• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU POP D’MASIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU POP D’MASIV"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU POP

D’MASIV

SKRIPSI

Oleh:

Praja Aribawa

X1206041

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU POP

D’MASIV

Oleh:

Praja Aribawa

X1206041

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan

Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(3)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Purwadi.

NIP 195401031981031003

Dra. Sumarwati, M.Pd. NIP 196004131987022001

(4)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M.Pd.

Sekretaris : Drs. Suyitno, M.Pd. Anggota 1 : Drs. Purwadi.

Anggota 2 : Dra. Sumarwati, M.Pd.

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 196007271987021001

(5)

commit to user

ABSTRAK

Praja Aribawa. X120604. DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU POP D’MASIV. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, November 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemakaian diksi dan gaya bahasa pada lirik lagu Pop d’Masiv. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah analisis isi. Sumber data adalah dokumen yang berupa lirik lagu Pop d’Masiv (album perubahan). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat, karena sumber datanya berupa teks. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teori yaitu secara penelitian terhadap topik yang sama dengan menggunakan teori yang berbeda dalam menganalisa data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen yaitu: (1) reduksi data; (2) penyajian data; (3) penarikan simpulan. Analisis model mengalir mempunyai tiga komponen yang saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) berdasarkan hasil analisis diksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam lirik lagu d’Masiv terdapat dua diksi yaitu diksi yang bermakna denotatif dan diksi yang bermakna konotatif, hal ini terlihat dari 252 data terdapat 177 data atau 70,2% diksi yang bermakna denotatif dan 75 data atau 29,8% diksi yang bermakna konotatif. Tujuan pemakaian diksi yang bermakna denotatif dalam lirik lagu d’Masiv adalah agar pesan yang disampaikan mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat; (2) berdasarkan hasil analisis gaya bahasa dapat disimpulkan bahwa dalam lirik lagu d’Masiv terdapat beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut antara lain: hiperbola, hipalase, misodipolis, litotes, metafora, repetisi, paradox, pars prototo, metonimia, ironi, aliterasi, personifikasi, pleonasme. Gaya bahasa yang paling dominan dalam llirik lagu d’Masiv adalah gaya bahasa metafora dengan hasil 18,1% yaitu 8 data ditemukan dari 66 data. Tujuan pemakaian gaya bahasa metafora dalam lirik lagu d’Masiv yaitu agar dapat menimbulkan suasana yang sesuai dengan isi lagu.

(6)

commit to user

MOTTO

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “berilah

kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.

(QS. Al Mujadalah: 11)

(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Keluargaku tercinta (Bapak, Ibu, Adik Rois),

terima kasih atas semangat, doa, dan segalanya yang kalian berikan kepada saya. 2. Semua penghuni kos Islah (Tejo, Andri,

Anton, Totok, Budi) yang telah memberikan

senyum kebahagiaan selama bersama kalian. 3. Yuli Suryani yang selalu menjadi semangat

bagi saya.

4. Rekan-rekan seperjuangan Bastind’06, terimakasih kalian telah memberikan pengalaman yang luar biasa dan tidak

terlupakan. 5. Almamater.

(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan, karunia, rahmat, dan hidayah-Nya kepada kita semua, terutama penulis dan keluarga. Hanya kepada-Nya kembali segala sanjungan, kepada-Nya kami memohon pertolongan dan ampunan, dan atas ridhonya sehingga penulis mampu

menyusun skripsi ini dengan baik, yang merupakan persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis menyadari tidak dapat bekerja seorang diri melainkan bekerja sama dengan berbagai pihak. Maka atas terselesaikannya skripsi ini, penulis meyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini.

2. Drs. Suparno, M. Pd., ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin penulisan skripsi ini.

3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan selaku pembimbing akademik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini.

4. Drs. Purwadi., sebagai pembimbing skripsi I yang senantiasa dengan sabar dan

perhatian membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Dra. Sumarwati M.Pd., selaku pembimbing skripsi II yang selalu sabar memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.

7. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

(9)

commit to user

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini serta tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia.

Surakarta, Desember 2010

Penulis

(10)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

ABSTRAK... v

HALAMAN MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... . xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 7

1. Bahasa dalam Lagu... 7

a. Karakteristik Bahasa dalam Lagu... 7

b. Ekonomi Bahasa... 9

2. Diksi... 11

a. Pengertian Diksi... 11

b. Jenis-Jenis Makna... 14

3. Gaya Bahasa... 16

a. Pengertian Gaya Bahasa... 16

b. Jenis-Jenis Gaya Bahasa... 25

B. Penelitian Relevan... 31

(11)

commit to user

C. Kerangka Berpikir... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 34

B. Bentuk dan Strategi Penelitian... 34

C. Sumber Data... 35

D. Teknik Pengumpulan Data... 35

E. Validitas Data... 35

F. Analisis Data... 35

G. Prosedur Penelitian... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Diksi dalam Lirik Lagu Pop d’Masiv... 38

B. Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu pop d’Masiv ... 82

BAB V PENUTUP A. Simpulan... 99

B. Implikasi... 99

C. Saran... 100

DAFTARPUSTAKA... 101 LAMPIRAN

(12)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Kerangka Berpikir... 33 2. Model Analisis Mengalir... 36 3. Skema Prosedur Penelitian... 37

(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Jadwal Kegiatan Penelitian... 34 2. Distribusi Frekuensi dan Presentase Penggunaan Diksi dalam Lirik Lagu

D’Masiv... 81

3. Distribusi Frekuensi dan Presentase Penggunaan Gaya Bahasa dalam

Lirik Lagu D’Masiv... 96

(14)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Cover depan CD/Kaset Grup Band d’Masiv... 104 2. Biografi Grup Band d’Masiv... 105 3. Lirik lagu d’Masiv (album perubahan) ... 107

4. Lain-lain

(15)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepanjang usia peradaban manusia, musik selalu termasuk di dalamnya. Ada yang berpendapat bahwa musik bukan murni ‘milik’ manusia, mungkin

musik sudah ada sebelum manusia itu ada. Terlepas dari itu, sadar atau tidak, percaya atau tidak, langsung atau tidak, musik selalu ada dalam hidup kita. Musik mempunyai peran dan kekuatan yang tidak kecil dalam kehidupan manusia. Musik mempunyai banyak fungsi yaitu komunikasi, ekspresi, dokumentasi, identitas, dan hiburan. Bahkan di budaya yang mentabukan beberapa praktik

musikpun nyata bahwa musik berperan penting dalam kehidupan masyarakatnya (Regelski, 2006: 3).

