• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kelayaksanaan Pada Tahap Desain Sebagai Bagian Dari Pembangunan Berkelanjutan (Improving Constructability in Design Phase as Part of Sustainable Development)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Kelayaksanaan Pada Tahap Desain Sebagai Bagian Dari Pembangunan Berkelanjutan (Improving Constructability in Design Phase as Part of Sustainable Development)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR

235

PENINGKATAN KELAYAKLAKSANAAN PADA TAHAP DESAIN SEBAGAI BAGIAN DARI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

(Improving Constructability in Design Phase as Part of Sustainable Development)

Tulus Widiarso Jurusan Arsitektur

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti e-mail: twidiarso@yahoo.com

Abstak

Rancangan yang memiliki tingkat kelakyaklasanaan tinggi akan secara optimal memanfaatkan sumberdaya serta meminimalkan resiko-resiko sehingga akan berkontribusi besar dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Kajian ini ditujukan untuk mendeskripsikan usaha peningkatan kelayaklaksanaan selama tahap desain yang dilakukan oleh konsultan teknik di Indonesia. Tujuan lainnya adalah mengukur tingkat kelayaklaksanaan dari desain-desain yang dihasilkan. Unit penelitian adalah proyek bangunan kantor beltingkat tinggi. Teknik purposive sapling diterapkan dengan kriteria: dikerjakan oleh konsultan lokal; sekurang-kurangnya proyek konstruksi telah terlaksana 60%; serta memeiliki dokumen yang lengkap.

Variabel yang diamati untuk mendeskripsikan usaha peningkatan kelayaklaksanaan selama tahap desain adalah: kualitas usaha; intensitas untuk menerapkan usaha; kapasitas sumberdaya. Setiap variabel dinilai berdasarkan tiga indicator usaha selama tahap desain dalam mengantisipasi: bagaimana meningkatkan akurasi desain; bagaimana meningkatkan efisiensi desain; bagaimana memanfaatkan waktu konstruksi secara efektif. Sedangkan variable-variabel untuk menilai tingkat kelayaklaksanaan desain adalah: kuantitas perubahan selama tahap konstruksi; kualitas perubahan; resiko perubahan.

Kajian menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut: (1) kualitas upaya meningkatkan kelayaklaksanaan desain belum dilakukan secara optimal; (2) intensitas upaya meningkatkan kelayaklaksanaan desain belum dilakukan secara optimal; (3) desain-desain yang dihasilkan pada tingkat kelayaklaksanaan sedang. Kata Kunci: Kelayaklaksanaan; Peningkatan Kelayaklaksanaan; Tahap Desain

Abstract

The constructible-design would be optimal in using resources and minimal in risk, so it has high-contribution in supporting sustainable development. This study aimed to uncover the increasing effectiveness of design phase which is constructed by engineering consultant in Indonesia. The other objective was to measure the constructability level of design. The examined case is high-rise office-building project. This research used purposive technique. The chosen sampling should have these criteria: the case should be handled by local consultant; at least 60% of construction phase finished and the project has complete document. Research variables consist of: effort quality; implementation intensity and capacity of resources. Each variable be examined in three indicators: improvement level of design accuracy and efficiency; and level of anticipation in construction-time. Other variables are the quantities of change during construction-phase; the qualities of change; and the risk of change.

(2)

Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR

236

PENDAHULUAN

Keberlanjutan (sustainability) merupakan tuntutan yang harus dipenuhi da

bentuk pembangunan dewasa ini. Tuntutan ini akan lebih ketat pada pembangunan fisik yang memiliki dampak langsung pada keberlanjutan lingkungan fisik. Perencanaan dan perancangan bangunan gedung sebagai faktor penting dalam perubahan fisik lingk harus dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Konsultan perencana bangunan memiliki tanggung jawab dalam perannya menghasilkan rancangan bangunan yang bernilai keberlanjutan. Kontribusi desain bangunan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan melalui spesifikasi produk rancangan dan kelayaklaksanaan produk rancangan. Denngan spesifikasi produk rancangan yang berakar dari konsep keberlanjutan akan berkontribusi pada penggunaan material da sistem bangunan yang berkelanjutan. Sedangkan kelayaklaksanaan produk rancangan akan menyempurnakannya dengan menjamin penggunaan sumber

