• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK PERBEDAAN LAMA PERENDAMAN ASAP CAIR KULIT DURIAN TERHADAP KUALITAS IKAN MANYUNG (Arius thalassinus) ASAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK PERBEDAAN LAMA PERENDAMAN ASAP CAIR KULIT DURIAN TERHADAP KUALITAS IKAN MANYUNG (Arius thalassinus) ASAP"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

21 EFEK PERBEDAAN LAMA PERENDAMAN ASAP CAIR KULIT DURIAN TERHADAP KUALITAS

IKAN MANYUNG (Arius thalassinus) ASAP

Effects of Different Dipping Duration into Durian Skin Liquid Smoke on the Quality of Catfish (Arius thalassinus) Smoked

Siti Khamidah1*, Fronthea Swastawati1, Romadhon1 1

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah-50275, Tel/Fax: +622474746498

Email: sitikhamidah1@yahoo.com ABSTRAK

Ikan manyung merupakan ikan berdaging putih yang banyak dijadikan sebagai bahan baku pembuatan ikan asap. Ikan asap dapat diproses menggunakan asap cair. Salah satu asap cair yang dapat digunakan yaitu asap cair kulit durian. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh lama perendaman asap cair kulit durian terhadap kualitas ikan manyung asap. Penelitian ini disusun dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan lama perendaman dalam asap cair kulit durian yang berbeda (0, 30, 60, dan 90 menit) dengan konsentrasi asap cair 5%. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu uji sensori, kadar lemak, kadar protein, kadar air, kadar abu, kandungan lisin, kadar fenol, uji TPC (Total Plate Count), dan uji pH. Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukan perlakuan lama perendaman 90 menit memberikan hasil terbaik dengan nilai sensori yaitu 8,56 ≤ μ ≤ 8,84, nilai kadar lemak 5,80±0,19%, kadar protein sebesar 83,68±0,02%, kadar air sebesar 48,31±0,17%, kadar abu tertinggi sebesar 6,86±0,12%, lisin sebesar 0,909±0,002%, fenol sebesar 349,23±11,59 ppm, nilai TPC sebesar 4,243±0,012 cfu/g, dan nilai pH sebesar 6,55±0,09. Penggunaan asap cair kulit durian dengan lama perendaman yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai sensori, kadar lemak, kadar protein, kadar air, kandungan lisin, kadar fenol, TPC, dan pH, namun, tidak berbeda nyata terhadap nilai kadar abu.

Kata kunci: asap cair, ikan manyung, kulit durian

ABSTRACT

Catfish (Arius thalassinus) is white-fleshed fish which are widely used as raw material for smoked fish. Smoked fish can processed with liquid smoked. One of the liquid smoke that can be used is liquid durian skin smoke. The purpose of this study was to determine the effect of dipping duration on durian skin liquid smoke on the quality of catfish smoked. This research was compiled by a completely randomized design method (CRD) with treatment of soaking time in different durian skin liquid smoke (0, 30, 60, and 90) with a concentration of liquid smoke of 5%. Tests conducted in this study were sensory test, fat content, protein content, moisture, ash, lysine content, phenol content, TPC (Total Plate Count), and pH test. The results of the study as a whole showed the treatment of 90 minutes soaking time gave the best results with a sensory value of 8.56 ≤ μ≤ 8.84, fat content of 5.80±0.19%, protein content value is 83.68±0.02%, water content value is 48.31±0.17%, the highest ash content was 6.86 ± 0.12%, lysine content is 0.909±0.002%, phenol content is 349.23±11.59 ppm, TPC value was 4.243±0.012 cfu/g, and pH value is 6.55±0.09. The use of durian skin liquid smoke with different immersion times had a significantly difference (P <0.05) on sensory value, fat content, protein content, water content, lysine content, phenol content, TPC value and pH. but, not significantly different from the ash content.

Keywords: catfish, durian skin, liquid smoke PENDAHULUAN

Ikan manyung (Arius thalassinus) merupakan ikan demersal yang banyak dimanfaatkan masyarakat karena merupakan ikan ekonomis. Ikan manyung memiliki nilai produksi yang meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu (2018), produksi ikan manyung pada tahun 2015 sebanyak 2.588,74 ton, tahun 2016 sebanyak 4.729,76 ton, tahun 2017 yaitu 7.054,82 ton, pada 2018 yang terhitung hingga bulan Agustus mencapai 9.045,27 ton. Selain tingkat produksi yang tinggi ikan manyung juga memiliki nilai nutrisi yang besar

yaitu menurut Candra (2010), kandungan protein ikan manyung 12, 7 – 21,2 g, lemak 0,2 – 2,9 g, air 75,1 – 81,1 g, dan abu 0,9 – 1,6 g. Ikan manyung dapat dijadikan berbagai bahan baku pengolahan hasil perikanan ikan asin, ikan asap, surimi, dan bagian hati ikan dijadikan bahan baku pembuatan minyak ikan, sedangkan telur ikan manyung biasanya diolah menjadi pepes. Namun, sebagian besar ikan manyung digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan asap. Ikan asap selain dibuat dengan cara pengasapan tradisional dapat juga diolah secara modern menggunakan asap cair.

(2)

22 Asap cair yang digunakan sebagai bahan

perendaman dalam pembuatan ikan asap secara modern akan memberikan kualitas produk yang berbeda sesuai dengan lama waktu perendaman yang dilakukan. Menurut Ghazali et al. (2014), ikan asap yang diolah dengan menggunakan asap cair memiliki nilai keamanan yang lebih dibandingkan dengan ikan asap yang diolah dengan menggunakan metode smoking cabinet. Asap cair dapat dibuat dari bahan limbah pertanian seperti tempurung kelapa, bonggol jagung, sekam padi, bambu dan kulit durian. Buah durian mengandung 20-35% daging buah dan sisanya 65-80% merupakan limbah seperti biji dan kulit. Kulit durian mengandung beberapa komponen seperti serat (selulosa), lignin dan pati. Kandungan selulosa pada kulit durian mencapai 50-60%, lignin 5% dan pati 5%. Kulit durian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan asap cair karena berpotensi sebagai antibakteri dan antioksidan (Rinaldi et al., 2015). Kandungan yang terdapat dalam kulit durian tersebut dapat dijadikan alasan untuk menjadikan kulit durian sebagai bahan baku pembuatan asap cair yang bisa digunakan dalam pengolahan ikan asap. Oleh karena itu, penelitian terkait penggunaan asap cair kulit durian dengan lama perendaman yang berbeda perlu dilakukan untuk melihat perbedaan karakteristik dan kesesuaian dengan SNI ikan asap.

