Gambaran Perawatan Diri Narapidana Wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan
SKRIPSI
Oleh Leliana Sijabat
111101034
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Gambaran Perawatan Diri Narapidana Wanita di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan
Nama : Leliana Sijabat NIM : 111101034
Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2015
Abstrak
Narapidana sangat rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit karena kehidupan di dalam lapas jauh dari kelayakan khususnya narapidana wanita yang mempunyai kebutuhan pelayanan kesehatan khusus karena kerentanan dan kelemahan mereka, sehingga untuk dapat mempertahankan kesehatannya narapidana perlu melakukan perawatan diri.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perawatan diri narapidana wanita di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2015 yang melibatkan 78 orang narapidana wanita dengan metode pengambilan sampel accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana wanita yaitu sebanyak 76 orang (97,4%) memiliki perawatan diri yang baik dan perawatan diri cukup baik sebanyak 2 orang (2,6%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa narapidana memiliki personal hygiene yang baik sebanyak 76 orang (97,4%), aktivitas toileting yang baik sebanyak 74 orang (94,9%), aktivitas berhias yang baik sebanyak 52 orang (66,7%), dan makan yang baik sebanyak 71 orang (91%). Dengan perawatan diri yang baik narapidana wanita tetap dalam kondisi kesehatan yang baik meskipun dengan berbagai kondisi dan masalah yang ada di lapas. Saran untuk lembaga pemasyarakatan agar semakin meningkatkan penyediaan fasilitas perawatan diri yang ada di lapas dan diberikan secara merata kepada narapidana.
Title of the Thesis : Description of Female Prisoners’ Self-Care at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan
Name of Student : Leliana Sijabat Std. ID Number : 111101034
Program : S1 (Undergraduate) Nursing
Academic Year : 2015
Abstract
A prisoner is very susceptible to various kinds of disease since life in a penitentiary is far from suitability, especially female prisoners who need specific health care because of their vulnerability and frailty so that they have to take care of themselves to keep them healthy. The objective of the research was to identify female prisoners’ self-care at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, by using descriptive approach. The samples consisted of 78 female prisoners as the respondents, taken by using accidental sampling technique in April, 2015. The result of the research showed that 76 respondents (97.4%) had good self-care while 2 respondents (2.6%) had moderate self-care. It was also found that 76 respondents (97.4%) had good personal hygiene, 74 respondents (94.9%) had good toileting activity, 52 respondents (66.7%) had good make-ups, and 71 respondents (91%) had good health condition. By taking care of themselves (self-care), female prisoners seemed to be in good health condition, regardless of facing various problems in the penitentiary. It is recommended that the management of the penitentiary improve the self-care facility in the penitentiary and distribute it equally to female prisoners.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah Bapa di surga karena berkat dan kasih
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Gambaran Perawatan Diri Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Wanita Tanjung Gusta Medan”.
Selama mengerjakan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keperawatan Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, Ibu
Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit,
S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin Ahmad
Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III.
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu dan memberi saran serta kritik yang bermanfaat
kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Nurbaiti, S.Kep, Ns, M.Biomed selaku dosen penguji I, Ibu Wardiyah
Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II yang bersedia menguji
saya dan memberikan masukan untuk perbaikan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Diah Arrum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen Fakultas Keperawatan
yang telah menguji validitas kuesioner perawatan diri serta memberikan
5. Kepada seluruh dosen Fakultas Keperawatan yang telah mendidik penulis
selama proses perkuliahan dan staf non akademik yang telah membantu
memfasilitasi secara administrasi.
6. Seluruh keluarga tercinta, Ayahanda M.Sijabat, Ibunda T.Silitonga, serta
saudara-saudara saya (Kristina Magdalena, Marlina, Roy Valdo, Boi
Frando, dan abang ipar Pantun Napitupulu) atas setiap dukungan doa, daya
dan dana yang diberikan.
7. Saudara KTB saya “PAMEL VERCHIEL” (Priskila Milala, Ernawati
Sitorus, dan Marista Rajagukguk), adik-adik KK “The Archangel”
(Agustina, Ayu, Destri, Mery, Meylin, Rina, Widya), dan teman-teman
koordinasi UKM KMK USU UP FKEP, serta teman-teman Mikha kost
(Rea, Maria, Yanti, Leny, Naomi) terima kasih untuk doa dan semangat
yang diberikan.
8. Teman-teman seperjuangan (Melina, Sri, Clara, Rita, Bertua, Tetty, Renta,
Jernita, Inne) dan teman-teman Fkep stambuk 2011 terimakasih untuk
bantuan dan semangat yang telah diberikan.
9. Pihak Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan yang telah
memberikan saya izin untuk melakukan penelitian dan memberikan
informasi terkait dengan penelitian.
10.Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per
Biarlah Tuhan yang mencurahkan berkat dan kasih-Nya kepada pihak
yang telah membantu penulis menyelesaikanskripsi ini, dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi dunia keperawatan.
Medan, Juni 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
1.4 Manfaat penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Perawatan diri ... 9
2.1.1 Definisi perawatan diri ... 9
2.1.2 Tujuan perawatan diri ... 9
2.1.3 Jenis-jenis perawatan diri ... 10
2.1.3.1 Personal hygiene ... 10
2.1.3.2 Toileting ... 19
2.1.3.3 Berhias ... 19
2.1.3.4 Makan ... 20
2.1.4 Jenis perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaan ... 20
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik hygiene ... 21
2.1.6 Dampak perawatan diri ... 24
2.2 Narapidana wanita ... 25
2.2.1 Definisi narapidana wanita ... 25
2.2.2 Perawatan diri narapidana ... 25
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 29
3.1 Kerangka konseptual ... 29
3.2 Definisi operasional ... 29
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 32
4.1 Desain penelitian ... 32
4.2 Populasi, sampel, dan teknik sampling ... 32
4.3 Lokasi dan waktu penelitian ... 33
4.4 Pertimbangan etik ... 34
4.5 Instrumen penelitian ... 35
4.7 Pengumpulan data ... 37
4.8 Analisa data ... 38
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
5.1 Hasil penelitian ... 40
5.1.1 Karakteristik demografi responden ... 40
5.1.2 Perawatan diri narapidana wanita ... 42
5.2 Pembahasan ... 44
5.2.1 Perawatan diri narapidana wanita ... 44
5.2.1.1 Personal hygiene ... 49
5.2.1.2 Toileting ... 52
5.2.1.3 Berhias ... 53
5.2.1.4 Makan ... 56
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
6.1 Kesimpulan ... 58
6.2 Saran ... 58
6.3 Keterbatasan penelitian ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN ... 64
1. Informed consent ... 65
2. Instrumen penelitian ... 66
3. Jadwal tentatif ... 71
4. Taksasi dana ... 72
5. Hasil uji validitas ... 73
6. Hasil uji reliabilitas ... 77
7. Master tabel ... 79
8. Hasil pengolahan data ... 87
9. Lembar persetujuan validitas ... 104
10.Surat etik penelitian ... 105
11.Surat izin survei awal ... 106
12.Surat izin reliabilitas dan pengambilan data ... 109
13.Surat selesai penelitian ... 111
14.Surat terjemahan abstrak ... 113
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 30
Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik narapidana
wanita di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan ... 41
Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi dan persentase perawatan diri narapidana wanita di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan ... 42
DAFTAR SKEMA
Judul : Gambaran Perawatan Diri Narapidana Wanita di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan
Nama : Leliana Sijabat NIM : 111101034
Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2015
Abstrak
Narapidana sangat rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit karena kehidupan di dalam lapas jauh dari kelayakan khususnya narapidana wanita yang mempunyai kebutuhan pelayanan kesehatan khusus karena kerentanan dan kelemahan mereka, sehingga untuk dapat mempertahankan kesehatannya narapidana perlu melakukan perawatan diri.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perawatan diri narapidana wanita di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2015 yang melibatkan 78 orang narapidana wanita dengan metode pengambilan sampel accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana wanita yaitu sebanyak 76 orang (97,4%) memiliki perawatan diri yang baik dan perawatan diri cukup baik sebanyak 2 orang (2,6%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa narapidana memiliki personal hygiene yang baik sebanyak 76 orang (97,4%), aktivitas toileting yang baik sebanyak 74 orang (94,9%), aktivitas berhias yang baik sebanyak 52 orang (66,7%), dan makan yang baik sebanyak 71 orang (91%). Dengan perawatan diri yang baik narapidana wanita tetap dalam kondisi kesehatan yang baik meskipun dengan berbagai kondisi dan masalah yang ada di lapas. Saran untuk lembaga pemasyarakatan agar semakin meningkatkan penyediaan fasilitas perawatan diri yang ada di lapas dan diberikan secara merata kepada narapidana.
