• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESALAHAN DAN PERILAKU DALAM ME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KESALAHAN DAN PERILAKU DALAM ME"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESALAHAN DAN PERILAKU YANG DILAKUKAN SISWA KELAS VII-C MTS DARUL HUDA PASURUAN DALAM MENYELESAIAKAN

SOAL CERITA PERBANDINGAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA

Puji Savvy Dian Faizati1

Mahasiswa Program Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang

savvydian@gmail.com

Toto Nusantara2

Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang totonusantara@yahoo.com

Abdul Qohar3

Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang qohar@yahoo.com

ABSTRAK: Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis kesalahan dan perilaku siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika materi perbandingan berdasarkan tahapan analisis kesalahan Newman yang terdiri dari reading, comprehension, transformation, process skill, dan encoding. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada 20 siswa kelas VII C MTs Darul Huda Pasuruan. Peneliti memberikan tes soal cerita kemudian memeriksa dan menganalisis hasil tes. Selanjutnya, diadakan wawancara kepada enam orang terpilih yang mewakili kategori siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk mengungkap informasi atau data yang tidak terungkap dengan tes. Hasil penelitian ini menemukan perilaku-perilaku yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan soal cerita antara lain 1) Proficient; 2) Not Proficient; 3) Limited Context (without justification); 4) DTA-Limited Context (with justification) dan 5) MBA-Full Context. Kesalahan yang dilakukan lebih banyak berasal dari siswa dengan perilaku DTA (Direct Translation Approach), hanya sedikit siswa yang melakukan kesalahan dalam perilaku MBA (Meaning Based Approach). Kesalahan yang dilakukan siswa terdapat pada tahapan comprehension dan transformation, dua kategori kesalahan ini terjadi karena ketidakmampuan siswa dalam memahami soal serta menentukan informasi dari soal sehingga tidak mampu menginterpretasi masalah dalam soal. Selain itu, kesalahan yang dilakukan siswa ada pada tahap encoding, kesalahan ini terjadi karena siswa tidak dapat menuliskan jawaban akhir yang relevan dengan pertanyaan pada soal. Kesalahan ini merupakan akibat dari kesalahan pada tahap comprehension.

Kata kunci: kesalahan, perilaku, soal cerita, analisis kesalahan Newman.

(2)

Newman error analysis contained in the comprehension and transformation stages, two categories of these errors occur due to the inability of the student to understand the problem and determine the information of the problem and unable to interpret the problem in question. In addition, the mistakes made by the students are at the stage of encoding, this error occurs because students can not write the final answer to the question on the relevant matter. This error is the result of a mistake at this stage of comprehension.

Keywords: error, behaviour, word problem, Newman Error Analysis

Pemecahan masalah dalam matematika sekolah biasanya diwujudkan melalui soal cerita. Dalam penyelesaian soal cerita siswa dituntut untuk dapat memahami konteks permasalahan yang diberikan, menemukan metode penyelesaian, dan menafsirkan kembali selesaian yang diperoleh. Pemecahan masalah dan penalaran menjadi salah satu fokus utama dalam pembelajaran matematika sekolah (NCTM). Selain itu, dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses disebutkan bahwa untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian mengenai tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum 2013 dan NCTM di atas, nampak bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang penting untuk dikembangkan oleh siswa dalam belajar matematika. Namun fakta di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia dalam aspek pemecahan masalah matematis masih rendah.

