• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umat Hindu : Pemuja Arca, ataukah Penyembah Berhala? (Bagian 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Umat Hindu : Pemuja Arca, ataukah Penyembah Berhala? (Bagian 2)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sanatana dharma Sanatana dharma

KURSUS KILAT BHAGAVAD-GITA

Bukan han ya sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga m en yan dan g predikat sebagai

“kota Majem uk.” Resikon ya, kita serin g gelagapan dan kewalahan m en jawab pertan yaan dari um at beragam a lain m en gen ai ajaran dan praktek agam a H in du. Celakan ya, kalau m ereka m en desak agar kita m en jawabn ya den gan back up

ayat-ayat Weda. Tak cukup den gan jawaban “an ak m ulo keto”, An da harus m am pu m em berikan jawaban rasion al dan berlan daskan bhakti, sesuai ajaran kitab suci, dan

bukan hasil spekulasi pikiran An da sen diri!

S ia p ka h An d a ???

Mem pelajari Catur Weda, ban yak ken dala tekn is yan g kita hadapi!

B a ga im a n a S o lu s in ya ??? Bh a ga va d -gita ja w a bn ya !!!

Ikuti, Kursus Kilat Bhagavad-gita.

Gratiss!!!

Do You Have Time

for Your Spiritual Life??

Pelajaran Meliputi : - Cara membaca ayat Sanskerta

- Cara melagukan ayat-ayat Bhagavad-gita

- Menemukan ayat-ayat penting yang menjadi dasar kebenaran Panca Sraddha

- Mendiskusikan fenomena- fenomena aktual dalam masyarakat dari sudut pandang Hindu.

- Makan siang

Tempat : Narayana Smrti Ashram Setiap Hari Minggu Yogyakarta

Pukul 11.30 - 13.30 Tutor : Budi Raharjo, M.A. Suryanto, M.Pd.

1

sanatana dharma

Newsletter Narayana Smrti Ashram Yogyakarta

Bahwa kita harus berbicara kepada orang lain dengan mempertimbangkan daya tangkap seseorang, dibenarkan oleh Nabi Muhammad sendiri. Beliau mengatakan : “Berbicaralah kepada orang sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka. Karena jika Anda membicarakan segala sesuatunya kepada semua orang, beberapa di antara mereka tidak dapat memahamimu, dengan begitu akan terjadi kesalahan.” (al-Suhrawardhy, 1905). Karena bangsa Arab kuno pada masa itu memuja berhala dan dalam banyak hal begitu merosotnya, maka beliau tidak menyinggung apapun berkenaan dengan

anggota keluarga sendiri itu telah terjadi pada bangsa Arab masa itu. Dapatkah Anda bayangkan, bagaimana mentalitas masyarakat yang harus dihadapi oleh Nabi Muhammad? Kemerosotan moral itu sudah sedemikian hebatnya, sehingga masyarakat saat itu menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan pujaan mereka.

. .

Umat Hindu : Pemuja Arca, ataukah

Penyembah Berhala?

(Bagian 2)

Ringkasan bagian 1 :

Muhammad (Al-Qur’an 4.23) : “Di haramkan atas kamu (mengawini) ibumu, anak -anakmu yang perempuan, dan saudara perempuanmu...” Mengapa ada ayat yang berbunyi demikian? Dapat dipastikan, semua kebiasaan zinah dengan Pelarangan sembahyang kepada

Tuhan dengan menggunakan perantaraan patung, arca atau simbol tertentu dalam agama Islam, ternyata tidak terlepas dari sejarah pemujaan berhala yang dilakukan oleh bangsa Arab pada masa lalu. Padahal, sampai saat inipun umat Islam menjadikan Ka’bah yang terbuat dari batu sebagai kiblat dalam setiap sembahyangnya. Sejarah pendirian Ka’bah telah diuraikan pula secara singkat.

Lalu, apa yang dimaud dengan berhala? Lagipula, kalau mau jujur, adakah orang yang bisa sembahyang tanpa membayangkan atau memikirkan “figur” atau “sosok” yang dipujanya?

pemujaan kepada bentuk Tuhan. Contoh lain, keluarnya ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan konteks keadaan bangsa Arab kuno pada waktu itu adalah perintah Nabi

Nabi Muhammad melarang pemujaan terhadap berhala, namun pada saat yang sama beliau juga tidak memberikan penjelasan atau gambaran bagaimana Edisi 4/ September 2004 Weda Tertua & Terlengkap, Banggalah Menjadi Hindu

Edisi 4/ September 2004 Edisi 4/ September 2004

Referensi :

1. A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada . Srimad Bhagavatam. 1978. Bhaktivedanta Book Trust, USA.

2. Steven Rosen. The Hidden Glory of India. 2002. Bhaktivedanta Book Trust. Hongkong 3. Stephen Knapp. Vedic Prophecies. 2004

4. al-Suhrawardhy. The Life of Prophet Muhammad .1905. Lahore

(2)

Sanatana dharma

Sanatana dharma

2

Larangan Pemujaan Berhala dalam Kristen

Selain dalam Al-Qur’an, pelarangan pemujaan terhadap berhala juga dapat kita temukan dalam kitab Injil, khususnya Perjanjian Lama (Old Testament) yang merupakan kitab suci bagi umat Yahudi, Anda butuh

Buku-buku agama Hindu? Poster dewa-dewi?, kaset & CD lagu-lagu,

atau aksesoris cantik khas Hindu? Hubungi :

Wira

Telp : (0274) 885794 atau datang langsung ke Narayana Smrti Ashram Jl. Sudarsan Chakra No 03 Maguwoharjo, Yogyakarta

’wujud’ Tuhan yang sesungguhnya. Secara terbuka beliau tidak pernah berbicara tentang bentuk Tuhan, namun dalam beberapa ayat Al-Quran beliau memberikan secara tersirat atau tersembunyi tentang wujud Tuhan. Mengapa? Bangsa Arab saat itu membuat dan memuja berhala dengan bentuk-bentuk semau mereka sendiri. Kalau Nabi Muhammad menyebut dan menjelaskan bentuk Tuhan, pastilah mereka akan membuat berhala-berhala baru. Padahal, pelarangan pemujaan berhala itulah yang menjadi misi utama kehadiran Nabi Muhammad.

Hal ini seperti yang dilakukan oleh Sang Buddha, yang muncul di India saat orang-orang secara keliru memahami ajaran Weda dan secara salah melakukan korban suci hewan dengan mengatasnamakan Weda, hanya demi kepuasan indria-indria mereka sendiri. Guna menghentikan semua itu, Sang Buddha mengajarkan filsafat ahimsa, yang berarti tidak melakukan kekerasan terhadap semua makhluk hidup. Buddha meminta kepada semua pengikutnya untuk menolak ajaran Weda. Seperti juga Nabi Muhammad, beliau mengajarkan sesuai tempat, waktu, dan kecerdasan spiritual masyarakat pada saat itu. Jadi dapat dimengerti bahwa karena kemerosotan prinsip-prinsip keagamaan or-ang-orang Arab pada masa itu, Nabi Muhammad telah diutus oleh Allah, Tuhan Yang Maha Esa, guna membangun agama yang benar dan menghentikan semua bentuk pemujaan atas patung-patung yang diciptakan

atas dasar angan-angan manusia yang keberadaannya sangat menonjol pada waktu itu. Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa Nabi Muhammad menolak pemujaan kepada arca yang dibenarkan menurut aturan kitab suci, dan hal itu dapat kita temukan apabila kita secara dekat mengkaji kehidupan Nabi Muhammad.

Menurut Geo Wedengren (1995), menurut tradisi Muslim, suatu waktu, saat Nabi Muhammad mengalami Isra Miraj (naik ke planet-planet sorga), dan setelah memasuki lapis ke tujuh dari planet sorga, beliau menghadap singgasana Allah. Hal ini terjadi saat Nabi Muhammad menerima ilmu pengetahuan rohani dari Allah.

Pengetahuan rohani yang diterima oleh Nabi Muhammad ini ada 3 jenis : 1) pengetahuan yang Allah perintahkan kepada Nabi Muhammad untuk disembunyikan; 2) pengetahuan yang Al-lah persiAl-lahkan kepada Nabi Muhammad apakah hendak diungkapkan atau disembunyikan; 3) pengetahuan yang Al-lah perintahkan kepada Nabi Muhammad untuk diajarkan kepada semua masyarakat Arab pada masa itu.

Pada saat Nabi Muhammad naik ke sorga dan berjumpa dengan Allah, Allah sedang duduk di atas singgasana-Nya. Setelah peristiwa itu, ketika kemudian orang-orang bertanya kepada Nabi Muhammad : “Apakah Anda telah melihat Allah?” Sang Rasul menjawab : “Saya hanya melihat cahaya, cahaya yang begitu kemilau, di mana Allah berada di balik 20.000 tirai korden. Jika korden itu dibuka dan seseorang melihat wajah Allah maka dia akan segera terbakar menjadi debu” (Jabir, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Tuhan memiliki wujud, yang merupakan dasar bagi umat Hindu dalam melakukan pemujaan kepada Tuhan dalam bentuk arca atau murti.

11

Jadi, yang dihormati bukanlah secarik

kain merah putih itu semata, melainkan sesuatu yang disimbolkannya. Bendera merah putih adalah simbol sebuah negara, sebuah bangsa, sebuah harga diri, sebuah kehormatan, yaitu Indonesia. Kain merah yang dijahit di atas kain putih, identik dengan Indonesia. Kalau itu dibakar, orang Indone-sia akan rela mengorbankan nyawanya. Padahal, kalau ada orang menginjak atau membakar seragam anak-anak sekolah dasar, yang jelas-jelas juga merah putih, apakah orang juga akan tersinggung dan marah besar?

Seperti halnya bendera tadi, begitu pula masalahnya dengan Tuhan yang “berada” dalam arca, dengan Tuhan yang berada dalam lantai. Orang marah kalau arca dirusak, karena yang dirusak adalah

Sekarang kejayaan Inggeris sebagai negara penjajah telah berakhir, Inggeris tidak lagi memiliki taring. Sebaliknya, gantian arca-arca India yang sekarang “menjajah” penduduk Inggeris dan negara-negara lainnya. Sejak tahun 1971, acara Ratha Yatra yang dulu ditertawakan oleh para misionaris itu, kini justru menjadi acara yang dinanti-nantikan oleh orang-orang Barat yang telah beralih menganut agama Hindu. Kuil-kuil Hindu lengkap dengan arca Krishna, Caitanya, Wishnu, Siwa, Ganesh dan lain-lainnya kini dapat kita jumpai hampir diseluruh kota besar di dunia. Orang-orang Barat yang mengutamakan rasionalitas dan materialis, kini berangsur-angsur mengerti, bahwa cara sembahyang kepada arca vigraha Tuhan bukanlah idolatry atau pemujaan berhala.

Mereka sadar, bahwa orang Islam pun masih wajib sembahyang menghadap Ka’bah di kota Mekah. Orang Katholik masih menempatkan patung Yesus pada gereja-gereja mereka. Toh, orang yang tidak pakai arca yang terbuat dari bahan-bahan kasar, juga masih memuja “arca” yang terbuat dari bahan “halus”, yang mereka gambarkan dalam pikiran mereka masing-masing. Bukankah demikian?

Jadi, umat Hindu pemuja arca, bukan penyembah berhala. Banggalah menjadi Hindu!

simbol kehadiran Tuhan yang dipujanya. Kesimpulannya, umat Hindu bukanlah pemuja berhala. Umat Hindu tidak menyekutukan Tuhan, ketika mereka bersembahyang kepada Tuhan dengan perantaraan arca vigraha. Justru umat Hindu sangat jujur, mengakui ketidakmampuan panca inderanya yang bersifat material untuk melihat dan merasakan kehadiran Tuhan yang bersifat spiritual. Manusia hanya mampu melihat dan mengapresiasi hal-hal material yang kasat mata. Diakui atau tidak, toh setiap orang butuh bayangan atau gambaran sebuah obyek yang dalam pikirannya dianggap sebagai Tuhan. Tuhan adalah pemilik segala sesuatu, sumber segala sesuatu, baik yang bersifat material maupun spiritual. Karena manusia hanya bendera? Tidakkah itu berarti juga diskriminatif, pilih kasih???

bisa melihat yang material, karena rasa kasih-Nya, Tuhan berkenan hadir dalam bentuk-bentuk yang terbuat dari bahan-bahan material guna menerima pelayanan bhakti dari para penyembah-Nya.

Ada sebuah kenyataan menarik dalam cara sembahyang kepada arca ini. Dulu, saat Inggeris masih menjajah India, para misionaris dan pendeta Kristen mengejek dan mengolok-olok habis-habisan arca Jagannath (Krishna), Baladeva dan Subhadra, yang sedang diarak diatas kereta dijalan-jalan besar oleh ribuan orang Hindu di kota Jagannath Puri. Mereka menulis artikel-artikel di surat kabar dan media lain yang terbit saat itu, menyebut arca-arca tersebut sebagai bukti keprimitifan penduduk India yang masih memuja batu-batu yang dipoles.

(3)

Sanatana dharma Sanatana dharma

“Kamu tidak akan membuat atasmu patung berhala, atau keserupaan dengan apapun, yang ada disurga di atas, atau yang ada di atas bumi, atau yang ada dalam air; kamu tidak akan tunduk pada mereka, tidak pula melayani mereka, karena aku Tuan Tuhanmu adalah seorang Tuhan pencemburu”.

Menurut Rev. V. P. Hart & Satyaraja (1989), dalam hubungannya dengan kitab Perjanjian L ama, larangan terhadap pemujaan berhala muncul dalam konteks untuk mempertahankan pemuja Yahweh, Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak tunduk dan menyembah Baals, Ishtars,dan lain-lain, yang merupakan nama-nama dewa-dewa pujaan umat pada masa itu. Dengan kata lain, terjadi pemujaan kepada berbagai dewa pada waktu itu, dan dalam upaya menghindari hal itu, diberikan larangan keras untuk memuja “lesser gods” atau tuhan-tuhan yang lebih rendah, termasuk pemujaan kepada arca atau patung.

Ayat tersebut merupakan salah satu dari sepuluh perintah Allah yang termashyur. Dengan dasar ayat-ayat itu, umat Judeo-Kristen mengembangkan sikap kebencian yang kuat terhadap kegiatan pemujaan arca. Selanjutnya, larangan itupun dimaknai sebagai larangan untuk memuja wujud Tuhan yang dibenarkan menurut uraian kitab-kitab suci sekalipun. Larangan-larangan itulah yang mengilhami penghancuran tempat-tempat sembahyang umat Hindu khususnya di India, pada masa pasukan Islam dan Kristen menguasai India.

*-*

Miliki Koleksi Lengkap Newsletter Sanatana Dharma!!!! Seri Ramalan-Ramalan Dalam Weda

- Ramalan & Misi Nabi Muhammad dalam Bhavisya Purana

- “Missing Years”, Ramalan Yesus dalam Bhavisya Purana & Perjalanan-Nya ke India

- Umat Hindu : Pemuja Arca, ataukah Penyembah Berhala?? (Bagian 1 & 2) - Buddha Gautama : Avatara Wishnu, Mengapa Mengajarkan Agama Buddha??? - Sankara : Avatara Dewa Siwa, Penerus Misi Kemunculan Sang Buddha.

- Sri Caitanya Mahaprabhu : Avatara Krishna di Jaman Kali Yuga & Ramalan Misinya dalam Kitab-kitab Weda. - Ramalan Kalki Avatara & Ramalan Kembalinya Yesus : Membicarakan Tokoh yang Sama??? ... dan banyak artikel menarik lainnya. Hubungi : Surya (081328340931)

Kristen, dan agama-agama serumpun. Terdapat larangan tegas untuk menciptakan arca atau berhala dan menyembah bentuk-bentuk itu. Dalam Exodus 20.3 terdapat perintah :”Thou shalt have no other gods before Me (Kamu tidak boleh mempunyai Tuhan lain di hadapan-Ku)”. Larangan itu dipertegas lagi dalam ayat-ayat selanjutnya (Exodus 20.4-5): “Thou shall not make unto thee any graven (carved) image of any likeliness of anything that is in the sky above, or that is on the earth beneath, or that is in the water under earth…Thou shall not bow down to them, nor serve them ; for I the Lord thy God am a jealous God.”

Ajaran Pemujaan Arca dalam

Kitab-kitab Weda.

Dari uraian terdahulu, telah dapat kita simpulkan bahwa ajaran pelarangan terhadap arca Tuhan (atau sarana apapun yang dianggap sebagai perwujudan Tuhan) dalam agama Islam, Kristen, dan Katholik didasarkan pada larangan yang memang tercantum dalam Injil dan Al-Qur’an. Lalu, bagaimana dengan kitab Weda? Apakah dalam Weda terdapat larangan yang serupa? Apakah dalam kitab-kitab Weda, sembahyang kepada Tuhan dalam bentuk arca atau simbol-simbol lainnya juga dianggap sebagai bentuk kesesatan dan penghinaan kepada Tuhan?

Anda ingin artikel-artikel Sanatana Dharma dapat dibaca oleh lebih banyak umat Hindu di seluruh Indonesia? Kami membutuhkan para dermawan yang rela berdana punia seikhlasnya, tanpa mengharuskan

kami mencantumkan nama ataupun jenis usaha dan layanan jasa mereka dalam Newsletter ini. Dengan membantu kami memperbanyak

oplah Newsletter ini, Anda telah berpartisipasi mencerdaskan umat Hindu, dan membangun kebanggaan mereka sebagai orang Hindu. Bhagavad-gita menyatakan, diantara berbagai bentuk Yajna, Yajna

dalam bentuk ilmu pengetahuan adalah yang paling mulia. Kirimkan punia Anda ke : Suryanto, BNI Cab. UGM Yogyakarta, No

: 0038915787 Harap konfirmasi ke : 081328340931

Lho, kok Pilih Kasih???

Penjelasan konsep pemujaan arca seperti yang telah disajikan di atas, seringkali masih menyisakan pertanyaan lain yang tidak kalah memojokkan. Kalau benar Tuhan ada di mana-mana, termasuk di dalam arca ditempat sembahyang, bukankah berarti Tuhan juga ada di lantai yang kita injak-injak setiap hari? Kenapa kita pilih kasih, hanya hormat kepada Tuhan yang di dalam arca, sementara dengan seenaknya “menghina Tuhan” di dalam lantai? Juga, kenapa orang marah kalau ada arca atau murti yang dirusak atau dihancurkan? Tidakkah itu namanya diskriminatif?

Jawabnya, akan sama dengan jawaban terhadap pertanyaan : Kenapa orang menghormat kepada bendera negaranya, padahal bendera itu tidak lebih dari secarik kain? Kenapa orang mau mengangkat tangan dengan sikap hormat pada saat upacara penaikan bendera merah putih? Mengapa orang Indonesia marah besar kalau misalnya ada orang Australia yang demo dan membakar kain merah putih, bendera Indonesia? Mengapa kita tidak marah, kalau ada orang menginjak-injak kain warna merah dan kain warna putih yang tidak dijahit sebagai Oleh karena itulah Sri Krishna

memberikan penjelasan tata cara pembuatan dan pemujaan arca vigraha secara lengkap kepada Uddhava. Jadi, dalam hal ini, Tuhan Sendirilah yang memberikan petunjuk dan mengijinkan pemujaan arca yang dilakukan oleh umat Hindu. Sudah barang tentu, “Tuhan umat Hindu” tidak pernah cemburu, kalau ada umat-Nya yang menyembah perwujudan atau simbol tertentu sebagai perantara.

Satu hal yang harus diingat, orang tidak boleh membentuk arca sesuka hatinya, lalu menjadikan itu sebagai Tuhan pujaannya. Arca harus dibuat menurut aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kitab-kitab Weda. Ada mantra-mantra khusus yang ditetapkan untuk “mengundang” Tuhan agar berkenan bersemayam dalam arca yang kita buat dan menerima pemujaan kita. Kalau kita ingin agar surat kita sampai kepada tujuan, maka kita harus memasukkan surat kita ke dalam kotak surat yang resmi, yang dibuat oleh pihak pemerintah atau swasta yang berwenang untuk hal itu. Kita tidak bisa membuat kotak surat sendiri, memasukkan surat kita ke dalamnya, lalu berharap surat itu akan sampai tujuannya. Begitu pula dengan arca, kita tidak boleh membuatnya menurut selera kita sendiri.

Misalnya, seorang pemuja Siwa yang memuja linggam Siwa. Bentuk linggam yang ada seperti sekarang, bukanlah hasil imajinasi liar manusia semata. Juga, penggambaran Siwa yang berkalung ular kobra, atau Ganesha yang berbadan manusia berkepala gajah.

Brahma digambarkan berkepala empat, Wishnu berlengan empat, atau Krishna yang memegang seruling, adalah berdasarkan pada informasi yang ada dalam Weda.

(4)

Sanatana dharma

Sanatana dharma

4

Apakah Tuhan orang Hindu (kalau memang benar Tuhan itu lebih dari satu) juga menjadi cemburu kalau umat Hindu sembahyang kepada arca? Apakah umat Bud-dha yang bersembahyang kepada patung Buddha juga memiliki Tuhan yang suka cemburu?

Untuk menjawab pertanyaan seperti itu, dapat kita awali dengan terlebih dahulu menjelaskan arti kata “arca”. Bukankah kata “arca” asalnya dari bahasa Sanskerta yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia?Dalam perkembangannya, kata ‘arca’ kemudian identik dengan kata patung atau berhala, dan sering dimaknai secara negatif. Sembahyang umat Hindu kepada Tuhan dengan penggunaan

sarana arca, dicap sebagai kegiatan pemujaan terhadap berhala, dan penghinaan kepada Tuhan. Padahal, dalam kitab-kitab Weda, cara sembahyang kepada Tuhan melalui perantaraan arca-vigraha adalah sebuah anjuran bagi mereka yang ingin maju dalam jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Benarkah? Mari kita kaji bersama uraian beberapa kitab Weda berikut. Sumber referensi utama dalam pembahasan ini adalah kitab Srimad

Bhagavatam atau kitab Bhagavata Purana, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris oleh His Divine Grace A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada.

vadanti tat tattva-vidas tattvaà yaj jïänam advayam

brahmeti paramätmeti bhagavän iti çabdyate

“Learned transcendentalists who Pada umumnya masyarakat telah

mengenal dan mempelajari Bhagavad-gita yang berisi ajaran rohani Sri Krishna kepada Arjuna, sebelum mulainya perang Bharata-yuda. Namun, tidak banyak umat Hindu yang mengenal dan mempelajari kitab Uddhava-gita, yaitu ajaran rohani Sri Krishna kepada sekretaris pribadinya, Uddhava, pada saat Sri Krishna hmengakhiri kegiatan rohani-Nya di bumi ini. Bhagavad-gita sering dipelajari sebagai kitab tersendiri, meskipun sebenarnya ia merupakan bagian dari kitab Mahabharata,

know the Absolute Truth call this nondual substance Brahman, Paramätmä or Bhagavän” (Bhagavata Purana 1.2.11)

Terjemahan : “Para rohaniwan terpelajar yang mengenal Kebenaran Mutlak, menjuluki zat yang tidak nisbi tersebut Brahman, Paramatma, atau Bhagavan”.

yaitu Bab 25 sampai dengan Bab 42 Bhisma Parva (Bhagavad-gita terdiri dari 18 bab). Begitu pula, kitab Uddhava-gita merupakan bagian dari kitab Bhagavata Purana atau dikenal pula sebagai Srimad Bhagavatam, khususnya Sloka 11.14.1 sampai dengan 11.29.49. Para sarjana Weda, khususnya para Waishnawa menjuluki kitab Bhagavata Purana sebagai ensiklopedi ilmu tentang Tuhan. Dalam kitab inilah, diuraikan secara panjang lebar, bahwa dalam Weda, Tuhan diinsyafi atau disadari dalam tiga aspek, yaitu sebagai Brahman, Paramatman, dan Bhagavan.

Uddhava bersujud di kaki Sri Krshna sambil meneteskan air mata. Pada saat inilah Uddhava menerima pelajaran tatacara sembahyang kepada arca-vigraha Tuhan.

9

Kita semua pasti sepakat, bahwa Tuhan mampu berada di dalam segala sesuatu! Asal, Beliau Mau! Kalau tidak, apa hebatnya Tuhan? Karena itulah, salah satu nama Tuhan dalam bahasa Sanskerta adalah “Wishnu”, yang artinya “Dia yang merasuk dan bersemayam dalam segala sesuatu. Bukankah ternyata justru manusia yang membatasi Tuhan? Tuhan tidak mungkin begini, Tuhan tidak boleh begitu. Tuhan bukan ini dan bukan itu! Karena itu, kalau kita menyembah Tuhan dalam wujud arca atau pratima, kita dianggap membatasi Tuhan. Masak sih Tuhan seperti batu? Pertanyaannya, benarkah Tuhan memang akan terbatasi oleh batasan-batasan manusia? Mampukah batasan-batasan kita itu benar-benar membatasi Tuhan yang Tanpa Batas itu?

Sekali lagi, indera manusia hanya bisa menangkap dan memahami hal-hal yang bersifat material, sedangkan Tuhan bersifat rohani atau spiritual. Oleh karena itu, Tuhan berkenan hadir dalam wujud arca atau murti yang terbuat dari bahan-bahan material, yang dapat dilihat dan diraba oleh indera manusia. Arca atau murti boleh dibuat dari bahan kayu, batu, logam, tanah liat, cat, dan sebagainya.

Satu lagi contoh tipuan optis, bukti k e t e r b a t a s a n kemampuan indria mata kita! Cobalah terka : Gambar sebuah gelas atau gambar dua wajah?

Tuhan Maha Hebat, Beliau mampu mengubah sesuatu yang bersifat material menjadi bersifat spiritual, begitu pula sebaliknya, sesuai dengankehendak-Nya.

Apa sulitnya bagi Tuhan untuk “masuk” ke dalam arca atau murti itu, untuk menerima bhakti dan persembahan dari pemuja-Nya yang berbhakti dengan hati dan keinginan yang tulus? Bukankah batu, kayu, logam, atau bahan-bahan lainnya, toh semuanya adalah ciptaan Tuhan Sendiri? Apakah kita akan disebut menghina dan menyekutukan Tuhan, kalau kita manfaatkan benda-benda ciptaan Tuhan untuk mengagungkan dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Sering kita mendengar pernyataan bahwa Tuhan berada di mana-mana. Kalau kemudian saya bertanya : “ Tuhan ada di mana-mana. Apakah itu berarti Tuhan juga ada di dalam arca? Mampukah Tuhan masuk, berada dan bersemayam dalam arca yang dipuja oleh umat Hindu itu?”

Mendengar itu, banyak orang yang serta merta menjawab: “Ah...tidak mungkin dong...Tuhan tidak mungkin ada di arca. Arca khan buatan manusia?Tidak mungkin Tuhan ada dalam benda-benda ciptaan manusia!”

“ mengenai hal itu. Jangan mengatakan tidak

sebelum Anda membuktikannya.

Alasan itulah yang melandasi konsep pemujaan arca atau murti yang dijelaskan dalam kitab-kitab Weda. Tuhan sadar betul akan kemampuan manusia, sehingga Beliau memberikan fasilitas kepada kita untuk melakukan pemujaan kepada-Nya, melalui wujud-Nya yang dapat kita lihat, kita raba, dan kita layani dengan indera-indera kita.

Lalu, kita bisa mengejar jawaban itu dengan menyimpulkan begini: “Oh, jadi Tuhan kalah dengan manusia? Manusia lebih hebat dari Tuhan, karena mampu menciptakan sesuatu yang membuat Tuhan tidak mampu memasukinya? Tuhan yang tadinya ada dimana-mana, Maha Ada, menjadi tidak berdaya menghadapi benda-benda ciptaan manusia! Bukankah itu berarti Tuhan juga tidak mampu berada dalam masjid, gereja, pura, atau wihara, karena semua tempat-tempat itu adalah ciptaan manusia?” Lalu, apa gunanya kita sembahyang di pura, masjid atau gereja?

(5)

Sanatana dharma Sanatana dharma

Selanjutnya, dalam sloka 1.3.28, dinyatakan bahwa kåñëas tu bhagavän

svayam, artinya Sri Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavan). Dari kata Bhagavan ini, lahirlah nama Bhagavad-gita (Song of God, atau Nyanyian Tuhan), ser ta nama kitab “Bhagavata Purana”, yang berarti “sejarah kegiatan rohani dan pengetahuan tentang Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa”.

Itulah sebabnya, kalau kita cermati, mengapa dalam sloka-sloka Bhagavad-gita, setiap Kali Sri Krishna bersabda, ayat Sanskertanya berbunyi : “sri bhagavan

diterbitkan oleh

Narayana Smrti Ashram

Yogyakarta

Tim Redaksi Suryanto, M.Pd Wawan Yulianto I Made Purna Ananda

Gede Suwardana

Jl. Sudarsan Chakra No 03 200 m Sebelah Utara SMKN I Depok Ring Road Utara, Maguwoharjo, Sleman Yogyakarta, 55282 . Telp. (0274) 885794.

Hp. 081328340931 E-mail: surya@ygy.centrin.net.id

çré-uddhava uväca

kriyä-yogaà samäcakñva

bhavad-ärädhanaà prabho

yasmät tväà ye yathärcanti

sätvatäù sätvatarñabha

Sri Uddhava bertanya: Wahai Sri Krishna, tuan bagi para penyembah, mohon menjelaskan cara yang telah ditetapkan dalam menyembah Anda dalam wujud Anda sebagai arca. Bagaimana kualifikasi para bhakta yang memuja arca, atas dasar apa pemujaan seperti itu dilakukan, dan bagaimanakah cara pemujaannya secara rinci? (Bhagavatam11.27.1)

etad

vadanti munayo

muhur niùçreyasaà nåëäm

närado bhagavän vyäsa

äcäryo ‘ìgirasaù sutaù

“Resi-resi yang mulia menyatakan bahwa pemujaan arca seperti itu memberikan manfaat terbesar bagi kehidupan manusia. Itulah pendapat NaradaMuni, rsi agung Vyasadeva, dan pendapat guru saya sendiri, Båhaspati (aìgirasaù sutaù) (Bhagavatam 11.27.2) Muni, rsi agung Vyasadeva, dan pendapat guru saya sendiri, Båhaspati (aìgirasaù

sutaù) (Bhagavatam 11.27.2)

uvaca”. Begitupun dalam kitab Bhagavata Purana dan lain-lainnya.

Baiklah, setelah kita ketahui secara ringkas tentang Uddhava-gita, marilah kita bahas kembali ayat-ayat yang mengajarkan pemujaan kepada arca-vigraha, sebagaimana yang diajarkan oleh Sri Krishna kepada Uddhava. Uddhava bertanya kepada Sri Krishna sebagai berikut :

niùsåtaà te mukhämbhojäd yad äha bhagavän ajaù putrebhyo bhågu-mukhyebhyo devyai ca bhagavän bhavaù etad vai sarva-varëänäm äçramäëäà ca sammatam çreyasäm uttamaà manye stré-çüdräëäà ca mäna-da

“Wahai Sri Krishna yang paling

murah hati, ajaran mengenai proses pemujaan Arca tersebut, pertama kali terpancar dari bibir padma Anda sendiri. Selanjutnya, pengetahuan tersebut diajarkan oleh Brahma kepada putra-putranya yang dipimpin oleh Resi Bhrgu, Lalu, bagaimana solusinya? Padahal,

kalau mau jujur, kita tidak pernah bisa bersembahyang pada kekosongan. Saat berdoa, sembahyang, ataupun melakukan pemujaan, pastilah pikiran kita membayangkan suatu figur, sosok, bentuk, wujud, konsep, atau gambaran tertentu, yang kita jadikan sebagai obyek untuk pemusatan pikiran. Bukankah demikian? Entah itu berupa “cahaya menyilaukan”, “orang tua yang agung dan bijak”,

“omkara”, “gambar Jesus”, “Kaligrafi Allah” tanda salib, dan sebagainya dan seterusnya. Selalu ada sesuatu yang kita wujudkan – baik secara sadar ataupun tidak sadar – dalam pikiran kita, sebuah obyek yang dapat kita jadikan sebagai

t e m p a t

m e n c u r a h k a n kesedihan, duka cita, ataupun p e r m o h o n a n -permohonan kita. Bukankah umat

Is-lam juga diwajibkan untuk menghadap ke arah “kiblah” yaitu berupa Ka’bah yang berada di kota Mekah, Arab Saudi? Arah menghadapnya bisa ke barat, timur, utara, selatan, tenggara, dan sebagainya, tergantung pada arah mana kota Mekah kalau dilihat dari negara di mana umat Islam berada. Bukankah, Islam yang mengajarkan agar or-ang tidak menggambarkan wujud Allah pun, masih menganjurkan agar umatnya sembahyang dengan menghadap ke arah Ka’bah sebagai pusat konsentrasi? Bukankah Ka’bah juga terbuat dari batu?

Demikianlah, pada dasarnya, orang tidak bisa sembahyang pada kekosongan. Kalau kita pelajari secara mendalam dan menyeluruh ayat-ayat Weda, maka akan kita temukan uraian-uraian bahwa Tuhan memiliki wujud rohani, Tuhan memiliki badan rohani. Kebenaran Tertinggi menurut Weda adalah dalam bentuk Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavan). Sebagaimana sebuah negara

Salah satu keunikan dan kelengkapan kitab Weda adalah, ia menguraikan secara sangat lengkap sifat-sifat, wujud dan kegiatan Tuhan, yang tidak dapat ditemukan dalam kitab suci lainnya. Mungkin ada yang bertanya, tidakkah wujud Tuhan itu hanyalah hasil penggambaran dan imajinasi manusia semata? Jawabannya tidak. Menurut Weda, Tuhan tahu pasti bahwa manusia tidak akan pernah mampu memikirkan

Tentu saja, semua itu bisa teratasi, bila Tuhan yang berinisiatif, Tuhan yang harus “mengalah”, dengan menampakkan diri kepada manusia. Tuhan memiliki hak prerogatif untuk melakukan itu kepada yang dikehendaki-Nya. Pihak Tuhan lah yang harus berinisiatif untuk memberitahu manusia tentang sifat-sifat, wujud dan kegiatan-Nya, tentu sejauh dan sebatas yang dapat dimengerti dan dipahami oleh otak manusia yang serba terbatas ini.

Itulah yang terjadi dalam kitab Weda, yang tidak dapat dijumpai dalam kitab-kitab lainnya di dunia. Kalau kita mau secara obyektif mempelajari dan membandingkan kelengkapan informasi atau pengetahuan tentang Tuhan, alam rohani, dan kegiatan-kegiatan Tuhan yang tersajikan dalam berbagai kitab suci di dunia, maka kitab Weda lah yangmenyediakan informasi paling lengkap

Contoh tipuan pandangan mata. Cobalah terka : Gambar seorang gadis muda berbulu mata lentik, ataukah seorang nenek berhidung besar?

memiliki pemerintahan, maka akan ada seseorang yang bersifat individu yang menjadi kepala pemerintahan.

atau membayangkan wujud-Nya. Itu semua berada diluar batas kemampuan manusia. Lalu, bagaimana jalan keluarnya? Bukankah manusia tidak akan bisa mencintai Tuhan, kalau manusia tidak memiliki gambaran apapun tentang Tuhan?

(6)

Sanatana dharma Sanatana dharma

6

Sri Krishna menjawab pertanyaan

Uddhava dengan menyatakan sebagai berikut :

vaidikas täntriko miçra

vaidikas täntriko miçra

vaidikas täntriko miçra

vaidikas täntriko miçra

vaidikas täntriko miçra

iti me tri-vidho makhaù

iti me tri-vidho makhaù

iti me tri-vidho makhaù

iti me tri-vidho makhaù

iti me tri-vidho makhaù

trayäëäm épsitenaiva

trayäëäm épsitenaiva

trayäëäm épsitenaiva

trayäëäm épsitenaiva

trayäëäm épsitenaiva

vidhinä mäà samarcaret

vidhinä mäà samarcaret

vidhinä mäà samarcaret

vidhinä mäà samarcaret

vidhinä mäà samarcaret

“Hendaknya seseorang memuja-Ku dengan penuh kehati-hatian dengan memilih salah satu cara pemujaan yang telah ditetapkan untuk memuja-Ku, yaitu : Vaidika, tantra, atau gabungan keduanya.

“Seorang dvija (orang yang sudah dilahirkan dua kali, atau orang yang sudah punya guru spiritual) harus menyembah-Ku, sepenuh hati (tanpa sikap mendua), mempersembahkanberbagai perlengkapan dengan cinta Bhakti kepada wujud-Ku sebagai arca, atau kepada wujud-Ku yang muncul dalam tanah, dalam api, dalam matahari, dalam air, atau dalam hati penyembah itu sendiri”.(Bhagavatam 11.27.9)

sandhyopästyädi-karmäëi vedenäcoditäni me püjäà taiù kalpayet

samyak-saìkalpaù karma-pävaném

“Dengan memusatkan pikirannya kepada-Ku, seseorang hendaknya memuja-Ku dengan melakukan tugas kewajiban yang

Mengapa Kita Perlu Perantara Arca?

Apa sesungguhnya tujuan kita bersembahyang dan memuja Tuhan? Kalau kita mau jujur, kebanyakan orang sembahyang hanya karena ingin menjadikan Tuhan sekedar sebagai “order supplier” atau “tempat pesan & penyedia” barang-barang kebutuhan kita. Kita sembahyang dan mendekatkan diri kepada Tuhan karena butuh sesuatu, dan karenanya dengan enteng kita main perintah kepada Tuhan :”Tuhan, berikan kami rejeki pada hari ini….beri kami perlindungan, jauhkan kami dari segala bahaya, jangan beri kami cobaan, dst….dst…..”

arcäyäà sthaëòile ‘gnau vä sürye väpsu hådi dvijaù dravyeëa bhakti-yukto ‘rcet sva-guruà mäm amäyayä

Dewa Siwa mengajarkannya kepada

Parvati (devyai ca bhagavän bhavaù). Proses

seperti itu diterima dan cocok bagi semua golongan masyarakat dan tingkatan hidup

manapun (sarva-varëänäm äçramäëäà).

Karena itulah, saya menganggap bahwa proses pemujaan arca ini bermanfaat bagi semua praktek spiritual, bahkan bagi para wanita dan sudra”. (Bhagavatam 11.27. 5-6)

telah ditetapkan baginya. Misalnya dengan mengucapkan gayatri mantra tiga kali sehari (pagi, siang, dan senja hari). Kegiatan seperti itu diperintahkan dalam Weda, dan akan menyucikan hati orang yang melakukannya dari keinginan untuk mendapatkan hasil dari perbuatannya.”

Mengenai bahan-bahan yang dapat digunakan untuk membuat arca Krsihna menyebutkan sebagai berikut :

çailé däru-mayé lauhé lepyä lekhyä ca saikaté mano-mayé maëi-mayé pratimäñöa-vidhä småtä

Dinyatakan bahwa Arca Tuhan dapat muncul dalam delapan jenis bahan : dari batu, kayu, , logam, tanah, cat, pasir, pikiran, dan permata. (Bhagavatam 11.27.12).

Jelaslah dalam hal ini, bahwa pada saat umat Hindu membuat arca Tuhan dari batu atau logam, tidak berarti bahwa mereka sedang menghina Tuhan karena mempersamakan Tuhan dengan batu. Toh, batu dan bahan-bahan lainnya, semuanya adalah ciptaan Tuhan. Dan Tuhan sendiri yang mengijinkan Diri Beliau dipuja dalam bentuk yang dapat dilihat oleh mata manusia yang terbatas ini.

7

“Dari planet tertinggi di dunia material

sampai dengan planet yang lebih rendah, semuanya tempat-tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan kematian dialami berulangkali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai Arjuna “(8.16)

“Tempat tinggal-Ku yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari, bulan, api, maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah kembali lagi ke dunia material ini” (15.6)

“Sesudah mencapai kepada-Ku, roh-roh yang mulia, yogi-yogi dalam bhakti, tidak pernah kembali lagi kedunia fana yang penuh kesengsaraan, sebab mereka sudah mencapai kesempurnaan tertinggi” (8.15)

Yaitu terlepasnya atman dari perputaran kelahiran dan kematian yang dialami berulangkali ke dunia material ini, atau terbebas dari samsara. Pembebasan itu hanya dapat dicapai, bila seseorang telah berhasil kembali pulang ke dunia rohani, atau memasuki kerajaan Tuhan. Mengenai sifat alam rohani tersebut, diuraikan dalam Bhagavad-gita sebagai berikut :

Atau, orang bersembahyang kepada Tuhan hanya karena ingin mendapat pahala, takut pada ancaman dijebloskan ke dalam api neraka kalau tidak melakukannya. Yang paling banyak, orang ingat pada Tuhan hanya saat dia dalam duka dan kesedihan. Padahal, tujuan tertinggi pemujaan kepada Tuhan menurut Weda adalah agar kita pada akhirnya dapat mencapai pembebasan atau moksa.

Disebutkan pula, bahwa syarat untuk dapat mencapai kepada Tuhan adalah, kita harus mencintai Tuhan. Tapi ingat, pepatah “Tak Kenal Maka Tak Sayang” ataupun “To Know is To Love” juga berlaku dalam hubungan kita dengan Tuhan. Bagaimana kita bisa jatuh cinta kepada Tuhan, kalau kita tidak pernah kenal Beliau? Bukankah “cinta” adalah “take and give” – memberi dan menerima?

Lalu pertanyaannya, bagaimana kita bisa mencintai Tuhan, kalau ternyata Tuhan tidak berwujud, tidak memiliki sifat, tidak terkatakan, tidak terdeskripsikan dan

tidak…tidak….tidak….lainnya? Inilah persoalannya. Bagaimana kita bisa “memberi” sesuatu kepada Tuhan, kalau mata kita tidak bisa melihat-Nya? Kita sering mendengar ada orang yang langsung “fall in love on the first sight”, jatuh cinta pada pandangan pertama. Itu karena ada obyek yang dapat dilihat dan dapat dipandang. Dari mata turun ke hati…..

Bagaimana proses “dari mata turun ke hati” ini bisa kita terapkan pada Tuhan? Mustahil, karena berbagai alas an. Pertama, keterbatasan panca indera kita. Tuhan mungkin sudah hadir di depan mata kita, tapi mata kita memang tidak mampu melihatnya. Telinga kita tak mampu mendengar bisikan lembut Tuhan, yang mungkin sudah sangat dekat ke telinga kita. Mengapa? Karena frekuensinya berbeda, panjang gelombangnya berbeda! Maksudnya? Ingat, dalam ilmu fisika dikenal istilah cahaya tampak dan cahaya tak tampak. Mata hanya bisa melihat cahaya dengan panjang gelombang antara 4000 Amstrong sampai 7000 Amstrong. Telinga kita hanya bisa mendengar suara yang panjang gelombangnya antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz. Kalau mau jujur, kemampuan telinga kita kalah dengan telinga kelelawar dan telinga anjing. Di mata kita, matahari hanya sebesar bulatan bola kaki, padahal ukuran matahari sebenarnya 14 kali ukuran bumi. Bintang-bintang seolah hanya muncul pada malam hari, menghilang pada siang hari. Padahal kenyataannya bintang-bintang tidak pernah menghilang. Di udara sekitar kita sebenarnya berseliweran film, siaran televisi, siaran radio, orang lagi asyik mojok pakai telpon, dan lain-;ain. Tapi, toh mata dan telinga kita tidak mampu melihat dan

Edisi 4/ September 2004 Edisi 4/ September 2004

Referensi

Dokumen terkait

Selain isi dari Prasasti Canggal, 3 buah arca di bagian depan Candi Canggal juga menjadi penanda bahwa candi ini merupakan candi Hindu.. Ketiga arca tersebut adalah Nandiatau

hirta menunjukkan rendahnya intensitas serangan CMV, rendahnya konsentrasi virus, terjadi peningkatan aktivitas enzim peroksidase 1,08 – 6,7 kali, dan peningkatan

Secara statistik berdasarkan indikator nilai CV, model aproksimasi terbaik untuk fungsi Heavisine diberikan oleh fungsi aproksimasi berbasis wavelet Daubechies orde

Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah ter- struktur dengan tujuan untuk mengumpulkan jawaban kuesioner dari dosen akuntansi yang bekerja

PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT YANG AMAN, SEHAT, UTUH , UTUH DAN HALAL DAN HALAL KEGIATAN KEGIATAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UNGGAS LOKAL PENGEMBANGAN BUDIDAYA UNGGAS LOKAL

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

Penelitian Anastasia Inggrit Nur Widayanti (2013) dengan judul “Tingkat Kecemasan Primigravida Trimester III Menghadapi Persalinan di BPM Sang Timur Klaten Tahun 2013”

Graf disini digunakan bukan untuk mencari alur tercepat dalam penyusunan dan eksekusi materi dan metode dalam kaderisasi, tetapi digunakan agar hasil akhir yang diharapkan