• Tidak ada hasil yang ditemukan

d por 049787 chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "d por 049787 chapter3"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan studi kasus, dan merupakan studi yang berusaha menyingkap, mendeskripsi, menganalisis, memproyeksi dan pemberian makna tentang berbagai upaya orang tua dalam model pola asuh yang dilakukan dalam membesarkan dan mendewasakan anak perempuannya, sehingga anak memutuskan untuk tetap menggeluti olahraga kompetitif/olahraga prestasi. Penelitian ini tergolong pada studi kasus, karena sangat unik ditinjau dari proses perkembangan dan dampak olahraga prestasi dari ke-3 unit analisis wanita yang menggeluti olahraga prestasi, sehingga memerlukan pendalaman.

Berkaitan dengan penelitian kualitatif, sesungguhnya merupakan payung untuk berbagai strategi penelitian yang mempunyai persamaan karakteristik (Bogdan dan Biklen, 1982:2). Selanjutnya disebutkan pula dalam istilah lain seperti penelitian naturalistik untuk bidang pendidikan. Bogdan dan Biklen lebih jauh memaparkan tentang bermacam-macam istilah lain yang sering digunakan, seperti; studi kasus, fenomenologi, ekologi, etnografis, aliran Chicago, dan lain-lain.

Pada paparan Lincoln & Guba (1985:361) dijelaskan bahwa:

There is no simple taxonomy within which various kinds of case studies might be classified. In seffective evaluation, we note:

● case studies may be written with different purposes in mind, including to chronicle (to record temporally and sequentially, as in a history) to render (as in a description or to provide vicarious experience), to teach (as instructional material for students such as the Harvad Law School case studies, especially when the materials are open ended), and to test (to use the case as a trial for certain theories and hypotheses) . A given case may serve multiple purposes.

(2)

● case studies will, depending on purpose and level, demand different action from the inquirer/writer, ranging, for example, from simple recording for a factual chronicle to the weighting of complex alternatives for the evaluative test.

● case studies will, depending on purpose and level, result in different products, from a simple register for a factual chronicle to elaborated judgments for the evaluative test.

Strauss dan Corbin (2003:6) memaparkan sekaitan dengan penelitian kualitatif bahwa penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti di bidang ilmu sosial, juga oleh para peneliti di bidang yang menyoroti masalah yang terkait dengan perilaku dan peranan manusia. Sedangkan Nasution (1988:5) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa, dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

Upaya orang tua dan pelatih dalam menata situasi dan kondisi tiap anak/atlet tanpa bias gender, merupakan fokus utama dalam penelitian ini, sehingga tiap anak, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam segala aktivitas.

Penelitian kualitatif pada dasarnya telah lama digunakan dalam wilayah ilmu sosial, terutama dalam kajian antropologi yang dikenal dengan metode ‘ethnographic’. Sedangkan dalam wilayah ilmu pendidikan metode semacam ini lebih dikenal dengan istilah ‘naturalistic’. Hal senada dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1990:3), yang menyebutkan: “In education, qualitative research is frequently called naturalistic because the research hangs around where the events, he or she is interested in naturally occur. And the data is gathered by people engaging in natural behavior: talking, visiting, looking, eating, and so on”.

(3)

terkumpulkan menurut analisis peneliti yang berfungsi sebagai instrumen utama dalam pengambilan data.

Penggalian tentang keterjadian pola asuh yang sudah dilakukan dapat dianggap sebagai riwayat hidup informan. Dalam konteks ini Strauss dan Corbin (2003:8) mengungkapkan bahwa jenis penelitian kualitatif di antaranya adalah teoritisasi data, etnografi, fenomenologi, riwayat hidup (life histories), dan analisis percakapan. Sedangkan dalam proses penelitian di lapangan peneliti mengacu pada “conceptual frame work” dengan maksud segala permasalahan yang diteliti mampu dijajagi secara mendalam dengan kesungguhan dan ketelitian dalam memaknai situasi yang dijumpai.

Untuk itu lewat arahan para pembimbing, upaya untuk menghadirkan berbagai media yang menunjang sangat diharapkan dalam penjaringan data, sehingga peneliti mampu melakukan deskripsi situasi dan kondisi secara langsung. Pendeskripsian yang dilakukan secara langsung tanpa penundaan bertujuan agar data yang diperoleh, khususnya mengenai atmosfir, situasi, kondisi yang menyangkut emosi dapat disimpulkan langsung dalam bentuk rangkuman data pertahap, sehingga diharapkan tidak ada momen perilaku yang tertinggal. Kondisi seperti ini dilakukan terus secara berkelanjutan tanpa menunda pada hari berikutnya.

(4)

penelitian ini merupakan perspektif yang didasarkan pada suatu kerangka teoritik yang feminis, sehingga kegiatan penelitian yang berkaitan dengan perempuan dapat diterima dan dihargai, dan merupakan konsep yang dapat dipertimbangkan dalam berbagai situasi dan kondisi dalam pengambilan keputusan. Penonjolan karakteristik perempuan yang tidak kompeten, lemah, tidak mandiri, lebih merupakan produk budaya, yang sekaligus meremehkan kaum perempuan yang cerdas, pintar, mandiri, berani, mampu mengambil keputusan, etis, sukses, dan berbagai ketangguhan dalam kehidupan. Kemampuan perempuan yang sering tersimpan akibat bias budaya, semestinya dapat bersama-sama dengan masyarakat mampu mengembangkan kondisi lingkungan, di bidang ekonomi, politik, dan pribadi.

Terkait dengan variabel penelitian yang mendudukkan pola asuh yang dilakukan orang tua di rumah, pelatih di klubnya, dan para guru di sekolah, maka peneliti telah berupaya menggali kehidupan tiap unit analisis jauh ke belakang yang merupakan potret masa lalu yang memfokuskan diri pada pemberian peluang. Sehingga tiap unit analisis dapat memutuskan untuk melakukan atau berlatih cabang olahraga yang merupakan pilihannya sendiri. Paradigma pengalaman masa lalu tentang perempuan, menjadi konteks utama dalam penelitian ini, sehingga dapat dikatakan bahwa prinsip utama metodologi feminis adalah pengalaman perempuan sebagai sumber pengetahuan. Dengan demikian pengalaman-pengalaman perempuan dapat dijadikan sebagai indikator dalam menunjuk dan menganalisis struktur-struktur yang lebih besar. Kondisi itu dapat juga digunakan untuk menghargai subjektivitas perempuan dan pengalaman hidup perempuan sebagai variabel penting untuk pembelajaran berikutnya.