pembangunan secara efektif. Tulisan ini merupakan hasil kajian aspek kelayaklaksanaan desain. Fokus kajian adalah upaya peningkatan kelayaklaksanaan produk desain selama tahap proses desain. Tingginya tingkat kelayaklaksanaan (constructability) desain akan menjamin pengendalian biaya, waktu dan kualitas bangunan dapat dilakukan secara optial. Oleh sebab itu dalam proses desain, konsultan perlu melakukan upaya peningkatan kelayaklaksanaan desain secara terencana.

Dua pertanyaan penelitian dalam kajian ini adalah: (1) apakah upaya peningkatan kelayaklaksanaan (constructability) selama proses desain telah be

konsultan perencana; (2) bagaimana gambaran tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan oleh konsultan perencana. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Unit terkecil telaah adalah proyek gedung tinggi perkantoran. Variabel

kelompok variable upaya meningkatakan kelayaklaksanaan dan kelompok variable tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Constructability (kelayaklaksanaan) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai keterbangunan suatu proyek meliputi faktor ekonomi, teknis serta regulasi (hukum) yang mempengaruhi proses pelaksanaan pembangunan. Kemampuan memanfaatkan dan mengintegrasikan teori, pengetahuan dan pengalaman pelaksanaan pembangunan dalam proses perencanaan dan perancangan suatu proyek merupakan kunci dalam menghasilkan karya desain yang layaklaksana. Karya desain yang gagal mempertimbangkan aspek pelaksanaan baik teknis maupun non teknis selama proses desain, akan berpeluang besar mengalami kegagalan pada tahap pelaksanaan pembangunan.

Sangat penting dalam proses desain, seorang desainer mempertimbangkan aspek pelaksanaan. Sebaliknya, pada tahap pelaksanaan pembagunan, maka dokumen desain secara konsisten harus dijadikan sebagai acuan.

Kajian teoretis relevan dengan penelitian kelayaklaksanaan desain pernah dilakukan oleh Glavanich 1995, Truner 1993, Lewis 1991, Heery 1975. Penelitian terhadap aplikasi empiris praktek proses desain untuk kelayaklaksanaan belum banyak dilakukan. Desain yang layaklaksana adalah desain (gambar dan spesifikasi) yang dapat dilaksanakan secara efektif tanpa perlu perubahan berarti oleh alasan teknis. Semakin tinggi kelayaklaksanaannya, semakin kecil adanya permintaan perubahan oleh sebab

dalam tahap pelaksanaannya. Review kelayaklaksanaan desain perlu dilakukan untuk (Trauner 1993; Chandra 1993): (1) melihat kemungkinan lebih diefektifkan biaya; (2) melihat

Universitas Trisakti

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan ARSITEKTUR

) merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam segala ini. Tuntutan ini akan lebih ketat pada pembangunan fisik yang memiliki dampak langsung pada keberlanjutan lingkungan fisik. Perencanaan dan perancangan bangunan gedung sebagai faktor penting dalam perubahan fisik lingkungan baiknya untuk mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Konsultan perencana bangunan memiliki tanggung jawab dalam perannya menghasilkan rancangan bangunan yang bernilai keberlanjutan. Kontribusi desain bangunan alam mendukung pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan melalui spesifikasi produk rancangan dan kelayaklaksanaan produk rancangan. Denngan spesifikasi produk rancangan yang berakar dari konsep keberlanjutan akan berkontribusi pada penggunaan material dan sistem bangunan yang berkelanjutan. Sedangkan kelayaklaksanaan produk rancangan akan menyempurnakannya dengan menjamin penggunaan sumber-sumber dan waktu pembangunan secara efektif. Tulisan ini merupakan hasil kajian aspek kelayaklaksanaan kajian adalah upaya peningkatan kelayaklaksanaan produk desain selama tahap proses desain. Tingginya tingkat kelayaklaksanaan (constructability) desain akan menjamin pengendalian biaya, waktu dan kualitas bangunan dapat dilakukan secara optial. itu dalam proses desain, konsultan perlu melakukan upaya peningkatan Dua pertanyaan penelitian dalam kajian ini adalah: (1) apakah upaya peningkatan kelayaklaksanaan (constructability) selama proses desain telah benar dilaksanakan konsultan perencana; (2) bagaimana gambaran tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan oleh konsultan perencana. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Unit terkecil telaah adalah proyek gedung tinggi perkantoran. Variabel-variabel telaah meliputi kelompok variable upaya meningkatakan kelayaklaksanaan dan kelompok variable tingkat

