NUSA TENGGARA TIMUR
SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh : MARKUS SE NIM. ST.14038
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN MALARIA DI WILAYAH KERJA UPTD KESEHATAN KEC.NANGAPENDA KAB.ENDE FLORES NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh: Markus se NIM ST14038
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 16 Februari 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama
Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK 200679022
Pembimbing Pendamping
Ika Subekti Wulandari, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK 201189097
Penguji
Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 201087055
Surakarta, 16 Februari 2016 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
Atiek Murharyati, S.Kep.,NS.,M.Kep NIK. 200680023
iii NIM : ST 14038
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebut nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, 16 Februari 2016 Yang membuat pernyataan
(Markus se) NIM. ST.14038
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasihNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.
Penyusunan skripsi dengan judul “Hubungan Anatara Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Malaria Di Wilayah UPTD Kesehatan Kec.Nangapenda Kab.Ende Flores Nusa Tenggara Timur” ini disusun sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna bagi penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Atiek Murharyati, S.Kep.,NS., M.Kep selaku Ketua Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Wahyuningsih Saftri, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing utama yang dengan sabar mendampingi, meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns, M.Kep selaku pembimbing pendamping yang dengan sabar mendampingi, meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu dengan berbagai cara sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
v sayang selama ini.
9. Bapak Mama Selfi serta keponakanku Vanes, Selfy, Julion, Iren, Sisko, Den, Angga, Renol, Novan, yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat buat saya.
10. Teman-Teman S1 Keperawatan Program Transfer Stikes Kusuma Husada Surakarta 2014-2016. Khususnya Rangga, Alif, Imam, Ilham, Afrian, Meldi, Totok, kak Yun, Sasmita, kak Edy, Wahyu, Surya, Eksvan, Dedi, July, Eky, Dedy Cahyadi, Rangga, yang telah memberi bantuan, dukungan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh staf dan karyawan UPTD Kesehatan Kec.Nangapanda Kab.Ende yang telah memperlancar kegiatan penelitian.
12. Responden yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengarapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Terimakasih.
Surakarta, 15 Februari 2016
vi DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi ABSTRAK ... xii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Tinjauan Teori ... 10
2.1.1.Malaria ... 10
2.1.1.1. Pengertian Malaria ... 10
2.1.1.2. Etiologi Malaria ... 10
2.1.1.3. Siklus Hidup Malaria ... 11
2.1.1.4. Cara Penularan Malaria ... 13
2.1.1.5. Gejala Klinis ... 15
2.1.1.6. Pengobatan Malaria ... 18
2.1.1.7. Pencegahan Dan Pemberantasan Malaria ... 21
2.1.2.Pengetahuan ... 24
vii
2.1.3.2. Klasifikasi perilaku kesehatan ... 34
2.1.4.Keaslian Penelitian ... 35
2.2. Kerangka Teori ... 36
2.3. Kerangka Konsep ... 36
2.4. Hipotesis ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 38
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 38
3.2.1. Populasi ... 38
3.2.2. Sampel ... 39
3.2.3. Teknik Sampling ... 39
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
3.3.1. Lokasi Penelitian ... 40
3.3.2. Waktu Penelitian ... 40
3.4 Variabel Penelitian ... 40
3.4.1. Variabel Independen (Variabel bebas) ... 40
3.4.2. Variabel Dependen (Variabel Terikat) ... 41
3.5 Definisi Operasional ... 41
3.6 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 42
3.6.1. Alat Penelitian ... 42
3.6.2. Cara pengumpulan data ... 45
3.6.3. Langkah-langkah pengumpulan Data ... 46
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ... 47
3.7.1. Teknik Pengolahan data ... 47
3.7.2. Analisa Data ... 49
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52
4.1 Analisis Univariat ... 52
4.2 Analisis Bivariat ... 53
BAB V PEMBAHASAN ... 56
5.1 Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Malaria ... 56
5.2 Perilaku Pencegahan Malaria ... 58
5.3 Hubungan antara Pengetahuan dengan perilaku pencegahan Malaria di UPTD Kesehatan Kec. Nangapanda Kab. Ende flores Nusa Tenggara Timur ... 63
BAB VI PENUTUP ... 63
6.1 Kesimpulan ... 63
6.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
ix
Tabel 2.2 Pengobatan Lini I Malaria Vivaks dan Malaria Ovale 20
Tabel 2.3 Keaslian Penelitian 25
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 41 Tabel 4.1 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Malaria di Wilayah
Kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende Flores NTT Tahun 2015 ... 52 Tabel 4.2 Distribusi Perilaku Responden dalam Pencegahan Malaria di
Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende Flores NTT Tahun 2015 ... 53 Tabel 4.3 Hasil Analisis Bivariat Hubungan antara Pengetahuan tentang
Malaria dengan Perilaku Pencegahan Malaria di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende Flores NTT Tahun 2015 ... 54
x
DAFTAR GAMBAR
halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori 36 Gambar 2.2 Kerangka Konsep 36
xi
1 Permohonan Studi Pendahuluan UPTD Kesehatan Kec.Nangapanda
2 Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas UPTD Kesehatan Kec.Ende
3 Permohonan Ijin Penelitian Kesbangpollinmas Kab.Ende 4 Surat Rekomendasi Kesbangpollinmas Kab.Ende
5 Lembar Disposisi Dinas Kesehatan Kab.Ende 6 Surat Rekomendasi Kepala UPTD Kesehatan
Kec.Nangapanda Kab.Ende 7 Jadwal Penelitian
8 Surat Permohonan Menjadi Responden 9 Lembar Persetujuan Menjadi Responden 10 Kuesioner
11 Data Hasil Uji Coba Kuesioner 12 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 13 Data Hasil Penelitian
14 Hasil Pengolahan Data Penelitian 15 Lembar Konsultasi
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
Markus Se
Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Malaria di Wilayah Kerja di UPTD Kesehatan Kec.Nangapenda Kab.Ende Flores Nusa
Tenggara Tmur
ABSTRAK
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus plsmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles. Faktor keberhasilan pengobatan malaria bisa bersumber pada pengetahuan masyarakat tentang pencegahan malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan malaria.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian observasional analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis malaria dan teknik Pengambilan sampel purposive sampling sehingga di dapatkan sampel sebanyak 165 responden. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Data dianalisis secara statistik dengan uji chi sqaure.
Hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan responden tentang penyakit malaria yang pengetahuan baik sebanyak 111 responden (67,3%), cukup 47 responden (28,5%), kurang 7 responden (4,2%). untuk perilaku pencegahan, 123 responden (74,5%) baik, 42 responden (25,5%) kurang baik.
Kesimpulan dalam penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan tentang penyakit malaria dengan perilaku pencegahan malaria (p value = 0,005).
Kata Kunci: pengetahuan, perilaku pencegahan malaria Pustaka: 29 (2005-2015)
1 1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Genus Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan ikterus (Harijanto, 2009). Malaria merupakan penyakit menular yang menyerang ke semua golongan umur yaitu bayi, anak-anak, dan orang dewasa (Kemenkes, 2010).
Menurut laporan WHO, pada tahun 2012 secara keseluruhan, diperkirakan ada 207 juta kasus malaria yang menyebabkan 627.000 kematian, menurut laporan tersebut termasuk informasi dari 102 negara dengan penularan malaria, sebagian besar kasus ini terjadi pada anak-anak yang tinggal di Afrika. Angka tersebut untuk membandingkan 219 juta kasus dan 660.000 kematian pada tahun 2010, tahun di mana data statistik tersedia.
Angka kematian malaria di Indonesia cukup tinggi, mencapai 250 juta dan penyebab 1 juta kematian utamanya pada anak balita. pada daerah yang terjangkit malaria, penyakit tersebut dapat menjadi penyebab utama kematian dan penghambat pertumbuhan anak (Kemenkes RI, 2010). Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%) (Litbangdepkes, 2013).
2
Penyakit menular yang menjadi prioritas pembangunan nasional jangka panjang 2005-2025 adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filarial, kusta, tuberculosis paru, HIV/AIDS, Pneumonia dan penyakit lainnya yang dapat dicegah dengan imunisasi (Ndona Martinus 2009). Malaria merupakan masalah kesehatan prioritas di Indonesia karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi terutama di daerah luar jawa dan Bali. di daerah transmigrasi yang terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah endemik dan yang tidak endemik malaria, masih sering terjadi ledakan kasus atau wabah yang menimbulkan banyak kematian (Widoyono, 2008).
Menurut Marliah Santi (2012) kejadian malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu host (manusia dan nyamuk), agent (parasit/plasmodium), dan environment (lingkungan). Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria. individu yang memiliki imunitas rendah terhadap malaria memiliki risiko yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan mereka yang tinggal di daerah endemik karena telah memiliki imunitas terhadap malaria.
Individu yang berisiko mengalami malaria antara lain adalah ibu hamil, HIV/AIDS,. Bagi ibu hamil masalah yang sering timbul adalah anemia
yang akan menyebabkan kekurangan hemoglobin dalam darah, sehingga dampaknya pada bayi sangat besar, akibatnya yang timbul bisa berupa bayi lahir prematur, abortus dini, berat badan rendah, pertumbuhan janin terganggu dan kekurangan gizi (Harijanto, 2009).
Plasmodium akan merusak sel-sel darah merah, sehingga produktifitas menjadi tidak normal, orang yang terinveksi HIV/AIDS memiliki daya tahan tubuh yang rendah, sehingga bila parasit plasmodium menyerang akan dengan mudah menghancurkan pertahanannya dan yang terakhir adalah orang yang pindah dari daerah yang endemis malaria.
Faktor keberhasilan pengobatan untuk malaria bisa bersumber pada pengetahuan penderita mengenai bahaya penyakit malaria yang gampang menular, motivasi keluarga baik saran dan perilaku keluarga kepada penderita untuk menyelesaikan pengobatannya dan penjelasan petugas kesehatan kalau pengobatan gagal akan diobati dari awal lagi. oleh karena itu pemahaman dan pengetahuan penderita memegang peranan penting dalam keberhasilan pengobatan malaria (Kemenkes, 2010).
Perilaku penderita untuk menjalani pengobatan secara teratur dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Teori Lawrence Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, fasilitas, sarana atau prasarana. terwujudnya sebuah perilaku menjadi suatu tindakan maka diperlukan sebuah motivasi. Motivasi diartikan sebagai dorongan dalam bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam
4
bentuk perilaku. Adapun perilaku itu sendiri terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Tingkat pendidikan yang rendah merupakan penyebab kurangnya pengetahuan sehingga pemahaman tentang pemberantasan malaria juga kurang. Kondisi ini menyebabkan buruknya tindakan masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria. Sikap pencegahan dan pencarian pengobatan yang baik pada saat kejadian malaria, menunjukan bahwa pemahaman masyarakat untuk segera mungkin melakukan tindakan pencegahan sesuai dengan yang disampaikan oleh petugas kesehatan dan media informasi lainya, sekaligus mengupayakan pencarian pengobatan untuk penyakit malaria (Ndona Martinus, 2009).