Musik merupakan salah satu cabang yang sangat digemari oleh masyarakat yang telah sedemikian merasuknya ke dalam kehidupan masyarakat. Musik telah mengibarkan bendera-benderanya di panggung kesenian, konser musik, televisi,

toko, pusat-pusat perbelanjaan, di rumah, dan di kantor-kantor pada saat jam istirahat. Musik senantiasa menemani kegiatan manusia. Begitu juga dengan perkembangan teknologi rekaman dan alat-alat yang lebih canggih, yang menyebabkan semua orang dapat lebih mudah menikmati musik. Musik dapat didefinisikan sebagai sebuah ekspresi perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2001: 413).

Bunyi-bunyi tersebut diorganisasikan sedemikian rupa sehingga tidak merupakan bunyi atau tataran asal-asalan saja.

(Tarigan, 1986: 23) mendefinisikan musik sebagai: (1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara diurutkan, dikombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan keseimbangan;

(2) nada dan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat). Dari kedua definisi itu dapat dilihat bagaimana suatu perasaan atau pengalaman jiwa disampaikan dengan kiasan atau bunyi-bunyian yang indah.

(16)

Penelitian tentang lagu (Yayah. B. Lumintaintang, 2004) membuktikan bahwa lagu terutama lagu klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan lagu akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan lagu. Yang dimaksud lagu di sini adalah lagu yang memiliki irama teratur dan nada-nada

yang teratur, bukan nada-nada “miring”. Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan lagu juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan lagu.

Grace Sudargo (dalam Fillamenta, 2008: 2) berpendapat bahwa seorang musisi dan pendidik mengatakan “dasar-dasar lagu klasik secara umum berasal

dari ritme denyut nadi manusia sehingga berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia”.

Lagu yang bagus biasanya dapat dinikmati melalui vokal penyanyi dan irama musiknya. Kata-kata indah dan puitis dalam lagu mampu membangkitkan emosi penikmatnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa lagu tidak mampu mewakili

perasaan manusia, di bimbing dan dilatih kemampuannya untuk mengembangkan bahasanya secara jujur sehingga dapat berbahasa dengan baik dan benar, dan juga dapat mempelajari atau menentukan kosa kata yang baru. Karena semua orang mulai belajar berbicara dengan mempelajari kata-kata secara individual (Keraf, 2000: 64).

Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang disusun

oleh jalinan kata-kata itu. Istilah diksi bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Keraf, 2000: 22-23).

(17)

disamakan dengan cat warna keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang mengandung nilai lebih untuk dijadikan sebuah karya. Sebagai salah satu unsur terpenting tersebut, bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan penyampaian pesan dalam sastra.

Gaya bahasa termasuk salah satu unsur pembangun nilai kepuitisan dalam puisi, gaya bahasa juga ikut menentukan keindahan puisi dalam segi makna

maupun segi keindahan bunyi. Gaya bahasa mengandung kiat penyair untuk mengungkapkan perasaannya atau menggambarkan pemikirannya dalam perasannya atau kata-kata pada bait-bait puisi maupun lirik lagu, salah satunya dengan menggunakan bahasa kias atau gaya bahasa.

Gaya bahasa dan penulisan merupakan salah satu unsur yang menarik

dalam sebuah puisi. Setiap penulis mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan mempunyai gaya penulisan yang dipengaruhi oleh penulisnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa, watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang ditulisnya. Pratikno (1984: 50) mengemukakan bahwa sifat, tabiat atau watak

seseorang itu berbeda-beda.

Sekawan (2007: 146) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah Penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara, setiap orang atau pengarang memiliki cara tersendiri dalam memilih dan menggunakan gaya bahasa.

Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa bahasa adalah ucapan, tulisan, pikiran, dan perasaan manusia yang berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia digunakan untuk berkomunikasi, bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Penyair dengan penguasaan bahasa yang dimiliki, kecermatan, dan ketepatan penggunannya dapat

(18)

diterangkan melalui kata konkrit dan majas atau gaya bahasa. Sejalan dengan pengertian tersebut dikemukakan Efendi (dalam Waluyo, 1987: 24) dalam ’puisi’ terdapat bentuk permukaan yang berupa larik, bait, dan pertalian makna larik dan bait. Penyair berusaha mengkonkritkan pengertian-pengertian konsep dan abstrak dengan menggunakan pengimajinasian, pengiasan, dan perlambangan. Gaya bahasa merupakan bentuk retorika, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara

dan menulis untuk meyakinkan dan mempengaruhi penyimak atau pembaca. Puisi tidak dapat dilepaskan dari bahasa kias, pengimajinasian, dan perlambangan atau gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa dalam puisi terutama puisi lirik lagu banyak digemari oleh penyair dalam hal ini pencipta lirik lagu, karena dapat menimbulkan kesan indah sekaligus banyak makna seperti karya

grup band d’Masiv, banyak ditemukan penggunaan gaya bahasa dan cara pengungkapannya yang berbeda dengan penyair lain. Kiat penyair untuk mengungkapkan perasaannya atau menggambarkan pemikirannya dalam rangkaian kata-kata pada bait-bait puisi maupun lirik lagu, salah satunya dengan menggunakan bahasa kias atau gaya bahasa. Sejalan dengan pengertian tersebut

(Moeliono, 1998: 63) mengemukakan bahwa kiasan berarti bahasa yang mempergunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan, dengan maksud agar memperoleh kesegaran dan kekuasaan ekspresi. Dalam menulis lagu pada umumnya pengarang menggunakan bahasa yang indah atau bahasa yang khas, sehingga lagu yang diciptakan mempunyai nilai lebih yang bisa dilihat dari bahasanya. Pengarang menggunakan bahasa yang mudah dipahami

dan diterima sehingga isi karangan dalam sebuah lagu mudah untuk diketahui maksudnya.