Title of the Thesis : Description of Female Prisoners’ Self-Care at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan
Name of Student : Leliana Sijabat Std. ID Number : 111101034
Program : S1 (Undergraduate) Nursing
Academic Year : 2015
Abstract
A prisoner is very susceptible to various kinds of disease since life in a penitentiary is far from suitability, especially female prisoners who need specific health care because of their vulnerability and frailty so that they have to take care of themselves to keep them healthy. The objective of the research was to identify female prisoners’ self-care at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, by using descriptive approach. The samples consisted of 78 female prisoners as the respondents, taken by using accidental sampling technique in April, 2015. The result of the research showed that 76 respondents (97.4%) had good self-care while 2 respondents (2.6%) had moderate self-care. It was also found that 76 respondents (97.4%) had good personal hygiene, 74 respondents (94.9%) had good toileting activity, 52 respondents (66.7%) had good make-ups, and 71 respondents (91%) had good health condition. By taking care of themselves (self-care), female prisoners seemed to be in good health condition, regardless of facing various problems in the penitentiary. It is recommended that the management of the penitentiary improve the self-care facility in the penitentiary and distribute it equally to female prisoners.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sehat merupakan kebutuhan dasar manusia. Untuk mencapai kondisi sehat
langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan melakukan perawatan diri.
Orem (1991) mendeskripsikan perawatan diri sebagai tindakan yang
berkesinambungan yang diperlukan dan dilakukan oleh orang dewasa untuk
mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Banyak gangguan
kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan diri
dengan baik. Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut segala segi
kehidupan masyarakat dan berlangsung pada setiap individu tak terkecuali para
narapidana. Narapidana yang tinggal di lembaga pemasyarakatan(lapas) juga
merupakan anggota masyarakat yang mempunyai hak yang sama dengan anggota
masyarakat lainnya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Saat ini hampir seluruh lapas di Indonesia mengalamiover capacity (kelebihan
muatan).Narapidana terkadang harus tidur bertumpuk-tumpuk karena sel penuh
sesak. Berdasarkan data dari Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia (2014), jumlah napi dan tahanan di Indonesia saat ini
sebanyak 160.231 orang dengan rincian napi 109.695 orang dan tahanan 50.536
orang. Jumlah ini tidak seimbang dengan kapasitas penjara 109.011 orang
sehingga terjadi over capasity hingga 47%. Secara global, narapidana wanita
meningkat dengan cepat dan jauh lebih besar daripada laki-laki. Pada tahun 2005,
di seluruh dunia pernah terjadi lebih dari setengah juta perempuan dan anak putri
ditahan di lapas. Sekitar 1,5 juta orang akan dipenjarakan sepanjang tahun
(UNODC, 2008). Dampak dari over capasity yaitu buruknya kondisi kesehatan
dan suasana psikologis narapidana, mudah terjadinya konflik antar penghuni,
meningkatnya ketidakpuasan penghuni, pembinaan tidak berjalan sesuai ketentuan
dan terjadi pemborosan anggaran akibat meningkatnya konsumsi air, listrik,
makanan dan pakaian (Nastami, 2012).
Napi wanita mempunyai kebutuhan pelayanan kesehatan khusus dan
merupakan salah satu populasi unik pada lapas yang memiliki masalah kesehatan
karena kerentanan dan kelemahan mereka. Isu kemiskinan, reproduksi, dan
keluarga sangat kental pada narapidana perempuan. Sebelum ditahan para
narapidana berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah yang memiliki
keterbatasan mendapatkan pelayanan kesehatan.Pelayanan kesehatan yang selama
ini diberikan juga belum cukup maksimal dan tidak efektif untuk memenuhi
kebutuhan narapidana perempuan sebab sistem pelayanan di lapas dirancang dan
dikembangkan untuk pria.
Narapidana wanita juga sangat rentan terhadap serangan berbagai macam
penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, HIV, hipertensi, gangguan jiwa,
penyakit kecanduan, dan hepatitis (Glaser & Griefinger, 1993; Weisbuch, 1991
dalam Marshall et al, 2000). Hal ini disebabkan oleh kehidupan di dalam lapas
memang jauh dari kelayakan. Kondisi lapas dari segi sarana dan prasarana, hunian
kebutuhan toilet yang masih terbatas membuat penghuni sulit untuk menciptakan
kondisi higienis bagi diri mereka sendiri sehingga membuat mereka mudah
terpapar infeksi menular selama berada di dalam lapas. Kebutuhan dasar
perempuan seperti barang-barang untuk kebersihan menstruasi (pembalut, kain
saniter yang bersih) sering tidak terpenuhi (UNODC, 2008). Tingkat kesehatan
narapidana yang buruk merupakan suatu konsekuensi logis yang pasti dialami
oleh narapidana (Wirawan, Nurullita, & Astuti, 2011).