(5)

orientasi pada aksi, 3. pertimbangan pada unsur afeksi, dan 4. pemanfaatan situasi yang tengah berlangsung.”

Masalah sosial yang dikaji dalam penelitian ini meliputi banyak aspek seperti prestasi para atlet perempuan yang ditinjau dari sisi budaya nasional, di mana para perempuan pada dasarnya belum sepenuhnya diizinkan untuk berprestasi di bidang olahraga khususnya olahraga maskulin, yakni olahraga yang mengundang citra laki-laki. Sejalan dengan itu Neuman (1991:16) menjelaskan tentang qualitative style antara lain: “Construct social reality, cultural meaning, focus on interactive processes, events, situationally constrained, few cases, subjects,…”. Untuk memperoleh kedalaman masalah, peneliti menjajagi pola pengasuhan yang dilakukan orang tua selama berada di rumah, pola pengasuhan pelatih selama berada di tempat pelatihan, dan pengasuhan yang dilakukan guru di sekolah. Untuk itu dalam jumlah waktu yang tidak terbatas peneliti berada dan tinggal serumah dengan keluarga unit analisis terpilih, sehingga dengan demikian dapat lebih mencermati secara langsung model pola pengasuhan yang

dilakukan pada atlet perempuan (pelaku olahraga maskulin dan feminin). Oleh karena itu upaya penyimpulan tentang fokus masalah dapat terlihat secara nyata.

(6)

data). Ini sekaitan dengan data yang dikumpulkan yang merupakan uraian kaya akan informasi dan deskripsi tentang kegiatan informan.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif seperti dalam penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti, dengan mengumpulkan deskripsi tentang atlet perempuan, tempat berlatih, pola pengasuhan yang dilakukan orang tua dan pelatih, dan sekolah, yang keseluruhan itu sulit diproses secara statistik. Untuk itu pendekatan kualitatif lebih pada pemberian makna pada potret yang dilakukan di lapangan, sehingga participant perspective (Bogdan dan Biklen, 1982) dilakukan peneliti dalam upaya menghampiri permasalahan dalam pemusatan perhatian, minat dan motivasi keingintahuan dalam konteks memahami perilaku, kondisi, perkembangan, keinginan, persepsi, pendapat, sikap dan aspek kehidupan lainnya dalam perlintasan kehidupan sehari-hari di rumah dan di tempat pelatihan angkat besi, yudo, dan senam yang digeluti unit analisis.

(7)

Penjaringan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berkaitan dengan persepsi, pendapat, dan keberadaan seseorang dalam banyak hal. Demikian juga aspek-aspek lain yang menyangkut fisik, mental, dan sosial yang terjadi sebelum dan yang sedang dialami oleh tiap unit analisis. Informasi yang dibutuhkan lebih cenderung pada keberadaan masa lalu, yang merupakan dampak dari penerapan model pola asuh yang dilakukan orang tua dalam upaya membesarkan dan mendewasakan anak-anaknya, sehingga anak mampu memutuskan untuk memilih cabang olahraga prestasi, baik olahraga maskulin maupun olahraga yang termasuk rumpun feminin.

Kegiatan penjaringan data tidak hanya dilakukan pada unit analisis saja, akan tetapi juga pada anggota keluarga inti (nuclear family), peer group (kelompok bermain), sekolah, klub sebagai tempat atlet berlatih (seluruh individu yang bergerak pada organisasi klub tersebut), dan lingkungan rumah di mana atlet berdomisili. Data dalam bentuk uraian/informasi seperti ini biasanya sulit dijaring dan dikerjakan melalui prosedur`statistik yang menggunakan instrumen yang baku.

(8)

demikian maka laporan penelitian kualitatif kaya dengan deskripsi, penjelasan dan uraian tentang aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian.

Dapat dimengerti bahwa pada tahap awal penelitian, peneliti belum memiliki gambaran yang jelas tentang keberadaan subjek sebagai unit analisis. Dengan demikian, fokus dan desain penelitian sebenarnya muncul dan ditemukan ketika peneliti sedang dalam proses mengumpulkan data di lapangan. Lincoln dan Guba (1985:102) mengistilahkan proses seperti ini sebagai “emergent design”. Untuk itu seorang peneliti kualitatif merumuskan pertanyaan-pertanyaannya setelah di lapangan dan berkembang sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian dituntut kemampuan peneliti sebagai instrumen tunggal untuk menghampiri permasalahan dengan pemusatan perhatian, motivasi, fleksibilitas, ketangguhan, sebagai upaya untuk mengetahui keberadaan, perilaku, persepsi, pendapat, sikap, dan berbagai aspek lain yang berkaitan dengan pola kehidupan tiap unit analisis dalam kegiatan kontak langsung.

Sehubungan dengan data yang digali dan berkembang sepenuhnya di lapangan, maka penelitian ini lebih menaruh perhatian pada proses penelitiannya. Dengan demikian peneliti tidak saja berhubungan dengan sampel dalam upaya pengumpulan data, akan tetapi melibatkan orang tua dan pelatih sebagai tokoh dalam pengasuhan atlet, demikian pula kelompok bermain, lingkungan di mana atlet tinggal, sekolah, dan kelompok-kelompok yang turut melakukan interaksi sosial pada sampel terpilih.