D'Masiv merupakan salah satu grup musik asal Indonesia yang saat ini sedang melambung namanya dan dibentuk pada tanggal 3 Maret 2003. Grup ini terdiri dari lima orang, nama d'Masiv berasal dari bahasa Inggris "massive"

(19)

lagu andalannya. Lagu ini sangat populer sehingga semakin melambungkan nama mereka dalam musik nasional.

Album d’Masiv berisi kumpulan syair lagu Pop yang sangat indah. Lagu-lagu dalam grup band d’Masiv hingga sekarang masih sering ditampilkan dan dinikmati oleh pencinta musik pop. Seperti puisi, lagu juga mengandung unsur gaya bahasa yang merupakan cara pengungkapan perasaan penyair. Secara umum,

gaya bahasa lagu terdiri dari tema, diksi, dan majas. Sayuti (2002: 28) menjelaskan bahwa: (1) tema merupakan ide yang mendasari atau melatarbelakangi sebuah karya; (2) diksi merupakan teknik pemilihan kata-kata yang indah dan mampu mewakili perasaan penyair; (3) majas merupakan pemberian kata-kata yang mempunyai makna tambahan yang lebih dalam, lebih

halus, bahkan didramatisir untuk mencapai maksud yang sebenarnya. Djohan (2003: 16) berpendapat bahwa setiap lagu pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin disampaikan kepada masyarakat sebagai pendengarnya. Lagu berisi barisan kata-kata yang dirangkai secara baik dengan gaya bahasa yang menarik oleh komposer dan dibawakan dengan suara indah penyanyi. Penelitian ini

menganalisis lirik lagu-lagu d’Masiv karena memiliki ketertarikan liriknya yang bervariasi. Penemuan diksi dan gaya bahasa dalam syair lagu ini dirumuskan melalui identifikasi paparan tiap bait dalam setiap syair lagu.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, peneliti terdorong untuk menganalisis diksi dan gaya bahasa pada lirik lagu Pop d’Masiv (album perubahan). Analisis terhadap lirik lagu pop d’Masiv ini peneliti membatasi pada

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diketahui rumusan masalah yang timbul dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pemakaian diksi yang terdapat dalam lirik lagu Pop d’Masiv ditinjau dari makna denotatif dan konotatifnya?

2. Bagaimanakah pemakaian gaya bahasa dalam lirik lagu Pop d’Masiv ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk.

1. Mendeskripsikan pemakaian diksi yang terdapat dalam lirik lagu Pop d’Masiv ditinjau dari makna denotatif dan konotatifnya.

2. Mendeskripsikan pemakaian gaya bahasa dalam lirik lagu Pop d’Masiv .

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

a. Untuk memperkaya perbendaharaan pengetahuan tentang diksi dan gaya bahasa.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan serta dapat memberikan kontribusi untuk pembaca.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai diksi dan gaya bahasa yang terdapat pada lirik lagu Pop d’Masiv.

(21)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bahasa dalam Lagu

a. Karakteristik Bahasa dalam Lagu

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa resmi negara. Sebagai bahasa resmi negara, kedudukan bahasa Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 pasal 36. Bahasa Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia dituntut untuk mampu menjadi bahasa pembangunan yakni memantapkan peranan bahasa

Indonesia sebagai sarana pembangunan bangsa dan sarana pembinaan kehidupan budaya bangsa. Bahasa Indonesia merupakan pendukung kebudayaan bangsa Indonesia. Semakin tinggi kebudayaan bangsa Indonesia semakin tinggi bahasa Indonesia. Lagu merupakan suatu hasil dari kebudayaan. Lagu atau lirik menggunakan bahasa untuk menyampaikan

maksud atau tujuan dari penyanyi kepada pendengar.

Bahasa merupakan objek linguistik karena pada hakikatnya bahasa merupakan seperangkat bunyi yang langsung kita dengar dari penutur bahasa, yang dimaksud dengan bunyi adalah bunyi bahasa. Lagu merupakan unsur-unsur bunyi bahasa yang dilantunkan penyanyi berdasarkan tinggi rendahnya suara (not), sehingga bunyi bahasa itu lebih nikmat untuk didengar.

Perkembangan lagu-lagu yang liriknya berbahasa Indonesia dewasa ini cukup menggembirakan, tidak terlepas dari peranan bahasa Indonesia, baik dalam perbendaharaan kosa katanya yang dapat mewakili tujuan-tujuan atau ide-ide dari penyanyi.

Bahasa mempunyai bentuk yang baku atau standar. Bahasa baku atau

bahasa standar ialah salah satu diantara beberapa dialek suatu bahasa yang dipilih dan ditetapkan sebagai bahasa resmi yang digunakan dalam semua keperluan resmi (Badudu, 1992: 42). Bahasa Indonesia yang baku adalah bahasa tulis. Berbahasa lisan yang baku adalah berbahasa seperti bentuk dan

(22)

susunan tulis. Penggunaan bahasa Indonesia dalam lirik lagu mempunyai ciri khas tersendiri sebab lirik lagu mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Lagu pada dasarnya ungkapan perasaan, luapan hati dari penyanyi itu sendiri, oleh karena itu lagu (nyanyian) bisa membuat orang terhibur, terpesona, dan bahkan terlena apabila lirik-lirik lagu yang dilantunkan penyanyi mengena di hati pendengar.

Melalui bahasa manusia dapat mengekspresikan apa yang telah dirasakan atau dipikirkan. Pikiran dan perasaan tersebut direalisasikan dalam bentuk ragam bahasa verbal dan non verbal. Rakhmat (1994: 35) mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan

gagasan. Menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan diantara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan

dirangkaikan supaya memberi arti.

