan data mentah.

Data ancaman, kerentanan dan risiko bencana dari BNPB dapat diakses on-line melalui

dan unit administrasi kecamatan. Dapat dikatakan setara dengan kedetilan peta skala 1 : 250.000. Sehingga dapat digunakanuntuk ditumpangtindihkan dengan Peta Tata Ruang untuk level KSN (1:

250.000), RTRW Provinsi (1 : 250.000). Dan data ini tidak dapat di tumpang tindihkan dengan RTRW

Kabupaten ( 1: 50.000) dan tidak dapat dibuat digunakan untuk membuat rute evakuasi.

(14)

14

3.

A

NALISIS

S

PASIAL DAN

A

NALISIS

R

ISIKO

B

ENCANA TERHADAP

R

ENCANA

P

OLA

R

UANG DAN

P

ENGGUNAAN

L

AHAN

S

AAT

I

NI

3.1. Tinjauan Struktur Ruang dan Analisis Jarak Antar Titik-Titik PKN

Rencana struktur ruang merupakan rencana pengembangansusunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasaranayang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial dan ekonomimasyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang tersebut terdiri atas sistem pusat permukiman dan sistem jaringanprasarana, yang meliputi:

a. sistem transportasi darat; b. sistem transportasi laut; c. sistem transportasi udara; d. sistem penyediaan air baku; e. sistem pengelolaan air limbah;

f. sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun; g. sistem drainase dan pengendalian banjir;

h. sistem pengelolaan persampahan; i. sistem jaringan tenaga listrik; dan j. sistem jaringan telekomunikasi.

Pusat Kegiatan Nasional adalah Kawasan Perkotaan Jakarta, dengan kotainti adalah Jakarta dan kota satelit adalah Bogor, Depok,Tangerang, Bekasi, dan kota lainnya.Dalam arahan struktur ruang dikembangkan Jalan Lingkar LuarJakarta Kedua (Jakarta Outer Ring Road 2) dan jalan radialnyasebagai pembentuk struktur ruang Jabodetabekpunjur dan untukmemberikan pelayanan pengembangan sub pusat perkotaanantara lain Serpong/Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, Cinere,Cimanggis, Cileungsi, Setu, dan Tambun/Cikarang.

Titik Pusat Kegiatan Nasional

Kota

Kota Inti Jakarta

Kota Satelit Bogor

Depok Tangerang Bekasi

Sub Pusat Perkotaan Serpong/Kota Mandiri Bumi Serpong Damai Cinere

(15)

15

Perkiraan jarak dan kedekatan antar titik-titik PKN dapat dilakukan dengan analisis geometrik sederhana. Dengan melihat jarak euclidan/jarak udara akan didapatkan gambaran umum jarak pada jalan (on-road) dengan mengabaikan barrier-barrier lain seperti perbedaan ketinggian, kemacetan dan sebagainya. Pola hubungan jarak udara antar PKN pada kawasan Jabodetabekpunjur dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Dari peta di atas dengan perhitungan menggunakan GIS didapatkan tabel jarak antar PKN. Untuk Jarak tersebut yang kami anggap cukup penting adalah jarak terhadap PKN Utama yaitu DKI Jakarta, Jarak paling pendek antar titik pusat PKN dan Jarak paling jauh antara titik pusat PKN.

Perhitungan Jarak PKN ke Pusat DKI Jakarta

InputID

PKN

Distance (m)

Distance

(km)

Kota Jakarta Serpong 19738.06 19.74 Kota Jakarta Kota Bekasi 20390.87 20.39 Kota Jakarta Cinere 20431.98 20.43 Kota Jakarta

Kota

(16)

16

InputID

PKN

Distance (m)

Distance

(km)

Kota Jakarta Cileungsi 28270.16 28.27 Kota Jakarta Tambun 29763.84 29.76 Kota Jakarta Setu 30777.92 30.78 Kota Jakarta Kota Bogor 47506.39 47.51

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Dengan melihat hubungan antara titik –titik pusat PKN terhadap Pusat PKN DKI Jakarta terlihat bahwa jarak hampir sama dan terdistribusi merata antar PKN Satelit maupun sub satelit. Jarak udara terdekat adalah dari kota Serpong dan kota Bekasi dan Cinere. Sedangkan yang paling jauh adalah dengan Kota Bogor.

Jarak Terdekat antar Titik Pusat PKN

PKN1

PKN2

Distance (m)

Distance

(km)

Cimanggis Kota Depok 5938.465048 5.94 Cinere Kota Depok 6532.125688 6.53 Cileungsi Cimanggis 8708.616704 8.71

Setu Tambun 9166.346669 9.17

Kota Bekasi Tambun 9648.585273 9.65

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Jarak terdekat antar PKN ini penting diperhatikan agar pada saat perkembangan kota/PKN tidak terjadi aglomerasi dan problem lain seperti masalah jaringan transportasi dan kemacetan. Solusi yang dapat diusulkan antara lain dilakukan penggabungan untuk yang terlalu dekat.

0.00

Jarak Ke Titik Pusat Jakarta (km)

(17)

17

Jarak Terjauh Antar Titik Pusat PKN

PKN1

PKN2

Distance (m)

Distance (km)

Kota Jakarta Kota Bogor 47506.38987 47.51

Setu Kota Tanggerang 49042.44089 49.04

Tambun Kota Bogor 49465.69107 49.47

Kota Tanggerang Kota Bogor 49833.51863 49.83 Tambun Kota Tanggerang 49919.98805 49.92 Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Untuk jarak terjauh perlu diperhatikan terkait efisiensi dalam hal trasportasi atau pergerakan manusia.Misalnya prioritas untuk jalur transportasi massal antar PKN, sehingga mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang menempuh jarak jauh.Jarak terjauh ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membentuk jalur lingkar luar yang menghubungkan PKN terjauh dengan PKN lainnya.

3.2.

