• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSONALITAS NGOs DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MASA KINI Oleh : Hassya Aulia Nissa Fakultas Hukum Universitas Udayana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSONALITAS NGOs DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MASA KINI Oleh : Hassya Aulia Nissa Fakultas Hukum Universitas Udayana"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERSONALITAS NGOs

DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MASA KINI Oleh :

Hassya Aulia Nissa

Fakultas Hukum Universitas Udayana Hassyaaulia@gmail.com

Abstrak

Sepak terjang NGOs sebagai lembaga independen yang menjadi garda terdepan penegakan dan perlindungan hak asasi manusia dengan lingkup kegiatan yang lintas negara, memberikan kontribusi yang tidak bisa di ingkari dalam perkembangan hukum internasional. Terlebih dengan ikut sertanya NGO sebagai pihak yg aktip terlibat pada lembaga peradilan internasional, dan keterlibatannya dalam penyusunan beberapa deklarasi penting dalam masyararakat internasional. Sejalan dengan semakin banyaknya peran NGOs dalam masyarakat internasional, maka dipertanyakan pula kedudukan dan kapasitas NGOs, sehingga penulis menarik permasalahan tentang personalitas NGOs dalam perkembangan hukum internasional masa kini. Penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif (penelitian doktrinal), dengan menitikberatkan pada konsepsi yuridis personalitas NGOs dalam Hukum Internasional saat ini. Pembahasan di mulai dengan uraian definisi dan sejarah NGOs, berlanjut pada kiprah NGOs selama ini khususnya di dalam penegakan hak asasi manusia, berikut partisipasinya secara aktif dalam konvensi internasional yang di akhiri pada simpulan, bahwa NGOs diakui sebagai subyek hukum internasional yang memiliki legal standing untuk menjadi peserta baik dalam lembaga kuasi internasional maupun dalam forum konvensi internasional dengan status personalitas yang terbatas.

Kata Kunci: Personalitas, NGOs, subyek hukum internasional.

Abstract

The actions of NGOs as an independent institution are at the forefront of enforcement and protection of human rights with activities that cross national borders, make a contribution that cannot be denied in the development of international law. Especially with the participation of NGOs as those who are actively involved in international justice institutions, and his involvement in the preparation of several important declarations in the international community. with the increasing role of NGOs in the international community, hence the position and capacity of NGOs is also questioned so the author draws a problem about the personality of NGOs in the development of international law today. This article is a normative legal research (doctrinal research), by focusing on the juridical conception of NGO personalities in International Law. The discussion begins with a description of NGOs' definitions and history, continued in the progress of NGOs so far, especially in the enforcement of human rights, following his active participation in international conventions which concluded at the conclusion, that NGOs are recognized as subjects of international law who have legal standing to be participants in both quasi-international institutions and in international convention forums with limited personality status.

(2)

A. Latar Belakang

Dimulai dari negara sebagai subyek hukum internasional yang penuh, kemudian berkembang dengan kemunculan individu, Vatikan, Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, Pemberontak dan Perusahaan Multi Nasional yang diakui sebagai entitas subyek hukum internasional dengan kapasitas terbatas.

Perkembangan terkini, lembaga atau organisisa non pemerintah (Non Governmental Organizationa) sering disebut sebagai NGOs banyak melakukan kiprak dalam masyarakat internasional sehingga keberadaannya sebagai entitas internasional mulai di pertanyakan. Apakah bisa dikualifikasi sebagai subyek hukum internasional atau tidak.

Program Sustainable Development pertama kali pada United Nation Conference on Environment and Development Rio de Janeiro, Brazil, 3 to 14 June 1992, Agenda 21 merupakan titik awal munculnya NGOs di lingkungan masyarakat Internasional. Padal saat itu negara peserta bersepakat untuk membentuk satu wadah baru dibidang kerjasama dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pembangunan yang berkesinambungan.

Ini tercemin dalam Chapter 2 of the United Nations Conference on Environment and Development Rio de Janeiro, Brazil, 3 to 4 June 1992, Agenda 21;

The partnership commits all

states to engafe in a continuous and constructive dialoge, inspired by the need to achieve a more efficient and equitable world economy, keeping in view the increasing iterdepedense of the community of nations and that sutainable development should become a priority item on the agenda of the international community. It is recognized that, for the success of this new partnershp, it is important to overcome confrontation and to foster a climate of genuine cooperation and solidarity. It is equally

important to strengthen national an international policies and multinational cooperation to adapt to the new realities.

Dalam kesepakatan tersebut, pelaksanaan program-program kerjasama pembangunan yang berkelanjutan, pelibatan pihak pihak lain selain pemerintah, yaitu individi, kelompok, Perusahaan Multinasilan, organisasi pemerintah dan NGOs dianggap penting.

Sebelumnya, rintisan pelibatan NGOs dalam masyarakat Internasional muncul dalam resolusi 288 (x) ECOSOC pada 27 Februari 1950 yang menyatakan : “setiap organisasi internasional yang tidak didirikan atas dasar sebuah perjanjian internasional...”.

Pada sebuah dokumen World Bank, Working with NGOs, dijelaskan bahwa NGOs diartikan sebagai semua organisasi nir laba (non profit organization) yang tidak terkait dengan pemerintahan. Pada tingkat teknis, NGOs diartikan sebagai organisasi swasta yang menjalankan kegiatan untuk meringankan penderitaan, mengentaskan kemuskinan, memelihara lingkungan hidup, menyediakan layanan sosial dasar atau melakukan kegiatan pengembangan masyarakat.

Berkaitan dengan status NGOs, para ahli hukum terpecah dalam 2 (dua) kelompok; yaitu kelompok yang mengakui NGOs sebagai subjek hukum internasional dan kelompok yang tidak mengakui NGOs sebagai subjek baru dalam hukum internasional.

