• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trauma Maksilofasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Trauma Maksilofasial"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

TRAUMA MAKSILOFASIAL

oleh:

(2)

PENDAHULUAN

 Trauma menyebabkan kerusakan pada jaringan

keras dan lunak

 Injuri pada jaringan keras di daerah wajah dapat

mengakibatkan fraktur di daerah maksilofasial

 Fraktur di maksilofasial tergantung pada tipe

injuri, arah dan besarnya kekuatan yang mengenainya

 Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan

(3)

PENDAHULUAN

Fraktur di daerah maksilofasial umumnya

terjadi bersamaan dengan trauma pada

bagaian tubuh lain.

Di BM, ditujukan pada fraktur di sepertiga

bagian tengah wajah dan sepertiga bawah

Sering kali disertai komplikasi yang

membahayakan jiwa.

(4)

PENATALAKSANAAN

KEDARURATAN MEDIS

1. Penanganan sebelum kerumah sakit

Mempertahankan jalan nafas

Menghentikan perdarahan

Stabilisasi fraktur

Stabilisasi tulang belakang & cervikal

Transportasi cepat.

(5)

2. Resusitasi dan penanganan primer

Air ways, Breathing, Circulation

Resusitasi cairan

Pemantauan

3. Diagnosis dan penanganan sekunder

Pemeriksaan fisik secara menyeluruh

Thoraks foto

Pemeriksaan laboratorium

Resusitasi dan pemantauan lebih

(6)

4. Perawatan definitif

Pembedahan

Perawatan non operatif

Nutritional support

(7)

Etiologi fraktur maksilofasial

1. Predisposing causes

 Penyakit tulang yang umum seperti rieketsia,

osteomalasia, fragilitas osium dan osteitis fibrosa

 Penyakit lokal pada tulang seperti tumor

( karsinoma dan sarkoma ), kista dan osteomielitis

2. Exciting causes:

Langsung ( direct ) : fraktur yang pada daerah yang

terkena trauma

tidak langsung ( indirect ) : fraktur yang terjadi

pada daerah yang jauh dari trauma

(8)

Umumnya Fraktur di regio

maksilofasial disebabkan

(Fonseca&Walker, 1991 )

43 %

: Kecelakaan kendaraan bermotor ( lalu

lintas )

34 %

: Penyerangan ( kriminalitas,

perkelahian, tawuran )

7 %

: Kecelakaan kerja

7 %

: Jatuh

(9)

Fraktur di maksilofasial

1.

Fraktur Dentoalveolar

2.

Fraktur Mandibula

(10)

Diagnosis

Didasarkan atas

Anamnesis

Tanda klinis (palpasi bimanual)

Pemeriksaan radiologis

(11)
(12)

Tanda klinis fraktur

 Riwayat kerusakan  Gangguan oklusi  Gerakan abnormal  Rasa sakit  Krepitasi  Hematoma  Trismus  Laserasi  Anastesi  Ekimosis  Hipersalifasi dan gangguan pernafasan  Disability  Oedema  Diplopia

(13)

Radiografi

 Periapikal  Panoramik  Lateral oblique  Posteroanteror/anteropesterior  Water’s  Submentoverteks  CT scan  CT 3 Dimensi

(14)
(15)

Klasifikasi fraktur dentoalveolar

(Sanders, Brady, Johnson dalam Peterson, 2003)

A. Crown craze or crack

Crack or incomplete # of the enamel without a loss of tooth structure Horizontal or vertical

B. Crown #

Confined to enamel

Enamel and dentin involved

Enamel, dentin and exposed pulp involved Horizontal or vertical

Oblique ( involving the mesioincisal atau distoincisal angle)

C. Crown-root #

No pulp involvement pulp involvement

D. Horizontal root #

Involving apical third l Involving middle third Involving cervical third Horizontal or vertical

(16)

Klasifikasi Fraktur Mahkota

(Honsik, 2004)

 Tipe 1: Fraktur hanya

mengenai enamel

 Tipe 2: Fraktur

mengenai enamel dan dentin

 Tipe 3: Fraktur

mengenai enamel, dentin dan pulpa

 Tipe 4: Fraktur

(17)

Klasifikasi Fraktur Prosesus Alveolaris

(Clark, 2005)