(9)

1. jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia akan belajar memaki; 2. jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi; 3. jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri; 4. jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia akan belajar menyesali diri; 5. jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia akan belajar menahan diri; 6. jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia akan belajar percaya diri; 7. jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, maka ia akan belajar keadilan; 8. jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Penataan situasi yang dimaksudkan sebagai aplikasi pola asuh anak, menurut Soelaeman (1994:76) adalah: “… dapat berupa penataan situasi fisik, situasi psikis, dan situasi sosial budaya”, di mana ketiga variabel ini berjalan seiring dan sekaligus dalam pembinaan anak dalam keluarga, sehingga memungkinkan anak merasa betah menjadi bagian dari keluarga. Penataan fisik misalnya adalah yang berkaitan dengan pengaturan ruang dan alat perabotan rumah, sedang yang berkaitan dengan psikis yakni penataan suasana kejiwaan yang mengundang setiap anggota keluarga tanpa ada yang dibedakan untuk ambil bagian dalam perjalanan dan situasi keluarga, sedangkan penataan sosial budaya berkenaan dengan pola hubungan komunikasi dan pewarisan nilai-nilai, etika, dan moral dalam keluarga, yang diharapkan dapat terbina dengan harmonis, sehingga tercipta kelompok yang utuh, saling membutuhkan, dan adanya ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.

B. Prosedur Penelitian

(10)

penyempurnaan data yang dituju. Data terkumpul secara cermat dari ketiga keluarga atlet secara berkesinambungan selama lebih kurang 6 bulan lamanya.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, peneliti bekerja langsung sebagai instrumen dalam penelitian ini, oleh karena itu prosedur penelitian yang menggunakan prinsip kerja penelitian kualitatif bersiklus secara simultan antara proses pengumpulan data dan analisis datanya. Dengan demikian data yang belum lengkap tergambar secara langsung pada langkah berikutnya. Selain itu peneliti secara langsung menuliskan rekaman ulang situasi dan kondisi setiap hari setelah pengambilan data di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan kognisi dan afeksi yang tidak terlihat dalam rekaman media kaset ataupun kamera. Ini dilakukan agar tidak ada satupun situasi yang tertinggal dalam pengambilan data, yang dibuat lengkap dalam bentuk rangkuman sementara.

C. Pemilihan Tata Latar (Setting) Penelitian

(11)

Setelah anak menentukan pilihan untuk menggeluti cabang olahraga yang disenanginya, akibat dari peluang yang diberikan saat pengasuhan dilakukan, di klub anak mendapatkan pola pengasuhan kembali oleh pelatih sebagai pengasuh utama dan seluruh individu yang berada di klub tempat berlatih. Keberadaan klub beserta seluruh pengelolanya memberi pengaruh dalam pola asuhnya pada diri atlet, dan sebagai penentu dalam menghadirkan prestasi yang gemilang.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pemilihan latar penelitian tidak hanya sebatas di rumah dan klub saja, akan tetapi mencoba untuk masuk pada kelompok sekolah dan kelompok tempat bermain tiap unit analisis, hal ini bertujuan agar kelengkapan data dapat terpenuhi, di mana sekolah turut memberi sumbangan dalam peraihan prestasi, umpamanya saja peluang dalam memberikan kelonggaran waktu yang dilakukan untuk berlatih dan bertanding. Ketika sekolah tidak peduli pada pembinaan prestasi olahraga siswanya, maka ini akan memberi pengaruh yang cukup besar pada atlet untuk berkembang. Demikian pula kelompok bermain yang memberikan support pada sampel untuk berprestasi dalam cabang olahraga.

Beberapa tempat pemilihan setting penelitian yang telah direncanakan peneliti, berkembang ketika peneliti sedang melakukan penelitian. Untuk itu masih ada kelompok lainnya yang terpilih sebagai setting penelitian untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pertimbangan-pertimbangan pemilihan setting penelitian ini merupakan upaya dalam memahami bekerjanya konteks pengasuhan dalam perkembangan pribadi anak yang berbaur dengan konsep sosial budaya dengan level dan kepentingan yang berbeda-beda antara kepentingan dan keinginan keluarga, sekolah, klub, dan peer yang berpengaruh secara sinergis terhadap pembinaan prestasi atlet yang ditunjuk sebagai sampel.

(12)

Sekaitan dengan fokus permasalahan dalam penelitian ini, maka yang menjadi unit analisis penelitian adalah atlet wanita dengan prestasi olahraga angkat besi (mewakili olahraga maskulin non-body contact), yudo (mewakili olahraga maskulin body contact), dan senam (mewakili olahraga feminin). Pemilihan ini didasari pada minimnya kuantitas wanita untuk terjun dalam pembinaan cabang olahraga prestasi, khususnya olahraga maskulin. Telah dijelaskan dengan gamblang dalam latar belakang penelitian ini, bahwa faktor peluang yang dipertegas oleh bias budaya menjadi pengaruh yang besar dalam memicu ketertinggalan wanita dalam olahraga prestasi. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengungkap permasalahan dalam bentuk penelitian dengan mengangkat tiga keluarga yang memiliki anak perempuan sebagai atlet dalam olahraga maskulin (angkat besi dan yudo) dan keluarga yang memiliki anak perempuan sebagai atlet dalam olahraga feminin (senam). Penghampiran peneliti tidak hanya sebatas individual sampel saja, akan tetapi lebih pada menggali kembali proses pengasuhan yang pernah dilakukan oleh orang tua pada anak perempuannya, sehingga anak mampu memutuskan untuk memilih cabang olahraga prestasi yang disenangi.

Dapat dijelaskan di sini bahwa peneliti sebagai ‘human instrument’ menentukan unit analisis penelitian dan jumlah informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet perempuan sebanyak tiga orang, yakni; a. Atlet wanita yudo, b. Atlet wanita angkat besi, c. Atlet wanita senam

Sedangkan sumber data lainnya yang digunakan dalam melengkapi data, sehingga dapat bermanfaat bagi kesesuaian data dalam triangulasi, maka dipilih bebrapa kelompok sebagai agen sosial yang dekat dengan unit analisis, yakni;

(13)

b. Pelatih dari masing-masing atlet (senam, yudo, dan angkat besi) yang menerapkan pola asuh di tiap klubnya.

c. Kepala sekolah beserta guru-guru dari masing-masing unit analisis sebagai kelompok yang turut memberi pengasuhan pada perkembangan atlet selama bersekolah.

