BAB I PEMBAHASAN
1.1. Akuntansi dan Nilai Budaya
Harrison dan McKinnon (1986, dalam Radebaugh dkk., 2016) mengusulkan sebuah rerangka metodologi yang memasukan budaya untuk menganalisis perubahan regulasi pelaporan keuangan pada tingkat nasional. Penggunakan rerangka ini telah ditunjukan melalui sebuah analisis terhadap sistem akuntansi jepang. Budaya, yang meliputi nilai – nilai dan sikap – sikap yang dipegang oleh sebuah masyarakat, dianggap sebagai sebuah elemen penting untuk memahami bagaimana sebuah sistem sosial berubah Karena budaya memengaruhi perilaku, dan perilaku akan mendasari sistem hukum dan susunan institusional yang lain.
Pendekatan ini dilengkapi oleh Gray (1988, dalam Radebaugh dkk., 2006) yang menyatakan bahwa rerangka teoritis yang memasukan budaya dalam digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi diversitas akuntansi international dan untuk mengidentifikasi pola – pola perkembangan akuntansi secara international. Gray menyatakan bahwa budaya pada tingkat nasional dapat menyebar ke subkultur pekerjaan dan subkultur organisasi. Praktik dan sistem akuntansi dapat memengaruhi dan memperkuat nilai – nilai sosial. Dengan pertimbangan ini, dapat diperoleh wawasan yang lebih fundamental mengenai diversitas sistem akuntansi dan pelaporan nasional.
1.1.1. Dimensi Budaya Nasional
yaitu individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, dan maskulinitas (Radebaugh dkk., 2006).
1. Individualisme versus Kolektifisme
Individualisme mengacu pada preferensi terhadap jalinan rerangka sosial yang longgar dimana individu dianggap hanya memerhatikan diri sendiri dan keluarga dekatnya. Sebaliknya, kolektivisme mengacu pada preferensi terhadap jalinan sosial yang ketat dimana individu bergantung pada sanak – saudara, trah, atau kelompok – kelompok lainya untuk memperhatikanya sebagai imbalan atas loyalitasnya. Isu penting yang dibahas dalam dimensi ini adalah tingkat interdependensi antar individu yang dipelihara oleh masyarakat.
2. Jarak kekusaan besar versus kecil
Jarak kekusaan adalah banteng dimana para anggota sebuah masrakat menerima ide bahwa kekuasaan dalam institusi dan organisasi didisribusi secara tidak sama. Ini memengarugi perilaku para anggota masyarakat yang kurang berkuasa maupun yang lebih berkuasa. Orang – orang di dalam masyarakat yang jarak kekusaanya besar menerima sebuah tatanan hierarkis di mana setiap orang mempunyai sebuah tempat yang tidak perlu histifikasi lebih jauh. Orang – orang didalam jarak kekuasaan kecil berjuang keras untuk memperoleh kesamaan kekuasaan dan menuntut justifikasi ketidaksamaan kekuasaan. Isu penting yang dibahas dalam dimensi ini adalah bagaimana masyarakat menangani ketidaksamaan antar orang ketika hal tersebut terjadi. Ini mempunyai konsekuensi yang jelas terhadap cara orang – orang membangun institusi dan organisasi mereka.
3. Penghindaran Ketidakpastian Lemah versus Kuat
keyakinan dan perilaku yang kaku serta tidak toleran terhadap ide – ide atau orang orang yang menyimpang.
4. Maskulitas versus Femininitas Maskulinitas
Mengacu pada preferensi masyarakat terhadap pencapaian, kepahlawanan, ketegasan dan kesuksesan material. Sebaliknya femininitas mengacu pada kekerabatan, kerendahatian, perhatian terhadap yang lemah, dan kualitas hidup. Isi penting yang dibahas oleh dimensi ini cara dimana sebuah masyarakat mengalokasi peran – peran sosial antar pria dan wanita.
Dimensi ke-5, dinamisme confusian dibedakan antara orientasi jangka pendek dan
orientasi jangka panjang. Dimensi ini di deskripsi sebagai confusian karena nilai-nilai
yang terkait dapat di identifikasi dengan ajaran Confusius. Orientasi jangka pendek
menekankan respek terhadap tradisi respek, terhadap kewajiban sosial, dan kewajiban
status tanpa memperhatikan apapun yang harus dikorbankan, juga menekankan pada
tekanan sosial untuk menunjukkan status sosial walaupun dengan pengeluaran yang
berlebihan, tingkat tabungan yang rendah serta hanya dikit uang untuk investasi,
keinginan untuk memperoleh hasil dengan cepat, memperhatikan penampilan, dan
lebih memperhatikan kebenaran daripada kebajikan memperhatikan penampilan dan
lebih memperhatikan kebenaran daripada kebajikan. Sebaliknya, orientasi jangka
panjang menekankan pada adaptasi tradisi dalam memenuhi kebutuhan modern,
respek terhadap kewajiban status dan kewajiban sosial hanya sampai batas tertentu,
hemat dan tidak boros dalam pemakaian sumber daya, bersedia untuk menekan
kepentingan pribadi demi tercapainya tujuan, dan perhatian terhadap pendekatan
hidup yang baik.
Empat dimensi nilai akuntansi yang mempengaruhi praktik pelaporan keuangan suatu Negara yang diusulkan oleh Gray berdasarkan hasil analisis Hofstede, yaitu:
1. Profesionalisme versus Ketetapan Wajib Pengendalian.
Preferensi terhadap pertimbangan professional individu dan regulasi sendiri kalangan professional dibandingkan terhadap kepatuhan dengan kepatuhan hukum yang telah ditentukan. Profesionalisme dalam akuntansi dianggap penting karena setiap akuntan dituntut untuk mempertahankan independensinya dan akan selalu mempergunakan pertimbangan profesinya. Namun, di beberapa Negara di Eropa, dimana peranan akuntan dikaitkan dan diatur oleh pemerintah, sehingga tingkat independensinya rendah (Sigit, 2015).
2. Keseragaman versus Fleksibilitas
Preferensi terhadap keseragaman dibandingkan fleksibilitas dalam bereaksi terhadap suatu keadaan tertentu. Maksud dari keseragaman di sini adalah konsistensi. Bentuk laporan keuangan yang seragam yang harus diikuti akan dapat mudah diperbandingkan, namun menurut Gray keseragaman ini mungkin akan timbul perbedaan interpretasi.
3. Konservatisme versus Optimisme
Preferensi dalam memilih pendekatan yang lebih bijak untuk mengukur dan mengatasi segala ketidakpastian di masa depan. Sifat hati-hati dalam prinsip konservatisme ditunjukkan dengan memilih pendekatan yang “paling buruk” agar segera dapat diatasi daripada memilih pendekatan yang baik tapi belum pasti sehingga menimbulkan resiko.
Sifat rahasia atau transparan disini merujuk kepada pengungkapan informasi kepada publik apakah pengungkapannya terbatas ataupun tidak terbatas. Kerahasiaan dalam akuntansi tampaknya berhubungan erat dengan konservatisme karena kedua nilai menerapkan pendekatan hati-hati pada pelaporan keuangan perusahaan secara umum (Ramadhan dan Syafrudin, 2012).
1.1.3. Klasifikasi Akuntansi
Klasifikasi akuntansi nilai-nilai akuntansi yang paling relevan dengan
profesionalisme atau otoritas statutori untuk sistem dan pelaksanaan akuntansi adalah
profesionalisme dan keseragaman. Keduanya berkenaan dengan regulasi dan tingkat
pelaksanaan atau kesesuaian (konformitas). Oleh karena itu, Keduanya dapat
digabungkan dan ditentukan klasifikasi bidang-bidang budaya dengan sebuah basis
pertimbangan (judgement basis). Pembuatan pertimbangan-pertimbangan tersebut
harus mengacu pada korelasi relevan antara dimensi-dimensi nilai dan kelompok
negara yang di identifikasi dari analisis statistik yang dilaksanakan oleh Hofstede. dari
klasifikasi ini nampak bahwa bidang-bidang budaya Nordik dan Anglo dapat
dilawankan dengan bidang-bidang budaya Jerman dan negara-negara latin yang relatif
maju dan juga dengan bidang-bidang budaya Jepang, Timur Dekat negara-negara
Latin dan Asia yang kurang berkembang, dan Afrika. Bekas negara-negara jajahan di
Asia diklasifikasi terpisah karena mewakili pengaruh gabungan (Radebaugh
dkk.,2006).
