• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON OVARIUM DENGAN PEMBERIAN PROGESTERON MENGGUNAKAN CONTROLLED INTERNAL DRUG RELEASE (CIDR) PADA PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI GnRH DAN PGF2??

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON OVARIUM DENGAN PEMBERIAN PROGESTERON MENGGUNAKAN CONTROLLED INTERNAL DRUG RELEASE (CIDR) PADA PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI GnRH DAN PGF2??"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON OVARIUM DENGAN PEMBERIAN PROGESTERON MENGGUNAKAN CONTROLLED INTERNAL DRUG RELEASE (CIDR)

PADA PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI GnRH DAN PGF2α

SKRIPSI

ANDI REZKI MASFIRAH PUTRI 1111 07015

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

RESPON OVARIUM DENGAN PEMBERIAN PROGESTERON

MENGGUNAKAN CONTROLLED INTERNAL DRUG RELEASE (CIDR) PADA PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI DENGAN MENGGUNAKAN

KOMBINASI GnRH DAN PGF2α

SKRIPSI

Oleh:

ANDI REZKI MASFIRAH PUTRI I 111 07 015

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan Pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama

: A.Rezki Masfirah putri

NIM

: I111 07 015

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa ;

a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan

Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi

akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyatan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Makassar, November 2012

Ttd

(4)

Judul Penelitian

:

Respon Ovarium dengan Pemberian Progesteron Menggunakan Controlled Internal Drug Release (CIDR) pada Perlakuan Sinkronisasi Berahi dengan Menggunakan Kombinasi GnRH dan PGF2α

Nama

:

Andi Rezki Masfirah Putri

No. Pokok

:

I 111 07 015

Jurusan

:

Produksi Ternak

Program Studi

:

Produksi Ternak

Fakultas

:

Peternakan

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Oleh:

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Prof.Dr.Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc

Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt

NIP. 19540602 197802 1 001

NIP.

19700725199903 1 001

Dekan Fakultas Peternakan

Ketua Jurusan Produksi Ternak

Prof. Dr. Ir. H. SyamsuddinHasan, M.Sc

Prof.Dr.Ir. H. Sudirman Baco,M.Sc,

NIP. 19520923 197903 1 002

NIP.

19641231 198903 1 025

(5)

Andi Rezki Masfirah Putri (I11107015).

Respon Ovarium dengan Pemberian Progesteron Menggunakan Controlled Internal Drug Release (CIDR) pada Perlakuan Sinkronisasi Berahi dengan Menggunakan Kombinasi GnRH dan PGF2α. Dibawah bimbingan Abd. Latief Toleng

Sebagai

Pembimbing Utama dan Muhammad Yusuf Sebagai Pembimbing Anggota.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon ovarium dengan dan tanpa pemberian

progesteron (CIDR) pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi

hormon GnRH dan PGF2α. Penelitian ini menggunakan 20 ekor sapi perah Fries Holland (FH)

dan dibagi dalam 2 perlakuan sinkronisasi berahi yakni 10 ekor ternak sapi perah dengan

pemberian CIDR dan 10 ekor ternak sapi perah tanpa pemberian CIDR. Pada hari pertama

perlakuan sinkronisasi, seluruh ternak sapi perah diinjeksi dengan hormon GnRH sebanyak

100 µg (fertirelin acetate) (hari-0). Pada hari yang sama, 10 ekor ternak sapi perah tersebut

diberikan progesteron dalam bentuk CIDR secara intravaginal sebagai perlakuan, sedangkan

10 ekor lainnya sebagai kontrol. Pada hari ke-7 sebanyak 27,5 µg dinoprost hormon PGF2α

disuntikkan kepada seluruh ternak serta CIDR pada kelompok perlakuan dilepaskan.

Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, dan pada hari ke-10. Plasma

darah masing-masing sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung plasma kemudian

disimpan pada suhu -20ºC sampai pelaksanaan analisa untuk mengetahui konsentrasi hormon

progesteron dengan menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari total 20 ekor ternak sapi perah, terdapat perbedaan yang nyata

(P=0,046) antara 12 ekor ternak sapi atau sebanyak 60% menunjukkan fase luteal dan

selebihnya 8 ekor ternak sapi perah atau 40% adalah fase folikul atau ovarium yang belum

menujukkan aktivitas pada awal perlakuan sinkronisasi berahi. Dengan pemberian CIDR,

konsentrasi progesteron yang tinggi pada hari ke-7 dan rendah pada hari ke-10 adalah

sebanyak 80% sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan tanpa pemberian

CIDR. Dapat disimpulkan bahwa pemberian progesteron dalam bentuk CIDR sangat nyata

lebih efektif dalam mensinkronkan munculnya berahi pada ternak sapi perah yang mendapat

perlakuan sinkronisasi GnRH dan PGF2

.

(6)

Andi Rezki Masfirah Putri (I11107015).

Ovarian Responses with

Controlled Internal Drug Release (CIDR)

Insertion

on Estrous Synchronization Using a Combination of GnRH and PGF2α. UnderAbd. Latief Toleng

as Main Supervisor and Muhammad Yusuf as Co-supervisor.

ABSTRACT

This study aimed to know the responses of ovarian with and without CIDR (

controlled internal drug release)

insertion on estrous synchronization using a combination of GnRH and

PGF2α. The study was using 20 dairy cows of Fries Holland (FH), in which the cows were

allocated into two treatment groups of estrous synchronization; 10 dairy cows with CIDR

insertion and 10 without CIDR insertion. At first day of synchronization treatment, all cows

were injected 100 µg of GnRH (fertirelin acetate) (day-0). At the same day, 10 cows were

inserted with CIDR intra-vaginally as treatment, while the remaining 10 cows as control

(without CIDR insertion). On day-7, the cows were injected 27.5 µg of dinoprost (PGF2α) and

removal of CIDR in CIDR group. Blood samples were collected on day-0, day-7, and day-10.

