• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Cendikia Muda Volume 2, Nomor 4, Desember 2022 ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Cendikia Muda Volume 2, Nomor 4, Desember 2022 ISSN :"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : 2807-3469

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 471

PENERAPAN TERAPI PSIKORELIGIUS DZIKIR PADA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN

APPLICATION OF DZIKIR PSYCHORELIGIOUS THERAPY IN HEARING HALLUCINATION PATIENTS

M. Aldi aulia akbar1,Uswatun hasanah2, Indhit tri utami3

1,2,3Akademi Keperawatan Dharma Wacana Metro Email: auliaakbarmuhammadaldi765@gmail.com

ABSTRAK

Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya. Pasien yang mengalami halusinasi ditandai dengan mendengar suara bisikan atau melihat bayangan dan merasakan sesuatu melalui indera baik perabaan, penciuman, pengecapan, penglihatan dan pendengaran serta mampu menimbulkan respon yang tidak sesuai. Salah satu cara untuk menangani pasien dengan halusinasi adalah melakukan terapi lingkungan salah satunya pada aspek spiritual dengan penerapan religius dzikir. Penerapan religius dzikir pada pasien halusinasi bertujuan untuk mengontrol halusinasi dan menurunkan tanda gejala halusinasi pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung tahun 2021. Rancangan karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study). Subyek yang digunakan sebanyak 2 (dua) pasien halusinasi pendengaran di ruang Nuri Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung Tahun 2021. Analisa data dilakukan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan penerapan psikoreligius dzikir terjadi penurunan tanda gejala halusinasi pendengaran.

Kata Kunci :Halusinasi Pendengaran, Psikoreligius Dzikir.

ABSTRACT

Hallucinations are a form of sensory perception or experience in which there is no stimulation of the receptors. Patients who experience hallucinations are characterized by hearing whispers or seeing images and feeling things through the senses of touch, smell, taste, sight and hearing and are able to cause inappropriate responses. One way to treat patients with hallucinations is to do environmental therapy, one of which is on the spiritual aspect with the application of religious dhikr. The application of religious dhikr in hallucinatory patients aims to control hallucinations and reduce symptoms of hallucinations in patients at the Lampung Provincial Mental Hospital in 2021. The design of this scientific paper uses a case study design. The subjects used were 2 (two) auditory hallucinations patients in the Nuri room of the Lampung Provincial Mental Hospital in 2021. Data analysis was carried out using descriptive analysis.

The results of the application showed that after the application of psychoreligious dhikr there was a decrease in signs of auditory hallucinations.

Keywords:Auditory Hallucinations, Psychoreligious Dhikr.

(2)

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 472 PENDAULUAN

Kesehatan jiwa individu bisa dilihat melalui beberapa hal, seperti individu berada dalam kondisi fisik, sosial dan mental yang terbebas dari gangguan (penyakit) sehingga memungkinkan individu untuk mampu melakukan hubungan sosial yang memuaskan dan hidup sebagai manusia yang produktif1.

Jiwa yang tidak memenuhi gambaran diatas, akan disebut jiwa yang terganggu atau gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah kondisi jiwa yang terganggu yang biasanya ditandai dengan tidak memiliki hubungan harmonis dengan individu lain, bermusuhan dan mengancam serta sering kali tidak produktif di masyarakat bahkan cenderung merugikan2.

Data gangguan jiwa dunia menyebutkan bahwa pada umumnya gangguan jiwa yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi yang merupakan faktor-faktor terkait dan penyebab dalam menimbulkan banyak masalah kejiwaan seperti halusinasi, resiko perilaku kekerasan hinggan resiko bunuh diri3.

Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia mengalami kenaikan menjadi 1,8 per mil dari nilai sebelumnya tahun 2018 adalah 1,7 per mil. Kabupaten/kota yang memiliki penduduk dengan gangguan jiwa terbanyak adalah Bogor 23.998 dan Bandung 15.2944.

Berdasarkan data pada bulan Agustus tahun 2019 s.d Februari tahun 2020 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung khususnya di Ruang Nuri terdapat 96 pasien dengan 34 (35%) pasien dengan halusinasi5.

