• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Asas Akuntabilitas dalam Kegia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Asas Akuntabilitas dalam Kegia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang paling atas. Tanah banyak dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian dan tanah perkebunan, mendirikan bangunan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) pasal 4 ayat (1), tanah dikualifikasikan sebagai “permukaan bumi”, sedang di dalam pengertian “bumi” itu termasuk pula “tanah dan tubuh bumi” di bawahnya serta yang berada di bawah air. Dalam pasal 4 UUPA dinyatakan, bahwa atas dasar menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh tiap orang, dengan demikian, bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi.

Pembangunan hukum Indonesia, khususnya pembentukan hukum tentang tanah, didasarkan nilai-nilai hukum adat. Indonesia merupakan negara agraris, wajar apabila pembangunan di bidang agraria menduduki tempat yang penting dan mendesak. Urgensi ini disebabkan karena pada zaman penjajahan, hukum agraria Indonesia kurang memberi jaminan akan "kepastian hukum", karena ada dualisme hukum, hukum barat dan hukum adat.

Pengaturan penguasaan, kepemilikan, serta pemanfaatan tanah yang ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, merupakan pengembangan dari tujuan politik sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang kemudian dikembangkan ke dalam Pasal 11 UUPA dan menjadi landasan kebijakan agraria/pertanahan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pasal 11 UUPA, menyatakan bahwa: "bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

(2)

UU ini secara yuridis mengakhiri dominasi hukum barat dalam urusan agraria. Selain itu hak-hak yang merupakan warisan dari kolonialisme yang dianggap bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia dengan UUPA sebagai turunannya kemudian dihapus. Seperti, hak eigendom, hak postal, dan hak erfpacht. Hak-hak ini berakhir pada tanggal 24 September 1980.

Dalam hal pendaftaran tanah, hukum di Indonesia mengalami dinamika yang merubah tatanan yuridis dalam bidang agraria. Sejak zaman pra-kemerdekaan atau zaman kolonialisme sampai reformasi ini pendaftaran tanah mengalami berbagai perkembangan dari sisi landasan hukumnya maupun dari sisi implementasi. Hal ini disebabkan karena sempat ada dualisme hukum seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Dengan dihilangkannya peraturan warisan kolonialisme, maka tanah (masuk pula air, dan ruang angkasa) dikuasai langsung oleh negara dan pengelolaannya diselenggarakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain, dikuasai oleh pemerintah.

Bila kita membicarakan tentang kebijakan pemerintah, apapun bidangnya, termasuk pendaftaran tanah, mau tidak mau kita juga harus membahasnya dari segi Hukum Administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang mengatur bagaimana administrasi negara (pemerintah) menjalankan tugasnya dan bagaimana hubungan hukum pemerintah dengan warganya (Ridwan, 2006:35). Oleh karena itu, dalam makalah kali ini, penulis mencoba mengaitkan kegiatan pendaftaran tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pejabat terkait dengan salah satu asas umum pemerintahan yang baik, yaitu asas akuntabilitas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah?

2. Bagaimana sistem pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia?

(3)

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian pendaftaran tanah.

2. Menjelaskan bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia. 3. Menjelaskan peran asas akuntabilitas dalam pelaksanaan pendaftaran

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. Pendaftaran Tanah

Pendaftaran berasal dari bahasa Belanda “cadastre”, suatu istilah teknis untuk record (rekaman), yang merujuk pada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin “capitastrum” yang berarti suatu register atau kapita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam artian cadastre adalah rekaman dari pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan (Parlindungan, 1999:18).

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 menyatakan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Bila ditinjau dari UUPA, dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA menyatakan, Pemerintah adalah penyelenggara Pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi tanah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demi menjamin kepastian hukum tersebut, penyelenggaraan tanah dilakukan dengan cara :

 Pengukuran, pemetaan, pembukuan tanah

 Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut

 Pemberian surat-surat tanda bukti, yang berlakunya sebagai alat pembuktian yang kuat

(5)

Undang Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah tersebut sebagai salah satu upaya dalam administrasi negara, sehingga merupakan bagian dari pemerintahan (Parlindungan, 1999:19).

