BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perubahan dunia yang begitu cepat dan menyeluruh,
pendidikan memiliki peranan sangat sentral dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia guna dapat bertahan dan menjalani kehidupan di abad ke-21.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menunjukkan peran strategis pendidikan dalam pembentukan sumber daya
manusia yang berkualitas. Fungsi pendidikan nasional itu sendiri diantaranya
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu ilmu
pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam menghadapi tantangan di era
global. Sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup
dengan segala aspek kehidupannya dengan mengedepankan aspek metode ilmiah.
Pada hakikatnya sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa
fakta, konsep, prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Relevan
dengan tujuan pendidikan nasional, Rustaman (2007, hlm. 97) menjelaskan bahwa
pendidikan sains memiliki visi untuk mempersiapkan siswa yang melek sains dan
teknologi. Harapan dari siswa yang melek sains dan teknologi yaitu mampu
memahami diri dan lingkungan sekitarnya melalui pengembangan keterampilan
proses, sikap ilmiah, keterampilan berpikir, penguasaan konsep sains, kegiatan
teknologi, dan upaya pengelolaan lingkungan secara bijaksana yang dapat
menumbuhkan sikap pengagungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Keberhasilan pendidikan sains dalam mewujudkan visinya ditunjukkan
apabila siswa memahami apa yang dipelajari serta dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti, pendidikan sains selayaknya dapat
sehingga siswa mempunyai kemampuan dalam menghadapi tantangan hidup di
era globalisai. Bertemali dengan itu maka proses pembelajaran sains selayaknya
dikondisikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah
dan menekankan pada pemberian pengalaman langsung melalui kegiatan inkuiri
ilmiah (scientific inquiry) dengan tujuan dapat membantu siswa memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Salah satu aspek keterampilan berpikir yang perlu mendapat penekanan pada
pembelajaran sains dalam menghadapi perubahan teknologi dan masyarakat saat
ini adalah keterampilan berpikir kreatif. Dalam Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) satuan pendidikan dasar dan menengah disebutkan bahwa siswa harus
dapat menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dalam
membangun, menggunakan, dan menerapkan informasi tentang lingkungan
sekitar untuk mampu menyelesaikan masalah (BNSP, 2006). Harapan
dikembangkannya keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran sains yaitu
siswa dapat berlatih untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Guilford (dalam Tan, 2009, hlm. 7)
mengistilahkan kreativitas sebagai divergent production (berpikir divergen).
Berpikir divergen yaitu berpikir untuk memberikan macam-macam kemungkinan
jawaban benar ataupun cara penyelesaian suatu masalah berdasarkan informasi
yang diberikan dengan penekanan pada jumlah dan kesesuaian. Hassoubah (2008,
hlm. 50) menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan pola berpikir yang
didasarkan pada suatu cara yang mendorong kita untuk menghasilkan produk
yang kreatif. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
berpikir kreatif merupakan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan
dari suatu masalah untuk memberikan bermacam kemungkinan jawaban ataupun
cara terhadap pemecahan masalah secara mendetail berdasarkan informasi yang
diberikan. Adapun ciri dari keterampilan berpikir kreatif tersebut menurut
Munandar (2002; 2009, hlm. 192) diantaranya terdiri dari:
Keterampilan lain yang juga tidak kalah penting dengan keterampilan berpikir
yaitu keterampilan proses sains. Keterampilan ini penting dimiliki oleh siswa
dalam kegiatan inkuiri ilmiah guna menyelesaikan berbagai masalah sains.
Keterampilan proses sains adalah semua kemampuan yang diperlukan untuk
memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
hukum-hukum dan teori-teori sains baik berupa kemampuan mental, fisik,
maupun kemampuan sosial. Menurut Rustaman (2005, hlm. 80) keterampilan
proses sains meliputi kegiatan melakukan pengamatan, menafsirkan pengamatan,
mengklasifikasi, berkomunikasi, memprediksi, merumuskan hipotesis,
menganalisis data, merancang eksperimen atau percobaan, menerapkan konsep
atau prinsip, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat, melakukan pengukuran
dan penarikan kesimpulan.