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam pembuatan ikan manyung asap adalah ikan manyung segar, asap cair kulit durian, garam, dan aquades.

Prosedur Penelitian

Penelitian pendahuluan dilakukan pemilihan konsentrasi asap cair kulit durian (5%, 10%, 15%, dan 20%) menunjukkan bahwa konsentrasi 5% mengasilkan produk yang disukai konsumen dari segi bau dan rasa, sehingga pada penelitian utama digunakan asap cair dengan konsentrasi 5%. Penelitian utama diberi perlakuan lama waktu perendaman asap cair kulit durian dengan masing-masing waktu (0, 30, 60, dan 90 menit) untuk mengetahui pengaruh lama waktu perendaman terhadap mutu kimia, mikrobiologi dan sensori produk ikan asap.

Pembuatan Asap Cair Kulit Durian (Nurrassyidin et al., 2014)

Pembuatan asap cair kulit durian dilakukan dengan cara kulit durian dipotong menjadi kecil-kecil lalu dikeringkan. Kulit durian yang sudah kering ditimbang untuk mengetahui berat bahan baku. Bahan baku yang sudah siap dimasukkan dalam alat pirolisa dengan suhu 300oC. Proses pembuatan asap cair setelah itu melalui tahap kondensasi sehingga dihasilkan asap cair.

Pembuatan Ikan Manyung Asap

Proses pembuatan ikan manyung asap yaitu ikan manyung disiangi dan dilakukan proses filleting lalu di cuci hingga bersih. Fillet ikan manyung yang sudah bersih direndam dalam larutan garam 10% (v/v) selama 30 menit. Ikan yang sudah direndam dalam larutan garam ditiriskan dan direndam kembali dalam larutan asap cair dengan konsentrasi 5% (v/v) dengan waktu masing-masing perlakuan A (0 menit), B (30 menit), C (60 menit), dan D (90 menit). Setelah itu, ikan ditiriskan dan oven secara bertahap dengan suhu 70oC selama 1 jam, 80oC selama 1 jam, dan 90oC selama 1 jam kemudian didinginkan.

Uji Sensori (Badan Standarisasi Nasional, 2013) Pengujian sensori dilakukan dengan menggunakan metode pemberian nilai pada skala 1 – 9 dimana masing-masing nilai memiliki spesifikasi sebagai gambaran untuk panelis uji. Pengujian sensori menggunakan indera manusia dalam proses penilaiannya. Pengujian ini dibantu dengan menggunakan score sheet ikan asap SNI 2725:2013. Pengujian sensori ikan asap dilakukan dengan menjadikan mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Diponegoro sebagai panelis penilaian. Jumlah panelis untuk pengujian sensori yaitu 30 orang dengan usia 20-21 tahun.

Uji Lemak (Badan Standarisasi Nasional, 2006) Pengujian kadar lemak menggunakan metode soxhlet. Langkah pengujian yaitu labu alas bulat kosong (A g) ditimbang. Sampel yang sudah dilumatkan ditimbang sebanyak 2 g (B g) dan dibungkus dalam selongsong lemak. Pelarut Choloform sebanyak 150 ml dimasukkan dalam labu alas bulat. Selongsong lemak dimasukkan kedalam extractor soxhlet, dan rangkaian soxhlet dipasang dengan benar. Sampel dekstraksi pada suhu 60oC selama 8 jam. Campuran lemak dan choloform dievaporasi dalam labu alas bulat sampai kering. Labu alas bulat yang berisi lemak dimasukkan kedalam oven suhu 105oC selama 2 jam untuk menghilangkan choloform dan uap air. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Labu alas bulat yang berisi lemak ditimbang sampai berat konstan (C g). Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar lemak (%) = C – A x 100% B

Keterangan :

A : berat labu alas bulat kosong (g) B : berat sampel (g)

C : berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)

Uji Protein (Badan Standarisasi Nasional, 2006) Pengujian kadar protein menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini terdiri dari tiga tahapan yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan ke

(3)

23 dalam labu destruksi. Selanjutnya ditambahkan 2

tablet kjeldahl, H2SO4 pekat 15 ml. Destruksi dilakukan pada suhu 410ºC selama 2 jam atau sampai larutan jernih, diamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan 50-75 ml aquades. Larutan H3BO3 4% yang mengandung indikator disiapkan dalam erlemeyer sebagai penampung destilat. Labu yang berisi hasil destruksi dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Selanjtnya, ditambahkan 50-75 ml larutan NaOH 30%. Destilasi dilakukan dan destilat ditampung dalam hingga volume mencapai minimal 150 ml (hasil destilasi akan berubah menjadi hijau). Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,2 N sampai warna berubah dari hijau menjadi merah muda. Perhitungan kadar protein menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar protein (%) =

(Va-Vb) HCl x N HCl x 14,007 x 6,25 x 100%

W x 1000

Keterangan:

Va : ml HCl untuk titrasi sampel Vb : ml HCl untuk titrasi blangko

N : Normalitas HCl standar yang digunakan 14,007 : Berat atom nitrogen

6,25 : Faktor konversi protein untuk ikan W : Berat contoh (g)

Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g contoh (%)

Uji Kadar Air (Badan Standarisasi Nasional, 2006)