The blood plasma were separated and put into plasma tube, then kept on -20ºC until assayed

was performed using radioimmunoassay (RIA) technique. The results of this study showed

that of 20 cows, there was a significant different (P=0.046) between 12 cows or 60% showed

luteal phase and 8 cows or 40% in follicular phase or inactive ovaries in the beginning of

estrous synchronization. In CIDR group, high progesterone concentration on day-7 and low on

day-10 was 80% and significantly higher (P<0.01) than in cows without CIDR insertion. It can

be concluded that administration of progesterone using CIDR was significantly more effective

in synchronizing the estrus using a combination of GnRH and PGF2 treatments.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah rabbil alamin, segala Puja dan Puji bagi Allah SWT, sebanyak tetesan

air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya di langit, di bumi dan diantara

keduanya. Segala puja dan puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah SWT,

meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari sewajarnya.

Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

berkat dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga

penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril

maupun materil. Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada :

1. Bapak

Prof. Dr. Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc

Selaku pembimbing utama dan bapak

Dr. Muhammad Yusuf S,Pt.

Selaku pembimbing anggota, atas segala bantuan dan

keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran-saran sejak awal

penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

(8)

2. Sembah sujudku kepada Ayahanda

H.A

.

Muh Djufri

dan Ibunda

Hj.Ratnah

yang tercinta

serta kakak yang kusayang atas segala limpahan doa, kasih sayang, kesabaran,

pengorbanan yang telah diberikan tanpa henti.

3. Bapak

Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc.

Selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin.

4. Bapak

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc.

Sebagai Ketua Jurusan Produksi Ternak

beserta seluruh dosen dan staf Jurusan Produksi Ternak atas segala bantuan dan

saran-sarannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak

Prof.Dr. Ir. Muin Liwa, MS

selaku penasehat akademik yang senantiasa

memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti bagi penulis .

6. Sahabatku

Nur Aliah S.Pt, Muthmainnah Bahri S.S, Hardianti S.Pt, Masturi, S.Pt,

Suparno, S.Pt, Ummul Masir, S.Pt, Nurul Azima, S.Pt,

dan

Desy Aryani, S.Pt

terima

kasih atas telah mengajarkan arti persaudaraan dan persahabatan yang tulus serta semua

bantuannya selama ini memberikan dukungan dan motivasi.

7. Sahabat-sahabat

“Rumput 07”

yang tidak sempat saya sebutkan namanya terima kasih

yang setinggi-tingginya serta penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala cinta,

pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa serta kebersamaan selama ini, waktu yang

dilalui sungguh merupakan pengalaman hidup yang berharga dan tak mungkin untuk

terlupakan dan terimakasih telah memberiku sedikit tempat di hatimu untuk menjadikanku

sahabat dan teriring dengan doa semoga rekan dan sahabatku sukses selalu.

(9)

Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik,

apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ...

i

HALAMAN JUDUL...

ii

PERNYATAAN KEASLIAN ...

iii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iv

ABSTRACT ...

v

ABSTRAK ...

vi

KATA PENGANTAR ...

vii

DAFTAR ISI ...

x

DFTAR TABEL... xii

LAMPIRAN...

xiii

PENDAHULUAN ...

1

TINJAUAN PUSTAKA...

3

Mekanisme Kerja CIDR ...

3

Sinkronisasi Berahi...

5

GnRH dan PGF2α...

6

METODE PENELITIAN

...

8

Waktu dan Tempat...

8

Materi Penelitian...

8

Prosedur Penelitian ...

8

Parameter Penelitian...

12

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Ovarium Sebelum Perlakuan Sinkronisasi Berahi...

13

Respon Ovarium Dengan dan Tanpa Pemberian CIDR Pada

Pelaksanaan Sinkronisasi Berahi pada Ternak Sapi Perah ...

15

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan...

18

Saran... 18

DAFTAR PUSTAKA ...

19

LAMPIRAN

(12)

PENDAHULUAN

Sapi perah memberikan konstribusi yang besar dalam upaya meningkatkan pendapatan petani di Sulawesi Selatan. Peluang pasar sapi Perah di daerah ini sangat cerah sehingga komoditi tersebut cukup strategis dijadikan usaha yang dapat meningkatkan pendapatan petani maupun kalangan pengusaha peternak (Djagra, 1989).

Permasalahan yang ditemukan pada petani peternak sapi rakyat di Sulawesi Selatan adalah kecenderungan sapi perah mengalaini masa anestrus post partum yang lambat, berkisar antara enam sampai empat bulan, bahkan lebih. Dengan kata lain timbulnya estrus post partum yang lambat akan menyebabkan interval antara kelahiran yang panjang (Marawali, 2001).

Dari beberapa hasil penelitian mengenai estrus post partum pada sapi perah, kisaran masa anestrus post partum empat sampai enam bulan merupakan hal yang biasa ditemukan pada sapi perah di Indonesia pada umumnya. Tetapi percepatan timbulnya estrus post partum merupakan suatu usaha untuk meningkatkan efisiensi reproduksi ternak tersebut (Anonim, 20ll).