Halusinasi yang tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan diri pasien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar, oleh sebab itu halusinasi harus diatasi dengan sungguh-sungguh. Hal ini dikarenakan halusinasi dengar pasien sering berisi ejekan, ancaman dan perintah untuk melukai dirinya sendiri maupun orang lain2. Salah satu cara untuk menangani pasien dengan halusinasi adalah melakukan terapi lingkungan salah satunya pada aspek spiritual dengan penerapan religius dzikir. Penerapan religius dzikir pada pasien halusinasi bertujuan untuk mengontrol halusinasi, karena aspek ini ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari pengalaman, pengobatan dan perasaan damai bagi pasien, sehingga perlu disediakan sarana ibadah seperti bacaan dzikir, kitab suci dan sebagainya6.

Penerapan religius dzikir juga dilakukan dalam penelitian dengan judul pengaruh terapi dzikir terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pada pasien halusinasi dengan hasil yang menunjukkan bahwa terapi dzikir mampu menurunkan tanda gejala halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran yang menjadi subjek

(3)

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 473 dalam penelitiannya dengan pemberian terapi selama 7 hari terhadap 21 responden7. Penerapan terapi religius dzikir juga diterapkan oleh Dermawan (2017) dengan judul pengaruh terapi psikoreligius dzikir pada pasien halusinasi dengar di Rumah Sakit Jiwa dr. Arif Zainudin Surakarta, dengan hasil yang menyatakan bahwasannya penerapan religius dzikir bekerja secara efektif dan mampu menurunkan halusinasi pasien setelah diberikan terapi selama 2 minggu dengan pelaksanaan dzikir saat waktu luang, saat mendengar suara palsu dan saat sesudah sholat dengan bacaan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar, Laillahailallah, dan Bismillahirohmannirrahim8.

Pengalaman penulis selama di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, pasien pada saat itu diberikan terapi namun tidak terlalu intens dikarenakan jumlah pasien yang banyak dan perawat yang tidak mampu menghandle 1 pasien 1 perawat sehingga memang beberapa pasien akan sering ditemui menggunakan waktu luangnya dengan melamun. Penulis mengamati bahwa aktivitas-aktivitas yang bermanfaat dan mampu menyibukkan pasien akan sangat membantu supaya pasien tidak menggunakan waktunya hanya untuk melamun dan berhalusinasi terus –menerus.

Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah disebutkan secara ringkas, penulis sangat ingin membahas masalah halusinasi dengan mengangkat judul Penerapan Terapi

Psikoreligius Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di Ruang Nuri Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.

Adapun Tujuan dari penerapan ini adalah untuk mengetahui Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir Pada Pasien halusinasi pendengaran.

METODE

Desain karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study). Di rumah sakit jiwa derah provinsi lampung dan dilakukan 3 hari dalam 1 hari dilakukan 2x penerapan pada waktu pagi dan siang hari. Subyek yang digunakan dalam studi kasus yaitu dua orang dengan memiliki gangguan jiwa halusinasi. Instrument Yang di gunakan dalam pengumpulan data yaitu lembar observasi yang berisikan tanda gejala halusinasi pendengaran. Pengisian lembar observasi di lakukan dengan memberikan tanda ceklist ().

HASIL

Gambaran subyek penerapan yang di dapatkan pada saat pengkajian sesuai dengan tahapan rencana penerapan adalah sebagai berikut:

(4)

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 474

Table 1

Data Subjek I (Tn. A)

Data Keterangan

Nama Tn. A

Usia 29 Tahun

Jenis Kelamin Laki-laki

Agama Islam

Suku Bangsa Jawa Pendidikan

Terakhir

SD Status

Perkawinan

Menikah Pekerjaan Pengangguran Tanggal Masuk

RS

01 Juli 2021 Riwayat

Keluarga dengan gangguan jiwa

Tidak ada

Frekuensi Masuk RS

1x tahun 2021

Alasan Masuk RS Pasien sering berbicara sendiri, berteriak-teriak tanpa sebab.

Faktor Predisposisi

6 bulan yang lalu pasien amuk, dan berbicara sendiri tanpa sebab dan merusak barang serta lingkungan sekitar.

Faktor Presipitasi 3 bulan terakhir pasien semakin sering marah dan berbicara sendiri, gelisah serta tidak bisa diajak komunikasi dengan tenang karena merasa gagal dalam hal apapun dari para teman dan tetangganya.

