• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOLABORASI ILMU PENGETAHUAN DAN SASTRA S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOLABORASI ILMU PENGETAHUAN DAN SASTRA S"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KOLABORASI ILMU PENGETAHUAN DAN SASTRA SEBAGAI MEDIASI DALAM

PEMBANGUNAN MENTALITAS BANGSA

Oleh : Azizah Putri P.

Abstrak

Era modernisme dewasa ini untuk memahami sebuah ilmu pengetahuan sangatlah rumit dengan berbagai teori tentang sumber-sumber pengetahuan yang beraneka ragam melihat dari orientasi fenomena-fenomena yang ada di kehidupan bermasyarakat.Berfokus pada analisis pemecahan masalah dan pencapaian taraf hidup yang lebih baik,maka dari itu ilmu pengetahuan sangatlah di perlukan.Tanpa ilmu pengetahuan kita tidak dapat mengetahui dan memahami setiap peristiwa yang terjadi pada dunia tanpa koma ini. Dari ilmu pengetahuan akan menghasilkan produk yang disebut dengan teknologi yang menjadikan kehidupan mudah dan efisien. Pengetahuan manusia bersifat abstrak umum dan universal.Ketika teka teki ilmu pengetahuan tidak dapat dijabarkan dan dijelaskan maka sastralah yang berbicara sebagai media penyampaiannya. Semua ilmu pengetahuan menjadikan bahasa sebagai objek dalam penyampaiannya,dalam posisi ini sastra memiliki peran penting dalam setiap ilmu dan aspek kehidupan manusia.Dalam bersosialisasipun kita memerlukan pengetahuan untuk bisa memahami kondisi dan lingkungan sekitar yang pasti memiliki pola baik secara moral dan etika.Moral dan Etika inilah yang menjadi persoalan pembangunan mentalitas dengan ilmu pengetahuan dan Sastra maka dapat membangun sebuah Negara yang lebih baik lagi. Dalam tulisan ini dianalisis langkah-langkah dan berbagai kelebihan atau keunggulan menginterpretasi sastra dengan ilmu pengetahuan teori respons pembaca.Dari kajian tersebut dapat ditemukan bahwa teori respons pembaca memberikan interpretasi yang komprehensif, yang melibatkan logika, rasa, dan karsa.

Kata kunci

: Ilmu Pengetahuan , Sastra , Perilaku manusia , Pembangunan mentalitas

PENDAHULUAN

(2)

karakter-karakter dari suatu bacaan yang menjadi referensi dalam kehidupan manusia.Penilaian terhadap mutu bangsa Indonesia dapat dinilai dari karya Sastra.Sejalan dengan kenyataan ini, Husniah dan Arifani (2010) mengemukakan hal berikut.Saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis moral yang berkepanjangan.Jika demikian, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan Indonesia sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis, kurang toleran dalam menghadapi perbedaan, dan korup.Selain pembelajaran agama, salah satu pelajaran yang mengajarkan budi pekerti ialah sastra.Membaca sastra berarti mengenal berbagai karakter yang sebagian besar merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan demikian, pembaca akan memahami motif yang dilakukan setiap karakter, baik yang protagonis maupun yang antagonis sehingga pembaca dapat memahami alasan pelaku dalam setiap perbuatannya. Kutipan di atas memperlihatkan bahwa karya sastra memiliki potensi yang signifikan untuk membentuk budi pekerti yang luhur lewat mediasi identifikasi berbagai karakter tokoh (baik protagonist maupun antagonis).yang disajikan oleh teks.Akan tetapi, mayoritas masyarakat dan beberapa kaum intelektual masih memandang rendah “makna” sastra dan pembelajaran sastra dengan berbagai alasan.sastra sebagai karya rekaan merupakan topik utama dalam ilmu sastra yang sekaligus merupakan masalah yang paling banyak dihindari dalam analisis ilmuilmu sosial. Alasannya jelas karena rekaan dianggap sebagai semata-mata imajinasi atau khayalan, sebagai gejala psikologis.

METODE

Untuk mendapatkan data penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan cara 1.)Wawancara

Wawancara dilakukan kepada responden dalam pengambilan data. Danim (2002; 138), mengatakan bahwa wawancara ada dua jenis, yaitu wawancara relative berstruktur dan wawancara bebas, wawancara relatif berstruktur adalah wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang disertai alternatif jawabannya.Sedangkan wawancara tidak berstruktur identik dengan wawancara bebas.

2.)Studi Lapangan

Menurut Danim (2002; 16), peneliti kualitatif tidak cukup sebagai mencatat apa adanya atas femomena, gejala, atau kondisi yang dilihat atau dirasakannya. Diperlukan ketajaman untuk bercari data karena setiap fenomena atau peristiwa bias menjadi data apabila dilihat dari sudut pandang tertentu, disertai dengan ketajaman pemikiran dan panca indra dari seseorang peneliti kualitatif.

3.)Studi dokumentasi

(3)

Huberman dalam Muhadjir (2000; 45), mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : 1) meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi dilokasi penelitian. Peneliti perlu mencatat sekaligus mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya, faktual atau objektif-deskriptif. 2). membuat catatan reflektif. Menuliskan apa yang diterangkan dan terpikir oleh peneliti dengan sangkut pautnya dengan objektif diatas. Mengadakan pemilihan dan pemberian kode yang berbeda antara catatan objektif dengan catatan reflektif. 3) membuat catatan marginal. Miles dan Huberman memisahkan komentar peneliti mengenai subtansial dimasukan didalam catatan marginal. 4) penyimpanan data.

PEMBAHASAN

1.Pengertian Mentalitas

Setiap kali kita berbicara mengenai mentalitas bangsa, kita harus memperhatikan apakah kita berbicara mental partikularistis atau mental bangsa (universalistis). Kita tidak bisa melihat mental manusia jawa atau seniman dangdut mewakili mental bangsa Indonesia. Jadi untuk mengetahui mentalitas bangsa, perlu diadakan penelitian secara empirik yang menyeluruh (selama ini belum pernah dilakukan) misalnya sensus kependudukan.Suatu hal yang tidak mudah untuk dilaksanakan.Walaupun demikian, ada baiknya kita tetap juga memperhatikan pendapat yang sudah ada mengenai mentalitas bangsa.

Koentjaraningrat mengatakan bahwa mentalitas bersumber pada sistem nilai budaya, dengan menggunakan kerangka Kluckhon, ia mengungkapkan adanya dua golongan besar mentalitas, yaitu mentalitas masyarakat kota dan mentalitas masyarakat desa.Menurutnya orang desa bekerja keras untuk makan.Orang desa mempunyai orientasi hidup ditentukan oleh kehidupan masa kini.Orang hidup harus selaras dengan alam. Dalam hubungannya dengan sesamanya orang tani menilai tinggi, konsep sama rata sama rasa. Gotong royong mempunyai nilai yang tinggi. Hal ini menyebabkan sikap mereka menjadi sangat konformistis (diharapkan orang menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain).

Orang kota beranggapan, bahwa manusia bekerja untuk mendapatkan kedudukan, kekuasaan, dan lambang-lambang lahiriah dari kemakmuran. Orientasi waktunya lebih ditentukan oleh masa lampau.Mereka terlalu banyak menggantungkan dirinya pada nasib. Dalam hubungan dengan sesamanya, orang kota amat berorientasi ke arah atasan, dan menunggu restu dari atas.

Gambaran di atas menurut Koentjaraningrat merupakan sikap mental yang sudah lama mengendap dalam pikiran kita, karena terpengaruh atau bersumber pada sistem nilai budaya kita sejak beberapa generasi yang lalu yang terkondisi sedemikian rupa sehingga bertahan dalam rentang waktu yang panjang.Sedangkan setelah revolusi, mentalitas bangsa Indonesia bersumber pada kehidupan ketidakpastian, tanpa pedoman dan orientasi yang tegas.Hal ini disebabkan karena keberantakkan ekonomi dan kemunduran-kemunduran dalam berbagai sektor kehidupan sosial budaya. Mentalitas ini mempunyai kelemahan:

1) Sifat mentalitas yang meremehkan mutu

2) Sifat mentalitas yang suka menerabas

3) Sifat mentalitas tak percaya diri sendiri

(4)

5) Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggungjawab yang kokoh.[4]

Berbeda dengan Koentjaraningrat, A.S. Munandar mengadakan penelitian empiris (1979) untukmenjelaska orientasi nilai budaya dan mentalitas yang ada pada alam pikiran manusia Indonesia.Kuesionernya diisi oleh manajer, supervisor dan karyawan dari berbagai perusahaan swasta dan pegawai negeri.

Pertanyaan-pertanyaannya berkisar pada aspek-aspek kepemimpinan, motivasi, komunikasi, pengambilan keputusan, tujuan, dan pengendalian.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa sistem manajemen yang dirasakan pada saat ini pada masing-masing perusahaan berada di antara sistem manajemen benevolent authoritative dan consultative.Pada aspek pengambilan keputusan yang diraskan digunakan sekarang adalah sistem manajemen benevolent, yaitu keputusan diambil di tingkat pucuk pimpinan, beberapa hal didelegasikan ke bawah, bawahan kadang-kadang di ajak berunding (konsultasi).Tidak ada kelompok yang menginginkan sistem manajemen partisipative.