Purwitasari (2009: 57), berpendapat bahwa Bahasa dapat membantu kita untuk memiliki kemampuan memahami dan menggunakan simbol, khususnya simbol verbal dalam pemikiran dan berkomunikasi. Bahasa terbagi menjadi bahasa verbal dan non verbal. Kata “verbal” sendiri berasal dari bahasa Latin, verbalis, verbum yang sering pula dimaksudkan dengan ‘berarti’

atau ‘bermakna melalui kata-kata’, atau yang berkaitan dengan ‘kata’ yang digunakan untuk menerangkan fakta, ide, atau tindakan yang lebih sering berbentuk percakapan lisan daripada tulisan. Komunikasi verbal adalah bahasa, kata-kata dengan aturan tata bahasa, baik secara lisan maupun secara tertulis.

(23)

Larry L. Barker (dalam Mulyana, 2005 : 7) berpendapat bahwa bahasa mempunyai tiga fungsi yaitu: (1) penamaan (naming atau labeling); (2) interaksi; dan (3) transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Dalam fungsinya sebagai sarana hiburan bahasa lagu (lirik) mempunyai sasaran informasi yang tepat,

enak didengar dan dimengerti oleh pendengar sehingga apa yang diinginkan oleh penyanyi sampai kepada pendengar. Bahasa lagu atau lirik haruslah sederhana, mudah dipahami, teratur, dan efektif. Bahasa sederhana mengandung pengertian bahasa yang strukturnya tidak rumit, terutama struktur lirik lagunya. Kata-kata dalam lirik lagu tidak hanya dimengerti oleh

penyanyi tetapi juga harus dimengerti dan dipahami oleh pendengar.

Bahasa dalam lirik lagu sebaiknya teratur, artinya dalam lirik lagu di tempatkan pada urutan strukturnya sehingga lagu tersebut nikmat untuk didengar dan tidak sulit memahami maknanya. Bahasa dalam lirik lagu harus efektif dan efisien tidak bartele-tele, tetapi juga tidak terlalu hemat dengan

kata-kata sehingga maknanya tidak jelas dan mempunyai makna yang kabur atau makna ambigu. Bahasa dalam lagu sebaiknya mempunyai pengertian yang dapat diterima dan logis, sehingga ide yang diungkapkan melalui bahasa itu dapat diterima oleh pendengar.

b. Ekonomi Bahasa

Dalam semua bahasa di dunia, penutur-penutur berusaha untuk

menghemat tenaga dalam pemakaian bahasa dan memperpendek tuturan-tuturannya, sejauh hal itu tidak menghambat komunikasi, dan tidak bertentangan dengan budaya tempat bahasa tersebut dipakai. Sifat “hemat” itu dalam bahasa lazim disebut “ekonomi bahasa” (Verhaar, 2006: 85).

Bahasa yang efektif adalah bahasa yang menyampaikan informasi

(24)

mengandung unsur-unsur pengertian yang rancu, menyebabkan pendengar mengalami kesulitan mencerna makna dari lagu yang dilantunkan.

Prinsip ekonomi bahasa menekankan bahwa setiap pengguna bahasa selalu berusaha menghemat tenaga dalam kegiatan berbahasa. Penghematan ini diaplikasikan melalui berbagai cara, karena bahasa itu ada yang berbentuk bahasa lisan dan tulisan, penghematan antara kedua bentuk tersebut serupa

tapi tidak sama. Dalam bahasa lisan, bentuk ekonomi bahasa tampak pada bentuk-bentuk singkatan atau abreviasi, seperti singkatan (gelar, nama lembaga, atau istilah), akronim, dan inisial. Penyingkatan-penyingkatan ini bertujuan menghemat tenaga ketika menulis karena bentuk singkatan tentunya mengurangi jumlah huruf yang harus dituliskan. Apapun bentuknya yang

jelas, prinsip ekonomi bahasa berarti pengguna bahasa selalu berusaha semudah dan seminim mungkin menggunakan tenaga ketika berbahasa. Selain itu, perubahan-perubahan yang utamanya berupa penghilangan itu selalu bersifat tidak mengubah makna tuturan.

Penghilangan fonem umumnya terjadi dan produktif pada ragam

bahasa nonstandar atau nonformal sebab hanya pada ragam inilah bahasa dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan dan kehendak pengguna selama tidak berubah total dan menjadi suatu bahasa baru. Penghilangan fonem dalam tuturan ragam formal atau ragam baku tidak seproduktif ragam nonformal karena ragam ini bersifat kaku, tidak mudah berubah, dan tetap karena menjadi standar bahasa yang bersangkutan. Penghilangan fonem dalam

tuturan ragam formal sebatas terjadi pada abreviasi dan pembakuan kata yang mengalami gejala penambahan fonem seperti protesis, epentesis, atau paragog pada bentuk nonbakunya.

Bahasa dalam lirik lagu menggunakan struktur bahasa yang baik sehingga tidak menimbulkan kesalahan seperti penggunaan kata-kata yang

(25)

situasi yang ingin diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak menimbulkan salah kaprah bagi pendengarnya.

2. Diksi

a. Pengertian Diksi

Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan

untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa bagian dari diksi bertalian dengan

ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Keraf, 2000: 22-23).

Diksi merupakan salah satu unsur yang ikut membangun keberadaan karya sastra berarti pemilihan kata yang dilakukan oleh pengarang untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan yang bergejolak dan menggejala

dalam dirinya. Pemahaman terhadap penggunaan diksi menjadi salah satu pemandu pembaca menuju pemahaman makna karya sastra secara baik dan menyeluruh (Sayuti, 2002: 143).

Pengarang sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata ditengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata

dalam keseluruhan lirik lagu, disamping memilih kata yang tepat, pengarang mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata-kata diberi makna baru dan tidak bermakna diberi makna menurut kehendak pengarang (Waluyo, 1995: 72). Begitu pentingnya pilihan kata dalam karya sastra sehingga ada yang menyatakan bahwa diksi

(26)

pengertian pembaca diperoleh melalui diksi. Pilihan kata yang tepat dan cermat yang dilakukan pengarang dalam mengukuhkan pengalamannya dalam karya sastra, membuat kata-kata tersebut terkesan tidak hanya merekat dan menempel, tetapi dinamis dan bergerak serta memberikan kesan yang hidup. Kata-kata semacam itu tidak hanya sekadar menjadi tanda tertentu, sekaligus menjadi sebuah dunia karya sastra itu sendiri. Oleh karena itu untuk

memahami dan menikmati karya sastra, pembaca atau penikmat tidak boleh mengabaikan unsur diksi. Seperti kosakata, bahasa kiasan, bangunan citra, dan sarana retorika (Sayuti, 2002: 143-144).

