• Tidak ada hasil yang ditemukan

2015 STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2015 STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai bagian awal disertasi ini, pendahuluan memuat latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, cakupan penelitian, dan struktur organisasi disertasi. Dengan mengetahui hal-hal tersebut diharapkan dapat dipahami ihwal isi laporan penelitian dalam disertasi ini.

A. Latar Belakang Penelitian

Guru sebagai pendidik yang profesional harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (UU No.14 Tahun 2005). Kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki penguasaan materi pembelajaran, kurikulum, serta struktur dan metodologi keilmuannya. Di dalam kompetensi kepribadian, guru mampu dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia,

serta menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi pedagogik mensyaratkan guru agar memiliki pemahaman terhadap peserta didik, mengembangkan potensi peserta didik, merancang dan melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya, kompetensi sosial menghendaki guru mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik serta masyarakat sekitar. Kompetensi ideal yang diharapkan itu akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional kita, seperti yang diamanatkan dalam UU No. 20 tahun 2003, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan semua kompetensi guru profesional tersebut, salah satunya adalah penggunaan bahasa guru dalam pembelajaran, lebih tegasnya, tuturan guru yang digunakan dalam pembelajaran. Hal ini sangat penting karena strategi bertutur guru berdampak pada emosi peserta didik yang kemudian

(2)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

memengaruhi perilakunya (Zhang, 2007). Oleh karena itu, guru harus memperhatikan strategi bertutur karena jika strategi yang digunakan tidak tepat akan berdampak kepada emosi siswa yang berpengaruh pada perilakunya sehingga mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangs ung.

Setiap peserta didik memiliki kebutuhan defisiensi (Maslow dalam Slavin, 2011), yakni kebutuhan fisiologi, keselamatan, cinta, dan harga diri sebagai kebutuhan dasar yang harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan pertumbuhan peserta didik meliputi mengetahui dan memahami, estetika, serta aktualisasi diri. Para pendidik harus mengakui bahwa pembelajaran akan terganggu jika kebutuhan dasar siswa tidak terpenuhi dan kebutuhan defisiensi terpenting adalah cinta dan harga diri (Slavin, 2011). Peserta didik yang merasa tidak dicintai dan tidak dihargai, padahal mereka mampu, tidak akan mungkin memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan dalam kebutuhan pertumbuhan (Stipek, 2001). Pendidik yang dapat menenangkan peserta didiknya dan membuat mereka merasa diterima dan dihargai sebagai individu akan membantu peserta didik untuk gemar belajar dan bersedia bersikap kreatif dalam rangka mengaktualisasikan dirinya. Kebutuhan defisiensi peserta didik dapat dipenuhi dengan upaya guru melalui bertutur yang baik sehingga memotivasi mereka untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Oleh karena itu, guru harus mampu mengendalikan perilaku peserta didik dengan bertutur yang dapat meningkatkan kepercayaan dirinya (Ormrod, 2009).

Hal senada pun diungkapkan Fried (2011) dalam penelitiannya bahwa dalam pembelajaran, emosi banyak memengaruhi proses belajar kognitif, motivasi, dan interaksi kelas. Emosi dapat meningkatkan proses kognitif sehingga ia dipandang sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.

Selain itu, emosi berfungsi sebagai sarana yang penting untuk meningkatkan atau menghambat proses belajar. Temuan Fried (2011) ini mendukung pandangan bahwa emosi secara berkala perlu diatur. Dalam tulisannya, Fried (2011) menekankan pentingnya guru melakukan regulasi emosi di dalam kelas, yakni kemampuan untuk mengontrol pengalaman dan ekspresi

(3)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

emosi. Guru harus memahami situasi yang dapat membuat peserta didik merasa marah, frustrasi, takut dan sedih. Melalui tuturan yang baik dan efektif guru harus menjaga emosi siswa agar selalu positif, yakni senang, gembira, dan semangat dalam belajar. Besarnya peran profesi guru dalam mendidik dan membentuk generasi bangsa yang berkualitas, tentunya tidak bisa dilakukan secara “sembarangan” atau oleh “sembarang” orang (Susilowati, 2013). Guru harus menjadi pribadi yang berkualitas, baik dari segi intelektual maupun kepribadian.

Berkaitan dengan makna “guru yang berkualitas”, pada umumnya guru yang berkualitas diartikan sebagai guru yang mengajarnya dimengerti, wawasan keilmuannya luas, memiliki suri tauladan bagi pendidikan moral muridnya, dan punya keinginan untuk meng-up grade dirinya, serta punya semangat untuk melakukan perbaikan dan perkembangan secara progresif bagi dunia pendidikan. Figur guru seperti ini terasa semakin sulit ditemui.Sulitnya menemukan sosok guru ideal yang berkualitas ditunjukkan dengan banyaknya fakta mengenai kasus kekerasan yang dilakukan guru terhadap murid-muridnya di negeri ini. Kekerasan yang berkaitan dengan aktivitas mendidik, yang oleh Charters (Susilowati, 2013) diartikan sebagai tindakan keras (baik fisik maupun nonfisik) guru terhadap siswanya dengan alasan pendisiplinan atau pendidikan yang menimbulkan luka fisik maupun psikis.

Berdasarkan definisi kekerasan tersebut, jenis kekerasan dibagi menjadi dua macam, yaitu kekerasan fisik dan nonfisik (Susilowati, 2013). Contoh kekerasan fisik, seperti penghukuman, penganiayaan, pemukulan, pemerkosaan, sedangkan kekerasan nonfisik meliputi verbal dan psikis. Contoh kekerasan nonfisik verbal ialah memaki, membentak, menghina. Contoh kekerasan nonfisik psikis, seperti memandang sinis, merendahkan, mengucilkan, mengabaikan, dan mempermalukan.

Dampak kekerasan secara verbal dan psikis dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, takut, tegang, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Selain itu, karena tidak tampak secara fisik, penanggulangannya menjadi cukup sulit. Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah peserta didik

(4)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menjadi pendiam atau penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar, seperti yang terjadi pada 06 November 2013 (Tribun—Lampung) seorang wali murid melaporkan ada wali kelas yang selalu berkata kasar kepada anaknya sehingga anaknya menjadi takut dan malas ke sekolah.

Selanjutnya, kasus bullying yang lebih parah dapat mengakibatkan peserta didik bunuh diri. Kasus ini telah terjadi di Lampung, pada 10 November 2013 (Radar TV), seorang anak laki-laki kelas VI sekolah dasar bunuh diri karena malu terhadap teman-temannya, karena gurunya berkata “Kalau kamu nakal terus, nanti diturunkan ke kelas V”, ia pulang ke rumah sebelum jam pelajaran berakhir karena malu dan mengadu kepada orang tuanya. Pada sore harinya, orang tua tersebut telah mendapatkan putranya gantung diri di pohon belakang rumah. Sungguh sebuah tragedi yang memilukan. Dengan demikian, guru diharapkan menggunakan strategi bertutur yang efektif agar tidak berdampak negatif pada peserta didik. Apalagi tuturan yang dianggap bullying harus dihindari karena akan menghancurkan masa depan peserta didik. Untuk itu, penting dilakukan kajian tentang bagaimana strategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran yang dapat berdampak pada emosi peserta didik.

Sesungguhnya, kajian tuturan direktif guru sudah banyak dilakukan, seperti Tindak Tutur Direktif Guru Taman Kanak-Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiah Kabupaten Banyumas (Widyaningrum, 2011), Tindak Tutur Direktif Guru SMA Dalam Kegiatan Belajar-Mengajar di Kelas (Mulyani, 2011), dan Analisis Tindak Tutur Direktif Guru pada Pembelajaran Biologi Kelas VIII B MTs. 1 Muhammadiyah Malang (Budiarti, 2013). Ketiga kajian dalam penelitian tersebut secara deskriptif memerikan bentuk tuturan direktif guru sebagai penutur.

Dari ketiga kajian tersebut tidak diketahui bagaimana reaksi atau respons peserta didik sebagai mitra tutur. Hal ini tentu saja membutuhkan sebuah kajian yang empiris. Apalagi aspek konteks tuturan salah satunya adalah penutur dan mitra tutur (Leech, 1983; Yule, 1996; Cummings, 2007). Sejauh pengamatan

(5)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

peneliti, kajian salah satu fungsi komunikatif tuturan direktif, yakni meminta yang melibatkan penutur dan mitra tutur baru dilakukan oleh Zhang (2007) dalam jurnalnya yang berjudul ” Teacher Request Politeness: Effects on Student Positive Emotions and Compliance Intention”. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa tuturan permintaan guru yang santun berdampak pada emosi positif dan kepatuhan siswa. Dengan demikian, strategi kesantunan dalam bertutur permintaan hendaknya diketahui guru agar siswa dapat berperilaku patuh dan mempunyai emosi positif seperti berbahagia melakukan permintaan guru tersebut.

Para cendekiawan telah banyak meneliti aktivitas tindak tutur direktif dari perspektif kesopanan (Brown & Levinson, 1978, 1987; Holtgrave & Yang, 1990, 1992). Teori implisit mengenai tindak tutur direktif, seperti meminta (Kim & Wilson, 1994) beserta strategi dan pengaruhnya secara kontekstual (Holtgraves & Yang, 1990, 1992; Meyer, 2001, 2002). Akan tetapi, penelitian yang mendominasi mengenai tindak tutur direktif beserta realisasinya memfokuskan pada pilihan-pilihan pesan, strategi-strategi, dan pengaruh-pengaruh kontekstual (misalnya kekuatan, ketertutupan hubungan, dan pemaksaan) terhadap pemilihan-pemilihan pesan dalam hubungan-hubungan interpersonal (Brown & Levinson, 1987; Holtgraves & Yang, 1992).

Perhatian yang relatif kurang adalah pada efek-efek pesan terhadap penerima, terutama reaksi dan respons mereka (Grant, King & Behnke, 1994, Zhang, 2007). Penelitian ini dirancang untuk memerikan efek-efek pesan terhadap pendengar dalam konteks-konteks instruksional, khususnya efek-efek dari strategi tuturan direktif guru terhadap emosi siswa. Dengan demikian, masih sangat diperlukan kajian empiris tuturan direktif guru dalam pembelajaran untuk berbagai fungsi komunikasi yang lain, seperti memerintah, menyarankan, dan menanya.

Berdasarkan pandangan Searle (1979:14), jenis tindak tutur direktif meliputi fungsi komunikasi ask ’menanya’, order ’memesan’, command ’menyuruh’,

request ’meminta’, plead ’memohon’, pray ’berdoa’, invite ’mengundang’, permit

’mengizinkan’, dan advise ’menyarankan’. Untuk memperoleh data penelitian yang Oleh karena itu, dalam usulan penelitian ini peneliti tidak membatasi fungsi

(6)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

komunikasi tuturan direktif tertentu, tetapi membuka peluang seluruh fungsi komunikasi tuturan direktif yang muncul secara empiris di lapangan.

Adapun kajian yang berfokus pada strategi yang digunakan telah dilakukan Flor dan Usqun (2005:175) dalam tindak tutur memberi saran. Dia mengidentifikasi strategi tuturan memberi saran, yang meliputi tipe langsung, tidak langsung, dan bentuk konvensional. Setiap tipe tersebut terdiri atas beberapa strategi tuturan, misalnya untuk tipe langsung, bisa menggunakan strategi verba performatif, imperatif, dan imperatif negatif. Semua strategi tersebut tentu saja sangat bergantung pada konteks berbahasa. Demikian halnya, dalam konteks pembelajaran, peneliti berupaya memerikan setiap strategi tindak tutur direktif yang digunakan guru serta dampaknya terhadap emosi peserta didik. Dalam tuturan yang berbeda, yakni menolak, Aziz (2000) mengidentifikasi strategi menolak dari berbagai etnis penutur di Indonesia, seperti Jawa, Sunda, Minang, dan Batak dengan judul “Ralisasi Tindak Tutur Menolak dalam Masyarakat Indonesia: Kajian dari Perspekstif Kesantunan Bahasa, Hasil penelitian menunjukkan beragam strategi penolakan berdasarkan etnis tersebut.

Kajian pragmatik tentang tindak tutur direktif telah banyak dilakukan para pakar dari perspektif kesantunan (Brown & Levinson, 1978, 1987; Holtgrave & Yang, 1990, 1992) dan menyelidiki strategi-strategi tindak tutur direktif dan pengaruh-pengaruh kontekstual (Holtgraves & Yang, 1990, 1992; Meyer, 2001, 2002). Menurut teori kesantunan Brown dan Levinson (1987), tindak tutur direktif bersifat memaksa karena mengganggu kebebasan bertindak dari mitra tutur (Holtgraves & Yang, 1990; Kim & Wilson, 1994).

Perhatian yang relatif kurang pada efek-efek tuturan terhadap mitra tutur, terutama reaksi dan respons mereka (Grant, King & Behnke, 1994). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memerikan efek-efek tuturan direktif guru berupa respons warna afektif siswa dalam konteks pembelajaran.

Pembelajaran di sekolah menengah pertama sebagai peristiwa tutur yang dipilih karena menurut psikologi perkembangan, siswa SMP sedang mengalami fase pencarian jati diri sehingga mudah berperilaku negatif dan positif, sangat

(7)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

bergantung pada lingkungan. Santrock (2012) dan Muhibbin Syah (2011) menyebut fase usia anak SMP ini sebagai masa remaja (adolescence) Masa remaja ini bermula pada usia 12 tahun sampai 21 tahun yang awalnya ditandai dengan perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis). Oleh karena itu, fase perkembangan peserta didik usia SMP (12—15 tahun) diasumsikan telah mampu mengekspresikan perasaannya terutama ketika mendengar tuturan direktif guru. . Respons warna afektif terhadap strategi tuturan guru akan sangat kentara pada perilaku peserta didik di usia ini karena mereka cenderung bersikap terbuka dan tidak bersandiwara.

Berdasarkan pengamatan, guru banyak menggunakan tindak tutur direktif dalam pembelajaran, seperti memerintah, meminta, melarang, menyarankan, atau mengajak. Hakikat tindak tutur direktif ini adalah penutur menghendaki mitra tutur melakukan tindakan tertentu. Tentu saja tindak tutur ini berisiko dipatuhi atau tidak oleh mitra tutur. Oleh karena itu, diperlukan strategi bertutur yang efektif dan komunikatif.

Keefektifan dan kekomunikatifan tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat TTDG) dapat dicapai jika siswa sebagai mitra tutur merasa dihargai dan dicintai (Maslow dalam Slavin, 2011). Artinya, guru harus memiliki kompetensi pragmatik dalam bertutur yang dapat menimbulkan respons warna afektif positif siswa, seperti senang dan bangga. Jika tidak menimbulkan respons warna afektif positif siswa (selanjutnya disingkat RWAPS) dan menimbulkan respons warna afektif negatif siswa (selanjutnya disingkat RWANS), strategi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat STTDG) akan menyebabkan siswa menjadi rendah diri karena malu, malas karena kesal, atau menghindar tidak mematuhi karena takut.

(8)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Respons warna afektif positif siswa terbukti dapat memicu kepatuhan siswa terhadap tuturan meminta guru (Zhang, 2007) dan sebaliknya respons warna afektif negatif siswa membuat mereka tidak patuh. Apalagi jika tuturan guru menimbulkan efek emosi negatif pada siswa, seperti malu atau takut yang dapat memicu perilaku buruk, seperti tidak mau berangkat sekolah, benci kepada guru, atau bahkan ada yang sampai bunuh diri (Tribun, 2013). Oleh karena itu, diperlukan kajian yang mendalam bagaimana STTDG yang berdampak pada RWAPS sehingga siswa merasa dihargai dan dicintai. Penghargaan dan cinta yang dirasakan siswa dari guru yang mengajarnya dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan mereka, yakni kompetensi pengetahuan, pemahaman, dan aktualisasi diri sehingga berkembang secara optimal.

Selanjutnya, temuan penelitian yang mengkaji STTDG be-RWAPS ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dengan menggunakan sebuah model yang berorientasi pada tuturan guru untuk dapat mengondisikan siswa belajar aktif dan kreatif. Dengan demikian, kajian pragmatik terhadap STTDG dalam penelitian ini dapat bermakna bagi pendidikan secara langsung.

Adapun sumber data yang dipilih ialah tuturan direktif guru karena dalam pembelajaran, guru banyak bertutur yang menghendaki siswa sebagai mitra tutur untuk melakukan sesuatu, seperti tuturan menyuruh, menyarankan, dan meminta. Melalui penelitian ini akan diperoleh strategi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat STTDG) beserta respons warna afektif siswa (selanjutnya disingkat RWAS) yang berdampak pada perilaku mereka. Temuan ini akan menegaskan apa yang diungkapkan McDonald (2011) bahwa saat guru bertutur atau berbicara dalam pembelajaran, tanpa disadari siswa merespons secara afektif. Hal ini pun menegaskan apa yang dikemukakan Jansen (2010) bahwa setiap pembelajaran akan meninggalkan parut emosional pada siswa dan emosi tersebut akan memengaruhi keyakinan, keputusan, serta tindakan/perilaku mereka. Dengan demikian, strategi tindak tutur direktif guru yang memicu munculnya respons warna afektif positif akan berpengaruh pada pembelajaran secara efektif.

(9)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Selanjutnya, orientasi strategi bertutur guru yang efektif akan memunculkan kreativitas dan produktivitas gagasan siswa (Joyce, 2011). Inilah yang menjadi hakikat model pembelajaran sinektik yang digagas William Gordon (Joyce, 1978). Untuk itulah, kajian empiris tentang STTDG yang be-RWAPS diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis temuan, yakni STTDG be-RWAPS sehingga hasil penelitian ini menjadi lebih bermakna.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang masalah penelitian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Bagaimanakah stategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan respons warna afektif siswa terhadapnya serta implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP? Pertanyaan utama ini dapat diuraikan ke dalam subpertanyaan sebagai berikut.

1) Apa sajakah fungsi komunikasi dalam tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP?

2) Bagaimanakah realisasi atau strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP?

3) Bagaimanakah strategi kesantunan bertutur direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP?

4) Bagaimanakah respons warna afektif siswa terhadap strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP?

5) Bagaimanakah implikasi strategi tindak tutur direktif guru dan respons warna afektif siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP?

(10)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan STTDG dan RWAS serta mengimplikasikannya dalam sebuah model pembelajaran berbasis STTDG be-RWAPS. Tujuan umum ini merupakan inti dari keseluruhan tujuan khusus berikut ini.

1) Mengidentifikasi fungsi komunikasi dalam tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

2) Memerikan strategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

3) Memerikan strategi kesantunan berbahasa dalam tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

4) Memerikan respons warna afektif siswa terhadap strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.

5) Mendeskripsikan implikasi strategi tindak tutur direktif guru dan respons warna afektif positif siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Sumber data penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia di SMP yang berasal dari berbagai suku, bahasa, dan sekolah yang berbeda. Hal ini diasumsikan menghasilkan variasi tuturan yang kompleks dan menarik untuk diperikan.

2) Data penelitian berupa tindak tutur guru yang teridentifikasi sebagai tindak tutur direktif. Setiap fungsi komunikasi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat TTDG) diamanati dan dikaji, seperti fungsi tuturan memerintah, menyarankan, melarang, meminta, dan sebagainya (Searle, 1979:14).

3) Reaksi atau respons yang diamati berupa warna afektif dan perilaku siswa terhadap tuturan guru terhadapnya. Respons warna afektif yang diamati

(11)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ada yang berifat positif, seperti senang, suka, dan bangga, serta emosi yang bersifat negatif, seperti takut, malu, dan kesal. Emosi ini melatari perilaku yang dilakukan siswa. Dalam hubungannya dengan tuturan direktif guru , perilaku siswa yang dapat terlihat ialah patuh, tidak mengindahkan atau tidak memerdulikan.

E. Manfaat Penelitian

Hasil atau temuan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis, seperti yang diuraikan berikut ini.

Secara umum, manfaat teoretis temuan penelitian ini adalah menambah referensi penelitian di bidang pragmatik, khususnya kajian tindak tutur direktif dan memberikan sumbangan pada para peneliti selanjutnya yang berminat pada kajian pragmatik untuk melakukan pengembangan temuan penelitian.

Secara khusus, manfaat teoretis temuan penelitian ini adalah menghasilkan teori bahwa STTDG yang dapat memunculkan RWAPS meliputi strategi langsung, strategi kesantunan (positif dan negatif), serta strategi tidak langsung. Selanjutnya, manfaat praktis temuan penelitian ini ialah memberi pengetahuan kepada peneliti dan guru bahwa STTDG akan memunculkan RWAS, baik positif maupun negatif yang akan berpengaruh pada perilaku siswa (senang atau tidak senang) mengikuti proses pembelajaran. Adapun manfaat praktis secara khusus temuan penelitian ini ditujukan bagi peneliti, guru, dan siswa seperti yang dipaparkan berikut ini.

Peneliti beroleh pengetahuan teoretis yang berkaitan dengan pragmatik, sosiolinguistik, dan psikolinguistik serta beroleh pengalaman tentang strategi tuturan direktif guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

Guru dapat menerapkan strategi tuturan direktif yang berdampak pada emosi positif siswa sebagai hasil kajian untuk mengondisikan proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang kondusif dan menyenangkan siswa. Selain itu, guru pun beroleh pengalaman secara empirik bagaimana dampak implementasi model pembelajaran yang berbasis STTDG-RWAPS. Jadi, temuan penelitian ini

(12)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

memberikan alternatif model pembelajaran yang berorientasi pada tuturan direktif guru yang efektif sehingga pembelajaran berlangsung aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Peserta didik beroleh pengalaman baru, yakni adanya perhatian guru terhadap perasaan mereka dalam pembelajaran, terutama ketika diperintah, diminta, atau diberi saran oleh guru, belajar dengan situasi dan kondisi yang menyenangkan sehingga potensi dan kreativitas siswa optimal berkembang, memberikan semangat belajar dalam mengembangkan kreativitas mereka tanpa takut, malu, atau ragu-ragu; serta beroleh pengalaman belajar Bahasa Indonesia dengan model pembelajaran yang berbasis STTDG-RWAPS.

Bagi satuan pendidikan (Lembaga Sekolah), temuan penelitian ini memberi masukan tentang pembelajaran Bahasa Indonesia yang berorientasi pada kompetensi sosial guru dalam bertutur kepada siswa, memberi kontribusi peningkatan proses pembelajaran melalui strategi bertutur guru yang berdampak pada emosi dan perilaku positif siswa, serta menjadi masukan untuk membina dan melatih guru dalam kompetensi sosial bertutur dengan siswa.

F. Struktur Organisasi Disertasi

Disertasi ini diorganisasikan ke dalam lima bab. Bab I berisi sejumlah landasan pelaksanaan penelitian yang meliputi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi disertasi.

Bab II berisi sejumlah teori, anggapan dasar, hipotesis, dan penelitian yang relevan. Teori yang dibahas adalah teori yang berkaitan dengan pragmatik (khususnya strategi tindak tutur direktif), emosi atau respons warna afektif siswa, dan model pembelajaran sinektik. Teori yang dibahas disajikan secara ekliktik (dari berbagai pakar secara komplementer) yang berhubungan dengan kebutuhan analisis data penelitian.

(13)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Bab III berisi metodologi penelitian yang meliputi desain atau rancangan penelitian, metode penelitian, paradigma penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan instrumen penelitian.

Bab IV berisi temuan dan pembahasan hasil penelitian. Pada bab ini data strategi tindak tutur direktif guru, meliputi fungsi komunikasi, realisasi tindak tutur direktif guru, strategi kesantunan tindak tutur direktif guru, dan respons warna afektif siswa terhadap strategi tindak tutur direktif guru tersebut dianalisis dan dibahas. Selanjutnya, temuan penelitian tersebut diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dengan disusunnya sebuah model pembelajaran berbasis STTDG-RWAPS melalui model sinektik. Untuk memperoleh gambaran dilakukan uji validitas empiris model tersebut di dua sekolah dan dianalisis secara kualitatif.

Bab V sebagai bab terakhir dari disertasi ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban atas rumusan masalah yang diajukan, khususnya kemungkinan penggunaan STTDG yang be-RWAPS dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Saran berisi rekomendasi bagi para pengajar Bahasa Indonesia dan bagi peneliti selanjutnya dengan berdasar pada hasil penelitian. Selain berisi bab inti di atas, disertasi ini dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai rujukan bagi pembaca yang ingin mengetahui atau menggunakan kepustakaan yang menjadi rujukan dalam penelitian ini secara lebih mendalam. Selain itu, disertasi ini pun dilengkapi dengan lampiran yang memuat data penelitian dan validasi instrumen penelitian dari para pakar.

Referensi

Dokumen terkait

Contoh-contoh seperti itu dimaksudkan agar bisa dijadikan pelajaran oleh orang lain agar tidak melakukan hal yang serupa dan benar-benar mengerti bahwa perilaku syirik

Style berdasarkan komposisi yang simetris pada bangunan, karakter visual rumah Dinas Bakorwil juga dibentuk oleh adanya elemen- elemen visual yang terdiri dari

Menurut Z|ahabi, tidak seorang pun dari filosof-filosof Islam yang menerima pemikiran Yunani tersebut yang menulis tafsir secara utuh, dalam artian merka hanya menafsirkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk sumber belajar Matematika berbantuan komputer untuk peserta didik Sekolah Dasar memiliki tingkat kelayakan yang baik.. Rata-rata

Pengujian yang dilakukan adalah dengan menggabungkan seluruh sistem rangkaian elektronik yang terdiri dari rangkaian catu daya tegangan tinggi DC, rangkaian PWM to

Ada pengaruh 2,4-D dan BAP terhadap warna kalus; dan tidak berpengaruh terhadap teksktur kalus, tekstur kalus yang kompak diamati pada semua

1 Sinus Maksilaris Tumor Jinak Sinonasal Tumor Ganas Sinonasal 2 Sinus Etmoidalis 1 Papiloma Inverted 8.

[r]