Hasil laporan data kesehatan tahun 2006 dan 2007 yang diterima Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan menunjukkan bahwa penyakit kulit menempati urutan
pertama dari 10 besar penyakit di lapas dan rutan seluruh Indonesia. Herpes
merupakan salah satu penyakit kulit yang sering terjadi di lapas. Di Lapas Wanita
Klas IIA Semarang, berdasarkan data dari bagian administratif kesehatan tahun
2009, 80% dari jumlah total 176 warga binaan mempunyai riwayat menderita
penyakit herpes simplek (Wirawan dkk, 2011).Zulfah (2008) menemukan bahwa
narapidana menderita penyakit kulit berkaitan dengan perilaku yang mereka
lakukan sebelum masuk atau selama mendekam di lapas. Penularan penyakit kulit
terjadi karena sanitasi yang kurang baik, air bersih sulit diperoleh, dan perilaku
napi yang kurang bersih. Sel yang kotor dan pengap juga turut berperan. Hasil
rekapan di klinik kesehatan Lapas Klas IIA Kupang, diketahui pada tahun 2008
urutan teratas penyakit yang sering diderita adalah penyakit kulit yakni sebanyak
1903 kasus dan tahun 2009 masih yang tertinggi yakni sebanyak 1729 kasus
Praktek personal hygiene narapidana penderita penyakit kulit yang buruk
ditunjukkan pada item frekuensi mandi, pemakaian sabun saat mandi, penggunaan
alat makan secara bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu, mengganti pakaian, dan
meminjam/ meminjamkan pakaian dan handuk kepada orang lain. Berdasarkan
hasil wawancara terhadap ketiga orang narapidana, diketahui bahwa seorang
narapidana mandi satu kali sehari, banyak atau sedikit air yang ada tidak
mempengaruhinya dalam berperilaku mandi. Narapidana tersebut beranggapan
bahwa jika mandi dua atau tiga kali dalam sehari maka badannya akan menjadi
lemah dan tidak kuat dalam bekerja. Dua orang narapidana lainnya mengatakan
bahwa mereka mandi satu kali dalam sehari karena air bersih yang terbatas dan
harus mengantri untuk mengambil air. Tidak hanya masalah mandi, narapidana
juga sering meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk kepada orang lain.
Sudah menjadi hal yang wajar bila sesama teman sekamar pinjam-meminjam
pakaian dan handuk di latar belakangi oleh rasa setia kawan karena tidak enak
menolak permintaan teman sekamar. Alasan lain juga karena persediaan baju yang
minim, sehingga lebih mudah meminjam baju teman sekamar. Narapidana juga
mengatakan bahwa di dalam kamarnya hanya terdapat satu buah handuk saja.
Handuk tersebutlah yang mereka gunakan beramai-ramai setiap harinya
(Astriyanti dkk, 2010).
Tidak hanya masalah personal hygiene, lapas di Indonesia saat ini kebanyakan
belum dapat memenuhi standar makanan yang baik bagi penghuni, sehingga
banyak penghuni yang lebih memilih membeli makanan daripada memakan
makan di lapas tersebut gizinya kurang memadai dan rasanya tidak
enak.Narapidana wanita dapat menerima makanan dari luar lapas setelah terlebih
dahulu mendapat izin dan diperiksa oleh petugas lapas, tetapi seringkali hal ini
dapat memicu kecemburuan sosial dan pertengkaran antara sesama narapidana,
sehingga menurut kepala bidang pembinaan kadang ada beberapa orang
narapidana wanita yang ketahuan mencuri makanan narapidana wanita lainnya
(Nelli, 2003).
Pada kenyataannya masih terdapat kasus mengenai penyediaan makanan di
lapas yang kurang layak. Hal ini terjadi di Lapas Kajhu di Aceh (2010), ratusan
napi melakukan protes keras dengan merobohkan jeruji besi pembatas ruang
tahanan. Mereka melakukan aksi mogok makan dan menyampaikan keluh kesah
mereka perihal ketersediaaan air dan jam makan napi yang selalu molor. Selain
itu menurut berita VivaNews, di Lapas Nusa Kambangan, beberapa napi mencari
makanan tambahan di luar jatah makanan. Beruntung napi di lapas ini beraktivitas
atau bekerja di alam bebas. Mereka mencari bekicot dan simping karena anggaran
dana untuk makan para napi hanya Rp.8000 per hari sehingga memaksa para napi
harus beradaptasi dan cerdik dalam menyusun menu untuk memenuhi gizi mereka
meskipun itu sangat mustahil. Menurut Suhendar, salah satu tahanan politik di
Nusa Kambangan, pada tahun 1966 silam, terdapat beberapa kejadian kematian
tahanan yang sebagian besar meninggal karena kelaparan. Kasus serupa juga
terjadi di Lapas Nabire Papua pada bulan Juni 2010 (Avil, 2015).
Lapas juga mengalami kekurangan ruang untuk napi seperti kamar mandi dan
ruang tahanan. Tidak heran jika para penghuni lapas harus antri panjang untuk
menggunakan sarana tersebut. Daryanto (2011, dalam Wardoyo, 2011)
mengatakan bahwa kondisi Lapas Sragen sangat tidak layak. Kondisi kamar
tahanan, kamar mandi hingga ruangan semuanya sangat tidak memenuhi syarat,
antara toilet dan ruang tahanan tidak ada pembatas dan dibiarkan terbuka. Tidak
hanya di Lapas Sragen, keadaan kamar mandi Rutan Pondok Bambu juga
mengalami permasalahan yang sama, pembatas kamar mandi sangat rendah
sehingga semua orang dapat melihat saat narapidana mandi. Ruang kamar mandi
juga sangat sempit hanya terdiri dari beberapa petak dan berdempetan sehingga
para narapidana sulit untuk membersihkan diri (Putri, 2014).
Hal ini membuat para napi kesulitan untuk buang air besar. Seorang tahanan
mengatakan, banyaknya tahanan dalam satu kamar menyebabkan narapidana
kesulitan buang air besar karena pada saat buang air besar narapidana harus antri
(Putri, 2014). Di dalam kamar tahanan yang dihuni 60 jiwa maupun 106 jiwa
tahanan hanya ada sebuah WC dan di depan kamar tahanan ada beberapa WC dan
kamar mandi yang semi terbuka. Sebagai contoh di Lapas Tasikmalaya sebuah sel
ukuran 6x4 meter memiliki satu kamar mandi yang diproyeksikan untuk 12 orang
namun saat itu diisi oleh 32 orang.Berbagai masalah dan kondisi di lapastentu
mempengaruhi bagaimana perawatan diri narapidana wanita.
Hasil wawancara dan survei awal yang dilakukan pada tanggal 19 dan 20
November 2014 dengan petugas dan narapidana di Lapas Klas IIA Wanita
Tanjung Gusta Medan saat ini jumlah narapidana dan tahanan 485 orang, dengan
sangat tidak seimbang dengan kapasitas penjara 150 orang, terjadi over capasity
hingga tiga kali lipat. Warga binaan mempunyai kebiasaan mandi 1 kali sehari
dengan perlengkapan mandi milik pribadi dan air dibagi 1 ember per orang,
makan 3 kali sehari.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang gambaran perawatan diri narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan
Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran perawatan diri narapidana wanita di Lapas Klas IIA
Wanita Tanjung Gusta Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum adalah untuk mengidentifikasi perawatan diri narapidana
wanita di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1Mengidentifikasi personal hygiene narapidana wanita di Lapas Klas IIA
Wanita Tanjung Gusta Medan
1.3.2.2Mengidentifikasi toileting narapidana wanita di Lapas Klas IIA Wanita
Tanjung Gusta Medan
1.3.2.3Mengidentifikasi berdandan/ berhias narapidana wanita di Lapas Wanita
1.3.2.4Mengidentifikasi makan narapidana wanita di Lapas Klas IIA Wanita
Tanjung Gusta Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau informasi
tambahan bagi mahasiswa keperawatan tentang perawatan diri narapidana wanita
di lembaga pemasyarakatan
1.4.2 Praktik Keperawatan
Sebagai informasi bagi profesi keperawatan agar dapat meningkatkan
pelayanan keperawatan di lembaga pemasyarakatan
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Sebagai data awal bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perawatan Diri
2.1.1 Definisi Perawatan Diri
Perawatan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2009).