Pendaftaran tanah merupakan hal yang sangat penting karena merupakan awal dari kepemilikan hak atas tanah. Oleh karena itu, dalam UUPA telah diatur mengenai kewenangan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedemikian pentingnya sehingga data-data yang diperoleh harus didapat dengan cara yang seksama dan seteliti mungkin oleh petugas terkait, baik data yang menyangkut subyek hak atas tanah maupun yang menyangkut obyek hak atas tanah.

Pendaftaran tanah merupakan pencatatan identitas sebidang tanah pada Kantor Pertanahan Kota/ Kabupaten yang nantinya kan menghasilkan sebuah sertifikat tanah sebagai bukti yang kuat, sehingga jelas jenis haknya, kuatnya, batas-batasnya, keadaanya, letaknya serta pemiliknya. Kewajiban untuk melakukannya pada prinsipnya dibebankan pada pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap (Sumardjono, 2005:181).

Pendaftaran ini harus melalui proses yang teliti dan terarah sehingga tidak mungkin sembarangan, terlebih tujuan pendaftaran bukan hanya untuk penerbitan sebuah bukti sertifikat tanah saja, melainkan menjadi kepastian bahwa ada pemilik hak yang sah atas tanah yang didaftarkan tersebut. Hal ini seperti tercantum dalam tujuan pendaftaran tanah, yang berdasarkan Pasal 19 UUPA, tujuan pendaftaran tanah adalah :

1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pendaftaran Tanah tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah

(6)

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

Sedangkan kepastian hukum yang dimaksud adalah :

1. Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah tersebut. Kepastian berkenaan dengan siapakah pemegang hak atas tanah disebut dengan kepastian mengenai subyek hak atas tanah. 2. Kepastian mengenai letak tanah, batas-batas tanah, panjang dan lebar

tanah. Kepastian berkenaan dengan letak, batas-batas dan panjang serta lebar tanah ini disebut dengan kepastian mengenai obyek hak atas tanah. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendaftaran tanah antara lain : 1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas tanah

2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar dapat mengakses data yang diperlukan berkaitan dengan obyek yang didaftarkan

Berdasarkan hal-hal diatas, jelaslah bahwa maksud dan tujuan pemerintah mendaftarkan tanah atau mendaftarkan hak atas tanah adalah guna menjamin adanya kepastian hukum berkenaan dengan kepemilikan tanah dalam rangka pembuktian jika ada persengketaan maupun mengetahui data-data mengenai tanah tersebut.

Kegiatan pendaftaran tanah berakibat hukum diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah (sertifikat tanah) kepada pihak yang bersangkutan, yang berlaku sebagai alat bukti yang sah dan kuat terhadap hak atas tanah yang dipegangnya itu. Maka, hubungan antara tujuan pendaftaran tanah dengan tujuan UUPA yaitu menuju cita-cita adanya kepastian hukum berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang umumnya dipegang oleh sebagian besar rakyat Indonesia, diharapkan dapat tercapai.

Kegiatan pendaftaran tanah dapat dilaksanakan melalui dua cara yaitu : a. Pendaftaran tanah secara sistematik

(7)

obyek pendaftaran yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

b. Pendaftaran tanah secara sporadik

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan atau inisiatif dari pemilik tanah secara individual atau juga dilakukan oleh beberapa pemilik tanah secara masal dengan biaya dari pemilik tanah itu sendiri.

B. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia

Sistem pendaftaran tanah di suatu negara sangat bergantung pada asas yang dianut negara tersebut dalam proses pengalihan hak atas tanah. Umumnya ada dua asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris. Pada asas itikad baik berarti orang yang memperoleh suatu hak dengan itikad baik akan menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Sedangkan asas nemo plus yuris menyatakan orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya. Asas itikad baik digunakan dalam sistem publikasi positif, sedangkan asas nemo plus yuris diterapkan dalam sistem publikasi negatif. Indonesia menganut sistem publikasi negatif.