Dari beberapa kelompok yang mampu menggambarkan situasi dan kondisi anak selama proses perkembangan dan bergulir secara berkesinambungan, dari rumah, sekolah, ke tempat latihan, dan masyarakat sekitar, maka praktek penentuan subjek

semacam ini disebut “serial selection of sample unit” Lincoln dan Guba (1982:67) menamakannya sebagai “Snowball sampling techniques” di mana unit sampel atau subjek penelitian yang dipilih makin lama makin terarah, selaras, dan semakin terarah pula untuk pencarian makna pada fokus penelitian. Gambaran proses seperti ini dapat disebut sebagai

‘continuous adjustment or focusing of sample’. Selanjutnya Lincoln dan Guba (1982:97) menegaskan bahwa “If the purpose is to maximize information, then sampling is terminated when no information is forthcoming from newly sampled units; thus redundancy is the primary criterion”. Hal senada juga diungkapkan oleh Nasution (1988:32-33) bahwa: “Penentuan unit sample (responden) dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf ‘redundancy’ (ketuntasan atau kejenuhan), artinya bahwa dengan menggunakan subjek penelitian selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti”.

E. Teknik Pengumpulan Data

(14)

penjaringan data. Keberfungsian teknik ini juga saling melengkapi, sehingga data yang tidak dapat diperoleh lewat teknik yang satu dapat terjaring lewat teknik lain yang disediakan. Untuk keseluruhan penggunaan teknik tersebut dibahas dalam uraian berikut ini.

1. Teknik Observasi

(15)

yang mewadahi anak untuk berkembang sebagai dirinya. Itu pula yang digunakan sebagai target dalam menentukan peraihan prestasi dalam cabang olahraganya.

Sebagai langkah awal dalam penggunaan teknik observasi ini, peneliti telah berupaya memotret secara menyeluruh tentang kondisi sampel, yaitu suasana lingkungan fisik, sosial, dan budaya secara selintas yang ada di rumah, klub, sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan bermain. Sejalan dengan itu peneliti berupaya untuk membangun rapport untuk semua setting

penelitian dimaksud, agar pengambilan data dapat berjalan dengan sempurna, sehingga data yang dibutuhkan benar-benar menggambarkan data sebenarnya. Data hasil observasi awal digunakan sebagai dasar dalam observasi berikutnya, sehingga tampak jelas kondisi-kondisi yang benar diperlukan dalam pengambilan data secara mendalam. Dengan demikian paparan data yang terkumpul dapat dijadikan simpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini dan memberi makna yang dapat dipedomani dalam melakukan kajian feminis selanjutnya.

Suasana rumah yang merupakan fokus penelitian awal, secara fisik terlihat dari penataan ruang dan perabotan yang dilakukan dengan bantuan pemotretan kamera, dan perekaman kaset dari wawancara yang dilakukan. Dari hasil pengungkapan situasi dan kondisi rumah yang didapat lewat observasi, peneliti mengembangkan observasi berikut sesuai dengan analisis langsung yang dilakukan sesudah observasi awal. Demikian berikutnya teknik observasi dilakukan secara berkesinambungan hingga data dianggap cukup.

(16)

Pertama, kegiatan pagi hari untuk yang Muslim dimulai dengan melaksanakan solat subuh bersama, sementara yang non-Muslim untuk berdoa bersama keluarga, yang dilanjutkan dengan kegiatan lainnya seperti makan bersama, mempersiapkan keberangkatan ke tempat aktivitas masing-masing secara bersama-sama, sampai pada keberangkatan ke tempat tujuan masing-masing, dan memposisikan siapa yang akan tinggal di rumah dalam melanjutkan pekerjaan rumahtangga. Keseluruhan aktivitas pagi diwarnai oleh ragam corak perilaku yang di dalamnya tersirat makna hubungan antar individu dalam keluarga tersebut, seperti berpamitan dengan permintaan izin disertai cium tangan atau bentuk perilaku lainnya yang sudah dibiasakan untuk masing-masing keluarga. Demikian pula pelaporan tentang aktivitas yang akan dilakukan anak terhadap orang tuanya, sehingga terjadi komunikasi dari beberapa arah yang mewarnai sejauhmana atau seperti apa model pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, ketika anak akan berangkat pagi untuk aktivitasnya.

Kedua, kegiatan siang hari di mana biasanya anak dan orang tua tidak memiliki jadwal yang sama, sehingga jarang dapat berkumpul untuk makan bersama. Peneliti dalam kesempatan ini juga melihat apa yang terjadi ketika anak lebih dulu sampai di rumah dibanding orangtuanya atau sebaliknya.

(17)

perbincangan apa yang selalu diungkapkan oleh anggota keluarga, khususnya mengenai sampel sebagai anak yang memiliki prestasi olahraga.

Keempat, kegiatan malam hari yang menurut pemikiran peneliti pada malam hari akan banyak terungkap data yang dibutuhkan sekaitan dengan pola asuh, karena pada malam harilah keluarga dapat berkumpul dan berbincang tentang aktivitas yang dilakukan sepanjang satu hari penuh, yang biasanya dilakukan saat makan bersama dan istirahat sambil menonton TV bersama.

Catatan lapangan (field notes) yang dibantu oleh kamera serta alat rekam suara merupakan media yang senantiasa hadir dalam merekam situasi dan kondisi keluarga. Dari penjaringan data setiap harinya peneliti langsung mengembangkannya menjadi deskripsi, kemudian dianalisis, dikembangkan, dikategorisasi, diformulasi dan dijelaskan hubungan-hubungannya (Miles et al, 1992). Hasil kerja itu kemudiandijadikan dasar dalam menemukan pola-pola yang permanen yang melandasi tiap perilaku sampel dalam tiap aktivitas dalam kehidupan rutinnya. Penggunaan seluruh teknik pengambilan data yang disediakan mampu menghadirkan data secara sempurna, sehingga pemaknaan yang dilakukan pada tiap tulisan dan rekaman dapat lebih terpenuhi.