Siswa tidak akan lepas dari proses berpikir dan keterampilan proses sains
dalam menemukan produk sains. Hal ini terlihat dari banyak jenis keterampilan
proses sains seperti mengamati, menginterpretasi atau membuat hipotesis bisa
dikuasai siswa dengan baik jika disertai dengan keterampilan berpikir. Kedua
keterampilan tersebut merupakan keterampilan siswa yang memerlukan proses
latihan, oleh karena itu sudah selayaknya keterampilan berpikir kreatif dan
keterampilan proses sains senantiasa dikembangkan dalam setiap langkah
pembelajaran disetiap jenjang pendidikan.
Faktanya yang terjadi di lapangan pembelajaran sains masih terbilang belum
menyentuh pengembangan keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses
sains secara optimal. Penelitian Rofi’uddin (2009), menjelaskan bahwa saat ini
pendidikan berpikir di tingkat pendidikan dasar belum tertangani secara sistematis
dan dilaksanakan secara parsial sehingga berakibat pada kemampuan berpikir
lulusan sekolah dasar masih rendah. Selain itu, penelitian Suastra (dalam Aziz,
2012, hlm. 4) menjelaskan bahwa rendahnya pembelajaran sains disebabkan
karena tolak ukur keberhasilan pendidikan di sekolah masih difokuskan pada segi
konsep. Pembelajaran sains selama ini memiliki kecenderungan hanya mengasah
aspek mengingat (remembering) dan memahami (understanding), kurang melatih
siswa dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah dimana
Selain itu pembelajaran di lapangan juga tidak banyak melatih keterampilan siswa
dalam berinkuiri. Keadaan ini diperparah dengan kondisi dimana fokus penyajian
pembelajaran hanya dilakukan dengan kegiatan ceramah sehingga mengakibatkan
kegiatan siswa ketika belajar sangat terbatas. Penjelasan tersebut didukung oleh
hasil penelitian Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007
(dalam Handika, I & Wangid, M. N., 2013) yang menyatakan bahwa metode
ceramah dengan cara menulis di papan tulis merupakan metode yang paling
banyak digunakan. Berbagai temuan tersebut juga didukung oleh hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti di salah satu sekolah dasar di kabupaten
Majalengka, bahwa pertanyan-pertanyaan yang dilontarkan guru pada
pelaksanaan pembelajaran sains masih didominasi oleh aspek ingatan, selain itu
kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas juga belum dapat mengoptimalkan
siswa secara aktif memecahkan masalah dan melakukan inkuiri. Pada
pelaksanaannya siswa lebih banyak diam mendengarkan penjelasan guru serta
mencatat hal-hal yang penting.
Rendahnya keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains (KPS)
pada akhirnya bermuara pada rendahnya hasil belajar sains siswa. Sebagaimana
dikutip dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Peringkat Indonesia di PISA (Programe for International Student
Assessment) dalam matematika, sains, dan membaca yang diselenggarakan
Organisation for Economic Co-operation and Development pada tahun 2012
berada pada posisi 64 dari 65 negara yang ikut serta. Berdasarkan data PISA
tersebut anak Indonesia masih rendah dalam kemampuan literasi sains diantaranya
mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem
kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains
(http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa).
Hasil survey dari lembaga lain ternyata juga tidak jauh berbeda, hasil
penilaian dari TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study)
yang mengukur kemampuan scientific inquiry, menunjukan bahwa rata-rata skor
prestasi sains siswa Indonesia pada tahun 1999 yaitu 435 sehingga menjadikan
Indonesia berada pada urutan 32 dari 39, pada tahun 2003 berada pada urutan 37
urutan 35 dari 49 dengan skor rata-rata 427, dan hasil survey yang terakhir juga
menunjukan hasil yang relatif sama yaitu berada pada urutan 39 dari 41 dengan
skor rata-rata 406 sedangkan rata-rata skor internasional sudah mencapai skor
500. Berdasarkan hasil interpretasi survey TIMSS terhadap kemampuan siswa
Indonesia ditinjau dari aspek kognitif (knowing, applying, reasoning), ternyata
secara rata-rata masih berada pada kemampuan knowing
(http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf).
Berdasarkan data empiris yang telah dikemukakan di atas, perlu dilakukan
sebuah perubahan besar dan mendasar dalam pelaksanaan pembelajaran sains.
Berbagai upaya seyogyanya dilakukan memiliki tujuan untuk membenahi
pembelajaran yang bermuara pada peningkatan mutu dan hasil pembelajaran
sehingga pada akhirnya dapat mempersiapkan siswa yang sesuai dengan
kebutuhan di masa depan. Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan
hanya akan dapat terwujud apabila terjadi perubahan pola pikir dalam proses
pembelajaran. Perubahan pola pikir tersebut hendaknya menggambarkan
pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa, dari
satu arah menuju pada pembelajaran yang interaktif, dan dari belajar dengan
menghafal menjadi belajar berpikir atau dari belajar yang dangkal menjadi
kompleks. Permendiknas RI No. 41 (2007, hlm. 6) menjelaskan bahwa proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi
aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
siswa. Penjelasan tersebut dimaksudkan supaya pembelajaran menjadi aktivitas
yang bermakna dimana setiap siswa dapat mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya.
Studi terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan proses
mengungkapkan bahwa keterampilan ini tidak akan berkembang tanpa usaha yang
secara eksplisist dan disengaja ditanamkan dalam pengembangannya. Seorang
siswa tidak akan dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Wayan & Triwiyono dalam Rustaman, 2007, hlm. 77). Dengan demikian, guru
sebagai pendidik berkewajiban untuk mengkondisikan pembelajaran agar siswa
mampu mengembangkan keterampilan berpikirnya. Salah satu alternatif model
pembelajaran yang memberikan peluang bagi siswa untuk memiliki keterampilan
berpikir kreatif dan mengembangkan keterampilan proses sains adalah model
pembelajaran berbasis masalah (PBM). Arends (2008, hlm. 41) menyatakan
bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri,
keterampilan berpikir tingkat tinggi, kemandirian, dan percaya diri.
Keberhasilan model pembelajaran berbasis masalah dapat terlihat dari
keberhasilan model ini menyelesaikan berbagai permasalahan pembelajaran yang
tertuang dalam beberapa penelitian. Penelitian Khori, W. dkk (2013) menunjukan
bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan pembelajaran model
PBL berbantuan multimedia lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif
siswa yang menggunakan pembelajaran ekspositori, ditunjukan dengan rata-rata
N-gain kelas ekseperimen sebesar 0,45 lebih baik dari rata-rata N-gain kelas
kontrol yang hanya sebesar 0,16. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
melalui PBL terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan
kategori sedang. Penelitian lain dari Muntaha, A & Hartono (2013) menunjukan
hasil bahwa model PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa
dengan rata-rata skor N-gain kelas eksperimen sebesar 0,32 lebih baik dari
rata-rata skor N-gain kelas kontrol sebesar 0,14. Selain itu penelitian Handika, I &
Wangid, M. N. (2013) yang berjudul pengaruh pembelajaran berbasis masalah
terhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa kelas V
menunjukan hasil bahwa pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh
yang lebih baik dan signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
terhadap penguasaan konsep sains dan keterampilan proses sains siswa.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas jelas bahwa model pembelajaran
berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan
keterampilan proses sains siswa, namun data hasil penelitian menunjukan bahwa
peneliti menganggap perlu melakukan penelitian mengenai peningkatan
keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa melalui model
pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran IPA. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu menitik beratkan pada pembiasaan
membaca yang dilakukan oleh siswa sebelum dimulainya pembelajaran.
B. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya ruang lingkup masalah yang terindentifikasi maka diperlukan
pembatasan masalah, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini terbatas pada
peningkatan keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa
melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada
pembelajaran IPA di kelas V SD, materi daur air. Materi tersebut kemudian
dijabarkan menjadi: (1) proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya; (2) pencemaran air; (3) pemanfaatan dan penghematan air.
Materi daur air dipilih dengan harapan pembelajaran yang dilakukan dapat
memunculkan ide-ide kreatif siswa dalam memberikan pemecahan masalah yang
berkaitan dengan air di lingkungan sekitar. Selain itu materi daur air juga dapat
menantang siswa untuk melakukan inkuiri dengan mengaplikasikan keterampilan
proses sains.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan
pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang
mendapatkan pembelajaran bukan PBM?
2. Apakah peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan
pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis penerapan model
pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap peningkatan keterampilan
berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa kelas V di salah satu SD
kabupaten Majalengka. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan apakah data peningkatan keterampilan berpikir kreatif
siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik
dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran bukan PBM.
2. Mendeskripsikan apakah data peningkatan keterampilan proses sains siswa
yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari
pada siswa yang mendapatkan pembelajaran bukan PBM
E. Manfaat Penelitian
Manfaat umum yang diharapkan dari penelitian ini yaitu agar data hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang peningkatan
keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa sekolah dasar
melalui model pembelajaran berbasis masalah. Lebih lanjut secara khusus
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
terkait. Adapun manfaatnya dapat dilihat dari beberapa aspek berikut, yaitu:
1. Manfaat dari segi teori, penelitian ini diharapkan dapat menambah
perbendaharaan penelitian pendidikan dan dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan kajian bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan
penelitian terkait dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah
terhadap peningkatan keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses
sains.
2. Manfaat dari segi kebijakan, memberikan arahan kebijakan untuk
mengembangkan pendidikan bagi siswa sekolah dasar dalam pembelajaran
IPA yang baik dan efektif untuk diimplementasikan di sekolah dasar.
3. Manfaat dari segi praktis, yaitu:
a. Siswa, diharapkan penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada
proses pembelajaran IPA dapat membantu siswa dalam meningkatkan
itu model pembelajaran berbasis masalah juga dapat meningkatkan
antusias siswa pada pembelajaran IPA.
b. Para guru, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam pemilihan
model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa. Selain itu, pada
penelitian ini juga tersedia perangkat pembelajaran yang dapat dijadikan
contoh dalam mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dan
keterampilan proses sains siswa khususnya pada materi daur air.
4. Manfaat dari segi isu serta aksi sosial, memberikan informasi kepada semua
pihak mengenai model pembelajaran berbasis masalah, sehingga dapat
menjadi bahan masukan untuk lembaga-lembaga formal maupun non formal
dalam mengimplementasikan pembelajaran IPA.
F. Struktur Organisasi
Penulisan tesis ini dimulai dari bab 1 pendahuluan yang terdiri dari: latar
belakang penelitian, pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis. Bab II kajian pustaka
membahas secara teoritis hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan
yaitu hakikat pembelajaran sains di SD, model pembelajaran berbasis masalah,
keterampilan berpikir kreatif, keterampilan proses sains, model pembelajaran
berbasis masalah dalam meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan
keterampilan proses sains, kerangka berpikir, ruang lingkup materi, dan hipotesis
penelitian. Bab III metode penelitian berisi penjabaran tentang desain penelitian,
lokasi dan waktu penelitian, partisipan, populasi dan sampel penelitian, definisi
operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data,
dan analisis data. Bab IV temuan dan pembahasan terdiri dari hasil penelitian
berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya terdiri dari deskripsi peningkatan
keterampilan berpikir kreatif melalui pembelajaran berbasiss masalah, dan
deskripsi peningkatan keterampilan proses sains melalui pembelajaran berbasis
masalah. Bab V simpulan, implikasi, dan rekomendasi. Daftar pustaka dan