Ada beberapa upaya yang dilakukan untuk percepatan estrus post parturn antara lain pemberian penambahan CIDR pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α. Meskipun harga preparat CIDR ini cukup tinggi tetapi secara ekonoinis dapat meningkatkan pendapatan bila ditinjau dari segi keaktifan kerja hormon tersebut. Pemberian preparat CIDR ini selain mempercepat estrus post partum sekaligus mensinkronkan estrus

(13)

sehingga dapat diantisipasi clan diperkirakan waktu inseininasi secara cepat dan serentak, terutama ternak pada peternak sapi rakyat yang dipelihara secara ekstensif dimana ternak digembalakan pada ternak rumput, jarang dilihat, jarang dikandangkan dan pendeteksian estrusnya cukup sulit dilakukan (Marawali, 2001).

Selain itu peternak dapat mengatur waktu kelahiran yang disesuaikan dengan ketersediaan pakan pada musim tertentu, sehingga dapat mempertahankan efisiensi waktu dan tenaga kerja serta efesiensi reproduksi, juga untuk penyesuaian produksi dengan kebutuhan pasar. Keuntungan dalam penggunaan preparat CIDR dengan menyuntikkan GnRH dan PGF2α dapat memunculkan berahi pada sekelompok ternak secara serentak dan musim perkawinan dapat dipersingkat sehingga dapat menghemat biaya terutama bila perkawinan menggunakan Inseminasi Buatan (Anonim, 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon ovarium dengan dan tanpa pemberian progesteron (CIDR) pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi hormon GnRH dan PGF2α.

Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan pertimbangan tentang pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi hormon GnRH dan PGF2α pada sapi perah.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Mekanisme Kerja CIDR

Controlled Internal Drug Release (CIDR) merupakan alat yang terbuat dan sebatang silikon berbentuk huruf T dan mengandung 1,9 gram hormon progesteron untuk hewan besar (seperti sapi dan kerbau) dan 0,33 gram hormon progesteron untuk hewan kecil (seperti kambing dan domba). Keuntungan penggunaan alat ini adalah untuk mengontrol siklus berahi, mengatasi problem fertilitas seperti anovulatory anoestrus (ternak yang tidak bersiklus) dan ovarium yang sistik, serta untuk program seleksi dan transfer embrio (Anonim 2011b).

Pemakaian CIDR yang mengandung hormon progesteron efektif dilakukan untuk proses sinkronisasi siklus estrus pada sapi perah. Selain itu, kombinasi penggunaan CIDR dengan penyuntikan hormon prostaglandin secara nyata dapat meningkatkan jumlah sapi yang standing pada saat estrus (Vargas et.al.,1994). Pemberian hCG pada proses superovulasi dengan FSH dilaporkan dapat menghasilkan lebih banyak embrio layak transfer walaupun tidak berbeda secara nyata dan kontrol (Armstrong, 1993).

Pemasangan CIDR dilakukan secara asepsis dengan aplikator khusus yang sudah dicelupkan dalam larutan antiseptik standar, diberi pelumasan dengan gel steril, netral, kemudian dimasukkan ke dalam vagina sampai di depan os uteri dari servik, seterusnya implan dideposisikan pada tempat itu. Estrus akan timbul dalam waktu 3 hari kemudian setelah CIDR dicabut, sehingga inseininasi buatan dapat dilakukan antara hari ke 48 sampai 72 jam kemudian ( Putro, 2008).

(15)

Penggunaan CIDR untuk sinkronisasi estrus sapi Holstein telah dilakukan di Jepang oleh Vargas et al. (1994) dan menghasilkan sebanyak 90,7% induk estrus dan 63,3% induk bunting sebagai respon terhadap penggunaan CIDR. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa penyuntikan pada saat pencabutan CIDR tidak berpengaruh terhadap persentase kebuntingan, tetapi berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan kejadian standing estrus dan jumlah CL yang dihasilkan yaitu rata-rata per induk sebesar 3,1.

Mekanisme kerja dari alat ini, yaitu alat ini dimasukkan dan didiamkan dalam vagina selama beberapa hari, selanjutnya progesteron yang terdapat di dalam alat ini akan diserap oleh vagina dan segera disekresikan ke dalam aliran darah yang akan menghambat pelepasan FSH dan LH dan adenohipofisis melalui mekanisme umpan balik negatif. Kadar progesteron dalam darah akan meningkat pada saat alat disisipkan dalam vagina dan tetap stabil dipertahankan selama periode penyisipan alat ini. Setelah alat ini dicabut terjadi penurunan progesteron secara mendadak dan mencapai level basal sehingga terjadi feedbackpositif pada hipotalamus untuk melepaskan GnRH yang akhirnya terjadi pelepasan hormon FSH dan LH dari adenohipofisis dan akan terjadi pematangan folikel, berahi dan ovulasi. CIDR memberikan fertilitas terbaik bila diinsersikan selama 7 sampai 10 hari (Putro, 2008).

Pada pemasangan CIDR di vagina dilakukan pada hari ke-0. Setelah selang 7 hari CIDR dicabut, tetapi 24 jam sebelum pencabutan CIDR di injeksi PGF2α untuk melisiskan korpus luteum yang tersisa, sehingga akan lebih

(16)

meminimumkan kadar progesteron setelah CIDR dicabut, sebagai akibatnya proses estrus dan ovulasi akan menjadi lebih baik ( Putro, 2008).

Sinkronisasi Berahi

Sinkronisasi birahi merupakan suatu cara untuk menimbulkan gejala birahi secara bersama-sama, atau dalam selang waktu yang pendek dan dapat diramalkan pada sekelompok hewan. Tujuan sinkronisasi berahi adalah untuk memanipulir proses reproduksi, sehingga hewan akan terinduksi berahi proses ovulasinya, dapat diinseminasi serentak dan dengan hasil fertilitas yang normal. Penggunaan teknik sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, disamping juga mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan dan meningkatkan fertilitas kelompok (Wenkoff, 1986).