(18)

Data yang terkumpul dari ketiga unit analisis secara utuh (wilayah keluarga, klub, sekolah, kantor, kerabat, dan lain-lain) kemudian disusun, dianalisis, serta diinterpretasikan, dengan kecenderungan menarik kesimpulan secara idiografis untuk maksud mampu menyajikan deskripsi kejadian-kejadian tertentu atau pelaku-pelaku perorangan atau kelompok tertentu tertentu (ditinjau dari berbagai bidang keilmuan, seperti ilmu kemanusiaan atau humaniora, budaya atau kultur, sosiologi, dan pedagogi) (Lincoln & Guba, 1985:116; Coser, 1971:246).

2. Teknik Wawancara

Teknik pengumpulan data yang kedua adalah wawancara, yang menurut Lincoln dan Guba (1985:268) merupakan percakapan dengan tujuan tertentu. Demikian pula Nasution (1988:69) mengatakan wawancara akan terlaksana jika: “secara nyata mengadakan interaksi dengan responden dan dapat menghadapi kenyataan, adanya pandangan orang lain yang mungkin berbeda dengan pandangan kita sendiri”. Teknik wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara tidak berstruktur (Nasution, 1988:72), dengan harapan data dapat diperoleh secara mendalam tanpa dibatasi oleh option jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ saja, akan tetapi sampel dapat lebih leluasa dalam mengemukakan jawaban atau sanggahan atau bahkan pernyataan sekalipun yang diinginkan oleh peneliti. Untuk itu pada awalnya belum dapat dipersiapkan sejumlah pertanyaan yang spesifik, karena belum diketahui secara pasti tentang penjelasan apa yang akan diberikan informan saat wawancara awal dimulai. Jadi jelaslah bahwa pertanyaan yang berkembang dalam wawancara merupakan respon yang dilakukan peneliti terhadap jawaban awal informan.

(19)

pada masa yang lalu, sedang berlangsung, serta keinginannya dan sikapnya pada masa yang akan datang. Langkah berikutnya setelah data pada wawancara berstruktur sudah terlihat arah pembicaraan antara peneliti dan informan, maka wawancara berstruktur dapat saja dilakukan dalam upaya menjaring data yang relatif besar. Yang penting diingat bahwa tujuan peneliti dalam melakukan wawancara adalah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan buah hati orang lain (informan), dan bagaimana pandangannya tentang dunianya yang sulit diperoleh lewat observasi (Nasution, 1988:73).

Lincol dan Guba (1985:268) memaparkan tentang maksud digunakannya wawancara adalah untuk:

a. obtaining here and now construction of persons, events activities, organizations, feelings, motivations, claims, concerns, and others entities

b. reconstructions of such entities as experienced in the past

c. projections of such entities as they are expected to be experienced in the future

d. verification, emendation, and extension of information (constructions, reconstructions, or projections) obtained from other sources, human and nonhuman (triangulations) and

e. verification, emendation, and extension of constructions developed by the inguirer (member checking).

Dari uraian tersebut tertangkap makna bahwa teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini, bukanlah teknik yang berdiri sendiri melainkan dalam penggunaannya sebagai teknik pengumpul data penyerta pada saat melakukan observasi dan analisis dokumentasi. Wawancara yang digunakan terdiri dari dua bentuk yakni: focused interview dan free interview.

(20)

Wawancara yang dilakukan selama penelitian berlangsung sering kali tidak terjadwal ataupun tidak baku pada pertanyaan yang ditulis, akan tetapi berkembang sesuai dengan alur topik yang muncul. Goeta dan LeCompte (1984:119) mengatakan bahwa dalam Penelitian Etnograpi: “Differentiates three forms of interview: the scheduled standarized interviews, the nonscheduled standarized interview, the nonstandarized interview”.

Wawancara pada awalnya dilakukan pada orangtua sampel sebagai tokoh utama dalam pengasuhan, masa sebelum menjadi atlet hingga menjadi atlet nasional. Dari wawancara tersebut terkumpulkan data tentang pemberian peluang pada anak-anak yang tidak bias gender. Artinya semua anak di dalam rumah mendapat perlakuan dan peluang serta pekerjaan yang sama tanpa membedakan satu dan yang lainnya; sejauhmana model pola asuh yang dilakukan orang tua mengasuh anaknya, sehingga anak tersebut berpeluang dalam prestasi nasional, baik dalam olahraga feminin maupun maskulin. Wawancara yang sama juga dilakukan berkesinambungan pada sampel, pelatih dan seluruh individu yang ada dalam tempat pelatihan, fihak sekolah, kelompok bermain sampel, dan kelompok-kelompok lain yang dianggap perlu, seperti dijelaskan oleh Strauss dan Corbin (2003:200) bahwa keputusan awal dalam melakukan penyampelan boleh berubah ketika penelitian tengah dikerjakan.

(21)

Sama halnya dengan teknik observasi, juga pada teknik wawancara ini hasil yang didapat segera dianalisis untuk menghindari adanya data pada saat proses wawancara berlangsung yang hilang atau terlupakan, yang dapat saja diakibatkan oleh kelemahan pencatatan atau faktor lupa, dan yang paling penting adalah kondisi atmosfir ketika wawancara berlangsung. Keseluruhan informasi yang diperoleh, dicatat, dan direkam selanjutnya dituangkan ke dalam catatan lapangan (field notes), dan disusun secara lebih rinci untuk memudahkan pemahaman dan analisis berikutnya.

Dari hasil wawancara ini, kemudian dilakukan analisis data yang menghasilkan deskripsi, eksplanasi, komparasi, dan kausalitas secara dialogis. Keseluruhan itu menjadi dasar dalam mendalami kondisi informan sehingga mampu melakukan abstraksi lebih lanjut untuk kegiatan penjaringan berikutnya. Analisa data mampu melahirkan konsep umum yang sejalan dengan pandangan informan yang berkaitan dengan pola asuh yang dialami sebagai anak perempuan, yang sering sekali terbias oleh faktor budaya dan keyakinan yang dianut oleh keluarga itu.