Marsudi (2008:1) mengatakan bahwa lebih dari 50% guru menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita. Penyebabnya adalah kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika. Otilia (2010: 7) mengatakan bahwa kompleksitas bahasa memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi siswa tentang kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita yang terkait dengan pemahaman teks. Oleh karena itu, penyajian soal cerita dirasa merupakan hal yang perlu diperhatikan. Saat ini dikembangkan media gambar dan komik pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman bentuk soal cerita. Hasil observasi di MTs Darul Huda Pasuruan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa melakukan kesalahan ketika menyelesaikan soal cerita matematika khususnya pada materi perbandingan. Kesalahan yang dilakukan siswa berupa penulisan langsung jawaban tanpa disertai penulisan mengenai apa yang dikatahui dan apa yang ditanyakan pada soal cerita dan kurangnya pemahaman siswa mengenai kalimat-kalimat matematika yang ada pada soal cerita. Kesalahan lain juga terjadi pada saat menentukan metode yang digunakan. Berikut adalah satu jawaban siswa yang menunjukkan adanya kesalahan dalam menuliskan apa yang ditanyakan dalam soal yang diberikan pada saat observasi.

(3)

Siswa tersebut melakukan kesalahan dalam mengaitkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, sehingga dalam perhitungan ia melakukan kesalahan. Kesalahan ini disebabkan karena siswa tersebut tidak memiliki pemahaman secara menyeluruh terhadap soal. Dalam menyelesaikan masalah soal cerita, karakteristik perilaku yang ditunjukkan setiap siswa dalam menuliskan penyelesaian soal cerita berbeda dengan siswa yang lain. Karakteristik perilaku yang ditemukan oleh Pape (2004) yaitu Direct Translation Approach-Proficient (DTA-Proficient), Direct Translation Approach-Not Proficient (DTA-Not Proficient), Direct Translation Approach-Limited Context (DTA-Limited Context), Meaning-Based Approach-Full Context (MBA-Full Context) dan Meaning-Based Approach-Justification (MBA-Justification). Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa kesalahan tersebut adalah dengan menggunakan analisis kesalahan Newman (Muksar dkk, 2009).

Metode analisis kesalahan Newman diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Anne Newman, seorang guru bidang studi matematika di Australia. Dalam metode ini, dia menyarankan lima kegiatan yang spesifik sebagai suatu yang sangat krusial untuk membantu menemukan di mana kesalahan yang terjadi pada pekerjaan siswa ketika menyelesaikan suatu masalah berbentuk soal cerita. Parakitipong dan Nakamura (2006) membagi lima tahapan analisis kesalahan Newman menjadi dua kelompok kesalahan yang dialami siswa dalam menyelesaikan masalah. Kesalahan pertama adalah masalah dalam kelancaran linguistik dan pemahaman konseptual yang sesuai dengan tingkat membaca sederhana dan memahami makna masalah. Kesalahan ini dikaitkan dengan tahapan membaca (reading) dan memahami (comprehension) makna suatu permasalahan. Kesalahan kedua adalah masalah dalam pengolahan matematika yang terdiri dari transformasi (transformation), keterampilan proses (process skill), dan penulisan jawaban (encoding).

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan dan perilaku yang dilakukan siswa dalam pemecahan masalah soal cerita perbandingan baik yang disajikan dalam bentuk teks, teks dan gambar maupun komik .

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Darul Huda Pasuruan pada tanggal 30 Mei 2014 s.d. 5 Juni 2014. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah 1) Observasi, Peneliti melakukan observasi dengan cara melakukan pengamatan dan wawancara dengan dengan siswa dan guru berkaitan dengan kesalahan pemahaman materi 2) Pemberian soal tes. 3) Peneliti mengidentifikasi temuan dan menganalisis perilaku-perilaku pemecahan masalah serta kesalahan yang dilakukan ketika siswa menyelesaikan tes tersebut. 4) Wawancara, peneliti memilih dua siswa yang mewakili kategori kemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk diwawancarai sesuai metode Analisis Kesalahan Newman.5) Penyusunan laporan, setelah memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti menyusun laporan yang terdiri dari paparan data, hasil temuan, pembahasan, serta menulis kesimpulan dan saran sebagai penutup laporan.

Sumber data penelitain iniadalah siswa yang telah mempelajari materi perbandingan. Subyek penelitian dipilih dari siswa kelas VII C MTs Darul Huda Pasuruan yang terdiri dari enam siswa yang terbagi dalam dua siswa kategori tinggi, dua siswa kategori sedang, dan dua siswa kategori rendah.

(4)

masing-masing subjek untuk diselesaikan secara individu. Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa lembar jawaban siswa dan hasil wawancara. Data berupa lembar jawaban siswa digunakan untuk menentukan siswa yang akan diwawancarai. Data yang diperoleh dari hasil wawancara digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita menurut tahapan analisis kesalahan Newman yaitu reading, comprehension, transformation, process skill, dan

encoding.

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah peneliti, lembar soal tes, dan pedoman wawancara. Soal tes dalam penelitian ini berbentuk soal cerita yang berkaitan dengan perbandingan, soal tes terdiri dari tiga nomor soal. Satu soal disajikan dalam bentuk teks, satu soal dalam bentuk teks dan gambar, dan satu soal disajikan dalam bentuk komik. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data berupa kata-kata yang merupakan ungkapan secara lisan tentang kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam memahami soal cerita matematika.Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada kelima tahapan Analisis Kesalahan Newman.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Perilaku yang Dilakukan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita

Perilaku siswa pada saat menyelesaikan soal cerita antara siswa yang berkemampuan tinggi, berkemampuan sedang, dan berkemampuan rendah berbeda-beda. Perbedaan yang paling terlihat adalah pada tahap comprehension, transformation,

dan process skill. Siswa yang berkemampuan tinggi dapat memahami soal dengan indikasi dapat menuliskan kembali soal dalam bahasa mereka sendiri serta menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dengan lengkap. Dan juga dapat memilih metode serta melakukan perhitungan matematis dengan benar, walaupun terkadang tidak disertai dengan alasan pada setiap langkah penyelesaiannya.

(5)

Siswa yang berkemampuan sedang, saat memilih metode penyelesaian mengalami keraguan terutama pada soal kategori sulit. Dalam perhitungan matematisnya, kadang juga mengalami kesulitan. Siswa yang berkemampuan sedang, cenderung tidak teliti dalam perhitungan matematis.

Jawaban pada Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan jawaban dari soal berbentuk teks dengan kategori “sulit”. Berikut transkrip wawancara antara peneliti dengan S4.

P : “Mengapa kamu menuliskan empat metode?”

S4 : “Karena semua metode itu bisa digunakan untuk menyelesaikan soal ini.” P : “Apakah keempatnya kamu gunakan bersamaan?”

Gambar 4. Jawaban S4 (Subjek Berkemampuan Sedang)

(6)

S4 : “Tidak, pertama saya gunakan perbandingan dulu kemudian pengurangan.” P : “Terus yang perkalian sama pembagian kapan digunakan?”

S4 : “Mungkin bisa tapi saya belum mencobanya.”

Pada tahapan process skill, S4 menggunakan perbandingan dalam menyelesaikan soal, walaupun pada tahapan transformation S4 menuliskan beberapa metode. S4 menuliskan prosedur penyelesaian soal secara langsung dan tidak menuliskan

penjelasan pada langkah-langkah penyelesaiannya, S4 juga tidak menuliskan hal apa yang diwakili oleh variabel x. S4 juga melakukan kesalahan yaitu pada dua langkah penyelesaian terakhir. S4 menuliskan x=249=249−9=240.

P : “Menurutmu, apakah jawabanmu sudah benar?” S4 : “Iya.”

P : “Apakah 249=249−9?”

S4 : “Oh tidak, maksud saya setelah menggunakan perbandingan dan ketemu nilai 249, kemudian dikurangkan dengan 9 kardus yang sudah ada.”

P : “Bagaimana kamu bisa menggunakan cara ini, padahal tadi kamu tidak mengerti arti kata untuk setiap?”

S4 : “Dikira-kira saja Bu, dikaitkan sama kalimatnya.”