Terdapat dua cara sinkronisasi berahi, yang pertama dengan melisiskan corpus luteum misalnya dengan prostaglandin dan yang kedua substitusi fungsi corpus luteum dengan progestagen. Lisisnya corpus luteum akan diikuti dengan pembebasan hormon gonadotrophin yang menyebabkan birahi dan timbulnya proses ovulasinya (Peters, 1986).

Substitusi corpus luteum dengan pemberian progesteron eksogen akan menyebabkan penekanan pembebasan hormon gonadotrophin dari pituitaria anterior. Penghentian pemberian progesteron eksogen ini akan diikuti dengan pembebasan hormon gonadotrophin secara tiba-tiba yang berakibat terjadinya berahi dan ovulasi serentak (Wenkoff, 1986).

(17)

Gonadotropin Releasing Hormone (GnRII) dan Prostaglandm (PGF2α)

GnRH merupakan suatu dekadeptida (10 asam amino) dengan berat molekul 1183 dalton. Hormon ini menstimulasi sekresi follicle stimulating hormon (FSH) dan Lutinizing Hormone (LH) dari hipofisis anterior (Salisbury dan Vandemark, 1985). Pemberian GnRH meningkatkan FSH dan LH dalam sirkulasi darah selama 2 sampai 4 jam (Chenault dkk., 1990).

Secara alamiah, terjadinya level tertinggi (surge) LH yang menyebabkan ovulasi merupakan basal kontrol umpan balik positif dan sekresi estrogen dan folikel yang sedang berkembang. Berikut ini adalah mekanisme kerja GnRH. Hipotalamus akan mensekresi GnRH, kemudian GnRH akan menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresi FSH dan LH. FSH bekerja pada tahap awal perkembangan folikel dan dibutuhkan untuk pembentukan folikel antrum. FSH dan LH merangsang folikel ovarium untuk mensekresikan estrogen. Menjelang waktu ovulasi konsentrasi hormon estrohen mencapai suatu tingkatan yang cukup tinggi untuk menekan produksi FSH dan dengan pelepasan LH menyebabkan terjadinya ovulasi dengan menggertak pemecahan dinding folikel dan pelepasan ovum. Setelah ovulasi maka akan terbentuk korpus luteum dan ketika tidak bunting maka PGF2α dari uterus akan melisiskan korpus luteum. Tetapi jika terjadi kebuntingan maka korpus luteum akan terus dipertahankan supaya konsentrasi progesteron tetap tinggi untuk menjaga kebuntingan (Adnan dan Ramdja, 1986).

(18)

prostaglandin diberikan oleh Von Euler karena ia berpendapat bahwa zat ini dihasilkan oleh kelenjar prostat manusia. Prostaglandin mempunyai implikasi pada pelepasan gonadotropin, ovulasi, regresi CL, motilitas uterus dan motilitas spermatozoa (Djajosoebagio, 1990).

PGF2α bersifat luteolitik sehingga mampu menginduksi terjadinya regresi CL yang mengakibatkan estrus, akan tetapi mekanisme yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti walaupun salah satu dari postulat-postulat yang ada menyatakan bahwa efek vasokonstriksi dan PGF2α dapat menyebabkan luteolisis. Beberapa hipotesis tentang bagaimana kerja PGF2α dalam melisiskan CL yaitu (1) PGF2α langsung berpengaruh kepada hipofisis, (2) PGF2α menginduksi luteolisis melalui uterus dengan jalan menstimulir kontraksi uterus sehingga dilepaskan luteolisis uterin endogen, (3) PGF2α langsung bekerja sebagai racun terhadap sel-sel CL, (4) PGF2α bersifat sebagai antigonadotropin, baik dalam aliran darah maupun reseptor pada CL, dan (5) PGF2α mempengaruhi aliran darah ke ovarium (Solihati, 2005). PGF2α hanya efektif bila ada korpus luteum yang berkembang, antara hari 7 sampai 18 dan siklus estrus (Putro, 2008).

(19)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai respon ovarium dengan penambahan CIDR pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α telah dilaksanakan di Kabupaten Sinjai. Analisa sampel plasma darah untuk mengetahui konsentrasi hormon progesteron, dilakukan di Divisi Isotop, Laboratorium Terpadu, Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin, Makassar pada Bulan Mei sampai Juni 2012.

Materi Penelitian

Materi penelitian adalah 20 ekor induk sapi Perah FH (Holstein Friesian) yang dipelihara oleh petani-peternak. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aplikator CIDR, spoit injeksi, alkohol, kapas, jarum venoject, holder, tabung sampel darah dan sampel plasma, centrifuge, dan seperangkat peralatan analisa hormon progesteron dengan teknik radioimmunoassay (RIA). Untuk perlakuan sinkronisasi berahi, hormon yang digunakan adalah controlled internal drug release (CIDR), Gonadotropin releasing hormone (GnRH), dan Prostaglandin F2α (PGF2α).

Rancangan

Ternak Sapi Perah;Sebanyak 20 ekor sapi perah yang telah diseleksi dan digunakan dalam penelitian dibagi dalam 2 perlakuan sinkronisasi berahi dengan

(20)

menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α yakni 10 ekor ternak sapi perah dengan pemberian CIDR dan 10 ekor ternak sapi perah tanpa pemberian CIDR.

Sinkronisasi Berahi; Pada hari pertama perlakuan sinkronisasi, seluruh ternak sapi perah diinjeksi dengan hormon GnRH sebanyak 100 µg (fertirelin acetate) (hari-0). Pada hari yang sama, 10 ekor ternak sapi perah tersebut diberikan progesteron dalam bentuk CIDR secara intravaginal sebagai perlakuan, sedangkan 10 ekor lainnya sebagai kontrol. Pada hari ke-7 sebanyak 27,5 µg dinoprost hormon PGF2α disuntikkan kepada seluruh ternak Gambar 1 dan 2).