secara sederhana dapat didefinisikan sebagai angunan suatu proyek meliputi faktor ekonomi, teknis serta regulasi (hukum) yang mempengaruhi proses pelaksanaan pembangunan. Kemampuan memanfaatkan dan mengintegrasikan teori, pengetahuan dan pengalaman pelaksanaan pembangunan dalam n perancangan suatu proyek merupakan kunci dalam menghasilkan karya desain yang layaklaksana. Karya desain yang gagal mempertimbangkan aspek pelaksanaan baik teknis maupun non teknis selama proses desain, akan berpeluang besar

p pelaksanaan pembangunan.

Sangat penting dalam proses desain, seorang desainer mempertimbangkan aspek pelaksanaan. Sebaliknya, pada tahap pelaksanaan pembagunan, maka dokumen desain secara konsisten harus dijadikan sebagai acuan.

dengan penelitian kelayaklaksanaan desain pernah dilakukan oleh Glavanich 1995, Truner 1993, Lewis 1991, Heery 1975. Penelitian terhadap aplikasi empiris praktek proses desain untuk kelayaklaksanaan belum banyak dilakukan. Desain desain (gambar dan spesifikasi) yang dapat dilaksanakan secara efektif tanpa perlu perubahan berarti oleh alasan teknis. Semakin tinggi kelayaklaksanaannya, semakin kecil adanya permintaan perubahan oleh sebab-sebab teknis w kelayaklaksanaan desain perlu dilakukan untuk (Trauner 1993; Chandra 1993): (1) melihat kemungkinan lebih diefektifkan biaya; (2) melihat

(3)

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR

237

kemungkinan lebih diefektifkan waktu; (3) melihat kemungkinan lebih diefektifkan kualitas / kinerjanya.

Usaha meningkatkan kelayaklaksanaan suatu desain bertumpu pada tiga hal: (1) memperkecil kemungkingan terjadinya perubahan dalam tahap konstruksi; (2) keputusan desain mengeliminir biaya tidak perlu; (3) estimasi waktu konstruksi yang rasional dan perencanaan penjadwalan yang efisien.

MASUKAN PROSES HASIL

Konsultan Perencana _______ Data persepsi kelayaklaksanaan _______ D I O R G A N I S I R ________________ Persepsi kelayaklaksanaan ________ D I U K U R _________ Desk.persepsi kelayaklaksanaan ID E N T IF IK A S I A W A L H U B U N G A N A N T A R V A R IA B E L Kuesioner / Wawancara

_ Kualitas Upaya ________ _________ Deskripsi Kualitas Upaya Konsultan Perencana / CM _______ Data proses desain

_______ _______________ Intensitas Upaya ________ _________ Deskripsi intensitas Upaya Checklist/kuesioner/wawancara Sumberdaya pendukung ________ _________ Deskripsi Sumbedaya Kuantitas perubahan ________ ________) Deskripsi Tingkat Kelayaklaksanaan Hasil Kontraktor / CM _______ Data proses konstruksi _______ _______________ Kualitas perubahan ________ _________ Checklist/kuesioner/wawancara Dampak perubahan ________ _________