Berbagai komponen perilaku pencegahan malaria meliputi menghindari kontak manusia dengan nyamuk, kegiatan pembasmian larva, pemberantasan parasit malaria, dan partisipasi sosial perlu dikaji kembali guna mengevaluasi efektivitasnya dalam mencegah malaria (Kemenkes 2010).
Menurut Elvira Gamelia dan Siwi Pramatama Mars Wijayanti (2013), Health Belief Model Theory menjelaskan sebab akibat kegagalan individu dalam menjalani program pencegahan penyakit, sering digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku pencegahan suatu penyakit (preventive health behaviour). Perilaku pencegahan dipengaruhi oleh kemungkinan aksi yang terdiri dari persepsi manfaat dan persepsi hambatan serta persepsi ancaman dibentuk melalui persepsi individual meliputi persepsi kerentanan dan persepsi kegawatan serta informasi.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada pengaruh atau hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan seperti dalam penelitian Marinda (2010) di Dusun Olas Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Goyang Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku menunjukkan sikap yang berhubungan dengan kejadian malaria. Sikap yang negatif dan tindakan yang kurang baik, saling berinteraksi dan sangat menentukan tingginya kejadian malaria dalam masyarakat yang ada di daerah tersebut. Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Yahya, dkk (2005) tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku Ibu terhadap malaria pada anak di kecamatan Sungai Liat Kabupaten Bangka.
Daerah endemis adalah daerah-daerah yang berisiko tinggi malaria, Ada 5 daerah endemis di Indonesia, daerah seperti itu berada di daerah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur, daerah – daerah tersebut tersebar di seluruh pelosok yang mempunyai tingkat endemis malaria yang berbeda – beda, musim hujan dan panas yang tidak menentu. (LitbangDepKes).
Provinsi Nusa Tenggara Timur penyakit malaria tersebar di seluruh pelosok daerah dengan tingkat endemisitas yang berbeda-beda, musim hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya vektor nyamuk anopheles, khususnya pada daerah pantai dan dataran rendah. Data dinas kesehatan provinsi Nusa Tenggara Timur jumlah malaria klinis yang dilaporkan tahun 2013 berjumlah 118.331 kasus (Profil Dinas Kesehatan NTT 2013).
6
Kabupaten Ende adalah salah satu kabupaten yang mempunyai kasus malaria yang cukup tinggi di provinsi Nusa Tenggara Timur, bahkan kabupaten Ende merupakan wilayah endemis malaria di mana angka kejadian malaria masih tetap tinggi dari tahun ke tahun. Data malaria yang tercatat tahun 2013 berjumlah 20.413 kasus, positif 8.115 kasus (Profil Dinas Kesahatan Kabupaten Ende).
Studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec Nangapenda kejadian malaria klinis pada tahun 2013 jumlah kasus 1.300, positif 200 kasus. Tahun 2014 terjadi peningkatan kasus untuk 3 bulan terakhir yaitu pada bulan November – Januari 2015 sebanyak 280 kasus positif malaria. Terdapat dua kasus kematian yaitu ibu hamil dengan komplikasi malaria dan balita komplikasi pneumonia.
Adapun kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan seperti melakukan fogging, pengambilan sampel darah, penyuluhan di posyandu, pengobatan gratis, pembagian kelambu berinsektisida. dengan adanya beberapa tindakan pencegahan tersebut seharusnya puskesmas Nangapenda dapat menekan atau menghilangkan angka kejadian malaria, namun pada kenyataannya angka kejadian malaria masih tinggi di wilayah kerja puskesmas Nangapenda.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang yang pernah mengalami penyakit malaria, 4 orang mengatakan jika keluhan badan panas, demam, sakit kepala, dan pusing, mereka tidak melakukan pengobatani ke puskesmas karena menurut mereka itu hanya merupakan demam biasa, dan 6 orang lainya mengatakan akan berkunjung ke puskesmas apabila, tidak sadar, muntah terus menerus, diare, nyeri uluh hati dan kejang. Hal tersebut
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan masih kurang tentang pencegahan penyakit malaria, juga demikian dengan perilaku mereka dalam pencegahan penyaki malaria.
Mengingat terjadinya peningkatan kasus malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kabupaten Ende Flores Nusa Tenggara Timur. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang adakah hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kabupaten Ende Flores Nusa Tenggara Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk:
Untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT.
8
1.3.2 Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi pengetahuan tentang pencegahan malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT.
2. Mengidentifikasi perilaku tentang pencegahan malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT. 3. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dan perilaku
pencegahan malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi petugas kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ende, dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan penyakit malaria secara cepat dan tepat.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi, bahan acuan dalam menambah khasana ilmu pengetahuan tentang malaria sehingga dapat sebagai acuan dalam proses belajar mengajar.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang penelitian terkait malaria dengan metodelogi yang berbeda.
4. Untuk peneliti
Merupakan pengalaman yang berharga dalam menambah wawasan dan pengetahuan melalui penelitian lapangan tentang hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan malaria di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende, Flores NTT
5. Untuk responden
Sebagai bahan informasi bagi responden dalam upayah pencegahan dan pengobatan penyakit malaria secara cepat dan tepat.
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Malaria 2.1.1.1.Pengertian Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Genus Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan ikterus (Harijanto, 2009). Malaria merupakan penyakit menular yang menyerang ke semua golongan umur yaitu bayi, anak-anak, dan orang dewasa (Kemenkes, 2010). 2.1.1.2.Etiologi Malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodiumovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya (Harjianto, 2009).
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P.malaria merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.ovale merupakan
penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh (Harjianto, 2009).