Pengujian kadar air menggunakan metode gravimetri yaitu berdasarkan penimbangan atau berat. Langkah pengujian kadar air yaitu cawan kosong dikeringkan kedalam oven selama 2 jam dengan suhu 105oC sampai diperoleh berat konstan. Cawan yang telah dioven didinginkan kedalam desikator salama 30 menit sampai mencapai suhu ruang dan ditimbang (A g). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan (B g). Cawan yang telah diisi sampel dikeringkan kedalam oven pada suhu 105oC sampai berat konstan (16 jam – 24 jam). Selanjutnya, sampel dipindahkan dengan menggunakan alat penjepit ke dalam desikator selama ±30 menit kemudian ditimbang (C g). Perhitungan kadar air menggunakan rumus sebagai berikut:

kadar air (%) = Keterangan:

A : berat cawan kosong (g)

B : berat cawan dan sampel awal (g) C : berat cawan dan sampel kering (g)

Uji Kadar Abu (Badan Standarisasi Nasional, 2010)

Pengujian abu dilakukkan dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan porselin yang digunakan pada pengujian dimasukkan dalam tungku pengabuan pada suhu (550±5)oC selama

16-24 jam. Selanjutnya, cawan didinginkan selama 30 menit dalam desikator kemudian berat cawan porselin ditimbang sampai diperoleh berat konstan (A g). Sampel sebanyak 2 g dimasukkan dalam cawan dan didikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 16-24 jam lalu cawan dipindahkan ke tungku pengabuan pada suhu 550oC selama 16-24 jam sampai diperoleh abu berwarna putih. Cawan porselin berisi sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Abu dibasahi dengan aquades secara perlahan, dikeringkan dalam hot plate dan diabukan kembali pada suhu 550 oC sampai berat konstan. Cawan porselin yang berisi sampel didinginkan kebali dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang beratnya (B g). Perhitungan kadar abu menggunakan rumus sebagai berikut:

kadar abu (%) = Keterangan:

A : berat cawan porselin kosong (g) B : berat cawan dengan abu (g)

Uji Kandungan Lisin (Hadiwiyoto dan Naruki, 2000)

Sampel daging ikan dihaluskan sebanyak 1 g dan disuspensikan dalam 100 ml aqudes dalam tabung erlemeyer. Sampel ditambahkan 4% w/v natrium bikarbonat kemudian dipanaskan pada suhu 40oC selama 10 menit dengan menggunkan penangas air. Larutan 0,1% v/v ninhidrin (trinitribenzene sulfuric acid) ditambahkan dan pemanasan dilanjutkan pada suhu yang sama selama 110 menit lalu ditambahkan 3 ml larutan 6N asam klorida, dipanasakan dalam autoclave pada suhu 120oC selama 60 menit. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml aquades dan disaring menggunakan kertas saring whatman no.1 dan pada estrak yang terkumpul diekstrak dengan 10 ml eter. Fraksi eter dihilangkan dengan cara dipanaskan pada penangas air. Fraksi air ditera pada panjang gelombang 336 nm menggunakan spektrofotometer dengan merk Shimadzu. Kandungan lisin ditentukan dengan mencocokan absorbansi yang diperoleh dengan kurva kalibrasi lisin yang dibuat dengan konsentrasi bervariasi antara 0-1 mg/ml. Uji Total Fenol (Orak, 2007)

Pengujian fenol dilakukan pada sampel asap cair yang digunakan dan ikan manyung (Arius thalssinus) asap. Pengujian dilakukan dengan cara 1 g sampel dimasukkan dalam erlemeyer 100 ml dan dilakukan pengenceran dengan aquades hingga volume 100 ml. Larutan disaring lalu 1 ml larutan jernih hasil penyaringan tersebut diambil dan dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0,5 ml follin denis, ditambahkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh dan diamkan selama 10 menit. Tahap selanjutnya ditambahkan aquades hingga volume 10 ml lalu di vortex sampai homogen. Absorbansi sampel dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 730 nm.

(4)

24 Uji TPC (Badan Standarisasi Nasional, 2006)

Sampel ditimbang secara aseptik sebanyak 25 gram, kemudian dimasukkan dalam wadah atau plastik steril, ditambahkan 225 ml larutan butterfield’s phosphate buffered dan dihomogenkan selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan 101. Dengan menggunakan pipet steril, 1 ml homogenat diambil dan masukan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 102. pengenceran 103 dilakukan dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran 102 ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan menggunakan vortex. Selanjutnya, dilakukan hal yang sama untuk pengencer 104, 105 dan seterusnya sesuai kondisi sampel. PCA sebanyak 12-15 ml dituang ke dalam cawan-cawan petri steril, karena pengujian TPC menggunakan metode spreadplate sehingga media agar didinginkan terlebih dahulu. Sampel sebanyak 0,1 ml dari setiap pengenceran (101, 102, dan seterusnya) dipipetkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media PCA dan diratakan dengan menggunakan batang gelas bengkok. Hal tersebut dilakukan secara duplo untuk setiap pengenceran. Setelah contoh meresap kedalam agar (diamkan sekurang-kurangnya 1 jam). Penentuan mikroorganisme aerob cawan-cawan tersebut diinkubasi dalam posisi terbalik dalam inkubator selama 48 jam jam pada suhu 37oC.

Uji pH (AOAC, 2005)

Penetapan nilai pH dilakukan setelah pH meter dengan merk La Motte dikalibrasi lebih dahulu. Sampel ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dicampur dengan aquadest 100 ml dan di blender. Setelah halus, sampel disaring dan diambil fitratnya. Elektroda dari pH meter dibilas dengan aqudest dan dikeringkan. Setelah itu, elektroda dicelupkan ke dalam fitrat sampel beberapa saat hingga diperoleh angka pembacaan pada pH meter stabil. Nilai pH yang tertera bisa di catat.