F. Pelaksanaan Pengumpulan Data

(22)

Peneliti sebagai human instrument sebelum memasuki lapangan telah memiliki catatan mengenai berbagai persiapan, perasaannya, harapannya dan pandangannya terhadap dirinya sebagai kunci dalam pengambilan data (Lincoln & Guba, 1985:193-194). Penelitian yang bersifat kualitataif, pada tahap awal penelitian memang belum memiliki gambaran yang jelas tentang aspek-aspek masalah yang akan diteliti. Pengembangan focus penelitian dilakukan sambal mengumpulkan data, proses seperti ini dikenal dengan “emergent design’ (Lincoln & Guba, 1985:102). Segala sesuatunya yang berkaitan dengan pengambilan dan pengumpulan data berkembang di lapangan. Akibatnya catatan yang dimiliki sebelum dan saat proses pengumpulan data berlangsung menjadi bersambungan hingga penelitian dianggap berakhir.

Akhir dari sebuah penelitian kualitatif memang cukup lama, itu sebabnya peneliti dalam penelitian ini, melakukan penjaringan data selama 6 bulan lamanya, hingga datanya sudah sampai pada level jenuh. Selanjutnya Lincoln dan Guba mengemukakan alasan-alasan di mana manusia berfungsi langsung sebagai pengambil data:

a. Hanya manusia yang dapat merasakan dan segera memberikan tanggapan terhadap tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk mengenai situasi perorangan, kelompok, maupun lingkungan yang ada.

b. Daya kemampuan menyesuaikan diri yang tinggi pada manusia, sehingga ia dapat mengumpulkan informasi mengenai banyak hal pada berbagai tingkatan secara simultan

c. Tekanan yang holistik memerlukan instrumen yang mampu menangkap fenomenon dengan segala konteksnya secara utuh dan menyeluruh

d. Manusia mampu berfungsi secara kompeten dan simultan baik di ranah pengetahuan proposisional maupun dalam pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman (propositional and tacit knowledge).

(23)

f. Manusia memiliki kemampuan unik untuk menyimpulkan data di tempat, dan langsung dapat meminta penjelasan, perbaikan dan uraian yang lebih jelas dari responden.

g. Kemungkinan jawaban yang tidak lazim atau aneh dapat diselidiki lebih jauh oleh instrumen manusia, bukan hanya untuk validitasnya akan tetapi terlebih penting untuk mencapai tingkat pengertian yang lebih tinggi dari apa yang mungkin dilakukan oleh alat pengambil data yang bukan manusia.

Berikut ini peneliti menguraikan secara rinci tentang tata cara pelaksanaan pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi yang dilakukan oleh peneliti baik secara langsung maupun insidental, dilakukan sesering mungkin pada ketiga unit analisis, ketiga keluarga, ketiga tempat latihan (klub), dan ketiga sekolah, dengan tujuan agar seluruh potret data yang dibutuhkan dapat terjaring dengan sempurna. Untuk keempat unit analisis penelitian ini dipaparkan sebagaimana berikut ini.

Pada unit analisis 1 atlet yudo Pada unit analisis 2, atlet angkat besi Pada unit analisis 3, atlet senam

(24)

Untuk melengkapi data penelitian, peneliti juga menjaring data dari ketiga lingkungan keluarga peneliti, yakni mengamati situasi, kondisi, pola hubungan sesama anggota keluarga, aturan yang dipakai, budaya yang dianut, pelaksanaan tugas rumah tangga, dan beberapa pengamatan lainnya yang muncul ketika peneliti tinggal bersama dengan ketiga keluarga tersebut. Pengamatan terhadap kondisi rumah tinggal juga menjadi hal yang penting dalam melengkapi data penelitian, ini berkaitan dengan pengamatan fisik.

Untuk menjaring data secara lengkap maka upaya yang dilakukan adalah, peneliti tinggal bersama selama lebih kurang empat bulan lamanya, secara bergantian pada 3 unit analisis penelitian ini, dengan harapan seluruh aktivitas baik di rumahtangga, sekolah, klub, maupun masyarakat sekitar dapat tertangkap dengan jelas oleh peneliti tanpa ada hambatan. Upaya dan harapan yang dilakukan lewat memotret pola asuh yang pernah terjadi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya selama satu hari penuh.

Seluruh kejadian yang ada merupakan catatan penting dalam mendeskripsikan keberadaannya yang diperlukan dalam analisa data. Meski dapat dipahami, peneliti sebagai instrumen langsung sering kurang objektif dalam mengambil data, karena selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan kemampuannya dalam mengamati, menganalisa dan mengambil keputusan, akan tetapi Miles dan Huberman (1984:230), mengakui bahwa adanya kelemahan tersebut sering disebabkan karena adanya monopoli yang vertikal dari cara kerja penelitian kualitatif, seperti peneliti yang bekerja seorang diri pada situs penelitiannya akan sepenuhnya memutuskan segala kondisi yang terangkum dalam proses penelitiannya.

(25)

sumber potensi bias yakni: “1) Kesalahan yang menyeluruh (holistic fallacy), 2) Prasangka yang elitis (elit bias), 3) peneliti menyeberang ke pihak yang diteliti (going native)”.

Dalam dunia penelitian ini menjadi sangat penting dalam upaya menilik pola asuh yang dilakukan pelatih dan segenap orang yang ada dan mengelola klub tempat sampel berlatih. Klub merupakan tempat untuk menggodok atlet dan sangat menentukan dalam pencapaian prestasi yang tinggi. Pengamatan yang dilakukan tidak hanya sebatas pada latihan secara fisik saja, akan tetapi data yang mengikutinya seperti faktor kognitif, afektif, pembinaan mental, menjadi unsur penting dalam penggarapan data di lapangan. Perlakuan pelatih pada setiap atlit sangat mempengaruhi perkembangannya, untuk itu seluruh komponen yang berkaitan dengan pelatihan akan menjadi pokok pengamatan peneliti.