Menurut Depkes (2000, dalam Scribd, 2011) perawatan diri adalah salah satu
kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya, seseorang dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri. Perawatan diri berorientasi pada manusia,
lingkungan, kesehatan, dan keperawatan yang saling mempengaruhi (Meleis,
2007 dalam Herlina, 2013). Penyakit mungkin saja teratasi dengan upaya
pengobatan. Akan tetapi, tanpa perawatan penyakit itu akan tetap ada dan kondisi
sehat tidak akan tercapai (Asmadi, 2008). Jadi, perawatan diri adalah suatu
kemampuan dasar manusia dalam merawat dirinya sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatannya.
2.1.2 Tujuan perawatan diri
Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan
diri, baik secara sendiri maupun dengan menggunakan bantuan, dapat melatih
kesehatan dan kebersihan, serta menciptakan penampilan yang sesuai dengan
kebutuhan kesehatan. Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat dilakukan untuk
menghilangkan kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi
darah, dan mempertahankan integritas pada jaringan (Alimul, 2009).
Perawatan diri juga bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
seseorang, memelihara kebersihan diri, memperbaiki personal hygiene yang
kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri, dan menciptakan
keindahan (Tarwoto & Wartonah, 2003). Perawatan diri ini menggambarkan dan
menjelaskan manfaat perawatan diri guna mempertahankan hidup, kesehatan, dan
kesejahteraannya. Jika dilakukan secara efektif, upaya perawatan diri dapat
memberi kontribusi bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia
(Asmadi, 2008).
2.1.3 Jenis-jenis perawatan diri
2.1.3.1 Personal hygiene/ kebersihan diri
Higiene adalah ilmu kesehatan. Personal hygiene berasal dari bahasa
Yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat.
Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah,
2010). Cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka disebut
higiene perorangan (Potter & Perry, 2005). Secara umum kebersihan diri/ mandi
sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan
mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
Tujuan mandi menurut Potter & Perry (2005):
1. Membersihkan kulit: pembersihan mengurangi keringat, beberapa bakteria,
sebum, dan sel kulit yang mati, yang meminimalkan iritasi kulit dan mengurangi
kesempatan infeksi.
2. Stimulasi sirkulasi: sirkulasi yang baik ditingkatkan melalui penggunaan air
hangat dan usapan yang lembut pada ekstremitas
3. Peningkatan citra diri: mandi meningkatkan relaksasi dan perasaan segar kembali
dan kenyamanan
4. Pengurangan bau badan: sekresi keringat yang berlebihan dari kelenjar aprokin
berlokasi di area aksila dan publik menyebabkan bau badan yang tidak
menyenangkan. Mandi dan penggunaan antiperspiran meminimalkan bau.
5. Peningkatan rentang gerak: gerakan ekstremitas selama mandi mempertahankan
fungsi sendi.
Potter & Perry (2005) dan Alimul (2009) menyatakan kebersihan diri meliputi:
1. Perawatan kulit
Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat melindungi
tubuh dari berbagai kuman atau trauma, sehingga diperlukan perawatan yang
adekuat (cukup) dalam mempertahankan fungsinya. Sebagai bagian dari organ
pelindung, kulit secara anatomis terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan epidermis
a. Melindungi tubuh dari masuknya berbagai kuman atau trauma jaringan bagian
dalam yang juga dapat membantu menjaga keurtuhan kulit
b. Mengatur keseimbangan suhu tubuh dan membantu produksi keringat serta
penguapan.
c. Sebagai alat peraba yang dapat membatu tubuh menerima rangsangan dari luar
melalui baru rasa sakit, sentuhan, tekanan, atau suhu.
d. Sebagai alat ekskresi keringat melalui pengeluaran air, garam dan nitrogen
e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit yang bertugas mencegah
pengeluaran cairan tubuh secara berlebihan.
f. Memproduksi dan menyerap vitamin D sebagai penghubung atau pemberi vitamin
D dari sinar ultraviolet matahari.
Kulit juga berfungsi sebagai pertukaran oksigen, nutrisi, dan cairan
dengan pembuluh darah yang berada dibawahnya; mensintesa sel baru; dan
mengeliminasi sel mati, sel yang tidak berfungsi. Sel-sel integumen memerlukan
nutrisi dan hidrasi yang cukup untuk menahan cedera dan penyakit. Sirkulasi yang
adekuat penting untuk memelihara kehidupan sel. Selama kulit masih utuh dan
sehat, fungsi fisiologisnya masih optimal (Potter & Perry ,2005).
Usaha untuk membersihkan kulit dapat dilakukan dengan cara mandi 2
kali sehari secara teratur (Alimul, 2009). Gunakan sabun yang tidak bersifat
iritatif, sabuni seluruh tubuh terutama area lipatan kulit seperti sela-sela jari,
ketiak, belakang telinga, dan lain-lain. Jangan gunakan sabun mandi untuk wajah.
Segera keringkan tubuh dengan handuk dari wajah, tangan, badan hingga kaki.
kondisi/keadaan lingkungan.
2. Perawatan kuku dan kaki
Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam
mempertahankan perawatan diri karena berbagai kuman dapat masuk ke dalam
tubuh melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat
dan bersih. Secara anatomis kuku terdiri atas dasar kuku, badan kuku, dinding
kuku, kantung kuku, akar kuku, dan lunula. Kondisi normal kuku ini dapat terlihat
halus, tebal kurang lebih 0,5 mm, transparan, dasar kuku berwarna merah muda
(Potter & Perry, 2005). Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus
untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat
digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Seringkali, orang tidak
sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau ketidaknyamanan.
Masalah dihasilkan karena perawatan yang salah atau kurang terhadap kaki dan
tangan seperti menggigit kuku atau pemotongan yang tidak tepat, pemaparan
dengan zat-zat kimia yang tajam, dan pemakaian sepatu yang tidak pas.
Ketidaknyamanan dapat mengarah pada stres fisik dan emosional.
Kaki penting untuk kesehatan fisik dan emosional. Nyeri pada kaki dapat
menyebabkan seseorang berjalan berbeda, yang menyebabkan ketegangan pada
kelompok otot yang bebeda. Banyak orang harus berjalan atau berdiri nyaman
untuk melakukan pekerjaan mereka dengan efektif.
Masalah/ gangguan pada kuku:
a. Ingrown nail, kuku tangan yang tidak tumbuh-tumbuh dan dirasakan sakit pada
b. Paronychia, radang di sekitar jaringan kuku.
c. Ram’s horn nail, gangguan kuku yang ditandai pertumbuhan yang lambat disertai
kerusakan dasar kuku atau infeksi.
d. Bau tidak sedap, reaksi mikroorganisme yang menyebabkan bau tidak sedap.
Cara-cara dalam merawat kuku antara lain: jangan memotong kuku terlalu
pendek dan kuku jari kaki dipotong dalam bentuk lurus, jangan membersihkan
kotoran dibalik kuku dengan benda tajam sebab akan merusak jaringan dibawah
kuku, potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan, khusus untuk jari
sebaiknya kuku dipotong segera setelah mandi atau direndam, jangan menggigit
kuku karena akan merusak bagian kuku.
3. Perawatan mulut
Mulut, atau bukal, rongga yang terdiri dari bibir sekitar pembukaan mulut,
leher sepanjang sisi dinding rongga, lidah dan ototnya dan langit-langit mulut
bagian depan dan belakang yang membentuk akar rongga. Mukosa mulut secara
normal berwarna merah muda terang dan basah. Gigi berfungsi untuk mengunyah.
Higiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan
bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel makanan, plak, dan
bakteri; memasase gusi; dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari
bau dan rasa yang tidak nyaman. Flossing membantu lebih lanjut dalam
mengangkat plak dan tartar di antara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dan
infeksi. Higiene mulut yang lengkap memberikan rasa sehat dan selanjutnya
menstimulus nafsu makan. Higiene mulut yang baik termasuk kebersihan,
penyakit mulut dan kerusakan gigi. Perawatan mulut harus diberikan teratur dan
setiap hari. Frekuensi tindakan higiene bergantung pada kondisi rongga mulut
klien. Tidak makan makanan yang terlalu manis atau asam, tidak menggunakan
gigi untuk menggigit dan mencongkel benda keras, gosok gigi, membersihkan
dengan serat (flossing), dan perlu pembersihan yang tepat, serta memeriksakan
gigi secara teratur setiap 6 bulan sekali. Gosok gigi dengan teliti sedikitnya 4 kali
sehari (setelah makan dan khususnya sebelum tidur) adalah dasar program higiene
mulut yang efektif.
Masalah umum mulut:
a. Karies gigi (lubang) merupakan masalah mulut paling umum dari orang muda.
Perkembangan lubang merupakan proses patologi yang melibatkan kerusakan
email gigi pada akhirnya melalui kekurangan kalsium. Selanjutnya dengan
berkembangnya lubang, gigi menjadi kecoklatan atau kehitaman.
b. Penyakit periodontal (pyorrhea): paling sering terjadi pada orang usia lebih dari
35 tahun. Penyakit ini adalah penyakit jaringan sekitar gigi, seperti peradangan
membran periodontal atau ligamen periodontal.
c. Halitosis (bau napas) merupakan akibat higiene mulut yang buruk, pemasukan
makanan tertentu, atau proses infeksi atau penyakit. Higiene mulut yang tepat
dapat mengeliminasi bau kecuali penyebabnya adalah kondisi sistemik seperti
penyakit liver atau diabetes.
d. Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan
pengiritasi, seperti tembakau; defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus, atau
e. Gingivitis adalah peradangan gusi, biasanya karena higiene mulut yang buruk atau
terjadi tanda leukemia, defisiensi vitamin, atau diabetes melitus.
4. Perawatan rambut
Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi
serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat
diidentifikasi. Secara anatomis, rambut terdiri atas bagian batang, akar rambut,
sarung akar, folikel rambut, serta kelenjar sebasea. Penampilan dan kesejahteraan
seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai
rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan mencegah klien untuk memelihara
perawatan rambut sehari-hari.
Menyikat, menyisir, dan bersampo adalah cara-cara dasar higienis untuk
semua klien. Klien juga harus diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan.
Pertumbuhan, distribusi, dan pola rambut dapat menjadi indikator status kesehatan
umum. Perubahan hormonal, stres emosional maupun fisik, penuaan, infeksi, dan
penyakit tertentu atau obat-obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut.
Rambut yang tidak bercahaya, kusut, kotor mengindikasikan perawatan rambut
yang tidak tepat. Rambut yang tidak disisir mungkin karena kurangnya minat,
depresi, atau ketidakmampuan fisik untuk merawat rambut. Penyikatan yang
sering membantu mempertahankan kebersihan rambut dan mendistribusi minyak
secara merata sepanjang helai rambut. Penyisiran hanya membentuk gaya rambut
dan mencegah rambut kusut.
Klien yang mampu melakukan perawatan diri harus dimotivasi untuk
memiliki kecenderungan menjadi kering, maka mungkin diperlukan penyisiran
sehari-hari, penyikatan yang lembut, dan aplikasi produk pelembab. Frekuensi
bersampo tergantung rutinitas pribadi sehari-hari dan kondisi rambut. Jika klien
mampu untuk mandi, biasanya rambut dapat dikeramas tanpa kesulitan.
Pencukuran rambut yang berada di bagian wajah dapat dilakukan setelah mandi
atau bersampo. Cara perawatan rambut yaitu: cuci rambut 1-2 kali seminggu
(sesuai kebutuhan) dengan memakai sampo yang cocok, pangkas rambut agar
terlihat rapi, gunakan sisir yang bergigi besar untuk merapikan rambut keriting
dan olesin rambut dengan minyak, jangan gunakan sisir yang bergigi tajam karena
bisa melukai kulit kepala, pijat-pijat kulit kepala pada saat mencuci rambut untuk
merangsang pertumbuhan rambut, pada jenis rambut ikal dan keriting sisir rambut
mulai dari bagian ujung hingga kepangkal dengan pelan dan hati-hati.
Masalah/gangguan pada rambut: ketombe, kutu, botak (alopecia), radang pada
kulit di rambut (seborrheic dermatitis) (Potter & Perry, 2005).
5. Perawatan mata, telinga dan hidung
Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena
secara terus-menerus dibersihkan air mata, dan kelopak mata dan bulu mata
mencegah masuknya partikel asing. Seseorang hanya perlu memindahkan kotoran
mata/ sekresi kering yang terkumpul pada kantus sebelah dalam atau bulu mata,
melindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran, dan bila menggunakan
kacamata hendaklah selalu dipakai. Pembersihan mata dilakukan selama mandi
dan melibatkan pembersihan dengan waslap bersih yang dilembabkan ke dalam
dari pengeluaran ke dalam kantung lakrimal. Tekanan langsung jangan digunakan
di atas bola mata karena dapat menyebabkan cedera serius.
Higiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran bila
substansi lilin atau benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, yang
mengganggu konduksi udara. Khususnya pada lansia rentan terkena masalah ini.
Membersihkan telinga merupakan bagian rutin dalam kegiatan mandi. Bila ada
kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara pelan-pelan, dan jangan
menggunakan peniti atau jepitan rambut untuk membersihkan kotoran telinga
karena dapat merusak gendang telinga.
Hidung memberikan indera penciuman tetapi juga memantau temperatur dan
kelembaban udara yang dihirup serta mencegah masuknya partikel asing kedalam
sistem pernapasan. Secara tipikal, perawatan higienis hidung adalah sederhana.
Mengangkat sekresi hidung secara lembut dengan membersihkan ke dalam
dengan tisu lembut menjadi higiene harian yang diperlukan. Jangan mengeluarkan
kotoran dengan kasar atau dengan jari karena mengakibatkan tekanan yang dapat
mengiritasi mukosa hidung, jaga agar lubang hidung tidak kemasukan air atau
benda kecil sebab nantinya dapat terhisap dan menyumbat jalan nafas serta
menyebabkan luka pada membran mukosa. Perdarahan hidung adalah tanda kunci
dari pengeluaran yang kasar, iritasi mukosa, atau kekeringan.
6. Perawatan alat kelamin
Perawatan diri pada alat kelamin yang dimaksud adalah pada alat kelamin
perempuan, yaitu perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri atas mons
(sebuah jaringan erektil yang serupa dengan penis laki-laki); kemudian bagian
yang terkait di sekitarnya, seperti uretra, vagina, perenium, dan anus. Umumnya
wanita lebih suka melakukannya sendiri tanpa bantuan orang apabila mereka
masih mampu secara fisik.
2.1.3.2 Toileting (BAK/BAB)
Kegiatan toileting yang normal adalah adanya dorongan dan keinginan
individu untuk melakukan eliminasi sisa metabolisme (menstruasi, urin, dan
defekasi) dan membersihkan diri setelahnya secara mandiri tanpa bantuan setiap
harinya. Toileting meliputi kemampuan dalam mendapatkan jamban/ kamar kecil,
duduk atau bangkit dari jamban, melepaskan dan memakai kembali pakaian untuk
toileting, membersihkan diri setelah BAB/ BAK dengan tepat, dan menyiram
toilet atau kamar kecil (Fitria, 2009).
2.1.3.3 Berhias
Berhias terdiri dari kemampuan mengambil pakaian dari lemari dan
menaruhnya kembali, menanggalkan/melepaskan pakaian, mengenakan pakaian
dalam, mengancing baju dan celana (resleting dan kancing), menggunakan kaos
kaki, menggunakan alat tambahan, memperoleh atau menukar pakaian, memilih
pakaian, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, dan
mengenakan sepatu secara tepat sesuai dengan iklim dan kondisi sosial (Fitria,
2009). Dan seluruh kegiatan ini tergantung pada kesukaan dan budaya seseorang.
yang penting dari kerapian. Sedangkan untuk pria mencukur merupakan sesuatu
yang penting sekali bagi penampilan dan harga diri mereka.
2.1.3.4 Makan
Individu memiliki kemampuan menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat
tambahan, mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan
dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut,
melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat,
mengambil cangkir atau gelas, dan mencerna cukup makanan dengan makanan ,
serta berdoa sebelum makan (Fitria, 2009).
2.1.4 Jenis perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaan
Jenis perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaannya (Alimul, 2009):
1. Perawatan dini hari
Perawatan dini hari merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu
bangun tidur, untuk melakukan tindakan seperti perapian dalam pengambilan
bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan, mempersiapkan
pasien dalam melakukan makan pagi dengan melakukan tindakan perawatan diri,
seperti mencuci muka, tangan, dan menjaga kebersihan mulut.
2. Perawatan Pagi hari
Perawatan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan melakukan
eliminasi (buang air besar dan kecil), mandi atau mencuci rambut, melakukan
perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, mengganti pakaian,
membersihkan mulut, kuku, dan rambut, serta merapikan tempat tidur pasien.
3. Perawatan siang hari
Perawatan diri yang dilakukan setelah melakukan berbagai tindakan
pengobatan tau pemeriksaan dan setelah makan siang. Berbagai tindakan
perawatan diri yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan,
membersihkan mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan
kebersihan lingkungan kesehatan pasien.
4. Perawatan menjelang tidur
Perawatan diri yang dilakukan pada saat menjelang tidur agar pasien dapat
tidur atau beristirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan,
antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan kecil), mencuci
tangan dan muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik higiene
Sikap seseorang melakukan higiene perorangan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor. Tidak ada dua orang yang melakukan perawatan kebersihan dengan cara
yang sama, dan perawat dapat memberikan perawatan secara individual setelah
mengetahui praktik higiene klien yang unik. Adapun faktor-faktor yang
1. Citra tubuh
Penampilan umum dapat menggambarkan pentingnya higiene pada orang
tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan
fisiknya. Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara
mempertahankan higiene. Gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. Klien yang kelihatan tidak rapi
atau tidak tertarik pada higiene membutuhkan pendidikan tentang pentingnya
higiene.
2. Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang berhubungan dapat
mempengaruhi praktik higiene pribadi. Selama masa kanak-kanak, anak-anak
mendapatkan praktik higiene dari orangtua mereka. Kebiasaan keluarga, jumlah
orang di rumah, dan ketersediaan air panas dan/atau air mengalir hanya
merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan kebersihan. Remaja
dapat menjadi lebih perhatian pada higiene seperti peningkatan ketertarikan
mereka pada teman kecannya. Selanjutnya dalam kehidupan, teman-teman dan
kelompok kerja membentuk harapan orang mengenai penampilan pribadi mereka
dan perawatan yang dilakukan dalam mempertahankan higiene yang adekuat.
Praktik higiene lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan.
3. Status sosioekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya. Dalam lingkungan rumah ada kebutuhan untuk
menambah alat-alat yang membantu klien dalam memelihara higiene dalam
keadaan yang aman. Hal ini menjadi tidak mungkin jika klien mempunyai
pendapatan yang tetap.
4. Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya higiene dan implikasinya bagi kesehatan
mempengaruhi praktik higiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri
tidaklah cukup. Seseorang juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan
diri. Seringkali, pembelajaran tentang penyakit atau kondisi mendorong seseorang
untuk meningkatkan higiene. Misalnya, ketika klien diabetes sadar akan efek
diabetes pada sirkulasi di kaki, mereka jadi lebih menyukai belajar teknik
perawatan kaki yang tepat. Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
5. Kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan
higienis. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik perawatan
diri yang berbeda. Di Amerika Utara, misalnya banyak orang menggunakan
shower sehari-hari atau bak mandi. Di Asia kebersihan dipandang penting bagi
kesehatan. Di negara Eropa, bagaimanapun, hal ini biasa untuk mandi secara
penuh hanya sekali dalam seminggu. Di sebagian masyarakat indonesia jika
6. Pilihan pribadi
Setiap orang memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk
mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Klien memilih produk yang
berbeda (misalnya, sabun, sampo, deodoran, dan pasta gigi) menurut pilihan dan
kebutuhan pribadi. Klien juga memiliki pilihan mengenai bagaimana melakukan
higiene. Misalnya, seorang pria menyukai untuk bercukur sebelum mandi, padahal
yang lalinnya bercukur setelah mandi.
7. Kondisi fisik
Orang yang berada pada suatu kondisi/menderita penyakit tertentu atau yang
menjalani operasi sering kali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk
melakukan higiene pribadi. Kondisi jantung, neurologis, paru-paru, dan metabolik
yang serius dapat melemahkan atau menjadikan klien tidak mampu dan
memerlukan perawat untuk melakukan perawatan higienis total.
2.1.6 Dampak Perawatan Diri
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene antara lain:
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah: gangguan integritas kulit karena kulit kotor maka akan mudah
terkena luka, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial (Tarwoto & Wartonah,
2010).
2.2 Narapidana Wanita
2.2.1 Definisi narapidana wanita
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Lapas (UU RI No.12 Th. 1995 tentang pemasyarakatan pasal 1 ayat 3).
Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan, menurut WHO (2009),
narapidana wanita adalah wanita yang berusia minimal 18 tahun, ditahan di
penjara, sedang menunggu pemeriksaan pengadilan atau telah menjalani hukuman
di penjara.
2.2.2 Perawatan diri narapidana wanita
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur
tentang kehidupan narapidana di lapas. UU ini menjelaskan bahwa petugas harus
menyediakan makan dan minum. Selaku institusi yang berwenang, lapas
berwenang mendistribusikan makanan. Dengan kata lain narapidana wanita hanya
mendapatkan makanan yang disediakan oleh lapas. Oleh karena itu, lapas harus
narapidana wanita dapat terselenggara dengan baik dan menjaga kualitas maupun
kuantitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila makanan yang tidak
sesuai dengan jumlahnya dan rendah kualitasnya disamping dapat menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban, dari segi kesehatan juga dapat menyebabkan
penyakit kekurangan gizi. Narapidana wanita yang kekurangan gizi akan lebih
mudah terserang penyakit, kurang motivasi, bereaksi lamban, apatis, prestasinya
menurun, sehingga produktivitas kerjanya akan berkurang. Sedangkan kebutuhan
lain yang bersifat pribadi dapat diperoleh dari keluarga yang sedang berkunjung
atau belanja di koperasi yang telah disediakan (Andansari, 2014).
Para tahanan harus disediakan lingkungan yang sehat, udara yang bersih,
pencahayaan, suhu, ventilasi, toilet yang sehat dan pantas, tempat mandi, dan
sebagainya. Pihak manajemen penjara tidak boleh memaksa tahanan untuk
mengenakan seragam tahanan, dan semua tahanan diberikan kebebasan untuk
mengenakan pakaian yang mereka inginkan. Setiap narapidana yang tidak
diperbolehkan memakai pakaiannya sendiri, harus disediakan pakaian yang sesuai
dengan iklim dan cukup untuk menjaga dirinya tetap dalam keadaan sehat.
Bagaimana pun, pakaian tersebut tidak boleh merendahkan martabat atau
memalukan. Semua pakaian harus bersih dan terawat baik. Pakaian dalam harus
diganti dan dicuci sesering yang diperlukan untuk menjaga kesehatan pribadi,
dalam keadaan khusus jika seorang narapidana dibawa ke luar lembaga untuk
tujuan yang sah, narapidana tersebut harus diizinkan untuk mengenakan
pakaiannya sendiri atau pakaian lain yang tidak menarik perhatian (Handayani,
Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat yang rentan dalam
penyebaran penyakit, terutama penyakit kulit. Hal ini karena sanitasi yang kurang
baik, air bersih sulit diperoleh, pakaian jarang diganti, dan kerap pula sehelai
handuk dipakai beramai-ramai, serta sel yang kotor dan pengap. Hasil observasi
yang dilakukan oleh Astriyanti, Lerik & Sahdan, (2010) di Lapas Klas IIA
Kupang, menunjukkan bahwa narapidana tetap memakai pakaian yang dikenakan
kemarin, selesai bekerja tidak mencuci kaki dan tangan dengan baik dan benar,
serta tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum makan. Berdasarkan hasil
wawancara Astriyanti, dkk (2010) pada narapidana dan pegawai lapas
menunjukkan bahwa narapidana tidur bersama dalam satu kamar dengan ukuran
5x2 m terdiri dari 7-9 narapidana, pakaian kotor digantung atau ditumpuk dalam
kamar, dan tidak mengganti sprei tempat tidur secara berkala.
Praktek hygiene perorangan narapidana penderita penyakit kulit yang
buruk ditunjukkan pada item frekuensi mandi, frekuensi mengganti pakaian, dan
meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk pada orang lain. Para
narapidana sering meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk kepada
orang lain khususnya teman sekamar. Sudah menjadi hal yang wajar bila sesama
teman sekamar pinjam meminjam pakaian dan sebagainya karena persediaan yang
minim sehingga lebih mudah meminjam milik teman sekamar. Namun, setiap
narapidana mempunyai pandangan dan perasaan yang berbeda-beda, serta adanya
perbedaan kepercayaan atau keyakinan, kehidupan soaial, dan kecenderungan
untuk bertindak, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi tindakan perawatan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wirawan, dkk (2011) menunjukkan
higiene perorangan warga binaan Lapas Wanita Kelas II A Semarang dapat dilihat
berdasarkan frekuensi mandi dua kali sehari sebanyak 27 orang (52,9%),
frekuensi ganti pakaian satu kali sehari sebanyak 28 orang (54,9%), frekuensi
pemakaian sabun pada saat mandi dua kali kali sehari sebanyak 27 orang (52,9%),
frekuensi mencuci pakaian tidak tiap hari tapi pakai sabun sebanyak 27 orang
(52,9%), frekuensi mencuci handuk lebih dari tiga hari tapi pakai sabun sebanyak
31 orang (60,8%), frekuensi mencuci sprai lebih dari dua minggu tapi pakai sabun
sebanyak 26 orang (51,0%), dan kebiasaan menggunakan alat makan secara
bergantian dengan dicuci menggunakan sabun terlebih dahulu 26 orang (51,0%).
Hal ini memungkinkan terjadinya penularan herpes simplek pada warga binaan di
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
perawatan diri narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita
Tanjung Gusta Medan.
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya. Perawatan diri terdiri atas personal higiene,
toileting, berhias, dan makan.
Skema 3.1 Kerangka Penelitian
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah
yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Definisi
operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan Perawatan diri:
Personal hygiene Toileting
Berhias Makan
- Baik
- Cukup baik
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran
dalam penelitian (Setiadi, 2007).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
tentang suatu keadaan secara objektif (Setiadi, 2007). Penelitian ini bertujuan
untuk melihat gambaran perawatan diri narapidana wanita di Lapas Klas IIA
Wanita Tanjung Gusta Medan.