Analisis Data

Analisis data parametrik digunakan untuk data dari hasil uji kadar lemak, kadar protein, kadar air, kadar abu, kandungan lisin, total fenol, TPC, dan pH. Analisis data menggunakan uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui sebaran data normal dan homogen yang selanjutanya akan diuji dengan Analysis of Varian (ANOVA) dan uji lanjut berupa uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Analisis data non parametrik digunakan untuk menganalisis data dari hasil uji sensori diuji dengan metode uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Mann Whitney. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Asap Cair

Berdasarkan hasil perhitungan rendemen (Tabel 1) asap cair kulit durian sebesar 33,97% karena beberapa faktor seperti tingkat kekerasan bahan baku, waktu dan suhu pirolisis. Menurut

Prasetyowati et al. (2014), semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu pirolisis pada proses pembuatan asap cair maka asap cair yang dihasilkan semakin banyak. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak senyawa yang terurai sehingga asap yang dihasilkan banyak yang terkondensasi menjadi asap cair. Kadar fenol asap cair kulit durian yaitu 0,81%. Hasil tersebut mendekati hasil referensi dalam Rinaldi et al. (2015), kadar fenol asap cair kulit durian pirolisis yaitu 1,38%. Kandungan fenol asap cair kulit durian tergolong rendah jika dibandingkan dengan asap cair tempurung kelapa, bonggol jagung dan bambu. Menurut Angreani (2017), kandungan fenol pada asap cair tempurung kelapa, bonggol jagung dan bambu berturut-turut yaitu 5,47%, 6,73%, 5,35%.

Kadar air asap cair kulit durian tergolong tinggi yaitu 99,375%. Hal tersebut dikarenakan asap cair yang digunakan dalam bentuk cairan (liquid). Asap cair mengandung senyawa-senyawa seperti fenol, senyawa asam, senyawa karbonil dan beberapa senyawa lainnya. Asap cair yang berbentuk cairan ini biasanya diaplikasikan ke produk dengan cara dibuat larutan dengan konsentrasi yang rendah. Asap cair digunakan dengan cara merendam atau mencampurkannya kedalam bahan pangan. Menurut Darmanto et al. (2009), asap cair dalam penerapannya menggunakan konsentrasi yang rendah yaitu 1-3% sehinggga cukup aman bagi konsumen.

Kadar pH asap cair cenderung rendah karena kandungan asam dalam asap cair tergolong tinggi. Selain kandungan asam, fenol juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH. Salah satu parameter yang menentukan kualitas asap cair yaitu pH karena nilai tersebut dapat berkaitan dengan cita rasa dan daya simpan produk pengasapan. pH asap cair kulit durian berdasarkan penelitian tergolong rendah yaitu 2,9. Menurut Rinaldi et al. (2015), asam asetat dan fenol sangat mempengaruhi nilai pH asap cair kulit durian. Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas asap cair yang dihasilkan. Asam asetat dapat mempengaruhi pH asap cair dan cita rasa dan umur simpan produk pengasapan. pH asap cair kulit durian berbeda-beda seperti hasil pirolisis 4,09, destilasi 3,24, pemurnian dengan zeolit 3,24, dan dengan arang aktif 2,09.

Uji Organoleptik Ikan Manyung segar

Pengujian organoleptik ikan manyung segar diperoleh nilai selang kepercayaan 7,562 ≤ μ ≤ 8,282 sehingga dapat disimpulkan ikan manyung segar layak untuk dijadikan bahan baku pembuatan ikan asap karena sesuai dengan SNI bahwa ninimal nilai organoleptik 7 (Tabel 2). Menurut Ghazali et al. (2014), ikan dinyatakan segar apabila memiliki kondisi seperti ikan hidup yaitu kenampakan utuh, cerah dan kulit mengkilap serta tidak ada lendir yang menyelimutinya, bola mata cembung, insang

(5)

25 berwarna merah, daging kenyal dan lentur, bau

segar spesifik ikan. Uji Sensori

Hasil pengujian sensori berdasarkan uji statistik, diperoleh hasil bahwa perbedaan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap nilai sensori ikan manyung asap. Berdasarkan uji sensori ikan manyung asap, diperolah nilai selang kepercayaan tertinggi pada perlakuan D sebesar 8,56 ≤ μ ≤ 8,84, kemudian perlakuan C sebesar 8,35 ≤ μ ≤ 8,67, kemudian B sebesar 8,13 ≤ μ ≤ 8,47, dan nilai terendah yaitu perlakuan A sebesar 7,4 ≤ μ ≤ 7,72. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa ikan manyung asap layak untuk dikonsumsi. Hasil analisis ikan manyung asap menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0,05).

Tabel 1. Hasil Analisis Asap Cair Kulit Durian

Keterangan Hasil

Kadar air kulit durian (%) 58,91

Berat awal (kg) 3,920

Volume asap cair (l) 1,332 Rendemen asap cair (%) 33,9 Arang dan bobot yang hilang (%) 66,7

Warna asap cair Kuning kecoklatan

Aroma asap cair Menyengat

Kadar fenol (%) 0,8107±0,0014

Kadar air (%) 99,375±0,2475

pH 2,90±0,14

-Data merupakan hasil rata-rata tiga ulangan ± standar deviasi

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Ikan Manyung Segar

Parameter Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur

Hasil 7,63±0,669 8,07±0,640 7,57±0,504 8,23±0,568 7,93±0,640 8,10±0,607 - Data merupakan hasil rata-rata tiga ulangan ± standar deviasi;

Tabel 3. Hasil Uji Sensori Ikan Manyung Asap dengan Lama Waktu Perendaman Asap Cair Yang Berbeda

