• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KOMODITAS AYAM RAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KOMODITAS AYAM RAS"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KOMODITAS

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi ... 2 1. Deskripsi Komoditas ... 5 1.1 Klasifikasi... 5 1.2 Budidaya... 6 1.3 Pohon Industri ... 7 1.4 Kandungan Gizi... 7 1.5 Varian ... 7 1.6 Standar Mutu ... 8 2. Pasokan ... 9

2.1 Sentra & volume produksi... 9

2.2 Pola Pemeliharaan dan Produksi ... 9

2.3 Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi... 10

2.4 Kebijakan pemerintah terkait daging ayam ... 12

3. Produksi dan Permintaan ... 14

3.1 Proyeksi Produksi dan Permintaan Daging Ayam Ras ... 14

3.2 Produksi Komoditas Ayam Ras Pedaging ... 15

3.3 Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi dan permintaan ... 16

4. Peta Distribusi dan Perdagangan Komoditi Daging Ayam Ras ... 16

4.1 Peta Distribusi Produksi Komoditi Daging Ayam Ras ... 16

4.1.1 Lampung ... 17

4.1.2 DKI Jakarta ... 17

4.1.3 Jawa Barat... 18

4.1.4 Jawa Timur ... 18

(3)

4.2.1 Sumatera Utara ... 19 4.2.2 Sumatera Selatan ... 20 4.2.3 Lampung ... 20 4.2.4 DKI Jakarta ... 21 4.2.5 Jawa Barat... 22 4.2.6 Jawa Tengah ... 22 4.2.7 Jawa Timur ... 23 4.2.8 Bali... 24

4.2.9 Nusa Tenggara Barat ... 24

4.2.10 Kalimantan Selatan ... 25

4.2.11 Kalimantan Timur... 25

4.2.12 Sulawesi Utara ... 26

4.2.13 Sulawesi Selatan ... 27

4.2.14 Maluku ... 27

4.3 Pola Distribusi Produksi ... 28

4.3.1 Lampung ... 28

4.3.2 DKI Jakarta ... 28

4.3.3 Jawa Barat... 29

4.3.4 Jawa Timur ... 29

4.4 Pola Distribusi Perdagangan ... 30

4.4.1 Sumatera Utara ... 30 4.4.2 Sumatera Selatan ... 31 4.4.3 Lampung ... 31 4.4.4 DKI Jakarta ... 32 4.4.5 Jawa Barat... 33 4.4.6 Jawa Tengah ... 34 4.4.7 Jawa Timur ... 34

(4)

4.4.8 Bali... 35

4.4.9 Nusa Tenggara Barat ... 35

4.4.10 Kalimantan Selatan ... 36

4.4.11 Kalimanatan Timur ... 36

4.4.12 Sulawesi Utara ... 37

4.4.13 Sulawesi Selatan ... 37

4.4.14 Maluku ... 37

4.4.15 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Indonesia ... 38 5. Pasar Internasional ... Error! Bookmark not defined.

5.1 Penawaran Internasional ... Error! Bookmark not defined.

5.2 Permintaan Internasional ... Error! Bookmark not defined.

6. Ekspor-Impor Indonesia... Error! Bookmark not defined.

7. Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Daging Ayam RasError! Bookmark not defined.

(5)

1.

Deskripsi Komoditas

Ayam ras pedaging disebut juga broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.

1.1 Klasifikasi

Dengan berbagai macam strain ayam ras pedaging yang telah beredar di pasaran, peternak tidak perlu risau dalam menentukan pilihannya. Sebab semua jenis strain yang telah beredar memiliki daya produktivitas relatif sama. Artinya seandainya terdapat perbedaan, perbedaannya tidak menyolok atau sangat kecil sekali. Dalam menentukan pilihan strain apa yang akan dipelihara, peternak dapat meminta daftar produktifitas atau prestasi bibit yang dijual di Poultry Shoup.

Adapun jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di pasaran adalah: Tabel 1.1 Jenis Strain Ayam Ras

1 Super 77 11 Arbor arcres 21 Yabro 2 Tegel 70 12 Tatum 22 Goto 3 ISA 13 Indian river 23 Euribrid 4 Kim cross 14 Hybro 24 A.A 70 5 Lohman 202 15 Cornish 25 H&N 6 Hyline, Vdett 16 Brahma 26 Sussex 7 Missouri 17 Langshans 27 Bromo 8 Hubbard 18 Hypeco-Broiler 28 CP 707 9 Shaver Starbro 19 Ross

(6)

1.2 Budidaya

Ayam Pedaging (Broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Ayam Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein hewani asal ternak.

Selanjutnya di sektor on-farm (budidaya), dilakukan aktivitas memelihara ayam FS mulai dari umur sehari atau DOC (Day Old Chicken) sampai umur potong (25-35 hari). Dengan masa pemeliharaan 25-35 hari per putaran produksi, dalam satu tahun, budidaya ayam FS secara rata-rata dapat dilakukan sebanyak enam kali.

Berdasarkan beberapa parameter teknis seperti persentase daya tetas, umur mulai produksi (minggu), masa produksi (minggu) dari ayam bibit GPS dan PS, maka jumlah ayam potong (FS) yang dihasilkan dalam kurun waktu 2002-2006 diperkirakan ada lebih dari 20 juta ekor ayam FS yang dipotong per minggu atau lebih dari 1 milyar ekor ayam per tahun. Pola Budidaya Ayam Broiler :

Gambar 1.2.1 Pola Budidaya Ayam Broiler

Waktu yang dibutuhkan dari GPS (Grand Parent Stock) menjadi PS (Parent Stock) 40-67 minggu, sedangkan masa dari PS menjadi FS (Final Stock) adalah 40-67 minggu. Maka dapat disimpulkan bahwa dari GPS menjadi FS memerlukan waktu kurang lebih 2 tahun. Kemudian, untuk membudidayakan ayam FS, terdapat komponen tetap (fixed) yang harus disediakan adalah lahan, kandang, dan tenaga kerja (operator kandang). Sedangkan komponen tidak tetap yang harus ada adalah pakan, DOC FS, obat hewan, dan lain lain

(7)

yang terkait. Terkait dengan penyediaan modal dan sarana produksi ayam broiler tersebut, pada saat ini ada beberapa pola usaha budidaya yang pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua pola, yaitu: (1) kemitraan inti-plasma; dan (2) mandiri. Pola pertama jumlahnya terus meningkat dan sebaliknya pola kedua jumlahnya semakin menyusut. Hal ini terjadi karena gejolak (instabilitas) harga ayam hidup pascapanen dan harga sarana produksi yang semakin hari semakin tinggi.

1.3 Pohon Industri

Gambar 1.3 Pohon Industri Ayam Ras 1.4 Kandungan Gizi

Kandungan gizi pada setiap 100 gram daging ayam mengandung : 74% air, 22% protein, 13 miligram zat kalzium, 190 miligram zat fosfor dan 1,5 miligram zat besi. Daging ayam mengandung vitamin A. Selain itu, daging ayam juga mengandung vitamin C dan E. Daging ayam selain rendah kadar lemaknya, lemaknya juga termasuk asam lemak tidak jenuh, ini merupakan makanan protein yang paling ideal untuk semua umur, penderita penyakit pembuluh darah jantung dan orang yang lemah pasca sakit.

Asam amino yang terkandung dalam daging ayam berfungsi untuk memperbaiki seluruh sel tubuh. Daging ayam mengandung nutrisi seperti kalsium, magnesium, fosfor, potassium, niasin dan vitamin B12. Daging ayam juga rendah karbohidrat dan rendah sodium.

1.5 Varian

(8)

Tabel 1.5.1 Klasifikasi Ayam broiler berdasarkan ukuran

No Komoditi Wujud Ukuran

7 Daging Ayam Ras (BOILER) < 1 kg 1,0 - 1,2 Kg 1,2 - 1,4 Kg 1,4 - 1,6 Kg 1,6 - 1,8 Kg > 2,0 Kg 1.6 Standar Mutu

Berdasarkan klasifikasi karkas dengan metode SNI 1998 menunjukkan bahwa karkas yang memiliki mutu I sekitar 51,85-66,55%, mutu II antara 27,97-43,02% dan mutu III antara 5,13-10,17% untuk pencabutan bulu menggunakan mesin sederhana, sedangkan pencabutan bulu dengan tangan menghasilkan mutu I 50,75-58,91%, mutu II 32,63-40,45 dan mutu III 7,76-11,25%. Pemotongan ayam dengan dimasukkan ke dalam corong dan pencabutan bulu dengan tangan menghasilkan persentase mutu karkas terbaik sebesar 66,67%. Persentase mutu karkas dapat dilihat pada Gambar 1.6.

Jika dilihat dari kriteria karkas yang baik atau sesuai dengan standar mutu maka daging ayam yang dikonsumsi harus memiliki aspek ASUH, yaitu: tidak mengandung residu bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit atau mengganggu kesehatan manusia (Aman), memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan (Sehat), tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian hewan lain (Utuh), dipotong dan ditangani sesuai dengan Syariat Agama Islam (Halal).

(9)

Gambar 1.6 Persentase mutu karkas berdasarkan perlakuan teknik pemotongan dan pencabutan bulu

2.

Pasokan

2.1 Sentra & volume produksi

Produsen daging ayam ras yang memiliki potensi cukup besar adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara. Berdasarkan data sementara BPS, pada tahun 2008 produksi daging ayam ras terbesar terdapat di Jawa Barat mencapai 279.851 ton. Diikuti oleh Jawa Timur dan DKI Jakarta, dengan produksi daging ayam ras masing-masing sebesar 151.951 ton dan 128.480 ton. Sedangkan produksi daging ayam ras terendah berada di Nusa Tenggara Timur yang hanya mencapai 6 ton (Statistik Peternakan 2008, BPS).

2.2 Pola Pemeliharaan dan Produksi

Ayam Pedaging (Broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein hewani asal ternak.

Minggu Pertama (hari ke-1-7).

Kutuk/DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, kemudian diberi segera diberi air minum hangat yang ditambah dan gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi. Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gr atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles).

(10)

Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen

Diberi vaksinasi yang pertama dilaksanakan pada hari ke-4.

Minggu Kedua (hari ke 8 -14)

Pemeliharaan minggu kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gr per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam.

Minggu Ketiga (hari ke 15-21)

Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gr per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya.

Minggu Keempat (hari ke 22-28).

Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal mempunyai berat badan minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gr per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit.

Minggu Kelima (hari ke 29-35).

Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah 88 gr per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 - 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen.

Minggu Keenam (hari ke-36-42).

Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.

2.3 Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi  Lokasi kandang

(11)

Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.

 Pergantian udara dalam kandang.

Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.

 Suhu udara dalam kandang.

Tabel 2.3 Suhu ideal kandang sesuai umur

Umur (hari) Suhu (0C) 01 - 07 34 - 32 08 - 14 29 - 27 15 - 21 26 - 25 21 - 28 24 - 23 29 - 35 23 - 21

 Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu :

o Tetelo (Newcastle Disease/ND)

Disebabkan virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah. Gejalanya ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada tempat yang hangat. Setelah 1 - 2 hari muncul gejala syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher berpuntir dan ayam berputar-putar yang akhirnya mati. Ayam yang terserang secepatnya dipisah, karena mudah menularkan kepada ayam lain melalui kotoran dan pernafasan. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.

o Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)

Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus. Gejala diawali dengan hilangnya nafsu makan, ayam suka bergerak tidak teratur, peradangan disekitar dubur, diare dan tubuh bergetar-getar. Sering menyerang pada umur 36 minggu. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, yang dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro.

(12)

Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai.

o Berak Kapur (Pullorum).

Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur. Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum. Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran. Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan adalah pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang. Infeksi bibit penyakit mudah menimbulkan penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut banyak disebabkan oleh kondisi lantai kandang yang kotor, serta cuaca yang jelek. Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres adalah suhu yang terlalu panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis. Penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan.

2.4 Kebijakan pemerintah terkait budidaya daging ayam

Pemerintah Indonesia memberikan dukungan yang cukup besar terhadap perkembangan peternakan ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Hal tersebut terbukti dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan yang mengatur pembibitan sampai ke pemasaran. Kebijakan tersebut dilakukan dalam upaya meningkatkan pengembangan peternakan ayam ras baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif, sertaq dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak dan memperluas kesempatan kerja. Adapun beberapa kebijakan mengenai terkait dengan ayam ras adalah sebagai berikut:

 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Permentan/OT.140/4/2009 tentang Pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging dan/atau Jeroan dari luar negeri

 Keppres No.50 Tahun 1980 tentang Pembatasan Skala Usaha Budidaya Ayam Ras

(13)

 Keppres No.22 Tahun 1990 tentang Kebijaksanaan Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras

 Keputusan Presiden Republik Indonesia No.85 Tahun 2000 tentang Pencabutan Keputusan Presiden No.22 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras

 Peraturan Menteri Pertanian No.238/kpts/PD.430/6/2005 tentang Pedoman Penetasan Ayam Ras yang Baik

 Peraturan Menteri Pertanian No.333/Kpts/PD.420/8/2005 tentang Pedoman Pembibitan Ayam Ras yang Baik

 Keputusan Menteri Pertanian No.238/kpts/PD.430/6/2006 tentang Pedoman Budidaya Ternak Ayam Ras yang Baik

 Surat Keputusan Menteri Pertanian No.928a/kpts/UM/11/1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam

 Surat Keputusan Ditjenak No.774/kpts/DJP/Deptan/1982 tentang Syarat-Syarat Teknis Perusahaan Peternakan Ayam Petelur atau Ayam Pedaging

 Surat Keputusan Menteri Pertanian No.472/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras

 Surat Keputusan Ditjenak No.274/kpts/DJP/Deptan/1980 tentang Syarat-Syarat Teknis pada Perusahaan Peternakan Ayam Bibit

 SK Dirjen Peternakan No.289/TN.220/Kpts/DJP/Deptan/1996 tentang Pedoman Pengawasan dan Standar Mutu Bibit Anak Ayam Ras Niaga atau Final Stock Umur Sehari (Kuri/Doc) Tipe Pedaging dan Petelur

 SK Dirjen Peternakan No.568/TN.220/Kpts/DJP/Deptan/1997 tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Ayam Ras Niaga Umur Sehari (DOC)

 Surat Keputusan Ditjenak No.02/Kpts/PD.430/F/01.07 tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Induk Ayam Ras Umur Sehari (DOC-PS)

 Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No.01019/Kpts/PD.430/F/07/2008 tentang Petunjuk Teknis Pelaporan Pembibitan Ayam Ras

 Keputusan Menteri Pertanian No.393/Kpts/PD.620/7/2007 tentang Pernyataan berjangkitnya wabah penyakit hewan menular influenza pada unggas (avian influenza) di wilayah Indonesia

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1977 tentang penolakan, pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit hewan

(14)

 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan menghadapi pandemik influenza.

 Peraturan Menteri Pertanian No.74/Permentan/OT.140/12/2007 tentang Pengawasan Obat Hewan

 Peraturan Menteri Pertanian No.64/Permentan/OT.140/9/2007 tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan

 Peraturan Menteri Pertanian No.62/Permentan/OT./140/12/2006 tentang Pengawasan dan Tindakan Karantina terhadap pemasukan bahan pathogen dan/atau obat hewan golongan sediaan biologik

 Peraturan Menteri Pertanian No.61/Permentan/OT.140/8/2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertanian No.64/Permentan/OT.140/12/2006 Juncto Peraturan Menteri Pertanian No.27/Permentan/OT.140/3/2007 tentang pemasukan dan pengawasan peredaran karkas, daging dan jeroan dari luar negeri

 Peraturan Menteri Pertanian No.53/Permentan/OT.140/7/2007 tentang Perubahan Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian

No.58/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pembentukan Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza Pusat

 Peraturan Menteri Pertanian No.51/Kpts/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Tata Hubungan Kerja Fungsional Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina

 Peraturan Menteri Pertanian No.50/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pemeliharaan Unggas di Pemukiman

 Peraturan Menteri Pertanian No.27/Permentan/OT.140/3/2007 tentang perubahan Peraturan Menteri Pertanian No.64/Permentan/OT.140/12/2006 tentang Pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging dan Jeroan dari Luar Negeri

3.

Produksi dan Permintaan

3.1 Proyeksi Produksi dan Permintaan Daging Ayam Ras

Hasil proyeksi sampai tahun 2010 menunjukkan bahwa produksi daging ayam ras dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang cukup berarti, yaitu hanya sebesar 0.133

(15)

persen per tahun, sehingga pada tahun 2010 produksi daging ayam ras dalam negeri hanya sekitar 521.63 ribu ton.

