• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Cendikia Muda Volume 2, Nomor 2, Juni 2022 ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Cendikia Muda Volume 2, Nomor 2, Juni 2022 ISSN :"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PSIKORELIGIUS DZIKIR UNTUK MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN

DI RSJD PROVINSI LAMPUNG

APPLICATION OF PSYCORELIGIUS DZIKIR TO CONTROL HALUSINATIONS IN PATIENTS WITH PERCEPTION OF SENSORY DISORDERS HEARING Hallucinations

IN LAMPUNG PROVINCE RSJD LAMPUNG

Indah Permata Sari1, Nia Risa Dewi2, Nury Lutfiyatil Fitri3

1,2,3 Akademi Keperawatan Dharma Wacana Metro

Email : [email protected] ABSTRAK

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori terjadi ada perubahan persepsi stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon berkurang, berlebih atau terdistorsi. Tanda dan gejala halusinasi yaitu mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, dan menutup telinga. Tujuan dari Karya Tulis Ilmiah ini untuk mengetahui Bagaimanakah Penerapan Psikoreligius Dzikir Untuk Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran Di RSJD Provinsi Lampung. Metode penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Sampel penelitian ini berjumlah 2 orang. Instrument dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi tanda dan gejala halusinasi dan kemampuan melakukan Terapi Psikoreligius Dzikir, Hasil penelitian ini sebelum diberikan Terapi Psikoreligius Dzikir tanda dan gejala halusinasi pada kedua klien masuk kategori berat yaitu Subyek I 71%, Subyek II. 71%. Sedangkan Kemampuan kedua klien masuk kategori rendah yaitu Subyek I 30%, Subyek II. 30%. Sesudah diberikan Terapi Psikoreligius Dzikir kedua klien masuk kategori ringan dengan tanda dan gejala halusinasi Subyek I 0%, Subyek II. 0%. Sedangkan Kemampuan kedua klien masuk kategori tinggi yaitu Subyek I, 90%, Subyek II. 90%. Kesimpulan dari penelitian ini kedua subyek mengalami perubahan dari halusinasi berat ke halusinasi ringan, serta mengalami perubahan kemampuan dalam mengontrol halusinasi dengan menggunakan terapi psikoreligius dzikir dari kategori kemampuan rendah ke kemampuan tinggi. Pemberian terapi psikoreligius dzikir dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi dan meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi dengan terapi psikoreligius dzikir..

Kata kunci: Halusinasi pendengaran, Skizofrenia, Terapi Psikoreligius Dzikir ABSTRACT

Hallucinations are sensory perception disorders in which there is a change in the perception of both internal and external stimuli accompanied by reduced, exaggerated or distorted responses. Signs and symptoms of hallucinations are hearing noises, hearing voices that invite conversation, hearing voices telling to do something dangerous, talking or laughing alone, getting angry for no reason, directing ears in certain directions, and covering ears. The purpose of this scientific paper is to find out how the application of psychoreligious dhikr to control hallucinations in patients with sensory perception disorders of hearing hallucinations at the Lampung Provincial Hospital. This research method uses the Applied Research method. The sample of this study amounted to 2 people. The instrument in this study used an observation sheet for signs and symptoms of hallucinations and the ability to perform Psychoreligious Dhikr Therapy. The results of this study before being given Psychoreligious Dhikr Therapy, signs and symptoms of hallucinations in both clients were in the severe category, namely Subject I 71%, Subject II. 71%. While the ability of the two clients is in the low category, namely Subject I 30%, Subject II. 30%. After being given Psychoreligious Dhikr Therapy, both clients were categorized as mild with signs and symptoms of hallucinations. Subject I was 0%, Subject II. 0%. While the ability of the two clients entered the high category, namely Subject I, 90%, Subject II. 90%. The conclusion of this study was that both subjects experienced changes from severe hallucinations to mild hallucinations, and experienced changes in the ability to control hallucinations using psychoreligious dhikr therapy from the low ability category to high ability. Giving psychoreligious dhikr therapy can reduce signs and symptoms of hallucinations and increase the ability to control hallucinations with psychoreligious dhikr therapy.

Keywords: Auditory hallucinations, Schizophrenia, Psychoreligious Therapy Dhikr

(2)

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar1. Gejala skizofrenia terdiri dari gejala positif yang meliputi waham, halusinasi, gangguan berfikir positif formal (tidak logis) dan gejala negatif yang meliputi afek datar, anhedonia, alogia, apatis, dan gangguan perhatian2.

Jumlah penduduk indonesia bila diestimasi sebanyak 265 juta dan 371.000 orang menderita skizofrenia, provinsi yang memiliki prevalensi skizofrenia terbesar adalah Bali sebanyak 11 %, posisi kedua ditempati oleh Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 10 %, ketiga Nusa Tenggara Barat dengan 10 % dan diikuti oleh Aceh dan Jawa Tengah sebanyak 9

% untuk provinsi Lampung jumlah penderita skizofrenia didapatkan sebesar 5,2 %3.

Salah satu gangguan skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi adalah perubahan dalam pola stimulus yang masuk (baik secara internal atau eksternal) disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi atau menganggu rangsangan tersebut4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya halusinasi yaitu faktor predisposisi yang terdiri dari faktor genetik, neuroanatomik dan neurokimia, neurotransmitter, teori virus dan infeksi serta faktor presipitasi yang terdiri dari faktor biologis, gejala pemicu, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan mekanisme koping2..

Salah satu cara untuk menangani pasien dengan halusinasi adalah melakukan terapi spiritual dengan penerapan religius dzikir.

Penerapan religius dzikir pada pasien halusinasi bertujuan untuk mengontrol halusinasi, karena aspek ini ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari pengalaman, pengobatan dan perasaan damai bagi pasien, sehingga perlu disediakan sarana ibadah seperti bacaan dzikir, kitab suci dan sebagainya5.

Hal ini sesuai dengan artikel dengan judul terapi psikoreligius dzikir menggunakan jari tangan kanan pada orang dengan gangguan jiwa menunjukkan hasil bahwa terapi religius dzikir sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan kognitif pasien dengan masalah keperawatan halusinasi6. Penerapan religius dzikir juga dilakukan dalam penelitian dengan judul pengaruh terapi psikoreligius : dzikir pada pasien halusinasi pendengaran dengan hasil yang menunjukkan bahwa terapi dzikir mampu menurunkan frekuensi halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran yang menjadi subjek dalam penelitiannya7. Penerapan terapi religius dzikir juga diterapkan dengan judul pengaruh terapi religius dzikir terhadap peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi, dengan hasil yang menyatakan bahwasannya penerapan religius dzikir bekerja secara efektif dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran selama 6 hari dengan 1 kali pertemuan selama 10 menit perhari8.

(3)

Berdasarkan hal tersebut penulis berinisiatif untuk membahas masalah halusinasi dengan penerapan dzikir, khususnya pada pasien yang beragama islam dengan mengangkat judul Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir Untuk Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran Di RSJD Provinsi Lampung.

METODE

Metode penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian terapan atau disebut dengan studi kasus. Subjek dalam karya tulis ilmiah berjumlah 2 orang pasien dengan kriteria subjek yaitu, pasien bersedia menjadi subjek, pasien dengan masalah keperawatan utama halusinasi : pendengaran, pasien dengan masalah halusinasi : pendengaran maksimal fase ke-2 condeming, pasien tidak memiliki masalah fisik atau penyakit menyertai (retardasi mental), pasien beragama islam.

Intervensi dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung dengan waktu penerapan strategi pelaksanaan selama 6 hari dengan durasi pelaksanaan dzikir 10 menit pada bulan Juli tahun 2021.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi meggunakan 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi. Instrumen penerapan yang digunakan pada pengumpulan data adalah tasbih, bacaan dzikir, lembar wawancara dan observasi untuk mengukur dan mengamati tanda gejala halusinasi dan kemampuan pada pasien halusinasi pendengaran. Instrumen pelaksanaan

psikoreligius dzikir, penulis menggunakan tasbih sebagai media dzikir supaya pasien lebih fokus dalam pelaksanaan dzikir.