Munandar melihat bahwa manusia pembangun Indonesia perlu memilki suatu sistem nilai yang mendasari, mempedomani, dan mengarahkan perilakunya sehari-hari, perilakunya dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan produktif, ia juga melihat bahwa Ekaprasetya Pancakarsa yang merupakan code of conduct atau dasar pedoman perilaku manusia Indonesia pada umumnya perlu disoroti lebih lanjut.

Berikut ini adalah pendapat Koentjaraningrat berdasarkan kerangka nilai dari Kluckhon: "Suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan demikian bersifat hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi; lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement dari karya dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuannya sendiri, berdisiplin murni dan berani bertanggungjawab sendiri".

Pitirim Sorokin mengemukakan teori bahwa kehidupan sosial diresapi dan disebabkan oleh mentalitas, yaitu ideational (peka bagi nilai-nilai spiritual, spekulatif), sensate atau inderawi (mementingkan nilai-nilai material dan empiris), dan diantara kedua ekstrim itu 'mentalitas campuran'..

2.Hakikat keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan sastra dalam pengembangan mentalitas bangsa

(5)

Pada dasarnya manusia tidak hanya memiliki tubuh tetapi jiwa,sehingga rasa ingin tahu tentang sesuatu proses terjadinya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan juga muncul karena apa yang sudah diketahui atau refleksi langsung dan spontan ,disusun dan sistematik menggunakan metode yang bersifat baku. Menurut (Paul feyerabend,1975) Metode baku seperti itu tidak perlu karena dapat memasung kreativitas ilmu dan sesuangguhnya ilmu dapat berkembang paling baik tanpa metode.

Metode ilmu pengetahuan akan sangat bemanfaat untuk mengerti bahwa ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mengerti bahwa ilmu pengetahuan tidak lebih dari salah satu cara untuk mengerti bagaimana budi kita bekerja. Metode-metode ilmu pengetahuan adalah metode yang logis karena ilmu pengetahuan mempraktekkan logika.Namun selain logika temuan temuan ilmu pengetahuan dimungkinkan oleh akal budi manusia yang terbuka pada realitas.Maka logika dan imajinasi merupakan dua dimensi penting dari seluruh kerja ilmu pengetahuan.

Di pihak lain,Berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan terakhir ini,ilmu pengetahuan dilihat sebagai upaya untuk menjelaskan hubungan antara berbagai hal dan peristiwa alam semesta ini secara sistematis dan rasional yang dapat melahirkan sebuah Asumsi.Asumsi tersebut seolah-olah berdiri sendiri padahal setiap peristiwa atau fenomena saling keterkaitan satu sama lain seperti contohnya: mengapa orang Indonesia membuat sebuah alat penyejuk ruangan seperti AC ? Karena Indonesia bermusim panas jadi membutuhkan alat pendingin atau penyejuk tubuh.

Kaitan dengan implementasi keterkaitan antara sastra dan ilmu pengetahuan ialah sebelum munculnya ilmu pengetahuan,manusia telah berupaya menjelaskan dan memahami berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng,karena budaya kita terkenal dengan istilah budaya lisan.Melalui cerita dongeng-dongeng manusia dapat menyimpulkan dan memahami berbagai tingkat fenomena melalui fakta yang ada di dalamnya.Dalam hal ini Sastra memiliki keterkaitan dan peran penting sebagai obyek penyampaiaan .Pada dasarnya Ilmu pengetahuan dan sastra merupakan karya budi yang logis sekaligus dapat imajinatif.Namun selain logika temuan ilmu pengetahuan di mungkinkan oleh akal budi manusia yang realitas dengan cara pendekatan pada masyarakat.Namun,pendekatan kepada masyarakatpun tidaklah mudah karena perbedaan dialektika yang ada di setiap daerah sangat beraneka ragam dan memerlukan sosialisasi.

(6)

kecerdasan intelektual.Kecerdasan intelektual ini di dapatkan dari berbagai ilmu pengetahuan karena hanya dengan ini sumber daya manusia yang lebih baik dapat di persiapkan lebih matang lagi.Maka dengan bekal inilah manusia dapat membuat sebuah kebijakan yang sesuai dengan kondisi yang ada berdasar pada ilmu pengetahuan. Sejalan dengan kenyataan ini, Husniah dan Arifani (2010) mengemukakan hal berikut.Saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis moral yang berkepanjangan.Jika demikian, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan pendidikan Indonesia sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis, kurang toleran dalam menghadapi perbedaan, dan korup.Selain pembelajaran agama, salah satu pelajaran yang mengajarkan budi pekerti ialah sastra.Membaca sastra berarti mengenal berbagai karakter yang sebagian besar merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan demikian, pembaca akan memahami motif yang dilakukan setiap karakter, baik yang protagonis maupun yang antagonis sehingga pembaca dapat memahami alasan pelaku dalam setiap perbuatannya. Kutipan di atas memperlihatkan bahwa karya sastra memiliki potensi yang signifikan untuk membentuk budi pekerti yang luhur lewat mediasi identifikasi berbagai karakter tokoh (baik protagonist maupun antagonis) dalam pembangunan mentalitas bangsa.Tetapi beberapa orang masih menganggap makna sastra sebagai sarana ilmu pengetahuan sebagai hal yang rendah.

3.Implementasi karya sastra dalam pembangunan mentalitas

Karya sastra memiliki signifikansi dan urgensi yang mendasar sebagai mediasi yang tepat dalam pembentukan karakter bangsa.Sekurang-kurangnya, hal ini dipandang dari enam alasan berikut.Pertama, karya sastra merupakan sarana penyampaian misi yang efektif. Jika dalam ilmu sosial pengarang tidak bebas melakukan kritik terhadap penguasa yang sewenang-wenang, misalnya, dalam karya sastra pengarang dapat “bersembunyi” dari tekanan kekuasaan yang represif. Hal demikian disebabkan oleh alasan bahwa karya sastra memiliki "dunianya tersendiri".

(7)

dan perilaku, serta kejadian-kejadian yang mengacu pada kualitas struktur sosial.Kelima, karya sastra memiliki kemampuan yang luas dalam mengalihkan keragaman kejadian alam semesta ke dalam totalitas naratif semantik, dari kuantitas kehidupan sehari-hari ke dalam kualitas dunia fiksional.Sebagai sebuah dunia miniatur, karya sastra berfungsi menginventarisasikan sejumlah kejadian yang dikerangkakan dalam pola-pola kreativitas dan imajinasi.Keenam, karya sastra merupakan konsumsi yang bergizi bagi kognisi dan afektif.Jika sains dan teknologi serta beberapa ilmu social lain mengarahkan tujuannya hanya pada dimensi kognisi, karya sastra tidak hanya membidik dimensi tersebut, tetapi juga mengajarkan karakter tanpa harus menggurui lewat cerita-cerita yang disuguhkan kepada para siswa (para pembaca).Ketujuh, karya sastra tidak hanya berfungsi memenuhi eksistensi emosi-emosi individual, tetapi juga sebagai pembentuk nilai-nilai fundamental bagi perkembangan mentalitas bangsa.Karya sastra dipandang sebagai motivator ke arah aksi sosial yang lebih bermakna dan pencari nilai-nilai kebenaran yang dapat mengangkat dan memperbaiki situasi dan kondisi alam semesta. Hal ini selaras dengan filosofi Aristoteles yang mengatakan bahwa seni (termasuk sastra) mengangkat jiwa manusia melalui proses katarsis karena seni membebaskan manusia dari nafsu yang rendah (Ratna, 2003:5). Pentingnya kehadiran sastra dalam pembelajaran juga dijelaskan oleh Rosenblatt (Rudy, 2005:81) sebagai berikut: (a) sastra mendorong kebutuhan atas imajinasi dalam demokrasi; (b) sastra mengalihkan imajinasi dan perilaku, sikap emosi, dan ukuran nilai sosial serta pribadi; (c) sastra menyajikan kemungkinan perbedaan pandangan hidup, pola hubungan, dan filsafat; (d) sastra membantu pemilihan imajinasi yang berbeda melalui pengalaman mengkaji karya sastra; (e) pengalaman sastra memungkinkan pembaca memandang kepribadiannya sendiri dan masalah-masalahnya secara objektif dan memecahkannya dengan lebih baik; (f) sastra memberikan kenyataan kepada orang dewasa sistem nilai yang berbeda sehingga mereka terbebas dari rasa takut, bersalah, dan tidak pasti. Sepakat dengan rincian Rosenblatt di atas, aspek kecerdasan, kebajikan, moral, dan kebijaksanaan dapat ditingkatkan melalui sastra.Kecerdasan emosional peserta didik dapat diberdayakan dengan mengaktifkan penafsiran terhadap karya sastra secara bebas, tajam, kontekstual, dan bermakna. Analisis karya sastra tidak hanya memfokuskan diri pada wilayah-wilayah structural, seperti genre sastra, tema, amanat, tokoh utama-tokoh pembantu, tokoh protagonist-tokoh antagonis, jenis alur, point of view, penokohan, dan sebagainya. Akan tetapi, unsure-unsur pembangun karya sastra, baik unsure internal maupun unsure eksternal, dieksplorasi dan dielaborasi secara luas dan tajam. (http://eprints.unsri.ac.id/3955/2/Isi.pdf)