Klas 1 : Fraktur alveolar pada

daerah edentulous

Klas 2 : Fraktur yang melibatkan

regio bergigi dengan perubahan letak ringan

Klas 3: Fraktur yang melibatkan

regio bergigi dengan perubahan letak sedang hingga berat

Klas 4: Fraktur prosesus

alveolaris dimana satu atau beberapa garis fraktur

bergabung dengan fraktur tulang fasial

(18)

Fraktur Dentoalveolar

Fraktur gigi (enamel, sementum, dentin,

pulpa, akar)

Luksasi

Avulsi

Fraktur soket

Seringkali berhub dgn trauma lain spt

laserasi bibir & mukosa, fraktur maksila &

mandibula

(19)

Tanda Klinis Fraktur Dentoalveolar

Pendarahan Intraoral Gigi Malposisi Maloklusi Kegoyangan Sakit Perubahan sensasi di gigi

(20)

Klasifikasi fraktur mandibula

(Fonseca & Walker, 1991 )

1. Simple atau closed fracture

fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar

2. Compound atau opened fracture

fraktur yang menyebabkan luka terbuka melibatkan kulit dan periodontal ligamen shg berhubungan dengan tulang yang patah.

3. Comminuted fraktur

fraktur dimana tulang menjadi pecah atau hancur

4. Greenstick fracture

fraktur dimana satu sisi tulang patah sedang yang lainnya masih baik

(21)

5. Patologic fracture

Fraktur yang terjadi karena penyakit tulang dan tekanan 6. Multipel fracture

Fraktur dimana dua atau lebih garis traktur pada tulang yang sama tetapi tidak berhubungan satu dengan lainnya

7. Impacted fracture

Fraktur dimana satu fragmen terdorong masuk ke fragmen tulang lainnya.

8. Atrophy fracture

fraktur spontan yang disebabkan atropi tulang pada daerah edentulous mandibula

9. Complicated atau complex fracture

Fraktur dimana sumber traumanya melibatkan jaringan lunak atau bagian lainnya, seringkali simple atau coumpond

(22)

Klasifikasi Fraktur Mandibula

Secara Anatomi

 Midline  Simpisis  Parasympisis  Body  Angulus  Ramus  Prosesus kondilaris  Prosesus koronoid  Prosesus alveolaris

Insidensi Fraktur Mandibula

(23)

Fraktur yang menguntungkan

Fraktur yang tidak menguntungkan

Fraktur dengan efek otot yang menyebabkan fragmen fraktur tetap pada lengkung mandibula

Fraktur dengan efek otot yang menyebabkan fragmen fraktur

terpisah

Hampir sebagian besar fraktur angulus merupakan fraktur yang tidak menguntungkan dalam arah

horisontal

Hampir sebagian besar fraktur simfisis dan parasimfisis merupakan fraktur yang tidak

menguntungkan dalam arah vertikal

(24)

Vertikal vaforable atau unfavorable

Horizontal vaforable atau unfavorable

(25)

FRAKTUR MAKSILA

Le Fort I

Le Fort II

(26)

 Le Fort I (horizontal):

Fraktur dari septum

nasal hingga tepi lateral piriformis, horizontal diatas apek gigi,

melewati bawah zygomaticomaxillary junction, dan pterygomaxillary junction hingga pterygoid plates

FRAKTUR MAKSILA

(27)

Le Fort II (pyramidal): Meluas dari nasal bridge atau dibawah sutura

nasofrontalis hingga

processes frontal maxilla, inferolaterally ke tulang

lacrimal dan inferior dinding orbital atau dekat dg

foramen orbita inferior hingga dinding anterior sinus maxillary, dibawah zygoma, melewati fissura pterygomaxillary dan

pterygoid plates

(28)

 Le Fort III (transversal):

Sutura nasofrontal dan frontomaxillary, meluas ke posterior diantara dinding medial orbita hingga nasolacrimal groove dan tulang ethmoid. Fraktur meluas ke dasar orbita hingga fissura orbital inferior, meluas ke superolaterally hingga dinding lateral orbita, ke zygomaticofrontal junction dan zygomatic arch. Intranasal, fraktur meluas ke dasar

perpendicular plate tulang ethmoid, hingga vomer dan pterygoid plates sampai dasar sphenoid

(29)

Penatalaksanaan fraktur

(Causon & Howell,1998)

PRINSIP :

 REPOSISI / REDUKSI : mengembalikan

fragmen tulang ke posisi anatomi

 FIKSASI : membuat fraktur tetap dalam posisi

anatomi hingga terjadi penyembuhan

 IMMOBILISASI: Mencegah tulang yang patah

bergerak selama periode penyembuhan 4-6 minggu

 REHABILITASI: Mengembalikan ke fungsi

(30)

Reduksi

 Indikasi

 Gigi-gigi pada kedua rahang

cukup dipakai sbg pegangan fiksasi

 Pasien edentulous dengan

pergeseran minimal

 Indikasi

 Tidak cukup gigi sbg

pegangan

 Frakt dr ramus ascendens/proc

condylodeus dg displace besar

 Frakt corpus displ besar  Frakt non union

 Frakt mal union  Frakt fibrous union

 Bila terdpt otot-otot yang

interposisi diantra fragmen tulang

 Bone graft

(31)

PERAWATAN DEFINITIF

 Fiksasi dan imobilisasi fraktur maksila

 Fiksasi intra dan intermaksila:

 Jelenko splint

 Winter, jelenko atau erich

 Fiksasi eksternal:

 Pesawat kranio maksila: Kingsley splin,

steinman pin, cranio facial wire,

 Pesawat kranio mandibula: traction bandage,

steinman pin, half pin

 Fiksasi malar mandibular: dikemukakan oleh

Gross

(32)

Perawatan definitif

 Fiksasi dan imobilisasi pada fraktur mandibula

 Indirect dental fixation

 Dental wiring dan intermaxillary fixation

 Arch bar dan intermaxillary fixation: risdom wiring, cable arch wire (Kazajian), rigid arch

bar & soft type arch bar.

 Direct dental fixation

 Wiring gigi dg metode essig’s  Cast cap silver splint

 Indirect skeletal fixation

 Circumferential wiring  Denture dg skeletal fixation

 Eksternal pin fixation mis. Roger anderson apparatus

 Direct skental fixation (open reduksi)

 Pemasangan bone plate  Interosseus wiring

(33)

CARA FIKSASI DAN IMOBILISASI

Bone plate fixation

(34)

Contoh kasus

A B

(35)

CARA FIKSASI DAN IMOBILISASI

Stou’s modification of eyelet technique

(36)

Erich arch bar method

IMF: Intermaxillary Fixation

(37)

a. Essig method b. Erns’t method

(38)
(39)

Komplikasi fraktur

maksilofasial

1.

Infeksi (abses, osteomielitis, diabetes melitus)

2.

Non union

3.

Malunion

4.

Delayed union

5.

Trismus

6.

Kerusakan saraf

(40)

Referensi

Dokumen terkait

Yoghurt yang menggunakan starter biakan bakteri  Lactobacillus bulgaricus ini berhasil, namun ada kesalahan dalam memasaknya yaitu susu saat dimasak pecah dan terlalu lama

GOLONGAN ONGAN ANTIM ANTIMET ETABOLIT

Bush dari Partai Republik dan Al Gore dari Partai Demokrat, para pihak telah berkompetisi dengan melakukan berbagai upaya yang berpotensi bagi penguatan

Informasi ini hanya menyangkut bahan spesifik yang telah ditentukan dan mungkin tidak berlaku untuk bahan tersebut jika digunakan sebagai campuran dengan bahan lain atau dalam

Sembilan skripsi yaitu skripsi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 dinilai baik dalam tujuan karena tujuan penelitian sesuai dengan permasalahan, dapat diperiksa apakah tujuan

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) MOTOR INDUKSI DAN PERBEDAAN KONTAKTOR DAN RELAY DALAM RANGKA MEMENUHI SYARAT UNTUK MENGIKUTI UJI.. KOMPETENSI DAN UJIAN NASIONAL DISUSUN

Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan pada penelitian, diketahui bahwa sekolah yang menjadi lokasi penelitian lokasi tempatnya mudah diakses dari

Penelitian yang dilakukan oleh Albrecth & Richardson (1990) dan Lee Choi (2002) dalam Siregar dan Utama (2005) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki