• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Aktivitas Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada Area Perakaran untuk Mendukung Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis (Brassica oleracea varietas Capitata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Aktivitas Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada Area Perakaran untuk Mendukung Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis (Brassica oleracea varietas Capitata"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kubis (Brassica oleracea varietas Capitata) merupakan sayuran yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia dibandingkan dengan sayuran yang

lainnya (Badan Pusat Statistik, 2014). Kubis memiliki kandungan gizi yang relatif

lengkap dan konsumsi kubis membantu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian

untuk manusia. Kandungan gizi dalam kubis terutama memberikan pengaruh yang

baik bagi pencernaan dan sifatnya dapat menetralkan zat-zat asam dalam tubuh

(Pracaya, 2001). Rukmana (1995) menuliskan beberapa kandungan gizi dalam kubis

antara lain: protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, natrium, niacin,

serat, air, serta berbagai vitamin diantaranya vitamin A, B1, dan C.

Kubis menjadi salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan di Indonesia,

terutama pada daerah dataran tinggi. Kubis sangat potensial untuk dikembangkan,

karena selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kubis juga berpotensi sebagai

komoditas ekspor. Indonesia menjadi negara kelima terbesar dalam hal pemasok

sayuran untuk Singapura setelah Malaysia, Cina, Australia dan India (Bisnis UKM,

2009). Pada tahun 2009 volume ekspor untuk tanaman kubis mencapai 44.904 ton,

paling besar dibandingkan dengan volume ekspor sayuran seperti jamur, bawang

merah dan kentang (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2010).

Kementrian Pertanian mencatat pada periode Januari sampai September 2013, ekspor

kubis segar Indonesia sebesar 42.680 ton (Respati dkk., 2013).

Jawa Tengah merupakan daerah penghasil kubis terbesar di Indonesia

dibandingkan dengan propinsi lainnya. Direktorat Jendral Hortikultura (2014)

mencatat bahwa produksi kubis di Jawa Tengah mencapai lebih dari 330.000 ton dan

terus meningkat selama tahun 2009 sampai 2013. Nilai ini setara dengan 24,96% dari

keseluruhan produksi kubis nasional. Dalam kurun waktu enam tahun ini, luas lahan

produksi kubis mengalami fluktuasi antara 18.202 sampai 20.843 Ha (Kementerian

Pertanian, 2015). Namun kecenderungan pada tahun 2014 lahan pertanian kubis

(2)

2 perlu dilakukan peningkatan hasil panen pada budidaya kubis untuk tetap memenuhi

kebutuhan konsumsi kubis masyarakat. Kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas

dan kualitas hasil pertanian memacu kebanyakan pelaku budidaya menggunakan

pupuk sintetis yang semakin lama menyebabkan polusi bagi lingkungan.

Aplikasi agensia hayati merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

produktivitas tanaman dan berkelanjutan, dengan meminimalkan dampak ekologis

bagi lingkungan (Hermosa dkk., 2012). Salah satu mikroorganisme yang telah banyak

dimanfaatkan dan diaplikasikan pada budidaya tanaman adalah genus Trichoderma dan Gliocladium.

Genus Trichoderma dan Gliocladium merupakan fungi yang memiliki habitat di tanah dan area perakaran tanaman, yang dikenal sebagai fungi antagonis bagi fungi

lain yang bersifat patogenik bagi tanaman budidaya. Namun, disamping kemampuan

tersebut, Trichoderma dan Gliocladium memiliki kemampuan untuk mendukung pertumbuhan tanaman, meningkatkan nilai jumlah daun dan bobot kering yang

terbentuk (Gusnawaty dkk., 2013; Topovolec, 2013; Lo dan Lin, 2002; Van Wees

dkk., 2008; Hermosa dkk., 2012). Pada mulanya, kemampuan ini dianggap sebagai

efek samping dari penekanan fungi patogen bagi tanaman (Baker, 1988; Inbar dkk.,

1994; Ousley dkk., 1994). Gliocladium spp. diketahui menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa dan membantu mempercepat ketersediaan hara

dalam tanah (Marh, 2005). Selain itu, dukungan terhadap pertumbuhan tanaman

budidaya disebabkan oleh Trichoderma yang memacu pertumbuhan akar menjadi lebih kuat, penyerapan hara yang lebih baik (Ousley dkk., 1994), menghasilkan

sekresi yang bekerja sebagai hormon pertumbuhan bagi tanaman (Baker, 1988), dan

meningkatkan aktivitas sebagai fungi saprofik pada akar yang menyebabkan hara

dalam tanah menjadi dalam bentuk tersedia bagi tanaman (Ousley dkk., 1994).

Topovolec (2013) dan Hermosa dkk. (2012) menjelaskan bahwa kemampuan

Trichoderma untuk mendukung pertumbuhan tanaman merupakan aktivitas yang berbeda dengan sifat dan aktivitas antagonistik terhadap fungi patogen tanaman.

(3)

3 Dari latar belakang di atas, maka disusunlah rancangan penelitian bertajuk

pemanfaatan aktivitas agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada area perakaran untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman kubis.

Penelitian ini diharapkan memberikan pilihan bagi petani kubis untuk dapat

mendukung pertumbuhan dan mengoptimalkan hasil tanaman sekaligus

memanfaatkan aktivitas antagonistik agensia hayati terhadap patogen tanaman

budidaya selain dengan cara konvensional dan metode kimiawi yang selama ini telah

dilakukan.

1.2Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi dan cara aplikasi agensia hayati

Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. terhadap tanaman kubis yang dibudidayakan.

2. Menentukan perlakuan konsentrasi dan cara aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang memberikan nilai pertumbuhan dan hasil terbaik bagi tanaman kubis.

1.3Signifikansi Penelitian

1. Dari segi ilmiah diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi informasi dan

pengetahuan tentang potensi aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. untuk mendukung budidaya tanaman kubis

2. Dari segi praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. sebagai upaya mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis oleh petani

1.4Batasan Masalah

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda, maka dalam penelitian ini

terdapat batasan-batasan sebagai berikut:

1. Lahan yang digunakan merupakan lahan percobaan milik Fakultas Pertanian dan

Bisnis UKSW di Salaran, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, dimana lahan

(4)

4 2. Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang digunakan adalah agensia hayati

komersial dengan nama dagang Trico-G dengan saran aplikasi sebanyak satu

sendok makan (setara dengan 15 gram) granul dicampur dengan 10 liter air

3. Tanaman kubis yang digunakan adalah kubis hibrida varietas New Summit

4. Pengaruh aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. ditinjau dari hasil pengamatan dan pengukuran variabel pertumbuhan dan pembentukan

biomasa tanaman kubis

1.5Model Hipotetis

Keterangan:

X : perlakuan konsentrasi dan cara aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada tanaman kubis

Y1 : pertumbuhan tanaman kubis

Y2 : hasil tanaman kubis X

Y1

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Hasil yang dicapai oleh kegiatan pengembangan ini ialah, sekolah merasa puas dan senang dengan program ini, terbukti dengan sambutan baik dan antusias peserta

Peneltian ini diperkuat dari hasil penelitian Heldygrad Delvyan jacob, dkk (2012) tentang gambaran pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai perilaku pencegahan malaria di

Ke-7 elemen bauran pemasaran yaitu: produk, harga, tempat, proses, bukti fisik, promosi, petugas memberikan pengaruh kepada loyalitas pasien terhadap rumah sakit.. Di

 Dalam sebulan terakhir yield SUN jangka pendek naik antara 20 sampai dengan 40 bps kecuali untuk tenor 1 tahun dan 2 tahun yang masing-masing turun sebesar 45

Untuk mengetahui apakah penggunaan modal pinjaman tersebut memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap rentabilitas modal sendiri, maka diadakan suatu

Kadar karbohidrat, protein dan lemak yang didapatkan dari biji nangka dengan menggunakan variasi waktu perebusan yang berbeda-beda ( 0 menit, 15 menit, 30 menit, dan 45 menit

Pelaksanaan musdes/muskel harus transparan dan partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak terkait, setidaknya, aparat desa/kelurahan, perwakilan kelompok masyarakat (tokoh