Perlakuan Parameter

Kenampakan Aroma Rasa Tekstur Jamur Lendir

A 7,40±0,81a 6,47±1,04a 6,20±1,13a 7,27±1,14a 9,00±0,00a 9,00±0,00 a B 7,73±1,11a 8,20±1,00b 7,80±1,00b 8,07±1,14b 9,00±0,00 a 9,00±0,00 a C 8,47±1,04b 8,33±0,96b 7,87±1,14b 8,40±0,93bc 9,00±0,00 a 9,00±0,00 a D 8,60±0,81b 8,53±0,86b 8,27±1,14b 8,80±0,61c 9,00±0,00 a 9,00±0,00 a - Data merupakan hasil rata-rata tiga ulangan ± standar deviasi;

- Data yang diikuti tanda huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Ikan Manyung Segar dan Asap

Perlakuan Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kadar air (%) Kadar Abu (%)

Ikan Segar 1,399±0,006 18,562±0,149 78,232±0,276 1,159±0,182

A 8,41±0,37c 82,06±0,37a 53,88±0,52c 7,36±0,27a

B 7,51±0,24b 82,02±0,78a 53,01±0,54c 7,35±0,25a

C 6,84±0,46b 83,31±0,37b 51,69±0,25b 6,89±0,25a

D 5,80±0,19a 83,68±0,02b 48,31±0,17a 6,86±0,12a

- Data merupakan hasil rata-rata tiga ulangan ± standar deviasi;

- Data yang diikuti tanda huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Tabel 5. Hasil Analisis Kimia dan Mikrobiologi Ikan Manyung Asap

Perlakuan Kandungan Lisin (%) Kadar Fenol (ppm) Nilai pH Nilia TPC (cfu/g)

A 0,792±0,002a 81,57±7,09a 6,82±0,03c 4,304±0,016b

B 0,843±0,003b 293,23±11,75b 6,72±0,03bc 4,263±0,018ab

C 0,878±0,005c 551,23±13,05c 6,66±0,06ab 4,251±0,019a

D 0,909±0,002d 349,23±11,59d 6,55±0,09a 4,243±0,013a

- Data merupakan hasil rata-rata tiga ulangan ± standar deviasi;

- Data yang diikuti tanda huruf kecil berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata(P<0,05). Kenampakan

Uji sensori kenampakan ikan manyung asap dihasilkan nilai tertinggi pada perlakuan D sebesar 8,60 dengan kenampakan utuh, warna mengkilat spesifik produk. Nilai rata-rata terendah pada perlakuan A sebesar 7,40 dengan kenampakan utuh, warna kurang mengkilat spesifik produk. Menurut

Ayudiarti & Sari (2010), pembuatan ikan asap menggunakan asap cair akan memberikan warna cokelat keemasan yang lebih terang. Hal ini juga dijelasakan oleh Santoso et al. (2015), waktu perendaman yang semakin lama akan meningkat juga penilaian panelis terhadap ikan asap yaitu pada lama perendaman 30 menit dengan ketebalan ikan 1

(6)

26 cm dan 1,5 cm dihasilkan nilai kenampakan sebesar

6,57 dan 6,97, lama perendaman 45 menit dengan ketebalan 1 dan 1,5 cm masing-masing yaitu 7,21, dan 7,40. Hal ini dipengaruhi senyawa karbonil yang memberikan karakteristik ikan asap lebih menarik.

Aroma

Nilai rata-rata tertinggi uji sensori parameter aroma terdapat pada perlakuan D (8,53) dengan deskripsi aroma spesifik ikan asap kuat. Nilai rata-rata terendah pada perlakuan A (6,47) dengan deskripsi aroma spesifik ikan asap kurang kuat. Aroma yang terdapat ikan manyung asap akan dipengaruhi oleh kadar fenol yang ada dalam asap cair kulit durian yang digunakan. Menurut Ghazali et al. (2014), kandungan fenol yang terdapat dalam asap cair akan mempengaruhi bau ikan asap. Aroma ikan asap yang diproses menggunakan asap cair akan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan ikan asap yang menggunakan smoking cabinet karena kandungan fenol pada asap cair lebih rendah.

Rasa

Uji sensori parameter rasa dihasilkan nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan D (8,27) dengan deskripsi rasa spesifik ikan asap kuat. Nilai rata-rata terrendah pada perlakuan A (6,20) dengan deskripsi rasa spesifik ikan asap kuat. Ikan asap yang dibuat menggunakan asap cair akan memiliki rasa yang khas. Semakin lama waktu perendaman dalam asap cair maka rasa ikan asap akan semakin kuat karena dalam asap cair mengandung senyawa fenol yang dapat memberikan rasa asap yang khas. Menurut Ayudiarti & Sari (2010), asap cair akan memberikan flavor asap yang khas yang diakibatkan oleh senyawa fenol yang ada dalam asap cair. hal tersebut juga dijelaskan dalam penelitian Swastawati et al. (2012), senyawa fenol merupakan substansi penting yang berperan pembentukan karakteristik rasa dan bau ikan asap. Tekstur

Hasil uji sensori parameter tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan D (8,80) dengan tekstur padat, kompak, antar jaringan sangat erat. Nilai rata-rata terrendah pada perlakuan A (7,27) dengan tekstur padat, kompak, antar jaringan cukup kuat. Adanya proses perendaman dalam larutan garam dan proses pengovenan yang terus-menerus mengakibatkan tekstur ikan manyung asap semakin padat dan kompak. Menurut Ghazali et al. (2014), tekstur ikan asap akan semakin keras karena adanya proses perendaman dalam campuran larutan garam dan asap cair serta proses pengovenan yang terus menerus pada ikan manyung menghasilkan tekstur yang lebih kering dan keras pada permukaan ikan asap.

Jamur

Ikan manyung asap yang dibuat dengan lama perendaman asap cair kulit durian memiliki nilai 9 pada semua perlakuan yang berarti tidak ada jamur pada ikan asap sehingga ikan manyung asap layak untuk dikonsumsi serta memenuhi standar mutu ikan asap berdasarkan SNI ikan asap nomor 2725:2013 dimana syarat minimal untuk uji sensori yaitu 7. Tidak adanya jamur disebabkan karena ikan asap belum mengalami penyimpanan sehingga kualitas ikan asap masih bagus. Jamur tumbuh pada ikan asap yang sudah mengalami kemunduran mutu. Menurut Akerina (2016), keberadaan jamur pada suatu produk pangan dapat mengindikasikan bahwa produk tersebut telah mengalami kemunduran mutu.