2.1.1.3 Siklus Hidup Malaria
Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai dua hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus seksual yang berbentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni dan siklus aseksual di dalam hospes vertebrata dikenal sebagai skizoni.
1. Sporogoni (Seksual)
Siklus sporogoni disebut siklus seksual karena menghasilkan bentuk sporozoit yang siap ditularkan ke manusia, terjadi di dalam tubuh nyamuk. Siklus ini juga disebut siklus ekstrinsik karena masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk hingga menjadi sporozoit yang terdapat di dalam kelenjar ludah nyamuk. Dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah nyamuk mengisap darah, zigot berubah bentuk menjadi ookinet yang dapat menembus dinding lambung (Susana, 2011).
Di lambung ini berubah menjadi ookista yang besarnya lima kali lebih besar dari ookinet. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit, dengan pecahnya ookista, sporozoit
12
dilepaskan ke dalam rongga badan dan bergerak ke seluruh jaringan nyamuk. Bila nyamuk sedang menusuk manusia, sporozoit masuk ke dalam darah dan jaringan, dan mulailah siklus eritrositik (Susana, 2011).
2. Skizoni (Aseksual)
Sporozoit infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles sp, dimasukkan ke dalam aliran darah hospes vertebrata (manusia). Dalam waktu 30 menit memasuki sel parenkim hati, memulai siklus eksoeritrositik. Pada P.vivax dan P.ovale ada yang ditemukan dalam sel hati yang disebut hipnosoit. Hipnosoit ini merupakan suatu fase dari siklus parasit yang nantinya dapat menyebabkan kumat / kambuh / rekurensi (long term relapse). P. vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3-4 tahun. Sedangkan P.ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik (Susana, 2011).
Kumat pada P.falciparum disebut rekrudensi (short term relapse), karena siklus di dalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak teratur. Dalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon. Pembelahan inti skizon menghasilkan merozoit di dalam satu sel hati. Siklus eritrositik dimulai pada waktu merozoit hati memasuki sel darah merah. Merozoit berubah bentuk menjadi tropozoit. Tropozoit tumbuh
menjadi skizon muda yang kemudian matang menjadi skizon matang dan membelah menjadi banyak merozoit. Kemudian sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan residu keluar serta masuk ke dalam plasma darah.Parasit ada yang masuk sel darah merah lagi untuk mengulang siklus skizoni. Beberapa merozoit yang memasuki eritrosit tidak membentuk skizon, tetapi membentuk gametosit, yaitu stadium seksual. Pada waktu masuk ke dalam tubuh manusia, parasit malaria dalam bentuk sporozoit (Susana, 2011).
2.1.1.4.Cara Penularan Malaria
Menurut Harmendo (2008), Penularan penyakit malaria dapat dibedakan ke dalam dua macam cara penularan, yaitu penularan secara alamiah (Natural Infection) dan penularan yang tidak alamiah (Not Natural Infection).
1. Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Jumlah dari nyamuk ini kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis tersebut terdapat kurang lebih 16 jenis sebagai vector penyebaran malaria di Indonesia.
2. Penularan yang tidak alamiah (not natural infection)
Seseorang yang terkena penyakit malaria dapat menulari 25 orang di sekitarnya dalam waktu satu musim penularan atau
14
3 bulan (Pedoman Hidup Sehat, 2006 dalam Martinus Vinsensius Ndona, 2009).
a. Malaria Bawaan (Congenital)
Penularan ini dapat terjadi pada bayi yang baru dilahirkan, apabila ibunya penderita malaria maka penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
b. Secara Mekanik
Penularan secara mekanik adalah penularan yang terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tidak steril.
c. Secara Oral (Melalui Mulut)
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang terkena penyakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium), burung dara (P.Relection), dan monyet (P. Knowlesi) (Andi Arsunan Arsin, 2012).
2.1.1.5. Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis penyakit malaria biasanya ditandai dengan terjadinya menggigil, demam, sakit kepala, mual, muntah, penyakit diare, dan juga nyeri sendi serta terasa pegal-pegal pada tubuh. Harmendo (2008) menyatakan bahwa gejala klinis malaria yang umum terjadi terdiri dari tiga stadium (Trias Malaria) yaitu:
1. Tahap demam menggigil atau stadium dingin penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, bibir dan jari kebiru-biruan pucat, kulit kering, pucat, kadang muntah. Pada anak-anak demam bisa menyebabkan kejang. Demam ini berkisar antara 15 menit hingga 1 jam. 2. Tahap puncak demam Hot stage yang berlangsung 2-6 jam,
wajah memerah, kulit kering, nyeri kepala, denyut nadi keras, haus yang amat terus-menerus, mual hingga muntah. Pada saat ini sebenarnya merupakan peristiwa pecahnya schzon matang menjadi merozoit-merozoit yang beramai-ramai memasuki aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah merah. 3. Stadium berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat
banyak sekali. Hal seperti ini bisa berlangsung 2 sampai 4 jam.
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran (Sarumpaet, 2006 dalam Munazir, 2012).
Terdapat beberapa macam cara atau jenis pemeriksaan untuk keperluan diagnosis malaria di antaranya adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, adapun tanda dan gejala yang didapat pada saat pemeriksaan fisik yaitu Demam (≥37,5°C), Kunjunctiva atau telapak tangan pucat, Pembesaran
16
limpa, Pembesaran hati. Sedangkan pada penderita tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut: Temperature rectal ≥40°C, Temperature rectal ≥40°C, Nadi cepat dan lemah. Untuk pemeriksaan Laboratorium yaitu :
1. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi (Harjianto, 2010).
Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
a. Ada/tidaknya parasit malaria b. Spesies dan stadium
c. Plasmodium d. Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB (+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB (++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB (+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB (++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB - Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan darah tipis.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
3. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan di mana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes > 1:20 dinyatakan positif.
2.1.1.6. Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan secara umum adalah untuk mengurangi kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan mengurangi kerugian akibat sakit. Selain itu upaya pengobatan mempunyai peranan penting yaitu mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari seorang yang menderita malaria kepada orang-orang sehat lainnya.
Untuk membunuh semua parasit malaria pada berbagai stadium (di hati maupun di eritrosit), dilakukan pengobatan secara radikal), dengan pengobatan ini diharapkan terjadi kesembuhan serta terputusnya rantai penularan (Wiyono, 2008). Dalam
18
pengobatan malaria, faktor pilihan dan penggunaan obat-obat anti malaria yang efektif disesuaikan dengan jenis kasus malaria yang dihadapi merupakan hal yang sangat penting.
Pengobatan malaria yang tidak tepat dapat menyebab resistensi, sehingga menyebabkan meluasnya malaria dan meningkatnya morbiditas. Untuk itu WHO telah merekomendasikan pengobatan malaria secara global dengan penggunaan regimen obat ACT (Artemisin Combination Therapy) dan telah disetujui oleh Depkes RI sejak tahun 2004 sebagai obat lini I diseluruh Indonesia. Pengobatan dengan ACT harus disertai dengan kepastian ditemukannya parasit malaria secara mikroskopik atau sekurang-kurangnya dengan pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test). Pengobatan ACT yang direkomendasikan meliputi :
1. Kombinasi artemeter + lumefantrin (AL) 2. Kombinasi artesunate + amodikuin 3. Kombinasi artesunate + meflokuin
4. Kombinasi artesunate + sulfadoksin – pirimetamin
Berikut ini adalah penatalaksanaan malaria ringan/tanpa komplikasi berdasarkan konsensus Departemen Kesehatan, rekomendasi Tim ahli Malaria Depkes RI serta pedoman WHO tahun 2006 :
Lini I : Artesunate + Amodikuin (1 tablet artesunate 50 mg dan 1 tablet amodikuin 200 mg. Dosis artesunate ialah 4 mg/kg BB/hari selama 3 hari dan dosis amodiakuin ialah 10 mg/kg BB/hari selama 3 hari.
Tabel 2.1
Pengobatan Lini I Plasmodium Falciparum Berdasarkan Usia
Hari Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok umur
Dosis Tunggal 0-1 bulan 2-11 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun > 15 tahun 1 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 Primakuin - - ¾ 1 1/2 2 2-3 2 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 3 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Pada kasus-kasus dengan kegagalan artesunate+amodiakuin maka kombinasi artemeter-lumefantrin (AL) dapat dipakai sebagai obat pilihan pertama.
2. Pengobatan Malaria oleh P. vivax/ovale/malariae Tabel 2.2
Pengobatan Lini I Malaria Vivaks dan Malaria Ovale
Hari Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok umur
Dosis Tunggal 0-1 bulan 2-11 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun > 15 tahun 1 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 Primakuin - - ¼ 1/2 3/4 1 2 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 Primakuin - - ¼ 1/2 3/4 1 3 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 Primakuin - - ¼ 1/2 3/4 1 4-14 Primakuin - - ¼ 1/2 3/4 1
20
Jika terjadi kegagalan pengobatan lini I maka dapat digunakan kombinasi dihidroartemisin+piperakuin atau artemeter-lumefantrin atau artesunate + meflokuin (Harijanto, 2010).
2.1.1.7. Pencegahan Dan Pemberantasan Malaria
Usaha pencegahan penyakit malaria di Indonesia belum mencapai hasil yang optimal karena beberapa hambatan di antaranya yaitu : tempat perindukan nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta keterbatasan SDM, infrastruktur dan biaya. Prinsip pencegahan malaria ada dua macam yaitu mencegah infeksi melalui pencegahan kontak dengan nyamuk dan pencegahan sakit apabila sudah terlanjur infeksi (Soedarto, 2008 dalam Harahap, 2012).
Mencegah infeksi dilakukan dengan pemberantasan vektor misalnya dengan penyemprotan rumah juga dengan perlindungan perseorangan, misalnya pemakaian kelambu pada saat tidur malam hari. Pemakaian kasa rumah atau obat nyamuk bakar atau lotion (Sarianto, 2005).
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit malaria, di antaranya :
1. Berbasis masyarakat
a. Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan,
pendidikan kesehatan, diskusi kelompok maupun melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk, PSN). Kegiatan ini meliputi menghilangkan genangan air kotor, diantaranya dengan mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan sebagai tempat air tergenang (Widoyono, 2005). Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan (Tapan, 2006).
b. Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin akan sangat membantu mencegah penularan (Widoyono, 2005). Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah-daerah endemis malaria dengan obat dari puskesmas, dari toko-toko obat seperti kina, chlorokuin dan sebagainya. Dengan obat-obat tradisionil seperti air dari daun johar, daun kates dan meniran atau obat pahit yang lain (Werner, dkk, 2010).
c. Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomik Anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak terbang, dan resistensi terhadap insektisida (Widoyono, 2005).