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Untuk melihat tingkat kelayaklaksanaan suatu desain dapat menggunakan indicator berikut: (1) jumlah kejadian perubahan karena faktor ketidak telitian desain; (2) dampak akumulasi resiko perubahan terhadap harga; (3) dampak akumulasi resiko perubahan terhadap waktu; (4) dampak akumulasi resiko perubahan terhadap pemenuhan kebutuhan dan harapan pemilik; (5) jika dalam kontrak terhadap klausul yang mendorong kontraktor melakukan value engineering, maka tidak adanya pengajuan cost proposal value engineering dari kontraktor dapat dilihat sebagai indicator; (6) ada tidaknya perbedaan berarti antara rencana penjadwalan pelaksanaan dari konsultan perencana dan yang disepakati sebagai pedoman pelaksanaan; (7) sesuai tidaknya hasil rancangan dengan target yang diminta pemilik; (8) tingkat kepuasan pihak-pihak partisipan proyek terhadap hasil proyek tersebut. METODE

Kajian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan survey untuk memperoleh gambaran awal populasi. Hasil survey dipergunakan sebagai dasar sampling objek studi deskriptif. Fokus perhatian penelitian adalah: (1) variable-variabel usaha peningkatan kelayaklaksanaan desain dan; (2) variable-variabel tingkat kelayaklaksanaan desain. Kelompok variable pertama meliputi: metode yang diterapkan, intensitas penerapan, kemampuan sumberdaya. Kelomok variable ke dua meliputi: banyaknya perubahan terhadap desain da spesifikasi, kualitas perubahan, dampak yang diakibatkan oleh perubahan.

(4)

Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR

238

Unit terkecil dari penelitian ini adalah proyek gedung tinggi perkantoran. Sampel diambil secara purposive dengan kriteria: (1) didesain sepenuhnya oleh konsultan local; (2) proyek telah melalui sekurang-kurangnya 60% progress konstruksi; (3) memiliki data cukup lengkap untuk dilakukan evaluasi.

PEMROSESAN DATA PENGORGANISASIAN DATA

Check list/ kuest Data kualitas penerapan CD Indeks Kuantifikasi Data proses peran cangan Data intensitas penerapan CD Data kemampuan sumberdaya Check list/ kuest Data kuantitas perubahan Indeks kuantifikasi Data proses kon struksi Data kualitas perubahan Check list/ kuest Data resiko

perubahan Indeks kuantifikasi

Data persepsi peren cana Deskripsi spesifik

Gambar 2. Bagan Kerangka Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN

Dua indikator yang dipergunakan untuk melihat persepsi konsultan

kelayaklaksanaan (constructability) desain adalah (McNulty, 1982): (1) tingkat harapan kesesuaian pelaksanaan terhadap desain dan spesifikasi yang telah ditentukan konsultan; (2) bentuk tanggapan konsultan jika terjadi banyak perubahan terhadap d

spesifikasi.

Dari perencana proyek-proyek objek penelitian, 50% mempunyai persepsi positif, 33% netral, 17% negatif. Hal tersebut menunjukkan secara umum kecenderungan perencana mempunyai persepsi positif terhadap kelayaklaksanaan desain. Namun a

positif masih terlalu rendah mengingat kelayaklaksanaan desain sagat penting dalam layanan jasa perencanaan gedung khususnya (Kerzner 1002; Trauner 1993).

Deskripsi kualitas usaha peningkatan kelayaklaksanaan desain didasarkan pada tiga variabel pokok: (1) upaya peningkatan kecermatan desain; (2) upaya peningkatan efisiensi desain; (3) upaya peningkatan efektivitas waktu konstruksi. Pada proyek

Universitas Trisakti

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan ARSITEKTUR

Unit terkecil dari penelitian ini adalah proyek gedung tinggi perkantoran. Sampel diambil engan kriteria: (1) didesain sepenuhnya oleh konsultan local; (2) proyek kurangnya 60% progress konstruksi; (3) memiliki data cukup lengkap