Kelompok pertama,

mengakui NGOs sebagai subjek hukum internasional karena melihat persamaannya dengan palang merah internasional, sedangkan kelompok yang menolak menyatakan bahwa meskipun NGOs sering ikut serta dalam hubungan hubungan antar negara dan ada penerimaan dari masyarakat internasional atas keberadaan NGOs, namun

(3)

itu hanya sebatas partisipan, dan sesungguhnya tidak ada kejelasan mengenai hak dan kewajiban NGOs dalam hukum internasional.1

NGOs pada dasarnya adalah organisasi yang bersifat non profit, keanggotaannya bersifat sukarela. Sesuai luas lingkup bidangnya, NGOs dapat dikelola pada tingkatpada tingkat lokal, nasional maupun internasional.2 Dalam rentang

waktu yang relatif singkat, NGOs telah banyak berkontribusi pada perkembangan, penyusunan, interpretasi, implementasi dan penegakan hukum internasional.3 Moment pelaksanaan Declaration of Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000 memberikan panggung yang sangat besar bagi NGOs. Ini tergambar pada Part Values and Principles Paragraph (1) and (2) of the United Nations Millenium Declaration:

“(1) We, heads of State a6 to 8 September 2000, at tje dawn of a new millennium, to reaffirm our faith in the organization and its charter as indispensable foundations of a more peaceful, prosperous and just world; (2) we recoqnize that, in addition to our separate responsibility to our individual societies, we have a collective responsibility to uphold the principle of human dignity, equality and equity at the global level. As leaders we have a duty therefore to all the worlds people, especially the most vulnerable and, in particular, the children of the world, to whom the future belongs”

Peranan NGOs dalam perkembangan hukum internasional semakin besar seiring dengan keterlibatannya dalam pembuatan kebijakan (micro dan small) hingga ke tingkat nasional dan internasional. Beberapa sumbangsih NGOs terlihat pada instrumen

1 Ian Brownwlie, 2008, Principles of Public International Law, 7th ed., Oxford University Press, Oxford,h. 35;

2 Anton Vedder, 2007 Questioning the legitimacy of non govermental organization ini NGOs Involvement in International Governce and Policy, Sources of Legitimacy, Chapter 1, Nijhoff Law

Universal Declaration of Human Right (UDHR)/Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia (DUHAM); dimana NGO

membantu para diplomat untuk merancang substansi deklarasi; termasuk Instrumen internasional baru mengenai perlindungan terhadap indigenous peoples (orang pribumi/masyarakat adat);4 dan Deklarasi Rio 1992, Agenda 21; the Land Min Ban Treaty 1997 tentang Larangan Penggunaan, Produksi ataupun Penyimpanan Ranjau Darat dan Statuta Roma 1998 mengenai Statuta Mahkamah Pidana Internasional.

Berdasarkan hal tersebut, peranan NGOs dalam perkembangan hukum internasional semakin besar dan dapat diterima oleh masyarakat internasional, bahkan pada kasus kasus penting NGOs bisa mengajukan amicus curiae ke Mahkamah Internasional atau Internasional Court of Justice (ICJ) dan Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization (WTO).

Dilain pihak, karena merupakan hal yang baru, maka kiprah NGOs sering kali dipertanyakan personalitasnya dalam hukum internasional saat ini.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah yang di ambil pada penulisan ini adalah: Bagaimana personalitas NGOs dalam perkembangan hukum internasional masa kini?

C.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan NGOs dan pengaturan personalitasnya dalam Hukum Internasional saat ini.

Specials, Volume 72, Martinus Nijhoff Publishers, The Netherlans,h. 2-3

3 Steve Charnovitz, 2006, Non Governmental Organizations and International Law, The America Journal of International Law, vol. 100, No.2 (Apr.2006), h. 352.

(4)

D.Metode Penelitian

Penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif (penelitian doktrinal), dengan menitikberatkan pada konsepsi yuridis personalitas NGOs dalam Hukum Internasional saat ini.

E.Pembahasan

Personalitas NGOs Dalam Perkembangan Hukum Internasional

a) Klasifikasi NGOs

Tidak setiap NGOs memiliki kapasitas yang sama dalam pergaulan di masyarakat Internasional. Seperti hal nya organisasi pada umumnya, terdapat NGOs yang diakui memiliki kredibiltas yang melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan di canangkan (bereputasi), dan ada NGOs yang tidak memiliki kejelasan status karena ketidak jelasan program dan kompetensinya.

Beberapa karakter yang digunakan untuk mengkualifikasi sebuah NGOs sebagai NGOs yang bereputasi sehingga dapat diakui sebagai subyek hukum internasional, adalah; - Nilai (values),

- Kompetensi (competency) dan - integritas (integrity)

Parameter diatas digunakan mengingat sejarah munculnya NGOs yang pada awalnya memperjuangkan terwujudnya perlindungan Hak Asasi Manusia.

Menurut Anna Meijknecht ada 3 (tiga) syarat yang harus melekat pada sebuah subjek hukum internasional, yaitu: otonomi, keinginan dan pengakuan. Otonomi dan keinginan menunjukkan sebuah subyek hukum memiliki nilai (value), kompetensi (competency) dan integritas (integrity) yang

5 Anna Meijknecht, 2001, Towards International Personality; The Positions of Minorities and Indigenous Peoples in International Law, Internesntia-Hart, Antwerpen-Groningen Oxford., h. 34

akhirnya akan menghasilkan pengakuan dari subjek hukum lainnya.5

Nilai (value), kompetensi (competency) dan integritas (integrity) yang akan digunakan sebagai syarat untuk menentukan sebuah NGOs yang bereputasi dan tidak bereputasi.

a. Nilai (value)

Adalah suatu ide/konsep dari individu/kelompok individu tentang sesuatu nilai yang dianggap pantas, yang dicita-citakan serta baik atau buruk. Sehingga dapat dikatan nilai merupakan konsep ideal tentang apa yang dianggap baik, yang di idamkan, menjadi tujuan kehidupan.