Perlakuan 1 Tanpa CIDR

Hari

Gambar 1. Sapi perah mendapatkan perlakuan hormon GnRH, PGF2α, (perlakuan 1).

Perlakuan 2. Dengan Penambahan CIDR

Hari

Gambar 2. Sapi Perah mendapatkan perlakuan hormon GnRH, PGF2α dan pemasangan CIDR (perlakuan 2).

Deteksi Berahi

Deteksi Berahi

9

a

(21)

Sampel Darah;Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-0 (pada saat injeksi GnRH) , hari ke-7 (pada saat injeksi PGF2α), dan pada hari ke-10 (pada saat diperkirakan munculnya berahi). Sampel darah dari seluruh ternak sapi perah diambil dari vena jugularis kira-kira sebanyak 10 ml ke dalam tabung yang mempunyai anti-koagulan. Dalam waktu 2 jam setelah pengambilan sampel darah, sampel-sampel tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 1500 x g untuk memisahkan plasma darah. Plasma darah masing-masing sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung plasma kemudian disimpan pada suhu -20ºC sampai pelaksanaan analisa untuk mengetahui konsentrasi hormon progesteron dilakukan.

Analisa Hormon Progesteron; Analisa hormon progesteron dilakukan dengan menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA) dengan prosedur sebagai beriukut.

1. Semua bahan reaksi diequilibrasi pada temperatur kamar 2. Tabung dilabeli secara duplikat

3. Semua bahan reaksi dan sampel dicampur sebelum digunakan dan dihindari terjadinya busa yang berlebihan

4. Sebanyak 50 ml masing-masing standar dipipet ke dalam tabung yang telah dilabeli

5. Ke dalam seluruh tabung, kemudian dimasukkan 100 ml larutan tracer 6. Kemudian 100 ml anti serum dimasukkan kemudian ke dalam semua

tabung kecuali tabung T dan NSB

7. Masing-masing tabung kecuali T diaduk selama 2-5 detik. Kemudian didiamkan tabung selama 2 jam dalam temperatur kamar (20-280C)

(22)

8. Tabung T ditempatkan pada rak terpisah. Botol yang mengandung magnetic immunosorbent dikocok dan diaduk sampai tercampur. Kemudian ditambahkan 500 ml ke masing-masing tabung kecuali tabung T.

9. Seluruh tabung diaduk secara merata dan diamkan selama 15 menit pada temperatur kamar.

10. Sentrufugasi; semua tabung disentrifugasi selama 15 menit pada 1500g atau lebih kemudian supernatant diaspirasi.

11. Radioaktifitas semua tabung dihitung selama 60 detik.

12. Konsentrasi hormone progesterone dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini.

Bo/T%=100*(S1-NSB)/T

B/80%=100*(S2-b:M-NSB)/(S1-NSB)

Parameter Penelitian

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah:

1. Kondisi fisiologi reproduksi/aktivitas ovarium pada hari ke 0.

2. Konsetrasi Hornon progesteron pada hari ke 0 ke 7 dan ke 10 dengan dan tanpa pemberian progesteron dengan menggunakan CIDR

(23)

Analisis Data

Profil Hormon progesteron hari ke 7 dan 10 ekor ternak pada masing-masing perlakuan digambarkan dengan menggunakan program excel konsentrasi masing-masing pada hari ke 7 dan 10 pada perlakuan dengan dan tanpa pemberian progesteron akan dikategorikan ke dalam fase luteal atau fase folikel persentase fase luteal pada hari ke 7 dan persentase fase folikel pada hari ke 10 masing-masing perlakuan di bandingkan dengan menggunakan chi-square.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Ovarium Sebelum Perlakuan Sinkronisasi Berahi

Pada penelitian ini pembagian ternak sapi dalam kelompok dengan dan tanpa CIDR untuk tujuan sinkronisasi berahi dilakukan secara acak terhadap aktivitas ovarium atau kondisi fisiologi reproduksi ternak sapi. Aktivitas ovarium ternak sapi pada awal pelaksanaan sinkronisasi berahi yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Aktivitas Ovarium Ternak Sapi Perah pada Awal Pelaksanaan Sinkronisasi Berahi Perlakuan Jumlah Ternak Fase Luteal (%) Fase Folikel/ Ovarium

Tidak Aktif (%) Nilai P

CIDR 10 70 30 < 0,01

Tanpa CIDR 10 50 50 1.000

Jumlah 20 60 40 0,046

Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa pada perlakuan dengan menggunakan CIDR, terdapat 70% ternak sapi dengan fase luteal pada awal sinkronisasi berahi dilakukan yang ditandai dengan tingginya konsentrasi hormon progesteron (≥1 ng/ml). Sedangkan selebihnya 30% adalah kemungkinan fase folikel atau ovarium tidak aktif yang ditandai dengan rendahnya (konsentrasi hormon progesteron (≤1 ng/ml). Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa kondisi ternak pada fase luteal pada perlakuan CIDR lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan fase folikel atau ovarium yang belum aktif. Hal ini dapat

(25)

terjadi karena dalam satu siklus berahi ternak sapi, fase luteal lebih panjang dibandingkan dengan fase folikel (Bearden dan Fuquay, 1992). Dengan demikian, memungkinkan persentase fase luteal lebih tinggi dibandingkan dengan fase folikel pada ternak yang bersiklus. Pada perlakuan dengan tanpa pemberian CIDR, perbandingan jumlah ternak baik dengan fase luteal dan fase folikel atau ovarium yang belum aktif adalah relatif sama (Tabel 1). Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa ternak yang tidak atau berhenti bersiklus, sehingga perbandingan antara ternak dengan fase luteal dan fase folikel secara kebetulan menjadi seimbang.