Lendir

Ikan manyung asap yang diproses menggunakan asap cair kulit durian dengan lama perendaman yang berbeda memiliki nilai 9 pada semua perlakuan sehingga memiliki arti bahwa ikan manyung asap layak untuk dikonsumsi serta memenuhi standar mutu ikan asap berdasarkan SNI ikan asap nomor 2725:2013 dimana syarat minimal untuk uji sensori yaitu 7.

Kadar Lemak

Hasil uji kadar lemak menunjukan hasil rata-rata pada perlakuan A (8,41%) terendah dan tertinggi pada perlakuan D (5,80%). Kadar lemak merupakan senyawa organik yang terdapat pada bahan pangan. Kadar lemak pada ikan asap cenderung rendah dibandingkan dengan ikan segar karena telah melalui proses pengolahan diantaranya yaitu pengovenan. Menurut Swastawati dan Sumardianto (2004), semakin lama waktu pengasapan maka dapat menyebabkan komposisi asam lemak pada ikan asap semakin rendah. Lama waktu pengasapan yang semakin lama dapat menyebabkan kerusakan asam lemak sehingga kandungan lemak semakin rendah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Hutomo et al. (2015), asap cair berpotensi menjaga daya awet karena asap cair mampu mengikat kandungan air pada bahan sehingga kadar air ikan asap berkurang yang mengakibatkan kadar lemak meningkat. Kadar Protein

Uji kadar protein menunjukan hasil rata-rata terendah pada perlakuan A (82,06%) dan tertinggi pada perlakuan D (83,67%). Perendaman dalam asap cair menyebabkan kadar protein ikan manyung asap semakin meningkat karena komposisi asap cair dapat berfungsi sebagai pengikat air. Menurut Syarafina et al. (2014), semakin lama waktu perendaman kadar protein meningkat kerena kandungan komposisi asap cair banyak berfungsi sebagai pengikat air, sehingga banyaknya air yang hilang akan meningkatkan prosentase kadar protein. Semakin tingginya kadar protein ikan manyung asap disebabkan karena adanya denaturasi protein

(7)

27 pada ikan asap. Menurut Darmanto et al. (2009),

adanya proses pemanasan akan menyebabkan protein terdenaturasi yang akan berkurang kelarutannya, sehingga pada saat terjadi penguapan air protein akan tetap tertinggal karena penggumpalan. Selain itu, penggunaan larutan garam dalam proses perendaman mengakibatkan peningkatan kadar protein ikan asap.

Kadar Air

Data hasil uji kadar air menunjukan hasil rata-rata terendah pada perlakuan D (48,31%) dan tertinggi pada perlakuan A (53,88%). Kadar air ikan manyung asap yang diproses menggunakan asap cair kulit durian dengan lama perendaman yang berbeda dihasilkan nilai kadar air semakin rendah seiring dengan lama perendaman yang semakin lama. Nilai tersebut juga bisa disebabkan karena proses sebelum pengovenan yaitu proses penirisan. Menurut Swastawati (2008), penurunan kadar air juga dipengaruhi oleh adanya perlakuan penirisan sebelum dilakukan pengasapan. Kadar air pada masing-masing perlakuan masih dibawah batas standar kadar air ikan asap. Menurut Bawinto et al. (2015), kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan kualitas ikan asap yang dihasilkan karena kadar air ikan asap dapat mempengaruhi masa simpan ikan asap. Nilai standar kadar air ikan asap yaitu maksimal 60-65%. Nilai kadar air ikan asap pada hari ke 0 tanpa pengemasan yaitu 52,3%. Penurunan kadar air dapat dipengaruhi oleh adanya penguapan dan suhu lingkungan.

Kadar Abu

Hasil uji kadar abu menunjukan hasil rata-rata terendah pada perlakuan D (6,86%) dan tertinggi pada perlakuan A (7,36%). Kadar abu ikan manyung asap dapat dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat produk. Kadar abu ikan manyung asap dipengaruhi oleh garam yang digunakan dalam proses perendaman saat pembuatan ikan manyung asap. Garam mengandung NaCl yang akan masuk kedalam daging ikan manyung selama proses perendaman. Menurut Winarno (2004), unsur mineral yang disebut zat anorganik atau kadar abu pada produk pangan. Kandungan zat anorganik dalam proses pembakaran tidak akan terbakar bersama zat organik, namun menjadi abu. Kadar abu ikan manyung asap memiliki nilai yang semakin turun seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman. Menurut Manurung et al. (2017), nilai kadar abu mengalami penurunan yang disebabkan oleh penambahan asap cair. Penurunan dan peningkatan kadar abu sangat erat kaitannya dengan kadar NaCl pada sampel. Penambahan NaCl akan menambah jumlah natrium pada sampel sehingga kadar abu meningkat. Peningkatan kadar abu berbanding terbalik dengan kadar air yang semakin menurun.

