• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri akibat dari perdagangan bebas yang berlaku saat ini.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri akibat dari perdagangan bebas yang berlaku saat ini."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia dipengaruhi oleh masuknya produk-produk dari luar negeri akibat dari perdagangan bebas yang berlaku saat ini. Perdagangan bebas dilakukan karena Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Oleh karena itu, produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Begitu banyaknya produk luar negeri yang masuk ke Indonesia menyebabkan tidak diperhatikannya kualitas mutu barang. Konsumen menjadi asal-asalan dalam memilih barang.

Akibat banyaknya produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak terbendung lagi maka pemerintah membuat pengaturan untuk menstandardisasikan produk-produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat.1

1

Kementerian Perindustrian RI, “Paparan Menteri Perindustrian Pada Acara Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Tahun 2012”, Jakarta, 07 Maret 2012, hal. 14.

Jadi, pelaku usaha yang mengimpor produk-produk dari luar negeri tidak bisa seenaknya mengambil keuntungan semata di Indonesia tanpa memikirkan daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel. Namun, apabila ditinjau dari perspektif pelaku usaha, maka pelaku usaha juga berhak untuk mendapatkan kepastian hukum dalam

(2)

hal perizinan sedangkan konsumen membutuhkan kepastian hukum dalam hal jaminan mutu, jumlah, keamanan barang, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pelaku usaha dan konsumen harus memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Selanjutnya, kedudukan Pemerintah adalah hanya sebagai pengawas hubungan antar pelaku usaha dan konsumen.2

Standardisasi yang dibuat Pemerintah dalam hal ini adalah Standar Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SNI). SNI disusun untuk sedapat mungkin harus selaras dengan standar internasional yang dapat dilakukan dengan cara adopsi identik atau modifikasi. Apabila standar internasional yang relevan tidak tersedia, maka dapat mengacu pada standar regional atau standar lain yang banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Penulisan SNI adopsi harus dibuat untuk memudahkan kemampuan telusur dengan standar yang diadopsi. Tata cara adopsi ISO (International Standard Organization – ISO) / IEC (International Electronic Commission – IEC) sesuai dengan Pedoman Standar Nasional (selanjutnya disebut

Pemerintah sebagai pengawas hubungan antar pelaku usaha dan konsumen membuat suatu pengaturan untuk menstandardisasikan produk-produk impor maupun lokal.

2

Kedudukan Pemerintah sebagai pengawas hubungan antar pelaku usaha dan konsumen adalah sesuai dengan teori Adam Smith yang mengatakan bahwa persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tidak terlihat (invisible hands) yang mengkoordinasikan rencana masing-masing. Indonesia saat ini menganut sistem ekonomi campuran. Pada dasarnya sistem ekonomi campuran atau sistem ekonomi kerakyatan dengan persaingan terkendali, agaknya merupakan sistem ekonomi yang paling cocok untuk mengelola perekonomian di Indonesia, namun demikian akhir-akhir ini ditandai dengan derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia dan banyaknya BUMN dan BUMD yang telah diprivatisasi. Kecenderungan tersebut dipacu derasnya arus globalisasi dan bubarnya sejumlah negara komunis di Eropa Timur yang bersistem ekonomi sosialisme-komunistik. Lihat : Adam Smith, An Inquiry Into The Nature and Cause of The Wealth of Nations, (Pennsylvania : Pennsylvania State University, 2005), hal. 364.

(3)

PSN) 03.1:2007. Sedangkan untuk standar lainnya sesuai dengan ketentuan lain yang ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (selanjutnya disebut BSN).3

Di pasar luar negeri, untuk mengamankan produk-produk diatur oleh organisasi internasional untuk standardisasi atau dalam bahasa Inggris disebut International Organization for Standardization (ISO). ISO adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap negara. ISO didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk semua produk. Standar yang sudah dikenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu Automatic Teller Machine (ATM) Bank, ukuran dan ketebalan kertas, dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya dari 130 (seratus tiga puluh) negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (Work Group – WC).4

Meskipun ISO adalah organisasi non-pemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu

3

Badan Standardisasi Nasional, Pedoman Standardisasi Nasional : Penulisan Standar Nasional Indonesia, (Jakarta : BSN, 2007), hal. 5.

4

Website Resmi International Standardization Organization (ISO), “We’re ISO, The International Organization for Standardization. We Develop and Publish International Standards”,

(4)

badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar. ISO bekerja sama dengan Komisi Elektronik Internasional (International Electronic Commission – IEC). Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk5

1. “Meningkatkan citra perusahaan;

:

2. Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan; 3. Meningkatkan efisiensi kegiatan;

4. Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act);

5. Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan;

6. Mengurangi risiko usaha; 7. Meningkatkan daya saing;

8. Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan;

9. Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal”.

Berangkat dari tujuan dan penerapannya, SNI merupakan pengejawantahan dari ISO/IEC yang dapat dilihat pada Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). BSN merupakan Badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa pengaturan ISO di luar negeri adalah sama dengan yang diatur di Indonesia. Begitu juga dengan pengaturan perlindungan konsumen di luar negeri, yaitu : Resolusi PBB No. 39/428 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen tanggal 16 April 1985 (No. A/RES/39/248) – The

5

Website Resmi International Standardization Organization, “Benefits of International

Standards”,

2012. 6

(5)

UN Guidelines for Consumer Protection. Adapun hak-hak konsumen yang diatur dalam Resolusi PBB dimaksud adalah sebagai berikut7

1. “Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanan;

:

2. Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial, ekonomi konsumen; 3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen;

4. Pendidikan konsumen;

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka”.

Sedangkan hak-hak konsumen berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah :

a. “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa, perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.

7

Sukarmi, Cyber Law : Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, (Bandung : Pustaka Sutra, 2008), hal. 168.

(6)

Hak-hak konsumen yang menyangkut dengan kewajiban pelaku usaha untuk melakukan implementasi SNI adalah Pasal 4 huruf a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa : “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Artinya konsumen berhak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan/mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang telah dibelinya. Salah satu contohnya adalah pelaku usaha yang menyediakan layanan purna servis atau disebut dengan layanan garansi. Konsumen membutuhkan kepastian terhadap barang yang sudah dibelinya apabila mengalami kerusakan, kapan diperbaiki, kapan diganti sparepart-nya yang rusak, dan lain sebagainya, dan kapan selesainya. Seluruh kepastian tersebut termasuk ke dalam hak konsumen atas kenyamanan.