Dengan demikian, secara keseluruhan bahwa dari total 20 ekor ternak sapi perah yang digunakan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 12 ekor ternak sapi atau sebanyak 60% menunjukkan fase luteal (konsentrasi hormon progesteron tinggi; ≥ ng/ml). Selebihnya 8 ekor ternak sapi perah atau 40% adalah fase folikul atau ovarium yang belum menujukkan aktivitas. Hasil analisis Chi-square dari kedua fase atau aktivitas ovarium tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata (P=0,046) (Tabel 1).

(26)

Respon Ovarium Dengan dan Tanpa Pemberian CIDR Pada Pelaksanaan Sinkronisasi Berahi pada Ternak Sapi Perah

Pada penelitian ini, respon ovarium ternak-ternak sapi perah berdasarkan konsentrasi hormon progesteron yang tinggi pada hari ke-7 pelaksanaan sinkronisasi berahi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Respon Ovarium pada Hari ke-7 Ternak Sapi Perah Dengan dan Tanpa Pemberian Progesteron Pada Perlakuan Sinkronisasi Berahi

Perlakuan JumlahTernak Fase Luteal Persentase(%) Nilai P

CIDR 10 10 100

= 0,021

Tanpa CIDR 10 7 70

Jumlah 20 17 85

Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa pada perlakuan dengan pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi, seluruh ternak sapi perah yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan konsentrasi hormon progesteron yang tinggi pada hari ke-7. Sedangkan dengan tanpa pemberian CIDR jumlah ternak yang menunjukkan konsentrasi hormon progesteron yang tinggi pada hari ke-7 pelaksanaan sinkronisasi berahi tersebut, nyata lebih rendah (P<0.05); yang hanya 70%. Hal ini memberi indikasi bahwa dengan pemberian CIDR pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α dapat lebih efektif. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Vargas dkk. (1994) bahwa pemakaian CIDR yang mengandung hormon progesteron efektif dilakukan untuk proses sinkronisasi siklus estrus pada sapi perah. Selain itu, kombinasi penggunaan CIDR dengan penyuntikan hormon

(27)

prostaglandin secara nyata dapat meningkatkan jumlah sapi yang standing pada saat estrus. Pemberian hCG pada proses superovulasi dengan FSH dilaporkan dapat menghasilkan lebih banyak embrio layak transfer walaupun tidak berbeda secara nyata dan kontrol (Armstrong, 1993).

Pada pelaksanaan penelitian ini 3 dari 10 ekor ternak sapi perah dengan tanpa pemberian CIDR menunjukkan tanda–tanda berahi sebelum penyuntikan PGF2α (Hari ke-7). Ini dapat berarti bahwa dengan pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α mencegah terjadinya berahi dini sebelum sebelum penyuntikan PGF2α. Hasil penelitian Martinez dkk. (2002) menunjukkan bahwa pemberian intravaginal progesterone (CIDR) dalam sinkronisasi berahi yang menggunakan GnRH diawal perlakuan mencegah terjadinya berahi dini dan bahkan meningkatkan angka kebuntingan pada sapi potong dara. Dengan tanpa pemberian CIDR atau progesteron, beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa berahi dini akan terjadi dan dideteksi sekitar 5 – 11.8%, dimana terjadi antara injeksi GnRH pada awal perlakuan sinkronisasi dan injeksi PGF2α (Roy dkk., 1999; DeJarnette dkk., 2001). Sebagai tambahan terhadap munculnya berahi dini pada perlakuan sinkronisasi dengan tanpa menggunakan CIDR atau progesteron, adalah tidak sempurnanya regresi luteal pada saat penyuntikan PGF2α yang juga dapat menyebabkan gagalnya konsepsi (Burke dkk., 1996).

Dengan demikian, dari 20 ekor ternak sapi perah secara keseluruhan yang disinkronisasi berahinya, terdapat 17 atau 85% ternak tersebut dengan fase luteal

(28)

atau konsentrasi hormon progesteron yang tinggi pada hari ke-7 yang sekaligus menunjukkan efektifitas pelaksanaan sinkronisasi berahi.

Tabel 3. Konsentrasi Hormon Progesteron Ternak Sapi Perah yang Tinggi Pada Hari Ke 7 dan Rendah Pada Hari Ke 10 Dengan dan Tanpa Pemberian Progesteron

Perlakuan JumlahTernak

Konsentrasi Hormon Progesteron yang Tinggi

pada Hari Ke-7 dan Rendah pada Hari ke-10

Persentase (%)

CIDR 10 8 80**

Tanpa CIDR 10 4 40

Total 20 12 60

**)Berbeda sangat nyata (P<0,01) dibanding tanpa CIDR

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada perlakuan yang tanpa pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi, dari 10 ekor ternak sapi perah yang digunakan hanya 4 ekor atau 40% saja yang konsentrasi hormon progesteronnya tinggi pada hari ke-7 dan rendah pada hari ke-10. Sedangkan pada perlakuan dengan pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi, ternak-ternak sapi perah dengan konsentrasi progesteron yang tinggi pada hari ke-7 dan rendah pada hari ke-10 adalah sebanyak 80% atau sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan tanpa pemberian CIDR (Tabel 3). Ini berarti bahwa pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi yang menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α sangat nyata lebih efektif dibandingkan dengan tanpa pemberian CIDR.

