• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS RETARDASI MEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS RETARDASI MEN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

RETARDASI MENTAL

(TUNAGRAHITA)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus Semester Gasal Jurusan Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

DISUSUN OLEH :

NURUL ISTIKHOMAH

1511505338

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

RETARDASI MENTAL

(TUNAGRAHITA)

I. DEFINISI

Secara umum pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang

memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang

membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan

yang maksimal.

Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisi

yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang

dirumuskan Grossman (dalam Wardani, Hernawati, & Astati, 2007) yang secara

resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency), yakni

ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang memiliki IQ di

bawah 84 bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri

dan semua ini berlangsung pada masa perkembangannya.

Sedangkan Japan League for Mentally Retarded (Abdurrachman dan

Sudjadi, 1996: 20) mendefinisikan bahwa tunagrahita adalah (1) fungsi

intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes inteligensi baku, (2)

kekurangan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi pada masa perkembangan,

yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal dengan

sebutan sekolah luar biasa (SLB). Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan

untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah

rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau

penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan,

(3)

Tunagrahita mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat

kecerdasan yang terganggu. Tunagrahita dapat berupa cacat ganda, yaitu cacat

mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang

mereka alami disertai dengan kelainan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang

disertai dengan gangguan pendengaran. Tidak semua anak tunagrahita memiliki

cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih

banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang.

II. BATASAN

Batasan tentang anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita bagi

para ahli berbeda-beda. Perbedaan tersebut terkait erat dengan tujuan dan

kepentingannya serta pendekatan yang berbeda. Pada dasarnya batasan tentang

anak tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual berada di bawah rata-rata,

kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung dalam masa

perkembangan.

Fungsi intelektual ditentukan melaui tes intelegensi yang menunjukkan

pada kemampuan yang berhubungan dengan kinerja akademis. Kemampuan

adaptif merujuk pada kemampuan konseptual, sosial, dan pratikal yang dipelajari

seseorang untuk dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kekurangan

adaptasi tingkah laku maksudnya adalah anak tunagrahita kurang mampu

melakukan pekerjaan sesuai dengan umurnya, tetapi hanya mampu melakukan

pekerjaan yang berada di bawah umurnya.

III. KARAKTERISTIK

Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown (At all, 1991; Wolery &

Harring, 1994 pada ExceptionalChildren Fith Edition, 1996) sebagai berikut :

a) Lamban dalam mempelajari hal hal baru, mempunyai kesulitan dalam

pmempelajari dengan kemampuan abstrak atau yang berkaitan , dan selalu

(4)

b) Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag baru

c) Kemampuan bicaranya sagat kurang bagi anak tyunagrahita berat

d) Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak tunagrahita berat mempunyai

keterbatasan daam gerak fisik, ad yang tidak dapat berjalan, tidak dapat

berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan

tugas-tugas yang sangat sederhana , sulit menjangkau sesuatu, dan mendonakan

kepala.

e) Kurang dalm kemampuan menolong diri sendiri . sebagian dari anak

tunagrahita berat sangat suit utuk engurus diri sendiri , seperti : berpakaian,

makan, mengurus kebersihan diri . mereka selalu memerlukan latihan khusus

untuk emmepelajari kemampuan dasar

f) Tingkah laku dan interaksi yang idak lajim . anak tunagrahita ringan dapat

bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai

tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan

kesulitan agi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan

main.

g) Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita erat

bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Keiatan mereka seperti ritual,

misalnya memutar-mutar jari didepan wajahnya dan melakukan hal-hal yang

membahayakan diri sendiri, misalnya menggigit diri sendir,

membentur-bentukan kepala.

IV. KLASIFIKASI

Pengklasifikasi tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru

menyusun program dan memberi bantuan serta melaksanakan layanan

pendidikan yang sesuai dengan derajat ketunagrahitaannya. Tunagrahita meliputi

berbagai tingkat/derajat dari yang ringan sampai kepada yang sangat berat. Oleh

karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengetahui perbedaan atau

(5)

mengetahui perbedaan tersebut, guru dapat melaksanakan strategi pendidikan dan

program pengajaran khusus yang dirancang bagi murid tunagrahita.

1) Klasifikasi anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut America

Association on Mental Retardation (dalam Spesial Education in Ontario

Schools) sebagai berikut :

a) Educable, anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam

akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 sekolah dasar.

b) Trainable, mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri,

pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemapuan untuk

pendidikan secara akademik.

c) Custodial, dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat

melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan

kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan

pengawasan dan dukungan terus menerus.

2) Klasifikasi menurut AAMD dan PP No. 72 Tahun 1991, sebagai berikut :

a) Tunagrahita ringan

Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya

dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan

untuk berkembang dalam bidang akademik, penyesuaian sosial dan

kemampuan bekerja.IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50-70.

Dalam penyesuaian sosial mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan

diri dalam lingkungan sosial yang lebih luas, bahkan kebanyakan dari

mereka bisa mandiri dalam masyarakat. Penampilan fisik anak tunagrahita

ringan tidak beda dengan anak norrnal, sehingga seringkali mereka tidak

bisa diidentifikasi sampai ia mencapai usia sekolah. Biasanya mereka

diketahui setelah mengikuti pelajaran di sekolah karena kesukaran mereka

(6)

b) Tunagrahita sedang

Mereka yang termasuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki

kemampuan intelektual dan adaptasi perilaku di bawah tunagrahita ringan.

Mereka mampu memeperoleh keterampilan mengurus diri sendiri seperti

berpakaian, makan, mandi, mengunakan WC, melindungi atau menghindar

diri dari bahaya, mengadakan adaptasi sosial di rumah dan lingkungannya

Pada umumnya anak tunagrahita sedang dapat teridentifikasi sewaktu

bayi atau selagi kecil karena keterlambatan perkembangan dan terlihat dari

penampilan fisiknya. IQ anak tunagrahita sedang berkisar 30-50 sehingga

tingkat kemajuan dan perkembangannya bervariasi. Mereka dapat belajar

keterampilan dasar akademis seperti membaca, berhitung sederhana dan

menulis sederhana.

c) Tunagrahita berat dan sangat berat

Pada umumnya anak yang tergolong tunagrahita berat dan sangat

berat hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri,

melakukan sosialisasi dan bekerja. Sepanjang hidupnya mereka selalu

bergantung pada orang lain. IQ mereka kurang dari 30 sehingga mereka

tidak keterampilan dasar akademis. Hampir semua tunagrahita berat dan

sangat berat menyandang cacat ganda.

3. Klasifikasi menurut tipe klinis

Klasifikasi tipe klinis adalah pengelompokan anak tunagrahita berdasarkan kelainan jasmaniah. Secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Down Syndrom

(7)

lidah tebal, telinga kecil, kulit kering dan kasar, susunan geliginya kurang baik dan lingkaran tengkoraknya kecil.

b) Kretin

Dalam bahasa Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-cirinya: badan gemuk, pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, rambut kering, lidah dan bibir tebal, pertumbuhan gigi terlambat, serta hidung lebar.

c) Hydrocephal

Ketunagrahitaan jenis ini memiliki ciri-ciri seperti kepala besar, raut muka kecil, tengkoraknya membesar, pandangan dan pendengarannya kurang sempurna, mata kadang juling.

d) Microcephal, Macrocephal, Brahicephal dan Schaphocephal

Ketunagrahitaan ini menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala. Microcephal memiliki ukuran kepala kecil. Macrocephal memiliki bentuk dan ukuran kepala besar, Brahicephal memiliki bentuk kepala yang lebar dan Schaphocephal memiliki ukuran kepala yang panjang.

V. FAKTOR PENYEBAB

Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik

yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan:

1. Faktor Keturunan

a) Kelainan kromosom dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari

bentuk dapat berupa inverse atau kelainan yang menyebabkan berubahnya

urutan gen karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalan meiosis),

yaitu salah satu pasangan sel tidak membelah sehingga terjadi kekurangan

kromosom pada salah satu sel; duplikasi yaitu kromosom tidak berhasil

(8)

lainnya; translokasi, yaitu adanya kromosom yang patah dan patahannya

menempel pada kromosom lain.

b) Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya

tampak dari luar namun tetap dalam tingkat genotif.

2. Gangguan Metabolisme dan Gizi

Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam

perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan

metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.

3. Infeksi dan Keracunan

Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama

janin masih berada di dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud antara lain

rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan

pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kurang ketika

lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun.

4. Trauma dan Zat Radioaktif

Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau

terkena radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan.

Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran

yang sulit sehingga memerlukan alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau

radiasi sinar X selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental

microcephaly.

5. Masalah pada Kelahiran

Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang

disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang

dan napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis

(9)

6. Faktor Lingkungan

Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya

ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang digunakan untuk pembuktian

hal ini, salah satunya adalah penemuan Patton & Polloway (Mangunsong,

2012), bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam

melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah

satu penyebab ketunagrahitaan. Latar belakang pendidikan orangtua sering

juga dihubungkan dengan masalah-masalah perkembangan. Kurangnya

kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini serta kurangnya

pengetahuan dalam memberikan rangsangan positif dalam masa

perkembangan anak menjadi penyebab salah satu timbulnya gangguan.

VI. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Menurut Astati (2001) bahwa permasalahan anak tunagrahita ringan secara

khusus dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari

Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam

kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi keterbatasan anak-anak dalam

kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami kesulitan, apalagi yang

termasuk kategori berat dan sangat berat. Pemeliharaan kehidupan

sehari-harinya sangat memerlukan bimbingan. Oleh sebab itulah disekolah

diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam melatih dan

membiasakan anak didik untuk merawat dirinya sendiri. Masalah-masalah

yang sering ditemui diantaranya adalah cara makan, menggosok gigi,

memakai baju, memakai sepatu, dan lain-lain.

b) Masalah kesulitan belajar

Dapat disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan berpikir mereka,

tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka sudah tentu mengalami kesulitan

(10)

akademik, sedangkan untuk bidang studi, non akademik mereka tidak banyak

mengalami kesulitan belajar.

Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam kaitannnya dengan

proses belajar mengajar diantaranya: kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan

dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir

abstrakyang terbatas, daya ingat yang lemah dan sebagainya.

c) Masalah penyesuaian diri

Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau kesulitan dalam

hubungannya dengan kelompok maupun individu disekitarnya. Disadari

bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi

oleh tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita

jelas-jelas berada dibawah rata-rata (normal) maka dalam kehidupan bersosialisasi

mengalami hambatan. Disamping itu mereka ada kecenderungan diisolir oleh

lingkungannya, baik itu masyarakat ataupun keluarganya. Dapat juga terjadi

anak ini tidak diakui secara penuh sebagai individu yang berpribadi dan hal

tersebut dapat berakibat fatal terhadap pembentukan pribadi, sehingga

mengakibatkan suatu kondisi pada individu itu tentang ketidakmampuannya

didalam menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan sekolah, keluarga,

masyarakat, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.

d) Masalah penyaluran ke tempat kerja

Kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih

menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua)

dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, hal ini pun masih

terbatas pada anak tunagrahita ringan. Bila di perhatikan benar-benar

kehidupan anak tunagrahita ini cukup memprihatinkan. Setelah selesai

mengikuti program pendidikan ternyata masih banyak yang sangat

menggantungkan diri dan membebani kehidupan keluarga. Perlu ada

imbangan dari pihak sekolah untuk lebih banyak meningkatkan kegiatan

(11)

Yang semuanya itu diharapkan dapat membekali mereka untuk terjun ke

masyarakat.

e) Masalah gangguan kepribadian dan emosi

Memahami akan kondisi karakteristik mentalnya, nampak jelas bahwa

anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berpikir, keseimbangan

pribadinya kurang konsisten/labil, kadang-kadang stabil dan kadang-kadang

kacau. Kondisi yang demikian itu dapat dilihat pada penampilan tingkah

lakunya sehari-hari, misalnya : berdiam diri berjam-jam lamanya, gerakan

hiperaktif, mudah marah dan mudah tersinggung, suka mengganggu orang

lain di sekitarnya (bahkan tindakan merusak/destruktif).

f) Masalah pemanfaatan waktu luang

Wajar bagi anak tunagrahita dalam tingkah lakunya sering menampilkan

tingkah laku nakal. Dengan kata lain bahwa anak-anak ini berpotensi untuk

mengganggu ketenangan lingkungannya, terhadap benda-benda ataupun

manusia di sekitarnya, apalagi mereka yang hiperaktif. Sebenarnya sebagian

dari mereka cenderung suka berdiam diri dan menjauhkan diri dari keramaian

sehingga hal ini dapat berakibat fatal bagi dirinya, karena dapat saja terjadi

bunuh diri. Untuk mengimbangi kondisi ini sangat perlu imbangan kegiatan

dalam waaktu luang, sehinggaa mereka dapat terjauhkan dari kondisi yang

berbahaya, dan pula tidak sampai mengganggu ketenangan masyarakat

maupun keluarga sendiri.

VII. INTERVENSI

Program pendidikan bagi siswa yang mengalami keterbelakangan mental

perlu mengikuti 3 fitur, yaitu :

1. Instruksi sistematis, pemberian respon sesegera mungkin setelah tingkah

laku/performa dan strategi-strategi untuk mentransfer kontrol terhadap

(12)

2. Instruksi dalam setting kehidupan nyata dengan material sebenarnya,

instruksi dalam setting kehidupan nyata dengan material sebenarnya.

Pengukuran tingkah laku fungsional (FBA) serta dukungan terhadap

tingkah laku positif (PBS).

3. Pengukuran tingkah laku fungsional (FBA) serta dukungan terhadap

tingkah laku positif (PBS)

• Mengurangi/menghilangkan tingkah laku siswa keterbelakangan mental yang tidak baik di kelas.

• FBA : penentuan konsekuensi, anteseden, dan situasi yang memicu

tingkah laku.

• PBS : menemukan cara mendukung tingkah laku positif siswa.

Beberapa modifikasi instruksional yang dapat dilakukan dengan kelas

inklusif dengan anak keterbelakangan mental yang di kemukakan oleh

Mastropieri & Scruggs (2000) dan Udvari-Solner (n.d) antara lain :

1) Tujuan prioritas

2) Adaptasi bahan-bahan / material

3) Adaptasi instruksi

4) Berkomunikasi dengan keluarga

5) Adaptasi evaluasi

6) Gunakan kurikulum khusus

Penyesuaian metode dan program pengajaran tersebut, meliputi :

1) Pelajaran harus bersifat konkrit

2) Metode mengajar dengan pendekatan individual

3) Review dilakukan secara terus menerus

4) Jangan terlalu menuntut syarat-syarat akademik yang tinggi

5) Kata-kata yang digunakan sederhana dan cepat difahami

6) Jangan memperlihatkan sikap yang menakut-nakuti anak

(13)

Untuk anak sindroma down yang biasanya merupakan pembelajaran

visual, Kumin (2001) memberikan beberapa contoh cara dan bimbingan :

1) Organizers, cara-cara visual dan grafis dalam menstruktur informasi

untuk membantu siswa belajar. Misal : jaring-jaring atribut, peta tulang

ikan, dan diagram venn.

2) Cues and Prompts, alat untuk mengingatkan siswa mengenai apa yang

harus dilakukan, berupa verbal, gestural, tertulis, manipulatif, dsj.

3) Scaffolds, kerangka kerja yang membantu siswa dalam berkomunikasi

dan belajar (kalimat tidak lengkap, pertanyaan-pertanyaan pembantu)

Strategi penyusunan kurikulum :

1) Bagi anak tunagrahita ringan

a) Pada dasarnya isi kurikulumnya (kuantitatif) sama dengan

anak-anak normal, namun secara kualitatif sedikit lebih rendah daripada

anak-anak normal.

b) Dapat ditambah dengan berbagai latihan keterampilan

2) Bagi anak tunagrahita menengah

a) Isi kurikulum baik kuantitas maupun kualitasnya lebih rendah

daripada anak-anak normal.

b) Bobot latihan keterampilan disarankan lebih banyak

3) Bagi anak tunagrahita berat

a) Orientasi isi pengajaran pada lingkungan di dekatnya

b) Penekanan pada latihan keterampilan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmetzyanova, A. Ivanova. 2014. The Development of Self-Care Skills of Children

with Severe Mental Retardation in the Context of Lekoteka. World Applied

Sciences Journal 29 (6): 724-727.

Desiningrum, D. Ratrie. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:

Psikosain.

Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid I.

Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi

(LPSP3) Kampus Baru UI, Depok.

Sutjihati, S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama

Wardani, I.G.A.K. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan, dan pengamatan di lapangan dan uji laboratorium dalam pengambilan sampel pada kolam renang Tirta Lontara Makassar yang dilakukan

Rekomendasi ADA tahun 2005 lebih memfokuskan pada jumlah total karbohidrat dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal. Buah dan susu sudah

Dari hasil perhitungan fraksi volume tiap-tiap sampel terhadap variasi molar awal Bi dan pengamatan suhu kritis masing-masing sampel terhadap variasi molar awal Bi dapat

3.17 Skor Sikap Siswa Kelas Eksperimen I Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Upaya Peningkatan Koneksi Matematik Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Cooperatif Script

Menurut Khomsan (2003) selera makan anak di rumah yang memiliki kebiasaan jajan biasanya berkurang karena sudah terlalu kenyang dengan konsumsi makanan jajanan.. Konsumsi jajan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) penguasaan kompetensi keterampilan dasar mengajar mahasiswa pada tingkat sedang sebanyak 17 %, pada tingkat baik sebanyak 62

Surat Perkenalan Adalah surat dari penjual kepada calon pembeli yang  berisi informasi tentang perusahaan penjual agar diketahui oleh calon  pembeli sehingga

Menganalisa hubungan distribusi spasial udang putih menurut jenis kelamin, kelas ukuran, dan betina matang gonad pada tiap stasiun, distribusi temporal betina matang gonad