https://andichairilfurqan.wordpress.com/2012/03/21/momentum-rekonstruktif-upaya-pemerataan-akses-pendidikan-dari-hulu-sampai-ke-hilir/
MOMENTUM REKONSTRUKTIF UPAYA PEMERATAAN AKSES PENDIDIKAN DARI HULU SAMPAI KE HILIR
Oleh:
ANDI CHAIRIL FURQAN*)
(Telah dimuat Pada Surat Kabar Harian Radar Sulteng. 20 Maret 2012 Hal. 4)
Pada tahun 2005 silam, pemerintah juga sempat menaikkan harga BBM bersubsidi
sebagaimana direncanakan pada tahun 2012 ini. Untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan “kontroversi” pada saat itu, maka salah satu program yang dicetuskan oleh pemerintah adalah program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Keberadaan program BOS diharapkan dapat
berfungsi sebagai subsidi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan yang
berkualitas dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun, khususnya bagi keluarga miskin
atau kurang mampu.
Terlepas dari berbagai permasalahan yang masih dijumpai dalam tahapan pengelolaan
dana BOS selama ini mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran, tahap penyaluran dan
pelaksanaan, sampai kepada tahap pelaporan dan evaluasinya, tampak keseriusan Pemerintah
menyukseskan program BOS sampai saat ini, yang ditandai dengan adanya penyempurnaan
penyelengaraan program BOS setiap tahunnya, seperti perubahan metode pengelolaan dan
penyaluran, pengembangan skema program BOS dan peningkatan jumlah dana BOS dari tahun
ke tahun, khususnya dapat terlihat pada tahun 2012 ini.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2012 pemerintah melakukan
beberapa gebrakan terkait dengan program BOS, selain meningkatkan jumlah dana BOS sekitar
43,75% dibandingkan pada tahun 2011 menjadi sekitar Rp. 23,5 triliun pada tahun 2012, dengan
melakukan perubahan mekanisme penyalurannya yang melalui Pemerintah Provinsi, penyaluran
dana BOS tahap I telah diselesaikan sebesar 100% pada bulan januari 2012. Sedangkan dari segi
pengembangan skema, telah dirintis Dana BOS bagi siswa SMA/SMK sebagai upaya
mewujudkan wajib belajar 12 tahun yang rencanya akan efektif dijalankan pada tahun 2014
nanti. Selain itu, untuk menunjang penyempurnaan pengelolaan dana BOS, melalui nota
https://andichairilfurqan.wordpress.com/2012/03/21/momentum-rekonstruktif-upaya-pemerataan-akses-pendidikan-dari-hulu-sampai-ke-hilir/
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka mulai tahun 2012 KPK juga akan dilibatkan
dalam mendukung penguatan pengawasan atas penyaluran serta pemanfaatan dana BOS.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam
mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM sejak tahun 2005 silam, khususnya terkait bidang
pendidikan, terbukti telah memberikan dampak positif terhadap dunia pendidikan di Indonesia,
karena apa yang dilakukan oleh pemerintah selama ini telah mampu menunjukkan konsistensi
Pemerintah dalam menjaga kesinambungan program BOS, yang mana ditunjukkan dengan
meningkatnya Rasio Angka Partisipasi Kasar (APK) dan ketersediaan fasilitas pembelajaran,
seperti buku dan alat peraga, terutama pada pendidikan dasar.
Pertanyaannya kemudian, apakah prestasi tersebut dapat menjamin bahwa rencana
pengurangan subsidi BBM yang akan mulai diberlakukan pada awal april tahun 2012 ini tidak
akan berdampak negatif pada akses masyarakat terhadap pendidikan di Indonesia? Untuk
menjawabnya tentunya kita perlu melihat dulu realitas yang dihadapi dalam dunia pendidikan di
Indonesia saat ini.
Tak dapat dipungkiri bahwa selain program BOS, untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap pendidikan yang merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), khususnya bagi masyarakat miskin, pemerintah melalui Kemendikbud juga telah
meluncurkan beberapa program pendukung lainnya, diantaranya adalah Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM) dan Bantuan Khusus Murid Miskin (BKMM) yang diperuntukkan bagi
siswa/murid setingkat SD, SMP sampai SMU dari keluarga kurang mampu, serta Program
bantuan biaya pendidikan Bidikmisi kepada mahasiswa yang memiliki potensi akademik
memadai dan kurang mampu secara ekonomi. Hal ini juga didukung dengan program
pemerataan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan kemendikbud, diantaranya adalah
bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pemberdayaan anggota TNI dalam
rangka penyelenggaraan pengembangan pendidikan pada wilayah perbatasan, pulau terluar,
daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah korban bencana, daerah konflik dan pascakonflik;
Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPGT) dan program Sarjana Mendidik di Daerah
Terpencil, Terluar, Tertinggal (SM3T) untuk mengatasi kekurangan guru di daerah terpencil
terluar dan tertinggal; dan Program pembangunan/rehabilitasi ruang dan fasilitas belajar baik
yang disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun langsung dari Anggaran
https://andichairilfurqan.wordpress.com/2012/03/21/momentum-rekonstruktif-upaya-pemerataan-akses-pendidikan-dari-hulu-sampai-ke-hilir/
Namun, dibalik program-program pemerintah tersebut, ternyata berdasarkan hasil
Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (Rembuknas) pada akhir bulan Februari 2012 di
Sawangan Depok, terungkap beberapa fakta yang menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa
permasalahan mendasar dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, khususnya berkaitan
dengan pemerataan akses masyarakat terhadap pendidikan yang terjangkau, bermutu dan berdaya
saing, seperti masih tingginya angka putus sekolah dan angka tidak melanjutkan antar jenjang
pendidikan, masih banyaknya kondisi ruang kelas yang rusak, layanan dan mutu pendidikan
yang belum merata, database pendidikan dan siswa miskin yang belum akurat serta belum
sinerginya program pembangunan pendidikan pemerintah dengan program pembangunan
pendidikan beberapa Pemerintah Daerah. Fenomena ini semakin kompleks karena ternyata
seluruh permasalahan pendidikan tersebut bukan semata-mata diakibatkan karena faktor
ekonomi dan tidak hanya terjadi pada daerah-daerah tertinggal, terpencil atau pedalaman saja,
tetapi disebabkan juga oleh faktor geografi, sosial, fisik, psikis dan politik, yang mana juga
terjadi pada daerah ibukota, khususnya di daerah pinggiran kota.
Berdasarkan realitas pada dunia pendidikan tersebut maka dapat dikatakan bahwa prestasi
Pemerintah dalam menjalankan program BOS, termasuk program pembangunan pendidikan
lainnya selama ini belum cukup menjanjikan bahwa rencana pengurangan subsidi BBM pada
bulan April nanti tidak akan berdampak negatif pada pemerataan akses masyarakat terhadap
pendidikan di Indonesia. Karena dengan adanya kenaikan harga BBM, masyarakat tidak hanya
diperhadapkan pada biaya transportasi yang semakin meningkat, tetapi juga harus berhadapan
dengan biaya pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan yang ikut meningkat, sehingga
walaupun Pemerintah telah mempersiapkan skema kompensasi kenaikan harga BBM terkait
bidang pendidikan yang berupa pemberian subsidi bagi siswa miskin selama enam bulan dengan
alokasi anggaran sekitar Rp 3,4 triliun, strategi tersebut tidaklah cukup untuk mengatasi
permasalahan pendidikan yang akan semakin kompleks jika rencana kenaikan harga BBM ini
tetap dijalankan.
Kompleksitas permasalahan pendidikan saat ini hanya dapat diatasi jika akar
permasalahannya dapat diketahui, dipetakan dan diselesaikan secara bersama-sama. Oleh karena
itu, sudah seharusnya rencana kenaikan BBM ini dimaknai sebagai momentum bagi Pemerintah
bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk kembali mengevaluasi dan
https://andichairilfurqan.wordpress.com/2012/03/21/momentum-rekonstruktif-upaya-pemerataan-akses-pendidikan-dari-hulu-sampai-ke-hilir/
ini, khususnya terkait dengan upaya pemerataan akses pendidikan yang terjangkau, bermutu dan
berdaya saing secara komprehensif dan bersinergi dari hulu sampai ke hilir.
Atau dalam kata lain, rekonstruktif upaya pemerataan akses pendidikan yang dilakukan
harus mencakup seluruh jenis dan jenjang pendidikan di seluruh wilayah NKRI baik pendidikan
formal maupun non formal mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, sampai pendidikan tinggi dengan melibatkan seluruh komponen bangsa, yang mana
dapat diwujudkan dengan cara: (1). Mengindetifikasi dan melakukan pemetaan atas seluruh
permasalahan pendidikan yang terjadi pada setiap daerah, (2). Menyempurnakan database siswa,
mahasiswa dan layanan pendidikan pada seluruh jenis dan jenjang pendidikan; (3)
Menyinergikan program pembangunan pendidikan kemendikbud dengan program
kementerian/lembaga negara lainnya, program pembangunan pendidikan pemerintah daerah,
program Corporate Social Responsibility (CSR) badan usaha dan program lembaga
sosial/kemasyarakatan; serta (4). Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
menyukseskan dan mengawasi program pembangunan pendidikan di Indonesia.
Akhirnya, perlu untuk dipahami bahwa harapan terbesar masyarakat Indonesia saat ini
bukan pada menunda kenaikan harga BBM, tetapi lebih kepada adanya jaminan bahwa
masyarakat dapat memperoleh manfaat yang nyata atas kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut,
sehingga sekiranya harga BBM dinaikkan, masyarakat tetap dapat memenuhi segala
kebutuhannya dan meningkatkan kesejahteraannya.
Untuk itu, ketika momen saat ini dijadikan sebagai momentum rekonstruktif upaya
pemerataan akses pendidikan dari hulu sampai ke hilir maka akan memberikan jaminan kepada
masyarakat bahwa program pembangunan pendidikan yang akan dilaksanakan pemerintah
selanjutnya akan lebih terencana, terintegrasi dan berkesinambungan, yang mana tidak hanya
dapat membuka akses pendidikan yang terjangkau, bermutu dan berdaya saing secara merata
bagi seluruh masyarakat Indonesia, tetapi juga sekaligus dapat menciptakan generasi penerus
bangsa yang cerdas, berkarakter, mandiri dan berprestasi sebagai modal dalam mewujudkan
masyarakat Indonesia yang makmur dan sejahtera di masa yang akan datang.
*)