• Tidak ada hasil yang ditemukan

kel 6 rs infeksi nosokomial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "kel 6 rs infeksi nosokomial"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.

Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.

(2)

orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit.

Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian bagi pasien.

Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).

(3)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial? 1.2.2 Apa sumber penularan dari infeksi nosokomial?

1.2.3 Penyakit apa saja yang disebabkan oleh infeksi nosokomial serta dampaknya?

1.2.4 Apa yang harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mengelola, mengendalikan, dan mencegah infeksi nosokomial agar kasus tersebut bisa menurun?

1.3 Tujuan

(4)

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit.

Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu :

1. Waktu mulai dirawat tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tertentu.

2. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat. 3. infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari

waktu inkubasi infeksi tersebut.

4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.

(5)

Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri, personil rumah sakit (dokter/perawat), pengunjung maupun lingkungan. 2.2 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

2.2.1 Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person

pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.

2.2.2 Penularan melalui Common Vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.

2.2.3 Penularan melalui udara dan inhalasi

(6)

2.2.4 Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.

Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).

2.3 Contoh Infeksi Nosokomial 2.3.1 Infeksi Luka Operasi (ILO)

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :

1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam 2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam 3. Ditemukan abses

4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.

(7)

pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team. 2.3.2 Infeksi Saluran Kencing (ISK )

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra).

Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat menimbulkan batu.

Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.

2.3.2.1 Gejala

(8)

b. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar)

c. Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah

d. Nyeri pada pinggang

e. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)

2.3.3 Bakterimia

Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia merupakan infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit, komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi imunosupresan, dan penggunaan steroid.

2.3.3.1 Gejala

Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh biasanya dapat membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis, maka akan timbul gejala-gejala berikut:

(9)

b. Hiperventilasi

c. Menggigil

d. Kulit teraba hangat e. Ruam kulit

f. Takikardi (peningkatan denyut jantung) g. Mengigau atau linglung

h. Penurunan produksi air kemih. 2.3.4 Infeksi Saluran Napas (ISN)

Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.

(10)

2.4 Dampak Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :

1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.

2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.

3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.

2.5 Pengelolaan Infeksi Nosokomial

Seperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan, yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap infeksi penyakit. Masuk mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :

1. penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan 2. petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya) 3. peralatan medis yang digunakan

4. tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat 5. tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis

(11)

7. lingkungan rumah sakit secara umum

Semua unsur diatas, besar atau kecil dapat memberi kontribusi terjadinya infeksi nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit saat ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah sakit. Dimulai dari direktur,, wakil direktur pelayanan medis, wakil direktur umum, kepala UPF, para dokter, bidan/perawat, dll.

Objek pengendalian infeksi nosokomial adalah mikroba patogen yang dapat berasal dari unsur-unsur di atas. Untuk dapat mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau sistem yang bersifat lintas sektoral/bagian dan diperlukan adanya sebuah wadah atau organisasi di luar strktur organisasi rumah sakit yang telah ada. Dengan demikian diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsultasi langsung dengan petugas pelaksana di setiap bagian/ruang/bangsal yang terindikasi adanya infeksi nosokomial. Wadah atau organisasi ini adalah Panitia Medik Pengendalian Infeksi. Pernyataan ini juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 755/Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.

(12)

Pencegahan artinya jangan sampai timbul, sedangkan pengendalian artinya meminimalisasi timbulnya resiko. Dengan demikian tugas utama Panitia Medik Pengendalian adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang berasal dari “sumber” di sekitar penderita yang sedang sakit.

2.6 Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.

Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.

(13)

membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:

1. Mempunyai kriteria membunuh kuman 2. Mempunyai efek sebagai detergen

3. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.

4. Tidak sulit digunakan 5. Tidak mudah menguap

6. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien

7. Efektif

8. Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak 2.6.1 Perbaiki Ketahanan Tubuh

(14)

pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

2.6.2 Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.

2.6.3 Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial

Dengan menggunakan Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :

1. Cuci Tangan

(15)

1.2 Segera setelah melepas sarung tangan. 1.3 Di antara sentuhan dengan pasien. 2. Sarung Tangan

2.1 Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.

2.2 Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka. 3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka

3.1 Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.

4. Baju Pelindung

4.1 Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh

4.2 Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh

5. Kain

5.1 Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir

5.2 Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien

6. Peralatan Perawatan Pasien

(16)

lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan

6.2 Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali

7. Pembersihan Lingkungan

7.1 Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien

8. Instrumen Tajam

8.1 Hindari memasang kembali penutup jarum bekas 8.2 Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis

pakai

8.3 Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan

8.4 Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan

9. Resusitasi Pasien

9.1 Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut 10. Penempatan Pasien

(17)

2.6.4 Program Pengendalian Infeksi Di RS

Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara lain:

1. Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap

Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan, 2. Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan, Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi

(18)

meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.

3. Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar Dalam Merawat Penderita

(19)

BAB 3

KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Infeksi, Penyebab Utama Kematian di Rumah Sakit Senin, 07 November 2011 | 12:58 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, menyatakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah infeksi.

"Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Selain itu, infeksi juga menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita," kata Menteri Endang di Jakarta, Senin, 7 November 2011.

Menurut Endang, risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan Infeksi Nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. "Infeksi ini terus meningkat, dari 1 persen di beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40 persen di Asia, Amerika Latin, dan Afrika," ujarnya.

(20)

tersebut. Besaran persentase kasus infeksi itu di Indonesia pun belum dapat diketahui. "Kami bangun survei untuk (data) ini," ucap Endang. 3.2 Pembahasan

Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Selain itu, infeksi juga menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Meskipun disebutkan bahwa infeksi nosokomial adalah penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir, namun Indonesia tidak memiliki data yang tepat mengenai jumlah kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit. Besaran persentase kasus infeksi itu di Indonesia pun belum dapat diketahui.

Dari kasus di atas, permasalahan yang ada di Indonesia adalah 1. Indonesia tidak mempunyai data yang tepat tentang jumlah

kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit.

2. Tidak terdapat tim pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.

3. Ada tim pencegahan dan pengendalian infeksi namun belum bisa menjalankan tugas dengan baik.

Kesimpulan

Dari kasus dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Setiap rumah sakit di Indonesia harus mempunyai tim pencegahan dan pengendalian infeksi.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengolahan data dilakukan dengan metode analisis isi {content analisys) terhadap data tekstular untuk selanjutnya dikonstruksikan ke dalam suatu kesimpulan.. membayar

Apakah orangtua anda pasti akan memberi lagi jika uang saku bulanan sudah habis sebelum waktunya?. (Ya

Pengelolaan toilet berdasarkan standar toilet umum Indonesia yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata adalah sebagai berikut: a. Toilet harus

Dari nilai critical ratio skewness value hanya indikator ukuran perusahaan, umur perusahaan dan pengungkapan pelaporan yang menunjukkan distribusi normal dengan nilai

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa ayam kampung yang diberi pakan komersil dan sebagian diganti dengan tepung ampas kelapa.. MATERI

kasus SD se-Kecamatan Sragen Tahun 2016). Rendahnya pemahaman kepala sekolah tentang supervisi akademik sehingga kepala sekolah hanya memahami supervisi sebagai bentuk

Untuk mengaktualisasikan nilai-nilai multikultural menjadi praktik dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan suatu upaya pengkondisian yang mengarah pada situasi

Hasil titer antibodi pada perlakuan C yaitu vaksin dengan penambahan gliserol 0,25% dan perlakuan E yaitu vaksin dengan penambahan gliserol 0,75% meningkat tinggi