Tinjauan Arahan Zona Pola Ruang dan Analisis Luasan

Dalam analisis ini kita akan menganggap bahwa arahan penggunaan lahan dan zonasinya dalam peta Struktur dan Pola Ruang pada Perpres 54/2008 adalah sebagai framework dalam memahami kondisi landuse saat ini. Peta Struktur dan Pola Ruang tersebut juga akan digunakan sebagai framework untuk memahami ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang dikompilasi BNPB. Dan selanjutnya digunakan untuk melihat sejauh mana RTRW Provinsi sudah memasukkan pengurangan bencana kedalam rencana dan arahan tata ruangnya.Bila didalam RTRW Provinsi tersebut sudah memasukkan unsur mitigasi Bencana maka bisa dilakukan perbandingan untuk melihat gapnya.

Zona yang digunakan dalam Perpres 54/2008 ada 3 zona utama.Yaitu Zona N yang merupakan kepanjangan dari Non-Budidaya (Non-Developed), Zone B yang merupakan kepanjangan dari Budidaya (Developed) dan zone P yang merupakan kepanjangan dari Penyangga (buffer).Zona-zona ini digambarkan dalam peta Struktur dan Pola Ruang bersama dengan Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Setiap zona utama tadi dibagi lagi menjadi kategori yang lebih detil sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 3Rincian Zoning dalam Kawasan Jabodetabekpunjur

Kode Arahan Pembangunan, Penggunaan Lahan atau Fungsi N (Non Budi daya)

N-1 Tidak Untuk dibangun, Lahan Terbangun yang sudah ada akan dihapus; Hutan Lindung, Hutan Sempadan Sungai, kawasan sekitar Danau, waduk dan Situ, kawasan sekitar Mata Air, Sempadan pantai, Daerah Curam dengan kemiringan di atas 40%, Kawasan Resapan air, Rawa, Mangrove; konservasi air dan tanah. N-2 Tidak untuk Dibangun; taman wisata alam; cagar budaya, cagar alam dan suaka

marga satwa; Penelitian B (Budi daya)

(18)

18

B-2 perumahan hunian sedang,perdagangan dan jasa, industri padat tenaga kerja, dandiupayakan berfungsi sebagai kawasan resapan air.

B-3 perumahan hunian rendah,pertanian, dan untuk mempertahankan fungsi kawasan resapan air.

B-4 perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, dan hutan produksi

B-4/HP Zona B-4 yang di tetapkan sebagai hutan produksi terbatas. B-5 pertanian lahan basah beririgasi teknis.

B-6 permukiman dan fasilitasnyadan/atau penyangga fungsi Zona N1; koefisien zonaterbangun paling tinggi 50% (lima puluh persen);

B-7 permukiman dan fasilitasnya,penjaga dan penyangga fungsi Zona N1, serta berfungsi sebagaipengendali banjir terutama dengan penerapan sistem polder; koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (lima puluh persen)

B-7/HP Zone B-7 ditetapkan sebagai hutan produksi dibawah peraturan; hutan produksi terbatas.

P (Penyangga)

P-1 menjagafungsi ZonaN-1.

P-2 menjagafungsi ZonaN-1 dan P-5. P-3 menjagafungsi Zona B-1.

P-4 menjagafungsi ZonaB-2 dan B-4. P-5 menjagafungsi Zona N-1 dan B-1. Sumber : Perpres 54 Tahun 2008

Untuk pembahasan/kajian selanjutnya zona-zona ini yang akan banyak dibahas, baik untuk mengkaji landuse eksisting maupun terkait ancaman, kerentanan dan risiko bencana.

Untuk Luasan masing-masing Zone dapat dihitung menggunakan GIS dengan hasil sebagai berikut ; Tabel2 Rincian Luasan dan Persentase Zona-Zona Kawasan Jabodetabek Punjur

KodeZona

LuasHA

LuasKM2

Persentase(%)

(19)

19

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Dari tabel tersebut terlihat persentase tertinggi adalah Zona B1, Perumahan Hunian Padat, perdagangan dan jasa, serta industri ringan nonpolutan danberorientasi pasar.Disusul zona B2, B3 dan B4 yang juga memiliki persentase cukup besar. Sedangkan zona lindung N-1 dan N-2 hanya sebesar 2,9% dan 6,31%. Sedangkan Zona penyangga juga memiliki persentase yang sangat kecil bila dibandingkan dengan luasan kawasan Jabodetabekpunjur secara keseluruhan.

Luasan per Zone tersebut dapat di detilkan per propinsi sehingga dapat dilihat komposisi dan distribusinya per propinsi sebagaimana di tabel berikut ini :

Tabel 3 Rincian Luasan dan Persentase Per Propinsi Zona-Zona Kawasan Jabodetabek Punjur

PROPINSI

KodeZona

LuasHA

LuasKM2

Persentase (%)

(20)

20

PROPINSI

KodeZona

LuasHA

LuasKM2

Persentase (%)

N-2 44079.05 440.79 8.82

P1 164.65 1.65 0.03

P4 10.46 0.10 0.00

499748.49 4997.48 100 Sumber : Pen golahan data Spasial Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Tata Ruang 2013

Propinsi DKI Jakarta memiliki Persentase B1 paling tinggi yaitu 84.57% sedangkan kawasan lindung 1 dan 2 tertinggi dimiliki Jawa Barat (dalam kawasan Jabodetabekpunjur) sebanyak 1 3,8% dan N-2 8,8N-2%.

3.3.Kondisi LandUse Eksisting terhadap Arahan Pola dan Struktur Ruang

Jabodetabekpunjur

Data Landuse yang digunakan adalah hasil interpretasi citra SPOT 5 yang memiliki resolusi 2,5 meter untuk 1 pikselnya. Hasil interpretasi tersebut dapat digunakan untuk membuat peta dengan kedetilan skala hingga 1 : 10.000 dan saat ini digunakan oleh PU untuk melakukan Spatial Gap Analisys.