PENGORGANISASIAN DATA HASIL HASIL +

Penggolongan menurut kualitas usaha ______________ Deskripsi kualitas penerapan Penggolongan menurut intensitas penerapan ______________Deskripsi intensitas penerapan ____ Iden Tifikasi awal hu bung an antar varia bel Penggolongan menurut kemampuan sumberdaya ______________Deskripsi kemampuan suberdaya ____ Penggolongan menurut kuantitas perubahan ____ Penggolongan menurut kualitas perubahan ______________Deskripsi tingkat constructability desain ____ Penggolongan menurut resiko perubahan Penggolongan menurut persepsi terhadap CD ______________Deskripsi persepsi konsultan thd constructability desain . Bagan Kerangka Analisis

Dua indikator yang dipergunakan untuk melihat persepsi konsultan terhadap kelayaklaksanaan (constructability) desain adalah (McNulty, 1982): (1) tingkat harapan kesesuaian pelaksanaan terhadap desain dan spesifikasi yang telah ditentukan konsultan; (2) bentuk tanggapan konsultan jika terjadi banyak perubahan terhadap desain dan proyek objek penelitian, 50% mempunyai persepsi positif, 33% netral, 17% negatif. Hal tersebut menunjukkan secara umum kecenderungan perencana mempunyai persepsi positif terhadap kelayaklaksanaan desain. Namun angka 50% persepsi positif masih terlalu rendah mengingat kelayaklaksanaan desain sagat penting dalam layanan jasa perencanaan gedung khususnya (Kerzner 1002; Trauner 1993).

Deskripsi kualitas usaha peningkatan kelayaklaksanaan desain didasarkan pada tiga variabel pokok: (1) upaya peningkatan kecermatan desain; (2) upaya peningkatan efisiensi desain; (3) upaya peningkatan efektivitas waktu konstruksi. Pada proyek-proyek objek

(5)

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR

239

penelitian didapat fakta: mayoritas (75%) perencanaan dilakukan dengan kualits upaya peningkatan kecermatan desain pada tingkat sedang. Hal tersebut menunjukkan kecenderungan konsultan perencana belum mengoptimalkan perhatiannya terhadap kecermatan desain. Terhadap upaya peningkatan efisiensi desain tidak dijumpai konsultan yang melakukan dalam tingkatan kategori tinggi. 58% melakukan dalam kategori sedang, 42% sisanya dalam kategori rendah. Angka-angka di atas menunjukkan kecenderungan penciptaan desain-desain yang efisien belum menjadi motivasi layanan konsultan. Terhadap upaya peningkatan efektivitas waktu konstruksi didapat fakta 42% dalam tingkat kualitas upaya tinggi; 50% sedang; 8% rendah. Angka-angka tersebut menunjukkan kecenderungan konsultan perencana cukup responsible terhadap upaya penciptaan produk desain yang efektif dalam pengelolaan waktu konstruksinya. Secara umum dapat dideskripsikan bahwa kualitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan desain dilakukan pada tingkat kualitas sedang dengan penelakan pada upaya peningkatan efektivitas waktu dan pengabaian upaya peningkatan efisiensi desain.

Deskripsi intensitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan desain didasarkan pada tiga variabel pokok yaitu: (1) intensitas upaya memperkecil kemungkinan perubahan; (2) intensitas upaya peningkatan efisiensi desain; (3) intensitas upaya peningkatan efektivitas waktu konstruksi. Penelitian menunjukkan bahwa intensitas upaya pengingkatan kelayaklaksanaan desain dilakukan pada tingkat intensitas sedang, dengan penekanan pada intensitas upaya peningkatan kecermatan desain dan mengabaikan intensitas upaya peningkatan efisiensi desain.

Deskripsi kemampuan sumberdaya pendukung pada penelitian ini didasarkan pada tiga variabel: (1) kemampuan tim perencana; (2) kemampuan pendanaan; (3) kemampuan peralatan Sedangkan kondisi beban kerja tidak dijadikan variabel pertimbagan karena tidak diperolehnya data historis yang memadai. Pada proyek-proyek objek penelitian, pada umumnya proses desain didukung kemampuan tim perencana, kemampuan pendanaan serta kemampuan peralatan yang cukup.