NGOs pertamakali didirikan pada tahun 1977 dengan nama The Pennsylvania Society untuk menghapus perbudakan.6 Tujuan The Pennsylvania Society menghapus praktek perbudakan adalah menjunjung tinggi HAM, memberikan perlindungan kepada kaum marginal/rentan (yaitu: para budak) dan tentunya semua itu bertujuan untuk mewujudkan keadilan bagi para budak.

Pada umumnya, NGOs diartikan sebagai organisasi privat, tidak didirikan oleh negara dan bebas dari pengaruh negara (Independen), tidak melakukan fungsi publik, bersifat non profit (tidak mencari keuntungan), bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, lingkungan hidup dan dibidang humaniter7 serta mewakili kepentingan/kebutuhan komunitas marginal/rentan/lemah. Nilai-nilai

ini menjadikan NGOs sebagai

lembaga/badan/organisasi yang unik dan penting untuk diakui sebagai salah satu subjek hukum internasional.

6 Steve Charnovitz, Op.cit.,h. 192.

7 Claudie Barrat, 2014, Status of NGOs in International Humanitarian Law, Graduate Institute of International and Development Studies, vol. 14, Brill Nijhoff, The Netherlands, h. 11-15.

(5)

b. Kemampuan

NGOs selama ini berkontribusi pada perkembangan instrumen internasional di bidang perlindungan hak asasi manusia. Para NGOs yang bergerak di bidang HAM mengumpulkan informasi dan data pelanggaran HAM yang seterusnya ditindaklanjuti dalam bentuk proposal atau laporan perkembangan serta implementasi Hukum HAM internasional. Pola-pola ini membuat NGOs dapat mempengaruhi opini publik, sehingga organisasi internasional dan negara-negara membentuk ketentuan HAM internasional yang baru.8

Di lembaga penyelesaian sengketa internasional, NGOs dapat mengajukan amicus curiae (friends of the court) yaitu ringkasan yang dibuat oleh pihak ketiga (bukan pihak yang sedang berperkara) berisikan informasi dan analisis hukum untuk membantu hakim/hakim arbiter memutuskan perkara dengan seadil-adilnya.

Pada Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (European Court of Human Rights/EctHR), proses amicus curiae dikenal dengan beberapa klasifikasi:

- NGOs sebagai solo players (mengajukan amicus curiae secara mandiri)

- NGOs joint intervention (gabungan dari beberapa NGOs)

- NGOs yang mewakili kelompok lain

Pada NGOs sebagai solo players, biasanya merupakan NGOs kecil yang memiliki keahlian khusus pada bidang hak asasi manusia dengan kekhususan tertentu. Berbeda dengan pola NGOs joint intervention (gabungan dari beberapa NGO), dengan pola ini mereka diuntungkan bisa berbagi beban pekerjaan, menghindari pengulangan pengajuan amicus

8 Ibid, h. 7

9 Iriawan Hartanam 2016, Tips Profesional Integritas dan Komitmen dalam Bekerja,

https://ot.id/tips-profesional/integritas-dan-komitmen-dalam-bekerja.

curiae untuk kasus yang sama dan ahli di berbagi bidang HAM)

c. Integritas (Integrity)

Integritas berasal dari bahasa latin “integer” yang mengandung 2 (dua) makna , yaitu (1) sikap berpegang teguh pada prinsip; menjadi dasar yang tidak dapat dipisahkan dengan pribadi seseorang sebagai nilai-nilai moral; (2) kualitas, sifat atau kondisi yang menunjukkan kesatuan utuh, tidak dapat

dipisahkan sehingga mempunyai

kemam;puan yang memperlihatkan kejujuran serta kewibawaan. Dapat dikatrakan integritas terbntuk dari 3 (tiga) elemen penting, yakni: nilai (values), konsistensi dan komitmen.9

Nilai-nilai yang dimiliki oleh NGOs tampak pada kegiatan yang konsisten sehingga menunjukkan komitmennya dalam penegakan hak asasi manusia dalam masyarakat internasional. Sehingga dapat dikatakan, karakteristek integritas NGOs muncul karena konsistensi mereka dengan komitmennya untuk menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

b) Legal Capacity dalam Hukum

Internasional.

Pengertian subjek hukum

internasional dapat dilihat di Advisory Opinion of The Reparation for Injuries Case yang dikeluarkan Mahkamah Internasional (The International Court of Justice/IJC);

“...what it does mean is that it is a subject of international law and capable of possesing international rights and duties, and that it has capacity to maintain its rights by bringing international claims.”10

10 ICJ, 1949, Reparation for Injuries Suffered in The Service of The United Nations, April 11th 1949,h. 179.

(6)

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat diuraikan bahwa subjek hukum internasional adalah entitas yang memiliki kemampuan untuk mendukung hak dan kewajiban internasional dan dapat mengajukan klaim melalui lembaga penyelesaian sengketa internasional.