S3 terlihat ragu dalam memilih metode yang digunakan. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa hal yang sudah dia tuliskan, tetapi dihapus dan mengganti dengan kata “perbandian”. Padahal pada jawaban yang dihapus oleh S3, terlihat dia menuliskan perbandingan jumlah siswa dan beberapa bilangan 7, 3,dan 9 serta variabel ?. Namun, disini peneliti menduga bahwa metode yang dipilih S3 adalah perbandingan. Dalam perhitungan, S3 tidak menggunakan konsep perbandingan, walaupun pada tahapan sebelumnya, S3 menuliskan perbandingan sebagai metode. S3 langsung melakukan perhitungan bilangan-bilangan tanpa ada prosedur yang berarti. S3 juga tidak memberikan penjelasan pada prosedur yang telah dilakukannya. Namun, S3

memberikan tanda “/ ” pada bilangan 240 yang mewakili jawaban soal. Berikut hasil wawancara peneliti dengan S3 terkait hal ini.

P : “Menurutmu, apakah jawabanmu sudah benar?” S3 : “Iya.”

P : “Apakah 581 :7 sama dengan 83×3?”

S3 : “Oh tidak, 581 :7=83 terus 83×3=249, terus 249−9=240.”

P : “Tapi itu semua dihubungkan dengan tanda “=” lho, maksudnya bagaimana itu?” S3 : “Ya seperti yang saya jelaskan tadi, mungkin seharusnya gak pakai tanda “=”.” P : “Ehm...kamu dapat cara itu darimana?”

S3 : “Menggunakan perbandingan.” P : “Apa yang dibandingkan?”

S3 : “banyak kardus sama banyak siswa.”

Sedangkan siswa yang berkemampuan rendah, tidak dapat atau kadang ragu dalam memilih metode serta dalam perhitungan matematis banyak melakukan kesalahan, sehingga kebanyakan siswa berkemampuan rendah tidak dapat memperoleh jawaban penyelesaian dari masing-masing soal.

(7)

Temuan yang didapat peneliti setelah mewawancarai subjek berkemampuan rendah adalah kesalahan yang dilakukan subjek berkemampuan rendah dalam tahap

transformation dan process skill dikarenakan mereka tidak mengetahui perbedaan antara metode dan prosedur perhitungan matematis. Hal ini juga disebabkan kebiasaan untuk melakukan perhitungan langsung ketika siswa diminta menyelesaikan soal cerita. Kesalahan yang Dilakukan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita

Proses pemecahan masalah memiliki banyak faktor yang mendukung siswa untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Penelitian oleh Prakitipong dan Nakamura pada tahun 2006 menemukan rintangan yang menghalangi siswa untuk mendapatkan jawaban yang tepat, yaitu:

1) Masalah dalam kemahiran berbahasa dan pemahaman konseptual yang berkorespondensi dengan bacaan ringan dan pemahaman makna soal

2) Masalah dalam proses pematematikaan yang terdiri dari transformasi, keahlian proses dan menuliskan jawaban akhir

Klasifikasi ini mengimplikasikan bahwa siswa harus dapat menafsirkan masalah dalam soal ke dalam proses matematika untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Anne Newman (dalam White, 2005) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah matematika dalam bentuk soal cerita, siswa memerlukan lima tahap keterampilan, yaitu

reading, comprehension, transformation, process skill, dan encoding. Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan subjek penelitian dalam menyelesaikan soal cerita perbandingan.

Gambar 7. Jawaban S6 (Subjek Berkemampuan Rendah) dalam Tahap Transformation pada Soal yang Berbentuk Teks & Gambar

Gambar 8. Jawaban S6 (Subjek Berkemampuan Rendah) dalam Tahap Transformation pada Soal yang Berbentuk Teks

(8)

Gambar 13. Kesalahan Siswa dalam Tahap Encoding Gambar 10. Kesalahan Siswa dalam Tahap Comprehension pada Soal yang Berbentuk Teks & Gambar

Gambar 11. Kesalahan Siswa dalam Tahap Comprehension pada Soal yang Berbentuk Teks & Gambar

(9)

Dari hasil paparan data dan temuan penelitian, maka kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa kelas VII C MTs Darul Huda Pasuruan dalam menyelesaikan soal cerita disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 1. Kesalahan-Kesalahan yang Dilakukan Masing-Masing Subjek Subjek Soal Nomor 3

S2 Menuliskan jawaban akhir dari penyelesaian soal

(10)

dan perhitungan matematika berkemampuan tinggi, berkemampuan sedang, dan berkemampuan rendah berbeda-beda. Kesalahan ini juga disebabkan oleh penyajian soal cerita yang berbeda

Pembahasan

Kesalahan-kesalahan yang terjadi ketika siswa menyelesaikan soal matematika bentuk cerita memang sering terjadi, hal ini dikarenakan soal berbentuk cerita memang mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada soal matematika dengan kata-kata yang minimal sesuai dengan penelitian Threadgill-Sowder & Sowder pada tahun 1982 (dalam Craig: 3) yang membandingkan level kesulitan dari soal dalam bentuk cerita dengan bentuk diagram dan yang hanya menggunakan sedikit kata-kata. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa soal yang disajikan dalam bentuk diagram secara signifikan lebih mudah dibandingkan dalam bentuk cerita. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa ini juga dapat diakibatkan ketidakmampuan siswa untuk

mengkodekan kata-kata yang digunakan dalam soal cerita, tidak dapat memahami kalimat, tidak dapat memahami beberapa kata-kata dan juga tidak mempunyai kepercayaan diri atau kemampuan untuk berkonsentrasi ketika membaca soal (Cummins: 1988).

Kesalahan Siswa pada Saat Menyelesaikan Soal Cerita Berbentuk Teks

Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks, kesalahan yang umum terjadi adalah kesalahan dalam menuliskan kembali soal dengan bahasa sendiri serta kesalahan dalam menelaah apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Banyaknya kesalahan yang terjadi tahap comprehension karena kemampuan membaca yang kurang. Padahal ketrampilan membaca soal menjadi faktor penting dalam menyelesaikan soal cerita. Karena kesalahan ini siswa menjadi tidak memahami masalah dari soal sehingga tidak dapat mentransformasikan masalah ke dalam rencana metode penyelesaian (transformation). Sehingga juga mengakibatkan adanya kesalahan dalam melakukan prosedur perhitungan matematis (process skill), yang pada akhirnya menyebabkan adanya kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir soal (encoding).

Dalam penelitian ini, siswa dengan kategori kemampuan rendah melakukan kesalahan pada tahap comprehension yang berakibat adanya kesalahan pada tiga tahap berikutnya. Sedangkan siswa dengan kategori kemampuan tinggi dan sedang, walaupun melakukan kesalahan pada tahap comprehension, mereka tidak melakukan kesalahan pada seluruh tahap-tahap selanjutnya. Kesalahan ini tidak mempengaruhi tahap

(11)

jawaban akhir secara singkat dan belum dapat merepresentasikan informasi yang ditanyakan dalam soal secara keseluruhan.

Kesalahan Siswa pada Saat Menyelesaikan Soal Cerita Berbentuk Teks dan Gambar Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks dan gambar, kesalahan yang umum terjadi adalah kesalahan dalam menuliskan kembali soal dengan bahasa sendiri serta kesalahan dalam menelaah apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Padahal menurut Nuryasni (2013) manfaat gambar dalam proses instruksional sebagai alat untuk menyampaikan dan menjelaskan informasi, pesan dan ide tanpa banyak menggunakan bahasa verbal, tetapi dapat lebih memberikan kesan. Pada siswa dengan kategori kemampuan tinggi dan sedang, kesalahan pada tahap comprehension ini tidak berpengaruh terhadap tahap transformation dan process skill. Namun, kesalahan ini menyebabkan kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir (encoding).

Sedangkan pada siswa dengan kategori kemampuan rendah, kesalahan ini berpengaruh terhadap 3 tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa dengan kategori rendah ini dikarenakan siswa kurang memahami maksud atau makna soal serta tidak memperhatikan ilustrasi gambar yang diberikan. Dalam hal ini struktur kalimat serta ilustrasi gambar dalam soal cerita berpengaruh terhadap pemahaman siswa dengan masalah yang harus dipecahkan. Menurut Haghverdi (2012) kemampuan memahami kata, kalimat serta ilustrasi gambar merupakan proses penyampaian pesan visual yang sangat penting untuk mengetahui masalah yang harus dipecahkan. Kemampuan ini merupakan kemampuan awal yang harus dikuasai oleh pemecah masalah.

Kesalahan Siswa pada Saat Menyelesaikan Soal Cerita Berbentuk Komik

Pada soal yang disajikan dalam bentuk komik, 3 subjek penelitian tidak melakukan kesalahan pada bagian 2 (comprehension). Namun, mereka melakukan kesalahan pada bagian transformation, process skill, dan encoding. Sedangkan 2 subjek penelitian yang lain, walaupun melakukan kesalahan pada bagian 2, comprehension, tidak mengakibatkan kesalahan pada tiga tahap berikutnya. Kesalahan yang terjadi pada tahap ini karena kurang lengkapnya siswa dalam menuliskan informasi pada soal. Demikian juga menuliskan apa yang ditanyakan kadang juga kurang lengkap. Sifat kurang teliti dan hati-hati menjadi penyebab kesalahan ini. Padahal sebenarnya mereka dapat memahami maksud soal dengan baik.

Selain itu, juga terdapat 1 subjek penelitian yang tidak melakukan kesalahan pada tahap comprehension, transformation, process skill, dan reading, tetapi justru melakukan kesalahan pada tahap encoding. Kesalahan ini disebabkan belum terbiasanya siswa dalam menuliskan jawaban akhir. Dalam tahap reading, hampir semua siswa yang melakukan wawancara sudah dapat membaca soal dengan lancar serta tidak terjadi kesalahan pengucapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Novianti (2010: 76) yang mengatakan bahwa media komik pembelajaran matematika mampu meningkatkan pemahaman soal cerita karena pemakaian bahasa yang mudah dipahami, kesinambungan antara pelafalan kalimat dengan ilustrasi gambar dengan konsep sederhana namun jelas dari segi visualnya. Sedangkan dalam menemukan kata-kata sulit siswa tidak menyebutkannya karena tidak sedikit siswa yang menganggap tidak ada kata sulit pada soal.

(12)

Perilaku pemecahan masalah yang ditunjukkan oleh siswa dalam penelitian ini ketika mengerjakan tes soal cerita dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori DTA (Direct Translation Approach) dan MBA (Meaning Based Approach) dimana dari kedua kategori tersebut masih dibagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu DTA-Proficient, DTA-Not Proficient, DTA Limited Context. Sedangkan untuk kategori MBA hanya muncul satu jenis yaitu MBA-Full Context. Perilaku siswa secara umum yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 2. Perilaku Siswa Berdasarkan Kategori Pape Siswa Soal Nomor 1 Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada soal no. 1 yang merupakan soal kategori sulit, semua subjek berkemampuan tinggi menunjukkan perilaku cenderung ke MBA-Full Context, walaupun ada beberapa indikator yang tidak terdapat pada kategori ini.

Sedangkan subjek berkemampuan sedang dan rendah menunjukkan perilaku DTA-Limited Context dan DTA-Not Proficient. Sedangkan pada soal no. 2 dan soal no.3, perilaku yang ditunjukkan subjek bervariasi.

(13)

Perilaku yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, baik soal yang disajikan dalam bentuk teks, teks dan gambar, maupun komik bervariasi. Perilaku siswa berkemampuan tinggi cenderung pada kategori MBA-Full Context, sedangkan siswa berkemampuan sedang dan rendah cenderung pada kategori DTA dengan subkategori yang bervariasi. Dari klasifikasi secara umum di atas, menunjukkan bahwa perilaku siswa kelas VII-C MTs Darul Huda Pasuruan dalam memecahkan masalah soal cerita hanya terdapat dalam 4 kategori Pape, yaitu Proficient, Not Proficient, DTA-Limited Context, dan MBA-Full Context. Dan indikator pada setiap kategori Pape tersebut juga tidak semua terpenuhi. Namun, untuk kategori Pape, yaitu MBA-Justification tidak ada satu pun siswa yang termasuk dalam kategori ini karena tidak ada yang memenuhi indikatornya. Padahal siswa dapat dikatakan memiliki perilaku terbaik jika memenuhi semua indikator pada kategori MBA-Justification. Akan tetapi tidak semua perilaku siswa terdapat dalam kategori Pape, karena ada temuan perilaku yaitu

DTA-Limited Context (with Justification).

KESIMPULAN

Klasifikasi kesalahan siswa dalam memecahkan soal cerita matematika yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pada soal yang disajikan dalam bentuk komik, secara umum kesalahan yang dilakukan siswa adalah pada bagian transformation, process skill, dan encoding. Kesalahan pada tahap encoding disebabkan belum terbiasanya siswa dalam menuliskan jawaban akhir. Selain itu, juga terdapat kesalahan comprehension, yang meliputi kesalahan menuliskan informasi pada soal yang kurang lengkap. Namun pada soal yang disajikan dalam bentuk komik, kesalahan ini tidak mengakibatkan kesalahan pada tiga tahap berikutnya. Sedangkan dalam menemukan kata-kata sulit siswa tidak menyebutkannya karena tidak sedikit siswa yang menganggap tidak ada kata sulit pada soal.

2. Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks dan gambar, kesalahan yang umum terjadi adalah kesalahan dalam menuliskan kembali soal dengan bahasa sendiri serta kesalahan dalam menelaah apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Pada siswa dengan kategori kemampuan tinggi dan sedang, kesalahan pada tahap

comprehension ini tidak berpengaruh terhadap tahap transformation dan process skill. Namun, kesalahan ini menyebabkan kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir (encoding). Sedangkan pada siswa dengan kategori kemampuan rendah, kesalahan ini berpengaruh terhadap 3 tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa dengan kategori rendah ini dikarenakan siswa kurang memahami maksud atau makna soal serta tidak memperhatikan ilustrasi gambar yang diberikan. Dalam hal ini struktur kalimat serta ilustrasi gambar dalam soal cerita berpengaruh terhadap pemahaman siswa dengan masalah yang harus dipecahkan. 3. Pada soal yang disajikan dalam bentuk teks, kesalahan yang umum terjadi adalah

(14)

(encoding). Siswa juga masih banyak yang menuliskan jawaban akhir secara singkat dan belum dapat merepresentasikan informasi yang ditanyakan dalam soal secara keseluruhan.

Adapun klasifikasi perilaku siswa dalam memecahkan soal cerita matematika baik yang disajikan dalam bentuk teks, teks dan gambar, maupun komik yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. MBA-Full Context

2. DTA-Limited Context (without Justification)

3. *DTA-Limited Context (with Justification)

4. DTA-Proficient 5. DTA-Not Proficient SARAN

Guru diharapkan tidak menghindari soal-soal dalam bentuk cerita dalam pembelajaran, karena soal dalam bentuk cerita dibutuhkan oleh siswa untuk mengasah kemampuan pemahaman dan intuisi dalam memecahkan masalah. Selain itu, guru sebaiknya mengamati bagaimana siswa menyelesaikan masalah, dari tahap reading, comprehension, transformation, process skill, dan encoding, untuk mengetahui bahwa siswa benar-benar memahami setiap soal sehingga siswa teliti dalam menuliskan informasi soal. Sebaiknya pada saat menuliskan metode penyelesaian, siswa diminta untuk memberikan alasan agar siswa benar-benar mengerti bahwa metode yang digunakan benar.

Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti perilaku pemecahan masalah matematika sebaiknya memberikan berbagai macam tipe soal dengan jumlah responden yang lebih banyak sehingga diharapkan mampu menemukan perilaku-perilaku

pemecahan masalah lainnya. Sedangkan bagi peneliti yang akan menggunakan analisis kesalahan Newman dalam penelitiannya sebaiknya sesi wawancara dilakukan dengan langsung setelah mengerjakan soal agar hasil yang didapat lebih valid.

DAFTAR PUSTAKA

Craig, Tracy. 2000. Factors Affecting Students’ Perceptions of Difficulty in Calculus Word Problems. University of Cape Town. South Africa

Cummins, D.D., Kintsch.W. 1988. The Role of Understanding in Solving Word Problems. Cognitive Psychology

Marsudi, Rahardjo. 2008. Pembelajaran Soal Cerita Berkait Penjumlahan dan Pengurangan di SD. Yogyakarta: P4TK

Muksar, dkk. 2009. Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris dan Hasil Belajar Matematika Dasar 1 Mahasiswa Bilingual melalui Penerapan Metode Analisis Kesalahan Newman. Penelitian tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM

Newman, M. A. 1977. An Analysis of Sixth-Grade Pupil’s Error on Written Mathematical Tasks. Victoria Institute for Educational Research Bulletin

Nuryasni. 2013. Penggunaan Media Gambar dalam Penyajian Soal Cerita Matematika di Kelas I MIN Gunung Pangilun Padang. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan ( Vol 13 No 1)

(15)

Pape, J. Steven. 2004. Middle School Children’s Problem Solving Behavior: A Cognitive Analysis from a Reading Comprehension Perspective. Journal of Mathematics Teacher Education (Vol 35 No 3: 187-219)

Prakitipong, Natcha & Nakamura, Satoshi. 2006. Analysis of Mathematics Performance of Grade Five Students in Thailand Using Newman Procedure. CICE Hiroshima University, Journal of International Cooperation in Education (Vol. 9)

Gambar

Gambar 1. Kesalahan siswa dalam mengaitkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dalam soal yang berbentuk komik
Gambar 2. Jawaban S2 (Subjek Berkemampuan Tinggi)  dalam tahap Comprehension
Gambar 3. Jawaban S2 (Subjek Berkemampuan Tinggi)  dalam tahap Transformation dan Process Skill
Gambar 6. Jawaban S6 (Subjek Berkemampuan Rendah) dalam Tahap Transformation pada Soal yang Berbentuk Komik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan harapan rancangan yang diusulkan dapat digunakan untuk membuat sistem informasi yang dapat membantu mempermudah dan mempercepat kinerja pegawai dalam proses

Secara parsial kemampuan manajerialdan motivasi kerjaberpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru pada SMA Negeri di Kota Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin, sedangkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa anomali magnetik total dapat dimodelkan dengan pendekatan benda anomali berbentuk

Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah melakukan kegiatan penataan ruang yang mencakup proses perencanaan tata ruang, pelaksanaan pemanfaatan

Pengolahan data dilakukan dalam lima tahap yaitu mengorganisasikan data, meninjau kelengkapan data, mengelompokkan data, membuat konsep deskripsi jabatan, dan menyerahkan

Kebijakan pengelolaan belanja daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul seperti tersebut diatas tidak berlawanan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kekuatan, ketabahan, kemudahan, dan kedamaian berfikir dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis

Penilaian kinerja ditujukan untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dengan meningkatkan kinerja dari Sumber Daya Manusia (SDM). Secara lebih spesifik