• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2 ISSN 2086

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2 ISSN 2086"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada

Suatu Refleksi School-Based Democracy Education

(Studi Kasus Pilkada Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara Tahun 2010)

J. W. Batawi

jwbatawi@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesadaran siswa SLTA sebagai pemilih pemula dalam pilkada dalam konteks berpolitik dan penerapan sekolah sebagai laboratorium demokrasi (School Based Democracy Education). Penelitian mengambil sampel siswa SLTA di wilayah Wasile sebanyak 35 responden dan wilayah Maba sebanyak 40 responden. Wilayah Wasile mengambil 3 sekolah sedangkan wilayah Maba sebanyak 6 sekolah yang berbeda. Responden adalah siswa yang telah melakukan pemilihan/pencoblosan pada masa pilkada untuk memilih kepala dan wakil kepala daerah di wilayah kabupaten Halmahera Timur (Haltim) tahun 2010. Penelitian ini menggunakan metodologi observasi, wawancara langsung dan pengisian kuesioner. Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kesadaran siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada menunjukan perbedaan yang didasarkan pada pemahaman dan pengalaman belajar konsep berpolitik di tingkat persekolahan. Sedangkan 60 persen siswa senang terdaftar sebagai pemilih pemula dalam pilkada. Sebagai pemilih pemula, siswa dihadapkan pada persoalan psikologis yaitu menempatkan jati diri dan pemahaman tentang belajar berpolitik yang banyak dipengaruhi oleh pergaulan antar rekan sejawat dan lingkup persekolahan. Selain itu, jika dipetakan dari tingkat kesadaran tidak terlepas dari pengalaman yang masih baru dan awam sebagai pemilih pemula, sehingga peran guru dan lingkungan persekolahan dapat dijadikan laboratorium demokrasi yang komprehensif. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran ikut aktif berpolitik telah menjadi kekuatan individu siswa dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Faktor-faktor yang menonjol dari tingkat kesadaran politik siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada dapat ditemukan dalam daya kritis siswa seputar pemahaman makna berpolitik di diskusi kelas.

Kata kunci:kesadaran politik, pemilih pemula, pilkada, Halmahera Timur.

(2)

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pada umumnya diterima pendapat bahwa pendidikan dalam arti luas bertujuan untuk mensosialisasikan siswa ke dalam nilai, norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan dasar dari masyarakatnya. Pendidikan sebagai suatu proses dalam berbagai kesempatan, jauh lebih luas daripada hasil lembaga persekolahan, mencakup interaksi kemasyarakatan di masyarakat itu sendiri.

Berkenaan dengan pendidikan politik bagi siswa sebagai bagian masyarakat pemilih pemula dalam pilkada diharapkan dapat dijadikan proses pembelajaran untuk memahami kehidupan bernegara. Sebagaimana diketahui bahwa pilkada merupakan proses pergantian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang secara sah diakui hukum, serta momentum bagi rakyat untuk secara langsung menentukan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan aspirasi/keinginan rakyat.

Dalam jalur pendidikan formal sebagaimana kita ketahui dan alami penanaman kesadaran politik dilakukan baik melalui kegiatan-kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, sedangkan dalam jalur non formal dan informal proses tersebut berjalan melalui komunikasi sosial secara timbal-balik, di lingkungan keluarga, organisasi-organisasi kemasyarakatan serta forum-forum kemasyarakatan lainnya

Kekeliruan pandangan umum tentang politik terhadap siswa dapat dipahami, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Bagi siswa kekaburan tentang pandangan politikmenjadi besar karena pengalaman-pengalaman di masa lalu dan praktek di kehidupan politik yang lebih menampilkan aspek negatif sehingga menumbuhkan citra yang negatif pula. Misalnya masih adanya fenomena politik uang (money politic) atau politik praktis yang memaksakan kehendak untuk kepentingan sesaatbagi golongan politik tertentu. Hal ini berarti aspek-aspek praktis dari sistem politik yang berlaku lebih berpengaruh dalam pembentukan persepsi kesadaran siswa tentang budaya politik yang kurang benar.

Pada saat ini rata-rata usia siswa SLTA berkisar 16-18 tahun, adapun kegiatan pilkada di beberapa daerah mencakup pilkada untuk kepala daerah tingkat kabupaten (bupati/walikota), hingga gubernur. Dapat penulis bayangkan berapa kali siswa yang semula sebagai pemilih pemula akan mengikuti perhelatan politik di daerahnya berkenaan dengan pilkada.

(3)

pemenang pilkada atau penguasa/pemda setempat. (2) pembelajaran berpolitik hanya sesaat, sehingga setelah perhelatan pilkada selesai maka selesailah tugas mereka sebagai anggota masyarakat dalam berdemokrasi. Padahal pemahaman dan etika berdemokrasi sangat diperlukan sepanjang mereka sebagai warga negara dan generasi penerus bangsa untuk memajukan budaya politik yang terpuji.

Disinilah kita melihat betapa perlunya mensosialisasikan kesadaran politik bagi siswa dalam nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan dasar dalam kehidupan kemasyarakatan, dimana kehidupan politik merupakan salah satu seginya. Dan karena tujuan yang demikian itu adalah juga merupakan tujuan dari pendidikan, baik formal maupun informal.

Kesenjangan pendidikan semakin melebar tatkala, orientasi pandidikan itu sendiri masih berfokus pada aspek kognitif, dan siswa lebih banyak diperlakukan sebagai objek pelengkap dalam proses pembelajaran. apa yang mereka pelajari di kelas kadang tidak sesuai dengan kehidupan yang mereka jalani sebagai anggota masyarakat,padahal mereka adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan kontribusi posotif bagi ligkungannya. (Umberto, 2002: 42)

Memahami kesadaran politik siswa sebagai pemilh pemula dalam

pilkada perlu kiranya

diaktualisasimelalui pembelajaran yang melibatkan langsung diri siswa terhadap

fenomena sosial yang terjadi di lingkungan anggota dan aktivitas keluarga (masyarakat) dengan pendekatan school-based democracy educaton. Program ini pada intinya mendekatkan materi pembelajaran dengan objek sesungguhnya atau pengkajian fenomena sosial secara langsung (Polma, 1987 : 62). Dengan demikian siswa akan terlibat langsung dengan aktivitas masyarakat dan dirinya sebagai obyek sekaligus subyek dalam berdemokrasi.

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, penulis terdorong untuk mengkaji lebih dalam dan memfokuskan pada bagaimana peran sekolah terhadap fenomena siswa dalam berdemokrasi, sebagai aset bangsa yang memiliki visi dan misi budaya politik yang terpiji. Adapun alasan sekolah sebagai tempat yang dapat mengembangkan pembelajaran demokrasi, dikarenakan pada umumnya lingkungan sekolah telah memiliki unsur-unsur dasar demokrasi yang dapat dikaji dan dipelajari dengan karakter individu yang beragam. Selain itu masyarakat sekolah dapat mewakili sebagai miniatur kegiatan sosial, politik dan budaya yang utuh bagi pembelajaran siswa dalam berdemokrasi.

B. Perumusan Masalah

(4)

terhadap pilkada dengan program school-based Democracy Education. Aspek kesadaran politik siswa dan proses pembelajaran dikembangkan dengan memperhatikan beberapa indikator sebagai berikut.

1. Partisipasi siswa dalam keterlibatannya secara langsung dalam berpolitik sebagai bagian dari tuntutan sistem demokrasi

2. Siswa mengerti, meresapi, mendalami, dan menghayati nilai-nilai hidup kemasyarakatan dan kenegaraan serta sistem organisasi politik yang berlaku.

3. Sistem sosial siswa sebagai remaja yang menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma dari kelompok sebaya (peer group).

4. Implementasi dari praktek hidup kenegaraan yang sesuai dan tidak menyimpang dari nlai-nilai ideal yang siswa terima melalui pendidikan politik maupun proses sosialisasi dalam interaksi sosial. 5. Pemahaman yang memadai

mengenai pendidikan berpolitik melalui program School-Based Democracy Education.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahn di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui tingkat kesadaran siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada

2. Memahami karakteristik pendidikan dan budaya politik

siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada

3. Mengaktualisasi pola berdemokrasi di sekoah dan kehidupan sehari-hari siswa dalam lingkup persekolahan dan masyarakat.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan keilmuan dan perbaikan pembelajaran demokrasi, terutama dalam memasyarakatkan budaya politik di kalangan siswa sebagai aset generasi masa depan bangsa.

1. Bagi siswa: memahami konsep-konsep dasar demokrasi dan memberikan pembelajaran yang konkrit yaitu pengalaman-pengalaman nyata, sehingga siswa mampu sebagai obyek

juga subyek dalam

mengaktualisasikan budaya berpolitik yang terpuji

(5)

3. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan

yang baik terhadap

sekolahdalam rangka perbaikan pembelajaran berbasis democracy education.

4. Bagi dinas terkait: sebagai bahan

pertimbangan dalam

pengambilan keputusan untuk pengembangan pendidikan demokrasi bagi generasi muda untuk kegiatan pilkada

Kajian Teori

A. Pendidikan dan Kesadaran Politik bagi Siswa

Dalam pengertian umum, pendidikan politik adalah cara bagaimana suatu bangsa mentransfer budaya politiknya dari generasi satu ke generasi kemudian (Panggabean,1994 : 36 ). Sedangkan budaya politik adalah keseluruhan nilai, keyakinan empirik, dan lambang ekspresif yang menentukan terciptanya situasi di tempat kegiatan politik terselenggara.

Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan politik perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga siswa diharapkan ikut

serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan.

Pendidikan politik

mengupayakan penghayatan atau pemilikan siswa terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan termasuk hidup kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain pendidikan politik menginginkan agar siswa berkembang menjadi warga negara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut.

(6)

unsur-unsur yang memungkinkan tumbuhnya hambatan-hambatan demokrasi (Riza Noer Arfani,1996: 64). Namun demikian di samping dibicarakan masalah kesadaran berpolitik, maka perlu pemahaman pula apa yang dimaksud dengan pengertian budaya politik, menurut Meriam Budiarjo konsep budaya politik ini berdasarkan keyakinan, bahwa setiap politik itu didukung oleh suatu kumpulan kaidah, perasaan dan orientasi terhadap tingkah laku politik (Meriam Budiardjo 1982:17).

B. Kebudayaan Remaja/Siswa sebagai Pemilih Pemula dalam Pilkada

Siswa atau remaja pada umumnya memiliki suatu sistem sosial yang seolah-olah menggambarkan bahwa

mereka mempunyai dunia

sendiri .dalam sistem remaja ini terdapat kebudayaan yang antara lain mempunyai nilai-nilai, norma-norma. sikap serta bahasa tersendiri yang berbeda dari orang dewasa. Dengan demikian remaja pada umumnya mempunyai persamaan dalam pola tingkah laku, sikap dan nilai, dimana pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa hal dengan orang dewasa (Prijono, 1987: 52).

Nilai kebudayaan remaja antara lain adalah santai, bebas dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan dihindari. Di samping mencari kesenangan,

kelompok sebaya atau peer group adalah penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan.

Masa pubertas merupakan tahap permulaan perkembangan perasaan sosial. Pada masa ini timbul keinginan remaja untuk mempunyai teman akrab dan sikap bersatu dengan teman-temannya, sedangkan terhadap orang dewasa mereka mejauhkan diri. peer culture ini berpengaruh sekali selama masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok sebaya mempengaruhi kelakuan mereka. Seorang remaja membutuhkan dukungan dan konsensus dari kelompok sebayanya. Dalam hal ini setiap penyimpangan nilai dan norma kelompok akan mendapat celaan dari kelompoknya, karena hubungan antara remaja dan kelompoknya bersifat solider dan setia kawan. Pada umumnya para remaja atas kelompok-kelompok yang lebi kecil berdasarkan persamaan dalam minat, kesenangan atau faktor lain.

(7)

mengikuti pemilu, pemahaman mengenai sistem pemilu, dan pemahaman tentang posisi tawar politik. (seminar Menggagas Partisipasi Aktif Guru Dalam Peta Politik Indonesia di Bandung 5 Ferbuari 2004).

Pemahaman perilaku politik (Political Behavior) yaitu perilaku politik dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkah laku aktor politik dan warga negara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanan dan penegakan keputusan politik. Sedangkan menurut Almond dan Verba yang dimaksud budaya politik (Political Culture) merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam, serta sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Warga negara senantiasa mengidentifikasi diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki (Budiyanto, 2004: 103).

C. Pendidikan Demokrasi di Lingkup Sekolah

Pendidikan Demokrasi adalah esensinya pendidikan kewarganegaraan (PKn). PKn itu sendiri bagian dari Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS). PIPS

memiliki tiga tradisi seperti dikatakan oleh Barr, Barth dan Shermis (1937) dalam Soemantri (2001:81) The Three Social Studies Traditions yaitu: (a) Social Studies as Citizenship Transmissions (Civic Education), (b) Social Studies as Social Science, (c) Social Studies as Reflective Inquiry .

Kaitan dengan tradisi pertama yaitu social studies as citizenship transmission .menunjukan bahwa PIPS sebagai Citizenship Education atau Civic Education atau pendidikan

kewarganegaraan (PKn).

Kewarganegaraan sebagai wahana utama dan esensi dari pendidikan demokrasi (CICED, 1999). Dengan kata lain bahwa pendidikan demokrasi sebagai muatannya, pendidikan

kewarganegaraan sebagai

(8)

Instruction . Secara tegas dan merefleksikan gagasan John Dewey tentang pendidikan berpikir kritis.

Dengan kata lain pembelajaran demokrasi di lingkup sekolah dapat: meningkatkan kemampan siswa menganalisis isu-isu demokrasi yang muncul di masyarakat menambah kemampuan nalar siswa dalam pengetahuan kemasyarakatan (sicio-scientific reasoning), mengembangkan keterampilan berpikir (higher-order thinking skill), termasuk memecahkan masalah, mengambil keputusan,

membuatmenganalisis dan kritis, mengembangkan kesadaran peran siswa dalam proses dari perubahan demokrasi,

membantu siswa mengakui

(9)

D. School-Based Democracy Education Model

Pendidikan demokrasi yang baik adalah bagian dari pendidikan yang baik secara umum.berkenaan dengan hal tersebut disarankan Gandal dan Finn (Saripudin,2001) perlu dikembangkan model sekolah berbasis pendidikan demokrasi. Terdapat 4 (empat) alternatif bentuk dari model ini

1. Perhatian yang cermat diberikan pada landasan dan bentuk-bentuk demokrasi

2. Adanya kurikulum yang dapat menfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi bagaimana ide demokrasi telah diterjemahkan

dalam bentuk-bentuk

kelembagaan dan praktik di berbagai belahan bumi dalam berbagai kurun waktu. Dengan demikian siswa akan mengetahui dan memahami kekuatan dan kelemahan demokrasi dalamm berbagai konteks ruang dan waktu.

3. Adanya kurikulum yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi sejarah demokrasi di negaranya unutk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya dalam berbagai kurun waktu.

4. Tersedianya kesempatan bagi siswa untuk memahami kondisi demokrasi yang diterapkan di negara-negara di dunia, sehingga para siswa memiliki wawasan

yang luas tentang aneka ragam sistem sosial demokrasi dalam berbagai konteks.

Selain dari uraian tersebut di atas agar dapat diupayakan dalam bentuk kegiatan ekstra kulikuler yang bernuansa demokrasi serta membudayakan budaya demokratis dan menjadikan sekolah sebagai budaya lingkungan yang demokratis serta perlunya keterlibatan/penglibatan siswa dalam kegiatan masyarakat. Sanusi (Saripudin.U.,2001:56 ) juga mengemukakan perlu dikembangkannya pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional yang memungkinkan para siswa dapat mengembangkan dan menggunakan seluruh potensinya sebagai individu dan warga negara dalam masyarakat bangsa-bangsa yang demokratis.

(10)

E. Tata Aturan Pilkada

Pilkada, meskipun di dalam undang-undang 32 tahun 2004 yang terdapat dalam pasal 56-119 tidak memberikan definisi yang tegas tentang pilkada, tetapi menurut hemat penulis definisi pilkada dapat kita definisikan, bahwa pilkada adalah singkatan dari pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Gubernur dan wakilnya di tingkat provinsi dan Bupati/Walikota dan wakilnya di tingkat kab/kota), pilkada dapat juga diartikan sebagai proses pergantian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang secara sah diakui hukum, serta momentum bagi rakyat untuk secara langsung menentukan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengna aspirasi/keinginan rakyat. Dalam hal ini pilkada, meskipun salah satu produk negara yang berlandaskan hukum (Recht Staat) bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat) namun bukan berarti pilkada merupakan parameter yang mutlak dalam rangka memberikan suatu penilaian apakah momentum pilkada benar-benar demokratis, disisi lain pilkada merupakan demokrasi yang proseduraldan belum menyentuh asas demokrasi yang substansial yakni lahirnya kualitas kepemimpinan yang bersih, jujur, dan lain sebagainya.

Keterlibatan masyarakat dalam momentum pilkada langsung menjadi landasan dasar bagi bangunan demokrasi. Bengunan demokrasi tidak akan kokoh manakala kualitas partisipasi masyarakat diabaikan.

Karena itu, proses demokratisasi yang sejatinya menegakan kedaulatan rakyat menjadi semu dan hanya menjadi anjang rekayasa bagi mesin-mesin politik tertentu. Format demokrasi pada aras lokal (Pilkada) meniscayakan adanya kadar dan derajat kualitas partisipasi masyarakat yang baik. Apabila demokrasi yang totalitas bermetamorfosis menjadi konkrit dan nyata, atau semakin besar dan baik kualitas partisipasi masyarakat, maka kelangsungan demokrasi akan semakin baik pula. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil dan rendahnya kualitas partisipasi masyarakat maka semakin rendah kadar kualitas demokrasi tersebut.

Pentingnya pandidikan demokrasi memungkinkan setiap warga negara dapat belajar demokrasi melalui praktek kehidupan yang demokratis, dan untuk membangun tatanan dan praksis kehidupan demokrasi yang lebih baik di masa mendatang (Saripudin,2001).