SIMPULAN

(8)

Kaitan dengan implementasi keterkaitan antara sastra dan ilmu pengetahuan ialah sebelum munculnya ilmu pengetahuan,manusia telah berupaya menjelaskan dan memahami berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng,karena budaya kita terkenal dengan istilah budaya lisan.Melalui cerita dongeng-dongeng manusia dapat menyimpulkan dan memahami berbagai tingkat fenomena melalui fakta yang ada di dalamnya.Dalam hal ini Sastra memiliki keterkaitan dan peran penting sebagai obyek penyampaiaan .Pada dasarnya Ilmu pengetahuan dan sastra merupakan karya budi yang logis sekaligus dapat imajinatif.Namun selain logika temuan ilmu pengetahuan di mungkinkan oleh akal budi manusia yang realitas dengan cara pendekatan pada masyarakat.Namun,pendekatan kepada masyarakatpun tidaklah mudah karena perbedaan dialektika yang ada di setiap daerah sangat beraneka ragam dan memerlukan sosialisasi.

Membaca sastra berarti mengenal berbagai karakter yang sebagian besar merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan demikian, pembaca akanmemahami motif yang dilakukan setiap karakter, baik yang protagonis maupun yang antagonis sehingga pembaca dapat memahami alasan pelaku dalam setiap perbuatannya

DAFTAR PUSTAKA

(http://eprints.unsri.ac.id/3955/2/Isi.pdf di akses 31Oktober 2016,pukul 19.00)

(http://www.bimbingan.org/ilmu-pengetahuan-dan-karya-sastra.htm di akses 31 Oktober 2016,pukul 19.00)

( http://02gremat-gremet.blogspot.com/2012/04/makalah-pemberdayaan-mental-pembangunan.html di akses 31 Oktober 2016,Pukul 19.00)

Keraf,A.Sonny and Mikhael Dua. 2001. ILMU PENGETAHUAN:Sebuah Tinjauan Filosofis.Yogyakata:Penerbit Kanikus

(9)

2. ) a. Setelah mengumpulkan data, langkah selanjutnya yaitu menganalisis data

b. Dengan adanya suatu paragraf kita dapat membedakan suatu gagasan di mulai dan akhiri dengan adanya paragraf sehingga tidak terjadi kepayahan dalam berfikir

(10)

KOLABORASI ILMU PENGETAHUAN DAN SASTRA SEBAGAI MEDIASI DALAM

PEMBANGUNAN MENTALITAS BANGSA

Tugas Kemahiran Bahasa Indonesia Kelas A

Oleh:

AZIZAH PUTRI PURWASARI

121411133023

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Positioning atau memposisikan didalam segmen tersebut berdasarkan pengamatan, membidik peluang usaha agar usaha kami lebih berkembang dan tidak kalah saing dengan

Ankur Garg, seorang psikolog menyatakan bahwa wawancara dapat menjadi alat bantu saat dilakukan oleh pihak yang mempekerjakan seorang calon/ kandidat untuk suatu posisi,

The results show that hypothesis one is accepted, experiential marketing affects customer satisfaction at Time zone, hypothesis two is also accepted, experiential marketing

DEA (President) Japanese Society of Soil Science and Plant Nutrition : Prof. Talcashi Kosaki (President) The Malaysian Society of Soil Science :

Baterry (accumulator) merupakan salah satu komponen yangsangat penting untuk memberikan supply tenaga terutama pada kendaraan bermotor, akan tetapi dalam tugas

Agar tenaga kependidikan dapat memperbaiki mutu kinerja secara profesional, yaitu dapat meningkatkan kompetensi dalam mengatasi masalah pembelajaran (memberdayakan guru

T he marketing s trategy of D aes hfunc tions very well and reac hes thes e vulnerable youngs ters. Many are born and rais ed in our own s oc ieties and they might pos e

Pada masing-masing unsur meliputi: lambang unsur , nomor atom , massa atom atau isotop yang paling stabil, serta golongan dan nomor periode dalam tabel periodik. Deret