(8)

dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat bukti yang kuat (Parlindungan, 1999:126).

Sesuai pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997, seseorang yang menggugat keabsahan suatu sertifikat hak atas tanah diberikan kesempatan selama 5 tahun untuk menegakkan haknya apabila merasa dirugikan untuk keberatan atau membatalkan sertifikat dimaksud. Maka pendaftaran tanah menganut 2 sistem karena didalam Pasal 32 memberikan pembatasan untuk dapat digugatnya suatu sertifikat yaitu setelah berlakunya sertifikat selama 5 tahun. Sistem tersebut adalah :

1. Sistem torrens negatif

Sebelum masa 5 tahun, sertifikat dapat dibatalkan selama bisa dibuktikan kepemilikannya.

2. Sistem torrens positif

Setelah berlalu 5 tahun, sertifikat tersebut tidak dapat dibatalkan.

Berlakunya 2 asas tersebut bertujuan untuk menyempurnakan PP Nomor 10 Tahun 1961 agar mampu memberi kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah, namun sampai saat ini keberadaan Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997 tidak pernah terealisasi dengan baik karena pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia, masih menganut seperti yang ada dalam PP Nomor 10 Tahun 1961.

Harusnya dengan diberlakukannya PP Nomor 24 Tahun 1997, sudah sepatutnya diberlakukan secara mutlak, artinya, sertifikat tanah yang sudah berlaku lebih dari 5 tahun tidak dapat dibatalkan. Dengan demikian sudah tidak dapat digugat karena telah diberikan waktu yang cukup lama. Dan kalau sudah lebih dari 5 tahun sertifikat diterbitkan, sedangkan yang menggugat mempunyai bukti-bukti yang kuat tentang kepemilikinnya, gugatan itu tidak membatalkan sertifikat, sertifikat tersebut tetap berlaku dan terhadap yang menggugat diberikan ganti kerugian oleh Pemerintah karena mempunyai alas hak yang kuat karena dapat dibuktikan keabsahan dari penguasaan hak atas tanahnya.

(9)

melekat. Dan apabila didalam penerbitan sertifikat sebelumnnya bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya atau memanfaatkan keadaan tertentu untuk keuntungan pribadi atau orang lain atau badan usaha lainnya, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Maria Sumardjono (1997:1), tujuan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997, berasal dari Konsep rechtsverwerking, dalam pendaftaran tanah adalah untuk memberikan ketegasan pada 2 pihak, yakni:

1. Bagi pemegang sertifikat, jika telah lewat waktu lima tahun tidak ada gugatan/keberatan, maka ia terbebas dari gangguan pihak lain yang merasa sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.

2. Pemegang hak atas tanah wajib menguasai secara fisik tanahnya dan melakukan suatu pendaftaran agar terhindar dari kemungkinan tanahnya disertifikatkan atas nama orang lain.

Apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikatnya secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasai tanah tersebut, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut haknya, apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat tersebut tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat. Inilah yang disebut rechtsverwerking (Yamin dan Rahim Lubis, 2010:147).

C. Penerapan Asas Akuntabilitas

(10)

memerlukan adanya alat bukti yang menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum. Dalam asas-asas pemerintahan yang baik, terdapat asas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan administrasi negara/pejabat, harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum kepada masyarakat. Asas tesebut adalah asas akntabilitas. Asas akuntabilitas bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat atas tindakan atau kebijakan yang dibuat oleh pejabat berwenang. Dalam kaitannya dengan pendaftaran tanah, pihak berwenang adalah BPN dibantu PPAT. Sehingga, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, PPAT harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada agar hasil kerjanya yang berupa akta tanah bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara hukum.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Sebagian kegiatannya yang berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar, dapat ditugaskan kepada swasta. Tetapi untuk memperoleh kekuatan hukum hasilnya memerlukan pengesahan pejabat pendaftaran yang berwenang, karena akan digunakan sebagai data bukti.