(11)

terjadi, jika belum sesuai dengan aspirasi masyarakat, maka yang perlu dipertanyakan kemudian mungkin sistem perundang-undangan ataukah memang mungkin dari tingkat kesadaran masyarakat sebagian belum memahaminya. Berikut disebutkan Kepala Daerh dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil Pasal 56 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 yang kemudian diatur pendukung peraturan perundangan lainseperti peraturan pemerintah No. 6 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2005, tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Metodologi Penelitian

A. Definisi Konsepsional

Definisi konsepsional merupakan pembatasan pengertian tentang hal-hal yang perlu diamati. Sedangkan pengertian konsep itu sendiri adalah suatu pemikiran umum mengenai suatu

masalah atau persoalan

(Koentjaraningrat, 1980). Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan pembatasan terhadap variabel-veriabel penelitian untuk menentukan indikator-indikator yang akan diteliti. Dengan demikian definisi konsepsional pada Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada adalah suatu sikap yang ditentukan adanya

kepedulian terhadap budaya berpolitik yang baik dengan mengikutsertakan secara aktif dalam memaknai pembelajaran berpolitik dan memanfaatkannya dengan sikap pengendalian diri melalui pengembangan pengalaman yang didapatkannya untuk bekal bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

B. Definisi Operasional

Menurut Koentjaraningrat (1980 76), definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberikan pengertian tentang cara mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku gejala yang dapat diamati dan dapat diuji serta ditentukan kebenarannya oleh orang lain.

Dengan demikian variabel dalam penelitian ini mencakup kesadaran politik dan pemaham siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada. Sedangkan instrumen dikembangkan berdasarkan indikator sebagai berikut:

1. Sikap dan perilaku yang saling peduli, yaitu: suatu nilai dari perbuatan yang timbal balik

untuk dapat

memperhatikan/menghiraukan sesuatu/lingkungan.

2. Partisipasi aktif, yaitu: perihal turut berperan serta di suatu kegiatan secara giat/berusaha. 3. Kebermanfaatan yang diperolah

(12)

4. Akses dan kontrol sosial, yaitu: pencapaian pengendalian berkenaan dengan masyarakat. 5. Dampak yang didapat dari

pengalaman, yaitu: pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif atau positif dari pengalaman yang telah didapatkannya.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SLTA di daerah penelitian Wasile dan Maba Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara dengan mengambil sampel daerah Wasile 3 sekolah. Pengambilan sampel dilakukan melalui rancangan sampling menurut kategori sampel acak sederhana. Jumlah

(13)

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam penelitian ini, akan dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain:

a. Library research, yaitu satu penelitian dengan cara

mempelajari dan

mengumpulkan berbagai bahan bacaan atau literatur, dokumen serta media masa yang ada hubungannya dengan penulisan penelitian. b. Field Work Research, yaitu

mengumpulkan data dari penelitian yang dilakukan secara langsung di lapangan.

Untuk mempermudah

penelitian di lapangan, perlu

ditentukan teknik

pengumpulan data agar yang dihimpun dapat efektif dan efisien. Teknik yang dilakukan menggunakan metode sebagai berikut: 1. Interview

Menurut Hadi (1990) berpendapat bahwa: interview adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara sepihak, yang dikerjakan dengan sistematis, logis, metodologis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Adapun bentuk wawancara yang dipergunakan dalam penelitian berpedoman pada kuesioner yang berstruktur atau tertutup yang memuat pertanyaan secara cermat dan terperinci dengan

pilihan jawaban yang telah disediakan.

2. Observasi

Menurut Winarno Surakhmat (1990) observasi adalah teknik pengumpulan data dimana

peneliti mengadakan

pengamatan terhadap gejala yang diteliti yang dilaksanakan dalam situasi yang khusus. Observasi dalam penelitian ini adalah peneliti dengan seksama mengamati langsung terhadap obyek dan sasaran penelitian yaitu aktualisasi kesadaran siswa sebagai pemilih pemula dalam pembelajaran politik di kegiatan pilkada.

3. Menurut Suharsimi Arikunto (1993) dokumentasi adalah mencari data mengenai sesuatu hal atau variabel yang berasal dari pihak lain berupa catatan,buku, surat kabar.

E. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian adalah dengan menghitung standar deviasi. Sedangkan untuk menggambarkan variabelitas tingkat kesadaran politik siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada dipergunakan rumus sebagai berikut:

(14)

a. Kesadaran politk yang sangat baik (u+0.5.T) b. Kesadaran politik baik

antara (u+0,25.T) dan (u+0,5.T)

c. Kesadaran politik cukup antara (u+0,5.T) dan (u+0,25.T)

d. Kesadaran politik kurang baik antara (u+0,5.T) dan (u-0,25.T)

e. Kesadaran politik sangat kurang baik <(u-0,5T) 2. Untuk mencari standar deviasi

dari suatu variabel dirumuskan dengan uji T

3. Untuk mencari rata-rata dapat digunakan rumus sebagai berikut

1

U =--- [xi]

N

Keterangan : U = rata-rata T = standar deviasi N = pupulasi

[xi] = jumlah deviasi

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan disampaikan data-data hasil penelitian lapangan tentang Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam pilkada; suatu refleksi School-Based Democracy Education, melalui nilai sikap dan perilaku yang saling peduli, partisipasi aktif, kebermanfaatan yang diperoleh, akses kontrol sosial,

dampak yang didapat dari pengalaman sebagai pemilih pemula dalam pilkada, dan gambaran hasil kegiatan pembelajaran sosiologidi sekolah.

Indikator-indikator dijabarkan secara rinci berdasarkan konsep teori dan diukur menggunakan instrumen skala Likert dengan 5 skala pernyataan yaitu, skala 1 untuk menyatakan sangat tidak setuju, skala 2 tidak setuju, skala 3 cukup setuju, skala 4 setuju dan skala 5 sangat setuju. Adapun pernyataaan yang dikembangkan berdasarkan indikator sebagai berikut

1. Nilai sikap dan perilaku yang saling peduli (suatu nilai dari perbuatan yang timbal balik

untuk dapat

memperhatikan/menghiraukan sesuatu/lingkungan)

(15)

calon pilkada tidak ada yang sesuai dengan keinginan saya , saya melakukan pencoblosan dalam pilkada karena saya ingin jadi warga yang baik . Indikator nilai sikap dan perilaku yang peduli (suatu nilai dari perbuatan yang timbal balik untuk dapat memperhatikan/menghiraukan

sesuatu/lingkungan) mempunyai tingkat reabilitas = 0,76.