HASIL

Tabel 1 . Gambaran Karakteristik Pasien Variabel Subjek I Subjek II

Nama Tn. J Tn. S

Usia 30 Tahun 36 Tahun Jenis

Kelamin

Laki-laki Laki-laki

Agama Islam Islam

Pemeriksaan Fisik

Suhu : 35,8°C Nadi : 92x/menit RR : 21x/menit dan Tekanan Darah : 119/92 mmHg.

Suhu : 37°C Nadi : 87x/menit RR : 21x/menit dan Tekanan Darah : 125/88 mmHg.

Tabel 2 . Faktor Presipitasi dan Predisposisi Subjek Penerapan

Variabel Subjek I Subjek II Frekuensi

Masuk RS

3x 1x

Alasan Masuk RS

Gelisah, bicara melantur, bicara sendiri, merasa bersalah

Berbicara tidak jelas dan suka tertawa tanpa sebab serta

keluyuran lagi, jadwal subyek sedang rawat jalan.

Faktor Presipitasi

Putus obat Putus obat Faktor

Predisposisi

Subjek merasa minder karena hanya lulusan SD dan susah mendapat pekerjaan seperti teman- temannya yang melanjutkan sekolah lebih tinggi.

Kehilangan ayah dan kedua

saudaranya dalam waktu berdekatan, sehingga klien yang

merupakan anak ke dua dari enam bersaudara harus tinggal bersama pamannya.

Data yang Tn. J tampak Tn. S tampak

(4)

didapat saat ini

gelisah, subjek sering

berbicara sendiri dan tatapan mata tidak fokus saat diajak berbincang- bincang dan terkadang berbicara melantur

gelisah, subjek tampak sering melamun, sering berbicara sendiri dan tatapan mata tidak fokus saat diajak berbincang- bincang

Tabel 3.Tanda Gejala Halusinasi Sebelum Dilakukan Penerapan Terapi Religius Dzikir pada Subjek I dan Subjek II

No Tanda Gejala

Sebelum Penerapan Subjek I Subjek II 1 Mendengar

suara-suara kegaduhan

2 Mendengar suara yang mengajak bercakap- cakap

3 Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya

- -

4 Bicara atau tertawa sendiri

5 Marah-marah

tanpa sebab -

6 Mengarahkan telinga ke arah tertentu

7 Menutup

telinga -

Jumlah 5 5

Presentase 71% 71%

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek subjek I dan II adalah 5 (71%) dari 7 tanda gejala yang dinilai, kedua subyek

penerapan berada dalam tanda gejala halusinasi kategori halusinasi berat (> 67 %).

Tabel 4 . Kemampuan Terapi Psikoreligius Dzikir Sebelum Dilakukan Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir pada Subjek I dan Subjek II

No Tahap Kerja Sebelum Penerapan Subjek I Subjek II 1. Bersuci atau

berwudhu dan menggunakan sarung atau mukenah

- -

2. Menghadap kiblat 3. Duduk sila

dan tenang 4. Mengguakan

media tasbih ketika Dzikir 5. Membaca

lafadz Basmallah sebelum berdzikir

-

6. Membaca lafadz Astaghfirullah sebanyak 33x

-

7. Membaca lafadz Laillahaillah sebanyak 33x

- -

8. Membaca lafadz Subhanallah sebanyak 33x

- -

9. Lantunan dibaca dengan lembut dan jelas

- -

10. Pasien terlihat menghayati bacaan Dzikir

- -

Jumlah 3 3

Presentase 30% 30%

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa kemampuan subyek sebelum penerapan terapi psikoreligius dzikir selama 6 hari sejak

(5)

tanggal 1 Juli s.d 7 Juli 2021 pada kedua subjek diperoleh 3 kemampuan dari 10 kemampuan yang ada, yaitu 3 (30%) kedua subyek berada dalam kategori kemampuan yang rendah (< 33 %).