Sekolah menjadi penting dan merupakan ungkapan data utama, secara umum ingin melihat peluang yang diberikan pihak sekolah dalam mendukung prestasi siswanya sebagai atlet. Hal lain sekaitan dengan unsur yang mendukung peraihan prestasi juga menjadi lahan pengambilan data, selama anak bersekolah sambil berlatih ataupun bertanding. Analisa sementara berdasarkan pengamatan dan pengalaman sepintas yang diperoleh dari atlet bahwa sekolah memberi peluang yang cukup besar, umpamanya dari segi waktu saja, fihak sekolah mengupayakan dispensasi jika diperlukan siswa. Selain itu dokumen sekaitan dengan beberapa penghargaan baik tertulis maupun bentuk apapun dalam rangka kejuaraan atau pertandingan olahraga.

2. Wawancara

(26)

pihak, seperti orangtua dan anggota keluarga lainnya, pelatih dan orang-orang yang berada di lingkungan klub, tetangga, civitas sekolah, dan kelompok bermainnya. Pada awal pengumpulan data, petunjuk wawancara dan petunjuk pengamatan digunakan hanya sebagai petunjuk awal saja, karena bila tidak penerapan petunjuk secara kaku dalam penelitian akan menimbulkan efek seperti, akan menutup kemungkinan diperolehnya data yang ada dalam situasi tersebut, membatasi jumlah dan jenis data yang terkumpul, dan menghambat peneliti dalam mencapai kepadatan dari variasi konsep yang sangat dibutuhkan dalam membangun grounded theory

(Strauss dan Corbin, 2003:201).

Wawancara dilakukan tidak hanya sebatas satu atau dua kali saja, akan tetapi berkali-kali untuk mendapatkan data yang lebih dalam dan lebih mengena terhadap fokus penelitian. Untuk ketiga keluarga sampel secara umum wawancara dilakukan pada topik yang sama, meski tidak menutup kemungkinan terjadi pembedaan diakibatkan situasi dan kondisi yang berbeda. Sedangkan untuk kondisi pelatihan yang juga merupakan kelompok inti dalam situs penelitian ini setelah keluarga, mengarahkan wawancara pada kelompok olahraga yang dipilih (olahraga maskulin dan feminin). Situasi berkembang lebih jauh pada bentuk pola atau program pelatihannya dalam dua bentuk cabang olahraga yang berbeda pada perempuan khususnya.

Meski lingkungan rumah, sekolah, dan kelompok bermain merupakan kelompok yang ditunjuk sebagai setting dalam penelitian ini, sebagai kelompok untuk melengkapi data pada

(27)

Sedangkan untuk lingkungan sekolah, utamanya kepala sekolah sebagai pengambil keputusan tertinggi dalam dukungan yang diberikannya dalam segi pemberian waktu untuk berlakon dalam kancah olahraga. Artinya, siswa yang ditunjuk sebagai sampel dalam penelitian ini ketika bersekolah, sering meninggalkan bangku sekolah untuk beraktivitas, baik dalam latihan maupun pertandingan. Sementara pada kelompok bermain, pengumpulan data dilakukan untuk lebih melihat pada keluhan yang dilontarkan sampel sebagai teman sharing sekaitan dengan kelelahan dan kejenuhan dalam mengikuti pelatihan yang rutin dan otomatis menyita waktu berkumpul dan bermain dengan kelompoknya.

Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa penjaringan data yang dilakukan melalui wawncara, merupakan penggabungan dari: 1) wawancara terstruktur (structured interview), ini dilakukan juka peneliti telah mengetahui tentang informasi apa yang akan diperoleh; 2) wawancara semiterstruktur (semistructure interview), jika peneliti ingin menemukan masalah lebih terbuka; dan 3) wawancara tak berstruktur (unstructured interview), perlakuan wawancara tanpa pedoman wawancara.

(28)

G. Memperoleh Tingkat Keabsahan Data

Data yang terjaring lewat pengamatan, wawancara dan dokumentasi, dicoba untuk dilihat tingkat keabsahannya. Alasan utama adalah sering munculnya prasangka-prasangka subjektif dari peneliti yang tergambar dari dirinya sendiri, sehingga kondisi demikian ini menyebabkan bias dan mengelabui data yang ada.

Pada langkah awal pengambilan data misalnya, peneliti hendaknya berperan tidak sebagai atasan pada bawahan, Strauss dan Corbin (2003:203) mengungkapkan beberapa petunjuk dalam pengambilan data kualitataif, dengan cara mendekati subjek, mengajukan pertanyaan, mengamati, membaca dokumen, serta mencermati tayangan video kaset merupakan unsur yang penting dalam proses penelitian, dan merupakan bagian dari karakteristik peneliti yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan. Selain itu Bogdan & Biklen (1982:42) memaparkan agar peneliti kualitatif berusaha untuk mengkaji dengan objektif untuk seluruh keadaan yang subjektif dari sampel.

Sedangkan untuk mempertahankan keobjektivan data yang diperoleh, Nasution (1988:110) mengungkapkan sebagai berikut: “Data hanya dapat dianggap objektif bila diperoleh berdasarkan kesamaan hasil pengamatan sejumlah peneliti dan dapat dicek kebenarannya oleh orang lain”, atas dasar itu peneliti dapat saja bekerja sama dengan para pembimbing dalam mempertahankan objektivitas data yang diperoleh. Pengecekan

(29)

kemungkinan bias atau prasangka pada dirinya yang disebabkan oleh latar belakangnya seperti latar belakang pendidikan, status sosial, suku, agama, dan ras, atau latar belakang lainnya yang berbeda dengan informan.

Mengacu pada pendapat Lincoln & Guba (1985:301-321), tingkat keabsahan suatu penelitian kualitatif dapat diukur dengan tiga kriteria, yakni: kredibilitas, tranferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas

Tingkat Kredibilitas

Tingkat kredibilitas sangat berkaitan dengan persoalan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, artinya apakah data yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi telah mengungkapkan hal-hal yang sesungguhnya dimiliki informan.

Lincoln & Guba (1985:301) menyarankan tentang cara mempertahankan tingkat kredibilitas melalui 5 teknik yakni:

1. Kegiatan-kegiatan yang mendukung penemuan dan penafsiran yang dipercaya, dengan melaksanakan penelitian dalam waktu yang cukup lama, pengamatan yang terus menerus, dan triangulasi (triangulation).