Dalam hal Standard Nasional Indonesia (SNI) konsumen berhak untuk mendapatkan barang-barang yang aman dikonsumsinya agar keselamatan dirinya terjamin. Oleh karena itu, sertifikasi SNI perlu diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu tujuan keselamatan dan keamanan dalam penggunaan suatu produk.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diundangkan adalah sebagai wujud tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan sistem perlindungan konsumen, sehingga ada kepastian hukum baik bagi pelaku usaha agar tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab, maupun bagi konsumen, yang merupakan pengakuan harkat dan martabatnya. Perlindungan konsumen sebagaimana yang dijamin di dalam undang-undang adalah adanya kepastian hukum

(7)

terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari “benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan di antara keduanya”.8

Pasar dalam negeri harus dilindungi dari produk-produk luar negeri. Hal ini dikarenakan penggerak utama industri manufaktur adalah pasar dalam negeri itu sendiri. Selain itu kebijakan peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (selanjutnya disebut SDM), harus senantiasa mengandalkan pada kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta proses pendidikan keahlian yang disesuaikan dengan kebutuhan industri manufaktur yang perlu terus ditingkatkan. Salah satunya dengan cara meningkatkan peran Dewan Riset Nasional, Dewan Standardisasi Nasional (DSN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) dan Lembaga Swasta dan Pemerintah sejenis lainnya yang diperlukan untuk mengembangkan produk dalam negeri.9

Maka, SNI bukanlah suatu kebijakan pemerintah yang menahan produk-produk luar negeri untuk masuk dan bersaing di dalam negeri melainkan adalah untuk melindungi kepentingan hukum konsumen yang tidak lain adalah masyarakat dalam negeri sendiri. Kepentingan hukum tersebut adalah jaminan terhadap konsumen untuk mendapatkan barang/jasa yang berkualitas baik.

8

AZ. Nasution, “Perlindungan Konsumen : Tinjauan Singkat Pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 – LN. 1999 No. 42”, Makalah disampaikan sebagai ceramah pada Puslitbang/Diklat MA, Bandung, Ungaran dan Batu Malang, 16 April, 30 April, dan 14 Mei 2001, hal. 3.

9

Website Resmi Badan Standardisasi Nasional (BSN), “14 Tahun BSN, Standardisasi di Era Globalisasi”,

(8)

Pengawas sebagai penegak hukum dibutuhkan untuk menjamin kepentingan hukum konsumen yang tidak lain adalah masyarakat itu sendiri, dalam hal terjadi pelanggaran hukum oleh konsumen maupun pelaku usaha, Pemerintah-lah yang menjadi penengah dalam sengketa yang terjadi. Dalam hal perlindungan konsumen, pengaturan yang berlaku adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Badan pengawasnya adalah Badan Pengawas Konsumen Nasional (BPKN). 10 Sebagai contoh pemerintah yang menjadi pengawas kepentingan hukum pelaku usaha maupun kepentingan hukum konsumen dapat dilihat sebagai berikut11

“Pada bulan Desember 2011 lalu, melalui Siaran Pers Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kementerian Perdagangan telah melimpahkan berkas enam produk yang diketahui melanggar ketentuan ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung. Keenam produk itu meliputi mesin printer multifungsi, alat listrik rumah tangga impor, lampu swaballast, baja lembaran lapis seng, serta kipas angin.

:

Sementara tiga produk lainnya, lampu swaballast, tepung terigu, dan baja tulangan beton sedang dalam tahap akhir penyidikan. Dari sembilan produk hasil sidak itu, tujuh diantaranya, yaitu : Kipas Angin merk “SiJempol”, Tepung Terigu merk “Terompet Mas”, Selang Karet Kompor Gas merk “Cosco”, Lampu Swaballast merk “Integra”, Baja Lembaran Lapis Seng

10

Badan pengawas Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) karena BPKN bertugas untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen sedangkan BPSK dapat dilihat pada Pasal 52, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa : “Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen meliputi : a) Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; b) Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d) Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; e) Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f) Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; dst…”.

11

Harian Koran Jakarta, “Produk Asal Cina Terbanyak Langgar SNI”, diterbitkan Selasa, 08 Mei 2012. Lihat juga : Harian Medan Bisnis, “Berkas 6 Produk Sudah Dilimpahkan ke Kejagung”, diterbitkan Senin, 07 Mei 2012.

(9)

merk “Gajah & Gading”, King Elephant, dan produk elektronik impor merk “Heles” sudah ditarik dari peredaran.

Sementara terhadap 21 produk lainnya yang ditemukan dalam pengawasan tahap pertama, pemerintah telah melayangkan teguran kepada produsennya. Produk-produk tersebut tidak sesuai dengan ketentuan label, dan satu produk di antaranya tidak memenuhi SNI. Dari hasil pengawasan tahap pertama, terhadap 71 produk, pemerintah tengah mengidentifikasi produsen/importir/pelaku usaha yang memperdagangkan barang dimaksud, serta menunggu hasil uji kesesuaian produk terhadap persyaratan SNI”.

Berdasarkan kutipan berita di atas, salah satu produk yang ditarik dari peredaran adalah Kipas Angin merk “SiJempol”. Kipas Angin merk “Sijempol” tersebut diproduksi oleh PT. Neo National di Medan. PT. Neo National adalah perusahaan dalam negeri yang bergerak dalam bidang industri produksi peralatan elektronik keperluan rumah tangga.12

12

Anggaran Dasar PT. Neo National No. 39 tanggal 31 Oktober 2005 yang dibuat dihadapan Binsar Simanjuntak, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. C-31652 HT.01.01.TH.2005 tertanggal 29 November 2005 tentang Pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, sebagaimana telah diubah dengan Anggaran Dasar Perubahan PT. Neo National No. 68 tanggal 16 September 2008 yang dibuat dihadapan Lie Na Rimbawan, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. AHU-10092.AH.01.02.Tahun 2009 tertanggal 31 Maret 2009 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 14/M-DAG/Per/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan Jo. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 011 Tahun 2007 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 04-6292.2.80-2006 mengenai Piranti Listrik Rumah Tanggal dan Sejenisnya – Keselamatan – Bagian 2-80 : Persyaratan Khusus untuk Kipas Angin sebagai Standar Wajib Jo. Surat Keputusan Penetapan Badan Standardisasi Nasional No.