Informasi landuse dalam shapefile hasil digitasi disajikan dalam bentuk kode sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 4 Land Use Code

Rumah di bangun

Permukiman Kepadatan Tinggi Permukiman Kepadatan Rendah Industri dan Gudang

Komersil dan Bisnis

Pendidikan dan Fasilitas Umum Fasilitas Pemerintahan

Taman dan Pemakaman Pertanian dan Ruang Terbuka Rawa, Sungai dan Kolam Fasilitas Transportasi Semak-Semak dan Hutan Mangrove

(21)

21

Gambar 3 Peta Penggunaan Lahan 2010 Terhadap Zonasi Perpres 54/2008

Sumber: Kompilasi dari Peta Admin BPS 2009; Landuse Eksisting PU 2010; Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres 54/2008

(22)

22

Gambar 4Peta Perbandingan Land-use Jabodetabekpunjur 2000 dan 2010

Sumber : Landuse PU 2010; hasil interpretasi SPOT 5

Trend perubahan landuse untuk wilayah Jabodetabekpunjur dapat dilihat dalam perbandingan peta landuse 2010 dan 2000 di atas.Peningkatan yang signifikan adalah penambahan Permukiman kepadatan tinggi (kuning) yang semakin melebar ke luar. Dari Jakarta Pusat Permukiman kepadatan tinggi ini merambah ke Jakarta Barat, timur, Utara dan selatan pada tahun 2000, dan di tahun 2010 menjalar ke Kota Tanggerang, Tanggerang Selatan (Serpong), Kota Depok, Kota Bekasi dan melebar ke kabupaten bekasi. Bila melihat rumah yang dibangun (oranye), trend ini juga menjalar ke Kota Bogor, hingga tidak lama lagi (sekitar 5 tahun) akan ada interkoneksi permukiman kepadatan tinggi dari Bogor ke Kota depok dan DKI Jakarta. Bisa di katakan trend perkembangan permukiman kepadatan tinggi ini adalah ke Barat, Selatan dan Timur DKI Jakarta.

Selain itu Industri dan Gudang (Abu-abu gelap) juga mengalami peningkatan yang signifikan di bagian selatan kawasan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat dalam bidang industri, komersil dan bisnis dengan trend mengarah ke timur (kota bekasi dan kabupaten bekasi).

(23)

23

Semak-semak dan hutan (hijau) justru tidak terlihat mengalami perubahan yang signifikan. Posisinya dominan di daerah hulu (kabupaten Bogor) dan manggrove (hijau tua) sedikit di daerah pantai (utara). Padahal kawasan ini merupakan pemasok air tanah, paru-paru dan pendukung kegiatan di PKN dan sekitarnya.Dalam perspektif bencana kadang daerah hulu ini juga di jadikan sebagai arah evakuasi, terutama bila dikaitkan bencana yang datangnya dari arah pantai.Seperti Tsunami dan kenaikan muka air laut.

3.4.

Tingkat Risiko Bencana di Kawasan Jabodetabekpunjur berdasarkan P eta

Risiko BNP B

Tabel dibawah ini digunakan untuk memahami peta ancaman, kerentanan dan risiko BNPB.Ada 13 jenis ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang di tumpangtindihkan dengan peta Struktur dan Pola ruang dari perpres 54/2008.Semua peta ancaman, kerentanan dan risiko tersebut memiliki gradasi dari hijau ke merah. Untuk ancaman, kita dapat melihat komponen indikator apa saja yang digunakan, memperkirakan kelas indeks berdasarkan indikasi warna baik itu rendah, sedang dan tinggi. Kunci lainnya adalah untuk ancaman menunjukkan bahwa bahaya bencana tertentu itu ada, sedangkan kerentanan sudah ada faktor eksposure terhadap kerugian jiwa (manusia) dan materiil.Sedangkan risiko bencana sudah mempertimbangkan kapasitas. Sehingga ancaman menunjukkan ada/tidaknya potensi bencana di suatu lokasi, sedangkan kerentanan menunjukkan potensi kerugian yang mungkin akan terjadi bila bencana tersebut ada dan risiko merupakan ancaman dan kerentanan yang dibagi kapasitas lokasi tersebut untuk menghadapi bencana. Dalam kaitannya dengan Perpres 54/2008, untuk perencanaan zona Budidaya maka peta kerentanan sangat relevan.Sedangkan untuk zona Non-Budidaya dan pengurangan risiko bencana, maka peta risiko

sangat relevan.

Tabel 5 Komponen Indeks Ancaman Bencana

NO BENCANA KOMPONEN/

RENDAH SEDANG TINGGI

1. Gempa bumi

Bumi 2010 (div alidasi dengan data kejadian)

2. Tsunami

Peta Estimasi Ketinggian Genangan Tsunami/ Peta

(24)

24

RENDAH SEDANG TINGGI

3. Banjir

Peta Zonasi Daerah raw an banjir (div alidasi dengan data kejadian) Bakosurtanal

4.

Tanah Longsor

Peta Bahay a Gerakan Tanah (div alidasi dengan data kejadian)

(zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah – rendah )

Peta KRB (div alidasi dengan

data kejadian) KRB I KRB II KRB III 100%

6. Kekeringan Peta Bahay a Kekeringan

Zona bahay a sangat rendah

Zona bahay a Sedang

Zona bahay a tinggi – Sangat Tinggi 100%

1 Tinggi gelombang

< 1m 1-2.5 m > 2.5 m 30%

Panduan dari BMKG dan Dishidros 2 Arus (current)

< 0.2 0.2 – 0.4 > 0.4 30%

Panduan dari BMKG dan Dishidros 3 Tutupan lahan/v egetasi

pesisir (%) > 80 % 40-80 % < 40 % 15%

Panduan dari Kementerian Kehutanan 4 Bentuk garis pantai Berteluk Lurus-berteluk Lurus 15% Panduan dari

Bakosurtanal

1 Lahan terbuka

Skor Bahay a=0.3333*Lahan Terbuka+0.3333*(1- Kemiringan Lereng)+0.3333*((Curah Hujan Tahunan)/5000)

33.33% Panduan dari BMKG

2 Kemiringan Lereng 33.33%

3 Curah Hujan Tahunan 33.33%

Skor Bahay a < 0,34 0,34 – 0,66 >0,67

2 Iklim Penghujan Penghujankemara

u Kemarau 30%

gambut Semi organik

(25)

25

RENDAH SEDANG TINGGI

10. Kebakaran Gedung & Pemukiman

1 Frekuensi (sejarah kejadian)

(60%) < 2 % 2-5% > 5 % 100%

Kepadatan timbulny a malaria(KTM)