Tabel 5 .Tanda Gejala Halusinasi Sesudah Dilakukan Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir pada Subjek I dan Subjek II

No Tanda Gejala Sesudah Penerapan Subjek I Subjek II 1 Mendengar

suara-suara kegaduhan

- -

2 Mendengar suara yang mengajak bercakap- cakap

- -

3 Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya

- -

4 Bicara atau tertawa sendiri

- -

5 Marah-marah

tanpa sebab - -

6 Mengarahkan telinga ke arah tertentu

- -

7 Menutup

telinga - -

Jumlah 0 0

Presentase 0% 0%

Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa sesudah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek subjek I dan II adalah 0 (0%) dari 7 tanda gejala yang dinilai, kedua subyek penerapan berada dalam tanda gejala halusinasi kategori halusinasi ringan (< 33 %).

Tabel 6 .Kemampuan Terapi Psikoreligius Dzikir Sesudah Dilakukan Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir pada Subjek I dan Subjek II

No Tahap Kerja Sesudah Penerapan Subjek

I

Subjek II 1. Bersuci atau

berwudhu dan menggunakan sarung atau mukenah 2. Menghadap

kiblat

3. Duduk sila dan tenang

4. Mengguakan media tasbih ketika Dzikir

- -

5. Membaca lafadz Basmallah sebelum berdzikir 6. Membaca lafadz

Astaghfirullah sebanyak 33x 7. Membaca lafadz

Laillahaillah sebanyak 33x 8. Membaca lafadz

Subhanallah sebanyak 33x 9. Lantunan dibaca

dengan lembut dan jelas 10. Pasien terlihat

menghayati bacaan Dzikir

Jumlah 9 9

Presentase 90% 90%

Berdasarkan tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa kemampuan subyek sesudah penerapan terapi psikoreligius dzikir selama 6 hari sejak tanggal 1 Juli s.d 7 Juli 2021 pada kedua subjek diperoleh 9 kemampuan dari 10 kemampuan yang ada, yaitu 9 (90%) kedua subyek berada dalam kategori kemampuan yang tinggi (> 67 %).

(6)

Tabel 7. Perbandingan Tanda Gejala Halusinasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir pada Subjek I dan Subjek II

No Tanda Gejala

PenerapanTerapi Psikoreligius Dzikir Sebelum Sesudah

1 S.1 71% 71%

2 S.II 0% 0%

Perubahan (Sesudah - Sebelum)

71% 71%

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek I dan II adalah 71 % berada pada tanda gejala halusinasi kategori halusinasi berat, dan sesudah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek I dan II adalah 0 % berada dalam tanda gejala halusinasi kategori halusinasi ringan (< 33 %). Perubahan yang terjadi pada tanda gejala kedua subyek penerapan setelah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir adalah 71% artinya setelah subyek dilatih, subyek mengalami perubahan tanda gejala halusinasi dari halusinasi berat ke halusinasi ringan.

Tabel 8 . Kemampuan Pasien melakukan Terapi Psikoreligius Dzikir Sebelum dan sesudah Dilakukan Penerapan Terapi Religius Dzikir pada Subjek I dan Subjek II

No Kemampuan Terapi Psikoreligius

Dzikir

PenerapanTerapi Psikoreligius Dzikir Sebelum Sesudah

1 S.1 30% 30%

2 S.II 90% 90%

Perubahan (Sesudah - 60% 60%

Sebelum)

Berdasarkan tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, kemampuan pada subjek I dan II adalah 30% berada pada kategori kemampuan rendah, dan sesudah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, kemampuan pada subjek I dan II adalah 90 % berada dalam kategori tinggi (> 67 %).

Perubahan yang terjadi pada kemampuan kedua subyek penerapan setelah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir adalah 60% artinya setelah subyek dilatih, subyek mengalami perubahan kemampuan dalam mengontrol halusinasi dengan menggunakan terapi psikoreligius dzikir dari kategori kemampuan rendah ke kemampuan tinggi.