Ian Brownlie berpendapat bahwa Subjek hukum internasional adalah:

En entity of a type recognized by customary las as capable of possessing rights and duties and of bringing international claims, and having these capasities conferres upon it, is a legal person. If the first condition is not satisfied, the entity concerned may still have lagal personality of very restrictes kind, dependent on the agreement or acquiescense of recognized legal persons...11

Entitas yang diakui sebagai subjek hukum internasional dipastikan memiliki personalitas hukum internasional. Indikator kemampuan hukum (legal capacity) sebuah entitas/subjek hukum untuk dapat memiliki personalitas hukum internasional, yaitu:

....“capacity to makeclaims in respect of breaches of international law, capacity to make treaties and agreements valid on the international plane, and the enjayment of privileges and immunities from national jurisdictions.12

Malcolm N. Shaw berpendapat bahwa personalitas hukum merupakan hal yng penting sebab tanpa personalitas hukum sebuah lembaga/institusi/kelompok tidak dapat beroperasi. Personalitas hukum diperlukan untuk mempertahankan dan mengajukan klaim. Sistem hukumlah yang akan menentukan ruang lingkup dan karakter dari personalitas. Penentuan personalitas suatu entitas membutuhkan pengujian beberapa konsep dalam hukum, sperti status,

11 Ian Brownlie, Op.cit.,h.60 12 Ibid.

kapasitasm kompetensi termasuk karakter dan lingkup dari hak dan kewajiban tertentu.13

Beberapa definisi diatas menunjukkan adanya kaitan yang erat antara subjek hukum internasional dengan personalitas hukum. Setiap entitas/subjek merupakan pendukung atau pemegang sejumlah hak dan kewajiban yang ditentukan dalam suatu sistem hukum. Berkenaan dengan itu, Hukum Internasional berkembang dengan munculnya entitas baru, seperti Perusahaan Transnasional (Transnasional Corporation) dan Organisasi Non Pemerintah (Non Governmental Organizations) yang memiliki peranan di dalam pergaulan masyarakat internasional, hukum lingkungan, hak asasi manusia maupun hukum humaniter.

Rosalyn Higgins memiliki pandangan yang berbeda, ia menghindari penggunaan istilah subjek hukum internasional. Menurutnya Istilah “subjek” hukum internasional menimbulkan dikotomi antara subjek/entitas dengan objek hukum internasional yang akan menyulitkan eksistensi dari entitas-entitas baru selain Negara dalam hukum Internasional. Tidak digunakannya istilah subjek hukum internasional dianggap lebih membantu, mendekati realitas, mengembalikan pandangan terhadap hukum internasional sebagai sebuah proses pembuatan aturan. Di dalam proses yang bersifat dinamis tersebut, ada berbagai pihak yang terlibat secara nyata dalam proses pembuatan keputusan di hukum internasional. Istilah para pihak/ partisipan bersifat lebih fleksibel sehingga negara-negara, organisasi internasional, individu-individu, perusahaan ptransnasional dan

(7)

NGOs adalah aktor didalam sistem hukum internasional.

Dalam pandangan konvensial Personalitas Hukum Internasional adalah sebuah entitas yang mempunyai kemampuan untuk menguasai sejumlah hak dan

kewajiban internasional untuk

mempertahankan hak-haknya.14

Menurut Roland Portmann

perkembangan berapa konsep personalitas hukum internasional adalah:

1. The State-Only Conception (Konsep Hanya Negara sebagai Subjek Hukum Internasional)

2. The Rcognition Conception (Konsep Pengakuan)

3. The Individualistic Conception (Konsep Individualistik)

4. The formal Conception (Konsep Formal) Advisory Opinion Mahkamah Internasional meneguhkan bahwa untuk menjadi sebuah subjek hukum internasional yang mempunyai personalitas internasional harus memiliki kemampuan untuk mempertahankan haknya mengajukan klaim ke lembaga penyelesaian sengketa

internasional termasuk untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya jika melanggar kewajiban internasional.

Personalitasn internasional selalu berkaitan dengan Kewajiban internasional dari subjek hukum internasional. Ini seringkali berkaitan dengan hukum HAM, hukum humaniter dan hukum pidana internasional. Kewajiban internasional pada dasarnya bersumber pada jus cogens. Jus cogen adalah norma wajib/norma yang mutlak harus ditaati tidak dapat dikurangi kandungan normanya dan hanya dapat dimodifikasi oleh norma yang memiliki karakter yang sama.15

14 Ibid

Ini berkorelasi dengan pendapat Kelsesn terkait basic norm/grundnorm atau norma dasar. Jus Cogens ini melahirkan kewajiban internasional yang seringkali disebut dengan erga omnes.

Erga omnes adalah kewajiban yang dimiliki oleh seluruh masyarakat internasional dengan konsekuensi menimbulkan hak untuk bereaksi jika terjadi pelanggaran terhadap suatu norma. Hak ini tidak hanya dimiliki oleh Negara atau Negara-negara yang menderita atau dirugikan secara langsung oleh pelanggaran tersebut tetapi juga dimiliki oleh seluruh negara.

Persoalan Personalitas yang penting lainnya adalah international legal standing atau locus standi atau jus standi yaitu kemampuan yang dimiliki oleh subyek hukum untuk menyatakan/menyampaikan gugatan/pengaduan mereka ke pengadilan internasional bila terjadi sengketa.

c) Perwujudan pengaturan NGOs

Pengaturan NGOs sangat diperlukan untuk mengisi kekosongan norma hukum mengenai status kesubjekannya. Tidak adanya instrumen hukum internasional yang mengakui status kesubjekan NGOs dalam hukum internasional akan menyulitkan NGOs untuk melaksanakan peran dan fungsinya dalam penyelenggaraan hukum internasional. Kebutuhan atas aturan hukum internasionanl yang mengatur secara eksplisit status hukum NGOs sebagai salah satu subjek hukum internasional dengan derajat personalitasnya, merupakan hal yang sangat penting.

Dalam instrumen hukum

internasional, dikenal adanya soft law dan hard law sebagai perwujudan hukum. Dan aturan internasional yang berkaitan dengan NGOs terikat dengan hal itu, karena dua

(8)

wujud aturan tersebut saling mengikat satu sama lainnya.