Kandungan Lisin

Data hasil uji kandungan lisin menunjukan hasil rata-rata terendah pada perlakuan A (0,792%) dan tertinggi pada perlakuan D (0,909%). Kandungan lisin pada ikan asap cenderung semakin naik seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman ikan asap. Perendaman dalam asap cair dengan lama waktu tertentu dapat meningkatkan kadar lisin ikan asap. Peningkatan kadar lisin disebabkan karena asap cair berperan sebagai antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan mikroba perusak protein. Menurut Megawati et al. (2014), asap cair dengan konsentrasi lebih tinggi mampu meningkatkan kadar lisin. Asam amino lisin akan stabil pada konsentrasi 8-10% dengan lama waktu 25 menit dari jumlah perlakuan lama waktu perendaman 5-25 menit. Hal tersebut dikarenakan asap cair dengan konsentrasi dan lama waktu perendaman yang tinggi dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga kerusakan asam amino dapat dicegah. Kadar Fenol

Hasil uji kadar fenol menunjukan hasil rata-rata terendah pada perlakuan A (81,57 ppm) dan tertinggi pada perlakuan C (551,23 ppm). Kadar fenol ikan manyung asap mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya lama waktu perendaman dalam asap cair kulit durian, namun pada lama perendaman 90 menit kadar fenol ikan manyung asap mengalami penurunan. Penurunan kadar fenol pada ikan manyung asap dapat disebabkan oleh senyawa fenol dalam asap cair menguap. Proses penguapan senyawa fenol dapat terjadi selama proses perendaman ikan pada suhu dingin. Senyawa fenol merupakan senyawa yang mudah menguap. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yudiandani et al. (2015), fenol memiliki sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen serta bersifat antiseptik.

Nilai TPC

Uji TPC menunjukan hasil rata-rata terendah berdasarkan nilai log pada perlakuan D (4,243 cfu/g) dan tertinggi pada perlakuan A (4,304 cfu/g). Nilai TPC pada semua perlakuan masih tergolong rendah karena produk ikan manyung asap tidak dilakukan proses penyimpanan. Nilai TPC terlihat bahwa semakin lama perendaman nilai TPC semakin turun, namun secara keseluruhan nilai tersebut masih sesuai dengan persyaratan mutu ikan asap berdasarkan SNI nomor 2725:2013. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2013), batas jumlah TPC pada ikan asap yang dikonsumsi yaitu 5x104 atau dengan nilai log 4,69. Sehingga berdasarkan nilai tersebut ikan manyung asap semua perlakuan layak untuk dikonsumsi. Semakin lama waktu perendaman ikan dalam asap cair akan semakin rendah nilai TPC ikan asap. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kandungan fenol yang ada dalam asap cair berperan sebagai antibakteri. Menurut

(8)

28 Darmanto et al. (2009), fenol merupakan senyawa

pemberi flavor yang utama sehingga fenol dapat digunakan sebagai indeks kualitas produk pengasapan. Selain itu, fenol dapat berfungsi sebagai antibakteri.

Nilai pH

Uji kadar pH menunjukan hasil rata-rata terendah pada perlakuan D (6,55) dan tertinggi pada perlakuan A (6,82). Asap cair mengandung senyawa asam sehingga mengakibatkan nilai keasaman naik dan nilai pH turun. Semakin tinggi kandungan asam yang terdapat dalam asap cair maka semakin rendah nilai pH asap cair. Lama waktu perendaman ikan dalam asap cair dalam pembuatan ikan asap akan membuat nilai pH ikan asap semakin turun. Menurut Riandi et al. (2016), konsentrasi dan lama perendaman dengan larutan asap cair pada ikan akan membuat nilai pH ikan asap semakin turun. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan asam dan fenol yang terdapat dalam asap cair.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Asap cair kulit durian berpotensi memingkatkan kualitas ikan manyung asap dengan lama perendaman asap cair kulit durian terbaik pada pembuatan ikan manyung asap yaitu lama perendaman 90 menit; dan 2. Perbedaan lama perendaman asap cair kulit

durian pada pengolahan ikan manyung asap memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak, kadar protein, kadar air, kadar lisin, kadar fenol, nilai TPC dan pH. Hasil yang tidak berbeda nyata ditunjukan pada kadar abu dan nilai sensori

DAFTAR PUSTAKA

Akerina, F. O. 2018. Cemaran Mikrobiologi pada Ikan Tuna Asap di Beberapa Pasar Tradisional Tolebo, Halmahera Utara, Indonesia. Jurnal Akuakultur, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, 2(1):17-21.

Anggraini, S. P. A. 2017. Teknologi Asap Cair dari Tempurung Kelapa, Tongkol Jagung, dan Bambu sebagai Penyempurna Struktur Kayu. Dalam: Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri. ITN Malang, Jawa Timur, hlm. 1-6.

Association of Analitycal Communities. 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists, Association of Official Analytical, Washington DC, USA.

Ayudiarti, D. L., dan R. N. Sari. 2010. Asap Cair dan Aplikasinya pada Produk Perikanan. Jurnal Squalen, 5(3):101-108.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2354.2-2006

Cara Uji Kimia - Bagian 2 : Penentuan kadar Air pada Produk Perikanan. Jakarta, 12 hlm.

Badan Standarisasi Nasional . 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI)

01-2354.3-2006 Cara Uji Kimia - Bagian 3 : Penentuan Kadar Lemak Total pada Produk Perikanan. Jakarta, 10 hlm.

. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2354.4-2006 Cara Uji Kimia - Bagian 4 : Penentuan Kadar Protein dengan Metode Total Nitrogen pada Produk Perikanan. Jakarta, 12 hlm.

. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2332.3-2006 Penentuan Total Plate Count. Jakarta, 15 hlm.

. 2010. Standar Nasional Indonesia (SNI) 2354.1:2010 Cara Uji Kimia – Bagian 1 : Penentuan Kadar Abu dan Abu Tak Larut dalam Asam pada Produk Perikanan. Jakarta, 9 hlm.

. 2013.Standar Nasional Indonesia (SNI) 2725:2013 Ikan Asap dengan Pengasapan Panas. Jakarta, 19 hlm.

Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu. 2018. Operasional Volume Produk Perikanan Mati.

www.bkipm.kkp.go.id/bkipmnew/r=stats/#_ ops_volume/. Diakses pada 12 Agustus 2018.

Bawinto, A. S., E. Mongi, dan B. E. Kaseger. 2015. Analisa Kadar Air, pH, Organoleptik dan Kapang pada Produk Ikan Tuna (Thunnus sp) Asap, Di Kelurahan Girian Bawah, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan, 3(2):55-65. Candra. 2010. Penggunaan Hidrolisat Kitin dan

Karaginan sebagai Crioprotectant dalam Penyimpanan Surimi Beku Ikan Manyung (Arius thalassinus) [Skripsi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 151 hlm.

Darmanto, Y. S., F. Swastawati., T. W. Agustini, dan E. N. Dewi. 2009. Pengasapan Ikan dari Tradisional Sampai Modern. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 140 hlm.

Ghazali, R.R., F. Swastawati, dan Romadhon. 2014. Analisa Tingkat Keamanan Ikan Manyung (Arius thalassinus) Asap yang Diolah dengan Metode Pengasapan Berbeda. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4):31-38.

Hadiwiyoto, S dan S. Naruki. 2000. Optimasi Waktu Pemasakan Bandeng Presto. Agritech. 19(1):21-24.

Hutomo, H. D., F. Swastawati, dan L. Rianingsih. 2015. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair terhadap Kualitas dan Kadar Kolestrol Belut (Monopterus albus) Asap. Jurnal

(9)

29 Pengolahan dan Bioteknologi Hasil

Perikanan,4(1):7-14.

Manurung, H. J., F. Swastawati, dan I. Wijayanti. 2017. Pengaruh Penambahan Asap Cair terhadap Tingkat Oksidasi Ikan Kembung (Rastelliger sp) Asin dengan Metode Pengeringan yang Berbeda. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 6(1):30-37.

Magawati. M. T., F. Swastawati, dan Romadhon. 2014. Pengaruh Pengasapan dengan Variasi Konsentrasi Liquid Smoke Tempurung Kelapa yang Berbeda terhadap Kualitas Ikan Bandeng (Chanos chanos Forks) Asap. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4):127-132.

Nurrassyidin, Idral, dan Zultiniar. 2014. Pengaruh Variasi Temperantur dan Waktu Terhadap Rendemen Pirolisis Limbah Kulit Durian Menjadi Asap Cair. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik dan Sains, 5(1):1-8.

Orak, H. H. 2007. Total Antioxidan Activities, Phenolics, Anthocyanins, Polyphenoloxidase Activities In Red Grape Cultivars and Their Correlations. Journal Scientia Horticulturae, 111:235-241.

Prasetyowati, A. P. Novianty, dan M. R. Haryuni. 2014. Pembuatan Asap Cair dari Limbah Kulit Singkong (Manihot esculenta L. Skin) untuk Bahan Pengawet Kayu. Jurnal Teknik Kimia, 1(1): 64-75.

Riandi, A., M. Ilza, dan T. Leksono. 2016. Pengaruh Penggunaan Asap Cair Tongkol Jagung (Zea mays L) dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda Terhadam Mutu Ikan Patin (Pangasius pangasius) Asap. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 1(1) 1-8.

Rinaldi, A., Alimuddin, dan A. S. Panggabean. 2015. Pemurnian Asap Cair Dari Kulit Durian dengan Menggunakan Arang Aktif. Jurnal Molekul, 10(2):112-120.

Santoso, F., S. Mus, dan N. I. Sari. 2015. Pengaruh Ketebalan dan Lama Perendaman terhadap Mutu Fillet Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap dengan Menggunakan Asap Cair. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau,1(1) 1-6.

Swastawati, F dan Sumardianto. 2004. Pengaruh Lama Waktu Pengasapan terhadap Komposisi DHA (Docosahexaenoic Acid) Ikan Bandeng [Laporan Kegiatan]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. 46 hlm.

Swastawati, F. 2008. Quality and Safety of Smoked Catfish (Arius talassinus) Using Paddy Chaff and Coconut Shell Liquid Smoke. Journal of Coastal Development, 12(1):47-55.

Swastawati, F., E. Susanto., B. Cahyono, dan W. A. Trilaksono. 2012. Sensory Evaluation and Chemical Characteristics of Smoked Stingray (Dasyatis Blekeery) Processed by Using Two Different Liquid Smoke. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, 2(3):212-216.

Syarafina, I. L., F. Swastawati, dan Romadhon. 2014. Pengaruh Daya Serap Asap Cair dan Lama Perendaman yang Berbeda terhadap Kualitas Ikan Bandeng (Chanos chanos Forks) dan Ikan Tenggiri (scomberomorus) Asap. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(1):50-59.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 246 hlm. Yudiandani, E. S., S. Mus, dan T. Leksono. 2015.

Korelasi Penurunan Bobot terhadap Mutu Fillet Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap selama Penyimpanan pada Suhu Dingin (7±2 °C). JOM FAPERIKA UNRI, 5(1):1-15.

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Asap Cair Kulit Durian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Rata-rata Kadar Phenol Fillet Cckalang Asap (%). Berdasarkan uji Anova didapatkan perbedaan nyata pada perlakuan konsentrasi asap cair, perlakuan lama perendaman

Pengujian kualitas organoleptik pada lama perendaman yang berbeda dengan konsentrasi asap cair 3% memberikan pengaruh nyata (P&lt;0,05) terhadap bakso ayam ditinjau

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman asap cair dan lama simpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji organoleptik (rasa, aroma dan tekstur) namun

berpenetrasi ke dalam daging ikan dengan perlakuan perendaman pada konsentrasi asap cair yang berbeda sehingga diharapkan dapat melekatkan partikel-partikel asap

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi 6% dengan lama waktu perendaman dengan selang 15 menit menghasilkan produk belut asap yang memiliki rasa asap

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai infromasi kepada masyarakat mengenai pengaruh lama perendaman asap cair sekam padi terhadap kandungan gizi ikan lele

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan konsentrasi garam yang berbeda dalam pengolahan kecap ikan dari isi perut ikan Manyung

Papan partikel yang memiliki keawetan tertinggi terhadap rayap adalah papan partikel dengan perekat yang diberi asap cair kulit buah durian dengan konsentrasi 10% dan suhu