22
2. Berbasis pribadi
Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain:
a. Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya menggunakan kemeja dan celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap (Widoyono, 2005). Tindakan menghindari gigitan nyamuk sangat penting, terutama di daerah di mana angka penderita malaria sangat tinggi. Penduduk yang tinggal di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, tambak ikan (tempat ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah, terutama pada malam hari. Nyamuk malaria biasanya mengigit pada malam hari (Prabowo, 2008 dalam Natalia, 2010).
b. Menggunakan repelan yang mengandung dimetiltalat atau zat anti nyamuk lainnya.
c. Membuat kontruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi pintu dan jendela (Widoyono, 2005). Mereka yang tinggal di daerah endemis, sebaiknya memasang kawat 18 kasa di jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan kelambu saat tidur (Prabowo, 2008 dalam Natalia, 2010).
d. Menggunakan kelambu yang mengandung insektisida (insecticide-treated mosquito net, ITN) (Widoyono, 2005). Upaya penggunaan kelambu juga merupakan salah satu cara untuk menghindari gigitan nyamuk. Kelambu merupakan alat yang telah digunakan sejak dahulu (Yatim, 2007 dalam Natalia, 2010).
e. Menyemprot kamar dengan obat nyamuk atau menggunakan obat anti nyamuk bakar (Widoyono, 2005). Penyemprotan dengan menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah dan serta mengoleskan obat anti nyamuk di kulit (Zulkoni, 2010 dalam Harahap, 2012), serta penyemprotan dengan insektisida sebaiknya dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan di daerah endemis malaria (Soedarto, 2008 dalam Harahap, 2012).
2.1.2. Pengetahuan
2.1.2.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
24
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Martinus Vinsensius Ndona (2009) pengetahuan adalah realita yang berasal dari luar diri manusia yang lalu menjadi mengerti dan dipahami, yakni diketahui melalui kegiatan empiris yaitu pengideraan dan atau penalaran rasional atas hasil kegiatan empiris sebelumnya, sedangkan ilmu pengetahuan adalah sistematisasi pemahaman tentang filsafat.
Pengetahuan atau kongnitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Sifat dasar manusia adalah keingintahuan tentang suatu dorongan untuk memenuhi keingintahuan manusia tersebut menyebabkan seseorang melakukan upaya-upaya pencarian selama proses interaksi dengan lingkungannya menghasilkan suatu pengetahuan bagi orang tersebut. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pada awal perkembangan pengetahuan, pengetahuan yang mula-mula dimiliki manusia adalah pengetahuan biasa
atau yang timbul dari pengalaman indera manusia. Dan karena keingintahuan manusia begitu besar, maka ia sendiri berusaha untuk memenuhi dan mencari jawaban dan kebenarannya.
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : Tahu bahwa malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa darah yang masuk ke Genus Plasmodium, yang penularannya pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopeles.Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa penyebab penyakit malaria, apa tanda dan gejala penyakit malaria serta bagaimana melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi
26
orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang diimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Dalam Harahap (2012) pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal (Notoatmodjo, 2003). Faktor internal meliputi:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu mempertinggi taraf intelegensi individu.
28
2. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya.Setiap orang mempunyai persepsi berbeda, meskipun objeknya sendiri.
3. Motivasi
Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak dan mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Dalam mencapai tujuan dan munculnya motivasi memerlukan rangsangan dari dalam diri individu maupun dari luar. Motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku dan dirasakan suatu kebutuhan.
4. Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dirasakan), juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman berdasarkan kenyataan yang pasti dan pengalaman yang berulang-ulang dapat menyebabkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman masa lalu dan aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku masa kini.
5. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
Menurut Notoatmodjo, (2007) sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup sebagai berikut:
a. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan. b. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada
orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada
30
beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia. 6. Informasi/Media
Informasi diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediet impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya terhadap hal tersebut (Notoatmodjo, 2007).
7. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2.1.3. Perilaku
2.1.3.1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamatilangsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,dan kemudian organisme tersebut merespons,
32
maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2007) : 1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.1.3.2.Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok : 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
2.1.4. Keaslian Penelitian Tabel 2.3 Keaslian Penelitian No Nama Penelitian Judul Penelitian Metodologi Hasil 1 Mey Gusyn Efruan, dkk (2013) Perilaku Masyarakat dalam Upaya Pencegahan Penyakit Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas UN Kota Tual Kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi Hasil penelitian menunjukan pencegahan pada tingkat promosi kesehatan yang pernah diterima masyarakat berupa penyuluhan kesehatan, meskipun belum maksimal secara keseluruhan karena hanya sebagian yang pernah mendapatkan penyuluhan. 2 Adi Nugroho, dkk (2012) Studi Korelasi Karakteristik Dengan Perilaku Keluarga Dalam Upaya Survei analitik Deskriptif
Perilaku Keluarga Dalam Upaya Penanggulangan Malaria Di Kecamatan Kintap Sebagian Besar Sudah Terkategori Baik
34 Penanggulangan Malaria Di Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. yaitu sebanyak 56 KK (56,6%) 3 Harmendo, (2013) Faktor Resiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kec Sungailiat Kabupaten Bangka. Pendekatan Deskriptif Analitik dengan rancangan Cross sectional
Faktor perilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria adalah: Kebiasaan berada diluar rumah malam hari, kebiasaan menggunakan kelambu, sedangkan yang tidak berhubungan adalah kebiasaan menutup pintu dan jendela dan kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk.
2.2. Kerangka Teori Notoatmodjo (2007) Gambar 2.1 Kerangka Konsep 2.3. Kerangka Konsep Notoatmodjo (2007) Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan: 1. Pendidikan 2. Persepsi 3. Motivasi 4. Pengalaman 5. Usia Faktor perilaku 1. Pengetahuan (Knowledge) 2. Pendidikan 3. Sikap (attitude) 4. Praktik (practice) Pencegahan Malaria 1. Pembasmian vektor 2. Pengambilan sampel darah 3. Pengobatan 4. Pembagian kelambu berinsektisida Pengetahuan tentang Malaria Perilaku Pencegahan Malaria
36
2.4.Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
1. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan malaria. 2. Hipotesis Alternatif (Ha)
37 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu observasional analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional, di mana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya tidak semua obyek penelitian harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang di diagnosis malaria yang datang berobat ke UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT sebanyak 280 pasien pada bulan November – Januari 2015
38
3.2.2 Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2011). Untuk mengetahui besarnya sampel maka digunakan rumus Slovin dengan rumus sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2011) 2 e N 1 N n + = Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (misalnya 5%). Untuk penelitian ini, perhitungan rumus Slovinnya adalah :
(
0,05)
164,7 280 1 280 n 2 = += dibulatkan menjadi 165 responden
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 165 pasien yang datang berobat ke UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT dengan diagnosis malaria.
3.2.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampling adalah purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikehendaki sebelumnya (Sugiyono, 2010).
Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pasien dengan diagnosis malaria
2. Pasienyang bersedia menjadiresponden
Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pasien dengan tanda gejala tidak malaria
2. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau lokasi pengambilan penelitian (Notoatmodjo, 2011). Penelitian ini dilakukan di UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT.
3.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian (Notoatmodjo, 2011). Penelitian dilaksanakan pada tanggal 7 September 2015 sampai dengan 28 Nopember 2015.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel independen (Variabel Bebas)
Variabel independen atau bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang malaria.
40
3.4.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku tentang pencegahan malaria.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Indikator penilaian Skala
ukur Pengetahuan tentang malaria Pengetahuan pasien tentang penyakit malaria (definisi, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahan)
Kuesioner 1. Baik, bila persentase jawaban benar 76 – 100% (15 -17 ) 2. Cukup, bila persentase jawaban benar 56 – 75% (10 – 14) 3. Kurang, bila persentase jawaban benar < 56%(5 – 10) Nursalam (2008) Ordinal Perilaku pencegahan malaria Tindakan yang dilakukan oleh Pasien dalam rangka pencegahan penularan penyakit malaria
Kuesioner 1. Baik bila persentase skor ≥ 50% (43 – 62) 2. Kurang Baik bila persentase skor < 50% (34 -42 ) (Mardiah, 2008) Ordinal
3.6 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.6.1 Alat Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar kuesioner untuk pengukuran tingkat pengetahuan tentang malaria dan perilaku pencegahan malaria. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner tertutup yang diisi oleh responden. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang diketahui dan sudah disediakan jawabannya (Arikunto, 2010).
Kuesioner tentang pengetahuan malaria sebanyak 20 item kuesioner, dari penelitian Ndona Martinusdi modivikasi sesuai dengan karateristik responden. Jenis pernyataan kuesioner berupa favourable yaitu pernyataan positif yaitu nomor 1, 3, 4, 9, 10, 16, 17, 19 dan 20 di mana jika benar nilai 1 (satu) jika salah nilai 0 (nol) sedangkan pernyataan unfavourable terdiri dari nomor 2, 5, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15, dan 18 yaitu pertanyaan negatif jika benar nilai 0 (nol) jika salah nilainya 1 (satu) Skala pengukuran data yang digunakan dalam kuesioner ini adalah skala Guttman yaitu skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan atau pernyataan benar dan salah (Hidayat, 2007).
Kuesioner perilaku pencegahan malaria diadopsi dari penelitian terdahulu dari Santoso (2006) dengan jumlah kuesioner 20 item kuesioner, dan dimodifikasi sesuai dengan karateristik responden.
42
Alternatif pilihan jawaban terdiri dari selalu diberi nilai 4, sering diberi nilai 3, kadang-kadang diberi nilai 2, dan tidak pernah diberi nilai 1. 1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. Untuk mengetahui validitas item dalam penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus korelasi product moment, setelah itu diuji dengan menggunakan uji t dan baru dilihat penafsiran dari indeks korelasi. Untuk ta = 0,05 derajat kebebasan. Jika nilai t hitung > t tabel berarti valid dan jika t hitung < t tabel maka tidak valid (Hidayat,2007). Uji validitas menggunakan 30 responden dilakukan di UPTD Kesehatan Kec.Ende yang memiliki kriteria inklusi yang sama dengan sampel penelitian.
Rumus korelasi product moment adalah:
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi product moment
n : Jumlah responden x : Skor pertanyaan y : Skor total
( )
x }{n y -( )
y } x { y) . x ( -xy) n.( 2 2 2 2 - S S S S S S S = n rxyxy : Skor pertanyaan dikalikan skor total
(Σx)2 : kuadrat jumlah skor item Σx2 = jumlah kuadrat skor item (Σy)2 = kuadrat jumlah skor total Σy2 = jumlah kuadrat skor total
Pada uji validitas dari 20 pernyataan didapatkan hasil 17 pernyataan valid untuk kuesioner pengetahuan (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 17, 18, 19, 20) dengan nilai rxy > 0,361 dan untuk
perilaku pencegahan malaria dari 20 pernyataan didapatkan 17 pernyataan yang valid (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 20) dengan nilai rxy > 0,361. Item-item pernyataan yang
tidak valid selanjutnya tidak diikutsertakan dalam penelitian. 2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2010).
Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha Chronbach dengan bantuan program komputer. Rumus Alpha Chronbach adalah sebagai berikut:
44
Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑σb2 = Jumlah varian butir
σ2t = Varians total
Hasil uji validitas kemudian diuji reliabilitas menggunakan alpha cronbach. Pernyataan yang tidak valid diuji validitas dan hanya pernyataan yang valid yang diuji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner pengetahuan menghasilkan nilai alpha sebesar 0,909 sedangkan untuk kuesioner perilaku menghasilkan nilai alpha sebesar 0,894. Nilai alpha yang cukup tinggi (mendekati 1) menunjukkan bahwa kedua kuesioner termasuk reliabel dan layak digunakan untuk penelitian.