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Subyek Penerapan a. Jenis kelamin

Hasil karakteristik subyek penerapan dapat diketahui bahwa karakteristik subyek penerapan berjenis kelamin laki- laki, berada pada rentang usia dewasa muda, status perkawinan belum menikah dan pekerjaan sebagai buruh harian dan tidak bekerja. Jenis kelamin laki-laki beresiko untuk mengalami skizofrenia dimana sifat-sifat yang tidak dapat ditangani seperti tidak mampu mengekspresikan masalah dan memicu stress berdampak mengalami halusinasi.

Jenis kelamin merupakan salah satu aspek sosial budaya dari faktor

(7)

predisposisi dan faktor presipitasi terjadinya gangguan jiwa10

b.Usia

Hasil karakteristik subyek penerapan dapat diketahui bahwa karakteristik subyek penerapan Tn. S berusia 30 tahun dan Tn. SI berusia 36 tahun, kedua subyek berada pada rentang usia dewasa muda. Usia dapat beresiko tinggi karena tidak dapat mengontrol

emosi yang menyebabkan

ketidakmampuan menghadapi masalah seperti emosi, dan perilaku yang menyebabkan tingkat kematangan sulit memenuhi tuntutan dan berdampak mengalami gangguan jiwa. Masa dewasa merupakan masa kematangan dari aspek kognitif, emosi, dan perilaku.

Kegagalan yang dialami seseorang untuk mencapai tingkat kematangan tersebut akan sulit memenuhi tuntutan perkembangan pada usia tersebut dapat berdampak gangguan jiwa11.

b. Pekerjaaan

Hasil karakteristik subyek penerapan dapat diketahui bahwa karakteristik subyek penerapan berjenis kelamin laki- laki, berada pada rentang usia dewasa muda, status perkawinan belum menikah dan pekerjaan sebagai buruh harian dan tidak bekerja. Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

c.Faktor Presipitasi

Hasil karakteristik subyek penerapan dapat diketahui bahwa faktor presipitasi kedua subyek penerapan dirawat atau yang mencetuskan dirawat adalah faktor biologis yaitu kedua adalah putus obat dalam pengobatan di RSJD Provinsi Lampung.

d.Faktor Predisposisi

Hasil karakteristik subyek penerapan dapat diketahui bahwa faktor predisposisi atau faktor yang mendukung kedua subyek penerapan mengalami gangguan jiwa adalah untuk subyek 1 merasa minder dengan dirinya yang lulusan SD, hal tersebut merupakan faktor psikologis dan adanya ungkapan bahwa pasien susah mendapat pekerjaan karena pendidikannya SD ini merupakan faktor social budaya. Faktor Predisposisi untuk Tn. SI adalah kehilangan ayah dan kedua saudaranya dalam waktu berdekatan, hal ini adalah faktor psikologis: kehilangan orang yang berarti.

2. Pemaparan Hasil Penerapan Sebelum Terapi Psikoregilius: Dzikir Dilakukan Diketahui bahwa sebelum dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek subjek I adalah 5 (71%) dan pada subjek II adalah 5 (71%) dari 7 tanda gejala yang dinilai, kedua subyek penerapan berada dalam tanda gejala halusinasi kategori halusinasi berat (> 67 %).

(8)

Sedangkan kemampuan subyek sebelum penerapan terapi psikoreligius dzikir selama 6 hari sejak tanggal 6 Juli s.d 12 Juli 2021 pada kedua subjek diperoleh 3 kemampuan dari 10 kemampuan yang ada, yaitu 3 (30%) kedua subyek berada dalam kategori kemampuan yang rendah (< 33

%).

3. Pemaparan Hasil Penerapan Sesudah Terapi Psikoregilius: Dzikir Dilakukan Diketahui bahwa sesudah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek subjek I adalah 0 (0%) dan pada subjek II adalah 0 (0%) dari 7 tanda gejala yang dinilai, kedua subyek penerapan berada dalam tanda gejala halusinasi kategori halusinasi ringan (< 33 %).

Sedangkan kemampuan subyek sesudah penerapan terapi psikoreligius dzikir selama 6 hari sejak tanggal 6 Juli s.d 12 Juli 2021 pada kedua subjek diperoleh 9 kemampuan dari 10 kemampuan yang ada, yaitu 9 (90%) kedua subyek berada dalam kategori kemampuan yang tinggi (> 67 %) .

4. Hasil Penerapan Sebelum dan Sesudah Terapi Psikoregilius: Dzikir Dilakukan Diketahui bahwa sebelum dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek I dan II adalah 71 % berada pada tanda gejala halusinasi kategori halusinasi berat, dan sesudah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek I dan II adalah 0 % berada

dalam tanda gejala halusinasi kategori halusinasi ringan (< 33 %). Perubahan yang terjadi pada tanda gejala kedua subyek penerapan setelah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir adalah 71%

artinya setelah subyek dilatih, subyek mengalami perubahan tanda gejala halusinasi dari halusinasi berat ke halusinasi ringan.

Sedangkan kemampuan sebelum dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, kemampuan pada subjek I dan II adalah 30% berada pada kategori kemampuan rendah, dan sesudah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, kemampuan pada subjek I dan II adalah 90 % berada dalam kategori tinggi (> 67 %). Perubahan yang terjadi pada kemampuan kedua subyek penerapan setelah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir adalah 60% artinya setelah subyek dilatih, subyek mengalami perubahan kemampuan dalam mengontrol halusinasi dengan menggunakan terapi psikoreligius dzikir dari kategori kemampuan rendah ke kemampuan tinggi.

Terapi psikoreligius dzikir adalah terapi yang menggunakan media dzikir pada proses penerapannya. Penerapan psikoreligius dzikir pada pasien halusinasi bertujuan untuk mengontrol halusinasi, karena aspek ini ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari pengalaman, pengobatan dan perasaan damai bagi pasien, sehingga perlu disediakan sarana ibadah seperti bacaan dzikir, kitab suci dan

(9)

sebagainya5.

Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah diberikan penerapan terapi psikoreligius dzikir pada pasien halusinasi pendengaran terjadi penurunan tanda – gejala pada ke dua subyek.

KESIMPULAN

1. Subjek I yaitu Tn. J berusia 30 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SD, belum menikah dan bekerja buruh harian lepas. Subjek II Tn. S berusia 35 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SMA, belum menikah dan tidak bekerja.

2. Tanda gejala halusinasi pada subjek sebelum dilakukan terapi psikoreligius dzikir pada subjek I dan II adalah (71%), kedua subyek penerapan berada dalam kategori halusinasi berat (> 67 %).

Sedangkan kemampuan subyek sebelum penerapan terapi psikoreligius dzikir pada Subyek I dan II yaitu (30%) yaitu kategori kemampuan yang rendah (< 33 %).

3. Tanda gejala halusinasi pada subjek sesudah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir, tanda gejala halusinasi pada subjek subjek I dan II adalah (0%) berada dalam kategori halusinasi ringan (<

33 %). Sedangkan kemampuan subyek sesudah penerapan terapi psikoreligius (90%) yaitu kategori kemampuan yang tinggi (> 67 %).

4. Perubahan yang terjadi pada tanda gejala kedua subyek penerapan setelah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir adalah 71% artinya setelah subyek dilatih, subyek mengalami perubahan dari halusinasi berat ke halusinasi ringan.

5. Perubahan yang terjadi pada kemampuan kedua subyek penerapan setelah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir adalah 60% artinya setelah subyek dilatih, subyek mengalami perubahan kemampuan dalam mengontrol halusinasi dengan menggunakan terapi psikoreligius dzikir dari kategori kemampuan rendah ke kemampuan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutejo.(2017). Keperawatan Jiwa.Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Baru Press 2. Stuart, G. W. (2016). Prinsip Dan Praktik

Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.

Jakarta: ELSEVIER.

3. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan (2018). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018. Hasil Utama Riskesdas, 2018.

http://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/di r_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas- 2018_1274.pdf Diunduh pada tanggal 25 Maret 2021 pukul 18.00 WIB.

4. Tim Pokja SDKI DPP PNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

(10)

5. Wahyudi, A & Fibrian, A, I. (2016) Faktor Resiko Terjadinya Skizofrenia. Semarang:

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

6. Munandar, A., dkk. (2019). Terapi Psikoreligius Dzikir Menggunakan Jari Tangan Kanan Pada Orang Dengan

Gangguan Jiwa.

https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/i ndex.php/dksm/article/view/451/346 Diunduh pada tanggal 25 Maret 2021 pukul 17.00 WIB.

7. Dermawan, D., (2017). Pengaruh Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Paien Halusinasi Pendengaran di RSJD dr. Arif

Zainudin Surakarta..

https://www.researchgate.net/publication/3 33106990_Pengaruh_Terapi_psikoreligius_

dzikir_pada_paien_halusinasi_pendengaran _di_RSJD_dr._Arif_Zainudin_Surakarta.di unduh pada tanggal 24 Maret 2021 pukul 12.00 WIB.

8. Hidayati, W.C, dkk. (2014). Pengaruh Terapi Religius Dzikir Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Halusinasi.

http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.

php/ilmukeperawatan/article/view/243/268 Diunduh pada tanggal 28 Maret 2021 pukul 10.00 WIB.

9. Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta 10. Satrio, K, L, Wulandari, D, Hartoto,

Fiolasari, Y, Suhendro.(2019/2020).Buku

Kerja Mahasiswa Praktek Keperawatan Jiwa Program D-III Keperawatan.

Surabaya: CV Gemilang

11. Yusuf, Ah.. dkk, (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Gambar

Tabel  1 . Gambaran Karakteristik Pasien  Variabel  Subjek I   Subjek II
Tabel  4  .  Kemampuan  Terapi  Psikoreligius  Dzikir  Sebelum  Dilakukan  Penerapan  Terapi  Psikoreligius  Dzikir  pada  Subjek  I  dan Subjek II
Tabel  6  .Kemampuan  Terapi  Psikoreligius  Dzikir  Sesudah  Dilakukan  Penerapan  Terapi  Psikoreligius  Dzikir  pada  Subjek  I  dan Subjek II
Tabel  7.  Perbandingan  Tanda  Gejala  Halusinasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan  Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir pada  Subjek I dan Subjek II

Referensi

Dokumen terkait

Skala nyeri setelah penerapan pemberian kinesio tapping pada hari ke 3 mengalami penurunan yaitu dari skala nyeri 4 menjadi skala nyeri 2. Pemberian kinesio

Penelitian yang sama dilakukan oleh Wahyuni dan Arisfa (2016) tentang senam kaki diabetik efektif meningkatkan ankle brachial index pasien diabetes melitus tipe 2,

Nyeri kepala pasien hipertensi karena suplai darah ke otak mengalami penurunan dan peningkatan spasme pembuluh darah.Pada pasien hipertensi dengan masalah

Senam kaki diabetes dapat meningkatkan kebutuhan energi sehingga otot menjadi lebih aktif dan peka lalu membuat reseptor insulin menjadi lebih aktif dan terjadi penurunan

Penelitian selanjutnya tentang pengaruh inhalasi sederhana menggunakan aromaterapi daun mint (mentha piperita) terhadap penurunan sesak nafas pada pasien tubercolosis paru di

Analisis kemampuan literasi siswa pada setiap indikator menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual dapat membawa siswa untuk menggunakan pengetahuan kimia, memproses informasi dari

Latihan slow deep breathing dapat menyebabkan penurunan output simpatis sehingga akan menyebabkan penurunan produksi hormon epineprin yang ditangkap oleh reseptor

sebelumnya membuat seseorang mengadopsi mekanisme koping yang bisa digunakan pada episode nyeri berikutnya 7. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa seseorang