(11)

Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah, sehingga dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah, Kantor Pertanahan mutlak memerlukan data yang harus disajikan dalam bentuk akta yang hanya boleh dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

PPAT merupakan pejabat umum. Menurut Boedi Harsono (2007), pejabat umum adalah seseorang yang diangkat oleh Pemerintah dengan tugas dan kewenangan memberikan pelayanan kepada umum dibidang tertentu. Sedangkan menurut Sri Winarsih (2002:186), pengertian pejabat umum memiliki sifat yuridis, yaitu selalu dalam kerangka hukum publik. Sifat publiknya tersebut dapat dilihat dari pengangkatan, pemberhentian, dan kewenangan PPAT. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional, tugasnya adalah membantu Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah, dan kewenangannya adalah membuat akta atas perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa:

“Dalam melaksankan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundangundangan yang bersangkutan”

A.P. Parlindungan (1999:83) menyatakan tugas PPAT adalah melaksanakan recording of deeds of coveyance, yaitu merekam pembuatan akta tanah yang meliputi mutasi hak, pengikatan jaminan dengan hak atas tanah sebagai hak tanggungan, mendirikan hak baru diatas sebidang tanah (Hak Guna Bangunan diatas Hak Milik) ditambah memasang surat kuasa memasang hak tanggungan.

Ada 8 jenis akta PPAT yang dapat menjadi alat bukti dan dasar perubahan data pendaftaran tanah, yaitu :

(12)

2. Akta tukar menukar, 3. Akta hibah,

4. Akta pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), 5. Akta pembagian bersama,

6. Akta pemberian hak guna bangunan/ hak pakai atas tanah hak milik, 7. Akta pemberian hak tanggungan, dan

8. Akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan

Dalam rangka melaksanakan tugas pembuatan akta otentik atas 8 jenis perbuatan hukum yang merupakan bagian daripada kegiatan pendaftaran tanah, PPAT memiliki kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Fungsi dan tanggung jawab PPAT serta tanggung jawab pertanahan bertolak dari sistem publikasi negatif dan kewajiban menilai dokumen, maka sebaiknya terdapat pembagian fungsi dan tanggung jawab antar PPAT dan petugas pendaftaran PPAT berfungsi dan bertanggung jawab :

 Membuat akta yang dapat dipakai sebagai dasar yang kuat bagi pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atau pembebanan hak.

 PPAT bertanggung jawab terhadap terpenuhinya unsur kecakapan dan kewenangan penghadap dalam akta dan keabsahan perbuatan haknya sesuai data dan keterangan yang disampaikan kepada para penghadap yang dikenal atau diperkenalkan.

 PPAT bertanggung jawab atas dokumen yang dipakai dasar melakukan tindakan hukum kekuatan dan pembuktiannya telah memenuhi jaminan kepastian untuk ditindaklanjuti dalam akta otentik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(13)

Dari beberapa uraian diatas, terdapat prosedur dan sistem yang harus dipatuhi oleh PPAT selaku pejabat terkait pendaftaran tanah. Sistem dan prosedur tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi. Sistem merupakan kerangka mekanisme organisasi, sedangkan prosedur berkaitan dengan jalannya organisasi tersebut. Singkatnya, tanpa sistem prosedur tidak memiliki landasan untuk mengatur, dan tanpa prosedur sistem tidak akan berjalan dengan baik.

Dalam menjalankan profesinya, PPAT wajib berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, mengapa? Karena PPAT merupakan pejabat yang berwenang dalam mengeluarkan suatu ketetapan hak atas tanah dalam bentuk sertifikat. Agar sertifikat yang diterbitkannya bisa dipertanggungjawabkan didepan umum. Hal ini disebabkan tidak lain karena PPAT merupakan pejabat publik yang berhadapan langsung dengan kepentingan masyarakat. Masyarakat selaku pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi, berhak mendapat kepastian dan perlindungan hukum atas kepentingannya.

Setiap pelaksanaan kewenangan pasti memiliki pertanggungjawaban. Dalam ilmu Hukum Administrasi Negara, dikatakan bahwa setiap tindakan pejabat harus memiliki dasar hukum dan bisa dipertanggungjawabkan (Ridwan, 2006:357). Pertanggungjawaban pemerintah atau pejabat terhadap masyarakat dianut oleh sebagian besar negara hukum.

(14)

BAB III PENUTUP A. Simpulan :

1. Pendaftaran tanah merupakan pencatatan identitas sebidang tanah pada Kantor Pertanahan Kota/ Kabupaten yang akan menghasilkan sebuah sertifikat tanah sebagai bukti yang kuat, sehingga jelas jenis haknya, kuatnya, batas-batasnya, keadaanya, letaknya serta pemiliknya. Kewajiban untuk melakukannya pada prinsipnya dibebankan pada pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.

2. Pendaftaran tanah adalah kewenangan negara, dalam hal ini melalui BPN dibantu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

3. Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai peranan selaku pejabat yang mempunyai fungsi dan tugas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, termasuk kegiatan pendaftaran tanah.

4. PPAT wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan profesinya karena PPAT merupakan pejabat yang berhadapan secara langsung dengan kepentingan masyarakat. PPAT berwenang dalam mengeluarkan suatu bukti hak atas tanah dalam bentuk akta otentik. Agar akta yang diterbitkannya bisa dipertanggungjawabkan di depan umum.

B. Saran :

1. Perlu adanya kesadaran sendiri dari seluruh pihak terkait kegiatan pendaftaran tanah untuk melaksanakan pendaftaran tanahnya yang telah ditetapkan dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah untuk mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum.

(15)

DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Buku dan Artikel Ilmiah

H.R., Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo.

Parlindungan, A.P. 1999. Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Supriadi. 2010. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.

Winarsih, Sri. 2002. Pengaturan Notaris dan PPAT sebagai Pejabat Umum. Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Vol.17 (2), 186.

Artikel Online

Helda, Ade Restya. 2008. Peran Dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Rangka Kegiatan Pendaftaran Tanah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (Studi Pada Wilayah Kerja Kota Jambi). http://eprints.undip.ac.id/16130/1/ADE_RESTYA_HELDA.pdf. Diakses pada 5 Desember 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana kemampuan pemahaman anak dalam proses pembelajaran tematik dengan menggunakan media visual tidak bergerak untuk mengidentifikasi benda cair pada anak

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tentang keadaan umum dari anjing Paris menunjukkan bahwa gejala dispnoe atau sesak nafas adalah sebagai akibat terhalangnya

Selanjutnya jika pada setiap sisi segitiga dan segienam dibangun persegi, maka garis dari titik pusat persegi pada segienam dengan titik pusat persegi pada

Siswa diminta untuk melakukan latihan kelincahan (agility), kekuatan, dan daya tahan untuk meningkatkan derajat kebugaran jasmani yang dilakukan berpasangan (reciprocal),.

Pada hari ini Jumat tanggal Tiga puluh satu bulan Oktober tahun Dua Ribu Empat Belas kami yang bertanda tangan dibawah ini Pokja ULP berdasarkan Surat Keputusan

Satu hal yang cukup menarik dengan digunakannya protokol TCP/IP adalah kemungkinan untuk menyambungkan beberapa jaringan komputer yang menggunakan media komunikasi

Untuk dataset yang digunakan dengan kombinasi nilai parameter terbaik yaitu yaitu ukuran populasi 50, probabilitas crossover 0.7, dan probabilitas mutasi 0.1,

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) ditinjau dari Service per Conception (S/C) dan Conception Rate (CR)