3.6.2 Cara Pengumpulan Data 1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung diambil dari obyek atau subyek penelitian oleh peneliti (Riwidikdo, 2013). Data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan tentang malaria dan perilaku pencegahan malaria. 2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan tidak secara langsung dari subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder
ú û ù ê ë é -S úû ù êë é -= t b k k r 2 2 11 1 1 s s
dalam penelitian ini diperoleh melalui literatur yang relevan dan sumber lain yang mendukung penelitian ini.
3.6.3 Langkah-langkah Pengumpulan Data
1. Peneliti meminta surat keterangan dari kampus STIKES Kusuma Husada Surakarta untuk melakukan studi pendahuluan di UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT
2. Setelah mendapat ijin dariUPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT, peneliti melakukan studi pendahuluan.
3. Langkah selanjutnya adalah pembuatan proposal hingga seminar penelitian dan melakukan revisi setelah seminar
4. Peneliti meminta surat ijin penelitian dari kampus STIKES Kusuma Husada Surakarta untuk diserahkan ke Kesbangpol Kab. Ende Flores NTT dengan tembusan ke Badan Perencanaan Daerah Kab. Ende Flores NTT dan ke Dinas Kesehatan KabupatenEnde Flores NTT dan akhirnya diserahkan keUPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT
5. Peneliti bekerja sama dengan perawat di UPTD Kesehatan Kec. Nangapenda Kab. Ende Flores NTT dalam pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data tentang pengetahuan serta perilaku pencegahan malaria.
6. Peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang tujuan, manfaat penelitian kemudian memberikan informed consent.
46
7. Jika calon responden menyetujui dijadikan responden dalam penelitian, peneliti meminta responden untuk menandatangi lembar informed consent.
8. Peneliti memberikan kuesioner bagi responden yang bisa mengisi sendiri sedangkan bagi responden yang ingin dibantu maka data diisi oleh peneliti.
9. Setelah dirasa lengkap peneliti melakukan analisis dan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 3.7.1 Teknik pengolahan data
Menurut Notoatmodjo (2011), setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Sebelum melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa data tidak mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu: 1. Pengecekan data (editing)
Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan kelengkapan, kejelasan dan kesesuaian data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dalam penelitian ini adalah melakukan pemeriksaan kembali setelah data terkumpul mulai dari karakteristik responden, pengetahuan dan perilaku pencegahan malaria, apabila ada data
yang belum terisi maka peneliti mempersilahkan responden untuk mengisi terlebih dahulu.
2. Pemberian kode data (coding)
Tahap ini merupakan suatu proses penyusunan secara sistematis data mentah ke dalam bentuk yang sudah dibaca untuk pengolahan data. Peneliti membuat kode untuk hasil penelitian yang didapat. Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pada variabel independen yaitu pengetahuan menggunakan kode 1 untuk baik, 2 cukup dan 3 kurang sedangkan untuk perilaku pencegahan kode 1 untuk baik dan 2 untuk kurang baik.
3. Pemrosesan data (data entry)
Pada tahap ini dilakukan data yang telah diubah menjadi kode ke dalam program pengolahan data. Pemrosesan data dilakukan dengan memasukan data ke paket program komputer yang sesuai dengan paket program data ke program komputer yang sesuai dengan varibel masing-masing, dalam hal ini menggunakan program SPSS
4. Pembersihan data (cleaning)
Peneliti memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukan kedalam program pengolahan data sudah sesuai dengan sebenarnya. Proses akhir dari pengolahan data adalah dengan melakukan pemeriksaan kembali kode yang sudah di entry data untuk melihat ada tidaknya kesalahan dalam entry data. Selanjutnya
48
melakukan tabulasi data yaitu mengelompokkan data ke dalam tabel menurut kategorinya sehingga data siap dilakukan analisis secara univariat maupun bivariat.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel kemudian diolah dengan bantuan komputer.
3.7.2 Analisa Data
Analisa data merupakan pengumpulan data dari seluruh responden yang dikumpulkan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif mengunakan statistik (Sugiyono 2010).
1. Analisis Univariat
Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel (Notoadmodjo, 2011). Analisis univariat dalam penelitian ini untuk mengetahui karakteristik responden yang terdiri dari umur, pendidikan dan pekerjaan serta menggambarkan variabel penelitian yaitu pengetahuan tentang malaria dan perilaku pencegahan malaria. Rumus yang digunakan:
%
100
´
=
n
f
P
Keterangan : P : Prosentase n : Jumlah sampelf : Frekuensi keja dian 2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang di lakukan untuk mengetahui hubungan keterkaitan dua variabel, untuk mengetahui hubungan antara pengethauan dengan perilaku pencegahan malaria. di lakukan uji Chi Square dengan jumlah responden kategorik (Dahlan, 2011). Rumus yang digunakan yaitu
(
)
å
= -= k 1 i 2 2 fh fh fo X Keterangan : X2 = chi squarefo = frekuensi yang diobservasi
fh = frekuensi yang diharapkan (Sugiyono, 2010). Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% (α = 0,05).
a. Apabila X2hitung < X2tabel atau p value > 0,05, maka tidak ada
hubungan antara pengetahuan tentang malaria dengan perilaku pencegahan malaria.
b. Apabila X2hitung > X2tabel atau p value < 0,05, maka ada
hubungan antara pengetahuan tentang malaria dengan perilaku pencegahan malaria.