Sebagaimana instrumen hukum lainnya, bentuk hukum internasional dikenal dalam dua bentuk, yaitu soft law dan hard law. Oleh karenanya, aturan hukum internasional mengenai NGOs tentunya harus mengikuti pola yang sama.

Keberadaan soft law dan hard law didalam hukum internasional saling melengkapi melalui 2(dua) cara: Pertama, soft law yang tidak mengikat dapat berubah menjadi hard law yang mempunyai kekuatan hukum mengikat (legally binding); kedua hard lau yang mengikat secara hukum dapat dikembangkan melalui soft law.16

Jeffrey L. Dunoff mengemukakan bahwa instrumen-instrumen hukum internasional dalam bentuk soft law secara sadar digunakan untuk membantu membentuk norma hukum kebiasaan internasional (hard law). Perjanjian perjanjian internasional dan praktek negara negara memberikan kesempatan kepada soft law untuk melengkapi/menambahkan dan mengawali adanya perjanjian dan norma kebiasaan.17

Adanya kelemahan mendasar dari sifat kekakuan hard law, maka soft law dapat menjadi alternatif pencarian perwujudan hukum internasional tentang NGOs, seperti kita ketahui bersama, kelemahan hard law adalah:

(1) pembentukannya membutuhkan waktu lama karena perlu adanya penyesuaian

16 Gregory C. Shaffer & Mark A. Pollack, 2010, Hard vs Soft Law: Alternatives, Complements, and Antagonist in Internasional Governance, Minesota Law Review, Vol. 94, No. 3,

17 Jeffrey L. Dunoff et.,al, 2006, Internastional Law Norms, Actors, Process A problem Oriented Approach, Aspen Casebook Series, Second Edition, Wolters Kluwer, New York, h. 95.

18 David M. Trubek et.al.,2006, Soft Law, Hard Law and EUINtegration dalam Grainne de Burca

dari negara-negara yang berujung pada tingginya biaya yang diperlukan;

(2) membutuhkan keseragaman diantara perbedaan kebutuhan negara-negara; (3) adanya kemauan/kehendak negara secara sendiri-sendiri untuk mau atau tidak mau terikat akan instrumen hukum internasional yang sah secara hukum berdasarkan prinsip kedaulatanl (4)kesulitan untuk mengamandemen

ataupun beradaptasi dengan

perubahan/perkembangan hukum internasional.18

Soft law bisa ditempatkan sebagai sampan darurat ketika hard law belum terwujud (meskipun dalam praktekteknya, kelemahan soft law adalah sifatnya yang terlalu cair dan tidak tegas mengikat), sehingga tidak terjadi kekosongan hukum dalam praktek hukum internasional.

Berbeda dengan soft law, hard law memiliki karakter yang lebih mengikat (mempunyai legally binding dan legal certanly). Sebagai bentuk perwujudan hukum internasional yang idel, hard law menimbulkan kewajiban hukum yang mengikat (jelas sebstansi hukumnya; apa yang harus ditaati dan apa sanksinya jika tidak ditaati) dan adanya delegasi kewenangan untuk menginterpretasikan dan mengimplementasikan hukum terkait.19

Instrumen hukum internasional tentang NGOs dalam bentuk hard law terwujud berdasarkan kehendak negara-negara untuk membuat, terikat dan & Joanne Scott, 2006, Law and New Governance in the EU and the US, Hart Publishing, Oregon, (Selanjutnya disebuti David,M, Trubekl II), h. 65-67, 19 Kenneth W. Abbott et al, 2000, The Concept of Legalization, International Organization Journal, Volume 54, Issue 3, Summer 2000, https://www.princeton.edu/amoraves/library/concept. pdf, h. 418,

(9)

melaksanakannya. Hal ini dapat terlihat dari Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB 1996/31 tentang keberadaan NGOs yang dapat terlibat dalam kinerja PBB, melibatkan NGOs sebagai salah satu penyusun instrumen hukum internasional, memasukkan NGOs sebagai salah satu stakeholders dalam konsep pembangunan ekonomi internasional.

Status legal standing atas NGOs pada instrumen law hard bisa di lihat pada EctHR dan lembaga kuasi yudisial menegaskan bahwa negara negara sebagai subjek hukum internasional utama mengakui eksistensi NGOs sebagai salah satu subjek hukum internasional dengan personalitas hukum internasional yang terbatas.

d) Personalitas Hukum Internasional Non Governmantal Organitation

Personalitas hukum Internasional NGOs, diawali pada Advisory Opinion Reparation for Injuries Case 1949.

Setiap peserta/entitas yang terlibat di dalam proses pembentukan instrumen hukum internasional dapat dikualifikasikan sebagai subjek hukum internasional jika memenuhi beberapa persyaratan;

1) Kemunculannya karena memang

dibutuhkan oleh masyarakat

internasional;

2) Secara nyata subjek hukum itu memang eksis

3) Eksistensinya menunjukkan adanya keinginan (will) dan kemampuan (capacity)

Sebagai subjek hukum internasional yang sudah diakui, NGOs mempunyai kewajiban internasional (erga omnes). Kewajiban internasional (erga omnes) NGOs dibagi menjadi 2 (dua) bidang, yaitu:

1) Bidang Hak asasi Manusia.

20 Selanjutnya disebut dengan The United Nations Declaration on Human Rights Defenders

Tanggung jawab NGOs secara umum di bidang Hak Asasi Manusia dapat ditemukan pada Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/53/144 Declaration on the Right and Responsibility of Individuals, Groups and Organs of Society to promote and Protect Universally Recognized Human Rigts and Fundamental Freedom.20

Pasal 18 ayat (2) dan (3) The United Nations Declaration on Human Rigts Defender menyatakan:

...(2) Individuals, group, institution and non governmental organizations have an important role to play and responsibility in safeguarding democracy, promoting human rigts and fundamental freedom and contributing to the promotion and advancement of democratic societies, institutios and processes.