(10)

03/KEP/BSN/2/2009 tentang Piranti Listrik Rumah Tangga dan Sejenis – Keselamatan – Bagian 2-80 : Persyaratan Khusus untuk Kipas Angin dengan No. SNI IEC 60335-2-80-2009, maka suatu produk kipas angin sebagai piranti listrik rumah tangga harus memenuhi sistem jaminan mutu sesuai dengan SNI No. 04-6292.2.80-2006 dan No. SNI IEC 60335-2-80-2009.

Untuk memenuhi ketentuan tersebut di atas yang begitu banyaknya, maka PT. Neo National selaku produsen yang memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut telah mencoba memproduksi kipas angin tersebut yang bertujuan sebagai implementasi/uji coba untuk memenuhi sistem jaminan mutu sesuai dengan SNI No. 04-6292.2.80-2006 sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Implementasi/uji coba yang dilakukan PT. Neo National untuk memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut agar sesuai dengan sistem jaminan mutu adalah diawasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, Konsultan dan LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI untuk mengeluarkan Sertifikat Standar Nasional Indonesia.

Selama proses implementasi/uji coba tersebut di atas, PT. Neo National tidak pernah memperdagangkan hasil produksi berupa Kipas Angin merk “SiJempol” karena masih perlu penyempurnaan. Dalam proses implementasi/uji coba yang dilakukan PT. Neo National, ternyata pada tanggal 30 Mei 2011, PT. Neo National didatangi oleh Tim dari Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada

(11)

Kementerian Perdagangan RI bersama-sama dengan Tim Pengawasan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara telah melakukan pemeriksaan di Pabrik PT. Neo National yang terletak di Jalan MG. Manurung No. 98 Medan. Selanjutnya Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa bersama-sama dengan Tim Pengawasan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara melakukan pengamanan barang terhadap produksi kipas angin hasil dari implementasi/uji coba untuk mendapatkan SNI sebagaimana yang diwajibkan untuk sebuah kipas angin sebagai piranti elektronik peralatan rumah tangga dan selanjutnya dijadikan barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Atas pemeriksaan dan pengawasan tersebut di atas, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara dalam rangka pengawasan telah memerintahkan kepada Tim Pengawas dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap PT. Neo National sebagai pelaku usaha. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klarifikasi yang dilakukan terhadap PT. Neo National terdapat fakta hukum bahwa produk Kipas Angin merk “SiJempol” yang diproduksi oleh PT. Neo National belum memiliki Sertifikat Produk Pengguna Tanda Standar Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SPPT-SNI) dan Nomor Registrasi Produk (selanjutnya disebut NRP) yang dipersyaratkan dan selanjutnya kipas angin yang disegel tersebut merupakan hasil implementasi/uji coba yang masih perlu disempurnakan dan tidak pernah dipasarkan.

(12)

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara telah menyampaikan hasil pemeriksaan dan klarifikasi tersebut kepada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI dan sekaligus memohon rekomendasi agar melepaskan segel terhadap hasil implementasi/uji coba tersebut.13

Selanjutnya pada tanggal 20 September 2011, LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI mengeluarkan Sertifikat Standar Nasional Indonesia yang menetapkan bahwa produk Kipas Angin merk “SiJempol” telah memenuhi persyaratan dalam penerapan sistem jaminan mutu kipas angin sesuai dengan SNI No. 04-6292.2.80-2006 dan No. SNI IEC

Sambil menunggu rekomendasi tersebut, PT. Neo National tetap melakukan implementasi/uji coba terhadap produksi Kipas Angin merk “SiJempol” untuk mendapatkan SPPT-SNI dan NRP sebagaimana yang dipersyaratkan dengan bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, Konsultan dan LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI untuk mengeluarkan Sertifikat Standar Nasional Indonesia sehingga tercapai hasil implementasi/uji coba terhadap Kipas Angin merk “SiJempol” telah terpenuhinya persyaratan jaminan mutu sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13

Surat Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara No. 532/1462/ILMEA tanggal 21 Juli 2011 perihal Permohonan Pelepasan Segel.

(13)

2009. Berdasarkan surat dari LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI tersebut maka PT. Neo National telah memperoleh SPPT-SNI No. 64/26.01.02/11/LS-Pro Surabaya/IX/2011 tanggal 23 September 2011 dan selanjutnya PT. Neo National mendapatkan NRP No. 106-007-111868 tanggal 10 Oktober 2011 yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Pengawasan Mutu Barang pada Kementerian Perdagangan RI, dan sebelumnya juga PT. Neo National telah memiliki Surat Tanda Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronik Produksi Dalam Negeri No. P.12.NEO11.01701.0611 tanggal 07 Juni 2011 yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Usaha Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri pada Kementerian Perdagangan RI, dan Surat Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut SKPLBI) dengan No. 1-812/PDN.6/SKPLBI/09/2010 tanggal 15 September 2010 yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI.

Dengan telah dimilikinya SPPT-SNI, NRP, Buku Petunjuk dan Garansi Berbahasa Indonesia, serta SKPLBI sebagaimana disebutkan di atas maka PT. Neo National telah berhak untuk memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” dan selanjutnya mengedarkannya ke pasaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya PT. Neo National selaku pelaku usaha telah mengirimkan dokumen-dokumen tersebut ke Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen

(14)

Cq. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI sebagai pemberitahuan bahwa PT. Neo National telah memenuhi segala persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan untuk memproduksi dan mengedarkan Kipas Angin merk “SiJempol”.

Pada tanggal 15 Desember 2011, Penyidik Pegawai Negeri Sipil – Perlindungan Konsumen, Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen pada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (selanjutnya disebut PPNS-PK) yang didampingi oleh Aparat dari Markas Besar Kepolisian RI, Koordinator Pengawas Kepolisian Daerah Sumatera Utara, dan Tim dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara telah melakukan pemeriksaan terhadap Tempat Kejadian Perkara (selanjutnya disebut TKP), penyitaan barang bukti terhadap hasil implementasi/uji coba Kipas Angin merk “SiJempol” yang pernah juga dilakukan penyegelan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI pada tanggal 30 Mei 2011 yang lalu dan selanjutnya dilakukan penyegelan dan penitipan barang bukti di Pabrik PT. Neo National dengan alasan bahwa perkara tersebut ditingkatkan ke tingkat pro-justitia (penyidikan) dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan j Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pelaku dugaan melakukan tindak pidana tersebut adalah PT. Neo National.

(15)

Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.

Sementara itu, Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.