(29)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian progesteron dalam bentuk CIDR sangat efektif dalam mensinkronkan munculnya berahi pada ternak sapi perah yang mendapat perlakuan sinkronisasi GnRH dan PGF2.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh pada pelaksanaan penelitian ini dan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan sinkronisasi berahi yang mengkombinasikan penggunaan hormon GnRH dan PGF2α serta untuk mencegah munculnya berahi dini, maka disarankan untuk memberikan tambahan hormon progesteron dalam bentuk CIDR. Lebih lanjut disarankan adanya penelitian lanjutan untuk melihat angka konsepsi dengan dan tanpa pemberian CIDR pada perlakuan sinkronisasi berahi yang menggunakan kombinasi hormon GnRH dan PGF2α.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, A. dan Ramdja, M. 1986. Fisio Patologi Ovarium Sapi Dan Aktivitas Hormonalnya. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Anonim, 2011a. Teknik Sinkronisasi Estrus Pada Sapi. http//.dokterhewanku.com

Anonim, 201 1”. Gejala-gejala berahi sapi perah. http//.akhirman.com Bearden, H.J. and J.W. Fuquay. 1992. Applied Animal Reproduction. Third

Edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632.

Burke, J.M, R.L. De La Sota, C.A. Risco CA, C.R. Staples, E.J.P. Schmitt, W.W. Thatcher. 1996. Evaluation of timed insemination using a gonadotropin-releasing hormone agonist in lactating dairy cows. J. Dairy Sci., 79:1385– 1393.

Chenault, J. R., D.D Kratser, R.A Rzepkowski, and M.C. Goodwin. 1990. LH and FSH response of Holstein Heifer To Fertirelin Acetate, Gonadrelin And Buserin. Theriogenology.

DeJarnette, J.M., R.R. Salverson, C.E. Marshall. 2001. Incidence of premature estrus in lactating cows and conception rates to standing estrus or fixed-time inseminations after synchronization using GnRH and PGF2α. Anim. Reprod. Sci., 67:27–35.

Djagra, I. B. 1989. Sapi Bali Betina Sebagai Tenaga Kerja. Buletin ISPI Bali No. 1 ThnI.

Djajosoebagio, S. 1990. Fisiologi Kelenjar endokrin Volume II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen. Dikti. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB.

Marawali, A. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Reproduksi Ternak. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur. Jakarta

Martinez M.F, J.P. Kastelic, G.P. Adams, B. Cook, W.O. Olson, R.J. Mapletoft. 2002. The use of progestins in regimens for fixed-time artificial insemination in beef cattle. Theriogenology, 57:1049–1059.

Pumo, P.P., 2008. Dampak Crossbreeding terhadap Reprociuksi Induk Turunannya:

Hasil Studi Klinis. Lokakarya Lustrum VIII Fak. Peternakan UGM, 8 Agustus 2009

(31)

Salisbury, R.F. dan W.L. vandemark. 1985. Fisiologi reproduksi dan inseminasi buatan pada sapi. Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Solihati, N. 2005.PengaruhMetodePemberian PGF2a Dalam Sinkronisasi Estrus Terhadap angka Kebuntingan Sapi Perah Anestrus. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran.

Roy, G.L., and H. Twagiramungu. 1999. Time interval between GnRH and prostaglandin injections influences the precision of estrus in synchronized cattle. Theriogenology, 51:413 [abstract].

(32)
(33)

Lampiran 1. Konsentrasi Hormon Progesteron pada Perlakuan Sinkronisasi yang

Berbeda

Perlakuan

Ternak

No

Konsentrasi Hormon Progesteron

(ng/ml) Hari ke-

Keterangan

0

7

10

Tanpa

CIDR

K1 37

0,9

1,6

1,3

RTT

K1 14

6,9

1,6

1,3

TRR

P 12

3,8

3,8

1,4

TTR

K1 02

0,6

0,9

0,8

RRR

P 11

2,1

6,3

3,8

RTR

P 04

2,2

2,2

1,6

TTR

K1 33

1,9

2,5

1,9

RTR

K1 01

12,6

0,6

13,8

TRT

K1 21

13,2

2,7

15,7

TRT

K1 16

1,3

1,3

1,5

RRT

Dengan

CIDR

K1 27

0,6

2,5

0,6

RTR

K1 32

13,5

8,8

0,9

TTR

K1 26

1,6

1,7

0,7

RTR

P 06

0,6

0,9

0,8

RRR

K1 19

0,5

2,5

0,7

RTR

K1 02

0,6

0,9

0,8

RRR

K1 10

3,1

7,2

2,6

TTR

K1 09

7,2

6,9

3,5

TTR

K1 17

3,5

5,3

0,6

TTR

K1 39

5,3

5,7

0,8

TTR

Keterangan:

R = Konsentrasi hormon progesteron rendah

T = Konsentrasi hormon progesteron tinggi

(34)

Lampiran 2. Profil Hormon Progesteron pada Perlakuan Sinkronisasi yang Berbeda

Perlakuan

Profil

Jumlah

TR

Tanpa CIDR

RRR

1

40/10

(40%)

RRT

1

RTR

1

RTT

1

TTR

3

TRT

2

TRR

1

Dengan CIDR

RRR

2

80/10

(80%)

RRT

0

RTR

3

RTT

0

TTR

5

TRT

0

Keterangan:

R = Konsentrasi hormon progesteron rendah

T = Konsentrasi hormon progesteron tinggi

(35)

Lampiran 3. Hasil perhitungan Chi-square

Chi-Square Test

Test Statistics

Perlakuan

Chi-Square

4.000

a

df

1

Asymp. Sig.

.046

Monte Carlo

Sig.

Sig.

.060

b

99% Confidence

Interval

Lower Bound

Upper Bound

.054

.066

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell

frequency is 50.0.

b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 299883525.

Frequencies

Perlakuan

Observed N

Expected N

Residual

1

60

50.0

10.0

2

40

50.0

-10.0

(36)

Chi-Square Test

Test Statistics

Treatment

Chi-Square

5.294

a

df

1

Asymp. Sig.

.021

Monte Carlo Sig. Sig.

.028

b

99% Confidence Interval Lower Bound

.024

Upper Bound

.033

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell

frequency is 85.0.

b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 926214481.

Frequencies

Treatment

Observed N

Expected N

Residual

Tanpa CIDR

70

85.0

-15.0

Dengan CIDR

100

85.0

15.0

(37)

Descriptive Statistics

N

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

Treatment

120

1.67

.473

1

2

Chi-Square Test

Test Statistics

Treatment

Chi-Square

13.333

a

Df

1

Asymp. Sig.

.000

Monte Carlo Sig. Sig.

.001

b

99% Confidence Interval Lower Bound

.000

Upper Bound

.002

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell

frequency is 60.0.

b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1314643744.

Frequencies

Treatment

Observed N

Expected N

Residual

Tanpa CIDR

40

60.0

-20.0

Dengan CIDR

80

60.0

20.0

(38)

Descriptive Statistics

N

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

Treatment

100

1.30

.461

1

2

Chi-Square Test

Test Statistics

Treatment

Chi-Square

16.000

a

df

1

Asymp. Sig.

.000

Monte Carlo Sig. Sig.

.000

b

99% Confidence Interval Lower Bound

.000

Upper Bound

.000

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell

frequency is 50.0.

b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 624387341.

Frequencies

Treatment

Observed N

Expected N

Residual

Tanpa CIDR

70

50.0

20.0

Dengan CIDR

30

50.0

-20.0

(39)

Descriptive Statistics

N

Mean Std. Deviation

Minimum

Maximum

Treatment

100

1.50

.503

1

2

Chi-Square Test

Test Statistics

Treatment

Chi-Square

.000

a

df

1

Asymp. Sig.

1.000

Monte Carlo Sig. Sig.

1.000

b

99% Confidence Interval Lower Bound

1.000

Upper Bound

1.000

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell

frequency is 50.0.

b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 334431365.

Frequencies

Treatment

Observed N

Expected N

Residual

Tanpa CIDR

50

50.0

.0

Dengan CIDR

50

50.0

.0

(40)

RIWAYAT HIDUP

Andi Rezki Masfirah Putri.

Lahir di Makassar pada

Tanggal 31Mei 1990. Penulis adalah anak kelima dari

enam bersaudara dari pasangan

H.A.Muh Djufri

dan

Hj. Ratnah

pendidikan yang ditempuh penulis

adalah tahun 1996 Sekolah Dasar Negeri Impres

Kampus Unhas, tamat pada tahun 2001.

Melanjutkan pendidikan di Sekolah SMP Negeri 30 Makassar. Kemudian

melanjutkan pendidikan di Sekolah Madrasah Aliyah Negri 3 Makassar. Pada tahun

2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Jurusan Produksi

Ternak Universitas Hasanuddin melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(UMPTN).

Gambar

Gambar 2. Sapi  Perah  mendapatkan  perlakuan  hormon  GnRH,  PGF2α dan pemasangan CIDR (perlakuan 2).
Tabel  1.  Aktivitas  Ovarium Ternak  Sapi Perah pada  Awal  Pelaksanaan Sinkronisasi Berahi Perlakuan Jumlah Ternak Fase Luteal(%) Fase Folikel/Ovarium
Tabel 2. Respon Ovarium pada Hari ke-7 Ternak Sapi Perah Dengan dan Tanpa  Pemberian  Progesteron  Pada  Perlakuan  Sinkronisasi Berahi
Tabel 3. Konsentrasi Hormon Progesteron Ternak Sapi Perah yang Tinggi Pada Hari Ke 7 dan Rendah Pada Hari Ke 10 Dengan dan Tanpa Pemberian Progesteron

Referensi

Dokumen terkait

• Hasil perhitungan kriteria investasi merupakan indikator dari modal yang diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total benefit yang diterima dengan total biaya yang

Berdasarkan paragraf 3, jika anak tidak ditinggalkan orang tuanya sebagai buruh migran, simpulan yang PALING MUNGKIN BENAR adalah ….. (A) Mendapatkan perundungan

Sebagai bagian dari outsource, karyawan CV Fajar Kurnia memiliki dukungan organisasi yang kuat, dalam hal ini semua karyawan diharapkan untuk dapat menunjukkan

Sedangkan pendapat Momon dan Hartono (2002), untuk kualitas air dalam pembenihan arwana sangat ditentukan oleh sumber perolehan air. Sumber air untuk pembenihan arwana

Setiap Pemegang Unit Penyertaan akan mendapatkan bukti penyertaan dalam BATAVIA USD BALANCED ASIA berupa Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang akan

Penelitian ini bertujuan mengatahui peng- gambaran aktor dalam berita mengenai penda- tang pasca-Lebaran pada Harian “Bali Post” menurut analisis wacana kritis model Theo Van

Tujuan penelitian ini akan diringkas menjadi beberapa poin diantaranya : Untuk mengetahui gambaran tanggapan konsumen Honda BeAt mengenai Product Feature, Brand Name,

Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: �Ikutlah Aku.� &lt;span style=&#34;font-family: 'serif','Times New Roman',serif; font-size: 5.8pt; font-style: normal;