Data yang didapat

Tn. A tampak gelisah, berbicara sendiri, melihat-lihat sekitar ruangan sambal seolah berbicara dengan beberapa orang.

Pemeriksaan Fisik

Suhu : 36,1 C Nadi : 85x/menit RR : 20x/menit dan Tekanan Darah : 110/70 mmHg.

Tabel 2

Data Subjek II (Tn.R)

Data Keterangan

Nama Tn. R

Usia 28 Tahun

Jenis Kelamin Laki-laki

Agama Islam

Suku Bangsa Jawa Pendidikan

Terakhir

SMP Status

Perkawinan

Belum menikah Pekerjaan Pengangguran Tanggal Masuk

RS

01 Juli 2021 Riwayat

Keluarga dengan gangguan jiwa

Ada, ibu subjek

Frekuensi Masuk RS

2x tahun 2019, 2021 Alasan Masuk RS Gelisah, pemarah,

berbicara sendiri dan berjalan-jalan merusak lingkungan umum.

Faktor Predisposisi

Subjek mengalami putus obat karena kurangnya kontrol keluarga

Faktor Presipitasi Subjek sering marah setelah putus obat Data yang

didapat

Tn. R sering berbicara sendiri, tertawa terbahak-bahak didepan tembok dan bebicara dengan tembok.

Pemeriksaan Fisik

Suhu : 37.2°C Nadi : 96x/menit RR : 20x/menit dan Tekanan Darah : 120/80 mmHg.

Adapun perkembangan tanda dan gejala halusinasi pendengaran sebelum dan setelah intervensi terapi psikoreligius: dzikir dapat dilihat pada tabel berikut:

(5)

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 475 Tabel 3.

Tanda Gejala Halusinasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penerapan Terapi Psikoreligius Dzikir pada Tn.A dan Tn. R

Rata- rata tanda gejala kedua subyek

Tn.A Tn.R

Sebelum 55% 82%

Sesudah 27% 36%

Selisih 37%

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Subyek Penerapan a. Jenis kelamin

Subjek Tn. A dan Tn.R berjenis kelamin laki- laki. Jenis kelamin merupakan salah satu aspek sosial budaya dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi terjadinya gangguan jiwa. Pernyataan diatas didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa karakteritik responden skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah 216 orang berjenis kelamin laki-laki (70%) dan berusia rata-rata 27 tahun9. Sesuai dengan penelitian bahwa 70% dari 216 responden adalah laki-laki menunjukkan bahwa adanya kecenderungan jenis kelamin laki-laki dengan skizofrenia. Sehingga jenis kelamin subjek pada karya tulis ilmiah ini sesuai dengan karakteristik klien halusinasi dimana bahwa laki-laki kebanyakan malu mengekspresikan masalahnya atau tidak bisa menceritakan masalah yang dihadapi dan memicu stress yang tak dapat ditangani, hal-hal tersebut menyebabkan laki- laki cenderung mudah mengalami halusinasi didukung dengan sifat-sifat dasar kebanyakan

laki-laki seperti hanya memendam perasaan yang dihadapi atau malu mengekspresikan masalahnya yang dapat memicu stress. Maka dari itu jenis kelamin laki-laki cenderung bersiko tinggi mengalami skizofrenia9.

b. Usia

Tn.A berusia 29 tahun dan Tn.R berusia 28 tahun, yaitu tergolong usia dewasa. Masa dewasa merupakan masa kematangan dari aspek kognitif, emosi, dan perilaku. Kegagalan yang dialami seseorang untuk mencapai tingkat kematangan tersebut akan sulit memenuhi tuntutan perkembangan pada usia tersebut dapat berdampak gangguan jiwa10. Pengkajian dari 8 responden sebanyak 6 responden berusia antara 25-45 tahun, hal itu menyebabkan masalah yang dialami oleh responden akan lebih bervariasi.