(3) Individuals, groups, institutions and non govermental organizations also have an important role and a responsibility in contributing, as appropriate, to the promotion of the right of everyone to a social and international order in which the rights and freedoms set forth in the Universal Declaration of Human Rights and other human rights instruments can be fully realized.

Selain pada instrumen hukum internasional, Kewajiban internasional para NGOs juga dapat dilihat pada masing masing statuta pendiriannya.

Statute of Amnesty International yang diamandeman terakhir pada tahun 2017: (1) membantu masyarakat internasional untuk dapat menikmati/memenuhi HAM yang tertuang dalam UDHR dan instrumen HAM Internasional lainnya.

(10)

(2) berkwajiban melakukan penelitian dan aksi untuk mencegah dan mengakhiri pelanggaran HAM.

(3) berkewajiban untuk memastikan

negara-negara meratifikasi dan

mengimplementasikan instrument HAM internasional.

(4) membuat laporan bayangan (shadow report) mengenai keadaan HAM disuatu negara yang di-submit kepada Human Rights Council (HRC) PBB.

2) Bidang Hukum Pidana dan Humanitarian International

Konvensi Jenewa 1949 Article 3 ayat

(2) menyebutkan bahwa

badan/lembaga/organisasi independen di bidang kemanuasiaan, seperti ICRC dapat memberikan bantuan kepada para pihak yang terlibat konflik. Berdasarkan pasal 9 Commentary I Konvensi Jenewa I disebutkan bahwa organisasi humanitarian selain ICRC haruslah bergerak di bidang humanitarian dan bersifat imparsial namun tidak disyaratkan harus bersifat Internasional.21

Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik pengertian bahwa selain ICRC, NGOs yang bergerak di bidang humanitarian dan bersifat imparsial, dapat dikategorikan sebagai organisasi humanitarian, sepanjang NGOs terkait tidak berada dibawah pengaruh politik ataupun militer dari pihak manapun.

ICTY juga melalui keputusannya menegaskan bahwa tidak hanya negara tetapi subjek hukum negara, seperti grup teroris atau organisasi dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan.22

21 Jean S. Pictet, 1952, Commentary Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field, Geneva International Committee of the Red Cross, Switzerland, h. 108,

Statuta Roma 1998 adalah dasar kewajiban internasional di bidang humanitarian bagi subjek hukum bukan negara.23 Sehingga menempatkan subjek hukum bukan negara mutlak berkewajiban untuk tidak melalukan kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Dan NGOs, selaku subyek hukum internasional terikat terhadap ketentuan tersebut.

e) Hak Hak Internasional

Hak-hak internasional melekat pada NGOs karena NGOs memiliki keinginan untuk melindungi hak-hak tersebut dan sudah menjadi fungsi hukum untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Keinginan NGOs ini bersumber pada legalitas dan personalitas yang dimilikinya berdasarkan eksistensi nyata di dalam penyelenggaraan hukum internasional.

Padasisi lain, hak-hak internasional NGOs muncul karena kepentingan dan aktifitas mereka untuk melindungi HAM, mengimplementasikan HAM yang dimuat dalam UDHR dan mengawasi implementasi HAM oleh negara-negara.

Beberapa hak internasional yang dimiliki oleh NGOs:

(a) Hak untuk menyusun/membentuk perjanjian Internasional.

Partisipasi NGOs dalam menyusun perjanjian internasional dimulai sejak prepatory work/travaux preparatoires sampai dengan konferensi internasional.

Beberapa instrumen hukum internasional yang melibatkan para NGOs dalam penyusunannya, yaitu:

- UDHR 1948,

22 ICTY, 1997, Prosecutor v. Dusko Tadic a/k/a Dule, Judgment of 7 May 1997,

23 Anna Karin Lindblom, 2005, Non Governmental Organisations in International Law, Cambridge University Press, United Kingdom, www.cambrige.org/9780521850889, h. 204.

(11)

- Convention on the Prohibition of the Use, Stocpilling, Production and Transfer of Anti Personel Mines and on Their Destruction 1997 dan

- Statuta Roma 1998.

Tidak setiap NGOs dapat berperan aktip dalam pembentukan perjanjinan internasional. Ada Persyaratan bagi para NGOs yang berpartisipasi dalam penyusunan perjanjian internasional, yaitu:

- NGOs mempunyai nilai (value), - kemampuan (capacity) dan - integrity (integrity),

- mempunyai consultative status di Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (diutamakan yang memiliki general consultative status dan special consultative status),

- tidak pernah terlibat dalam tindak pidana (nasional maupun internasional).

(b) Hak untuk berperkara di Lembaga Penyelesaian Sengketa Internasional

Ada beberapa lembaga penyelesaian sengketa internasional dalam bentuk pengadilan dan kuasi yudisial yang dapat digunakan oleh NGOs untuk berperkara, yaitu:

- The European Court of Justice (ECJ) - The European Court of Human Rights

(EctHR)

- The Intern American Court and Commision of Human Rights (IACtHR) - The African Court and Commision on

Human and Peoples Rights (AfCtHPR) - World Banks Inspections Panel;

- Mekanisme Investigasi melalui North American Free Trade Agreement (NAFTA) Side Agreement.

(c) Hak untuk Hukum Humaniter Internasional

1. Hak NGOs untuk memberikan bantuan pada saat terjadi konflik dimuat dalam

24 UN Security Council, Resolution 770, 13 Agustus 1992,

htps://documents-dds-Common Article 3 dari Konvensi Jenewa 1949, Pasal 9/9/9/10 Konvensi Jenewa 1949, Pasal 5 dan 81 Protokol Tambahan I (1977) Konvensi Jenewa 1949, Pasal 18 Protokol Tambahan II (1977) Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan korban konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional.

