• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan suatu hasil pengamatan objek dari pengindraan manusia melalui indra manusia seperti mata, hidung, telinga, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Menurut Nursalam dan Efendi (2008) pengetahuan atau kognitif merupakan hasil “tahu” yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan pada suatu objek melalui pancaindra manusia. Sedangkan menurut Rosnelly (2012) knowledge atau pengetahuan merupakan suatu kata dimana makna serta pengertiannya mampu diketahui oleh seseorang dan sering disamakan dengan data, fakta, dan informasi.

b. Tingkatan pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan memiliki beberapa tingkatan diantaranya sebagai berikut:

1.) Tahu (know)

Tahu merupakan ingatan yang sudah ada sebelumnya setelah mengamati suatu objek. Pengetahuan pada tingkat ini merupakan perlakuan mengingat kembali (recall) terhadap

(2)

suatu objek atau lebih spesifik yang telah dipelajari sebelumnya.

2.) Memahami (comprehension)

Memahami merupakan suatu sikap yang tidak hanya tahu namun juga mampu menginterpretasikan suatu objek dengan benar (Notoatmodjo, 2010). Menurut Windura (2010)

memahami merupakan kemampuan seseorang dalam

mengasosiasikan suatu informasi yang sebelumnya sudah ada informasi atau referensi yang diingat dalam otak. Sedangkan menurut Budiman dan Riyanto (2014) mengartikan mampunya seseorang menjelaskan dan menginterpretasikan suatu objek dengan benar.

3.) Aplikasi (application)

Aplikasi adalah kemampuan menggunakan atau

menerapkan suatu pengertian, konsep, prinsip, teori yang membutuhkan pengetahuan lebih dan pemahaman yang mendalam (Suradi, 2015). Menurut Efendi dan Makhfudli (2009) aplikasi merupakan penerapan materi yang telah didapat berdasarkan situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4.) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu aktivitas seseorang yang melibatkan sejumlah kegiatan seperti menjabarkan, membedakan, memilah, mencari suatu makna dan menghubungkan pada

(3)

suatu obek yang diketahui (Makinuddin dan Sasongko, 2006). Analisis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dalam menguraikan materi atau objek pada komponen-komponen dan masih berada dalam satu kesatuan struktur organisasi yang saling terkait satu sama lain (Efendi dan Makhfudli, 2009). 5.) Sintesis (synthetis)

Sintesis merupakan kemampuan melihat hubungan antara sejumlah unsur (Suradi, 2015). Definisi lain dari sintesis adalah mampunya seseorang dalam meletakkan atau menghubungkan beberapa bagian dalam suatu bentuk kesatuan yang baru (Budiman dan Riyanto, 2014). Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), sintesis dapat diartikan sebagai pembentukan formula baru yang didapatkan dari formula-formula yang sudah ada sebelumnya.

6.) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah suatu kemampuan individu dalam menentukan nilai pada suatu objek berdasarkan kriteria tertentu (Suradi, 2015). Evaluasi merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan secara terus menerus baik

sebelum, sesaat, dan sesudah dilakukannya proses

pembelajran guna perbaikan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna (Saifuddin, 2014). Menurut Suardi (2015), evaluasi

(4)

merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan penilaian terhadap hasil pembelajaran.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Budiman dan Riyanto (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yakni:

1.) Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang dilakukan pada seseorang untuk beraksi mengisi kehidupan dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai wujud perkembangan manuia dalam mencapai cita-cita (Wawan dan Dewi, 2011). Menurut Sary (2015) pendidikan merupaka usaha suatu individu dalam mengembangkan kemampuan dan kepribadian yang didapatkan melalui proses atau kegiatan tertentu seperti pengajaran, bimbingan atau latihan dan interaksi individu dengan lingkungan demi mencapai manusia yang utuh (insan kamil). Menurut Roqib (2009) pendidikan merupakan suatu proses pengembangan manusia yang bersifat dinamis serta mengarahkan manusia pada hal yang lebih baik dan sempurna. 2.) Informasi

Menurut Hutahean (2015) informasi merupakan suatu data yang diperoleh dari suatu kejadian dan kemudian diubah menjadi bentuk yang dapat berguna dan memiliki arti bagi penerima informasi dimana fungsi utama informasi sendiri

(5)

untuk meningkatkan pengetahuan. Informasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, dimana pesan-pesan informasi yang dibawakan mengandung sugesti dalam menuntun opini seseorang (Purwandari dan Nugroho, 2015).

3.) Sosial, budaya, dan ekonomi

Budiman dan Riyanto (2014) kebiasaan dan tradisi yang diterapkan dapat memicu seseorang untuk menambah pengetahuan tanpa harus melakukan apapun. Status ekonomi sangat berperan terhadap tersedianya fasilitas yang ada dalam meningkatkan pengetahuan seseorang.

4.) Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar dimana seseorang dapat melakukan bermacam kegiatan diantaranya mengeksplorasi dan mengamati suatu objek, dimana nantinya mampu memotivasi seseorang dalam pemecahan masalah, merespon dengan kemampuan berpikir, anggota badan, minat seseorang yang pada akhirnya berdampak positif terhadap pemahaman seseorang (Dewi, Negara, dan Suadnyana, 2014). 5.) Pengalaman

Pengalaman mampu memperluas pengetahuan seseorang, yang mampu meningkatkan pengetahuan seseorang baik pengalaman yang didapatkan secara positif maupun negatif

(6)

(Purwandari dan Nugroho, 2015). Pengalaman merupakan sebagai guru terbaik, karena dari pengalaman lah seseorang dapat belajar darinya (Husein, 2009). Menurut Gunawan (2007) pengalam adalah guru terbaik apabila seseorang mampu mengambil pelajaran darinya dan bukan sekedar mengalaminya saja.

6.) Usia

Menurut Nursalam (2013), usia merupakan salah satu tanda pertumbuhan dan perkembangan seseorang secara fisiologi. Semakin tinggi umur seseorang akan semakin tinggi pula rasa tanggungjawab dan teliti pada suatu hal, kedewasaan dan

kematangan jiwa seseorang, kemampuan seseorang

memutuskan suatu hal, mengkontrol emosi, berpikir secara rasional, bertoleransi dengan orang lain, serta motivasi. Akibat yang dapat ditimbulkan dari beberapa hal diatas mampu meningkatkan pengetahuan menjadi lebih baik (Wawan dan Dewi, 2011).

d. Pengukuran tingkat pengetahuan

Menurut Sugiyono (2012) pengukuran tingkatan pengetahuan seseorang dilakukan dengan menggunakan skala Guttman yang memberikan jawaban pasti dan tegas terhadap sebuah pertanyaan, seperti “ya – tidak”, “benar – salah”, “pernah – tidak pernah”, “positif – negatif”, dan sebagainya. Skor jawaban tertinggi

(7)

mendapat nilai 1, dan jawaban terendah mendapat nilai 0. Penilaian tingkat pengetahuan dapat mengunakan persentase persen (%) yang didapatkan dari perhitungan jumlah benar dari keseluruhan kuesioner oleh responden dibagi dengan jumlah keseluruhan kuesioner serta di kali 100%.

Tingkat pengetahuan menurut Arikunto (2006) dikategorikan menjadi tiga tingkatan berdasarkan nilai presentase yakni:

1.) Baik

Tingkat pengetahuan pada seseorang dikategorikan baik apabila nilai presentase mencapai ≥ 75%.

2.) Cukup

Tingkat pengetahuan pada seseorang dikategorikan baik apabila nilai presentase mencapai 56-74%.

3.) Kurang

Tingkat pengetahuan pada seseorang dikategorikan baik apabila nilai presentase mencapai < 55%.

2. Balut Bidai a. Definisi balut

Pembalutan merupakan suatu tindakan yang dilakukan sebagai cara mengurangi resiko kerusakan jaringan yang terjadi dan selanjutnya mencegah maut, mengurangi nyeri, serta mencegah kecacatan dan infeksi (Susilowati, 2015). Menurut Purwoko (2007)

(8)

pembalut merupakan bahan bersih yang digunakan untuk menutup luka.

b. Definisi bidai

Pembidaian merupakan suatu alat imobilisasi eksternal yang bersifat kaku dan bidai ini dipasang dengan menyesuaikan kontur tubuh namun tidak dianjurkan pada fraktur terbuka (Asikin, Nasir, Podding, dkk, 2016). Sedangkan menurut Insani dan Risnanto (2014) bidai merupakan suatu alat yang di gunakan dalam melakukan imobilisasi pada fraktur atau tulang yang patah.

c. Tujuan Pembalutan dan Pembidaian 1.) Tujuan Pembalutan

Tujuan pembalutan adalah untuk meminimalisir resiko terjadinya kerusakan jaringan guna mencegah keparahan kondisi, mengurangi rasa sakit, serta mencegah kecacatan dan infeksi (Susilowati, 2015). Tujuan lain dari pembalutan yaitu melindungi luka terbuka terkontaminasi, menghentikan perdarahan, memperbaiki suhu tubuh, melekatkan sesuatu seperti obat dan bidai (Risnanto dan Insani, 2014). Menurut Jirkovsky et all (2014) balut digunakan sebagai perlindungan (protection), kompresi (compression), fiksasi (fixation), pendukung (supporting), pemakaian jangka panjang (extended

(9)

2.) Tujuan pembidaian

Tujuan Pembidaian yaitu sebagai sarana imobilisasi dan fiksasi eksternal yang berfungsi mencegah terjadinya kecacatan, dan mengurangi rasa nyeri (Asikin, Nasir, Podding, dkk, 2016). Menurut Schneider (2011) bidai digunakan betujuan sebagai proteksi luka guna meminimalisir keparahan pada luka, mengurangi rasa sakit, dan sebagai penopang bagian badan yang terluka.

d. Prinsip Pembalutan dan Pembidaian

1.) Prinsip pembalutan menurut Isnani dan Risnanto (2014) adalah :

a) Melakukan antiseptik atau pembersihan luka sebelum dilakukan pembalutan.

b) Balutan yang digunakan merupakan balutan bersih. c) Balutan yang dilakukan menutup semua permukaan luka. d) Pembalutan yang diterapkan tidak boleh terlalu kencang

maupun longgar.

e) Simpul balutan dianjurkan pada posisi yang datar dan tidak boleh diatas luka.

f) Segera kendorkan atau melepas balutan yang menimbulkan kebal, kesemutan, dan dingin pada sekitar balutan.

g) Memperhatikan bentuk tubuh yang akan dilakukan pembalutan, seperti bulat, siku, atau datar.

(10)

2.) Prinsip pembidaian menurut AGD 119

a) Bahan pada bidai merupakan bahan yang tidak mudah patah dan tidak lentur.

b) Panjang bidai minimal mampu melewati dua sendi.

c) Pemasangan bidai tidak boleh dipasang diatas luka atau fraktur.

e. Macam Pembalutan dan Pembidaian 1.) Jenis Pembalutan

Macam pembalutan menurut Risnanto dan Insani (2014) adalah:

a) Pembalut segitiga / mitella.

Menurut Susilowati (2015) pembalut mitella merupakan kain mori (tidak berkapur) putih yang berbentuk segitiga dengan karakteristik tipis, lemas dan kuat. Menurut Davis dkk (2016), pembalut segitiga merupakan kain yang memiliki tiga sudut sisi dengan lebar alasnya sepanjang empat kaki dan dapat digunakan sebanyak 32 cara.

(11)

b) Pembalut pita gulung / verband.

Gambar 2.2. Verband Sumber: www.google.com

c) Pembalut elastis / elastic verband.

Menurut Simmers (2009) perban elastis termasuk mudah untuk diterapkan dan mudah menyesuaikan dengan bentuk tubuh yang cidera. Penggunaan perban elastis yang terlalu ketat atau longgar dapat menghentikan atau membatasi sirkulasi darah, namun terkadang perban elastis dapat digunakan dengan tujuan merangsang sirkulasi darah.

Gambar 2.3. Perban Elastis Sumber: Simmer (2009), www.google.com

(12)

d) Pembalut cepat / quick verband.

Gambar 2.4. Quick Verband. Sumber: www.google.com

2.) Jenis Pembidaian

Tipe dasar dari pembidaian menurut Schottke (2016) meliputi:

a) Rigid splints

Rigid splints diproduksi melalui perusahan material dan

dapat digunakan pada sisi samping, depan, atau belakang pada ekstremitas yang terkena cidera Schottke (2016). Terdapat beberapa tipe yang termasuk dalam rigid splints

yakni padded board splints yang merupakan potongan kayu

dengan ukuran 12” x 3” dengan sudut membuat dan dilapisi ½” busa guna kenyamanan pasien dan lapisi dengan kain vinil supaya tahan lama dan mudah dibersihkan (Alimed,

2017), molded plastic atau aluminum maleable (SAM)

(13)

Gambar 2.5. Rigid Splint. (a) padded board splints, (b) SAM splint, (c) molded plastic splint, (d) folded cardboard splints. Sumber:

www.google.com

b) Soft splints

Soft splints merupakan bidai yang tergolong fleksibel

dan mudah digunakan pada sekitar bagian tubuh yang cidera. Adapun jenis soft splints yang termasuk didalamnya dalah

vacuum splints, air splints.

(b) (a)

(c) (d)

(14)

Gambar 2.6. Soft Splint. (a) vacuum splints, (b) air splint. Sumber: www.google.com

c) Traction splints

Menurut Caroline (2007) bidai traksi dapat memberikan tarikan secara konstan pada tulang yang patah. Tipe traksi yang biasa digunakan adalah sagar dan hare traction splint.

Gambar 2.7. Traction Splint. (a) sagar splints, (b) hare splint.

Sumber: www.google.com

f. Komplikasi Pembalutan dan Pembidaian menurut Lukman dan Ningsih (2013) yakni:

1.) Komplikasi Pembalutan

Pembalutan yang kurang tepat dapat menyebabkan komplikasi infeksi akibat terpaparnya dari lingkungan luar. Bahaya kuat lemahnya balutan akan mempengaruhi pada dampak yang terjadi sepertihalnya pembalutan yang terlalu kuat akan menyebabkan kerusakan pada syaraf dan pembuluh darah, sedangkan pembalutan yang terlalu kendur akan mengakibatkan perdarahan pada vena yang berlebihan.

(15)

2.) Komplikasi Pembidaian

Menurut Asikin dkk (2016) komplikasi potensial pada pembidaian yakni sindrom kompartemen dimana terjadi akibat peningkatan tekanan jaringan dalam rongga yang terbatas sehingga peredaran darah dan fungsi jaringan yang berada didalam rongga tertutup, luka tekan dimana dapat terjadi anoreksia jaringan dan ulkus yang memiliki lokasi rentan pada daerah tumit, malleolus, punggung kaki, caput fibula, dan permukaan anterior patella, serta disuse syndrome.

3. Sikap

a. Definisi Sikap

Sikap atau attitude domain merupakan suatu tindakan atau respon tertutup seseorang terhadap objek tertentu (Nursalam, 2008). Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan suatu respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi terkait (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan lainnya). Fungsi dari sikap sendiri masih belum mencapai pada tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, namun pada predisposisi perilaku (tindakan, atau reaksi tertutup). Sikap memiliki fungsi pada kehidupan psikis seseorang yang berhubungan dengan reaksi cara merasakan, berpikir, bertingkahlaku pada suatu kondisi dan situasi (Gunarsa dan Gunarsa, 2008).

(16)

b. Ciri-ciri sikap

Sikap memiliki beberapa ciri yang meliputi kecenderungan perpikir, merasa, kemudian bertindak, memiliki daya dorong bertindak, relatif bersikap tetap, kecenderungan melakukan penilaian, serta dapat muncul dari pengalaman, dipelajari atau berubah (Suardi, 2015).

c. Komponen sikap

Menurut Notoatmodjo (2010), sikap memiliki 3 komponen pokok yang terdiri dari kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi seseorang terhadap suatu objek, dan kecenderungan untuk bertindak. Komponen sikap yang pertama yakni kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep yang memiliki makna kesadaran seseorang terhadap suatu objek. Komponen sikap yang kedua yakni kehidupan emosional atau evaluasi memiliki makna perasaan seseorang terhadap suatu objek. Komponen sikap yang ketiga yakni kecenderungan untuk bertindak dimana sikap dipandang sebagai perilaku ancang-ancang dalam bertindak terbuka terhadap suatu objek. Menurut Azwar (2016), sikap memiliki tiga komponen yang saling mendukung satu sama lainnya meliputi:

1.) Komponen kognitif (cognitive)

Komponen kognitif berhubungan dengan kepercayaan stereotipe seseorang terhadap suatu objek.

(17)

2.) Komponen afektif (affective)

Komponen afektif merupakan perasaan emosional seseorang terhadap suatu objek dimana perasaan ini dapat dipengaruhi oleh kepercayaan yang telah seseorang percayai.

3.) Komponen konatif (conative)

Komponen ini berkaitan dengan bagaimana kecenderungan perilaku atau berperilaku terhadap sikap yang berada pada diri seseorang. Pada komponen ini kepercayaan dan perasaan seseorang akan berpengaruh pada perilaku seseorang yang logis apabila sikap seseorang diinterpretasikan dalam bentuk tendensi perilaku.

d. Tahapan sikap

Menurut Sunaryo (2013) tahapan sikap terdiri dari empat tahapan, yakni:

1.) Menerima

Pada tahapan menerima, seseorang peka dalam menerima stimulus yang datang pada dirinya dari luar dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain (Budiman dan Riyanto, 2014). Sebagai contoh, sikap seseorang terhadap pertolongan pertama, yakni dapat dilihat dari perhatian dan kesediaan seorang mahasiswa perawat saat mengikuti penyuluhan tentang cara pertolongan pertama.

(18)

2.) Merespon

Tahapan sikap merespons dapat diartikan dengan memberikan jawaban atau feedback terhadap pernyataan yang didapatkan (Notoatmodjo, 2010). Misalnya, tanggapan seorang mahasiswa perawat yang mengikuti penyuluhan pertolongan pertama dari pertanyaan yang dilontarkan oleh penyuluh. 3.) Menghargai

Menurut Notoatmodjo (2010) menghargai dapat diartikan sebagai sikap menilai yakni dengan memberikan penghargaan terhadap suatu objek dengan membahas bersama orang lain, bahkan mengajak hingga menganjurkan orang lain untuk ikut merespons. Sebagai contoh, seorang mahasiswa perawat mengajak mahasiswa perawat lainnya untuk berdiskusi tentang tindakan yang baik dan benar saat akan menolong seseorang yang terkena fraktur dan mengajak mahasiswa perawat lainnya untuk mengikuti pelatihan tentang pertolongan pertama pada fraktur.

4.) Bertanggung jawab

Tahap ini merupakan sikap berdasarkan apa yang telah diyakini dan sanggup untuk menanggung segala macam resiko yang telah dipilihnya (Notoatmojo, 2010). Misalnya, seorang yang datang untuk mengikuti penyuluhan tentang pertolongan

(19)

pertama harus berani untuk kehilangan waktunya, ditentang oleh orang tuanya, dan lain sebagainya.

e. Faktor yang mempengaruhi sikap

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap yakni minat, pengalaman, kepribadian, keluarga, status sosial, derajat keberhasilan yang pernah dicapai.

f. Pengukuran sikap

Sikap dapat diukur dengan menggunakan skala Likert (Sugiyono, 2016). Pengukuran sikap menurut Budiman dan Riyanto (2014) pengukuran sikap dapat menggunakan skala Likert. Pada skala Likert, pernyataan-pernyataan positif maupun negatif yang diajukan dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Pernyataan positif pada skala ini diberikan nilai: 5, 4, 3, 2, 1. Sementara pernyataan negatif diberikan nilai: 1, 2, 3, 4, 5.

Hasil pengekuran dari skala sikap atau yang biasa digunakan adalah skala Likert dikategorikan menjadi tiga:

1.) Mendukung (positif). 2.) Menolak (negatif). 3.) Netral.

(20)

yang kemudian dinyatakan dalam bentuk pernyataan. Pernyataan pada skala sikap dibagi menjadi dua kategori, yakni kategori pernyataan positif dan kategori pernyataan negatif.

4. Pertolongan pertama pada fraktur a. Definisi pertolongan pertama

Pertolongan pertama menurt Susilowati (2015) adalah suatu tindakan pertama memberikan bantuan pada seseorang yang mengalami kecelakaan. Menurut Ramaiah (2009) pertolongan pertama merupakan suatu tindakan yang diberikan kepada seseorang sebelum datangnya dokter.

b. Definisi Fraktur

Menurut Price dan Wilson (2006), fraktur merupakan sebutan lain dari patah tulang, dimana pada umumnya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Menurut Brunner dan Suddarth (2000) dalam Suratun, Heryati, Manurung, dkk (2006) fraktur adalah patah tulang atau yang bisa disebut dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dimana dapat dikelompokkan berdasarkan jenis dan luasnya.

c. Etiologi Fraktur

Fraktur dapat terjadi oleh beberapa penyebab, yakni pada umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan secara berlebih pada tulang (Lukman dan Ningsih, 2013). Menurut

(21)

Beaty dkk (2009) terdapat tiga penyebab dari fraktur adalah trauma

kecelakaan (accidental trauma), trauma nonkecelakaan

(nonaccidental trauma), kondisi patologis.

d. Tanda dan Gejala Fraktur

Tanda dan Gejala fraktur menurut Lukman dan Ningsih (2013) adalah nyeri secara terus menerus dan semakin bertambah, terdapat pergeseran pada fragmen tulang, terjadinya pemendekan pada tulang, teraba krepitus, pembengkakan, perubahan warna pada daerah luka, serta perdarahan diikuti setelah fraktur. Menurut Simmers dkk (2009) tanda dan gejala fraktur meliputi deformitas atau kelainan bentuk, terbatas atau ketidakmampuan bergerak, nyeri pada daerah patahan, bengkak dan mengalami perubahan warna, terdapat tonjolan tulang yang terlihat pada kulit, terdengar adanya krepitus, terlihat gerakan abnormal pada bagian tubuh.

e. Klasifikasi Fraktur

Fraktur memiliki klasifikasi yang bervariasi, namun menurut Asikin dkk (2016) membagi fraktur menjadi beberapa kelompok, yakni:

1.) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) dibagi menjadi :

a) Fraktur Tertutup, kondisi dimana tulang tidak menjulur menembus kulit yang membungkus tulang.

(22)

b) Fraktur Terbuka, kondisi dimana tulang sudah menjulur keluar menembus kulit yang membungkus tulang.

2.) Berdasarkan komplet dan inkomplet fraktur dibagi menjadi : a) Fraktur Komplet, kondisi dimana garis patah tulang melalui

kedua korteks tulang.

b) Fraktur Inkomplet, kondisi pada garis patah tulang tidak melalui seluruh penampang tulang dan periosteum tetap intak.

3.) Jenis fraktur menurut Price dan Wilson (2006) berdasarkan sudut patah dibagi menjadi :

a) Fraktur Transversal, posisi garis fraktur tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.

b) Fraktur Oblik, letak garis fraktur membentuk sudut terhadap sumbu panjang tulang.

c) Fraktur Spiral, bentuk garis fraktur spiral yakni terletak mengelilingi tulang.

d) Frkatur Kompresi, kondisi fraktur menekan pada salah satu sisi tulang.

e) Fraktur Avulsi, kondisi robeknya fragmen tulang yang terhubung dengan ligamen/tendon dari tulang utama.

4.) Klasifikasi fraktur menurut Price dan Wilson (2006) berdasarkan fraktur multiple pada satu tulang dibagi menjadi:

(23)

a) Fraktur Kominuta, kondisi fraktur yang memiliki garis patahan lebih dari dua fragmen.

b) Fraktur Segmental, kondisi dimana garis fraktur terdapat tidak hanya satu dan tidak saling berhubungan.

5.) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang dibagi menjadi :

a) Fraktur Undisplaced, kondisi dimana garis patahan tulang lengkap, namun kedua fragmen tidak bergeser serta

periosteum (membrane fibrosa padat yang menutupi tulang)

masih utuh.

b) Fraktur Displaced, kondisi bergesernya fragmen tulang yang mengalami fraktur.

6.) Berdasarkan bagian tulang yang mengalami fraktur dibagi menjadi :

a) Fraktur Proksimal, garis fraktur berada pada bagian atas tulang.

b) Fraktur Medial, garis fraktur berada pada bagian tengah tulang.

c) Fraktur Distal, garis fraktur berada pda bagian bawah tulang.

f. Komplikasi fraktur

Menurut Grace dan Borley (2007) fraktur yang terjadi bisa saja mengalami komplikasi atau keparahan lebih lanjut. komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini pada fraktur dapat mengakibatkan kehilangan darah, infeksi,

(24)

emboli paru, DVT dan emboli paru, gagal ginjal, sindrom kompartemen. Pada komplikasi lanjut bisa mengakibatkan asrtritis, pertumbuhan terhambat, distrofi simpatik (reflex) paskatrauma,

non-union, delayed non-union, dan malunion.

g. Faktor yang mempengaruhi fraktur

Menurut Lukman dan Ningsih (2013) ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi prevalensi fraktur yakni jenis kelamin dan usia, yang pada kenyataannya laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan wanita yang berusia dibawah 45 tahun dan sering berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut bidang olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan. Pada seseorang yang sudah memasuki usia lanjut akan lebih cenderung terjadi pada wanita, ini berkaitan dengan kejadian osteoporosis karena adanya perubahan hormone pada tubuh seseorang.

h. Pertolongan pertama pada fraktur

Pertolongan pertama pada fraktur menurut Lukman dan Ningsih (2013) yakni dengan melakukan imobilisasi pada bagian tubuh yang terjadi dengan pembidaian. Sebelum dilakukan pembidaian, bagian tubuh yang terkena fraktur harus disangga untuk mencegah adanya gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan pada fragmen tulang dapat menimbulkan nyeri, sehingga perlu dilakukan imobilisasi dengan menggunakan bidai yang kencang dan tetap memperhatikan nadi perifer. Pakaian yang menutupi bagian tubuh yang mengalami

(25)

fraktur terlebih dahulu dibuka atau bisa disobek dengan gunting. Pada daerah luka yang terbuka dapat ditutup dengan menggunakan kain yang bersih demi mencegah kontaminasi pada jaringan, serta tidak diperbolehkan untuk melakukan reduksi fraktur.

Menurut St John (2016) pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah mengontrol perdarahan dengan meletakkan beberapa bantalan disekitar luka, atau diatas dan di bawah luka serta gunakan kain atau dressing yang bersih. Tindakan selanjutnya yang dilakukan adalah mengimobilisasi bagian yang cedera yakni dengan mempertahankan dan mengimobilisasi daerah luka. Tindakan berikutnya yakni membuat pasien nyaman dengan memposisikan bagian cedera diatas bantalan seperti bantal, selimut, handuk, dan lain-lain pada daerah sekitar luka dan pada lekukan tubuh terdekat pada daerah cedera.

Prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan

penatalaksanaan fraktur meliputi mempertahankan respirasi, mengatasi kejadian syok, mempertahankan tulang dari pergerakan, mencegah fraktur yang lebih lanjut, menggunakan peralatan seperti bidai dan sling atau penyangga untuk mencegah pergerakan pada daerah cidera, mendapatkan pengobatan medis apabila dicurigai atau terbukti mengalami patah tulang (Simmers dkk, 2009).

(26)

B. Kerangka Teori

Gambar. 2.8. Kerangka Teori

Sumber : Notoatmodjo (2010), Azwar (2016), Sunaryo (2013), Risnanto dan Insani (2014), Schottke (2016), (Lukman dan Ningsih, 2013), Lukman dan Ningsih (2013), Simmers dkk (2009), Asikin dkk (2016), Price dan Wilson (2006), Grace dan Borley (2007), Beaty dkk (2009)

Pengetahuan Tahapan pengetahuan: 1. Tahu 2. Memahami 3. Aplikasi 4. Analisis 5. Sintesis 6. Evaluasi Sikap Tahapan sikap: 1. Menerima 2. Merespon 3. Menghargai 4. bertanggung jawab Komponen sikap: 1. Kognitif 2. Afektif 3. Konatif Macam balut: 1. Pembalut segitiga/mitella 2. Pembalut pita gulung / verband. 3. Pembalut elastis / elastic

verband.

4. Pembalut cepat / quick verband.

Macam balut:

1. Anggota badan sendiri. 2. Papan, bambu, dahan, dan

lainnya.

3. Karton, majalah, kain. 4. Air splint.

5. Vacuum matrass. 6. Traksi, neck collar, spalk. Balut Bidai Fraktur Macam-macam fraktur: 1. Fraktur tertutup 2. Fraktur terbuka 3. Fraktur komplet 4. Fraktur inkomplet 5. Fraktur transversal 6. Fraktur oblik 7. Fraktur spiral 8. Fraktur kompresi 9. Fraktur avulsi 10. Fraktur kominuta 11. Fraktur segmental 12. Fraktur undisplaced 13. Fraktur displaced 14. Fraktur proksimal 15. Fraktur medial 16. Fraktur distal Komplikasi fraktur Awal: 1. Kehilangan darah 2. Infeksi 3. Emboli paru, 4. DVT dan emboli paru 5. Gagal ginjal 6. Sindrom kompartemen Lanjut: 1. Asrtritis 2. Pertumbuhan terhambat 3. Distrofi simpatik (reflex) paskatrauma 4. Non-union 5. Delayed union 6. Malunion. Tanda dan gejala

fraktur: 1. Nyeri 2. Pergeseran fragmen tulang 3. Pemendekan pada tulang, 4. Krepitus 5. Pembengkakan 6. Perubahan warna

pada daerah luka 7. Perdarahan Etiologi fraktur: 1. Trauma 2. Accidental trauma 3. Nonaccident al trauma 4. Pathologics trauma Faktor yang mempengaruhi fraktur: 1. Usia 2. Jenis kelamin

(27)

C. Kerangka Konsep

Keterangan:

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

Gambar. 2.9. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesa pada penelitian ini adalah adanya hubungan antara tingkat pengetahuan balut bidai dengan sikap pertolongan pertama fraktur pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pengetahuan balut bidai Sikap pertolongan pertama fraktur Faktor yang mempengaruhi pengetahuan: 1. Pendidikan 2. Informasi tentang balut bidai 3. Sosial, budaya, dan informasi

terkait balut bidai 4. Lingkungan 5. Pengalaman

tentang balut bidai 6. Usia Faktor yang mempengaruhi sikap: 1. Minat 2. Pengalaman 3. Kepribadian 4. Keluarga 5. Status sosial 6. Derajat keberhasilan yang pernah dicapai

Gambar

Gambar 2.1. Mitella Sumber: Davis dkk (2016)
Gambar 2.2. Verband Sumber: www.google.com
Gambar 2.5. Rigid Splint. (a) padded board splints, (b) SAM splint, (c)  molded  plastic  splint,  (d)  folded  cardboard  splints
Gambar  2.6.  Soft  Splint.  (a)  vacuum  splints,  (b)  air  splint.  Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

3adar glukosa darah yang diketahui dapat memantu memprediksi metaolisme yang 3adar glukosa darah yang diketahui dapat memantu memprediksi metaolisme yang

Mara Advertising, terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat melaksanakan Kuliah Kerja Media (KKM) dan

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positifisme, yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya

Dan scene ke lima memperlihatkan gambar yang menunjukan jin indonesia pemenangnya serta menggandeng tiga wanita cantik sengan pakaian dress mini yang

Dataset merupakan kumpulan dari objek dan sifat atau karakteristik dari suatu objek itu sendiri (atribut) [1]. Kemungkinan ada banyak atibut yang tidak relevan dalam

Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan pada penelitian, diketahui bahwa sekolah yang menjadi lokasi penelitian lokasi tempatnya mudah diakses dari

 Pengorganisasian pelaksanaan pekerjaan yang berkaitan dengan penugasan personil terutama pimpinan proyek (Project Engineer) atau Kepala Pelaksanan Lapangan yang

Berdasarkan hasil wawancra dengan kepala madrasah dan dua orang guru mengenai kepala madrasah dalam mengambil keputusan baik dalam aturan sekolah maupun prilaku sehari-hari agar