Usia dewasa muda berisiko lebih tinggi mengalami gangguan jiwa terutama halusinasi karena pada tahap ini kehidupan penuh dengan stressor, masa dewasa muda mengalami masa ketegangan emosi dan itu berlangsung hingga usia 30-an. Dalam usia tersebut individu akan mudah mengalami ketidakmampuan menghadapi masalah sehingga akan lebih mudah emosi

c. Pekerjaan

Kedua subjek tidak memiliki pekerjaan atau menganggur, pekerjaan sendiri mencerminkan produktivas dan penghasilan seseorang, hal tersebut membuat Tn.A dan Tn.RH merasa tidak berguna dan tidak dapat menghasilkan ekonomi sesuai kebutuhan keluarga. Pekerjaan sangat erat hubungannya dengan penghasilan dan status

(6)

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 476 ekonomi individu. Hal ini didukung oleh yang menyatakan bahwa stres yang dialami anggota kelompok sosial ekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia9.

2. Tanda Gejala Halusinasi Sebelum dan sesudah dilakukan Penerapan

Halusinasi merupakan gangguan persepsi di mana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi atau tanpa ada rangsangan dari luar atau suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus eksternal ; stimulus palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi11

Hasil tanda gejala halusinasi sebelum dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir pada subjek (Tn.A) masih tinggi yaitu dengan total 6 tanda gejala masih ada (55%), sedangkan pada (Tn.R) ada 9 (82%). Rata-rata presentase tanda gejala yang muncul sebelum dilakukan penerapan pada kedua subjek adalah 68,5%. Hasil tanda gejala halusinasi pada subjek Tn.A mengalami penurunan menjadi 3 (27%), sedangkan pada Tn.R menjadi 4 (36%) setelah 3 hari dilakukan terapi psikoreligius dzikir. Setelah dilakukan penerapan pada kedua subjek, rata-rata presentase tanda gejala menjadi 31,5%.

Sehingga telah terjadi penurunan tanda gejala sebanyak 37% selama dilakukan penerapan.

Halusinasi merupakan persepsi yang salah (false perception) tanpa adanya objek luar. Tentu saja persepsi yang dihasilkan tidak seperti persepsi yang normal, ada objek luar pembentuk persepsi.

Selain itu halusinasi hanya dimiliki oleh individu tersebut, sedangkan orang lain tidak memilikinya. Halusinasi dapat dipengaruhi oleh imajinasi mental yang kemudian diproyeksikan keluar sehingga seolah-olah datangya dari luar dirinya, sehingga orang yang mengalami halusinasi sangat berdampak buruk12.

Terapi Spiritual: Dzikir secara Islami, yaitu suatu perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan suatu penyakit mental, kepada setiap individu, dengan kekuatan batin atau ruhani, yang berupa ritual keagamaan bukan pengobatan dengan obat-obatan, dengan tujuan untuk memperkuat iman seseorang agar ia dapat mengembangkan potensi diri dan fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal, dengan cara mensosialkan nilai-nilai yang terkandung di dalam alQuran dan as-Sunnah ke dalam diri. Seperti melakukan shalat wajib, berdoa dan berzikir dari perbuatan tersebut dapat membuat hidup selaras, seimbang dan sesuai dengan ajaran agama10.

Terapi psikoreligius dzikir adalah terapi yang menggunakan media dzikir pada proses penerapannya. Penerapan psikoreligius dzikir pada pasien halusinasi bertujuan untuk mengontrol halusinasi, karena aspek ini

(7)

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 477 ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari pengalaman, pengobatan dan perasaan damai bagi pasien, sehingga perlu disediakan sarana ibadah seperti bacaan dzikir, kitab suci dan sebagainya6. Terapi psikoreligius juga merupakan terapi yang bersifat fleksibel dimana kegiatan tersebut bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun pasien mau, sehingga kegiatan tersebut dapat dimasukkan dalam jadwal harian karena bisa dilakukan secara terus menerus setiap hari tanpa media yang mempersulit pasien.

Salah satu tindakan keagamaan yang penting adalah berdoa (dzikir), yakni memanjatkan permohonan kepada Allah supaya memperoleh sesuatu kehendak yang diridhoi. Dari masa ke masa pengaruh doa tersebut terus menerus mendapat perhatian penting. Bila doa dibiasakan dan betul bersungguh-sungguh, maka pengaruhnya akan menjadi sangat jelas, ia merupakan perubahan kejiwaan dan perubahan somatik. Ketentraman yang ditimbulkan oleh doa itu merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan. Doa tidak selalu berbentuk permohonan, namun berdzikir termasuk dalam berdoa.

Hal ini sesuai dengan artikel Penerapan religius dzikir juga dilakukan dalam penelitian Herlambang & Emulyani (2020) dengan judul pengaruh terapi dzikir terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pada pasien halusinasi dengan hasil yang menunjukkan bahwa terapi

dzikir mampu menurunkan tanda gejala halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran yang menjadi subjek dalam penelitiannya dengan pemberian terapi selama 7 hari terhadap 21 responden7.

Sesuai dengan penerapan yang saya lakukan pada subjek Tn.A dan Tn.R dapat disimpulkan bahwa terapi psikoreligius dzikir berdampak positif bagi pasien dnegan halusinasi pendengaran yang sebelumnya mendapatkan hasil tanda gejala 6 dan 9 dari 11 tanda gejala setelah dilakukan selama 3 hari penerapan tanda gejala yang muncul hanya 3 dan 4. Sehingga menurut penelitian saya penerapan psikoreligius dzikir sangat efisien untuk mengurangi tanda gejala pada pasien halusinasi pendengaran.

KESIMPULAN

Penerapan terapi psikoreligius:Dzikir dapat menurunkan tanda gejala halusinasi pendengaran kedua subyek.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurhalimah. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

2. Yosep & Sutini.(2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung:PT.Refika Aditama.

3. WHO. (2017). Publicationts World Health Statistics. Switzerland:

https://www.who.int/gho/publications/.w orld_health_statistics/2017/.EN_WHS20 17_TOC.PDF?UA=1 Diunduh pada

(8)

Akbar, Penerapan Teknik Psikoreligius 478 tanggal 26 Maret 2021 pukul 14:00 WIB.

4. Kemenkes RI. (2018). Laporan Provinsi Lampung RISKESDAS 2018. Jakarta:

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI.

5. RM RSJD Provinsi Lampung 2020.

6. Emulyani, E., & Herlambang. (2020).

Pengaruh Terapi Zikir Terhadap Penurunan Tanda Dan Gejala Halusinasi Pada Pasien Halusinasi.

https://jurnal.payung

negeri.ac.id/index.php/healthcare/article/

view/60 Diunduh pada tanggal 28 Maret 2021 pukul 10.00 WIB.

7. Dermawan, D. (2017). Pengaruh Terapi Psikoreligius : Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di Rsjd Dr. Arif Zainudin Surakarta. Profesi (Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian, 15(1),74.https://doi.org/10.26576/profesi .237

8. Satrio, K.L.ddk.,(2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Lampung.

9. Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: Andi Offset.

10. Yusuf, A., dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat kecemasan kedua responden sebelum dilakukan penerapan relaksasi nafas dalam pada 1 jam sebelum masuk ruang operasi dalam kategori tingkat kecemasan berat,

Sesuai dengan penerapan yang saya lakukan pada subjek (Tn.F) dapat disimpulkan bahwa terapi religius dzikir berdampak positif bagi pasien dnegan halusinasi

Skala nyeri setelah penerapan pemberian kinesio tapping pada hari ke 3 mengalami penurunan yaitu dari skala nyeri 4 menjadi skala nyeri 2. Pemberian kinesio

Penelitian yang sama dilakukan oleh Wahyuni dan Arisfa (2016) tentang senam kaki diabetik efektif meningkatkan ankle brachial index pasien diabetes melitus tipe 2,

Teknik untuk menurunkan tanda gejala halusinasi juga dilakukan dalam dengan judul efektifitas terapi musik klasik terhadap penurunan tanda dan gejala pada pasien

Perubahan yang terjadi pada kemampuan kedua subyek penerapan setelah dilakukan penerapan terapi psikoreligius dzikir adalah 60% artinya setelah subyek dilatih,

Salah satu faktor risiko terjadinya diabetes melitus (DM) tipe 2 yaitu tidak adanya aktivitas fisik 9. Aktivitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang

Hasil penerapan menunjukan bahwa skala nyeri pada hari pertama didapatkan skala nyeri 7 (nyeri berat terkontrol) pada responden pertama dan skala nyeri 8 (nyeri berat