Skor

Bahay a=(0.25*KTM/10+0.25*KTDB/5+0.25* KTHIV/AIDS /(0.05)+0.25*KTC/5)*(Log(Kepa datan penduduk/0.01)/Log(100/0.01) )

25% Panduan dari Kementerian Kesehatan Kepadatan timbulny a demam

berdarah (KTDB) 25%

Kepadatan timbulny a

HIV/AIDS (KTHIV/AIDS) 25%

Kepadatan timbulny a campak (KTC)

Teknologi Jenis Industri (60 %) - Industri manufaktur

Industri Kapasitas (40 %) Industri kecil Industri

Menengah

Industri besar 100% 13. Konflik Sosial

1

Frekuensi kejadian

(historical) -60% < 2x 2-3 x > 3 x 100%

Sumber: Perka BNP B No. 02/2012 tentang Pedoman Umu m Pengkajian Risiko Bencana

(26)

26

Gambar 5Matriks Penentuan Tingkat Ancaman

TINGKAT ANCAMAN

INDEKS PENDUDUK TERPAPAR

RENDAH SEDANG TINGGI

Sumber : Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana – BNPB 2012

Gambar 6Matriks Penentuan Tingkat Kerugian

TINGKAT KERUGIAN

Sumber : Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana – BNPB 2012

Gambar 7Matriks Penentuan Tingkat Risiko Bencana

TINGKAT RISIKO

(27)

27

Sedangkan untuk analisis spasial dari data RTRW dan peta ancaman, kerentanan dan risiko dari BNPB dapat dilakukan secara visual dengan memperhatikan aspek-aspek pada matriks di bawah ini (Tabel 6).

Tabel 6 Aspek-Aspek Kebencanaan Yang Perlu Diperhatikan pada Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang

Jenis Bencana Jabodetabekpunjur

A. Rencana Struktur KSN JabodetabekPunjur

B. Rencana Pola Ruang KSN JabodetabekPunjur

1. Abrasi 2. Gempa Bumi 3. Tsunami

4. Angin putting beliung 5. Kebakaran Hutan Lahan 6. Kebakaran Pemukiman 7. Kegagalan Teknologi 8. Epidemi

9. Konflik Sosial 10 Longsor 11. Gunung Api 12. Banjir 13. Kekeringan

1 Sistem Perkotaan A Pusat Kegiatan

2 Infrastruktur Transportasi Jalan Sanitasi dan Persampahan Perumahan

1 Kawasan Lindung Kawasan Konservasi Sungai, Danau, Pantai Daerah Rawan Bencana

2 Kawasan Budidaya Hutan Produksi

1 Peta Ancaman Bencana

Menunjukkan lokasi yang memiliki potensi untuk terjadi bencana berdasarkan sejarah kejadian bencana,dan analisis secara geografis, geologi, geomorfologi, hidrologi, dan kondisi klimatologi (frekuensi dan intensitas)

Pusat kegiatan yang mana yang berada di lokasi yang rawan bencana?

Infrastruktur yang mana yang berada di lokasi Rawan bencana?

Zona Lindung yang mana yang berada pada lokasi rawan bencana?

Kawasan Budidaya yang mana yang berada pada lokasi rawan bencana?

2 Peta Kerentanan Bencana

Menunjukkan eksposure dan sensitivitas dari populasi (korban), ekonomi (mata pencaharian), infrastruktur (kerusakan) dan lingkungan (degradasi)

Sampai batas apa orang-orang di pusat kegiatan sensitif dengan bencana ?

Sampai batas apa infrastruktur dan bangunan sensitif terhadap kerusakan ?

Kerusakan apa yang bisa terjadi di zona lindung?

Kerusakan apa yang bisa terjadi di zona budidaya?

3 Peta Risiko Bencana

Menggabungkan antara Ancaman bencana dan kerentanan dan kapasitas dengan formula risiko = (ancaman x kerentanan) / kapasitas . Ancaman yang kecil, kerentanan yang dikurangi dan peningkatan kapasitas menghasilkan risiko yang kecil.

Bagian mana dari sistem perkotaan yang memiliki risikotinggi ?

Bagian mana dari infrastuktur yang memiliki risiko tinggi?

Bagian mana dari zona proteksi yang memiliki risiko tinggi?

Bagian mana dari zona budidaya yang memiliki risiko tinggi?

Sumber: Ma trix for Co mparison of disaster Risk Maps and RTRW BDRM – 10 January 2010 dengan Modifikasi

(28)

28

pembahasan dilakukan per jenis bencana dengan menggunakan data IRBI, overlay peta Perpres 54/2008 dengan peta ancaman, kerentanan dan risiko dan tabel analisis per jenis bencana.

Peta-petayang digunakan dalam analisis ini dikompilasi dari : - Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko Bencana BNPB 2012 - Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres 54/2008 1:150.000 - Administrasi BPS 2009

- Peta RTRW Provinsi dan Kab/Kota Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur

- Peta-peta lain dari sumber yang tidak mengikat (PU, BIG, BPS, BPN, Bappenas)

3.4.1. Bencana Gempa Bumi

KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL

BOGOR 45 TINGGI 50

CIANJUR 52 TINGGI 30

KOTABOGOR 25 SEDANG 123

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Berikut adalam peta ancaman bencana Gempa Bumi pada kawasan KSN Jabodetabekpunjur. 0

10 20 30 40 50 60

BOGOR CIANJUR KOTABOGOR

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA GEMPABUMI

(29)

29

Gambar 8 Peta Ancaman Bencana Gempa Bumi

Ancaman gempa bumi signifikan untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.Kondisi ancaman bencana gempa bumi tersebut cenderung sedang.Selain kedua wilayah tersebut sebagian kecil Tanggerang bagian selatan juga memiliki ancaman bencana gempa bumi yang cenderung sedang.

1. Kota Bogor, merupakan daerah hulu dengan karakteristik permukiman yang cenderung padat, zona B1 dan ada kegiatan pembangunan perumahan baru, kecenderungan perkembangan kota menyatu/menuju kota depok sepanjang jalur transportasi dari Kota Bogor menuju Jakarta.

2. Kabupaten Bogor merupakan wilayah hulu dengan karakteristik kawasan lindung, zona N-1 dan N-2 juga terdapat arahan kawasan budidaya zona B4 dan dominan, BN-1, B2, dan B3 yang tersebar di seluruh wilayah. Untuk kabupaten bogor ini ada daerah yang diarahkan untuk menjadi zona b4/HP. Bila arahan ini berhasil perlu studi lebih lanjut untuk membuat B4/HP ini masuk sebagai kawasan Non Budidaya.

Kerentanan bencana gempa bumi signifikan untuk Kota Jakarta Timur dan Kota Bogor.Kerentanan di kedua lokasi ini sedang cenderung tinggi.

(30)

30

2. Kota Bogor, merupakan wilayah hulu dengan zona B1.

Gambar 9 Peta Kerentanan Bencana Gempa Bumi

Sedangkan untuk Risiko bencana gempa bumi, signifikan untuk Provinsi Banten meliputi ; Kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang termasuk Tanggerang selatan, kemudian Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi.

1. Provinsi Banten, meliputi kabupaten Tanggerang, Kota Tanggerang dan Kota Tanggerang selatan. Untuk Kota Tanggerang dan Tanggerang selatan dominan dengan zona B1, sedangkan Kabupaten Tanggerang dominan zona B5, B2 dan B3.

2. Kota Bogor, dominan zona B1

3. Kabupaten Bogor, merupakan bagian hulu dari KSN Jabodetabekpunjur, meliputi zona budidaya dan non budidaya. Zona N-1 dan N-2 dan diselingi zona-zona B4, B4/HP, B2 dan B3. 4. Kota Depok, dominan zona B1

5. Kota Bekasi, Dominan Zona B1

Melihat risiko bencana gempa bumi ini lebih dominan ke kota satelit dan sub disekeliling PKN DKI Jakarta. Dan bila dilihat dari hubungan hulu-hilir, maka bagian hulu dan tengah memiliki risiko yang cenderung tinggi untuk bahaya gempa bumi.

(31)

31 Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Gempa Bumi

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman Gempa bumi Signifikan untuk kab Bogor sebagian zone N dan B

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka, Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi Peta

Kerentanan

Kerentanan bahaya Gempa bumi signifikan untuk Kota Bogor dan kota Jakarta Timur pada zone B

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka, Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi Peta Risiko Risiko gempa bumi signifikan untuk

sebagian prov Banten dan Jawa Barat untuk zone B maupun N. 8 Pusat kegiatan

Nasional signifikan risiko gempa bumi.

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka, Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan

(32)

32

3.4.2. Bencana Tsunami

Ancaman, Kerentanan dan Risiko Bencana Tsunami cenderung rendah untuk Kawasan jabodetabekpunjur.Tetapi bila dilihat dari provinsi maka Provinsi Banten yang terletak di sebelah barat KSN Jabodetabekpunjur memiliki daerah yang rawan terhadap Bencana Tsunami.Data IRBI juga tidak menunjukkan adanya kerawanan terhadap kawasan Jabodetabekpunjur terhadap bahaya Tsunami. Berikut adalah peta Ancaman, kerentanan dan Risiko bencana Tsunami di kawasan Jabodetabekpunjur.

(33)

33

Gambar 12 Peta Kerentanan Bencana Tsunami

(34)

34

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Tsunami

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman

Ancaman Bencana Tsunami Tidak Signifikan untuk Jabodetabekpunjur, hanya signifikan mendekati pantai Kota Tanggerang pada zona P dan B5 dan N

Perairan Terbuka, Rawa Sungai dan Kolam, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Kerentanan

Kerentanan Bencana Tsunami tidak signifikan Perairan Terbuka, Rawa Sungai dan Kolam, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Risiko Risiko Bencana Tsunami Tidak Signifikan untuk Jabodetabekpunjur, hanya signifikan

mendekati pantai Kota Tanggerang pada zona P dan B5 dan N

Perairan Terbuka, Rawa Sungai dan Kolam, Pertanian dan Ruang Terbuka

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.3. Bencana Banjir

KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL

KOTATANGERANG 57 TINGGI 19

TANGERANG 68 TINGGI 3

KOTAJAKARTABARAT 52 TINGGI 30

KOTAJAKARTAPUSAT 48 TINGGI 50

KOTAJAKARTASELATAN 58 TINGGI 13

KOTAJAKARTATIMUR 63 TINGGI 6

KOTAJAKARTAUTARA 66 TINGGI 5

BEKASI 57 TINGGI 17

BOGOR 46 TINGGI 65

CIANJUR 27 TINGGI 200

KOTABEKASI 28 TINGGI 192

KOTABOGOR 19 SEDANG 290

KOTADEPOK 31 TINGGI 162

(35)

35 Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Berikut adalah peta ancaman bencana banjir berdasarkan overlay dari peta ancaman bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Ancaman bahaya banjir signifikan dibagian utara baik di Prov DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten, meliputi zona Budidaya (B), dan Non budidaya (N);

ancaman juga signifikan untuk 3 titik Pusat Perkotaan (Jakarta Pusat, kota Tangerang, kota Bekasi). 1. Kawasan Barat, termasuk wilayah Kota Tangerang, tingkat ancaman bencana banjir tinggi

pada kawasan pertanian dan sawah (zona B5), kawasan bandara (pada zona B2). Sebagian merupakan kawasan industri di sepanjang jalan Daan Mogot dan Kapuk, kawasan pergudangan di daerah Dadap dan Kapuk/Kamal.

2. Kawasan Timur, tingkat ancaman bencana banjir tinggi pada kawasan yang direncanakan pada Perpres 54/2008 sebagai zona B5 (pertanian lahan basah beririgasi teknis). Ada kecenderungan konversi dari B5 ke B1 juga. Ancaman banjir yang cukup luas akibat topografi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA BANJIR

(36)

36

Gambar 14 Peta Ancaman Bencana Banjir

Berikut adalah contoh peta kerentanan bencana banjir berdasarkan overlay dari peta kerentanan bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

(37)

37

Gambar 15 Peta Kerentanan Bencana Banjir

Berikut ini disampaikan contoh peta risiko bencana banjir berdasarkan overlay dari peta risiko bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Risiko bencana banjir signifikan dibagian utara baik di Prov DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten. Meliputi zona Budidaya (B1, B6, B7) dan Non budidaya (N1). Juga signifikan untuk 3 titik Pusat Perkotaan (Jakarta Pusat, kota Tangerang, kota Bekasi).

1. Kawasan Barat; tingkat risiko sedang cenderung rendah akibat kepadatan infrastruktur yang masih rendah terkait juga dengan support area sekitar bandara (zona B2 & B5). Risiko cenderung meningkat apabila ada pembangunan infrastruktur strategis atau konversi dari B2 (perumahan hunian sedang, perdagangan dan jasa, industri padat tenaga kerja), maupun B5 (pertanian lahan basah beririgasi teknis) ke B1 (perumahan hunian padat, perdagangan & jasa, industri ringan non-polutan dan berorientasi pasar).

(38)

38

Kawasan Tengah; merupakan wilayah DKI Jakarta, tingkat risiko cenderung tinggi, sudah terlampau padat, menurut Perpres direncanakan sebagai zona B1 (perumahan hunian padat, perdagangan & jasa, industri ringan non-polutan dan berorientasi pasar), juga di kawasan pantai utara Jakarta pada zona B6 (perumahan hunian rendah dengan KZB maksimal 50%), B7 (perumahan hunian rendah dengan KZB maksimal 40%) dan N1 (kawasan hutan lindung, resapan air, kawasan pantai berhutan bakau).

Gambar 16 Peta Risiko Bencana Banjir

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Banjir

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman Bahaya banjir Signifikan dibagian utara baik untuk Prov DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten. Meliputi zona Budidaya terutama B5, dan Non budidaya (N) dan Penyangga. Bahkan ancaman juga signifikan untuk 4 titik Pusat kegiatan

Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi, pertanian dan lahan terbuka, Industri dan Gudang,

(39)

39

nasional Peta

Kerentanan

Kerentanan banjir signifikan untuk bagian utara Prop DKI Jakarta, sebagian Kota Tanggerang dan sebagian bekasi timur.

Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi, pertanian dan lahan terbuka, Industri dan Gudang,

Pendidikan dan Fasilitas Umum, Fasilitas Transportasi, Rumah di bangun

Peta Risiko Risiko Bencana banjir Signifikan dibagian utara baik untuk Prov DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten. Meliputi zona Budidaya terutama B5, dan Non budidaya (N) dan Penyangga. Bahkan ancaman juga signifikan untuk 4 titik Pusat kegiatan nasional

Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi, pertanian dan lahan terbuka, Industri dan Gudang,

Pendidikan dan Fasilitas Umum, Fasilitas Transportasi, Rumah di bangun

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.4. Bencana Tanah Lonsor

KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL

BOGOR 64 TINGGI 2

BOGOR CIANJUR KOTABOGOR

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA BANJIR DAN TANAH

LONGSOR

(40)

40

Gambar 17 Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor

Untuk jenis bencana kedua, tanah longsor berikut adalah peta ancaman bencana tanah longsor berdasarkan overlay dari peta ancaman bencana BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Berbeda dengan banjir yang mengancam pantai utara, maka ancaman bencana tanah longsor sangat signifikan terjadi di bagian selatan Jabodetabekpunjur yakni di Kabupaten Bogor pada zona B4 dan B4/HP.

1. Kawasan Barat Kabupaten Bogor; ancaman tinggi pada zona B4 (perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, perikanan, peternakan), dan zona B4/HP (kawasan hutan produksi tetap atau terbatas sesuai peraturan perUU). Kawasan ini dipengaruhi oleh topografi, terdapat di daerah Cipanas, Sukajaya, Jasinga, Cigudeg, dan Nanggung. Arahan penggunaan lahan menurut Perpres 54/2008 sudah cukup tepat sebagai kawasan lindung;

(41)

41

Ini peta kerentanan bencana tanah longsor berdasarkan overlay dari peta kerentanan bencana BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Kerentanan bencana tanah longsor signifikan di Kota Bogor dan Kota Jakarta Timur pada zona B.

Gambar 18 Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor

Berikut peta risiko bencana tanah longsor berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Risiko bencana tanah longsor sangat signifikan pada zona B4 dan B4/HP di Kabupaten Bogor.

1. Kawasan Barat Kabupaten Bogor; risiko sedang cenderung tinggi, jumlah penduduk rendah. Arahan penggunaan lahan menurut Perpres 54/2008 sudah cukup tepat sebagai kawasan lindung; sehingga perlu diperkuat manajemen risiko dengan pengetatan penggunaan lahan agar tidak terjadi konversi dari perumahan hunian rendah menjadi perumahan hunian sedang atau padat. Perlu studi lebih lanjut untuk menilai trend konversi lahan di wilayah ini.

(42)

42

Gambar 19 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Tanah Longsor

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman bencana Tanah Longsor sangat Signifikan di Kab Bogor pada zone B4, B4/H

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Kerentanan Kerentanan Bencana Tanah Longsor signifikan di Kota Bogor dan Kota Jakarta Timur pada zona B

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Risiko Risiko bencana Tanah Longsor sangat Signifikan di Kab Bogor dan Kota Bogor pada zone B4, B4/H

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

(43)

43

3.4.5. Bencana Letusan Gunung Berapi

Untuk bencana Letusan Gunung api di kawasan Jabodetabekpunjur tidak ditemukan data pada IRBI. Sekalipun demikian Pada Peta ancaman Bencana Gunung api terlihat ada 2 titik Ancaman yang tinggi di kabupaten Bogor yang merupakan wilayah hulu.

Gambar 20 Peta Ancaman Bencana Gunung Api

1. Gunung Salak, Ancaman bencana letusan gunung api di sekitar zona Non budidaya. Adanya aktifitas vulkanik yang ditandai dengan beberapa fenomena Panas bumi. Ancaman terlihat signifikan dan Tinggi pada zone N-2

(44)

44

Gambar 21 Peta Kerentanan Bencana Gunung Api

(45)

45

1. Gunung Salak, Risiko bencana letusan gunung api di sekitar zona Non budidaya N-2 cenderung sedang. Risiko yang sedang ini sebagai akibat kondisi eksisiting dan arahan penggunaan lahan sebagai zone N-2 yang mengurangi aktifitas manusia dan bangunan pada zone ini.

2. Gunung Gede Pangrango, Ancaman bencana letusan gunung api di sekitar zona Non budidaya, meluas juga ke arah zone B3 dan B4. Perlu dipertimbangkan agar zona yang masih terkena Risiko letusan gunung ini juga di arahkan ke kawasan budidaya dengan kepadatan/aktifitas manusia yang rendah, atau bila memungkinkan di alihkan ke zona non-budidaya.

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Gunung Api

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman Bencana Gunung api Tidak

Signifikan untuk titik-titik PKN dan signifikan di zone N kab bogor.

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Kerentanan

Kerentanan Bencana Gunung api Tidak Signifikan untuk titik-titik PKN dan signifikan di zone N kab bogor.

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Risiko Risiko Bencana Gunung api Tidak Signifikan untuk titik-titik PKN dan signifikan di zone N kab bogor.

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.6. Bencana Gelombang Ekstrem dan Abrasi

KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL

TANGERANG 18 TINGGI 77

KOTAJAKARTATIMUR 21 TINGGI 57

KOTAJAKARTAUTARA 45 TINGGI 3

CIANJUR 22 TINGGI 49

(46)

46 Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Berikut adalah peta Ancaman, kerentanan dan Risiko bencana Abrasi pantai. Bencana Abrasi ini berupa garis lurus sepanjang pantai dan cenderung dominan di bagian utara yang merupakan daerah hilir bagi kawasan Jabodetabekpunjur.

Gambar 23 Peta Ancaman Bencana Abrasi

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA GELOMBANG PANTAI

DAN ABRASI

(47)

47

Untuk Peta ancaman abrasi pantai dominan di sepanjang pantai utara Jakarta dan pantai utara provinsi Banten, dalam hal ini Kabupaten Tanggerang.Sedangkan untuk pantai utara Jawa Barat cenderung rendah. Untuk Daerah dengan ancaman yang rendah atau tidak ada bisa dianggap pula terjadi proses sebaliknya yaitu pengendapan yang berarti juga pendangkalan tinggi muka air laut.

1. Pantai utara Kab Tanggerang, mulai dari pantai Dadap hingga Tanjung Pasir ancaman Abrasi pantai cukup signifikan dan sedang cenderung tinggi. Pada perbatasan antara Kabupaten Tanggerang dengan DKI Jakarta justru tidak terlihat ancaman yang signifikan, justru memberikan indikasi adanya pengendapan/pendangkalan.

2. Pantai utara DKI jakarta ancaman abrasi cenderung tinggi, sebagai akibat zone B-1 dan aktifitas infrastruktur sepanjang garis pantai, misalnya jalan Tol ke Bandara, pelabuhan Muara Angke dan Tanjung Priok dan pembangunan perumahan baru yang semakin berkembang ke pantai, selain itu ada isu penurunan muka air tanah dan penurunan daya dukung akibat minimnya zona Non-budidaya dan berkurangnya lahan bakau.

(48)

48

Gambar 25 Peta Risiko Bencana Abrasi

Untuk Risiko bencana Abrasi Pantai cenderung tinggi di sepanjang pantai utara DKI Jakarta.

1. Dapat di lakukan studi untuk pembangunan infrastruktur semacam sea defense atau giant sea wall yang akan mengurangi risiko abrasi. Atau solusi peningkatan kualitas dan kapasitas kawasan Lindung, atau perluasan zone N-1 dan N-2 pada kawasan tersebut.

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Abrasi

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman Signifikan di Zona P3 dan P5 untuk kawasan pantai Propinsi DKI Jakarta. Signifikan juga di zona P5 wilayah Pantai kabupaten Tanggerang.

Perairan, Rawa, Sungai dan Kolam; Pertanian dan Ruang terbuka

Peta Kerentanan

Kerentanan signifikan di zona P3 Propinsi DKI Jakarta

(49)

49

Peta Risiko Risiko Signifikan di Zona P3 dan P5 untuk kawasan pantai Propinsi DKI Jakarta

Perairan, Rawa, Sungai dan Kolam; Pertanian dan Ruang terbuka

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan

Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.7. Bencana Cuaca Extrem

KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL

TANGERANG 33 TINGGI 82

KOTAJAKARTAPUSAT 31 TINGGI 100

KOTAJAKARTAUTARA 21 TINGGI 205

BEKASI 28 TINGGI 129

BOGOR 59 TINGGI 6

CIANJUR 46 TINGGI 21

KOTABOGOR 22 TINGGI 179

KOTADEPOK 30 TINGGI 107

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Ancaman Bencana Putting beliung terlihat signifikan di kawasan bagian timur dari KSN Jabodetabekpunjur, meliputi daerah hulu tengah dan hilir.

0 10 20 30 40 50 60 70

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA ANGIN TOPAN

(50)

50

Gambar 26 Peta Ancaman Bencana Putting Beliung

Untuk daerah yang signifikan adalah provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bogor;

1. Provinsi Jawa barat meliputi Kota Bekasi dan Kabupaten bekasi, ancaman cenderung tinggi pada zone B-1, B3, B4.

2. Kabupaten Bogor signifikan pada zone B4

Untuk kerentanan Bencana Angin putting beliung sebagaimana terlihat pada peta di atas tampak tidak signifikan.Sebagian besar untuk wilayah Barat dan Timur kawasan Jabodetabekpunjur cenderung rendah dan ada yang mendekati sedang.

Untuk Risiko Bencana Angin putting beliung, signifikan padapropinsi Jawa Barat, dan kabupaten Bekasi, terutama di kota Bekasi.

(51)

51

Gambar 27 Peta Kerentanan Bencana Putting Beliung

(52)

52

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Putting Beliung

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman Putting Belung Signifikan di Kab Bekasi, Prop Jawa Barat pada zone B-4, B-4/HP dan B7

Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi, Industri dan Gudang

Peta Kerentanan Kerentanan Bahaya Putting beliung tidak terlalu signifikan

Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi, Industri dan Gudang Peta Risiko Risiko Putting Belung Signifikan di Kab

Bekasi, Prop Jawa Barat pada zone B-4, B-4/HP dan B7

Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi, Industri dan Gudang

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan

Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.8. Bencana Kekeringan

KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL

KOTATANGERANG 18 TINGGI 93

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA KEKERINGAN

(53)

53 Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Kekeringan akan berdampak terutama pada kegiatan pertanian, baik persawahan, perkebunan dan perikanan. Efek yang dirasakan bisa berupa gagal panen, kerugian pertanian, meningkatnya kebutuhan akan air bersih, produksi perikanan dan berkurangnya pasokan air tawar permukaan maupun bawah tanah.

Di bawah ini adalah peta ancaman bahaya kekeringan.Terlihat pola untuk wilayah utara cenderung rendah dan ancamannya semakin meninggi ke arah selatan.Wilayah utara memang Jakarta, Tanggerang dan Bekasi memang aslinya merupakan ekosistem rawa, yang kemudian diolah menjadi kawasan persawahan.Di RTR KSN pun arahan penggunaan lahannya untuk wilayah utara Tanggerang adalah B5, sedangkan Jakarta karena kebutuhan permukiman yang sangat tinggi, rawa-rawa di bagian utara sudah dikonversi menjadi B1.Demikian juga Kabupaten bekasi.

Ancaman bahaya kekeringan untuk KSN Jabodetabekpunjur terlihat sangat tinggi di kab Bogor, Tanggerang, Tanggerang selatan dan Kabupaten Bekasi.Untuk kawasan perkotaan seperti DKI Jakarta dan Kota Bekasi dan Kota Tanggerang, mungkin dampak kekeringan terhadap pertanian tidak dirasakan secara langsung. Tetapi akan berdampak secara tidak langsung terhadap pasokan bahan pangan dan pertanian dan bahkan bisa berujung pada krisis air bersih.

(54)

54

Gambar 30 Peta Kerentanan Bencana Kekeringan

Gambar 31 Peta Risiko Bencana Kekeringan

(55)

55

1. Bagian Barat Kabupaten Bogor, termasuk wilayah parung, Tigaraksa dan Gunung Sindur. Sebagian besar penggunaan lahannya adalah kebun campuran, tegalan dan sedikit sekali persawahan.

2. Bagian utara Kabupaten Bekasi, dari mulai Muara Gembong sampai dengan perbatasan Cilincing. Penggunaan lahan utamanya adalah persawahan dan tambak dan dalam arahan perpres 54/2008 adalah B5 dengan diselingi N-1 dan N-2.

3. Bagian selatan Kabupaten Bogor, meliputi wilayah Citereup, Cileungsi dan Kelapa nunggal dengan penggunaan lahan saat ini berupa pertanian dan ruang terbuka. Selain itu dalam arahan penggunaan lahan berupa B4 dan B4/HP.

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Kekeringan

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman bencana kekeringan ini Signifikan di bagian Selatan untuk kab Bogor pada zone N dan B-4, B4/HP

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Kerentanan

Kerentanan bencana kekeringan signifikan di bagian selatan dan tersebar merata di bagian tengah pada zona N dan B

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Risiko Risiko bencana kekeringan tersebar merata dari kab Bogor, Kab Bekasi pada zone N dan B-4 dan b-4/HP, B7 dan B7/HP

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.9. Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Untuk Ancaman kebakaran hutan dan lahan signifikan hanya di kabupaten Bogor dengan kondisi sedang cenderung rendah.

(56)

56

Gambar 32 Peta Ancaman Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Untuk kerentanan bencana Kebakaran hutan dan lahan di semua kawasan Jabodetabekpunjur cenderung rendah.

(57)

57

Gambar 34 Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Untuk Risiko bencana kebakaran hutan dan lahan ada 2 titik yang cukup signifikan.Kondisinya sedang cenderung rendah.

1. Bagian Barat kabupaten Bogor, meliputi kawasan Cipanas dan Jasinga, kawasan ini dominan N-2, B4 dan B4/HP

2. Bagian Timur kabupaten Bogor meliputi kawasan Gunung Bagian Timur kabupaten Bogor meliputi kawasan Gunung gede Pangrango, Ciawi, Cisarua, Caringan dan sebagian kawasan Megamendung. Daerah ini dominan N-2

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Kebakaran Hutan Lahan

Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman Ancaman bahaya kebakaran hutan lahan Signifikan di kab Bogor pada zone N, B4/HP dan B4

Semak-semak dan Hutan, Pertanian dan Ruang Terbuka

Gambar

Tabel 1 Ketersediaan Data Spasial untuk Analisis Tata Ruang berbasis Risiko Bencana
Gambar  24  Peta Kerentanan Bencana Abrasi
Gambar  25  Peta Risiko Bencana Abrasi
Gambar  26  Peta Ancaman Bencana Putting Beliung
+7

Referensi

Dokumen terkait

kromatogra8 kolom dan kromatogra8 lapis tipis. Pemisahan kromatogra8 adsorbsi biasan$a menggunakan &#34;ase normal dengan menggunakan &#34;ase diam silika gel dan alumina,

Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah

Tentu saja, Munawir menjadi naik pitam dikatakan sebagai seorang yang sekuler terhadap Islam, karena menurut pandangan Munawir Sjadzali terhadap dirinya, ia adalah orang

Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan dalam memengaruhi sikap dan perilaku disiplin. Disiplin berlalu lintas sebagai faktor eksternal meliputi unsur-unsur

maksimal, dimana masih ada karyawan yang belum memanfaatkan portal web tersebut sesuai dengan tujuan awal dibuat intranet ini, sehingga akhirnya menyebabkan kasus

Hasil dari pemakaian sensor load cell pada sebuah timbangan yang telah digunakan menunjukkan hasil bahwa dalam 10 kali percobaan, sistem mampu untuk

Fraktur dimana dua atau lebih garis traktur pada tulang yang sama tetapi tidak berhubungan satu dengan lainnya.

adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu,