• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL TERHAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL TERHAD"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL

TERHADAP EVALUASI PENDIDIKAN

Oleh: Zulkifli Kamumu

BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan serta metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi.

Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.

(2)

menghapus atau meniadakan Ujian Nasional tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri pernah melontarkan pernyataan akan menghapus UN, dan pernyataan beberapa anggota Dewan yang mengusulkan penghapusan UN tersebut.

Dalam tahun 2006, walaupun UN mengalami peningkatan dalam presentase kelulusan, masih dipandang sebelah mata oleh anggota DPR. Hal ini terjadi karena banyaknya laporan yang masuk ke DPR mengenai penyelewengan yang terjadi dalam UAN tersebut. Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR, UN dinilai diskriminatif terhadap peserta didik. Komisi X menilai UN ini sebaiknya hanya digunakan untuk pemetaan kemampuan siswa yang nantinya digunakan untuk mendukung pembuatan kebijakan dan bukan untuk penentu kelulusan. UN juga bertentangan dengan Sisdiknas, karena dalam Sisdiknas dikatakan bahwa tenaga pengajar diberikan kewenangan untuk menilai siswanya dalam masalah kelulusan.

Sedangkan pada tahun 2005, Komisi X DPR RI pernah menolak kebijakan pemerintah khususnya Mendiknas Bambang Sudibyo yang bersikukuh tetap melaksanakan UN di tahun 2005 yang lalu. Menurut Ketua Komisi X Heri Akhmadi, pelaksanaan UN bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan : Evaluasi Peserta Didik, satuan Pendidik, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik, untuk menilai pencapaian standard nasional pendidikan. Dalam pasal 58 UU Sisdiknas tersebut juga dinyatakan bahwa evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Dengan demikian UN dalam implementasinya mengalami krisis kebijakan dimana faktor penyebab krisis dapat ditinjau dari berbagai dimensi sebagai contoh sederhana krisis tersebut dapat terjadi karena kekurangan dalam proses perumusan kebijakan dan programnya, kekeliruan dalam proses perencanaan, penyimpangan dalam pelaksanaan, kelemahan dalam penentuan anggaran atau bahkan pada saat pengawasan dan dan pelaporan.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Analisa Kebijakan UN

Dalam pembahasan ini dijelaskan analisa kebijakan UN yang bertentangan dengan UU Sisdiknas dan bentuk evaluasi di dalam pendidikan. Pertama, ada anggapan dari sebagian orang, terutama para pejabat Legislatif yang menganggap bahwa UN bertentangan dengan UU Sisdiknas. Dimana Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.

Begitu pula evaluasi dalam pendidikan seharusnya dapat memberikan gambaran tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu memberikan informasi tentang sejauh mana kesehatan peserta didik. Evaluasi pendidikan diharapkan dapat memberikan informasi tentang keimanan dan ketakwaan peserta didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan juga dapat meningkatkan kreativitas, kemandirian dan sikap demokratis peserta didik.

(4)

dan pembiasaan yang dipelajari dan ditanamkan di sekolah, bukan hanya pengetahuan kognitif saja. UN tidak akan dapat menjawab pertanyaan seberapa jauh perkembangan anak didik dalam mengenal seni, olah raga, dan menyanyi. UN tidak akan mampu melihat mutu pendidikan dari sisi percaya diri dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan bersikap demokratis. Dengan kata lain, UN tidak akan mampu menyediakan informasi yang cukup mengenai mutu pendidikan. Artinya tujuan yang diinginkan masih terlalu jauh untuk dicapai hanya dengan penyelenggaraan UN.

Selain itu pula UN yang dilakukan hanya dengan tes akhir pada beberapa mata pelajaran tidak mungkin memberikan informasi menyeluruh tentang perkembangan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pendidikan. Karena tes yang dilaksanakan di bagian akhir tahun pelajaran tidak dapat memberikan gambaran tentang perkembangan pendidikan peserta didik, tes tersebut tidak dapat memperhatikan proses belajar mengajar dalam keseharian karena tes tertulis tidak dapat melihat aspek sikap, semangat dan motivasi belajar anak selain itu pula tes di ujung tahun ajaran tidak dapat menyajikan keterampilan siswa yang sesungguhnya dan juga hasil tes tidak dapat menggambarkan kemampuan dan keterampilan anak selama mengikuti pelajaran. Oleh karena itu terjadi pertentangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan bentuk ujian yang diterapkan, karena pengukuran hasil belajar tidak bisa diukur hanya dengan memberikan tes di akhir tahun ajaran saja.

Kedua, tujuan UN yang lain dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 adalah untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah. Adalah ironis kalau UN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UN. Dengan kata lain, UN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.

(5)

situasi dan kondisi daerah masing-masing. Kondisi sekolah di Jakarta dan kota-kota besar tidak bisa disamakan dengan kondisi sekolah-sekolah di daerah perkampungan, apalagi di daerah terpencil yang berada di bagian Indonesia Timur. Kondisi yang jauh berbeda mengakibatkan proses belajar mengajar juga berbeda. Sekolah di lingkungan kota relatif lebih baik karena sarana dan prasana lebih lengkap. Tetapi di daerah-daerah pelosok keberadaan sarana dan prasarana serba terbatas, bahkan kadang jumlah guru pun kurang dan yang ada pun tidak kualified akibat ketiadaan. Kebijakan penerapan UN dengan standar yang sama untuk semua sekolah di Indonesia telah melanggar prinsip tersebut dan mengakibatkan ketidakadilan bagi peserta didik yang tentu saja hasilnya akan jauh berbeda, sedangkan kebijakan yang diambil adalah menyamakan mereka.

Keempat, pelaksanaan UN hanya pada beberapa mata pelajaran yang dianggap “penting” juga memiliki permasalahan tersendiri. Sekarang yang terjadi orang akan beranggapan hanya matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan IPA yang merupakan mata pelajaran penting. Sedangkan ada diantara kita anak-anak yang memiliki bakat untuk melukis atau olahraga, mereka akan meragukan bahwa pelajaran tersebut merupakan pelajaran penting bagi dia. Sehingga bakat tersebut akan terkubur dengan sendirinya karena yang ada di benak mereka adalah bagaimana mereka bisa lulus dalam UN tersebut. Dengan demikian pelaksanaan UN hanya pada beberapa mata pelajaran akan mendorong guru untuk cenderung mengajarkan hanya mata pelajaran tersebut, karena yang lain tidak akan dilakukan ujian nasional. Hal ini dapat berakibat terkesampingnya mata pelajaran lain, padahal tidak semua anak senang pada mata pelajaran yang diujikan. Akibat dari kondisi ini adalah terjadi peremehan terhadap mata pelajaran yang tidak dilakukan pengujian.

Kelima, tingkat kreativitas guru empat mata pelajaran tersebut akan terkekang karena dikejar target untuk menyelesaikan materi. Selain itu pula metode pembelajaran yang seharusnya bisa disajikan secara menarik dan dikembangkan sesuai dengan implementasi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari tergantikan dengan metode drill latihan soal dan peserta didik hanya “dicekoki” dengan bagaimana dapat menjawab soal-soal pada empat mata pelajaran tersebut.

(6)

juga dikenalkan kebijakan otonomi sekolah melalui manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah seharusnya menjadi hak dan tanggung jawab daerah termasuk sekolah, tetapi pelaksanaan UN telah membuat otonomi sekolah menjadi terkurangi karena sekolah harus tetap mengikuti kebijakan UN yang diatur dari pusat. Selain itu UN berfungsi untuk menentukan kelulusan siswa. Padahal pendidikan merupakan salah satu bidang yang diotonomikan, kecuali sistem dan perencanaan pendidikan yang diatur secara nasional termasuk kurikulum. Di sisi lain, dengan adanya kebijakan otonomi sekolah yang berhak meluluskan siswa adalah sekolah melalui kebijakan manajemen berbasis sekolah. UN telah dijadikan alat untuk “menghakim” siswa, tetapi dengan cara yang tanggung karena dengan memberikan batasan nilai minimal. Dengan kata lain, UN selain menetapkan standar mutu pendidikan yang sangat rendah, telah “menghakimi” semua siswa tanpa melihat latar belakang, situasi, kondisi, sarana dan prasarana serta proses belajar mengajar yang dialami terutama siswa di daerah pedesaan. Dengan kata lain, kecerdasan hanya diukur melalui UN.

B. Evaluasi Pendidikan Seharusnya Meluruskan Kebijakan.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa UN banyak bertentangan dengan evaluasi pendidikan bahkan dengan tujuannya sendiri, sehingga sulit dipertahankan. Seandainya Pemerintah tetap memilih untuk mempertahankan UN maka selama itu perdebatan dan ketidakadilan akan terjadi di dunia pendidikan karena memperlakukan tes yang sama kepada semua anak Indonesia yang kondisinya diakui berbeda-beda. Selain itu salah satu prinsip pendidikan adalah berpusat pada anak, artinya pendidikan harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Memperlakukan semua anak dengan memberikan UN sama artinya menganggap semua anak berpotensi sama untuk menguasai mata pelajaran yang diujikan, padahal kenyataannya berbeda.

(7)

ditinggalkan masyarakat. Selain itu sekolah yang menghasilkan lulusan yang tidak bisa menerobos ke sekolah berikutnya juga akan ditinggalkan masyarakat.

Dengan demikian akan terjadi persaingan sehat antar sekolah dalam menghasilkan lulusan yang terbaik dalam arti dapat melanjutkan ke sekolah berikutnya. Sistem penerimaan dengan mengacu pada UN akan berakibat pada manipulasi data, bahkan membuka peluang terjadinya kecurangan. Pada umumnya sekolah berlomba-lomba untuk meluluskan siswa-siswanya dengan cara memberikan nilai kelulusan yang tinggi. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah berikutnya, maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping lulus juga diterima di sekolah berikutnya. Selain itu sistem evaluasi yang diserahkan sepenuhnya ke sekolah juga diperlukan pedoman atau petunjuk teknis. Pedoman untuk melakukan evaluasi tetap diperlukan dalam memberikan petunjuk bagi guru agar dalam melakukan evaluasi tetap mengacu kepada kaedah-kaedah evaluasi yang berlaku secara umum.

Apabila UN tetap dipertahankan maka tujuan dan pelaksanaannya harus dimodifikasi dimana UN bukan bertujuan untuk menentukan kelulusan siswa tetapi dipakai sebagai pengendalian mutu pendidikan. Artinya UN tidak perlu dikaitkan dengan kelulusan siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pendidikan pada umumnya. Dengan tujuan ini maka standar nilai UN haruslah minimal 6 atau 7 sebagaimana pada umumnya dan hanya berpengaruh pada kredibilitas sekolah. Bila suatu evaluasi mengacu pada hal tersebut di atas maka UN bukanlah suatu kebijakan yang patut dipertentangkan lagi.

Oleh karena itu agar didapat suatu kebijakan nasional yang utuh tentang sistem penilaian pendidikan maka pemerintah dapat melakukan langkah perumusan ulang kebijakan UN dan sistem penilaian tersebut secara komprehensif dengan melakukan pelurusan kebijakan-kebijakan tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain pembentukan Tim Perumusan Kebijakan Nasional tentang Penilaian Pendidikan. Tim ini bisa dibentuk oleh Depdiknas yang BSNP menjadi

(8)

kebijakan yang terkait dengan penilaian pendidikan di negeri ini misalnya dengan melakukan studi banding ke negara lain untuk mencari model yang sesuai dengan Indonesia dan kemudian merumuskannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta melaporkan hasil kerjanya kepada Pemerintah. Hasil dari kegiatan kajian tersebut akan menghasilkan butir-butir rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang penilaian pendidikan. Adapun kajian-kajian yang dilakukan tersebut dapat berupa substansi seperti:

1. Pelaksana tugas penilaian, seperti penilaian formatif, sumatif dan ujian akhir serta berbagai jenis penilaian lainnya dari tinggkat dasar sampai perguruan tinggi.

2. Pengembangan model-model ujian akhir, penentu kelulusan atau tamat sampai dengan kemungkinan menggunakan ujian akhir online (online assessment) perlu diantisipasi dalam era teknologi informasi.

3. Bentuk-bentuk laporan pendidikan seperti rapor, sistem peringkat, sistem pemberian skor atau nilai.

4. Apakah diperlukan adanya standar kelulusan sebagimana telah ditetapkan dalam PP tentang Standar Nasional Pendidikan?

5. Dan masih banyak yang lainnya yang perlu dikaji secara mendalam.

Proses kajian dan evaluasi tersebut akan menghasilkan rekomendasi yang akan menjadi pegangan utama pemerintah untuk merumuskan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Terakhir, pemerintah mengeluarkan PP atau setidaknya Peraturan Menteri tentang sistem penilaian pendidikan tersebut, untuk kemudian dilaksanakan dimana PP ini secara komprehensif akan mengatur tentang hal-hal sampai yang terkecil. Setelah PP dapat diterbitkan maka kebijakan itu harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.

C. Analisis Manajemen Ujian Akhir 1. Perencanaan (Planning)

(9)

berbagai pihak, seperti guru, kepala sekolah, MGMP, LPMP, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, lembaga pelaksana pengujian nasional, dan BSNP. Adapun yang perlu diperhatikan dalam perencanaan ujian nasional meliputi hal-hal sebagai berikut:

Prosedur Operasi Standar (POS). Untuk mempermudah pelaksanaan ujian nasional yang perlu dirumuskan adalah prosedur tetap pelaksanaan ujian nasional yang disebut sebagai Prosedur Operasi Standar (POS). Pembuatan POS ini ditekankan pada langkah-langkah yang harus ditempuh berupa penyiapan perangkat tes yang akan digunakan yang meliputi penulisan soal, telaah soal, revisi soal, uji coba soal, analisis butir soal, kalibrasi soal, dan penyusunan perangkat tes.

Rekrutmen Pengawas. Pengawas ujian nasional harus memiliki pengetahuan tentang ujian nasional, memiliki integritas yang tinggi dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas.

Pengamanan Tahap Perencanaan. Dalam tahap ini dimulai dari pengamanan pengembangan soal untuk mengantisipasi kebocoran soal oleh penulis sampai pada pengamanan pengiriman perangkat soal.

Informasi Ujian Nasional dan Penyebarannya. Informasi ujian nasional dikemas oleh orang yang professional dan penyebarannya direncanakan secara professional pula.

Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan 2. Pengorganisasian (Organizing)

Agar pelaksanaan ujian nasional dapat berjalan dengan tertib dan lancer serta mencapai sasarannya, maka pengorganisasian pelaksanaan ujian nasional di seluruh daerah dari mulai tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat perlu ada satu kesatuan sistem dan menggunakan struktur organisasi Diknas.

(10)

a. Ujian secara on-line. Untuk penyelenggaraan ujian nasional perlu diinformasikan sejak awal bahwa kisi-kisi soal ujian itu dibuat oleh Pusat, sedangkan soalnya berasal dari bank soal yang terkalibrasi.

b. Pengamanan Pelaksanaan Ujian Nasional. Pengamanan pada tahap pelaksanaan ujian nasional merupakan suatu hal yang sangat penting. Pengamanan mulai dari identitas peserta ujian nasional sampai pada pengamanan pengiriman lembar jawaban dan pengamanan laporan hasil ujian nasional agar hasil yang dilaporkan benar-benar menggambarkan keadaan yang sesungguhnya seperti yang tertera pada SKH ujian nasional.

c. Komitmen Kepala Daerah. Kepala daerah diharapkan memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kemampuan guru dan kepala sekolah di wilayahnya agar hasil ujian nasional menjadi baik. Tindakan berupa kebijakan menekan sekolah untuk memperoleh peringkat kelulusan yang tinggi tanpa menyediakan sumber dukungan yang memadai tidak akan menghasilkan peningkatan pendidikan di daerah tersebut, bahkan dapat memicu untuk menghalalkan segala cara agar hasil ujian nasional siswanya dapat lulus seratus persen.

d. Aturan Pelaksanaan Ujian Nasional. Secara komprehensif, substantif maupun administratif aturan pelaksanaan penyelenggaraan ujian nasional dibuat oleh Pusat. Aturan pelaksanaan ujian nasional yang termuat dalam POS dibuat untuk mengantisipasi pelanggaran yang dilakukan baik oleh peserta ujian, pengawas ujian, guru maupun aparat pemerintah lainnya.

e. Sanksi terhadap Pelanggaran Ujian Nasional. Jenis sanksi yang diberikan harus berbeda sesuai dengan siapa, apa, dan bagaimana pelanggaran itu dilakukan. Secara garis besar sanksi terdiri atas tiga jenis, yaitu: (1) Teguran lisan untuk pelanggaran ringan, (2) Teguran tertulis untuk pelanggaran sedang, dan (3) Dikeluarkan atau tidak lulus untuk pelanggaran berat.

f. Penghargaan. Penghargaan perlu diberikan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan ujian. Bentuk penghargaan diserahkan pada kebijakan pimpinan.

(11)

Jenis pengawasan yang dilakukan dalam penyelenggaraan ujian nasional meliputi pengawasan nasional (wasnal), pengawasan melekat (waskat), dan pengawasan masyarakat (wasmas). Ketika pelaksanaan ujian nasional berlangsung, pengendalian juga perlu dilakukan untuk mengoreksi terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan.

BAB III PENUTUP

Begitu banyak pertentangan tentang kebijakan UN dengan model evaluasi pendidikan yang seharusnya, tujuan pendidikan nasional maupun dengan tujuan UN itu sendiri. Dimana kebijakan UN kontra produktif bagi pendidikan nasional dan tujuan yang ingin dicapai menjadi gagal total bahkan hanya menimbulkan masalah baru. Kecurangan sistematik tidak hanya mengaburkan pemetaan mengenai kondisi pendidikan nasional tapi juga berdampak buruk bagi guru dan murid dan juga kreativitas murid terkungkung karena perhatian dan porsi pembelajaran lebih besar pada mata pelajaran pilihan pemerintah. Padahal tujuan pendidikan sesungguhnya adalah membentuk manusia cerdas, penuh kreativitas dan mandiri serta dapat mengatasi segala persoalan yang dihadapi.

Dalam perencanaan pelaksanaan ujian nasional sudah sesuai dengan prinsip-prinsip perumusan kebijakan meskipun masih terdapat kekurangan dan kelemahan yang harus diperbaiki. Dan dalam tahap pengawasan dan evaluasi pada dasarnya sudah sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi meskipun untuk proses evaluasi kebijakan sebagai bagian untuk merencanakan kegiatan berikutnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan mereka menganggap hanya sebagai pelaksana saja.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan diet normal tanpa tepung daun kelor pada tikus KEP tidak cukup baik untuk meningkatkan kadar albumin darah tikus bila dibandingkan

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat membantu restoran dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan menu favorit yang tepat, sesuai dengan menu yang

Dalam kajian ini akan dibahas tentang latar alamiah Sekolah Dasar Islam (SDI) Al-Amanah Kabupaten Bandung, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan

Puji syukur Penulis panjatkan Kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan segala Nikmat, Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

memiliki korelasi positif dan signifikan tetapi keeratan hubungan antara keduanya lemah terhadap penerimaan pembelajaran dengan menggunakan e-learning systems

1) Sastra lisan, terutama mantra adalah objek yang akan diteliti dalam penelitian ini. Sastra lisan merupakan hasil karya yang penyebarannya melalui mulut ke

menemukan bahwa hubungan antara auditor dan klien yang semakin lama maka dapat mengurangi independensi dari diri seorang auditor dan menurunkan dari kualitas audit,

Menurut Kristanto (2010) prinsip dasar dari soaking surfaktan ini adalah menginjeksikan sejumlah tertentu chemical ke dalam reservoir dengan anggapan minyak yang