2. NGOs memiliki hak untuk mempunyai akses terhadap orang yang perlu dilindungi dalam konflik bersenjata. Hak NGOs untuk mempunyai akses ini didasari oleh kebebasan untuk bergerak (freedom of movement) sehingga negara-negara yang berkonflik harus memastikan bahwa para NGOs dan organisasi humaniter lainnya diberikan hak/akses agar dapat melaksanakan fungsinya untuk melindungi orang-orang (protected persons).

Pasal 125 Konvensi Jenewa III 1949 dan Pasal 142 Konvensi Jenewa IV 1949 menyatakan bahwa memberikan jaminan kepada organisasi religious, komintas pembebasan/pertolongan atau organisasi lainnya membantul mengunjungi para tahanan perang atau protected persons. Dewan keamanan PBB mengadopsi 2 (dua) resolusi di tahun 1992, Resolution 770 (1992)24 terkait keadaan di Former Yugoslavia. Pada kedua resolusi tersebut, Dewan Keamanan PBB memberikan jaminan segera, tanpa rintangan dan berkelanjutan kepada organisasi humaniter (termasuk NGOs) untuk dapat mempunyai akses ke camp penampungan, penjara di wilayah Former Yugoslavia.

3. NGOs memiliki hak untuk menyediakan pertolongan kepada protected dalam konflik bersenjata.

ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N92/379/66/IMG/N923 7966.pdf?OpenElement, Bagian pembukaan,.

(12)

Pada Common Articles 9/9/9/10 Konvensi Jenewa; Pasal 15,59 dan 61 Konvensi Jenewa IV; Pasal 60 dan 81 Protokol Tambahan I (1977) Konvensi Jenewa 1949, diberikan hak tersebut kepada organisasi humaniter yang imparsial.

Jika dilihat di dalam Pasal 8 ayat (2) (b) (xxv) Statuta Roma 1998 menyebutkan sengaja menghalangi bantuan pembebasan atau pertolongan terhadap penduduk sipil diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk kejahatan perang dalam konflik bersenjata internasional.

4. NGOs memiliki hak untuk dihormati dan dilindungi.

NGOs beserta anggotanya

diinterpretasikan sebagai non combatan sehingga tidak boleh menyerang dan diserang pada saat berada di wilayah konflik bersenjata baik yang nasional maupun internasional.

Pasal 8 ayat (2) Statuta Roma 1998 dan Pasal 4 Pengadilan Spesial Siere Leone menyatakan bahwa jika ada pihak dengan sengaja secara langsung menyerang personil yang terlibat dalam misi bantuan kemanusiaan sesuai dengan piagam PBB adalah sebuah kejahatan perang. Kewajiban untuk menghormatidan melindungi NGOs juga dimuat dalam beberapa resolusi PBB. Presiden dari Dewan Keamanan PBB pada tahun 1997 mengenai keadaan di Angola mengemukakan bahwa anggotanya berhak untuk keamanan organisasi atau agen humaniter/kemanusiaa atau menghukum penyerangan terhadap mereka.25

f) Keistimewaan (Privileges) dan Kekebalan (Immunities)

Para NGOs tidak mempunyai hak akan keistimewaan dan kekebalan di dalam

25 UN Security Council, Statement by President, UN Doc.S/PRST/1997/39, 23 Juli 1997, https://undocs.org/S/PRST/1997/39, h.1,

hukum internasional. NGOs tidak menjalankan fungsinya sebagai organ negara tetapi lebih pada fungsi sebagai media atau fasilitator antara masyarakat dan pemerintah. Pada saat menjalankan fungsinya di bidang humaniter/kemanusiaan maka NGOs dan anggotanya berhak untuk dihormati dan dilindungi oleh negara-negara yang terlibat konflik namun bukan berarti mereka memiliki keistimewaan dan kekebalan dari yurisdiksi nasional suatu negara.

g) Substansi Norma Pengturan

Organisasi Non Pemerintah (Non Governmental Organization) dalam Hukum Internasional.

Tujuan diakuinya eksistensi NGOs di dalam instrumen hukum internasional tidak lain untuk mewujudkan kepastian hukum itu sendiri. Setelah eksistensi NGOs didalam hukum internasional diakui sebagai subjek hukum internasional maka memberikan keadilan, baik bagi NGOs sendiri (tidak hanya dibebani kewajiban internasional saja tetapi NGOs juga mempunyai hak internasional) maupun masyarakat (dapat menyauarakan aspirasi dan kepentingannya_. Keberadaan NGOs juga memberikan kemanfaatan kepada Pemerintah dan masyarakat internasional. Para NGOs menjunjung tinggi nilai HAM sehingga mereka bfungsi sebagai media/fasilitator antara pemerintah dan masyarakat internasional sekaligus sebagai pengawas Pemerintah dalam mengimplementasikan HAM. Berdasarkan peran dan fungsi nyata NGOs dalam hukum internasional maka pengakuannya sebagai salah satu subjek hukum internasioanl harus dituangkan dalam sebuah instrumen hukum internasional agar memberikan jaminankepastian hukum di

(13)

dalam hubungan internasional dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya.

Berdasarkan aliran hukum positif, hukum adalah undang-undang. Jadi jika dikaitkan dengan eksistensi NGOs di dalam hukum internasional (seperti yang sudah diuraikan pada bab-bab sebelumnya), maka kedepannya (ius constituendum) harus dibuatkan suatu pengturan yang mengakui status NGOs sebagai salah satu subjek hukum internasional dengan kapasitas hukum terbatas, mengatur hak dan kewajiban NGOs ternasuk pertanggungjawab NGOs didalam hukum internasional.