2. Kegiatan pengawasan terhadap proses inquiri

3. Kegiatan memperhalus hipotesa dengan terkumpulnya sejumlah informasi, termasuk kasus-kasus yang negatif

(30)

5. Kegiatan yang memungkinkan untuk menguji penemuan dan penafsiran dengan sumber asal, yaitu orang-orang yang memberikan informasi dalam penelitian (member-checking)

Untuk mempertahankan tingkat kredibilitas penelitian ini, peneliti dengan seksama melakukan kelima tahapan kegiatan yang diajukan di atas.

Tingkat Transferabilitas

Transferabilitas merupakan salah satu kriteria yang berhubungan dengan adanya nilai transfer dari hasil penelitian. Untuk pengujian nilai transfer terletak pada pengungkapan jawaban dari pertanyaan yang berkaitan dengan sejauh mana hasil penelitian ini dapat digunakan atau diaplikasikan dalam situasi lain. Nasution (1988:118) memaparkan, “Transferability bergantung pada sipemakai, yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dan situasi tertentu”.

Beberapa acuan yang diajukan dalam upaya mempertahankan tingkat transferabilitas adalah mengurangi bias dalam pengambilan data dengan cara menjalin hubungan sedekat mungkin dengan informan. Akan tetapi penjalinan hubungan tersebut tidak menjadikan pola pengaruh yang negatif pula dalam penjaringan data, misalnya pola hubungan tersebut menjadikan pola emosionil yang mengendap, karena merasa sungkan untuk memaparkan data yang sesungguhnya. Demikian juga halnya dengan penghindaran diri peneliti terhadap pengaruh situs penelitian dan juga sebaliknya.

(31)

Apakah peneliti dapat dependable, sehingga hasil penelitian dapat diakui keterandalannya, kondisi seperti ini dituntut pada peneliti sebagai alat utama penghasil data dalam pendekatan kualitatif. Nasution (1988:119) memaparkan bahwa: “Hal yang dapat dilakukan ialah menyatukan dependability dengan confirmability. Ini dilakukan dengan cara ‘audit trail”. Hal yang sama diungkapkan oleh Lincoln & Guba (1985:319) bahwa dependabilitas dan konfirmabilitas merupakan kriterium yang berkaitan dengan masalah kebenaran yang ditunjukkan dengan upaya melakukan proses audit trail. Untuk penelitian ini sistem audit trail dilakukan melalui pembimbingan dengan seluruh tim pembimbing disertasi. Selanjutnya Nasution (1988:120) menjelaskan sekaitan dengan bahan-bahan yang harus disediakan oleh peneliti dalam melakukan audit trail adalah: “kelengkapan data mentah, hasil analisis data, hasil sintesis data, dan catatan mengenai proses yang digunakan yang berkaitan dengan metodologi, disain, strategi, prosedur, rasional, dan upaya yang dilakukan untuk menjamin tingkat keabsahan data”.

H. Teknik Analisis Data

(32)

hanya menyajikan data deskriptif saja, maka sebenarnya penelitian itu sia-sia saja dan tidak memenuhi harapan”.

Pembuatan tafsiran dan interpretasi yang menggambarkan perspektif atau pandangan peneliti, digunakan untuk menyusun dan menjelaskan unit atau kategori tersebut, yang berikutnya mencari hubungan di antara berbagai konsep yang ditemukan hingga pemberian makna dan menemukan analisis dan kategori. Analisis yang demikian menurut Hadisubroto (1988:15) merupakan suatu proses kerja yang tujuannya membuat informasi-informasi yang telah berhasil dihimpun menjadi sesuatu yang jelas dan eksplisit. Hal yang sama diungkapkan oleh Bogdan & Biklen (1982:68-70) bahwa prosedur analisis semacam ini disebut sebagai

content analisys.

Dengan berpatokan pada uraian dan tata aturan yang dikemukakan tersebut, maka secara sederhana dapat digambarkan tahapan-tahapan analisis yang dilakukan oleh peneliti, sebagai berikut:

(33)

menjelaskan proporsi antar konsep yang dibentuk oleh hubungan yang terbina selama proses pengambilan data berlangsung. Analisa dan rekonstruksi data yang berulang kali dilakukan menghasilkan bangunan relasi sistem antar berbagai konsep yang berkaitan dengan pola asuh anak dalam keluarga.

2. Setelah pembuatan kategori lewat penggolongan data pada tahap pertama, selanjutnya upaya analisa data bergerak pada menjelaskan secara tertulis agar tiap kategori tadi dapat dipahami sejalan dengan pencarian penggolongan data lain yang relevan. Menjadi sulit dalam melakukan pekerjaan pada tahap kedua ini, karena sering terganggu oleh pemikiran yang ada saat melakukan analisis saja, padahal kondisi pengambilan data sering diwarnai oleh atmosfir yang bervariasi. Untuk mengatasi hal itu rekaman audio visual dicermati kembali. Hal yang paling penting adalah membuka kembali field notes

yang dibuat sesaat ketika tiap pengamatan selesai dilakukan.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penutup Bersama peserta didik guru menyimpulkan materi yang dipelajari dengan mengaitkan dengan kondisi social peserta didik..

Pengaruh Metode Pengajaran Tutor Sebaya Terhadap Motivasi Belajar Siswa D alam Mata Pelajaran Akuntansi D i Smk Negeri 11 Bandung.. (studi eksperimen pada materi jurnal khusus

KEMENTERI AN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSI A RI DI TJEN HAK ATAS KEKAYAAN I NTELEKTUAL. LAMPI RAN

Tugas Akhir merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan setiap mahasiswa Teknik Informatika untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program D- 3 Teknik Informatika

Fenomena yang terjadi saat ini dipasar Petisah yaitu meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang menyebabkan meningkatnya aktivitas masyarakat di

[r]

[r]

Sehubungan dengan hal tersebut, maka analisis ekonomis dan efisiensi operasi penangkapan yang dikaitkan dengan teknologi sangat perlu untuk dilakukan, mengingat