1.2. Pendekatan dalam Klasifikasi Akuntansi
Adapun pendekatan yang digunakan dalam klasifikasi ada 2, yaitu : pendekatan deduktif dan induktif.
1. Pendekatan Induktif
Sementara Nair dan Frank dalam The Accounting Review (Juli 1980) membagi Negara-negara ke dalam 4 kelompok besar yaitu (1) Inggris, (2) Amerika Latin, (3) Eropa Kontinental, (4) Amerika Serikat, dengan satu Negara yang tidak dapat dimasukan kedalam salah satu dari kelompok-kelompok tersebut, yaitu Chile. Setalah mengidentifikasi kelompok-kelompok Negara, Nair dan Frank mencoba menghubungkan kelompok tersebut dengan sejumlah variabel penjelas. Dan ternyata memang terdapat perbedaan dalam kelompok-kelompok disklosur dan kelomok-kelompok pengukuran.
2. Pendekatan Deduktif
Ada tiga klasifikasi, yaitu klasifikasi berdasarkan pendekatan perkembangan akuntansi, berdasarkan sistem hukum (hukum umum dan hokum undang-undang), dan berdasarkan system praktik (penyajian wajib dan kepatuhan hukum).
1.2.1. Pendekatan Perkembangan Akuntansi
Ada 4 pendekatan terhadap perkembangan akuntansi. Klasifikasi awal yang dilakukan adalah yang diusulkan oleh Mueller pada pertengahan tahun 1960-an, yang mengidentifikasikan empat pendekatan terhadap perkembangan akuntansi.:
2. Berdasarkan pendekatan mikroekonomi, akuntansi bekembang dari prinsip-prinsip
mikroekonomi. Tujuannya terletak pada perusahaan secara individu yang memiliki tujuan untuk bertahan hidup. Sejumlah perusahaan Belanda dianggap tepat untuk pendekatan ini; demikian juga penyusunan pelaporan segmen dan disklosur kos karyawan, pension, komitmen jangka panjang, dan sebaginya. 3. Berdasarkan pendekatan independent, akuntansi berasal dari praktek bisnis dan
berkembang secara ad hoc, dengan dasar perlahan-lahan dan pertimbangan, coba-coba, dan kesalahan. As dan Inggris merupakan contoh pendekatan ini.
4. Berdasarkan pendekatan yang seragam, akuntansi distandariasi dan digunakan
sebagai alat untuk kendali administrasi oleh pemerintah pusat. Prancis, Jerman, Swedia, dan Swiss merupakan contoh-contoh dari pendekatan ini.
1.2.2. Hukum Undang-Undang dan Hukum Umum
Pembedaan antara penyajian wajar dan kesesuaian hukum menimbulkan pengaruh yang besar terhadap banyak permasalahan akuntansi, seperti:
1. Depresiasi, di mana beban ditentukan berdasarkan penurunan kegunaan suatu aktiva selama masa manfaat ekonomi (penyajian wajar) atau jumlah yang diperbolehkan untuk tujuan pajak (kepatuhan hukum)
2. Leasing yang menurut substansi pembelian properti diperlakukan juga sebagai pembelian (penyajian wajar) atau diperlakukan sebagai operating lease (kepatuhan hukum)
Akuntansi kepatuhan hukum drancang untuk memenuhi ketentuan yang dikenankan pemerintah seperti perhitungan laba kena pajak atau memenuhi rencana makroekonomi pemerintah nasional. Pengukuran yang konservatif mamastikan bahwa jumlah yang hati-hati dibagikan. Akuntansi kepatuhan hukum akan terus digunakan dalam laporan keuangan perusahaan secara individu yang ada di Negara-negara hukum kode di mana laporan konsolidasi menerapkan pelaporan dengan penyajian wajar. Dengan cara ini, laporan konsolidasi dapat memberikan informasi kepada investor sedangkan laporan perusahaan individual untuk memenuhi ketentuan hukum.
1.3. Mumudarnya Diversitas Akuntansi
Diversitas akuntansi menjadi semakin kabur. Choi dan Meek (2008) menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh alasan-alasan berikut ini:
1. Semakin pentingnya arti pasar modal diseluruh dunia.
2. Semakin banyak dilakukan penyusunan 2 laporan keuangan: satu set laporan keuangan yang sesuai dengan regulasi laporan keuangan domestik setempat dan satu set yang lain disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi.