• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANGTUA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI DAERAH LOKALISASI BONG SUWUNG YOGYAKATRA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA ASUH ORANGTUA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI DAERAH LOKALISASI BONG SUWUNG YOGYAKATRA SKRIPSI"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH ORANGTUA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI DAERAH LOKALISASI BONG SUWUNG YOGYAKATRA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Fransiska Nuryati Balamaking NIM: 151114050

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

iv

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi

kekuatan padaku.

Filipi 4:13

Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak membiarkan kamu

dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai ia

akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu

dapat menanggungnya.

1Kor 10:13

Sebab Tuhan itu baik kasih setia-Nya untuk selama-lamanya,

dan kesetiaan-Nya tetap turun temurun.

Mzm 100:5

(3)

v

Karya sederhana ini saya persembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, Guru dan Pembimbing yang selalu dan selamanya mendampingi perjalanan hiidup saya,

Kongregasi Suster Santo Fransisskus Charitas (FCh) yang memberi kesempatan kepada saya untuk mengembangkan ilmu

Sr. M. Henrika, FCh dan para suster Dewan FCh

Para suster FCh komunitas Serafim Taman Siswa dan para suster FCh di seluruh Indonesia.

Kedua orang tua yang saya kasihi

Bapak Stanislaus T. Balamaking , Ibu Katarina K. Hera, Kakak-kakak saya kasihi, Yuliana Horet sekeluarga, Ancila Kusu sekeluarga, Helena Nole sekeluarga, Gregorius Ile Atang sekeluarga, Marselina Pasa sekeluarga, Sr.Eudeltrudis, OSA dan keponakan Frederik Motong sekeluarga.

(4)

viii ABSTRAK

POLA ASUH ORANGTUA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI DAERAH LOKALISASI BONG SUWUNG YOGYAKATRA

Fransiska Nuryati Balamaking Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2020

Pola asuh merupakan cara orangtua mengasuh membimbing dan mendidik anak-anaknya. Pola asuh orangtua berarti perlakuan oragtua terhadap anaknya dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, mendidik, membimbing, melatih, yang diwujudkan dalam kedisiplinan diri dan koperatif, pemberian teladan, kasih sayang, menghargai, hukuman, menjalin komunikasi yang baik melalui ucapan dan tindakan dari orangtua.

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Data penelitian ini dikumpulkan dengan wawancara secara mendalam. Validitas data diuji dengan teknik trianggulasi dimana peneliti melakukan wawancara dengan beberapa pihak yang dekat dengan ibu yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial. Sampel sumber data subjek yang diwawancarai bernama Neng (nama samaran) berusia 55 tahun dan yang bekerja sebagai pekerja seks komersial. Sampel yang berikutnya sebagai informan pertama adalah petugas atau orang yang dekat dengan subjek dana anaknya dan yang mengetahui keseharian mereka. Sampel yang terakhir adalah anaknya Ibu Neng yang tinggal bersamanya di daerah Lokalisasi dan yang masih duduk di bangku kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian ini dilakukan di daerah lokalisasi Bong Suwung Yogyakarta. Teknik analisis data kualitatif, yang menggunakan reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga tipe pola asuh yang diterapakan orangtua (ibu) yang bekerja sebagai pekerja seks komersial kepada anaknya. Ketiga tipe pola asuh tersebut adalah tipe pola asuh otoriter, tipe pola asuh permisif, dan tipe pola asuh demokratis. Dari ketiga tipe ini yang sering muncul dan yang diterapkan orangtua adalah tipe demokratis. Orangtua menerapkan tipe ini karena situasi lingkungan tempat tinggal dan usaha orangtua dalam mengajari anak untuk mengerjakan pekerjaan di rumah, Tipe ini terdapat pada dua segi pola asuh yaitu pemberian hadiah/hukuman dan pembuatan aturan. Tipe yang berikutnya adalah otoriter. Orantua menggunakan tipe ini juga karena pengaruh lingkungan dan tuntuntan orangtua terhadap masa depan anak. Tipe ini terdapat pada segi pola asuh menunjukan kekuasaan/otoriter. Tipe yang terakhir adalah tipe pola asuh permisif, Tipe ini muncul karena situasi fisik orangtua serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki orangtua. Tipe ini terdapat pada segi pola asuh pemberian perhatian atau tanggapan orangtua terhadap anaknya.

(5)

ix

ABSTRACT

THE PARENTING STYLE OF PARENTS WHO WORK AS COMMERCIAL SEX WORKERS IN THE BONG SUWUNG

LOCALIZATION, YOGYAKATRA

Fransiska Nuryati Balamaking Sanata Dharma University

Yogyakarta 2020

Parenting is a way for parents to guide and educate their children. Parents’ parenting means parents' treatment to their children in the form of caring, nurturing, teaching, educating, guiding, training, which is manifested in self-discipline and co-operative, exemplary, compassion, respect, punishment, establish good communication through the words and actions of parents .

This study used a qualitative research with case study research. The data collection of this study were using in-depth interviews. The validity of the data was tested using a triangulation technique where researchers conducted interviews with several parties that close to the mothers who worked as Commercial Sex Workers. The sample data source of the interviewee was named Neng (pseudonym), she was 55 years old and worked as a commercial sex worker. The next sample, as the first informant, was an officer or people who was close to the subject of their children's funding and knew their daily lives. The last sample was Mrs Neng's children that lives with her in the Localization and still in the fourth grade of elementary school. This research was conducted in the Bong Suwung localization of Yogyakarta. The analysis was using qualitative data analysis techniques, which use data reduction, data presentation and conclusions.

The results showed that the parents (mothers) who work as commercial sex workers apply three types of parenting to their children. The three types of parenting were authoritarian parenting, permissive parenting, and democratic parenting. The type that often occur and used by parents among those three was the democratic type. Parents apply this type because of the situation in the neighborhood and parents' efforts in teaching children to do work at home, this type was found in two aspects of parenting, namely giving gifts / punishment and making rules. The next type was authoritarian. Parents use this type also because of the environment influence and parental guidance on the child's future. This type was a term of parenting that shows power / authoritarian. The last type was permissive parenting type, this type occur because of the parents physical situation and the parents lack of knowledge. This parenting type exists in terms of parents’ attention or response to their children.

(6)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Fokus Penelitian ... 7

D. Rumusan Masalah ... 10

E.Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Hakekat Pola Asuh Orangtua ... 13

1. Pengertia Pola Asuh ... 13

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Asuh ... 15

3. Bentuk-Bentuk Pola ... 18

4. Komponen Pola Asuh ... 19

B. Hakikat Pekerja Seks Komersial ... 21

1. Devenisi Pekerja Seks Komersial ... 21

2. Jenis-Jenis Pekerja Seks Komersial ... 24

3. Faktor yang Mempengaruhi Perempuan Menjadi PSK ... 25

4. Alasan Perempuan Menjadi PSK ... 26

C. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 28

(7)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 35

D. Teknik dan Intrumen Pengumpulan Data. ... 36

a. Obsevasi ... 36

b. Wawancara ... 39

E. Keabsahan Data ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 46

1. Verbatim ... 46

2. Pengkodean atau coding ... 47

3. Kategorisasi ... 51

4. Interpretasi ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Deskripsi Data ... 52

B. Hasil Penelitian ... 55

C. Pembahasan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 72

(8)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

Tabel 3.2 Tabel Lembar Pengamatan... 37

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara Responden ... 42

Tabel 3.4 Pedoman Wawancara untuk Orang yang Dekat dengan Keluarga ... 44

Tabel 3.5 Panduan Wawancara untuk Anak ... 45

Tabel 3.6 Rekapitulasi Koding Wawancara ... 48

(9)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Ijin Penelitian ... 75

Lampiran II : Surat persetujuan Responden ... 76

Lampiran III : Surat persetujuan Informan ... 77

Lampiran IV : Lembar Verbatim Wawancara ... 79

Lampiran V : Lembar Koding Wawancara ... 86

LampiranV I : Lembar Kategorisasi Wawancara... 93

Lampiran VII : Lembar pengamatan ... 97

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, indentifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan/definisih istilah. Masing-masing sub dalam penelitian ini dijabarkan secara singkat, ringkas namun jelas.

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang memegang peran penting dalam proses perkembangan anak. Orangtua yang berada dalam keluarga menjadi pemegang kunci utama dalam memberikan segala hal yang menjadi kebutuhan anak-anak mereka. Dalam keluarga setiap anak memiliki pengalaman, pendidikan, pendampingan, pengasuhan bahkan mendapat cinta dan kasih sayang yang berbeda-beda dari orangtua. Orangtua yang tahu dan mengasihi anak-anaknya akan merawat dan menjaga anaknya sejak dalam kandungan. Selajutnya ketika anaknya dilahirkan, orangtua mempuyai kewajiban mendidik dan mengasuh anak yang dipercayakan kepada mereka, agar anak tumbuh dengan baik dan juga memiliki karakter yang baik. Dalam hal ini tidak semua orangtua dapat melakukannya dengan baik.

Khafifah (Kumparan, 2018) menuliskan bahwa kemiskinan yang menjerat masyarakat, membuat mereka memilih beralih ke jalan prostitusi. Keputusan untuk terjun dalam kehidupan ini juga menyertakan keluarga, termasuk anak-anak para PSK yang terpaksa tumbuh dan dididik di

(11)

lingkungan lokalisasi. Menjadi Pekeja seks Komersial (PSK) adalah pilihan hidup bagi sebagian orang. Selain itu ada yang mengatakan bahwa menjadi PSK bukan karena desakan kebutuhan ekonomi, namun lebih pada pemenuhan gaya hidup. Mereka sadar akan resiko yang bakal mereka hadapi. Kemungkinan melahirkan anak yang tidak jelas siapa bapaknya hingga ancaman tertular penyakit mematikan HIV/AIDS. Saat menyadari dirinya hamil, ada yang memutuskan untuk mengugurkan kandungan mereka, ada yang juga memilih tetap melahirkan dengan selamat meskipun akhirnya bayi yang di lahirkan akan diberikan kepada orang lain. Ada juga yang memilih menitipkan bayinya kepada orangtua di kampung, atau diberikan ke panti asuhan. Tidak jarang anak dari Pekerja Seks Komersial juga di asuh atau di rawat oleh oleh germo. Anak yang dirawat oleh germo tetap tinggal di daerah lokalisasi. Para Pekerja Seks Komersial juga rata-rata tidak mau menyusui anaknya, karena takut payudaranya kendor dan anak mereka diberi susu formula. Mereka memilih menitipkan anaknya ke oranglain agar mereka fokus dengan pekerjaan mereka.

Khafifah (Kumparan, 2018) menuliskan bahwa menjadi anak dari seorang PSK adalah sesuatau yang tidak mudah. Banyak mereka yang terlahir tanpa diharapkan oleh orang tuanya. Kadang sang ibupun tak tahu siapa ayah dari anak yang di lahirkan. Tak jarang anaknya di asuh dan dirawat dan dibesarkan oleh germo di kawasan lokalisasi prostitusi. Sesekali anaknya masih bisa bertemu dengan sang ibu yang sibuk bekerja melayani pria pelanggan.

(12)

Noviaputri (Kaskus, 2014) mengisahkan seorang ibu yang berasal dari Thailand dan bekerja sebagai PSK di Australia, membawa anaknya yang berusia 9 Tahun berlibur di Autralia tempat ia bekerja. Dua tahun kemudian ibu itu kembali menjemput anaknya untuk tinggal bersamanya, anaknya itu kemudian dipaksa melayani pria hidung belang, sebelum dan sesudah sekolah. Jika anaknya menolak maka ia akan dihajar oleh ibunya (Kaskus 2014).

Ningtyas (Tempo, 2013 ) menuliskan pengakuan seorang anak (Eva bukan ana asli) yang di lahirkan dari seorang ibu yang berprofesi sebagai PSK. Eva tidak dirawat dan dibesarkan oleh ibu kandungnya, namun ia dititipkan ke seorang pemilik wisma yang ada di daerah lokalisasi Pakem Banyuwangi, Jawa. Sejak bayi Eva tinggal di daerah lokalisasi, tumbuh besar menyaksikan dunia prostitusi sejak belia, dan sampai saat ini Iapun tidak tahu siapa ibu kandungnya. Demi membalas budi kepada orangtua angkatnya, Eva akhirnya juga menjadi PSK, karena dipaksa oleh orangtua angkatnya untuk melayani tamu.

Beberapa fenomena yang terjadi diatas dimana sebagian orangtua yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial dan memiliki anak, tidak menhendaki anaknya untuk tinggal bersamanya, karena ingin fokus denga pekerjaannya. Anaknya yang dititipkan ke orang lain, orangtua di kampung, panti asuhan dan pada germo, memiliki pengalaman yang berbeda. Kasih sayang, pelakuan, pendidikan, perhatian, yang di berikan oleh Orang yang mengasuh mereka orang tua angkat, atau dimanapun anak ini berada tidak

(13)

selalu sama. Pengalaman atau perlakuan yang di terima oleh anak-anak ini juga sangat berbeda. Anak tidak mengalami kasih sayang dan perhatian dari orangtua yang melahirkannya.

Fenomena lain yang terjadi di atas adalah orangtua memaksakan anaknya melayani pria hidung belang. Orang tua menyuruh anaknya bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial. Kisah lain menceritakan bahwa anak seorang Pekerja Seks Komersial yang dititipkan pada orang yang memilki wisma yang berada di daerah lokalisasi, pada akhirnya menjadi Pekerja Seks Komersial karena ingin membalas budi baik dari orangtua asuhnya.

Bong Suwung merupakan salah satu tempat lokalisasi yang berada di daerah Yogyakarta. Tepatnya di pinggiran rel kereta api terdapat rumah-rumah sederhana yang berdinding bambu dan beratapkan seng sebagai tempat tinggal para pekerja seks komersial yang sudah berkeluarga atau mempunyai anak. Rumah kost yang berukuran kecil ini menjadi tempat tinggal bagi keluarga Pekerja Seks Komersial. Keluarga yang tinggal di sini pada umumnya adalah orangtua tunggal (ibu). Mereka berusaha dan berjuang mencari nafkah untuk membesarkan dan mengasuh anak-anak yang di percayakan kepada mereka. Keluarga Pekerja Seks Komersial yang tinggal di tempat ini pada umumnya tidak mempunyai suami yang sah. Dalam hal ini mereka sering berganti pasangan dan ada yang memiliki anak dari laki-laki yang berbeda. Anak yang dilahirkan hanya diasuh, dibesarkan, dijaga dan dirawat oleh ibunya yang menjadi Pekerja Seks Komersial. Kebanyakan anak yang berada di daerah lokalisasi ini adalah anak laki-laki. Ada juga anak

(14)

perempuan tapi masih usia dini. Dalam keseharian anak-anak yang sudah sekolah diantar dan dijemput orangtuanya. Mereka diberi kesempatan bermain tapi tdk boleh jauh dari rumah. Dari beberapa orangtua ini, ada juga ibu yang masih aktif bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial yang tinggal bersama anak perempuannya. Sebagai orangtua yang memiliki tugas rangkap sebagai ibu dan bapak dalam keluarga memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan dan kembangan anak. Seperti anak-anak yang lain ibu Neng mengantar anaknya ke sekolah dan menjemput saat pulang sekolah. selain itu orangtua selalu mengawasi anak baik berada di rumah, saat bermain dan saat mengikuti kegiatan yang diadakan di daerah lokalisasi.

Di daerah Lokalisasi ini ada sebuah kelompok yang bernama Arum Dalu Sehat yang setiap hari sabtu mengadakan kegiatan dan pendampingan kepada orangtua dan anak-anak yang tinggal di daerah Lokalisasi. Orangtua yang hadir dalam kegiatan ini pada umumnya masih aktif bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial. Kegiatan yang diadakan berupa latihan merajut, memasak, menjahit, menyulam, membatik dan kerajinan tangan lainnya. Lamanya pendampingan kurang lebih tiga jam yang dimulai Pkl 15.00 - Pkl 18.00 WIB. Sedangkan untuk anak-anak dimulai pkl 13.00-pkl 15.00 WIB dengan kegiatan seperti membuat permainan tradisional, belajar bahasa inggris melalui permainan, menggambar, mewarnai dan menulis, dan belajar membaca Al-Quran. Jumlah orangtua yang hadir tidak menentu, ada saat tertentu bisa lebih dari sepuluh orang dan kadang kadangkala sekitar lima atau enam orang. Sedangkan anak-anak sekitar dua belas sampai lima belas

(15)

orang dengan keadaan, sikap dan prilaku dan berbeda-beda. Ketika berada dengan teman-teman yang lain ada anak bersikap kasar dan bahkan memukul temannya. Ada anak yang tidak mau bergabung dengan teman yang lain dan tidak memperbolehkan temannya bermain bersamanya. Ada yang selalu mencari perhatian ketika bermain, mengganggu temannya sampai menangis, memukul temannya, ada yang sering menyendiri dan susah bergaul, ada yang tidak terurus kebersihan badan maupun pakaiannya. Badannya kotor dan baju yang dipakainya terlihat kumal. Kadang ada anak tertentu yang tidak sopan pada orang yang lebih tua, meludahi orangtua kalau ditegur, mengungkapkan kata yang tidak sopan kepada orang dewasa, menggunakan kaki untuk menendang orang yang duduk dekat didekatnya ketika diberitahu atau ditegur.

Berdasarkan fenomena dan realitas yang terjadi di atas dimana peristiwa ini sangat merusak masa depan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Peristiwa ini juga sangat mempengaruhi kepribadian dan perkembangan sosial anak baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat dan dimanapun anak ini berada. Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Pola Asuh Orangtua Pekerja Seks Komersial” yang berada di daerah Lokalisasi Bong Suwung Yogyakarta.

(16)

B. Identifikasi Masalah/Kasus.

Berangkat dari latar belakang yang berkaitan dengan pola asuh orangtua (ibu) pekerja seks komersial di atas, maka dapat di identifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Ibu yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial melahirkan anaknya dan menitipkan ke orang lain, ke panti asuhan, dan ke germo.

2. Ibu yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial melahirkan anaknya dan menitipkan anaknya ke orangtua di kampung.

3. Ibu yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial melahirkan anaknya namun anaknya tidak diberi ASI.

4. Ibu yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial memaksa anaknya melayani pria hidung belang.

5. Anak mengikuti orangtua (ibu) menjadi pekerja seks komersial karena disuruh oleh orangtua angkatnya.

C.Fokus Penelitian.

Berdasarkan identifikasi masalah dan keterbatasan peneliti, maka peneliti memfokuskan penelitian mengenai pola asuh orangtua tunggal (ibu) yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial dan mengkaitkan penelitiannya sesuai dengan judul yang disusun yaitu “pola asuh orangtua pekerja seks komersial.”

(17)

1. Pola Asuh.

Kohn (dalam Casmini 2007) mengatakan bahwa pola asuh orangtua merupakan suatu cara terbaik yang ditempuh orangtua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab terhadap anak. Selanjutnya dikatakan bahwa pola asuh juga merupakan cara orangtua berhubungan atau berinteraksi dengan anaknya. Cara atau sikap orangtua ini ditujukan dalam berbagai segi antara lain, pemberian aturan, pemberian hadiah atau hukuman, menunjukan kekuasaan atau otoritas, memberikan perhatian dan tanggapan terhadap keinginan anak.

Selain itu pola asuh adalah cara orangtua mendidik, mengasuh dan membesarkan anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, memiliki karakter dan prilaku yang baik dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Ada tiga bentuk atau tipe pola asuh, yaitu tipe otoriter, tipe permisif dan tipe demokratis. Ketiga tipe ini memiliki ciri yang berbeda dan bila diterapkan kepada anak sangat mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak dalam hidup sehari-hari.

Penelitian yang dilakukan ini ini mengenai Pola Asuh pada orang tua yang bekerja sebagai pekerja seks komersial. Orangtua yang di maksud adalah orangtua yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial dan yang membimbing, dan membesarkan anak tanpa suami yang sah. Dari hasil penelitian ini, diharapkan peneliti dapat mengetahui pola asuh apa saja yang diterapkan orangtua (ibu) yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial .

(18)

2. Orangtua.

Orangtua adalah sebutan bagi mereka yang melahirkan dan membesarkan kita dalam keluarga. Selain itu sebutan ini dapat juga digunakan untuk laki-laki (Bapak) atau perempuan (ibu) yang membesarkan, mengasuh dan mendidik anak dalam keluarga tanpa salah satu pasangan hidunya. Dalam situasi dan keadaan apapun mereka tetap disebut sebagai orangtua. Seorang ibu (orangtua) yang perperan sebagai pekerja seks komersial yang hidup berdua dengan anaknya, mengasuh, dan membesarkan anaknya tanpa suami. Ibu ini tinggal di rumah yang terbuat dari papan dan beratap seng, yang berada di daerah lokalisasi Bong Suwung Yogyakarta. Ibu sebagai orangtua mempunyai peran penting dalam keluarga dan sangat mempengaruhi perilaku anak. Apa yang terjadi dalam keluarga akan mempengaruhi anak ketika berada di luar rumah. Orangtua yang mengasuh anak dengan baik akan membantu anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik pula ketika berada di luar rumah. Begitu juga sebaliknya, pengalaman yang kurang baik dalam keluarga sangat mempengaruhi perilaku anak ketika berada bersama teman-temannya.

3. Pekerja seks Komersial.

Pekerja Seks Komersial adalah orang yang menjual dirinya demi mendapatkan uang. Ungkapan ini sering di tujukan kepada wanita yang sering melakukan hal-hal seperti ini. Mereka yang melakukan ini. Kebanyakan masyarakat memandang rendah kehidupan mereka. Selain itu

(19)

perlakuan dan pemikiran masyarakatpun sangatlah berbeda. Orang yang memiliki wawasan dan megetahui kehidupan mereka mempunyai pemikiran dan perlakuan yang baik tentang mereka dan berusaha membantu mereka dengan berbagai cara. Namun sedikit saja ditemukan orang seperti ini. Kebanyakan orang memiliki pemikiran secara negatif terhadap kehidupan yang mereka jalani. Mereka yang menjadi Pekerja Seks Komersial ada yang sudah berkeluarga mempunyai anak, ada yang belum.

D. Rumusan Masalah Penelitian.

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka peneliti menyusun rumus masalah utama yang sesuai dengan tema yaitu:

1. Bagaimana pola asuh yang di terapkan orang tua terhadap anak? 2. Bagaimana pengaruh pola asuh orangtua terhadap perilaku anak.

3. Bagaimana peran orangtua yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial dalam mengasuh anaknya.

perlu direvisi pola asuh orang tua ataukah pola asuh PSK. Untuk bagian latar belakang atau sebelum rumuan tujuan diuraikan pentingnya topik ini diteliti. Intinya adalah bagaimana ibu tunggal yang bekerja sebagai PSK mengasuh anak perempuannya.

(20)

4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui apa saja pola asuh yang diterapkan orangtua (ibu) yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial.

2. Menegtahui pengaruh pola asuh orangtua terhadap prilaku anak. 3. Mengetahui bagaimana peran orangtua yang bekerja sebagai Pekerja

Seks Komersial dalam mengasuh anaknya. 5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan dan memperluasan wawasan pengetahuan mengenai pola asuh orangtua secara umum, khususnya pola asuh orangtua tunggal (ibu).bagi orangtua (ibu). Selain itu juga dapat memberikan sumbangsih untuk dunia psikologi dan pendidikan (Bimbingan dan Konseling).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi di perpustakaan dan memberikan kontribusi bagi mahasiswa sebagai bahan kajian khususnya yang berkaitan dengan Pola Asuh Orangtua Pekerja Seks Komersial (PSK).

(21)

b. Bagi Mahasiswa.

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan diri dan pendampingan dalam upaya penanganan pola asuh orangtua.

c. Bagi orangtua yang berada di daerah Lokalisasi.

Menjadi bahan masukan dan menambah pengetahuan bagi orangtua dalam mengasuh, mendidik dan membesarkan anak sejak usia dini.

d. Bagi kelompok Arum Dalu Sehat.

Menjadi bahan masukan bagi para pendamping dalam meningkatkan pelayanan dan pendampingan bagi orangtua dan anak-anak yang berada di daerah lokalisasi.

(22)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti memaparkan hakekat pola asuh, hakekat Pekerja Seks Komersial, kajian penelitian yang relevan dan kerangka berpikir.

A. Hakekat Pola Asuh Orangtua. 1. Pengertian Pola asuh.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008) pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Kata “pola” berarti model, sistem atau cara kerja, sedangkan “asuh” berarti menjaga, merawat, mengasuh, membimbing dan mendidik. Orangtua mempunyai tanggungjawab untuk mendidik anak sejak usia dini. Dalam salah satu pernyataan Dokumen Konsili Vatikan II Gravissimum Educationis menjelaskan bahwa orangtualah yang pertama dan utama dalam proses pendidikan anaknya (GE 6). Hal ini menujukan bahwa keluarga yang bagaikan ibu dan pengasuh pendidikan yang menyeluruh. Lebih lanjut dalam Gaudium et Spes mengatakan bahwa dalam keluarga anak-anak mendapat kasih yang mesra, lebih mudah belajar dan mengenal tata susunan nilai-nilai (GS 61). Orangtua perlu mendidik anaknya dengan kasih agar dapat bertumbuh dan berkembang dan memiliki karakter yang baik.

Menutut Sugihartono, dkk (2007) mengatakan bahwa pola asuh orangtua merupakan pola prilaku yang digunakan orangtua dalam

(23)

berhubungan dengan ana-anaknya. Pola yang diterapkkan setiap keluarga berbeda dengan keluarga yang lain.

Kohn dalam Casmini (2007) mengatakan bahwa pola asuh orangtua merupakan suatu cara terbaik yang ditempuh orangtua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab terhadap anak. Selanjutnya dikatakan bahwa pola asuh juga merupakan cara orangtua berhubungan atau berinteraksi dengan anaknya. Cara atau sikap orangtua ini ditujukan dalam berbagai segi antara lain, pemberian aturan, pemberian hadiah atau hukuman, menunjukan kekuasaan atau otoritas, memberikan perhatian dan tanggapan terhadap keinginan anak.

Baumrind dalam Casmini (2007) berpendapat bahwa pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak–anaknya untuk melaksanakan tugas–tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan.

Casmini (2007) mengatakan bahwa pola asuh merupakan bagaimana orangtua memberlakukan, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga sampai pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya tercapai.

Gordon dalam saparinah (1984) megatakan bahwa pola asuh orangtua dapat diartikan sebagai perlakuan oragtua terhadap anaknya dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, mendidik, membimbing,

(24)

melatih, yang terwujud dalam kedisiplinan diri dan koperatif, pemberian teladan, kasih sayang, menghargai, hukuman, menjalin komunikasi yang baik melalui ucapan dan tindakan orangtua.

Dari beberapa pendapat para tokoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orangtua merupakan cara orangtua mendidik dan membimbing anaknya menuju pada perkembangan kepribadian serta menentukan perilaku anak dalam keluarga.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua menurut Hurlock (1990) adalah sebagai berikut:

1) Kepribadian orangtua.

Setiap orangtua memiliki kepribadian yang berbeda. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi pola asuh anak. Misalkan orangtua yang lebih gampang marah mungkin akan tidak sabar dengan perubahan anaknya. Orangtua yang sensitif lebih berusaha untuk mendengar anaknya.

2) Persamaan dengan pola asuh yang diterima orangtua.

Sadar atau tidak sadar, orangtua bisa mempraktekkan hal-hal yang pernah dia dengar dan rasakan dari orangtuanya sendiri. Orangtua yang sering dikritik juga akan membuat dia gampang mengkritik anaknya sendiri ketika dia mencoba melakukan sesuatu yang baru.

(25)

3) Agama atau keyakinan.

Nilai-nilai agama dan keyakinan juga mempengaruhi pola asuh anak. Mereka akan mengajarkan si kecil berdasarkan apa yang dia tahu benar misalkan berbuat baik, sopan, kasih tanpa syarat atau toleransi. Semakin kuat keyakinan orangtua, semakin kuat pula pengaruhnya ketika mengasuh si kecil.

4) Pengaruh lingkungan.

Orangtua muda atau baru memiliki anak-anak cenderung belajar dari orang-orang di sekitarnya baik keluarga ataupun teman-temannya yang sudah memiliki pengalaman. Baik atau buruk pendapat yang dia dengar, akan dia pertimbangkan untuk praktekkan ke anak-anaknya.

5) Pendidikan orangtua.

Orangtua yang memiliki banyak informasi tentang parenting tentu lewat buku, seminar dan lain-lain akan lebih terbuka untuk mencoba pola asuh yang baru di luar didikan orangtuanya.

6) Usia orangtua.

Usia orangtua sangat mempengaruhi pola asuh. Orangtua yang muda cenderung lebih menuruti kehendak anaknya dibanding orangtua yang lebih tua. Usia orangtua juga mempengaruhi komunikasi ke anak. Orangtua dengan jarak yang terlalu jauh dengan anaknya, akan perlu kerja keras dalam menelusuri dunia yang sedang dihadapi si kecil. Penting bagi orangtua untuk memasuki dunia si kecil.

(26)

7) Jenis kelamin.

Ibu biasanya lebih bersifat merawat sementara bapak biasa lebih memimpin. Bapak biasanya mengajarkan rasa aman kepada anak dan keberanian dalam memulai sesuati yang baru. Sementara ibu cenderung memelihara dan menjaga si kecil dalam kondisi baik-baik saja.

8) Status sosial ekonomi.

Orangtua dengan status ekonomi sosial biasanya lebih memberikan kebebasan kepada si kecil untuk explore atau mencoba hal-hal yang lebih bagus. Sementara orangtua dengan status ekonomi lebih rendah lebih mengajarkan anak kerja keras.

9) Kemampuan anak.

10)Orangtua sering membedakan perhatian terhadap anak yang berbakat, normal dan sakit misalkan mengalami sindrom autisme dan lain-lain.

11)Situasi.

Anak yang penakut mungkin tidak diberi hukuman lebih ringan dibanding anak yang agresif dan keras kepala.

(27)

3. Bentuk-bentuk pola asuh.

Ada beberapa bentuk pola asuh orangtua menurut para ahli. Gordon dalam Nurmasyithah (2014) menggolongkan tiga tipe atau bentuk pola asuh yaitu (1) tipe demokratis (2) tipe otoriter, dan (3) tipe permisif. (1) Tipe demokratis.

Bentuk atau tipe pola asuh demokratis menunjukan bahwa orangtua memilki memiliki kepribadian yang matang deasa sehat produktif, normat dan tidak mengalami hambatan.

Ciri orangtua yang mengasuh anak dengan tipe ini adalah menerima, kooperatif, terhadap anak, mengajar anak untuk mngembangkan disiplin diri, jujur, dan iklas dalam menghadapi masalah anak-anak, memberikan penghargaan positif pada anak tanpa di buat-buat, mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas setiap prilaku dan tindakannya, bersikap akrab dan adil, tidak cepat menyalahkan, memberikan kasih sayang dan kemesraan kepada anak.

(2) Tipe otoriter.

Bentuk atau tipe pola asuh otoriter mennujukan bahwa orangtua memiliki kecenderungan pribadi yang manipulative.

Ciri-cirinya adalah orangtua sering memusuhi, tidak kooperatif, menguasai, suka memarahi anak, menuntut yang tidak realistis, suka memerintah, menghukum secara fisik, tidak memberikan

(28)

keleluasaaan (mengekang), membentuk disiplin secara sepihak, suka membentak, dan suka mencaci-maki.

(3) Tipe permisif.

Bentuk atau tipe pola asuh permisif menunjukan bahwa orangtua memliki kepribadian yang tidak sehat.

Ciri-ciri orangtua yang mengasuh anak dengan tipe ini adalah membiarkan, tidak ambil pusing atau kurang peduli, acuh tak acuh, tidak atau kurang memberi perhatian karena sibuk dengan tugas-tugas, menyerah pada keadaan, melepaskan tanpa control, mengalah karena tidak mampu mengatasi keadaan, atau membiarkan anak karena kebodohan.

4. Komponen Pola Asuh.

Kohn dalam Casmini menunjukan beberapa komponen atau bagian dari pola asuh orangtua yaitu pemberian aturan, pemberian hadiah atau hukuman, menunjukan kekuasaan atau otoritas, memberikan perhatian dan tanggapan terhadap keinginan anak. Empat komponen di atas juga di kutip oleh Kumojoyo (2011) dari Kohn dan beberapa penerapan pola asuh oleh Psikolog Rose Mini.

1. Pemberian aturan.

1) Orantua memberikan konsekuensi bukan punishment dan reward. 2) Orangtua memberikan kebebasan kepada anak dengan batasan

(29)

2. Pemberian hadiah atau hukuman.

Orangtua tidak memaksakan keinginan sendiri tetapi lebih mengajarkan dan berdialog dengan anak sesuai dengan usianya. 3. Menunjukan kekuasaan atau otoritas.

Pada komponen ini orangtua berperan sebagai “bos“, kaku, penuh aturan dan arahan. Sikap orangtua seperti ini membuat anak mudah cemas kurang percaya diri, sulit untuk membuat keputusan, cenderung memberontak, mudah sedih dan tertekan.

4. Memberikan perhatian dan tanggapan terhadap keinginan anak.

1) Orangtua tidak memaksakan keinginan sendiri tetapi lebih mengajarkan dan berdialog dengan anak sesuai dengan usianya. 2) Orangtua membangun kepercayaan diri anak sehingga anak

mampu mengontrol diri dan merasa bebas berkreasi.

3) Orangtua selalu motivasi dan memberikan semangat kepada anak, memberikan pujian kepada anak, tidak membedakan anak yang satu dengan anak yang lain, dan menganggap anak sebagai pribadi bukan objek.

(30)

B. Hakikat Pekerja Seks Komersial 1. Devenisi Pekerja Seks Komersial.

Pekerja seks dan pekerja seks komersial merupakan istilah yang sering di pakai untuk menggantikan istilah pelacur. Istilah ini bukan merupakan istilah resmi yang dipakai pemerintah untuk menggantikan istilah pelacur. Istilah pekerja seks dan pekerja seks komersial sudah merupakan istilah yang lazim dan sering diungkapkan dan ditulis banyak orang. Dua istilah ini merupakan terjemahan dari kata sex worker yang sering ditulis dibeberapa buku bacaan.

Istilah pelacur berasal dari kata dasar lacur yang artinya malang, celaka, gagal, sial atau tidak jadi. Kata lacur juga berarti buruk laku. Bentukan kata dari kata lacur adalah melacur yaitu berbuat lacur atau menjual diri sebagai pelacur. Orang yang menjual diri disebut pelacur. Istilah pelacur seringkali disamakan dengan wanita Tuna Susila (WTS). Melalui keputusan menteri sosial republik Indonesia Nomor 23/HUK/96, pemerintah lebih mengakui istilah WTS (Wanita Tuna Susila). Namun akhir-akhir ini, banyak pakar dan praktisi mengartikan istilah pelacur dengan pekerja seks atau pekerja seks komersial (Koentjoro dan Sugihastuti 2012).

Pelacuran atau prostitusi berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, pencabulan, pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Dikenal juga dengan istilah WTS atau Wanita Tuna

(31)

Susila (Kartini Kartono, 1981). Pelacuran atau porstitusi merupakan “profesi” yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran itu berupa tingkahlaku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan (Kartini Kartono 2017).

Profesor W. A. Bronger dalam tulisannya ”Maatschappelijke Oorzaken der” mendefenisikan Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Definisi ini jelas dinyatakan adanya pristiwa penjualan diri sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan melakukan relasi-relasi seksual (Kartini Kartono 2017).

Sarjana P. J. de Bruine Van Amstel menyatakan prostitusi adalah penyerahan diri dari anita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran. Defenisi ini mengemukakan adanya unsur ekonomis, dan penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus menerus dengan banyak laki-laki (Kartini Kartono 2017).

Peraturan pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai penggulangan masalah pelacuran, menyatakan; Wanita Tuna Susila adalah wanita yang kebiasaaannya melakukan hubungan kelamin di luar perkawinan baik dengan imbalan jasa maupun tidak. Pemerintah Daerah Tingkat 1 Jawa Barat untuk melaksanakan pemberantasan dan penerbitan masalah pelacuran menyatakan; pelacur yang selanjutnya di singkat dengan P adalah mereka yang biasa melakukan hubungan

(32)

kelamin di luar pernikahan yang sah. Kedua peraturan ini menekankan maslaha hubungan kelamin di luar pernikahan baik dengan mendapatkan imbalan pembayaran mauun tidak (Kartini Kartono 2017).

Dalam Jurnal Endurance Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual demi uang. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuh. Di Indonesia PSK sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel yang menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat (Harnani, 2015).

Permatasari (Jurnal Student UNY, 2017) menuliskan bahwa PSK atau prostitue sendiri sangat erat hubungannya dengan pengertian pelacuran. PSK menunjuk pada “orang” nya, sedangkan pelacuran menunjuk pada “perbuatan”. Koentjoro (2004) yang menyatakan bahwa pekerja seks komersial merupakan bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria, dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan. Prostitusi telah terorganisasi berdasarkan prinsip yang sama di berbagai waktu dan budaya. Pada level bawah, kita dapat menemui prostitusi jalanan, diikuti dengan rumah bordil/lokalisasi, bar dan club. Di level menengah ada gadis panggilan atau biasa disebut dengan call girls. Sedangkan di level tinggi ada wanita simpanan dimana pekerja seks tersebut berpenampilan lebih baik, lebih muda dan lebih

(33)

sehat, menetapkan harga yang lebih tinggi dan menghabiskan waktu lebih lama dengan klien (Edlund & Korn, 2002). Motivasi yang melatarbelakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita itu bermacam-macam. Motivasi dalam berbuat sesuatu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang datang dari dalam dan luar seseorang itu sendiri (Bagong Suyanto, 2014).

2. Jenis-Jenis Pekerja Seks Komersial.

Jenis prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya yaitu terdaftar dan terorganisasi dan yang tidak terdaftar dan terorganisasi.

1) Prostitusi yang terdaftar.

Pelakunya diwasi oleh bagian Vice Control dari kepolosia, yang dibantu dan bekerjasama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada uamumnya mereka dilokalisasi dalam satu daerah tertentu. Penghuninay secara periodik harus memerik-sakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.

2) Prostitusi yang tidak terdaftar.

Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi tempatnyapun tidak tertentu. Biasa di sembarang tempat, baik mencari mangsa sendiri, maupun melaui calo-calo dan panggilan. Sehingga

(34)

kesehatan mereka sangat diragukan karena belum tentu mereka mau memeriksakan keehatannya ke dokter (Kartini Kartono 2017).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perempuan Menjadi Pekerja Seks Komersial.

a) Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah praktek germo (pasal 296 KUHP) dan mucikari (pasal 506 KUHP).

b) Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan.

c) Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat jamak-guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar perkawinan.

d) Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup: da nada pemutarbalikan nilai-nilai pernikahan sejati.

e) Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.

f) Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitir kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.

(35)

g) Ekonomi laisser-faire menyebabkan timbulnya sistem harga berdasarkan hokum “jual dan permintaan” yang diterapkan pula dalam relasi seks (Kartini Kartono 2011).

4. Alasan Perempuan Menjadi Pekerja Seks Komersial.

a) Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyk wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.

b) Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria atau suami.

c) Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.

d) Aspirasi meteriil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan meah. Ingin hidup bermewah-mewahan tapi malas bekerja.

e) Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri daripada kawin.

(36)

f) Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill dan keterampilan khusus.

g) Pekerjaan sebagai pelacur tidak memerlukan keterampilan/skill, tidak memerlukan intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang memerlukan kecantikan, kemudaan, dan keberanian. Tidak hanya orang-orang normal, wanita-wanita yang agak lemah dalam ingatanpun bisa melakukan pekerjaan ini.

h) Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental misalnya gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang telalu dini dan abnormalitas seks.

i) Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami. Misalnya karena suami impoten, lama menderita sakit, banyak istri-istri lain sehingga sang suami jarang mendatangi istri yang bersangkutan, lama bertugas di tempat yang jauh dan lai-lain (Kartini Kartono 2011).

(37)

C. Kajian Penelitian Yang Relevan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2008) dengan judul Pola Pengasuhan Anak Kandung oleh keluarga “mucikari” dalam menerapkan budi pekerti luhur jawa (Kasus Pada Keluarga “Mucikari” di Lokalisasi Paleman Deasa Sidoarjo Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal). Penelitiannya menunjukkan bahwa lokalisasi Paleman adalah lokalisasi yang besar sehingga kondisi sosial terlihat nyata secara homogeny yang dapat berpengaruh negatif pada anak kandung keluarga mucikari. Pada penelitian ini meneliti tentang budi pekerti yang diterapkan pada anak keluarga “mucikari”. Keluarga mucikari tetap menerapkan budi pekerti luhur Jawa melalui pola pengasuhan. Pola pengasuhan anak juga terlihat dari bentuk wismanya yang berfungsi ganda, mucikari lebih berperan dalam pola pengasuhan adalah mucikari seorang ibu. Keluarga mucikari bersikap permisif kepada anak kandungnya yang sedang dalam masa remaja, sikap permisif menjadi acuh apabila sikap remaja tersebut adalah laki-laki. Perilaku anak kandung keluarga mucikarisama dengan perilaku anak-anak di masyarakat pada umumnya. Persamaan dengan penelitian Ningrum (2008) yaitu sama-sama meneliti pola asuh di lingkungan lokalisasi. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu pada keluarga yang diteliti dimana penelitian diatas focus pada anak keluarga mucikari sedangkan penelitian ini pada orangtua yang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial yang hidup di daerah lokalisasi Bongsuwung Yogyakarta.

(38)

Hasil penelitian selanjutnya dilakukan oleh Priyondari (2009) dengan judul Pola Asuh Keluarga Orangtua Tunggal (kasus masyarakat di desa Megawon kecamatan Jati kabupaten Kudus). Penelitiannya menyatakan bahwa keluarga orangtua tunggal ayah di desa Megawon menerapkan pola permisif dengan memberikan kebebasan yang lebih tanpa memberikan pengarahan, hal ini dapat dilihat dari kurangnya rasa disiplin, mandiri, sopan santun dan tanggung jawab. Sedangkan keluarga orangtua ibu di desa Megawon menerapkan pola permisif dan demokratis, walaupun orangtua tunggal memberikan kebebasan pada anak tetapi orag tua tetap memberikan pengarahan dalam setiap tindakan anak. Hambatan pola asuh keluarga orangtua tunggal ayah maupun ibu berasal dari dalam keluarga orangtua tunggal (internal) meliputi: faktor edukatif. Faktor ekonomi dan faktor komunikasi dan luar keluarga orangtua tunggal (eksternal) yang dijumpai dalam lingkungan pergaulan seseorang seperti tetangga, teman atau saudara. Sedangkan faktor pedukung dari pola asuh keluarga orangtua tunggal adalah kebebasan dalam mengasuh anak dan kebebasan dalam berkiprah di masyarakat. Persamaan penelitian Priyondari (2009) dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu sama-sama meneliti pola asuh yang diterapkan pada anak, sedangkan perbedaannya yaitu penelitian diatas dilakukan pada keluarga orangtua tunggal ayah atau ibu yang ada di desa Megawon kecamatan Jati kabupaten Kudus sedangkan penelitian yang lakukan berada di daerah lokalisasi Bongsuwung.

(39)

Hasil penelitian terakhir dilakukan oleh Putri dan Yani (2015) dengan judul Pola Asuh Orangtua dalam Keluarga Militer Asrama Batalyon Infantri Lintas Udara 503 di Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Penelitiannya menujukkan bahwa penerapan pola asuhorangtua pada anak militer antara lain menggunakan pola asuh Authoritative dan Authoritarian. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pekerjaan orangtua sebagai anggota TNI-Angkatan Darat. Meskipun latar belakang sebagai TNI-Angkatan Darat bersifat kemiliteran/ Authoritariantapi para orangtua juga menggunakan pola asuh Authoritative. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti mengenai pola asuh orangtua. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian diatas dilakukan pada keluarga militer sedangkan penelitian yang akan saya lakukan pada orangtua Pekerja Seks Komersial yang berada di aderah lokalisasi.

(40)

D. Kerangka Berpikir.

Kerangka berpikir merupakan alur penulisan dalam melakukan sebuah penelitian. Kerangka berpikir dibuat berdasarkan permasalahan dan fokus penelitian, serta menggambarkan secara singkat alur penelitian yang dapat dilakukakan.

Dalam hal ini penulis menggunakan kerangka berpikir sebagai berikut:

Orangtua Demokratis Pola Asuh Anak Permisif Otoriter

(41)

Deskripsi:

Kerangka berpikir mejelaskan pola asuh orangtua yang merupakan cara dimana orangtua dapat mendampingi mendidik dan membesarkan anak yang dipercayakan kepadanya dalam keluarga. Orangtua memiliki peran penting bagi anak dalam kelurga. Segala sesuatu yang terjadi dalam keluarga menjadi pelajaran bagi anak-anak yang menjadi bagian penting di dalamnya. Sebagai orangtua pastinya memiliki cara dalam mendampingi, mendidik dan mengasuh anak-anak yang dipercayakan kepada mereka dalam keluarga. Ada tiga bentuk pola asuh yang diterapkan orangtua dalam membimbing dan mengasuh anaknya yaitu pola asuh demoktaris, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif. Ketiga pola asuh ini akan terlihat melalui sikap, sifat, perilaku, tindakan, tanggapan dan nilai-nilai kehidupan yang ditanamkan dan ditampakkan orangtua dalam keluaraga. Apa yang dilakukan orangtua akan mempengaruhi perilaku dan relasi anak, baik dalam keluarga, di sekolah, di lingkungan masyarakat dan di manapun anaknya berada.

(42)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti memaparkan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik dan intrumen pengumpulan data, teknik analisi data.

A. Jenis Penelitian.

Penulis dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2009) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku persepsi motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Jenis penilitian yang digunakan penelitian adalah Studi kasus. Mulyana (2010) mengatakan bahwa studi kasus merupakan uraian dan penjelasan yang komprehensif mengenai beberapa aspek seorang individu, suatu kelompok atau suatu organisasi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilakukan peneliti di daerah Lokalisasi Bong Suwung Yogyakarta. Sebelum menemukan tempat penelitian ini peliti juga melakukan observasi dan mencari informasi di tempat lain, yaitu di daerah Pasar Kembang. Daerah Pasar Kembang juga merupakan daerah lokalisasi namun yang berada di tempat ini adalah PSK yang masih tergolong muda, belum

(43)

mempunyai anak dan kebanyakan tidak tinggal di Pasar Kembang. Mereka datang dan berada di tempat ini hanya bekerja pada malam hari.

Bulan Februari 2019 peneliti mulai melakukan pendekatan dan pengenalan lingkungan di daerah Bong Suwung. Pendekatan dan pengenalan lingkungan ini peneliti lakukan dengan mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok Arum Dalu Sehat (ADS “singkatan dari nama kelompok yang mendampingi anak-anak dan orangtua yang ada di daerah lokalisasi). Waktu dan tempat peneliti melakukan wawancara dengan responden sesuai dengan kesepakatan bersama antara peneliti dan responden. Pengambilan data dimulai sejak bulan November sampai Desember 2019.

Tabel 3.1

Tempat dan waktu penelitian Inisial

Responden

Inisial Informan

Waktu Tempat Keterangan

N - Jumat, 15 November 2019 Rumah Kost

Wawancara

Senin, 18 November 2019 Rumah Kost

Wawancara

- AD (1) Sabtu, 23 November 2019 Aula ADS

Wawancara

Rabu, 27 November 2019 Kantor ADS

Wawancara

- RR (2) Sabtu, 30 November 2019 Aula ADS

Wawancara

Minggu,07Desember 2019 Rumah Kost

(44)

C. Subjek dan Objek Penelitian.

Responden yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah seorang ibu Pekerja Seks Komersial, memiliki seorang anak perempuan yang tinggal bersamanya di daerah lokalisasi. Alasan peneliti memilih subjek tersebut karena ibu yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial ini memiliki anak perempuan yang masih duduk kelas IV Sekolah Dasar. Sebelum melakukan penelitian, peneliti sudah terlebih dahulu meminta ijin dan menjelaskan kepada responden bahwa responeden masuk dalam kriteria sesuai dengan topik yang dibahas oleh peneliti.

Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel suber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiono 2016). Sampel yang digunakan adalah:

1. Responden (Pekerja Seks Komersial). 2. Petugas atau orang yang dekat (informan 1)

(45)

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.

Agar peneliti dapat memahami pola asuh orangtua yang ada di tempat penelitian maka peneliti harus menggunakan beberapa metode atau teknik untuk memperoleh data yang lengkap yaitu:

a. Observasi.

Nasution (dalam Sugoyono 2014) mengatakan bahwa obsevasi merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan. Sedangkan Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono 2014) mengklarifikasikan ada tiga bentuk obsevasi yaitu, obsevasi berpartisipasi observasi terang-terangan dan obsevasi yang tak berstruktur. Dalam penelitian ini, peneliti mnggunakan jenis obsevasi berpartisipasi. Peneliti ikut terlibat dalam kegiatan, mengamati dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan.

Peneliti memilih observasi perpartisipasi dimana bagi peneliti observasi ini sangat penting dan sanagt membantu serta memudahkan peneliti saat pengambilan data. Tempat penelitian dengan situasi yang tidak seperti biasanya, obervasi partisipasi menjadi salah satu cara pendekatan yang di lakukan peneliti terhadap lingkungan dan juga orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama kepada subjek yang mau di teliti.

Peneliti melakukan obesvasi di tempat penelitian sejak Februari 2019 dengan ikut terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh salah satu kelompok yang mendampingi orangtua dan anak-anak yang berada di daerah lokalisasi yaitu kelompok “Arum Dalu Sehat”. Di awal mengikuti

(46)

kegiatan ini peneliti mengamati situasi lingkungan dan juga orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya. Peleneliti juga berusaha menjalin relasi dan komunikasi yang baik dengan petugas Arum Dalu Sehat, orang-orang yang dijumpai dan juga ibu-ibu dan anak-anak yang hadir dalam setiap kegiatan yang diadakan. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Mempelajari perilaku manusia, proses kerja, kegiatan, gejala-gejala alam dengan lebih efektif & bersifat faktual.

Tabel : 3.2 Lembar Pengamatan No Hari/ Tanggal Pukul (WIB)

Kegiatan Hasil pengamatan

1. Sabtu, 9 Maret 2019 13.00 Mengamati subjek ketika menemani anaknya mengikuti kegiatan mewarnai

Subjek menunggu dan melihat anaknya mengikuti kegiatan mewarnai, sambil bercerita dengan orangtua yang lain. Anaknya di suruh bermain di sekitar aula, sambil menunggu subjek selesai mengikuti kegiatan.

(47)

15.00 Mengamati subjek saat membuat batik celup.

Subjek mendengarkan dan mengikuti arahan dan langkah-langkah membuat batik celup sambil

mengamati anaknya yang ada di luar aula.

Subjek bertanya pada pendamping ketika mengalami kesulitan mengikat karet gelang pada kain.

Subjek menunggu giliran untuk mencelupkan kain pada pewarna yang sudah di siapkan, sambil

memanggil anaknya agar tidak boleh bermain jauh-jauh. 2. Sabtu, 30 Maret 2019 13.00 Mengamati subjek mengantar anaknya mengikuti kegiatan menggambar.

Subjek menunggu anaknya sampai selesai kegiatan dan mengajak anaknya pulang.

(48)

3. Sabtu, 06 April 2019

15.00 Mengamati subjek membuat bros dari kain flanel.

Subjek tidak tenang karena kesulitan menggunting kain dan meminta bantuan pada saya untuk

mengguntingkan kain flanelnya.

Subjek menjahit kain flanel yang sudah digunting dan berhasil membuat bros. 4. Sabtu, 11 Mey 2019 13.00 Mengamati subjek mengantar anaknya mengikuti kegiatan.

Subjek hanya mengantar anaknya mengikuti kegiata.

Subjek berpesan pada anaknya, agar tidak nakal. Kalau sudah selesai kegiatan langsung pulang. Tidak boleh mampir-mampir.

(49)

Subjek pulang dan menitipkan anaknya pada pendamping agar

anaknnya tetap mengikuti kegiatan dengan teman-teman yang lain.

b. Wawancara.

Esterberg (Sugiono, 2014) mengatakan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga terkonstksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa di kemukakan dalam obsevasi ( Stainback dalam Sugiono 2014).

Penelitian ini menggunakan wawancara tersturktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur sering disebut dengan wawancara baku. Dalam wawancara ini peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu sebelum melakukan wawancara peneliti atau pengumpul data telah menyediakan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Dengan wawancara terstuktur setiap responden diberi pertanyaan-pertanyaan

(50)

yang sama. Peneliti menyiapkan alat tulis untuk mencatat setiap jaaban dari responden. Wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang bebas dan terbuka dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang tidak tersusun secara sistematis dan lengkap. Dalam wawancara ini peneliti akan mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang responden. Dalam Wawancara ini peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden peneliti juga dapat mengajukan berbagai pertanyaan yang terarah pada suatu tujuan ( Sugiono 2014)

Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan reponden yang diwawancarai, membuat panduan wawancara yang akan disampaikan, menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan, mengidentifikasi tindak lanjut hasil waancara yang telah diperoleh. Selain itu peneliti juga harus menyiapkan tape recorder, handphone untuk merekam proses wawancara bersama responden. Hasil wawancara yang dilakukan akan diubah dalam bentuk verbatim dengan cara menuliskan setiap perkataan yang disampaikan dalam percakapan selama wawancara berlangsung. Peneliti juga menyiapkan panduan wawancara terstruktur.

(51)

Tabel 3.3

Pedoman Wawancara Responden No PER-TANYAAN KARAKTERISTIK ITEM PER- TANYAAN

Otoriter Permisif Demokratis

1. Pembuatan aturan

Mengekang Acuh tak acuh

Disiplin a. Bagaimana ibu mengatur waktu bermain anak? Meng-hukum Mem-biarkan Mengajar-kan kepada anak untuk mengembang-kan tanggung jawab atas setiap prilaku dan tindakan-nya.

b. Ketika anak ibu pulang malam, apa yang ibu lakukan?

Menuntut Menyerah pada keadaan

Mengajari c. Apa tanggapan ibu dengan cara berpenampilan anak? 2. Pemberian hadiah atau hukuman. Memusuhi/ membenci Membiar- kan

Terbuka a. Apa yang ibu lakukan ketika anaknya tidak mengikuti perintah ibu? Me-merintah Mengalah karena tidak mampu mengatasi .

Mengajari b. Apa tanggapan ibu ketika anak tidak membantu mengerjakan pekerjaan rumah? (menyapu, cuci piring/pakaian dan lain-lain). 3. Menunjukan kekuasaan/ otoriter. Memarahi Kurang peduli Menerima. a. Bagaimana tanggapan ibu ketika anaknya mengutara-kan keinginan-nya untuk melanjutkan sekolah setelah tamat nanti?

(52)

Menuntut Melepas-kan tanpa control

Mengajari. b. Bagaimana harapan

Ibu untuk masa depan anaknya? Memarahi Acuh tak

acuh

Terbuka c. Apa yang ibu lakukan ketika melihat anaknya tidak berangkat sekolah? Tidak kooperatif Membiar-kan

Kooperatif d. Apakah ibu bertanya pada anaknya saat memilih sekolah? 4. Memberikan perhatian atau tanggapan. Membentak Mem-biarkan

Meng-hadapi. a. Apa yang ibu lakukan ketika anak ibu ingin menceriterakan masalah yang dialaminya? Memarahi Mem-biarkan Mengajari anak

b. Apa yang ibu lakukan ketika anak bertanya tentang PR/tugas dari sekolah?

(53)

Tabel 3.4

Pedoman wawancara untuk orang yang dekat dengan keluarga (Informan 1)

No Pertanyaan

1. Apa yang dilakukan ibu…terhadap anaknya ketika anaknya tidak mengikuti perintahnya?

2. Apa reaksi ibunya ketika anaknya mengutarakan keinginan untuk melanjutkan sekolah?

3. Apakah ibunya mengatur jadwal bermain untuk anaknya? 4. Apakah harapan ibunya untuk anaknya kedepan?

5. Apa reaksi ibunya ketika melihat anaknya tidak berangkat ke sekolah?

6. Apa reaksi ibunya ketika anaknya ingin menceritakan masalah yang dialaminya?

7. Apakah reaksi ibunya ketika anaknya tidak membantu mengerjakan pekerjaan rumah?

8. Ketika anaknya bertanya tentang PR atau tugas dari sekolah, apa yang reaksi ibunya?

9. Ketika menyekolahkan anaknya apakah ada komunikasi diantara mereka untuk memilih sekolah?

10. Apa yang dilakukan orang tua (ibunya) dengan cara berpenampilan anaknya?

(54)

Tabel 3.5

Panduan wawancara untuk anak (Informan 2)

No Pertanyaan

1. Apa yang dilakukan ibu ketika anda tidak mengikuti perintahnya? 2. Ketika anda ingin mengutarakan keinginan untuk melanjutkan

sekolah, apa tanggapan ibu?

3. Apakah anda diberikan waktu bermain oleh ibu? 4. Apakah harapan ibu untuk kehidupan anda ke depan?

5. Apa reaksi ibu ketika melihatmu tidak berangkat ke sekolah? 6. Bagaimana tanggapan ibumu ketika anda ingin menceritakan

masalah yang anda alami?

7. Apa yang ibumu lakukan ketika anda tidak membantunya

mengerjakan pekerjaan dirumah (menyapu, cuci piring/pakaian dan lain-lain)?

8. Apa reaksi ibumu ketika anda bertanya tentang PR atau tugas dari sekolah?

9. Apakah ibumu pernah bertanya ketika mau memilih sekolah? 10. Apa yang ibumu lakukan dengan cara berpenampilanmu? 11. Apa yang dilakukan ibu ketika anda pulang malam?

E. Keabsahan Data.

Menurut Sugiyono, (2014) menguji kredibilitas data terhadap data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negative dan member check. Peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk mengecek atau membandingkan data yang telah diperoleh dari berbagai sumber. Triangulasi berarti cara mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Sugiyono (2013) mengatakan bahwa trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari sumber teknik pengumpulan data dan

(55)

sumber data yang telah ada. Tujuan dari triangulasi bukan mencari kebenaran dari beberapa kejadian atau fenomena melainkan lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik triangulasi maka data yang diperoleh akan lebih konsisten.

F. Teknik Analisi Data.

Sugiyono (2014) mengatakan bahwa analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang di peroleh dari lapangan atau tempat penelitian berupa hasil wawancara, catatan lapangan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menyusun ke dalam pola memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Proses analisis data ini dimulai dari pembuatan verbatim melalui rekaman wawancara, penkodean atau coding, kategorisasi, dan menyaring data.

1. Verbatim.

Verbatim adalah menuliskan percakapan dari hasil wawancara dengan cara menuliskan setiap kata per kata dari jawaban pertanyaan yang sudah diajukan kepada subjek.

(56)

2. Penkodean atau coding

Pengkodean atau Coding adalah membuat kode-kode pada tema yang muncul di verbatim. Pengkodean yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengkodean terbuka atau open coding (Strauss & Corbin, 2003).Pengkodean terbuka adalah bagian dari analisis terutama berkaitan dengan pemberian nama, dan pengelompolan fenomena melalui pemeriksaan data yang teliti. Dalam penelitian ini digunakan dua prosedur oleh peneliti yaitu:

a. Pelabelan Fenomena.

Dalam pelabelan fenomena peneliti memisah-misahkan antara amatan, kalimat, paragraf, serta memberi nama pada peristiwa-peristiwa dengan sesuatu yang mewakili fenomena. Bila tidak maka peneliti akan menemukan kesulitan dan kebingungan karena akan terlalu banyak nama (Strauss & Corbin, 2003). Peneliti menggunakan kode sesuai dengan hasil wawancara maupun observasi.

b. Variasi cara pengkodean terbuka.

Terdapat beberapa cara pendekatan terhadap proses pengkodean terbuka yaitu, analisis dengan pengkodean baris per baris, per kalimat atau paragraf dan analisis dengan pengkodean yang menggunakan seluruh dokumen, pengamatan atau wawancara.penelitian ini menggunakan analisis dengan pengkodean kalimat per kalimat atau paragraf. Peneliti juga menentukan gagasan utama yang ada dalam

(57)

kalimat atau paragraf dari wawancara serta catatan lapangan dan memberikan nama atau kode. Selanjutnya dilakukan analisis yang lebih rinci melalui pengkodean yang yang telah dibuat oleh peneliti (Strauss & Corbin, 2003).

Tabel : 3.6

Rekapitulasi Hasil Koding Responden Responden : N

No Data Teks No

Urut Koding

Koding

1. Ketika anaknya tidak mengikuti perintah ibu, apa yang ibu lakukan?

001-010 R.a.N 2. Saat anaknya diam apa yang ibu lakukan? 011-013 R.b.N 3. Kalau saat anaknya mengutarakan keinginannya

untuk melanjutkan sekolah, apa tanggapan ibu?

014-022 R.c.N 4. Apakah ada waktu bermain untuk Rere? 023-033 R.d.N 5. Apa harapan ibu untuk Rere? 034-043 R.e.N 6. Jadi selama ini Rere tidak tahu apa pekerjaan Ibu? 044-050 R.f.N 7. Pernah atau tidak Rere tidak sekolah? 051-052 R.g.N 8. Apa yang ibu lakukan ketika melihat Rere tidak

berangkat sekolah?

053-062 R.g.N 9. Apakah pernah Rere menceritakan masalahnya ke

Ibu?

063-064 R.h.N

10. Apa tanggapan ibu? 06-072 R.h.N

11. Apakah pernah Rere membantu ibu mengerjakan pekerjaan di rumah, misalnya nyapu atau cuci pirig atau cuci pakaian?

073-081 R.i.N 12. Pernah atau tidak Rere bertegkar dengan

Kakanya?

082-085 R.j.N 13. Saat Rere bertanya tentang PR dari sekolah apa

yang ibu lakukan?

086-093 R.k.N 14. Ketika anak ibu pulang malam, apa yang ibu

lakukan?

094-100 R.l.N 15. Apakah Ibu bertanya dulu ke anaknya kalau dia

mau pindah sekolah di imogiri?

101-106 R.m.N 16. kenapa di pindahkan ke imogiri? 107-115 R.n.N 17. Bagaimana penampilan Rere dalam berpakaian? 116-121 R.o.N

Gambar

Tabel : 3.2   Lembar Pengamatan  No   Hari/  Tanggal  Pukul  (WIB)

Referensi

Dokumen terkait

Pemasaran kacang tanah pada pola I dan pola II di Kelurahan Landasan Ulin Tengah dikatakan efisien, karena pada pola I dengan Indeks Efisiensi Ekonomis sebesar

Dalam penelitian ini, kombinasi perlakuan yang memberikan respon tidak berbeda nyata terhadap jumlah akar diduga disebabkan komposisi nutrisi dan pisang yang ditambahkan

[r]

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penggunaan strategi bermain aktif untuk meningkatkan kemampuan kosakata bahasa Inggris anak, saran-saran yang dapat digunakan

Berdasarkan pola hubungan antara jenis anemon dengan ikan badut ( Amphiprioninae ) di perairan daerah Pulau Pucung Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau maka

Penilaian nasabah terhadap feedback berupa manfaat positif yang didapat setelah mengikuti gathering dan event yang diselenggarakan Treasury Group di Kanwil VII Pada tabel

Para siswa diberi banyak tugas serta kurang mendapatkan bimbingan yang cukup dari guru serta penilaian tidak dilakukan secara semestinya (Semiawan, 1992). Untuk mewujudkan

Analisa sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa konsentrasi asam fosfat, suhu aktivasi dan interaksinya berpengaruh terhadap kadar karbon terikat arang aktif