(16)

Mengenai frase “dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan” inilah yang menjadi permasalahan bertentangan dengan prinsip dan tata cara pemberian sertifikasi SNI. Pada saat Pelaku Usaha mengimplementasikan SNI maka sudah dapat dipastikan Pelaku Usaha melakukan produksi barang untuk dilakukan pengujian di Lembaga Sertifikasi Produk (LS-Pro). Apabila tidak dilakukan produksi maka tidak akan mungkin Pelaku Usaha dapat menerapkan SNI. Jadi, bilamana dianalisa lebih lanjut tereksplisit bahwa Pemerintah RI menghendaki adanya impor barang karena impor barang tidak memproduksi barang. Inilah yang disebut tidak adanya kepastian hukum terwujud. Tetapi apabila frasenya diubah menjadi “memproduksi dan memperdagangkan” maka klausula memperdagangkan juga harus terpenuhi barulah dapat dikatakan tindak pidana dalam bidang perlindungan konsumen.

Apabila dilihat dari perspektif yang berbeda, penerapan SNI harus disesuaikan dengan skala industri dan orientasi pasar karena produk tertentu terdiri atas beberapa komponen. Apabila seandainya setiap komponen harus diuji di laboratorium, sumber daya akan banyak terkuras. Misalkan kipas angin, terdiri dari tombol, kerangka, kabel, dan lain sebagainya akan melalui proses panjang untuk uji laboratorium. Sementara skala industri kipas angin tidak besar. Kebutuhannya lebih besar untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Tetapi kalau biayanya membebani dan membutuhkan proses yang panjang untuk SNI, iklim usaha menjadi tidak kondusif. Belum lagi dengan situasi petugas yang tidak mengerti dengan situasi

(17)

dunia usaha. Minimnya informasi juga dirasakan Pelaku Usaha. Ketika sedang mengajukan SNI untuk produk kipas angin, Pelaku Usaha harus mendatangi Kantor LS-Pro di Kementerian Perindustrian RI. Ternyata hal tersebut salah alamat, karena produk kipas angin berada di bawah pengawasan LS-Pro Kementerian Perdagangan RI. Lokasinya yang berada di Pasar Rebo Ciracas, sementara Pelaku Usaha terkadang harus menunggu waktu lama untuk mempelajari prosedur pengajuannya.14

Berdasarkan fakta-fakta yang telah disampaikan di atas, maka secara hukum : “Apakah PT. Neo National dapat dipersangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan j Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sebagaimana yang telah dipersangkakan PPNS-PK kepada PT. Neo National?”. Permasalahan dimaksud yang menjadi pokok utama dalam masalah ini adalah : “Apakah dapat dikatakan Pelaku Usaha yang melakukan implementasi/uji coba suatu produk di Lokasi Pabrik dalam rangka memenuhi standardisasi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terhadap hasil implementasi/uji coba tersebut tidak pernah diedarkan/diperdagangkan dapat dihukum dan/atau merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana dalam bidang Perlindungan Konsumen?”.

Bertitik tolak dari hal di atas, maka PT. Neo National dalam melakukan implementasi/uji coba produk Kipas Angin merk “SiJempol” yang tujuannya adalah untuk memenuhi standardisasi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

14

Majalah Business News, “Pemerintah dan Dunia Usaha Masih Berselisih Untuk Penerapan SNI”, diterbitkan Kamis, 26 Januari 2012.

(18)

serta produk tersebut sama sekali tidak pernah diedarkan dan tetap ditempatkan di Pabrik milik PT. Neo National “tidaklah” dapat dipersangkakan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan j Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sebagaimana yang dipersangkakan PPNS-PK kepada PT. Neo National, karena PT. Neo National dalam memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut adalah bertujuan untuk implementasi/uji coba dalam rangka memperoleh standardisasi yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, serta dalam melakukan implementasi/uji coba tersebut PT. Neo National selalu dibimbing dan diawasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, Konsultan, dan LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI untuk mengeluarkan SPPT-SNI.

Dengan adanya implementasi/uji coba produk kipas angin tersebut akhirnya Kipas Angin merk “SiJempol” yang diproduksi oleh PT. Neo National dinyatakan telah memenuhi persyaratan dalam hal penerapan sistem jaminan mutu sesuai dengan SNI No. 04-6292.2.80-2006 dan No. SNI IEC 60335-2-80-2009, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan selanjutnya PT. Neo National telah memperoleh SPPT SNI No. 64/26.01.02/11/LS-Pro Surabaya/IX/2011 tanggal 23 September 2011 dan selanjutnya NRP No. 106-007-111868 tanggal 10 Oktober 2011 yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Pengawasan Mutu Barang pada Kementerian Perdagangan RI. Sebelumnya juga PT. Neo National telah memiliki SKPLBI No.

(19)

1-812/PDN.6/SKPLBI/09/2010 tanggal 15 September 2010 yang dikeluarkan oleh Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI, sehingga dengan dimilikinya SPPT-SNI, NRP, Buku Petunjuk dan Garansi Berbahasa Indonesia, serta SKPLBI maka PT. Neo National telah berhak untuk memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” untuk selanjutnya diedarkan di pasaran.

Hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Neo National dalam mengimplementasikan SNI adalah dengan banyaknya transaction cost (pungutan liar) yang harus “diselesaikan”. Walaupun PT. Neo National menghadapi tingginya transaction cost dalam mengimplementasikan SNI ini, tetapi PT. Neo National masih tetap berprinsip patuh terhadap hukum yang berlaku. Hambatan lain adalah dengan tidak dibimbingnya PT. Neo National oleh Kementerian Perindustrian RI yang terkait langsung dengan pengaturan SNI tersebut. PT. Neo National hanya berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara.

Selain produk dari PT. Neo National, masih banyak produk-produk lainnya yang mengalami hal yang sama, diantaranya adalah tepung terigu, printer multi fungsi, pengering rambut, lampu swaballast. Ada beberapa produk yang ditarik dari pasaran, antara lain : tepung terigu merk “Terompet Mas” dan selang karet kompor gas mer “Cosco”. Kementerian Perdagangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Tim Satuan Tugas Pengawasan Barnag dan Jasa yang beranggotakan PPNS-PK dan Petugas Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) setelah melakukan pengawasan terhadap 100 (seratus) produk tahap

(20)

ke-2 pada Januari sampai dengan Februari ke-201ke-2. Dalam pengawasan tersebut, secara kasat mata dan hasil uji laboratorium ditemukan 100 (seratus) produk tidak memenuhi ketentuan : 29 (dua puluh sembilan) produk melanggar ketentuan SNI antara lain Baja Tulangan Beton (BJTB), lampu swaballast, helm, kipas angin, dan lain-lain. Untuk 13 (tiga belas) produk melanggar ketentuan Manual dan Kartu Garansi (MKG) antara lain berupa juicer, penghisap debu, dan pengering rambut. 59 (lima puluh sembilan) produk melanggar ketentuan label dalam bahasa Indonesia antara lain berupa alas kaki, thinner, mainan anak, dan pakaian jadi.15