Sementara dari sisi permintaan terjadi peningkatan yang lebih tinggi, yaitu 0.165 persen per tahun sehingga diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan daging ayam ras dalam negeri mencapai sebesar 524.01 ribu ton atau masih terjadi defisit sekitar 2.38 ribu ton yang harus di impor.

Tabel 3.1 Proyeksi Produksi dan Permintaan Ayam Ras di Indonesia Tahun 2002-2010 (000 ton) Tahun Produksi Permintaan Peluang Ekspor/Impor

Volume % 2002 516.12 517.15 -1.03 0.20 2003 516.37 517.46 -1.09 0.21 2004 516.75 517.93 -1.18 0.23 2005 517.25 518.55 -1.30 0.25 2006 517.87 519.33 -1.46 0.28 2007 518.62 520.26 -1.64 0.31 2008 519.50 521.35 -1.85 0.36 2009 520.50 522.60 -2.10 0.40 2010 521.63 524.01 -2.38 0.45 Rataan 518.29 519.85 -1.56 0.30

Hasil proyeksi juga memperlihatkan bahwa impor daging ayam tetap bersifat pelengkap saja, karena pangsanya relatif sedikit terhadap jumlah permintaan. Sehingga jika dilakukan segera perbaikan khususnya terhadap kinerja pasar jagung dan pakan.

Sumber: Fakultas Pertanian IPB dan Badan Litbang Pertanian (2008)

3.2

Produksi Komoditas Ayam Ras Pedaging

Berdasarkan pengolahan data dari Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, maka produksi komoditas ayam ras pedaging jika dipetakan dapat dilihat pada Gambar 3.2. Produksi daging ayam selalu surplus setiap tahunnya. Sebagian besar daging ayam yang di konsumsi penduduk Indonesia merupakan hasil produksi dari rumah potong ayam yang ada di Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah yang memiliki produksi tinggi pada tahun 2009 adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dll. Pada Gambar 4 hasil yang berseumber dari Direktorat Jendral Peternakan wilayah tertinggi yang memproduksi daging ayam pada tahun 2009 adalah Jawa Barat. Sedangkan produksi daging ayam ras terendah berada di Nusa Tenggara Timur.

(16)

Gambar 3.2 Peta Produksi Daging Ayam Tahun 2009

3.3 Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi dan permintaan

Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi antara lain :

 Penyakit

 Bibit

 Harga pakan ternak

 Lingkungan peternakan

Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi permintaan antara lain :

 Pola konsumsi (hari-hari besar)

 Kenaikan harga

4.

Peta Distribusi dan Perdagangan Komoditi Daging Ayam Ras

4.1 Peta Distribusi Produksi Komoditi Daging Ayam Ras

Peta distribusi produksi dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai wilayah distribusi daging ayam ras di tingkat produsen. Produsen daging ayam ras terdapat di Provinsi Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Produsen daging ayam

(17)

ras memperoleh pasokan bahan baku berupa hewan ternak (ayam hidup), sedangkan hasil yang dipasarkan berupa daging ayam segar maupun beku.

4.1.1 Lampung

Produsen daging ayam ras yang berada di Kabupaten Lampung Selatan memperoleh pasokan ayam ras dari peternak ayam ras di Kabupaten Lampung Tengah dan Kota Bandar Lampung. Sedangkan pemasarannya, selain dipasarkan di dalam wilayah Provinsi Lampung yaitu Kota Bandar Lampung, juga dipasarkan ke luar provinsi yaitu Kota Palembang, Kota Administrasi Jakarta Pusat, dan Kota Serang. Untuk wilayah-wilayah pemasaran yang letaknya cukup jauh dari lokasi produsen, umumnya daging ayam tersebut dipasarkan dalam keadaan beku. Pola Distribusi Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 4.1.1.

Gambar 4.1.1 Pola Distribusi Provinsi Lampung

4.1.2 DKI Jakarta

Produsen daging ayam ras di DKI Jakarta memperoleh pasokan ayam ras dari Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tangerang, dan Kota Serang. Dalam hal pemasarannya, produsen daging ayam ras di Jakarta Barat memasarkan hasilnya ke seluruh wilayah di DKI Jakarta, meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan juga dipasarkan ke Kota Bekasi. Pola distribusi Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 4.1.2.

(18)

Gambar 4.1.2 Pola Distribusi Provinsi DKI Jakarta 4.1.3 Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat, produsen daging ayam ras berada di Kabupaten Bandung memperoleh pasokan ayam ras dari Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Begitu juga wilayah pemasarannya, daging ayam ras tersebut kemudian di pasarkan ke Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Pola distribusi Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 4.1.3.

Gambar 4.1.3 Pola Distribusi Provinsi Jawa Barat 4.1.4 Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur, produsen daging ayam ras yang berada di Kabupaten Sidoarjo memperoleh pasokan ayam ras dari Kabupaten Sidoarjo sendiri dan juga dari kabupaten lain yang masih berada di dalam wilayah Provinsi Jawa Timur seperti

(19)

Blitar, Malang, Lumajang, Pasuruan, dan Mojokerto. Hasil produksi berupa daging ayam ras segar atau beku tersebut kemudian dipasarkan ke Kota Surabaya, Kota Mataram, Kota Pontianak, Kota Ambon, Halmahera Utara, Kota Ternate, Kota Jayapura, dan Belitung. Pola distribusi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 4.1.4.

Gambar 4.1.4 Pola Distribusi Jawa Timur 4.2 Peta Perdagangan Komoditi Daging Ayam Ras

Peta distribusi perdagangan daging ayam ras merupakan gambaran mengenai distribusi komoditi daging ayam ras di tingkat pedagang yang berada di 15 provinsi. Pedagang daging ayam ras memperoleh pasokan barang dagangan berupa ayam hidup, daging ayam segar maupun beku. Sedangkan pemasarannya berupa daging ayam ras segar dan daging ayam ras beku.

4.2.1 Sumatera Utara

Pedagang daging ayam ras yang berada di Langkat memperoleh pasokan barang dagangan dari Langkat, Kota Medan, dankKota Binjai. Sedangkan di Serdang Bedagai, Kota Medan, dan Kota Binjai memperoleh pasokan barang dagangan idari kabupaten/kota masing-masing. Pedagang daging ayam ras yang berada di Langkat, Serdang Bedagai, Kota Binjai, dan Kota Medan tersebut memasarkan barang dagangannya di kabupaten/kota masing-masing. Peta perdagangan Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 4.2.1.

(20)

Gambar 4.2.1 Peta Perdagangan Provinsi Sumatera Utara 4.2.2 Sumatera Selatan

Pedagang daging ayam ras yang berada di Muara Enim mendapat pasokan barang dagangan dari Muara Enim, sedangkan pedagang yang berada di Kota Palembang memperoleh pasokan barang dagangan dari Kota Palembang dan Kota Bandar Lampung, baik berupa daging ayam segar, daging ayam beku maupun berupa ayam hidup. Pedagang tersebut kemudian memasarkan daging ayam ras di kabupaten/kota masing-masing yaitu di Muara Enim dan Kota Palembang. Peta perdagangan Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.2.2.

Gambar 4.2.2 Peta Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan 4.2.3 Lampung

Provinsi Lampung, pedagang daging ayam ras yang berada di Tanggamus memperoleh pasokan barang dagangan dari wilayah di Provinsi Lampung yaitu Tanggamus dan

(21)

Kota Bandar Lampung. Peta perdagangan Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 4.2.3.

Gambar 4.2.3 Peta Perdagangan Provinsi Lampung 4.2.4 DKI Jakarta

Pedagang daging ayam ras yang berada di wilayah DKI Jakarta (kecuali Kepulauan Seribu) memperoleh pasokan barang dagangan dari seluruh wilayah di DKI Jakarta dan juga dari luar provinsi yaitu Jawa Barat (Bogor, Ciamis, Subang, Tasikmalaya, Sukabumi, Bekasi, Indramayu, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Depok), Jawa Tengah (Semarang dan Kota Surakarta), Jawa Timur (Surabaya), dan Banten (Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang). Sedangkan yang berasal dari impor adalah dari Australia dan Selandia Baru. Untuk pemasarannya, selain di pasarkan di wilayah DKI Jakarta (Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara), juga dipasarkan ke Bekasi dan Kota Tangerang. Peta perdagangan Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 4.2.4.

(22)

4.2.5 Jawa Barat

Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi, pedagang daging ayam ras memperoleh pasokan barang dagangan (berupa ayam ras dan atau daging ayam ras) dari Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon, Sumedang, Subang, Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Banjar. Kemudian daging ayam ras tersebut dipasarkan ke Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Pemasaran di Kabupaten Bandung Barat tidak tergambar di peta, karena kabupaten tersebut merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandung, sehingga pemasarannya masih tergabung di Kabupaten Bandung. Peta perdagangan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 4.2.5.

Gambar 4.2.5 Peta Perdagangan Provinsi Jawa Barat 4.2.6 Jawa Tengah

Pedagang daging ayam ras di Provinsi Jawa Tengah yang berada di Kabupaten Semarang, Kendal, dan Kota Semarang memperoleh pasokan barang dagangan dari wilayah Sukoharjo, Semarang, Kendal, Kota Salatiga, dan Kota Semarang, sedangkan wilayah pemasarannya meliputi Pati, Semarang, Kendal, dan Kota Semarang. Peta perdagangan Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.2.6.

(23)

Gambar 4.2.6 Peta Perdagangan Provinsi Jawa Tengah 4.2.7 Jawa Timur

Pedagang daging ayam ras di Provinsi Jawa Timur yang berada di Sidoarjo, Gresik, dan Kota Surabaya, memperoleh pasokan barang dagangan dari kabupaten/kota masing-masing. Begitu juga halnya dalam pemasarannya, pedagang tersebut memasarkan daging ayam ras di kabupaten/kota masing-masing, yaitu Sidoarjo, Gresik, dan Kota Surabaya. Peta perdagangan Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 4.2.7.

(24)

4.2.8 Bali

Pedagang daging ayam ras di Gianyar dan Kota Denpasar memperoleh pasokan barang dagangan dari wilayah di Provinsi Bali juga yaitu Jembrana, Tabanan, Klungkung, Bangli, Karang Asem, dan Kota Denpasar. Sedangkan wilayah pemasarannya, pedagang memasarkan barang dagangannya di kabupaten/kota masing-masing yaitu Gianyar dan Kota Denpasar. Peta perdagangan Provinsi Bali dapat dilihat pada Gambar 4.2.8.

Gambar 4.2.8 Peta Perdagangan Provinsi Bali 4.2.9 Nusa Tenggara Barat

Pedagang daging ayam ras di Kota Mataram memperoleh pasokan ayam ras dari dalam wilayah di Kota Mataram juga. Begitu juga dalam pemasarannya, pedagang daging ayam ras tersebut memasarkan barang dagangannya juga di dalam wilayah Kota Mataram. Peta perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Gambar 4.2.9.

(25)

4.2.10 Kalimantan Selatan

Pedagang daging ayam ras di Kalimantan Selatan yang berada di Kota Banjarmasin, mendapat pasokan ayam ras dari wilayah dalam provinsi yang sama yaitu Kabupaten Tanah Laut. Pedagang tersebut kemudian memasarkan barang dagangannya di dalam Kota Banjarmasin. Peta perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.2.10.

Gambar 4.2.10 Peta Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan 4.2.11 Kalimantan Timur

Pedagang daging ayam ras yang berada di Kutai Kartanegara, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Tarakan mendapat pasokan barang dagangan dari kabupaten/kota masing-masing yaitu Kutai Kartanegara, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Tarakan, kecuali Kutai Kartanegara yang juga memperoleh pasokan daging ayam ras dari Kota Banjarmasin. Pemasaran daging ayam ras yang di lakukan oleh pedagang, juga hanya didalam wilayah kabupaten/kota masing-masing yaitu Kutai Kertanegara, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Tarakan. Peta perdagangan Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 4.2.11.

(26)

Gambar 4.2.11 Peta Perdagangan Provinsi Kalimantan Timur 4.2.12 Sulawesi Utara

Pedagang daging ayam ras di Kota Manado dan Kota Tomohon memperoleh pasokan barang dagangan dari wilayah di dalam kota masing-masing yaitu Kota Manado dan Kota Tomohon. Begitu juga halnya dengan wilayah pemasarannya, pedagang daging ayam ras memasarkan barang dagangannya hanya di dalam wilayah masing-masing yaitu Kota Manado dan Kota Tomohon. Peta perdagangan Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada Gambar 4.2.12.

(27)

4.2.13 Sulawesi Selatan

Di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar, pedagang daging ayam ras memperoleh pasokan barang dagangan dari Takalar, Gowa, Maros, dan Kota Makassar. Selain itu, ada juga yang berasal dari luar provinsi yaitu dari Kota Surabaya. Sedangkan pemasarannya, pedagang daging ayam ras di Gowa dan Kota Makassar memasarkan dagangannya hanya di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar. Peta perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.2.13.

Gambar 4.2.13 Peta Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan 4.2.14 Maluku

Pedagang daging ayam ras yang berada di Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat, memperoleh pasokan barang dagangan dari Kota Ambon. Kemudian, pedagang daging ayam ras di Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat tersebut memasarkan daging ayam ras di dalam wilayah kabupaten masing-masing. Pemasaran daging ayam ras di wilayah cakupan survei lainnya yaitu di Kota Ambon tidak tergambar pada peta di bawah ini karena tidak ada alokasi sampel pedagang daging ayam ras di Kota Ambon. Peta perdagangan Provinsi Maluku dapat dilihat pada Gambar 4.2.14.

(28)

Gambar 4.2.14 Peta Perdagangan Provinsi Maluku

4.3

Pola Distribusi Produksi

4.3.1 Lampung

Produsen daging ayam ras yang dimaksudkan adalah Rumah Potong Ayam (RPA). Produsen di Kabupaten Lampung Selatan memperoleh pasokan ayam ras dari peternak. Dari produsen, daging ayam ras tersebut kemudian dipasarkan ke pedagang grosir (69,71%), supermarket/swalayan (19,92%), pedagang eceran (9,96%), dan distributor (0,41%). Pola distribusi produksi daging ayam ras di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 4.3.1.

Gambar 4.3.1 Pola Distribusi Produksi Daging Ayam Ras di Lampung 4.3.2 DKI Jakarta

Pola distribusi produsen daging ayam ras di Jakarta Barat sedikit berbeda dengan pola distribusi produsen di Lampung Selatan, walaupun sama-sama memperoleh pasokan ayam ras dari peternak. Produsen memasarkan daging ayam ras ke supermarket (60,00%), industri pengolahan (20,00%), dan kegiatan usaha lainnya (20,00%). Sedangkan yang dipasarkan ke distributor sangat sedikit sekali (0,002%). Pola distribusi produksi daging ayam ras di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 4.3.2.

(29)

Gambar 4.3.2 Pola Distribusi Produksi Daging Ayam Ras di DKI Jakarta 4.3.3 Jawa Barat

Di Kabupaten Bandung, produsen daging ayam ras memperoleh pasokan ayam ras dari distributor. Dari produsen, daging ayam ras tersebut kemudian dipasarkan ke pedagang grosir (47,99%), agen (28,80%), industri pengolahan (9,60%), konsumen akhir (9,60%), dan distributor (4,01%). Pola distribusi produksi daging ayam ras di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 4.3.3.

Gambar 4.3.3 Pola Distribusi Produksi Daging Ayam Ras di Jawa Barat 4.3.4 Jawa Timur

Pemasok produsen daging ayam ras di Kabupaten Sidoarjo berasal dari peternak. Hasil produksinya kemudian dipasarkan ke agen (82,37%), kegiatan usaha lainnya (12,26%), supermarket/swalayan (1,75%), industri pengolahan (1,75%), pedagang eceran (0,88%), konsumen akhir (0,88%), dan distributor (0,11%). Selain membeli daging ayam ras langsung dari produsen, konsumen akhir membeli daging ayam ras dari pedagang eceran. Konsumen akhir di sini dapat berupa rumahtangga biasa, rumah sakit, dan lembaga nirlaba. Pola distribusi produksi daging ayam ras di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 4.3.4.

(30)

Gambar 4.3.4 Pola Distribusi Produksi Daging Ayam Ras di Jawa Timur

4.4

Pola Distribusi Perdagangan

Pola distribusi perdagangan dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai jalur distribusi barang di tingkat pedagang yang umumnya terdiri dari distributor, sub distributor, agen, sub agen, grosir, pengumpul, eksportir, importir, dan pedagang eceran. Pedagang pengumpul yang dimaksudkan di sini adalah pedagang yang memperoleh ayam ras dari beberapa peternak untuk kemudian dijual kembali.

Pasokan barang dagangan yang diterima oleh pedagang bisa berupa hewan ternak (ayam ras hidup), daging ayam ras segar maupun daging ayam ras beku. Sedangkan barang dagangan yang dijual adalah sudah berupa daging ayam ras, baik dalam kondisi segar maupun telah mengalami proses pembekuan, tergantung jarak wilayah tujuan pemasarannya.

4.4.1 Sumatera Utara

Di Provinsi Sumatera Utara (Langkat, Serdang Bedagai, Kota Medan, dan Kota Binjai), pedagang daging ayam ras yang berstatus sebagai agen memperoleh barang dagangan dari produsen dan distributor, sedangkan pedagang eceran memperoleh pasokan barang dagangan dari produsen, agen, dan pedagang pengumpul. Agen kemudian memasarkan daging ayam ras ke pedagang eceran (97,20%) dan konsumen akhir (2,80%). Kemudian, dari pedagang eceran tersebut selain memasarkan ke konsumen akhir (82,27%) juga pemasarkan barang dagangannya kepada sesama pedagang eceran (17,73%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 4.4.1.

(31)

Gambar 4.4.1 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Sumatera Utara 4.4.2 Sumatera Selatan

Pedagang daging ayam ras yang berada di Muara Enim dan Kota Palembang diwakili oleh pedagang daging ayam ras yang berstatus sebagai sub distributor dan pedagang eceran. Sub distributor memperoleh pasokan daging ayam ras dari produsen, sedangkan pedagang eceran mendapat pasokan daging ayam ras dari produsen dan agen. Dalam hal pemasarannya, sub distributor memasarkan seluruh barang dagangannya ke kegiatan usaha lainnya (100,00%). Agen memasarkan daging ayam ras ke pedagang eceran (100,00%). Sedangkan dari pedagang eceran, daging ayam ras dipasarkan ke konsumen akhir (91,56%) dan sesama pedagang eceran (8,44%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.4.2.

Gambar 4.4.2 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Sumatera Selatan 4.4.3 Lampung

Di Kabupaten Tanggamus, responden pedagang daging ayam ras terpilih sampel berstatus sebagai distributor dan pedagang eceran. Distributor memperoleh daging ayam ras dari produsen, sedangkan pedagang eceran memperoleh pasokan barang dagangan dari distributor dan sub distributor. Pola distribusi barang dagangan, dari distributor daging ayam ras dipasarkan ke industri pengolahan (80,87%), pedagang eceran (10,55%), sub distributor (5,94%), dan konsumen akhir (2,64%). Kemudian sub distributor dan pedagang eceran memasarkan seluruh barang dagangannya masing-masing ke pedagang eceran dan konsumen akhir. Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 4.4.3.

(32)

Gambar 4.4.3 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Lampung 4.4.4 DKI Jakarta

Pedagang daging ayam ras di DKI Jakarta (Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara) sangat bervariasi statusnya ada yang sebagai distributor, sub distributor, agen, sub agen, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Berdasarkan pasokannya, distributor daging ayam ras mendapat pasokan daging ayam ras dari produsen, sedangkan sub distributor memperoleh pasokan barang dagangannya dari produsen dan distributor. Kemudian, agen memperoleh pasokan barang dagangan dari distributor dan sub distributor. Sub agen memperoleh pasokan barang dagangan dari agen dan sesama sub agen. Pedagang grosir memperoleh pasokan daging ayam ras dari produsen dan agen. Sedangkan pedagang eceran memperoleh pasokan barang dagangan dari berbagai sumber yaitu dari agen, sub distributor, produsen, sub agen, pedagang grosir, dan sesama pedagang eceran.

Ditinjau dari pemasarannya, dari distributor daging ayam ras dipasarkan ke agen (88,87%), sub distributor (5,56%), kegiatan usaha lainnya (2,78%), dan konsumen akhir (2,78%). Kegiatan usaha lainnya di sini meliputi restoran/rumah makan dan hotel. Sub distributor memasarkan barang dagangannya ke pedagang eceran (76,92%), konsumen akhir (19,23%), dan agen (3,85%). Kemudian agen memasarkan ke pedagang eceran (44,74%), sub agen (23,55%), grosir (23,08%) konsumen akhir (7,61%), industri pengolahan (0,51%), dan kegiatan usaha lainnya (0,51%). Sub agen memasarkan ke pedagang eceran (54,69%) dan konsumen akhir (45,31%). Pedagang grosir memasarkan ke pedagang eceran (66,79%), industri pengolahan (13,30%), konsumen akhir (4,88%), kegiatan usaha lainnya (1,88%), dan sesama grosir (13,15%). Di tingkat pedagang eceran, daging ayam ras terutama dipasarkan ke konsumen akhir (78,95%), selain juga ke sesama pedagang eceran (16,03%), kegiatan usaha lainnya (4,35%), dan industri pengolahan (0,67%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 4.4.4.

(33)

Gambar 4.4.4 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di DKI Jakarta 4.4.5 Jawa Barat

Pedagang daging ayam ras di Provinsi Jawa Barat (Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi) statusnya cukup bervariasi, dengan pola distribusi perdagangan yang sedikit lebih sederhana di bandingkan di DKI Jakarta. Pedagang daging ayam ras yang berstatus sebagai distributor memperoleh pasokan daging ayam ras dari produsen, sedangkan sub distributor memperoleh pasokan barang dagangan dari produsen dan distributor. Agen memperoleh barang dagangannya dari distributor, sub distributor, dan sesama agen. Sub agen dipasok oleh agen. Pedagang grosir dipasok oleh distributor dan sesama pedagang grosir. Sedangkan pedagang eceran mendapat pasokan barang dagangan terutama dari produsen, distributor, agen, sub agen, pedagang grosir, dan sesama pedagang eceran.

Distributor daging ayam ras di Provinsi Jawa Barat ini menjual barang dagangannya terutama ke pedagang eceran (43,45%), sub distributor (24,35%), agen (22,14%), grosir (4,71%), konsumen akhir (3,14%), dan industri pengolahan (2,21%). Dari sub distributor dijual ke agen (91,67%) dan konsumen akhir (8,33%). Agen memasarkan barang dagangannya ke pedagang eceran (49,46%), sub agen (19,94%), kegiatan usaha lainnya (16,99%), dan konsumen akhir (13,61%). Dari sub agen seluruh barang dagangannya (100,00%) dipasarkan ke pedagang eceran, sedangkan dari pedagang grosir dipasarkan ke pedagang eceran (75,00%) dan juga ke sesama pedagang grosir (25,00%). Kemudian pedagang eceran menjual barang dagangannya ke konsumen akhir (66,58%), sesama pedagang eceran (25,43%), kegiatan usaha lainnya (6,12%), dan industri pengolahan (1,87%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 4.4.5.

(34)

Gambar 4.4.5 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Jawa Barat 4.4.6 Jawa Tengah

Pedagang grosir daging ayam ras di Jawa Tengah yang berada di Kabupaten Semarang, Kendal, dan Kota Semarang memperoleh pasokan barang dagangan dari produsen dan distributor. Sedangkan, pedagang eceran memperoleh pasokan daging ayam ras dari produsen dan pedagang grosir. Kemudian dari pedagang grosir, daging ayam ras dijual ke pedagang eceran (82,42%), konsumen akhir (12,17%), kegiatan usaha lainnya (4,84%), dan industri pengolahan (0,57%). Sedangkan dari pedagang eceran, daging ayam ras dipasarkan ke konsumen akhir (61,86%), ke sesama pedagang eceran (19,94%), dan kegiatan usaha lainnya (18,20%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.4.6.

Gambar 4.4.6 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Jawa Tengah 4.4.7 Jawa Timur

Di Jawa Timur (Sidoarjo, Gresik dan Kota Surabaya), pedagang daging ayam ras yang berstatus sebagai agen memperoleh pasokan daging ayam ras dari produsen, sedangkan pedagang eceran memperoleh pasokan barang dagangan dari produsen, agen dan pedagang pengumpul. Pola pemasarannya, dari agen dipasarkan ke pedagang eceran (80,00%) dan konsumen akhir (20,00%). Sedangkan pedagang eceran memasarkan daging ayam ras ke konsumen akhir (66,22%), sesama pedagang eceran (23,87%) dan

(35)

kegiatan usaha lainnya (9,91%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 4.4.7.

Gambar 4.4.7 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Jawa Timur 4.4.8 Bali

Di Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar, pedagang daging ayam ras yang berstatus sebagai pedagang grosir memperoleh pasokan daging ayam ras dari produsen. Selain dari produsen, pedagang grosir juga memperoleh pasokan ayam ras dari pedagang pengumpul. Pedagang eceran memperoleh pasokan barang dagangan dari pedagang grosir dan pedagang pengumpul. Sedangkan pola distribusinya, dari pedagang grosir daging ayam ras dipasarkan ke kegiatan usaha lainnya (60,00%) dan ke pedagang eceran (40,00%), pedagang pengumpul memasarkan hampir seluruh barang dagangannya ke pedagang eceran (99,88%), sedangkan yang dipasarkan ke pedagang grosir relatif sangat kecil (0,12%). Dari pedagang eceran, daging ayam ras dipasarkan ke kegiatan usaha lainnya (52,73%), sesama pedagang eceran (26,64%) dan konsumen akhir (20,63%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Bali dapat dilihat pada Gambar 4.4.8.

Gambar 4.4.8 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Bali 4.4.9 Nusa Tenggara Barat

Pedagang eceran daging ayam ras di Kota Mataram memperoleh pasokan daging ayam ras dari produsen, kemudian daging ayam ras tersebut di pasarkan kepada konsumen akhir (65,00%), kegiatan usaha lainnya (10,00%) dan ke sesama pedagang eceran

(36)

(25,00%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Gambar 4.4.9.

Gambar 4.4.9 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Nusa Tenggara Barat 4.4.10 Kalimantan Selatan

Pedagang daging ayam ras di Kota Banjarmasin yang berstatus sebagai sub agen memperoleh pasokan barang dagangan dari agen, sedangkan pedagang eceran memperoleh pasokan dari sub agen. Dalam hal pemasaran, pedagang daging ayam ras yang berstatus sebagai sub agen memasarkan daging ayam ras ke pedagang eceran (50,00%) dan konsumen akhir (50,00%). Sedangkan pedagang eceran memasarkan seluruh barang dagangannya kepada konsumen akhir (100,00%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.4.10.

Gambar 4.4.10 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Kalimantan Selatan 4.4.11 Kalimantan Timur

Di Provinsi Kalimantan Timur (Kutai Kartanegara, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Tarakan), pedagang daging ayam ras yang berstatus sebagai pedagang grosir memperoleh pasokan barang dagangan dari agen. Sedangkan pedagang eceran memperoleh pasokan barang dagangan dari produsen, agen dan pedagang pengumpul. Dilihat dari pola pemasarannya, agen memasarkan daging ayam ras ke pedagang eceran (83,72%) dan grosir (16,28%). Sedangkan pedagang grosir memasarkan seluruh barang dagangannya ke pedagang eceran (100,00%), kemudian dari pedagang eceran, daging ayam ras di pasarkan ke konsumen akhir (92,22%), dan ke sesama pedagang eceran (7,78%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 4.4.11.

Produsen Pedagang Eceran

Kegiatan Usaha Lainnya

Konsumen Akhir

(37)

Gambar 4.4.11 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Kalimantan Timur 4.4.12 Sulawesi Utara

Pedagang eceran daging ayam ras di Kota Manado dan Kota Tomohon memperoleh pasokan barang dagangan dari produsen dan pedagang pengumpul, daging ayam ras tersebut kemudian dipasarkan ke konsumen akhir (100%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada Gambar 4.4.12.

Gambar 4.4.12 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Sulawesi Utara 4.4.13 Sulawesi Selatan

Di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar, pedagang daging ayam ras diwakili oleh pedagang eceran, memperoleh pasokan ayam ras terutama dari produsen, agen, pedagang pengumpul dan pedagang grosir. Dari pedagang eceran tersebut daging ayam ras kemudian di pasarkan ke konsumen akhir (51,12%), ke sesama pedagang eceran (43,80%) dan kegiatan usaha lainnya (5,08%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.4.13.

Gambar 4.4.13 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Sulawesi Selatan 4.4.14 Maluku

Pedagang eceran daging ayam ras di Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat memperoleh pasokan barang dagangan dari agen dan juga sesama pedagang eceran, kemudian dari pedagang eceran tersebut daging ayam ras dipasarkan ke konsumen

(38)

akhir (59,94%) dan sesama pedagang eceran (40,06%). Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Provinsi Maluku dapat dilihat pada Gambar 4.4.14.

Gambar 4.4.14 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Maluku 4.4.15 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Indonesia

Berbagai jenis pola distribusi perdagangan daging ayam ras yang terjadi di Indonesia digambarkan di bawah ini. Pola distribusi tersebut merupakan gabungan dari berbagai pola distribusi komoditi daging ayam ras yang terjadi di 15 provinsi. Pola distribusi terpanjang adalah dari distributor → sub distributor → agen → grosir → pedagang eceran → konsumen akhir/industri pengolahan/kegiatan usaha lainnya. Sedangkan pola terpendek dari distributor → pedagang eceran → konsumen akhir/industri pengolahan/kegiatan usaha lainnya. Pola distribusi perdagangan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.4.15.

Gambar 4.4.15 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras di Indonesia

5.

Tata Niaga

5.1 Stakeholder

Stakeholder dalam komoditas daging ayam ini erat kaitannya dengan struktur kepengusahaannya. Struktur kepengusahaan daging ayam terdiri dari 3 sektor yaitu hulu, on-farm dan hilir. Untuk sektor hulu ayam broiler mencakup : bibit yang lazim disebut Grand Parent Stock (GPS) dan Parent Stock (PS), pakan (feed mill), obat dan sarana produksi ternak. Sektor on-farm berupa aktivitas budidaya Final Stock (FS). Sementara itu, sektor hilir mencakup Rumah Pemotongan Ayam (RPA) dan Tempat Pemotongan Ayam (TPA) serta

(39)

Unit Pengolahan Daging (UPD). Jembatan yang menghubungkan antara sektor on-farm dan hilir adalah usaha Tempat Penampungan Ayam atau sering disebut pangkalan. Dari pangkalan inilah, distribusi ayam broiler hidup dan produknya masuk ke berbagai pasar sasaran konsumen. Pada sektor hulu yang berperan sebagai stakeholder yaitu pabrik pakan, pabrik/importir farmasi veteriner, distributor dan juga poultry shop yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 5.1 struktur kepengusahaan daging ayam

Selanjutnya pada sektor budidaya, pelaku yang berperan dibagi menjadi 2 yaitu peternak mandiri dan peternak inti plasma. pola kemitraan inti plasma di atas berlangsung antara perusahaan dan individu peternak plasma. Namun demikian, di beberapa lokasi, ada kemitraan inti-plasma yang dijembatani suatu badan usaha/kelompok di tingkat desa, seperti : Koperasi Unit Desa (KUD). Sebagai wadah tempat berkumpulnya peternak broiler, KUD mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga/institusi yang membangun hubungan langsung dengan perusahaan (baik perusahaan integrasi maupun yang tidak integrasi) dalam penyediaan sarana produksi, seperti: DOC, pakan, dan obat-obatan. Dari KUD ini peternak memperoleh sapronak (DOC, pakan, dan obat-obatan) dari perusahaan integrasi (seperti: Sierad Produce) ke peternak yang bergabung sebagai anggota di KUD. Sarana produksi yang diberikan oleh KUD merupakan pinjaman peternak yang akan dilunasi setelah waktu panen tiba.

(40)

Gambar 5.2 Pola Budidaya Ayam Broiler

Terakhir, sektor hilir yang menekankan pada saluran distribusi daging ayam dari produsen hingga konsumen. Hasil penelitian yang dilakukan Muladno, Sjaf, dkk (2008) menunjukkan tiga saluran distribusi sesuai dengan pola budidaya ayam broiler. Adapun ketiga kategori yang dimaksud, yakni: (1) mata rantai di sektor hilir untuk kemitraan integrasi (satu grup usaha); (2) mata rantai di sektor hilir untuk kemitraan non-integrasi (pemodal, poultry shop, dan KUD); dan (3) mata rantai di sektor hilir untuk mandiri.

(41)

Gambar di atas memberikan informasi kepada kita bahwa keberadaan pengumpul (pangkalan) dan pemotong-pengecer merupakan aktor penting dalam mata rantai broiler hidup. Pengumpul adalah aktor penting pertama yang mempunyai peranan untuk mendistribusikan ayam hidup ke beberapa pihak (seperti: pemotong, pemotong-pengecer, dan penjual makanan dan rumah tangga). Sementara itu, pemotong-pengecer adalah aktor penting kedua yang mempunyai peran mendistribusikan ayam hidup ke pasar.

Asosiasi

Adapun para pemangku kepentingan yang terlibat dalam struktur tersebut, meliputi: Direktorat Jenderal Peternakan, Badan Karantina, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), Dinas Teknis di Provinsi Kabupaten/Kota; maupun Asosiasi yang terkait dalam struktur tersebut, yaitu : Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia (GAPPI), Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Asosiasi Perusahaan Obat Hewan Indonesia, Pusat Informasi Pasar (PINSAR), NAMPA dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

5.2 Perdagangan Dalam dan Luar Negeri

5.2.1Perdagangan Dalam Negeri

Perdagangan dalam negeri yang dimaksud dalam profil komoditas ini meliputi pembentukan harga, pergerakan harga dan juga disparitas harga daging sapi nasional.

Terdapat dua istilah harga untuk komoditi daging ayam ini, yakni harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen. Dari kedua kategori harga komoditi tersebut maka selanjutnya ditentukan faktor-faktor penentu harga di tingkat konsumen. Adapun uraian dari faktor yang dimaksud sebagaimana dijelaskan pada bagian berikut:

A.Harga Daging Ayam di Tingat Produsen

Biaya produksi daging ayam akan menentukan harga daging ayam di tingkat produsen (harga produsen). Adapun biaya produksi daging ayam, meliputi: biaya pembelian Day Old Chick untuk Final Stock (DOC FS), pakan, tenaga kerja, vaksin/obat-obatan, biaya pembuatan kandang dan peralatan, dan lainnya. Dari struktur biaya ini, pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi, yakni 65 s/d 70%. Kemudian disusul DOC FS sebesar 19%, vaksin dan obat-obatan sebesar 6%, tenaga kerja sebesar 5%, kandang dan peralatan sebesar 3%, serta lain-lain (listrik, bahan bakar, dan lain-lain) sebesar 2%. Tingginya komponen pakan dalam biaya produksi yang sebagian kebutuhan bahan bakunya (jagung) masih impor

(42)

menyebabkan biaya produksi dan harga 1 kilogram daging ayam di Indonesia lebih tinggi dari negara lainnya.

B.Biaya Distribusi Daging Ayam

Seperti yang telah diketahui bahwa harga ditingkat konsumen merupakan harga (transaksi) yang terjadi antara penjual dan pembeli di pasar tradisional. Bertindak sebagai penjual adalah pedagang pengecer, sementara itu pembeli adalah konsumen baik skala rumah tangga, skala industri rumah tangga, dan lain sebagainya di pasar tradisional. Oleh karena itu, pangkalan (pengumpul) dan pengecer adalah sebagai aktor penting dalam menentukan harga komoditi. Berdasarkan identifikasi saluran distribusi yang telah dilakukan, ditemukan puluhan saluran distribusi berdasarkan pola pembudidayaannya, yakni kemitraan integrasi, kemitraan non-integrasi, dan mandiri. Banyaknya saluran distribusi tersebut, mendorong terjadinya fluktuasi harga komoditi daging ayam di tingkat konsumen.

Dengan demikian, biaya distribusi sangat menentukan harga di tingkat konsumen. Atau dengan kata lain, harga di tingkat konsumen sangat ditentukan dari panjang-pendeknya saluran distribusi dari pangkalan (pengumpul) ke konsumen. Semakin banyak aktor yang bermain di saluran distribusi komoditi ini, maka semakin tinggi harga daging ayam di tingkat konsumen. Hal ini dikarenakan setiap aktor mengupayakan mengambil margin keuntungan dari setiap saluran distribusi yang ada.

C.Permintaan Daging Ayam

Permintaan daging ayam broiler ditentukan oleh jumlah kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia yang dihitung dari konsumsi per kapita, daya beli yang ditentukan dari struktur pendapatan masyarakat, dan faktor sosio-kultur, serta geografi masyarakat kita. Terhadap jumlah kebutuhan komoditas daging ayam dimaksudkan untuk memperoleh tren dan hubungan kausalitas (sebab-akibat) terhadap harga komoditas ini. Atau dengan kata lain, semakin tinggi permintaan yang ditunjukkan melalui jumlah kebutuhan daging ayam per kapita, maka semakin tinggi pula harga daging ayam.

Demikian halnya dengan daya beli masyarakat, dimana struktur pendapatan sangat menentukan tren permintaan daging ayam di tingkat konsumen. Struktur pendapatan rumah tangga ditentukan oleh dua hal, yakni sumber penghasilan dan penguasaan terhadap sumber-sumber produksi (seperti: lahan, teknologi, dan lain-lain). Apabila suatu masyarakat memiliki struktur pendapatan rumah tangga tinggi (sumber penghasilan banyak dan penguasaan

(43)

terhadap sumber-sumber produksi banyak), maka konsumsi terhadap komoditi ini relatif tinggi dan sebaliknya.

Meski demikian, faktor sosio-kultur dan geografi tak kalah pentingnya mempengaruhi pola konsumsi konsumen terhadap komoditi daging ayam. Untuk faktor sosio-kultur, dapat dilihat pada pola konsumsi daging ayam yang meningkat menjelang puasa, hari raya besar agama (idul fitri, lebaran haji, dan natal), dan liburan sekolah. Di luar momentum tersebut, harga daging ayam kembali normal. Sedangkan untuk faktor geografis, dapat dilihat dari tipologi daerah. Dimana daerah dengan tipologi pesisir, konsumsi daging ayam broiler cenderung rendah dibandingkan dengan tipologi daerah dataran rendah maupun pegunungan. Hal ini dikarenakan masyarakat yang bermukim di tipologi pesisir lebih memilih ikan dan sejenisnya sebagai sumber protein.

D.Stok Daging Ayam

Menurut studi yang dilakukan Muladno, Sjaf, dkk (2008) bahwa terdapat tujuh karakteristik pasar unggas di Indonesia yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumen ketika membeli komoditi daging ayam di pasar tradisional. Dari ketujuh karakteristik tersebut, empat diantaranya menjadi alasan mengapa stok daging ayam ditentukan dari GPS, yakni: (1) ayam yang dibeli dalam keadaan segar dan warnanya tidak pucat; (2) konsumen membeli sesuai kebutuhan yang akan langsung dikonsumsi dan tidak menyimpan daging dalam jumlah banyak; (3) menyaksikan sendiri ayam dipotong secara halal; dan (4) pangkalan penjual ayam hidup dapat menyimpan stok yang tidak habis dijual di kandang penampungan walaupun dengan resiko susut dan mati.

Penjelasan di atas dengan jelas menegaskan bahwa stok daging ayam tidak seperti halnya dengan jenis komoditi lainnya yang bisa disimpan di tempat tertentu, seperti: gudang, alat pendingin (coolstroge), dan lain sebagainya.

Dari variabel-variabel yang dapat mempengaruhi harga tersebut akan membentuk pergerakan harga daging ayam di pasaran. Dibawah ini merupakan pergerakan harrga rata-rata nasional daging ayam pada tahun 2012.

(44)

Gambar 5.2.1. Pergerakan Harga Daging Ayam Ras tahun 2012

Pergerakan harga daging ayam pada 2012 cukup berfluktuatif. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun umumnya harga daging ayam tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan dan juga adanya hari besar seperti Idul Fitri dan juga Natal dan Tahun Baru seperti yang terlihat pada grafik pergerakan harga diatas. Dibawah ini merupakan grafik harga daging ayam tiap provinsi pada Desember 2012. Dari grafik terlihat bahwa perbedaan tingkat harga daging ayam yang cukup tinggi antar kota/kab yang mewakili tiap provinsi di Indonesia. Harga tertinggi berada di Kota Jayapura dengan harga rata-rata sebesar Rp. 36.333, dan harga terrendah berada di Kota Mamuju dengan harga rata-rata sebesar Rp. 17.656. 20.000 21.000 22.000 23.000 24.000 25.000 26.000 27.000 28.000 29.000 30.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 B anda A ce h M e d a n P a d a n g P ak anba ru Ja mbi P al embang Beng kul u B anda r L ampung Ja ka rt a B andung Semara n g Yo gy ak art a Sura ba ya D enpa sa r M at ara m K upa ng G oro nt al o P ont ia na k P al ang ka ra ya B anj armas in Sa m ari nda M ana do P a l u M ak as sa r K endari A m b o n Ja ya pura B ant en B ang ka B eli tung M al uk u U ta ra M amuj u M anok w ari Ta nj ung P ina ng

(45)

Gambar 5.2.2 Harga rata-rata daging ayam ras Desember 2012

Jika kita melalukan analisis sebaran harga daging ayam di tingkat konsumen di seluruh provinsi di Indodnesia, maka secara umum tidak terdapat perbedaan antara harga daging ayam di provinsi sentra produksi dengan provinsi yang non-sentra produksi. Jikapun terjadi perbedaan hanya selisih ratusan rupiah saja. Walau demikian, untuk daerah-daerah yang letaknya realtif jauh dari sentra produksi ayam broiler (seperti, Papua, Maluku, Sulawesi Barat) selisih harga daging ayam dengan sentra produksi mencapai ribuan rupiah

Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan harga antar provinsi bukan akibat perbedaan marjin, tetapi semata-mata karena faktor jauh dekat dari sentra produksi dan faktor infrastruktur di wilayah bersangkutan. Dengan demikian, disparitas harga daging ayam yang terjadi tidak akan menyebabkan instabilitas stok di suatu daerah. Apalagi jika mengingat bahwa kedudukan perusahaan besar yang sangat kuat sehingga dapat mengatur dan mengendalikan harga sampai di level konsumen. Instabilitas stok di suatu daerah adalah hal yang sangat potensial merugikan perusahaan besar, sehingga hal ini akan betul-betul dihindari. Berikut merupakan sampel disparitas dari harga daging ayam di sentra dan non sentra produksi:

No Provinsi Disparitas

Sentra Produksi Non Sentra Produksi

1 Sumatera Utara Sumatera Barat 5,997

2 Lampung Bengkulu 2,367

3 Jawa Barat Nusa Tenggara Barat 493 4 Jawa Tengah Kalimantan Tengah 2,084

5 Jawa Timur Papua 9,260

Sumber: Tim EWS, 2010 (Diolah dari Beragam Sumber).

5.2.2Perdagangan Luar Negeri

A.Ekspor

Pada tahun 2005 yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah Singapura dan US, sedangkan tahun 2006 tujuan ekspor terbesar adalah Negara Hongkong. Kemudian pada tahun 2007 negara tujuan ekspor tebesar adalah US dan Hongkong dan tahun 2008 tujuan ekspor terbesar adalah Negara Vietnam dan Australia. Pada tahun 2009 tujuan ekspor terbesar adalah Negara US dan Jepang dan Tahun 2010 tujuan ekspor terbesar adalah Negara China.

(46)

Berdasarkan pengolahan data Direktori Ekspor Impor bahwa Indonesia mengalami ekspor tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 90.526 kg. Tujuan ekspor terbesar pada tahun 2008 salah satunya adalah Vietnam. Pada dasarnya Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia adalah US, Vietnam, China, Hongkong, Jepang, Singapura, Filiphina, Belanda, dll.

Untuk permintaan internasional, kondisi saat ini belum ada negara yang khusus meminta pasokan dari Indonesia. Hal tersebut dikarenakan negara lain lebih memilih negara selain Indonesia untuk memenuhi kebutuhan di Negara mereka. Contohnya adalah Jepang, Jepang memenuhi pasokan daging ayam dari Negara US, Thailand dan China. Jepang menerapkan persyaratan yang ketat atas higienitas produk ayam yang diimpor dan ketiga negara tersebut memenuhi syarat tersebut.

Pada tahun 2004 Indonesia pernah melakukan ekspor daging ayam ke Jepang, namun terhenti karena adanya kasus flu burung. Indonesia dapat membangun kembali ekspor tersebut dengan upaya meyakinkan mitra dagang dan meningkatkan kualitas daging ayam tersebut.

B.Impor

Sedangkan untuk impor berdasarkan pengolahan data Direktori Ekspor Impor bahwa Indonesia mengalami impor tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 5.358 ton. Indonesia mengimpor daging ayam dari Negara Singapura, US, Australia dan Malaysia.

Sejauh ini Indonesia masih bergantung dari beberapa Negara untuk mendapatkan pasokan bibit ayam atau DOC, karena biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan DOC sendiri sangat mahal, membutuhkan waktu yang cukup lama dan tempat yang memadai. Penawaran daging ayam dari negara lain ke Indonesia sudah ada dan kebijakan terhadap impor daging ayam juga sudah ditetapkan, tetapi hal ini masih menjadi polemik.

Dengan demikian untuk komoditas daging ayam ini, secara umum Indonesia sudah mampu memenuhi dalam negerinya meskipun kebutuhan DOC dan pakan ternak masih bergantung pada negara lain. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dari grafik ekspor impor daging ayam dibawah ini:

Adapun Hs code yang masuk kedalam komoditi daging ayam yaitu:

HS Pengertian

Fowls Pure-Bred Breeding Animals, Weight Lt. 185 gram

(47)

Fowls Other Than Pure-Bred Breeding Animals, Weight Lt. 185 gram

Bibit Ayam Buras dengan Berat 185 gram Pure-Bred Breeding Live Fowls Animals Weight

Lt. 2000 g

Bibit Ayam Ras dengan Berat Lt 2000 g Other Live Fowls Weight > 2000 g Bibit Ayam Buras dengan Berat Lt 2000 g

Fowls not Cut In Pieces, Fresh or Chilled Ayam yang Belum Dipotong Baik Bentuknya Masih Segar atau Dingin

Fowls not Cut In Pieces, Frozen Ayam yang Belum Dipotong yang Dibekukan Fowls Cuts and Offal, Fresh or Chilled Ayam Potong dan Jeroan dalam Bentuk Segar dan

Dingin

Fowls Cuts and Offal, Frozen Ayam Potongan dan Jeroan dalam Bentuk Beku Meat, Meat Offal or Blood of Fowls Prepared or

Prepared

Daging dan Sisa Daging atau Darah Ayam yang Diolah

5.3 Kebijakan Tata Niaga

Sasaran Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian

Salah satu Sasaran Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian yang terkait dengan komoditas daging ayam ras adalah “Peningkatan populasi ayam ras pedaging dari 1.037,2 juta ekor menjadi 1.231,8 juta ekor”

Kebijakan

Kebijakan Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian yang terkait dengan komoditas daging ayam ras yaitu Restrukturisasi Perunggasan melalui :

a. Pengembangan usaha budidaya ternak unggas di pedesaan (Village Poultry Farming)

b. Penataan pemeliharaan unggas di pemukiman c. Pembinaan kemitraan ayam ras

Program

Program Kerja Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian yang terkait dengan komoditas daging ayam ras yaitu

1. Pengembangan budidaya unggas di pedesaan 2. Penataan pemeliharaan unggas di pemukiman 3. Pembinaan kemitraan ayam ras

Tupoksi

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pakan, alat dan mesin, budidaya ternak unggas, dan budidaya ternak non unggas;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pakan, alat dan mesin, budidaya ternak unggas, dan budidaya ternak non unggas;

Gambar

Gambar 1.6 Persentase mutu karkas berdasarkan perlakuan teknik pemotongan dan pencabutan bulu
Tabel 3.1 Proyeksi Produksi dan Permintaan Ayam Ras di Indonesia Tahun 2002-2010 (000 ton)
Gambar 4.1.3 Pola Distribusi Provinsi Jawa Barat
Gambar 4.1.4 Pola Distribusi Jawa Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui besarnya biaya, keuntungan dan marjin pemasaran di tingkat lembaga pemasaran pada ke tiga saluran yang digunakan petani cabai di Kecamatan

Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah nilai OTTV dipengaruhi oleh beban bangunan dengan membandingkan besar skin factor dengan besar perbedaan slope

Hal ini disebabkan karena proses modifikasi melibatkan fermentasi oleh bakteri asam laktat dan proses fermentasi oleh bakteri asam laktat tidak memanfaatkan

Banyak akun yang membahas tentang Persebaya dan Bonek, namun berdasarkan jumlah followers dan like, akun Bonek Persebaya memiliki followers terbanyak daripada

Persamaannya adalah rumus yang digunakan dalam menghitung sudut waktu matahari pada awal waktu-waktu salat tidak berbeda dengan metode kontemporer (ephemeris) karena kitab

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sistem pengelolaan data alumni pada Jurusan Sistem Informasi UIN Alauddin Makassar sebagai pendukung pendataan alumni dan

Manuscript submitted to this journal should follow the heading below, except for the review article: Title; Authors Name; Authors Affiliation; Abstract; Keywords;

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pada setiap pertemuan di siklus I, yaitu pertemuan 1, dan 2. Observasi untuk mengamati guru dan siswa. Hasil observasi