Deskripsi tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan dilihat dari indikator-indikator: (1) jumlah dan jenis perubahan dari desain dan spesifikasi selama tahap pelaksanaan; (2) tingkat kualitas perubahan; serta (3) dampak yang diakibatkan oleh perubahan tersebut. Dari penelitian didapatkan temuan bahwa tingkat kelayaklaksanan desain-desain yang dihasilkan dominan dalam kategori sedang. Selebihnya dalan kategori tinggi. Tidak ditemukan proyek dengan tingkat kelayaklaksaaan desain rendah.

Dari telaah terhadap proyek objek penelitian menunjukkan bahwa persepsi terhadap kelayaklaksanaan desain mempunyai hubungan positif denan kualitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan selama proses desain. Tingkat persepsi kelayaklaksanaan tidan menunjukkan hubungan dengan intensitas usaha peningkatan kelayaklaksaaan selama proses desain. Tingkat kualitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan menunjukkan hubungan positif dengan tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan. Terdapat hubungan positif antara intensitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan selama tahap desain dengan tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan.

Dari fakta-fakta temuan di atas dapat diinterpretasikan hal-hal sebagai berikut:

− Terdapat sikap perencana yang kurang responsif dengan tuntutan akurasi desain dalam memberikan layanan konsultansi. Forum pembahasan multidisiplin belum berjalan secara optimal. Review desain belum berjalan secara optimal. Value engineering methodology sangat kurang dimanfaatkan selam proses desain.

− Dari segi upaya peningkatan kelayaklaksanaan desain masih perlu peningkatan, terutama dari segi peningkatan efisiensi desain.

− Dari segi sumberdaya pendukung, konsultan-konsultan perencana memiliki kemampuan yang memadai. Namun dengan sistem manajemen yang dikembangka, kemampuan tersebut belum termanfaatkan secara optimal mendukung upaya peningkatan

(6)

Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR

240

kelayaklaksanaan desain, Kondisi kontrak perencana mendorong upaya peningkatan kelayaklaksanan desain. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Persepsi positif perencana terhadap kelaya

proyek objek penelitian ini masih kurang. Kualitas dan intensitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan pada tahap desain belum dilakukan secara optimal. Pada umumnya tahap desain didukung tim perencana, pendanaan serta

rerata tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan pada kategori sedang.

Persepsi perencana terhadap kelayaklaksanaan desain menunjukkan hubungan positif dengan kualitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan selama

terhadap kelayaklaksanaan desain dan intensitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan pada tahap desain tidak menunjukakan adanya hubungan. Antara kualitas upaya dengan tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan menunjukkan

upaya dengan tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan juga menunjukkan adanya hubungan positif. Dalam penelitian ini tidak dapat diidentifikasi hubungan antara kemempuan sumberdaya dengan tingkat kelayaklaksanaan

Rekomendasi

Deskripsi kecenderungan upaya peningkatan kelayaklaksanaan selama tahap desain yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan bagi konsultan untuk melakukan evaluasi dalam rangka peningkatan k

antar variabel dapat digungakan sebagai bahan penyusunan hipoteis penelitian lanjutan tentang kelayaklaksanaan desain.

Upaya peningkatan kelayaklaksanan selama tahap desain secara terus

menjadi perilaku manajemen konsultan desain. Pemerintah, INKINDO, perguruan tinggi serta lembaga-lembaga terkait lainnya perlu menciptakan kondisi kondusif menuju pencapaian tersebut. Prinsip-prinsip layanan desain untuk mengupayakan peningkatan kelayaklaksanaan desain perlu untuk selalu dicantumkan dalam kerangka acuan pekerjaan dari pemberi tugas serta dalam kontrak antara perencana dan pemberi tugas.

Referensi

Chandra, Suriana (1992), “Introduction and Evolution of construction Management and practices”, Jakarta, Makalah Tidak Dipublikasikan.

Glavanich, Thomas (1995), “Improving Constructability During Design Phase” Journal of Architecture Engimeering (ASCE), June.