Adapun nama-nama perusahaan yang melanggar ketentuan SNI tersebut di atas, antara lain16

1. PT. Tjipto Langgeng Abadi, produsen lampu swaballast; :

2. PT. Panca Aditya Sejahtera, produsen lampu swaballast;

3. CV. Panca Surabaya Steel, produsen Baja Tulangan Beton (BJTB);

Selain dari ketiga perusahaan di atas, masih banyak lagi produsen-produsen sebagai pelaku usaha yang diganjar tindak pidana perlindungan konsumen Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Permasalahan yang dihadapi para produsen sebagai pelaku usaha ini sebenarnya adalah berasal dari ketentuan pengaturan mengenai SNI yang diatur oleh Kementerian Perindustrian RI sementara untuk pengaturan perlindungan konsumen

15

Kementerian Perdagangan RI, “Siaran Pers : Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Pemerintah Tindak Pelaku Usaha Yang Tidak Penuhi Ketentuan”, Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan RI, disiarkan di Jakarta, Selasa, 28 Februari 2012.

16

Website Resmi Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Timur, “Wakil Menteri Sidak Produk Pangan dan Non-Pangan di Surabaya”, pada 09 Agustus 2012.

(21)

diatur oleh Kementerian Perdagangan RI. Pada tahun 2008 kedua lembaga negara ini belum dipisahkan, bernama Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. Hal ini terlihat dengan masih adanya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi maupun Kota.17

Selain tidak adanya kepastian hukum akibat pemisahan dan penggabungan kedua instansi pemerintah tersebut di atas berakibatkan ketidakjelasan aturan perindustrian dan perdagangan yang menjadi latar belakang penelitian dilakukan. Oleh karena itu, penelitian dengan judul : “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga di Sumatera Utara (Studi pada PT. Neo National – Medan)” adalah layak dilakukan.

Mengenai pemisahan kedua kementerian ini berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Jo. Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.Pembenahan instansi negara ini tentu saja dapat merugikan pelaku usaha dan konsumen sebagai pelaku pasar dikarenakan tidak adanya kepastian hukum di dalam pengaturan ketentuan di dua instansi negara ini. Pemisahan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian menjadi instansi pemerintahan yang mengatur hulu dan hilir suatu produk. Kementerian Perindustrian mengatur hulunya sedangkan Kementerian Perdagangan mengatur hilirnya.

17

Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan saat ini, sempat digabungkan menjadi “Departemen Perindustrian dan Perdagangan” pada pertengahan perjalanan Kabinet Pembangunan VI, dan kemudian dipisahkan kembali pada Kabinet Indonesia Bersatu hingga sekarang. Lihat : Pasal 1 Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.

(22)

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat ditarik permasalahan, sebagai berikut :

1. Bagaimana keterkaitan pengaturan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan pengaturan perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

2. Apakah tindakan PT. Neo National yang memproduksi secara terbatas peralatan elektronik rumah tangga berupa Kipas Angin merk “SiJempol” untuk tujuan pengujian kelayakan mutu atau dengan kata lain untuk mengimplementasikan SNI dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

3. Bagaimana hambatan yang dialami oleh PT. Neo National dalam rangka mengimplementasikan ketentuan SNI pada produk Kipas Angin merk “SiJempol” dikaitkan dengan penegakan hukum perlindungan konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dapat dilihat dari permasalahan di atas, yaitu : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis keterkaitan pengaturan Standar Nasional

Indonesia (SNI) dengan peraturan perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

(23)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tindakan PT. Neo National yang memproduksi secara terbatas peralatan elektronik rumah tangga berupa Kipas Angin merk “SiJempol” untuk tujuan pengujian kelayakan mutu atau dengan kata lain untuk mengimplementasikan SNI apakah dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau tidak;

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan yang dialami oleh PT. Neo National dalam rangka mengimplementasikan ketentuan SNI pada produk Kipas Angin merk “SiJempol” dikaitkan dengan penegakan hukum perlindungan konsumen.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini nantinya akan dapat memberikan manfaat kepada pelaku usaha, konsumen, akademisi, dan instansi pemerintah terkait serta dapat memperkaya literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Ada dua manfaat yang tersirat, yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

(24)

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pelaku usaha di Indonesia dalam melakukan implementasi SNI terhadap produknya.

b. Sebagai bahan masukan bagi konsumen sebagai pelaku pasar dalam mengetahui produk bersertifikat SNI.

c. Sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintahan khususnya Kementerian Perindustrian RI dan Kementerian Perdagangan RI terkait dalam hal pengaturan yang saling bertabrakan antara satu sama lain.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang didapat melalui penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian dengan judul : ”Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga di Sumatera Utara (Studi pada PT. Neo National – Medan)” adalah tidak pernah dilakukan sama sekali, oleh karena itu, wajarlah apabila dilakukan penelitian mengenai kebijakan SNI terhadap produk elektronik rumah tangga yang kajiannya berupa pengaturan kebijakan SNI dan pengaturan Perlindungan Konsumen yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pertanggung jawaban tersebut dapat berupa isi dan contoh kasus yang dipaparkan dalam penelitian ini.

(25)

Namun untuk kajian mengenai perlindungan konsumen pernah dilakukan, yaitu :

1. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan di Indonesia, oleh Abdillah Sinaga pada tahun 2009, Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pembahasan penelitian ini lebih terkonsentrasi kepada ketentuan dan standar mutu suatu produk makanan, perlindungan hukum bagi konsumen, dan pertanggung jawaban produsen sebagai pelaku usaha;

2. Analisis Terhadap Perlindungan Konsumen Listrik : Studi pada PT. PLN Ranting Dewantara di Kabupaten Aceh Utara, oleh Syukri pada tahun 2010, Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pembahasan penelitian ini hanya membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap kelistrikan yang dikuasai oleh Negara;

3. Analisis Terhadap Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Indonesia : Studi Mengenai Putusan Mahkamah Agung RI No. 1/K/PK/PDT/2003 tanggal 24 Februari 2004, oleh Hendrik P. Pardede, Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pardede pada tahun 2005. Pembahasan penelitian ini lebih kepada sifat hukum acara dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Apabila pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci Standar Nasional Indonesia (SNI) maka hasil yang didapat pada Website Resmi

(26)

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara adalah penelitian mengenai pembahasan dalam bidang teknik. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan apabila dikemudian hari ternyata terdapat bukti bahwa penelitian ini merupakan plagiat atau duplikasi dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Teori akan berfungsi untuk memberikan petunjuk atas gejala-gejala yang timbul dalam penelitian. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.18 Teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup faktor yang sangat luas. Kadang-kadang dikatakan orang, bahwa teori itu sebenarnya merupakan “an elaborate hypothesis”, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan diterima oleh ilmuwan, sebagai suatu keadaan yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu.19Seperti yang dikemukakan oleh James E. Mauch dan Jack W. Birch, sebagai berikut20

18

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994),hal. 27.

: “Theory explains the relations among facts, though not completely. In turn, they guide research procedures, objectives and data collection. In (this) general sense, every thesis or disertation proposal should be based on

19

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press., 1996), hal. 126-127.

20

(27)

theory”.Kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian ini akan dikemukakan beberapa teori yang dapat memberikan pedoman dan arahan untuk tercapainya tujuan penelitian ini yang berasal dari pendapat para ilmuwan dan selanjutnya disusun beberapa konsep yang bersumber dari berbagai peraturan dan perundang-undangan yang menunjang tercapainya tujuan penelitian ini.

Welfare State Theory mengatakan : “Negara wajib memberikan perlindungan bagi warga negaranya”.21 Dalam hal perlindungan kepada warga negaranya adalah dalam bentuk pemberlakuan SNI. Pemberlakuan SNI diterapkan agar pelaku usaha yang ada di Indonesia menstandardisasikan produk-produknya sesuai dengan pengaturan Standardisasi Nasional yang diterapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Selanjutnya, menurut John Keynes : “Negara bertanggung jawab kepada kesejahteraan rakyatnya”. Oleh karena itu, gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik di bidang sosial maupun di bidang ekonomi (staatsonthouding dan laissez faire) lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial.22

21

Robert E. Goodin, Reason For Welfare : The Political Theory of the Welfare State, Studies in Moral, Political, and Legal Philosophy, (New Jersey : Princeton University Press, 1988), hal. 3.

Artinya pemberlakuan SNI wajib terhadap produk-produk yang berkaitan dengan keselamatan, kesehatan dan keamanan masyarakat mempunyai tujuan demi melindungi masyarakat agar

22

John Maynard Keynes, dalam Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 115.

(28)

terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Masyarakat dalam hal ini disebut konsumen.

Teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum, teori perlindungan hukum, dan teori manfaat hukum. Mengenai teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu23

1. “Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan;

:

2. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu”.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan”.

Pandangan lain disampaikan oleh Todung Mulya Lubis yang menyatakan bahwa selain kurang memadainya infrastruktur investasi, maka hambatan utama investasi di Indonesia adalah masalah kepastian hukum.24

23

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008), hal. 158.

Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kepatuhan terhadap ketertiban adalah syarat pokok untuk masyarakat yang teratur. Tujuan hukum lainnya adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban, pergaulan antar manusia dalam masyarakat harus mencerminkan kepastian hukum. Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan ditetapkannya hukum jika terjadi suatu peristiwa. Itulah arti kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan justiciable dari

24

Mc. Cawley, dalam Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Bisnis Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia”, (Medan : Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tanpa Tahun), hal. 3.

(29)

tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat mendapatkan sesuatu yang diharapkan dalam kedaan tertentu.25

Masyarakat mengharapkan kepastian. Dengan kepastian hukum, masyarakat akan menjadi lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum. Kepastian hukum akan memungkinkan tercapainya tujuan hukum lain, yaitu ketertiban masyarakat. Penegakan hukum harus memberi manfaat pada masyarakat, selain menciptakan keadilan. Tujuan hukum menjadi tujuan dan isi dari suatu negara hukum modern. Indonesia, sebagai suatu Negara Hukum Modern, memiliki tujuan hukum untuk menciptakan keadilan, kepastian hukum, dan kesejahteraan bagi rakyat.26

Penerapan Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan benturan kepentingan Pemerintah RI yang mengakibatkan terdapat hambatan PT. Neo National dalam mengimplementasikan produk Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut. Hal ini menandakan tidak terciptanya kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam melakukan investasi di dalam negeri.

Berbeda lagi bila ditinjau dengan kemanfaatan hukum dari aliran utilitarian theory yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, menyebutkan bahwa : “the greatest happines for the greatest number of people”. Teori utilitarianisme mengemukakan bahwa kebenaran dan kesalahan dari setiap tindakan seluruhnya tergantung pada hasil yang diperoleh dari suatu perbuatan. Dengan kata lain, baik niat di balik

25

Mochtar Kusumaatmadja, dalam Marwan Effendy, Kejaksaan RI : Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum”, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 33.

26

(30)

tindakan ataupun kebenaran yang fundamental dari tindakan yang dilakukan, hanya sebagai konsekuensi. Pendekatan ini sangat pragmatis terhadap pembuatan keputusan etis. Semacam estimasi rasional dari hasil dibuat dan tindakan untuk memaksimalkan manfaat terbesar bagi mayoritas orang. Tentu saja, dalam pemikiran sebagian orang, pendekatan ini sering berujung pada “tujuan membenarkan cara”.27

Tetapi lain halnya bila PT. Neo National memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” yang tidak ber-SNI maka yang dirugikan adalah konsumen itu sendiri. Disinilah dibutuhkan pengaturan yang bermanfaat bagi masyarakat banyak, oleh karena itu, masyarakat akan merasa terlindungi oleh ulah dari pelaku usaha nakal yang mencari keuntungan semata. Pengaturan SNI dan Perlindungan Konsumen tidak boleh saling bertentangan satu sama lain. Apabila terjadi pertentangan atau bertolak belakang maka akan menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha maupun masyarakat banyak selaku konsumen.

PT. Neo National yang sudah mendapatkan Izin Usaha Industri (selanjutnya disebut IUI) No. 532/253/IUI/TDU/VII/2010 tertanggal 27 Juli 2010 jelas sudah memiliki izin untuk memproduksi suatu barang. Hal ini dikarenakan suatu IUI diperoleh berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Ijin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruang, dan Tanda Daftar Perusahaan. Peraturan daerah tersebut merupakan turunan dari Pasal 13 Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang menyatakan bahwa :

27

Jeremy Bentham dalam Bryan Magee, The Story of Philosophy : Kisah Tentang Filsafat, Edisi Indonesia, diterjemahkan Marcus Widodo dan Hardono Hadi, (Yogjakarta : Kanisius, 2008), hal. 182-185.