4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 4.2.1 Populasi
Populasi adalah kelompok yang dipilih dan digunakan oleh mahasiswa
atau peneliti karena kelompok itu akan memberikan hasil penelitian yang dapat
digeneralisasi (Leo, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah narapidana wanita
di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan dengan jumlah populasi 365
orang (Laporan KaSub Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan, 2014).
4.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2009). Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 78 orang. Penentuan jumlah sampel
menggunakan rumus Slovin, yaitu:
� = + 33 ,
� = 78 orang
Keterangan:
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan yang diinginkan
4.2.3 Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling yaitu dilakukan
dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat
sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010). Jadi, sampel dalam
penelitian ini adalah narapidana wanita yang kebetulan ada atau tersedia di Lapas
Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan sebanyak 78 orang.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.
Alasan dilakukan penelitian di lokasi ini adalah karena Lapas Klas IIA Wanita
Tanjung Gusta Medan memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Selain itu, di lapas ini belum pernah diteliti
mengenai perawatan diri narapidana wanita. Penelitian ini dilakukan pada tanggal
4.4 Pertimbangan Etik
Penelitian dimulai setelah Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Keperawatan USU memberikan persetujuan bahwa proposal penelitian layak
diteruskan untuk diteliti. Selanjutnya peneliti mendapatkan izin dari institusi
pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan USU dan Lapas Klas IIA Wanita Tanjung
Gusta Medan. Beberapa prinsip etik penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini berupa:
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan
sebelum penelitian dilakukan. Tujuannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka ia harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti
harus menghormati hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
Anonimity artinya tidak memberikan atau mencantumkan nama responden
pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode tertentu pada lembar kuesioner
atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Prinsip ini merupakan prinsip etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya
4. Justice (keadilan)
Prinsip ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh
perlakuan dan keuntungan yang sama dari peneliti, tanpa membedakan suku, ras,
dan agama.
4.5 Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan
pengumpul data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan
berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Instrumen ini terdiri dari dua
bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner perawatan diri.
Kuesioner tentang data demografi meliputi: usia, penyakit yang diderita,
frekuensi masuk ke lapas, agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan status
perkawinan.
Kuesioner perawatan diri terdiri dari 35 pernyataan dengan 24 pernyataan
positif (nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27,
28, 30, 33, 35) dan 11 pernyataan negatif (nomor 3, 9, 12, 14, 15, 19, 26, 29, 31,
32, 34) yaitu 23 pernyataan personal higiene (nomor 1-23), 4 pernyataan toileting
(nomor 24-27), 4 pernyataan berhias (nomor 28-31), 4 pernyataan makan (nomor
32-35). Cara pengisian lembar kuesioner adalah dengan menggunakan cheklist
pada tempat yang tersedia. Kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan
jawaban yaitu selalu, sering, jarang dan tidak pernah. Untuk pernyataan positif
pilihan jawaban selalu=4, sering= 3, jarang= 2, tidak pernah=1. Pernyataan
negatif pilihan jawaban selalu=1, sering=2, jarang= 3, tidak pernah= 4. Skor
gambaran perawatan diri narapidana wanita di Lapas Wanita Klas IIA Tanjung
Gusta Medan adalah:
Skor 106-140 : Kategori baik
Skor 71-105 : Kategori cukup baik
Skor 35-70 : Kategori kurang baik
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas 4.6.1 Uji Validitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2010).Validitas adalah suatu indeks
yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji
validitas yang digunakan peneliti adalah dengan menggunakan uji validitas isi
(content validity) yaitu untuk menilai sejauh mana instrumen tersebut dapat
mewakili faktor yang diteliti dan melibatkan pakar yang menguasai topik studi
sehingga dapat menilai seberapa jauh keseluruhan poin instrumen mewakili isi
yang sudah ditetapkan (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji validitas dilakukan
kepada pakar yang ahli dalam penelitian ini. Kuesioner penelitian diujikan kepada
satu orang staf dosen keperawatan dasar Fakultas Keperawatan USU. Hasil uji
validitas isi kuesioner perawatan diri narapidana wanita adalah 100% valid
dengan nilai content validity indeks (CVI) adalah 1.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Kuesioner penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti. Oleh karena itu
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas ini dilakukan kepada 20 orang narapidana
wanita yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta
Medan diluar sampel penelitian, serta melakukan pengolahan data dengan
menggunakan teknik komputerisasi yaitu dengan uji cronbach alpha. Nilai
reliabilitas untuk instrumen perawatan diri narapidana wanita adalah 0.794. Hal
ini diterima untuk instrumen yang baru, sesuai referensi Polit, Beck, & Hungler
(1996) yang menyatakan suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai
reliabilitasnya >0.70.
4.7 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner atau angket.
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat surat izin pelaksanaan
penelitian dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Kantor Wilayah Sumut
sertamendapatkan izin dari lokasi penelitian yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Wanita Tanjung Gusta Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengumpulkan sampel penelitian yang ditemui disuatu tempat/ ruangan. Saat
pengumpulan data, peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat dan prosedur
responden untuk menandatangani informed consent sebagai bentuk persetujuan
bersedia menjadi responden. Responden kemudian diwawancarai sesuai dengan
panduan lembar kuesioner dan diberi kesempatan bertanya apabila ada pernyataan
yang tidak dipahami. Bagi responden yang tidak dapat membaca dan menulis,
peneliti mengambil data dengan berpedoman pada pernyataan yang terdapat di
lembar kuesioner. Setelah selesai, peneliti kemudian memeriksa kelengkapan
data. Jika masih ada data yang kurang lengkap maka dapat langsung dilengkapi.
Selanjutnya, peneliti mengolah/ menganalisa data yang telah terkumpul.
4.8 Analisa Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilakukan proses pengolahan
data yang dilakukan melalui beberapa tahap.Pertama editing,yaitu memeriksa
kembali kebenaran/ kelengkapan data yang diperoleh. Keduacoding, yaitu dengan
memberi kode numerik (angka) pada lembar kuesioner yang berisi nomor
responden dan nomor-nomor pernyataan. Peneliti menentukan beberapa kode
pada kuesioner yaitu pada pernyataan positif memberi kode 1 untuk pilihan
jawaban tidak pernah, kode 2 untuk pilihan jawaban jarang, kode 3 untuk pilihan
jawaban sering, dan kode 4 untuk pilihan jawaban selalu. Untuk pernyataan
negatif memberi kode 1 untuk pilihan jawaban selalu, kode 2 untuk pilihan
jawaban sering, kode 3 untuk pilihan jawaban jarang, dan kode 4 untuk pilihan
jawaban tidak pernah. Ketigadata entry, yaitu memasukkan data kedalam
komputer untuk dilakukan analisis. Setelah itu dilanjutkan dengan analisa data
menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan untuk digeneralisasikan. Hasil analisis ditampilkan dalam
bentuk tabel frekuensi dan persentase. Variabel yang disajikan yaitu karakteristik
demografi responden (usia, penyakit yang diderita, frekuensi masuk ke lapas,
agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan status perkawinan), serta