Heery, George (1975), Time, Cost and Architecture

Lewis, James (1991), Project Planning, Scheduling & Control

Company, Virginia.

McNulty, Alfred P (1982), Management of Small Construction Project

York.

Trauner Jr, Theodore (1993), Managing The Construction Project: A Practical Guide for The Project Manager, John Wiley & Sons Inc, New York.

Universitas Trisakti

Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan ARSITEKTUR

kelayaklaksanaan desain, Kondisi kontrak perencana-pemilik tidak kondusif dalam mendorong upaya peningkatan kelayaklaksanan desain.

Persepsi positif perencana terhadap kelayaklaksanaan desain dalam lingkup proyek-proyek objek penelitian ini masih kurang. Kualitas dan intensitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan pada tahap desain belum dilakukan secara optimal. Pada umumnya tahap desain didukung tim perencana, pendanaan serta kelengkapan peralatan yang baik. Secara rerata tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan pada kategori sedang.

Persepsi perencana terhadap kelayaklaksanaan desain menunjukkan hubungan positif dengan kualitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan selama tahap desain. Antara persepsi terhadap kelayaklaksanaan desain dan intensitas upaya peningkatan kelayaklaksanaan pada tahap desain tidak menunjukakan adanya hubungan. Antara kualitas upaya dengan tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan menunjukkan hubungan positif. Antara intensitas upaya dengan tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan juga menunjukkan adanya hubungan positif. Dalam penelitian ini tidak dapat diidentifikasi hubungan antara kemempuan sumberdaya dengan tingkat kelayaklaksanaan desain yang dihasilkan.

Deskripsi kecenderungan upaya peningkatan kelayaklaksanaan selama tahap desain yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan bagi konsultan untuk melakukan evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja layanannya. Dugaan hubungan antar variabel dapat digungakan sebagai bahan penyusunan hipoteis penelitian lanjutan Upaya peningkatan kelayaklaksanan selama tahap desain secara terus-menerus harus jemen konsultan desain. Pemerintah, INKINDO, perguruan tinggi serta lembaga terkait lainnya perlu menciptakan kondisi kondusif menuju pencapaian prinsip layanan desain untuk mengupayakan peningkatan kelayaklaksanaan ntuk selalu dicantumkan dalam kerangka acuan pekerjaan dari pemberi tugas serta dalam kontrak antara perencana dan pemberi tugas.

Chandra, Suriana (1992), “Introduction and Evolution of construction Management and Tidak Dipublikasikan.

Glavanich, Thomas (1995), “Improving Constructability During Design Phase” Journal of Architecture Engimeering (ASCE), June.

Time, Cost and Architecture, McGraw-Hill, New York.

ng, Scheduling & Control, Probus Publising

Management of Small Construction Project, McGraw-Hill, New

Managing The Construction Project: A Practical Guide for

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2. Bagan Kerangka Analisis

Referensi

Dokumen terkait

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang

Laporan proyek akhir berjudul ” Penggunaan Perkerasan Aspal Recycling pada Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) terhadap Stabilitas Campuran Laston “ telah

kenyataananya terdapat hubungan asimetris pada penerimaan transfer DAU terhadap pendapatan asli daerah, peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah yang tinggi (dari penerimaan

Tanggal Penyerahan SKD (DGT1) atau DGT2 Tahap Kedua 30 November 2017.

The results from this study are 1 managerial ownership had not negative significant influence to earnings management 2 institutional ownership had not negative significant influence

Di dalam penerjemahan terdapat tiga prinsip pokok yaitu tepat (akurat), jelas dan kelamiahan (natural).Maka dari itu, penerjemah yang baik adalah penerjemah yang

Berkaitan dengan hasil survei dan wawancara yang telah dilakukan, peneliti menduga bahwa hanya sebagian kecil dari mitra driver online PT.Gojek Indonesia yang memiliki

(lima) kegiatan belajar, dimana masing kegiatan belajar memuat komponen pent- ing yang membeda dengan modul-modul lain pada umumnya. Kegiatan belajar 1 memuat materi