Penyusunan Substansi norma

pengaturan NGOs dalam hukum

internasional bersumber pada teori orientasi kebijakan dari MCDouglas yang mensyaratkan konstruksi norma harus disesuaikan dengan karakteristik objek pengaturan. Dan Teori Legislasi Demokratis dari Seidman yang mengemukakan bahwa produk hukum yang baik mampu mengakomodasi kepentingan para stakehorders secara seimbang.

Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, tujuan dibentuknya

pengaturan NGOs dalam hukum

internasional adalah mewujudkan kepastian hukum: (1) pengakuan NGOs sebagai salah satu subjek hukum internasional dengan derajat personalitas hukum internasional terbatas, (2) memaksimalkan peran dan fungsinya dalam hukum internasional; serta (3) mengurangi dampak negatif dari NGOs itu sendiri. Dampak negatif NGOs yang telah dikemukakan sebelumnya terkait dengan kurangnya legitimasi (legitimacy), transparansi (Transparency) dan akuntabilitas (accountability), lembaga independen sebagai pengawasl NGOs dan lembaga penyelesaian sengketa internasional khusus NGOs. Pengurangan dampak negatif NGOs sudah sesuai dengan prinsip-prinsip

good governance yang diperlukan dalam perancangan instruman hukum internasioanl maupun dalam implementasi hubungan antara NGOs dengan negara dan NGOs dengan subjek hukum lainnya bukan negara. F. Penutup

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa NGO memiliki status legal standing instrumen law hard pada hukum internasional dan lembaga kuasi yudisial menegaskan bahwa negara negara sebagai subjek hukum internasional utama mengakui eksistensi NGOs sebagai salah satu subjek hukum internasional dengan personalitas hukum internasional yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Anna Karin Lindblom, 2005, Non Governmental Organisations in International Law, Cambridge, University Press, United Kingdom, www.cambrige.org/9780521850889 Anna Meijknecht, 2001, Towards

International Personality; The Positions of Minorities and Indigenous Peoples in International Law, Internesntia-Hart, Antwerpen-Groningen Oxford.

Anton Vedder, 2007 Questioning the legitimacy of non govermental organization ini NGOs Involvement in International Governce and Policy, Sources of Legitimacy, Chapter 1, Nijhoff Law Specials, Volume 72, Martinus Nijhoff Publishers, The Netherlans.

Claudie Barrat, 2014, Status of NGOs in International Humanitarian Law,

(14)

Graduate Institute of International and Development Studies, vol. 14, Brill Nijhoff, The Netherlands

David M. Trubek et.al.,2006, Soft Law, Hard Law and EUINtegration dalam Grainne de Burca & Joanne Scott, 2006, Law and New Governance in the EU and the US, Hart Publishing, Oregon

Ian Brownwlie, 2008, Principles of Public International Law, 7th ed., Oxford University Press, Oxford.

Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta

Jean S. Pictet, 1952, Commentary Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field, Geneva International Committee of the Red Cross, Switzerland

Jeffrey L. Dunoff et.,al, 2006, Internastional Law Norms, Actors, Process A problem Oriented Approach, Aspen Casebook Series, Second Edition, Wolters Kluwer, New York

Malcolm Shaw, 2008, International Law, Cambrige University Press, Cambrige

Lili Rasjidi, 1981, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Alumni, Bandung.

JURNAL

Gregory C. Shaffer & Mark A. Pollack, 2010, Hard vs Soft Law: Alternatives, Complements, and Antagonist in

Internasional Governance, Minesota Law Review, Vol. 94

Kenneth W. Abbott et al, 2000, The Concept of Legalization, International Organization, Journal, Volume 54,

Issue 3, Summer 2000,

https://www.princeton.edu/amoraves /library/concept.pdf.

Steve Charnovitz, 2006, Non Governmental Organizations and International Law, The America Journal of International Law, vol. 100, No.2 (Apr.2006).

Bahan Hukum Lain

ICJ, 1949, Reparation for Injuries Suffered in The Service of The United Nations, April 11th 1949

ICTY, 1997, Prosecutor v. Dusko Tadic a/k/a Dule, Judgment of 7 May 1997

UN Security Council, Resolution 770, 13 Agustus 1992, htps://documents-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N92/37 9/66/IMG/N9237966.pdf?OpenElem ent, Bagian pembukaan

UN Security Council, Statement by President, UN Doc.S/PRST/1997/39, 23Juli1997,https://undocs.org/S/PRS T/1997/39

Iriawan Hartanam 2016, Tips Profesional Integritas dan Komitmen dalam Bekerja,https://ot.id/tips

profesional/integritas-dan-komitmen-dalam-bekerja.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam penetapan mahar masyarakat Gampong Meunasah Keude ditetapkan oleh orang tua perempuan sendiri, untuk

Identifikasi Tingkat Depresi Lansia Identifikasi tingkat depresi lansia di desa Padasuka kecamatan lunyuk dengan 40 responden di ukur dengan GDS di dapatkan hasil bahwa

Menurut Komalasari (2010: 62) terdapat beberapa tipe dalam cooperative learning diantaranya, (1) Number Head Togther (Kepala Bernomor) model pembelajaran dimana

(1) Komponen retribusi pelayanan kesehatan Rawat Inap sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 tidak termasuk tindakan medik non operatif, alat kesehatan bahan habis

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal – hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalahnprasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya

Berkembangnya arus globalisasi dan teknologi yang semakin melaju dengan pesat, mempermudah teraksesnya berbagai konten „tontonan‟/pertunjukan seni di berbagai media

Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan

Bila fakta yang disajikan berupa fakta umum yang obyektif dan dapat dibuktikan benar tidaknya serta ditulis secara ilmiah, yaitu menurut prosedur penulisan ilmiah, maka karya