(31)

“(1). Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.

(2). Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri.

(3). Kewajiban memperoleh Izin Usaha Industri dapat dikecualikn bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.

(4). Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”.

Untuk ketentuan yang berada di bawahnya ditentukan oleh Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri, menyatakan bahwa : “Tata cara pelaksanaan pemberian Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan diatur lebih lanjut oleh Menteri”. Peraturan menteri yang mengatur tentang IUI adalah Peraturan Menteri Perindustrian No. 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri. Untuk pelimpahan kewenangan kepada Kepala Daerah adalah terdapat pada Pasal 16 ayat (1) huruf a, yang menyatakan bahwa :

“Kewenangan pemberian : IUI, Izin Perluasan dan TDI berada pada Bupati/Walikota setempat sesuai dengan lokasi pabrik bagi jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) degan skala investasi sampai dengan Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, kecuali jenis industri yang menjadi kewenangan Menteri”.

Oleh karena berbagai ketentuan di atas, dikeluarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Ijin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruang, dan Tanda Daftar Perusahaan, maka disini PT. Neo National sudah mentaati peraturan perindustrian dimulai dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995 tentang Izin Usah

(32)

Industri, Peraturan Menteri Perindustrian No. 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri. Seluruh ketentuan-ketentuan tersebut adalah peraturan yang berlaku pada PT. Neo National. Oleh karena itu, setiap peraturan tersebut sudah pasti memiliki tujuan diterapkannya. Tetapi kenyataannya kepastian hukum tidak tercapai dikarenakan kepemilikan IUI sudah ada tetapi tetap saja masih ditindak dan dipidanakan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jelas kemanfaatan hukum juga tidak terwujud karena pekerja di PT. Neo National yang begitu banyaknya membutuhkan lapangan kerja.

Uraian-uraian teoritis tersebut dipandang relevan untuk menjelaskan fenomena industri elektronik rumah tangga yang ditetapkan oleh Pemerintah. Banyak pihak yang beranggapan bahwakebijakan SNI tidak konsisten dan saling bertabrakan dengan pengaturan lainnya. Lalu untuk mengkaji pandangan mana yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Teori Utility oleh Jeremy Bentham yang mengatakan bahwa kegunaan hukum itu adalah demi kemaslahatan masyarakat banyak.

Mengenai teori perlindungan hukum, Fitzgerald menjelaskan teori perlindungan hukum menurut Salmond,yang menyatakan bahwa : “Hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain

(33)

pihak”.28 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.29

Untuk mengetahui pelaku usaha yang tidak memenuhi SNI dalam menentukan perbuatan melawan hukumnya maka diperlukan teori hukum perlindungan konsumen, antara lain

Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat yang memerlukan perlindungan hukum adalah masyarakat yang menggunakan suatu produk disebut konsumen.

30

1. “Let the buyer beware / caveat emptor; Asas ini berasumsi bahwa : :

“Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu bisa karena keterbatasan pengetahuan konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah pembeli. Sekarang mulai diarahkan menuju kepada caveat venditor (pelaku usaha yang perlu berhati-hati)”.

2. The due care theory; Doktrin ini menyatakan bahwa :

28

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53. 29

Ibid., hal. 69. 30

Dina W. Kariodimedjo, “Persentasi : Mata Kuliah Konsentrasi Perlindungan Konsumen”, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta, 2005, hal. 8.

(34)

“Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produknya, baik barang ataupun jasa. Selama berhati-hati, pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan. Jika ditafsirkan secara a-contrario, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian”.

3. The privity of contract; Prinsip ini menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan. Fenomena kontrak-kontrak standar yang banyak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha”.

4. Kontrak bukan syarat; Prinsip ini tidak mungkin dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum”.

Dalam hal adanya konsumen yang dirugikan maka beban pembuktiannya adalah berada pada konsumen itu sendiri. Hal ini disebut dengan beban pembuktian terbalik. Biasanya apabila menggugat, konsumen harus membuktikan bahwa produsen melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian di pihak konsumen. Dari perspektif konsumen akan lebih adil apabila pembuktian ada pada produsen, produsen harus membuktikan bahwa produsen telah melakukan proses produksi sesuai dengan prosedur yang ada.31

Namun, apabila dalam contoh kasus dalam penelitian ini, yaitu pelaku usaha yang memproduksi barang tidak sesuai SNI, di dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan j

31

Pasal 22 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa : “Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian”.

(35)

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak diatur beban pembuktiannya. Oleh karena itu, jelas pembuktian ada pada tangan PPNS-PK, seharusnya apabila pelaku usaha yang tidak memiliki SNI tetap memproduksi produk dengan alasan untuk mengimplementasi SNI maka pelaku usaha tersebut tidak dapat dipersalahkan. Hal ini dikarenakan pengaturan mengenai implementasi SNI sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Sebaiknya juga dalam contoh kasus posisi dalam penelitian ini, yang menjadi penyidik dalam kasus posisi ini adalah berasal dari Kementerian Perindustrian. Tetapi yang diterapkan, penyidik berasal dari Kementerian Perdagangan. Dikarenakan ada celah di dalam Pasal 24 ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, menyatakan bahwa : “Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”.32

Selanjutnya, untuk menganalisis dan menjawab permasalahan mengenai hambatan yang dialami PT. Neo National digunakanlah Legal System Theory (teori sistem hukum) yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman. Teori sistem hukum memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum.

Hal inilah yang merugikan setiap pelaku usaha yang akan melakukan implementasi SNI.

33

32

Sebelumnya lihat : Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, menyatakan bahwa : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana”.

Penggunaan teori ini didasarkan pada

33

Lawrence M. Friedman. American Law An Introduction, (Second Edition), diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta : Tata Nusa, 2001), hal. 7.

(36)

pandangan bahwa pembahasan terhadap penegakan hukum perlindungan konsumen tidak bisa disandarkan pada analisis aspek substansi peraturan perundang-undangan saja, tetapi juga harus dipandang dalam suatu kerangka sistemik yang juga meliputi pembahasan terhadap struktur hukumnya yang meliputi lembaga-lembaga terkait dalam penegakannya, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Komite Audit Nasional (KAN), Balai Riset dan Standardisasi (BARISTAND), dan PPNS khusus terkait dengan tindak pidana perlindungan konsumen.

Selain itu, perlu juga diperhatikan aspek kultural, yang dalam penelitian ini lebih difokuskan pada kultur aparaturnya lebih khusus lagi terkait ketidak-profesionalan dan ketidak-proporsionalan PPNS dalam menyidik permasalahan hukum yang dihadapi PT. Neo National. Dengan pendekatan teori sistem hukum ini diharapkan didapatkan suatu gambaran (deskripsi) yang utuh tentang berbagai aspek yang dirumuskan dalam permasalahan.

2. Kerangka Konsep

Selanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan :

1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen;34

2. Hak-hak dasar yang dimiliki konsumen dan wajib dihormati oleh pelaku usaha, yang terdiri dari35

34

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(37)

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa, perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

35

(38)

3. Kepastian Hukum adalah perlindungan justiciable dari tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat mendapatkan sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu;36

4. Perbuatan Melawan Hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum, antara lain : kerugian-kerugian dan perbuatan harus ada hubungan langsung; kerugian disebabkan karena kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian); 37

5. Industri Elektronik Rumah Tangga adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang yang menghasilkan, atau mendistribusikan atau memasarkan atau menjual peralatan elektronik kebutuhan rumah tangga yang dihasilkan dari pelaku usaha dalam maupun luar negeri;38

6. Peralatan Elektronik Rumah Tangga adalah alat elektronik untuk kebutuhan rumah tangga yang digunakan sehari-hari, seperti : Setrika Listrik, Televisi, Radio, Komputer, Laptop, Kipas Angin, dan lain sebagainya. Peralatan

36

Marwan Effendy, Op.cit., hal. 33. 37

Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam Pasal 1365 KUH.Perdata. Menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian”.

38

Pasal 1 angka 2, Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, menyatakan bahwa : “Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri”.

(39)

elektronik rumah tangga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Kipas Angin merk “SiJempol”;

7. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional;39

8. Sertifikat Produk Pengguna Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) adalah dokumen yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LS-Pro) kepada pelaku usaha yang mampu memproduksi suatu produk sesuai dengan persyaratan SNI;40

9. Pedoman Standar Nasional (PSN) adalah ketentuan cara penulisan SNI yang disertai contoh penulisan dan lampiran dimaksudkan untuk menjamin bahwa SNI yang disusun memenuhi struktur dan format tampilan yang seragam dan konsisten;41

10.Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah suatu Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN);42

39

Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. 40

Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, menyatakan bahwa : “Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.

41

Badan Standardisasi Nasional, Pedoman Standar Nasional 08:2007, (Jakarta : Badan Standardisasi Nasional, 2007), hal. 1.

42

Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Dalam melaksanakan tugasnya BSN berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan ini menetapkan SNI yang digunakan sebagai standar teknis di Indonesia.

(40)

11.Penyidik Pegawai Negeri Sipil – Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) adalah penyidik pegawai negeri sipil yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk melakukan penyidikan;43

12.PT. Neo National adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum negara Republik Indonesia berdasarkan Anggaran Dasar PT. Neo National No. 39 tanggal 31 Oktober 2005 yang dibuat dihadapan Binsar Simanjuntak, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. C-31652 HT.01.01.TH.2005 tertanggal 29 November 2005 tentang Pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, sebagaimana telah diubah dengan Anggaran Dasar Perubahan PT. Neo National No. 68 tanggal 16 September 2008 yang dibuat dihadapan Lie Na Rimbawan, Sarjana Hukum, Notaris di Meda, dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. AHU-10092.AH.01.02.Tahun 2009 tertanggal 31 Maret 2009 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan;

13.Kipas Angin merk “SiJempol” adalah salah satu produk hasil produksi PT. Neo National yang sudah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan Surat Permohonan Pendaftaran Merek tertanggal 22 September 2010 dengan Nomor Agenda D00 3010 033959;

43

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(41)

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian preskriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.44 Dengan demikian objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait secara langsung dengan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) terhadap industri elektronik rumah tangga di Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan penelitian hukum adalah suatu proses untuk mencari hukum yang mengatur kegiatan di masyarakat.45

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dalam melakukan pengkajian kebijakan SNI terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga di Sumatera Utara khususnya produk kipas angin. Pendekatan tersebut berkaitan dengan pendekatan dilakukan dengan menggunakan teori hukum murni yang berupaya membatasi pengertian hukum pada bidang-bidang hukum saja, bukan karena hukum itu mengabaikan atau memungkiri pengertian-pengertian yang berkaitan, melainkan karena pendekatan seperti ini menghindari pencampuradukan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi (sinkretisme metodologi) yang

44

Adapun tahap-tahap dalam analisis juridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.

45

(42)

mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan batas-batas yang ditetapkan pada hukum itu oleh sifat pokok bahasannya.46

Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif analitis yang ditujukan untuk menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis peristiwa hukum terkait, yakni produksi Kipas Angin merk “SiJempol” yang dilakukan oleh PT. Neo National yang dipersangkakan telah melanggar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain :

a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

b. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;

c. Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);

d. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

46

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, Cet. III, 2007).

(43)

e. Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara; f. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri

(IUI);

g. Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional;

h. Peraturan Menteri Perdagangan No. 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan;

i. Peraturan Menteri Perdagangan No. 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual Dalam Bahasan Indonesia Bagi Produk Telematika dan Elektronika;

j. Peraturan Menteri Perdagangan No. 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa;

k. Peraturan Menteri Perdagangan No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label pada Barang;

l. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 011 Tahun 2007 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 04.6292.2.80-2006 Mengenai Peranti Listrik Rumah Tangga dan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) pada Peserta KB Baru (Studi di Kelurahan Tegal Besar

platensis terjadi pada perlakuan B yaitu dengan penambahan konsentrasi nitrat 9 ppm, hal ini terlihat dari jumlah biomassa yang tertinggi terjadi perlakuan B yaitu

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh wijaya (2017) bahwa penambahan pupuk KCl berbahan dasar sabut kelapa dapat meningkatkan unsur hara pada tanah sehingga pertumbuhan

Penulisan Ilmiah yang berjudul Program Aplikasi Pemotong File memberikan pilihan alternatif yang ditawarkan untuk membantu memecahkan masalah pentransferan data dalam bentuk file

Hendro Gunawan, MA

Dalam pembuatan program aplikasi multimedia, Delphi telah menyediakan komponen-komponen yang menghemat penulisan program, sehingga kita tidak perlu menuliskan kode

Hendro Gunawan, MA

Pada akhirnya situs info CD musik ini digunakan sebagai petunjuk bagi penggunanya untuk mencari informasi mengenai CD