2. Partisipasi aktif (perihal turut berperan serta di suatu kegiatan secara giat/berusaha)

Diukur menggunakan pernyataan-pernyataan seperti: sebagai generasi muda saya dukung kegiatan politik , saya akan memilih salah satu calon di pilkada dengan ikut kampanye . saya selalu mencari informasi di media untuk mengetahui perkembangan pilkada , di setiap waktu saya suka membicarakan tentang pilkada dengan teman lain , saya menyebarluaskan berita tentang pilkada kepada orang lain , supaya orang lain menjadi mengerti sehingga saya suka berdiskusi dengan para guru mengenai pilkada . Indikator partisipasi aktif (perihal turut berperan serta di suatu kegiatan secara giat/berusaha) mempunyai tingkat reabilitas = 0,64.

3. Kebermanfaatan yang diperoleh (sesuatu hal/keadaan yang berguna unutk dicapai)

Diukur menggunakan pernyataan-pernyataan seperti: saya ikut memilih dalam pilkada supaya mengerti berpolitik , sebagai pemilih di Pilkada tidak ada untungnya , tujuan saya

memilih pilkada karena memang disuruh oleh guru di sekolah , ikut pilkada sebagai bagian dari pembelajaran di sekolah , saya merasa jadi warga yang baik setelah ikut pemilihan dalam pilkada , belajar di sekolah tentang berpolitik sebatas teori sedangkan prakteknya saya ikut pilkada , lebih baik belajar berpolitik dilakukakn sesaat saja . Indikator kebermanfatan yang diperoleh (sesuatu hal/keadaan yang berguna unutk dicapai) mempunyai tingkat reabilitas = 0,74.

4. Akses kontrol sosial (pencapaian pengendalian berkenaan dengan masyarakat)

Diukur menggunakan pernyataan-pernyataan seperti: saya adalah bagian dari masyarakat , jika terdapat penyimpangan berpolitik dalam masyarakat saya cuek saja , saya selalu ikut-ikutan dalam kegiatan masyarakat , lebih baik berdiam diri saat ada keributan mengenai pilkada , saya akan berusaha mencari informasi tentang calon pilkada yang pantas saya pilih , membantu kegiatan seputar pilkada, jika diperlukan , sebaiknya sebagai pelajar kita wajib menyukseskan pilkada . Indikator akses kontrol sosial (pencapaian pengendalian berkenaan dengan masyarakat) mempunyai tingkat reabilitas = 0,67.

(16)

diukur menggunakan pernyataan-pernyataan seperti: saya tidak berminat ikut-ikutan dalam pemilihan pilkada , setelah ikut pilkada saya tidak merasa mendapatkan pembelajaran politik , ikut pilkada biasa-biasa saja , saya jadi bertambah paham tentang berpolitik setelah ikut pilkada , saya akan ajak teman untuk ikut pilkada karena berguna untuk masa depan , lebih baik belajar politik di sekolah saja seperti

dalam pemilihan ketua kelas , saya jadi ragu apakah aspirasi saya untuk memilih dapat direalisasikan oleh pemenang pilkada . Indikator dampak yang didapat dari pengalaman sebagai pemilih pemula dalam pilkada (pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif atau positif dari pengalaman yang telah didapatkannya) mempunyai tingkat reabilitas = 0,83.

Deskripsi Responden

Responden adalah siswa SLTA yang telah melakukan kegiatan pencoblosan untuk memilih kepala daerah dalam hal ini pilkada gubernur provinsi Maluku Utara pada tahun 2009. Dari 75 siswa yang dimintai pengisian kuesioner, sebanyak 48 responden dijaring dan memberikan pernyataannya secara terstruktur dengan baik, selain interview/wawancara seputar fenomena pilkada. Sementara itu untuk

mendukung data, dilakukan observasi terhadap kegiatn program School-Based Democracy Educationpada guru, siswa, dan kepala sekoah. Jumlah guru yang terlibat sebanyak 7 orang sedangkan siswa terbagi dalam, siswa pria sebanyak 42 orang dan siswa wanita sebanyak 33 orang.

(17)

Kegiatan ini melibatkan guru, siswa dan kepala sekolah. Indikator yang digunakan adalah mengidentifikasi mekanisme perubahan sosial budaya, seperti pembangunan masyarakat di sektor politik. Program diarahkan pada pendekatan School-Based Democracy Education,yaitu siswa ditugaskan untuk terlibat secara langsung dalam menggali konsep berpolitik di lapangan dan mendiskusikan dalam kelas. Dari hasil wawancara dengan pihak guru dan siswa dihasilkan:

1. Program School-Based Democracy Education lebih bermakna jika melibatkan siswa sebagai subyek dan obyek dalam kegiatan pilkada. 2. beberapa temuan di lapangan

seputar kasus pilkada dapat dijadikan bahan diskusi yang teridentifikasi secara menyeluruh 3. simulasi sangat penting dalam

rangka pemahaman teknis dalam pilkada, terutama bagi siswa yang baru sebagai pemilih pemula

4. daya kritis siswa terhadap karakter calon kepala daerah menjadi pola pikir yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih. Sebagian besar dari hasil wawancara ini siswa lebih mencermati pandangan visi dan misi calon kepala daerah yang banyak dipampangkan dalam bentuk poster, spanduk, dan baliho.

5. Sebagai pemilih pragmatik mencerminkan bahwa pandangan siswa terhadap fenomena tersebut terbagi kedalam kelompok pendukung dan menolak, yang

intinya bahwa melalui pembelajaran politik di sekolah pemahaman mereka terhadap politik praktis menjadi konsep yaitu berpolitik bagi mereka adalah pengakuan jati diri dengan kebebasan untuk menentukan diri sendiri

Selain itu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran demokrasi juga melibatkan pada unsur pelajaran sosiologi. Intinya pelajaran ini diterapkan dengan pendekatan

pembelajaran aktif yang

dikombinasikan dengan konsep lingkungan meluas atau expanding environment approach. Dengan model pembelajaran konstruktivisme tersebut didapatkan fungsi guru, siswa dan sarana belajar secara sinergi, dengan memperhatikan:

1. Keseimbangan antara kognisi, keterampilan, afektifdan keseimbangan antara deduktif dan induktif,

2. Penyajian materi menggunakan ilustrasi dan pemberian tugas secara aktif,

3. Proses pembelajaran dilakukan dengan upaya memfasilitasi tumbuhnya dinamika kelompok di dalam kelas, sehingga terwujud siswa yang mandiri dalam belajar.

(18)

dirangsang untuk bertanya dan mencari pemecahan masalah serta didorong untuk menafsirkan informasi yang diberikan oleh guru, sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat.

peta hasil belajar rumpun pembelajaran demokrasi yang dapt dikembangka untuk nilai-nilai demokrasi, meliputi

Deskripsi Hasil Analisis Indikator

1. Nilai sikap dan perilaku yang saling peduli

Nilai-nilai memainkan peranan penting di dalam kehidupan masyarakat.

(19)

Karena nilai-nilai mencerminkan suatu kualitas preferensi dalam tindakan. Nilai sikap dan perilaku yang saling peduli dibedakan dalam lima pernyataan yang terdiri dari sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Dalam pernyataan saya senang terdaftar sebagai pemilih pemula dalam pilkada menunjukan bahwa 60 persen setuju atau 29 responden dari 48 yang menyatakan sangat senang terdaftar sebagai pemilih pemula.

Selanjutnya dalam

pernyataan sebaiknya seusia saya sudah diwajibkan untuk ikut berpolitik menunjukan bahwa 60 persen setuju atau 29 responden dari 48 yang menyatakan sebaiknya seusia saya sudah diwajibkan unutk ikut berpolitik. Sedangkan 10 persen menyatakan tidak setuju

Berikutnya dalam

pernyataan: ikut berpolitik tidak hanya sebagai pemilih pemula dalam pilkada menunjukan bahwa 48 persen setuju atau 23 responden dari 48 yang menyatakan sebaiknya ikut berpolitik tidak hanya sebagai pemilih pemula dalam pilkada

Dalam pernyataan: ikut pilkada hanya sebagai keisengan saja menunjukan bahwa 73 persen tidak setuju atau 35 responden dari 48 yang menyatakan ikut pilkada hanya sebagai keisengan saja dan hanya 8 persen yang setuju.

Berikut pernyataan karena teman yang lain tidak ada yang jadi pemilih sehingga saya juga tidak memilih,

menunjukan 67 persen tidak setuju atau 32 responden dari 48 yang menyatakan tersebut

Selanjutnya pernyataan: pada saat pilkada, saya dan kelompok teman bermain sedang ada kegiatan lain sehingga lebih baik tidak memilih , menunjukan bahwa 62 persen tidak setuju atao 30 responden dari 48 yang menyatakan tersebut

Dalam pernyataan: saya disuruh datang ke TPS untuk menyoblos padahal saya belum berpengalaman , menunjukan bahwa 46 persen setuju atau 22 responden dari 48 yang menyatakan tersebut. Sedangkan 25 persen yang tidak setuju.

Pernyataan : saya berusaha mengajak yang lain yang sudah terdaftar sebagai pemilih untuk ikut jadi pemilih pemula dalam pilkada , menunjukan bahwa 58 persen setuju atau 28 responden dari 48 yang menyatakan tersebut

Selanjutnya pernyataan: program pemda/KPU tidak sesuai dengan aspirasi saya, sehingga saya malas ikut pilkada , menunjukan bahwa 44 persen tidak setuju atau 21 responden dari 48 yang menyatakan tersebut. Sedangkan yang setuju sebanyak 33 persen.

(20)

atau 26 responden, dimana pernyataan cukup setuju dan setuju seimbang.

Berikut pernyataan: saya melakukan pencoblosan untuk pilkada karena saya ingin jadi warga yang baik , menunjukan bahwa 52 persen setuju atau 25 responden dari 48 yang menyatakan tersebut. Namun berdasarkan data, secara umum responden menyatakan setuju.

2. Partisipasi aktif yaitu perihal turut berperan serta di suatu kegiatan secara giat/berusaha

Menggambarkan data sebagai berikut: pernyataan sebagai generasi muda saya dukung kegiatan politik , menunjukan 52 persen setuju atau 25 responden yang menyatakan tersebut. saya akan memilih salah satu calon di pilkada dengan ikut kampanye , menunjukan 50 persen cukup setuju atau 24 responden yang menyatakan tersebut. saya selalu mencari informasi di media unutk mengetahui perkembangan pilkada , menunjukan 40 persen cukup setuju atau 19 orang yang menyatakan tersebut. disetiap waktu saya suka membicarakan tentang pilkada dengan teman lain , menunjukan 42 persen cukup setuju dan tidak setuju atau masing-masing 25 responden yang menyatakan tersebut. saya menyebarluaskan berita tentang pilkada kepada orang lain , menunjukan bahwa 56 persen setuju atau 27 responden yang menyatakan tersebut.

supaya orang lain menjadi mengerti sehingga saya berdiskusi dengan para guru mengenai pilkada . Menunjukan

hampir seimbang yaitu 50 persen tidak setuju dan 46 persen setuju.

3. Kebermanfaatan yang diperoleh yaitu sesuatu hal/keadaan yang berguna untuk dicapai,

Menggambarkan pernyataan: saya ikut memilih dalam pilkada

supaya mengerti

berpolitik ,menunjukan 48 persen setuju atau 23 responden yang menyatakan tersebut. sebagai pemilih di pilkada tidak ada untungnya , menunjukan 50 persen tidak setuju atau 24 responden yang menyatakan tersebut dan 23 persen setuju atau 11 responden menyatakan hal yang sama. tujuan saya ikut memilih pilkada karena memang disuruh oleh guru di sekolah , menunjukan 54 persen tidak setuju atau 26 responden yang menyatakan tersebut.

ikut pilkada sebagai bagian dari pembelajaran di sekolah , mennjukan 44 persen setuju atau 21 responden yang menyatakan tersebut. saya merasa jadi warga yang baik setelah ikut pemilihan dalam pilkadaa , menunjukkan 56 persen setuju atau 27 responden yang menyatakan tersebut

belajar di seklah tentang berpolitik sebatas teori sedangkan prakteknya saya ikut pilkada , menunjukan 50 persen setuju atau 24 responden yang menyatakan tersebut.

(21)

responden menyatakan setuju dan cukup setuju.

4. Akses kontrol sosial yaitu pencapaian pengendalian berkenaan dengan masyarakat,

Digambarkan dengan

pernyataan: syaa adalah bagian dari masyarakat , menunjukan 70 persen setuju atau 34 responden yang menyatakan tersebut.

jika terdapat penyimpangan berpolitik dalam masyarakat saya cuek saja , menunjukkan masing-masing seimbang yaitu 35 persen setuju dan tidak setuju atau 15 responden yang menyatakan tersebut. saya selalu ikut-ikutan dalam kegiatan masyarakat , menunjukkan 42 persen tidak setuju atau 20 responden yang menyatakan tersebut.

lebih baik berdiam diri, saat ada keributan mengenai pilkada , menunjukkan 29 persen tidak setuju atau 14 responden yang menyatakan tersebut. Namun 31 persen responden setuju. saya akan berusaha mencari informasi tentang calon pilkada yang pantas saya pilih , menunjukkan 54 persen setuju atau 26 responden yang menyatakan tersebut.

membantu kegiatan seputar pilkada, jika diperlukan , menunjukkan 84 persen setuju dan cukup setuju atau 40 responden yang menyatakan tersebut.

sebaiknya sebagai pelajar kita wajib menyukseskan pilkada , menunjukkan 90 persen setuju dan cukup setuju atau 43 responden yang menyatakan tersebut.

5. Dampak yang didapat dari pengalaman sebagai pemilih pemula dalam pilkada

Yaitu pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif atau positif dari pengalaman ygn telah didapatkannya, menggambarkan data pernyataan: saya tidak berminat ikut-ikutan dalam pemilihan pilkada , menunjukkan 44 persen tidak setuju atai 21 responden yang menyatakan tersebut. setelah ikut pilkada saya tidak merasa mendapatkan pembelajaran politik , menunjukkan 38 persen setuju atau 18 responden yang menyatakan tersebut.

(22)

Tabel 3. Rata-rata Prosentase Pernyataan sikap berdasarkan hasil pengisian kuesioner

Pernyataan sikap Rata-rata

prosentase

Keterangan

nilai sikap dan periku yang saling peduli yaitu suatu nilai dari perbuatan yang timbal balik untuk dapat memperhatikan/menghiraukan sesuatu/lingkungan

Lebih dari 60 %

Berpandangan positif

partisipasi aktif yaitu perihal turut berperan serta disuatu kegiatan secara giat/berusaha

56% Mendukung dan

terlibat langsung

Kebermanfaatan yang diperoleh yaitu suatu hal/keadaan yang berguna untuk dicapai

48 % Positif dengan

manfaat yang

didapatkannya

Akses kontrol sosial yaitu pencapaian pengendalian berkenaan dengan masyarakat

62% Berkontribusi baik

Dampak yang didapat dari pengalaman sebagai pemilih pemula dalam pilkada yaitu pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif atau positif dari pengalaman yang telah didapatkannya

40% berpengaruh terhadap pola pikirnya

B . Pembahasan

Dalam pembahasan konsep tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada digunakan indikator yang tergambarkan dalam bentuk item-item pernyataan sikap, yaitu pilihan jawaban responden terhadap item-item pernyataan yang ada pada kuesioner, yang merupakan pernyataan dengan kategori sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Apabila respondden memberikan persetujuan dengan konsisten dan betul-betul atas dasar pemahaman isi pernyataan, maka responden yang

(23)

Perhitungan skor akan dilakukan melalui Standar Deviasi. Sebelum menggunakan perhitungan standar deviasi, terlebih dahulu akan dirinci

nilai/skor tingkat kesadaran politik pemilih pemula dalam pilkada sebagai berikut.

Dari skor/nilai di atas, maka dapat diketahui bahwa :

N = 48 [x i = 5803 [xi2 = 709401

Berdasarkan skor tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada di atas , maka akan dihitung terlebih dahulu nilai rata-rata sebagai berikut.

U = 1/N.[xi =1/48.5803 =120,89

Dari hasil perhitungan nilai rata-rata tersebut, selanjutnya akan dihitung pula standar deviasi dari tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada sebagai berikut.

T = V.N. [xi2 - ( [xi ) 2/N2 =48.709401 -( 5803 ) 2/2304 =34051248 - 33674809/2304 =376439/2304

T =12,78

Dari hasil perhitungan standar deviasi di atas, maka akan diperoleh kriteria tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada sebagai berikut.

a) Tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada, sangat kurang baik, yaitu kurang dari : <( u-0,5 T )

<( 120,89 - 0,5.12,78 ) <( 120,89 - 6,39 ) < 114,5

< 115

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil perhitungan di atas,adalah tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada yang mempunyai kriteria sangat kurang baik berjumlah 16 orang atau 33,

b) Tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada kurang baik, antara :

(24)

=( 120,89 - 0,5.12,78 ) dan ( 120,89 0,25.12,78 )

=120,89 -6,39 dan 120,89 3,195

=114,5 11769 =115-118

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil perhitungan di atas , adalah bahwa tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada yang mempunyai kriteria kurang baik berdasarkan perhitungan nilai/skor tidak ada.

c) Tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada cukup baik, antara :

= ( u 0,25. T ) dan ( u + 0,25.T )

=( 120,89 0,25. 12,78 ) dan ( 120,89 + 0,25. 12,78 )

=( 120,89 -3,195 ) dan ( 120,89 + 3,195 )

= 117,69 124,08 =118 124

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil perhitungan di atas, adalah bahwa tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada yang mempunyai kriteria cukup baik berjumlah 14 orang atau 29,2 %.

d) Tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada baik, antara :

= ( u + 0,25.T ) dan ( U + 0,5 .T) = ( 120,89 + 0,25 . 12,78 ) dan ( 120,89 + 0,5. 12,78 )

= ( 120,89 + 3,195 ) dan ( 120,89 + 6,39 )

= 124,08 127,28 = 124 127

e) Tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada sangat baik, lebih besar dari

( u + o,5. T )

( 120,89 + 0,5 . 12,79 ) ( 120,89 + 6,39 ) 127,28

127

Kesimpulan dapat ditarik dari perhitungan di atas, adalah bahwa tingkat kesadaran pemilih pemula dalam pilkada yang mempunyai kriteria baik dan sangat baik berjumlah 18 orang atau 37,5 %.

Tabel 4. Tingkat Kesadaran Pemilih Pemula dalam Pilkada

Dari tabel di atas menunjukan bahwa prosentase dari masing-masing kriteria mempunyai selisih yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian yang dapat kami simpulkan bahwa tingkat kesadaran siswa SLTA diwilayah wasile sebagai pemilih pemula dala pilkada.

(25)

dapat berperan aktif dalam mensosialisasikan konsep politik yang benar dan tepat kepada para siswa. Dengan program School-Based Democracy Education diharapkan penerapan budaya berpolitik yang tepat dapa diimplementasikan secara profesional oleh masyarakat sekolah.

Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai tingkat kesadaran politik pemilih pemula dalam pilkada : sebagai refleksi School-Based Democracy Education, dapat disimpukan beberapa hal sebagai berikut :

1) Tingkat kesadaran siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada enunjukan perbedaan yang beragam didasarkan pada pemahaman dan pengalaman belajar konsep berpolitik ditingkat persekolahan. Pada umumnya pengalaman tersebut didapat sebatas dalam pemilihan ketua OSIS atau ketua kelas dan peilihan lainnya.

2) Dari hasil penjabaran indikator

yang dikembangkan

menghasilkan indikasi bahwa hampir 60 persen siswa senang terdaftar sebagai pemilih pemula dalam pilkada. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran ikut aktif berpolitik telah enjadi kekuatan individu siswa dalam

bermasyarakat , berbangsa dan bernegara.

3) Pentingnya kesadaran berpolitik bagi siswa dapat dijelaskan dengan nilai sikap dan perilaku yang saling peduli yaitu suatu nilai dari perbuatan yang timbal

balik untuk dapat

(26)

4) Faktor-faktor yang menonjol dari tingkat kesadaran politik siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada dapat ditemukan dalam daya kritis siswa seputar pemahaman makna berpolitik di diskusi kelas, yaitu siswa bebas berekspersi , berpendapat dan menggagas permasalahan secara lugas dalam bahasa sendiri.

B. Saran

1) Perlu diberikan sosialisasi kesadaran berpolitik bagi siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada dilingkup persekolahan, pemda setempat, dan LSM terkait.

2) Perlu mengembangkan hasil penelitian dengan melakukan penelitian lanjutan yang lebih luas dan sistematis, sehingga diperoleh anfaat yang lebih optimal.

3) Peran komponen sekolah , yaitu siswa , guru, dan komite sekolah terhadap pendidikan demokrasi sebagai aplikasi dari School-Based Democracy Education lebih disenergikan.

4) Pengadaan suatu Civic Learning Center yang dapat digunakan siswa untuk belajar dan berbagi pengalaman seputar budaya politik dan berdiskusi tentang makna demokrasi sehingga pemahaman mengenai berpolitik menjadi lebih profesional dan bermakna menjadi fokus keberadaannya. Ditempat ini akan dijumpai beberapa kegiatan

seperti kegiatan eskul lainnya dan zona online serta melibatkan siswa pada observasi-observasi lapangan seputar masalah pilkada

Daftar Pustaka

Arfani, Riza Noer, 1996, Demokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Bambang, 2004, Menggagas Partisipasi Aktif Guru dalam Peta Politik Indonesia Materi Seminar, Bandung.

Budiardjo Miriam, 1982, Masalah Kenegaraan, Jakarta: Gramedia.

Budiyanto, 2002, Kewarganegaraan , SMA Kurikulum 2004, Jakarta : Elangga

Hadi Sutrisno, 1990, Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset

J.W.Batawi, 2004, Guru dalam Partai Politik, makalah, tidak diterbitkan.

Koentjaraningrat, 1980, Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Gramedia.

Panggabean, 1994, Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa, Jakarta: Sinar Harapan.

Polma M.Margaret, 1987, Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali

Prijono Onny, 1987, Kebudayaan Remaja dan Sub-Kebudayaan Delinkuen,Jakarta: CSIS. Rush, Michael dan Althoff, Philip

(27)

Demokrasi ( Disertasi ). UPI : Program Pascasarjana.

Saripudin U.dkk, 2003, Materi dan Pembelajaran PKn SD, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Suharsimi A, 1993, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.

Gambar

Tabel 3. Rata-rata Prosentase Pernyataan sikap berdasarkan hasil pengisian

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya saldo awal akun, saldo awal piutang usaha disediakan untuk mengisi saldo piutang usaha per pelanggan, per invoice transaksi penjualan yang masih

Pengaruh Pembinaan Keagamaan Islam Terhadap Pengamalan Ibadah Shalat (Studi Kasus Pada Anak-Anak Keluarga Petani Di Dusun Kerep Desa Jombor Kec. Kata kunci: Keagamaan

yang matang menyebabkan 90% dari perdarahan uterus yang tidak normal ini terjadi pada wanita saat dan akhir masa produktif. Anovulasi ini menyebabkan pola menstruasi yang

Partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Partisipasi siswa dalam pembelajaran

Jika suatu saat si A ingin keluar dari syirkah dia bisa menawarkan B atau C untuk beli kepemilikan A, jika mereka tidak mau, maka A bisa menjual saham itu ke orang lain..

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan (rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas) dan ukuran

Untuk menguji permasalahan kedua yaitu untuk mengetahui ramalan penjualan pertahun dari penjualan kopi rakyat di Desa Sidomulyo dan Desa Garahan digunakan analisa trend