Jika diamati secara cermat terdapat sejumlah pengarang yang mempergunakan kata-kata yang mempunyai makna konotatif yang bersifat

umum dan konvensional. Akan tetapi banyak pengarang yang mempergunakan kata-kata konotatif ciptaannya sendiri yang bersifat pribadi, dan inkonvensional. Pengarang ada yang gemar memilih dan menggunakan bentuk-bentuk kata dasar, dan ada pula yang lebih menyukai kata-kata yang sudah mengalami proses morfologis, semuanya diorientasikan pada

kepentingan ekspresi (Sayuti, 2002: 144). Dalam karya sastra penempatan kata-kata sangat penting artinya dalam rangka menumbuhkan suasana puitik yang akan membawa pembaca kepada penikmatan dan pemahaman yang menyeluruh dan total. Beberapa pengarang senang mempergunakan kata-kata biasa, yakni kata-kata sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata semacam ini dengan cepat dan tidak terlalu sukar dimengerti oleh

pembaca, karena kata-kata tersebut menampilkan efek kejelasan bersifat langsung.

Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan orang-orang yang sulit mengungkapkan maksudnya dan sangat miskin variasi bahasanya, tetapi ada orang-orang yang sangat boros dan mewah mengobralkan perbendaharaan

(27)

Syarat-syarat komunikasi masyarakat kontemporer harus menguasai sejumlah besar kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan kekayaannya itu menjadi jaringan-jaringan kalimat yang jelas dan efektif, sesuai dengan kaidah-kaidah sintaksis yang berlaku, untuk menyampaikan rangkaian pikiran dan perasaannya kepada anggota-anggota masyarakat. Mereka yang luas kosa katanya memiliki

kemampuan yang tinggi untuk memilih kata yang harmonis untuk mewakili maksud atau gagasannya. Pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat diterima atau tidak merusak suasana yang ada.

Perbedaan pengarang, zaman, latar belakang sosial budaya, pendidikan

dan agama, memberi warna terhadap perbedaan dalam pemilihan kata. Pengarang dari Jawa dengan bahasa Jawa kurang puas menggunakan istilah bahasa Indonesia untuk kata-kata khas Jawa yang padan. Pengarang hendaknya mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan tepat, seperti yang dialami oleh batinnya. Pemilihan kata dalam hal itu disebut dengan diksi.

Keraf (2002: 76) berpendapat bahwa ”pilihan kata merupakan hasil yang diperoleh para leksigraf yang berusaha merekam sebuah kata, bukannya menentukan makna sebuah kata supaya digunakan para pemakainya”. Pemilihan kata mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang dipilih dan digunakan oleh pengarang. Mengingat karya fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata, komunikasi dilakukan dan ditafsirkan lewat kata-kata.

Pemilihan kata-kata tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Nurgiyantoro, 1998: 290).

Champan (dalam Nurgiyantoro 1998: 290) berpendapat bahwa pemilihan kata dapat melalui pertimbangan-pertimbangan formal tertentu yaitu: (1) pertimbangan fonologis, misalnya kepentingan alitrasi, irama, dan

efek bunyi tertentu; (2) pertimbangan dari segi metode, bentuk, dan makna yang dipergunakan sebagai sarana mengkonsentrasikan gagasan.

(28)

kata atau ungkapan tertentu sebagai siasat untuk mencapai efek yang diinginkan. Persoalan diksi dan pilihan kata bukanlah persoalan yang sederhana. Ketepatan pemilihan kata atau diksi untuk mengungkapkan suatu gagasan diharapkan fungsi yang diperoleh akan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Keraf (2002: 23) mengungkapkan bahwa istilah diksi digunakan untuk menyatakan kata-kata yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide

atau gagasan, yang meliputi persoalan, fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Dengan demikian, persoalan diksi sebenarnya jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu, karena tidak sekedar untuk memilih kata-kata yang dipilih untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi menyangkut masalah frase, gaya bahasa dan ungkapan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan, (1) pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya yang paling baik digunakan dalam situasi; (2) pilihan kata atau diksi adalah kemampuan

membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar; (3) pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah

keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. b. Jenis-jenis Makna

Bentuk kata lazim dibicarakan dalam tatabahasa setiap bahasa. Bagaimana bentuk sebuah kata dasar, bagaimana menurunkan kata baru dari bentuk kata dasar atau gabungan dari bentuk-bentuk dasar biasanya

(29)

Makna kata dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat konotatif (Keraf, 2004: 28).

1) Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif.

Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual, makna denotasional atau makna kognitif karena dilihat dari sudut pandang yang lain. Pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau

pengalaman lainnya.

Denotatif adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran (Zgusta, 1971: 208). Dalam beberapa buku pelajaran, makna denotatif sering juga disebut makna dasar, makna asli, atau makna

pusat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna denotatif adalah makna sebenarnya dan apa adanya. Kata yang mengandung makna denotatif mudah dipahami karena tidak mengandung makna yang rancu walaupun masih bersifat umum. Makna yang bersifat umum ini maksudnya adalah makna yang telah diketahui

secara jelas oleh semua orang. 2) Makna Konotatif

Makna konotatif sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok

masyarakat tersebut. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.

(30)

nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotatif, tetapi dapat disebut berkonotatif netral, positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif.

Zgusta (1971: 38) berpendapat bahwa makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Kridalaksana (1983: 91) berpendapat bahwa aspek makna sebuah kata atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara

(penulis) dan pendengar (pembaca).

Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa makna konotatif adalah suatu makna stimulus dan respon yang mengandung nilai-nilai emosional. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai rasa positif ataupun nilai rasa negatif.

3. Gaya Bahasa

a. Pengertian Gaya Bahasa

Sebelum dijabarkan lebih lanjut tentang gaya bahasa, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai stilistika. Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style (gaya), dengan demikian stylistics dapat diterjemahkan dengan ilmu tentang gaya yang erat hubungannya dengan linguistik. Tuner

(dalam Pradopo, 2005: 161) mengemukakan bahwa.

Linguistik merupakan ilmu yang berupaya memberikan bahasa dan menunjukkan bagaimana cara kerjanya, sedangkan stylistics merupakan bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, yang walaupun tidak secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra.

(31)

Gaya adalah segala sesuatu yang “menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra, karena sastra memang syarat dengan unsur estetik. Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa dan kado bahasa sehingga mampu membungkus rapi gagasan penulis (Endraswara, 2003: 71).

Dapat dikatakan bahwa setiap karya sastra hanyalah seleksi beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu (Pradopo, 2005: 162). Hubungan antara bahasa dan sastra sering bersifat dialektis. Sastra sering mempengaruhi bahasa sementara itu sastra juga tidak mungkin diisolasi dari pengaruh sosial

dan intelektualitas.

Analisis stilistika digunakan untuk menemukan suatu tujuan estetika umum yang tampak dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya. Dengan demikian, analisis stilistika dapat diarahkan untuk membahas isi. Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa sastra mempunyai tugas mulia (Endraswara, 2003: 72). Lebih lanjut, Suwardi menambahkan bahwa bahasa

memiliki pesan keindahan dan sekaligus membawa makna. Gaya bahasa sastra berbeda dengan gaya bahasa sehari-hari. Gaya bahasa sastra digunakan untuk memperindah teks sastra.

Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti leksikal "alat untuk menulis" (Aminuddin, 2009: 72). Aminuddin juga menjelaskan bahwa dalam karya sastra istilah gaya

mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Sedangkan Scharbach (dalam Aminuddin, 2009: 72)

(32)

Secara umum, gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, dan sebagainya (Keraf 1984: 113). Dengan demikian, segala perbuatan manusia dapat dipergunakan untuk mengetahui siapakah dia sebenarnaya atau segala perbuatan dapat memberikan gambaran sendiri. Dalam hubungan dengan karya sastra, terdapat berbagai pengertian atau pendapat tentang gaya yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan

pengertian tersebut. Istilah gaya berpadanan dengan istilah stylus (Aminuddin, 1995:1).

Secara umum makna stylus adalah bentuk arsitektur, yang memiliki ciri sesuai dengan karaktristik ruang dan waktu. Semantara itu kata stylus bermakna alat untuk menulis sesuai dengan cara yang digunakan oleh

penulisnya. Terdapat dimensi bentuk dan cara tersebut menyebabkan istilah

style selain dikatagorikan sebagai nomina juga dikatagorikan sebagai verbal.

Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan ilmu tentang gaya.

Cunningham (1966: 15) menyebutkan bahwa gaya ialah cara

pengungkapan dalam tulisan atau ujaran, penyeleksian ungkapan yang khas, cara yang khas dalam menggungkapkan pikiran melalui kata-kata yang runtut atau kiasan yang berbeda kesannya bila diungkapkan dengan cara yang lain. Pendapat ini lebih tegas, karena Cunningham lebih menekankan pada pengolahan bahasa sebagai media yang akan berubah menjadi karya sastra. Enkvist (dalam Aminudin, 1995: 28) memberikan definisi style, antara lain:

(1) bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pertanyaan yang telah ada sebelumnya; (2) pilihan antara berbagai pernyataan yang mungkin, (3) sekumpulan ciri pribadi; (4) penyimpangan dari pada norma atau kaidah dan; (5) hubungan antar satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari pada sebuah ayat.

(33)

Pada masa neoklasik, style diartikan sebagai bentuk penggungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin di refleksikan pengarang secara tidak langsung. Dalam karya sastra istilah gaya atau style mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat

menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 2009: 72). Salbach dalam (Aminuddin, 2009: 72) berpendapat bahwa "gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri". Sebenarnya gaya bahasa, secara intitutif pada umumnya telah dimengerti. Akan tetapi, sukar

membuat batasan dan merumuskan pengertiannya tentang gaya bahasa. Ada bermacam-macam batasan dan pengertian mengenai gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan fungsi tertentu. Dalam karya sastra yang efektif tentu ada fungsi estetik yang menyebabkan karya yang bersangkutan bernilai seni.

Nilai seni dalam karya sastra disebabkan oleh adanya gaya bahasa dan fungsi lain yang menyebabkan karya sastra menjadi indah seperti adanya gaya bercerita atau pun penyusunan alurnya. Dalam mempergunakan bahasa untuk melantunkan gagasannya, penyair tentu saja memiliki pertimbangan di dalam mendayagunakan gaya bahasa. Dengan demikian, penyair mestinya mempunyai tujuan tertentu dalam hal itu. Penyair mempergunakan gaya

bahasa tertentu, bisa jadi merupakan suatu upaya guna menguatkan maksud yang disampaikanya. Kemampuan dalam mengolah dan mendayagunakan gaya bahasa menentukan berhasil tidaknya suatu karya sastra.

Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan nilai seni. Hartoko dan Rahmanto (1986: 137) berpendapat

(34)

menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca, gaya bahasa itu selalu subjektif dan tidak akan objektif.

Gaya bahasa adalah cara mengekspresikan bahasa dalam prosa ataupun puisi. Gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apa pun yang dikatakan (Abram, 1981: 190). Sejalan dengan pengertian tersebut (Kridalaksana, 1983: 49-50) salah satu pengertiannya

adalah pemanfaatannya atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; lebih khusus adalah pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan lebih luasnya gaya bahasa itu merupakan keseluruan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra". Gaya bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media komunikasi secara

khusus, yaitu penggunaan bahasa secara beragam dengan tujuan untuk ekspresivitas, menarik perhatian atau untuk membuka pesona (Pradopo, 1990: 139).

Tarigan (1986: 5) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan

memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Dale (dalam Tarigan 1986: 5). Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa yang khas dan dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang menyimpang dari penggunaan bahasa sehari-hari atau yang lebih dikenal sebagai bahasa khas dalam wacana sastra.

Penyimpangan penggunaan bahasa biasanya berupa penyimpangan terhadap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah, pemakaian bahasa asing, pemakaian unsur-unsur daerah dan unsur-unsur asing.

Gaya bahasa atau style menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok atau tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa

(35)

seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan kepadanya (Keraf, 2004).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan gaya adalah tatanan yang bersifat lugas, jelas, dan menjauhkan unsur-unsur gaya bahasa yang mengandung makna konotatif. Sedangkan pengarang dalam wacana sastra

justru akan menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif. Selain itu, tatanan kalimat-kalimatnya juga menunjukkkan adanya variasi dan harmoni sehinnga mampu menuansakan keindahan dan bukan hanya nuansa makna tertentu saja. Oleh sebab itu masalah gaya dalam sastra akhirnya juga berkaitan erat dengan

masalah gaya dalam bahasa itu sendiri.

Sudjiman (1998: 13) berpendapat bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu.

Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Ratna (2009: 84) berpendapat bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu

sendiri. Gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya.

Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek

(36)

mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai sebuah karya. Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang berasal dari imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan sangat menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini bisa

dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang akan diciptakan.

Karya sastra adalah sebuah wacana yang memiliki kekhasan tersendiri. Seorang pengarang dengan kreativitasnya mengekspresikan gagasannya dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua

media yang ada dalam bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pegarang dalam memanfaatkan dan menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan tidak dapat ditiru oleh pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari pribadi seorang pengarang. Kalaupun ada yang meniru pasti akan dapat ditelusuri sejauh mana persamaan atau perbedaan antara

karya yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat diketahui mana karya yang hanya sebuah jiplakan atau imitasi.

Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatarbelakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan

kehidupan di mana bahasa itu digunakan.

Bahasa sastra adalah bahasa khas (Endraswara, 2003: 72). Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dioles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang, bukan hanya suatu kebetulan

(37)

lebih berbobot. Stilstik adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra yang akan membangun aspek keindahan karya sastra.

Pradopo (dalam Endraswara, 2003: 72) berpendapat bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga

rangkaian dari kata-kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan (Keraf, 2004: 112). Termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri (Sayuti, 2002: 110). Sejalan dengan pengertian tersebut, Endraswara

(2003: 73) berpendapat bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra.

Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang terekam dalam karya yang dihasilkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gaya masing-masing.

Musicologists and linguists have often suggested that the prosody of a

culture’s spoken language can influence the structure of its

instrumental music. However, empirical data supporting this idea

have been lacking. This has been partly due to the difficulty of

developing and applying comparable quantitative measures to melody

and rhythm in speech and music… (Ahli musik dan ahli bahasa sering

(38)

dengan melodi dan irama dalam pidato dan musik).(Patel AD, Daniele JR, 2002).

Dengan kata lain, objek tersebut adalah untuk mengetahui nilai-nilai

tematik dan estetika yang dihasilkan oleh linguistik bentuk, nilai-nilai yang menyampaikan visi penulis, nada dan sikap, yang bisa meningkatkan afektif atau kekuatan emotif pesan yang memberikan sumbangan untuk karakterisasi dan membuat fiksi realitas fungsi lebih efektif dalam kesatuan tematik.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.

Keraf (2004: 113) menyebutkan Syarat-syarat yang diperlukan untuk membedakan suatu gaya bahasa yang baik dari gaya bahasa yang buruk

sebagai berikut. 1) Kejururan

Kejujuran adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang kejujuran meminta kita melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Bahasa adalah alat untuk kita

bertemu dan bergaul. Sebab itu, bahasa harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.

2) Sopan-santun

Sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang

yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalm gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Kejelasan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut.

a) kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;

(39)

c) kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;

d) kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan. 3) Menarik

Kejujuran, kejelasan serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua (atau ketiga) kaidah tersebut diatas maka bahasa yang digunakan masih terasa

tawar, tidak menarik. Sebab itu, sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).

b. Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur Bahasa dapat dibedakan

berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan dengan jenis-jenis bahasa sebagai berikut:

1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi (bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi dan gaya

bahasa percakapan. Gaya bahasa dalam tingkatan bahasa nonstandar tidak akan dibicarakan di sini, karena tidak akan berguna dalam tulisan-tulisan ilmiah atau ilmiah popular (Tarigan, 1986 : 144).

a) gaya bahasa resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya

yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esei yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya

dibawakan dengan gaya bahasa resmi. (Tarigan, 1986: 144). b) gaya bahasa tidak resmi

(40)

kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif. Gaya ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial, kolumnis, dan sehagainya. Singkatnya gaya bahasa tidak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar (Tarigan, 1986: 144).

c) gaya bahasa percakapan

Sejalan dengan kata-kata dalam percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis, yang secara

bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Biasanya segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi-segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai

bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi (Tarigan, 1986: 145).

2) Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dan rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dan pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan (Tarigan, 1986: 145).

(41)

a) gaya sederhana

Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya.

b) gaya mulia dan bertenaga

Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan energi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu.

Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Tampaknya hal ini mengandung kontradiksi, tetapi kenyataannya memang demikian. Nada yang agung dan mulia akan sanggup menggerakkan emosi setiap

pendengar, dalam keagungan, terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara aktif ia meyakinkan bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan biasanya disampaikan dengan nada yang agung dan mulia. Tetapi di balik keagungan dan kemuliaan itu

terdapat tenaga penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan emosi para pendengar atau pembaca.

c) gaya menengah

Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga

bersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat. Pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi, orang lebih menginginkan ketenangan dan kedamaian. Akan ganjil rasanya, atau akan timbul ketidak harmonisan kalau dalam suatu pesta pernikahan ada orang yang

(42)

3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa, yang dimaksud dengan struktur kalimat disini adalah kalimat bagaimana sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Berdasarkan dengan sifatnya periodik, kalimat yang bersifat kendur, dan kalimat yang bersifat berimbang (Tarigan,

1986: 147).

Berdasarkan struktur kalimat yang sifatnya periodik, kalimat yang bersifat kendur dan kalimat yang bersifat berimbang maka dapat di peroleh gaya bahasa sebagai berikut:

a) klimaks

Gaya bahasa klimaks diturunkan dan kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dan gagasan-gagasan sebelumnya. Klimaks disebut juga gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang

sebenamya merujuk kepada tingkat atau gagasan tertinggi. Bila klimaks itu terbentuk dan beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi kepentingannya, maka ia disebut anabasis.

b) antiklimaks

Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu

acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dan yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu.

c) paralelisme

(43)

sama. Kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama.

d) antitesis

Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata-kata yang berlawanan.

e) repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dalam bagian ini hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata atau frasa atau klausa.

Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam oratori timbullah bermacam-macam variasi repetisi.

Repetisi, seperti halnya dengan paralelisme dan antitesis, lahir dan kalimat yang berimbang. Karena nilainya dalam oratori dianggap tinggi, maka para orator menciptakan bermacam-macam

repetisi yang pada prinsipnya didasarkan pada tempat kata yang diulang dalam baris, klausa, atau kalimat. Yang penting di antaranya adalah.

(1) epizeuksis: repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut;

(2) tautotes: repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam

sebuah konstruksi;

(3) anafora: repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya;

(4) epistrofa: repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan;

(5) simploke (symploehe): simploke adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut;

(44)

(7) epanalepsis: pengulangan yang berwujud kata terakhir dan baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama;

(8) anadiplosis: kata atau frasa terakhir dan suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dan klausa atau kalimat berikutnya.

4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai trope atau figure

of speech. Tarigan (1986: 181) berpendapat bahwa gaya bahasa yang

disebut trope atau figure of speech dalam uraian ini dibagi atas dua kelompok yaitu:

a) gaya bahasa retoris

Macam-macam Gaya bahasa retoris yaitu sebagai berikut: (1) aliterasi; (2) asonansi; (3) anastrof; (4) apofasis atau preterisio; (5)

apostrof; (6) asindeton; (7) polisindeton; (8) kiasmus; (9) elipsis; (10) eufe mismus; (11) litotes; (12) histeron Proteron; (13) plenasma; (14) tautologi; (15) perifrasis; (16) prolepsisi atau antisipasi; (17) erotesis atau pertanyaan retoris; (18) silepsis dan zeugmen; (19) koreksio atau epanortosis; (20) hiperbola; (21) paradoks; dan (22) oksimoron.

b) gaya bahasa kiasan

Macam-macam gaya bahasa kiasan yaitu sebagai berikut: (1) Persamaan atau smile; (2) metafora; (3) alegori; (4) parabel; (5) fabel; (6) personifikasi atau prosopopoeia; (7) alusio; (8) eponim; (9) epitet; (10) sinekdoke; (11) metonimia; (12) antonomasia; (13)

(45)

B. Penelitian Relevan

Hasil penelitian sebelumnya yang relavan dan dapat dijadikan acuan serta masukan pada penelitian ini adalah:

1. Fitri Wulan Sari dalam penelitian berjudul Penggunaan Diksi dan Gaya Bahasa Pada Lirik Lagu Religi Karya Ainur Rofik Lil Firdaus. 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan Diksi dan Gaya Bahasa pada

Lirik Lagu Religi Ainur Rofik Lil Firdaus, menunjukan terdapat pemakaian diksi dan gaya bahasa. Penggunaan diksi meliputi, pemakaian bahasa Arab, pemakaian bahasa Jawa, pemakaian serapan bahasa Arab, penggunaan idiom dan kata majemuk. Dan gaya bahasa yang terdapat pada lirik lagu tersebut antara lain, gaya bahasa perumpamaan atau simile, gaya bahasa metafora,

gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa sinekdok, gaya bahasa eponim, dan gaya bahasa repetisi. Dalam lirik lagu religi karya Opick nilai-nilai keagamaan dikategorikan sebagai berikut: nilai taubat, rasa syukur, hidayah, dan cinta rasul

2. Diana Yusuf dalam skripsinya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa dalam

Antologi Geguritan Medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki (Kajian Stilistika) 2005. Masalah yang dibahas adalah bagaimana penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam antologi geguritan medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa dalam antologi geguritan ternyata tidak hanya terbatas dalam pembahasan gaya/style kebahasaan seorang pengarang, namun juga dibahas mengenai diksi atau

makna kata.

3. Elisa Nugraheni dalam skripsinya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa lirik lagu Ebiet. G. Ade” 2004. Dalam penelitian ini di bahas mengenai pemakaian bentuk gaya bahasa yang digunakan dalam lirik lagu Ebiet G. Ade dan makna gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu Ebiet G. Ade. Dalam penelitian ini

(46)

4. Ermi Adriani M dalam penelitiannya yang berjudul “Gaya Bahasa Dalam Lirik Lagu-Lagu Ungu” 2008. Penelitian ini meneliti mengenai gaya bahasa yang terkandung pada lirik lagu-lagu Ungu ditinjau dari kajian stilistika. Penelitian ini ditinjau dari kajian stilistika yang berkaitan dengan gaya yang meliputi konsep-konsep tentang pilihan leksikal seperti pengunaan bahasa daerah, bahasa asing, mengenai ungkapan dan majas. Hasil dari penelitian ini

adalah menganalisis wujud gaya bahasa dari lirik lagu-lagu Ungu dengan mendeskripksikan fakta berupa liriknya dan mengidentifikasi gaya bahasa yang sesuai.

5. Keith J. Petrie dan James W. Pennebaker dalam penelitiannya yang berjudul “Things We Said Today: A Linguistic Analysis of the Beatles” 2008. Penelitian

ini meneliti mengenai Kelompok musik The Beatles yang memiliki dampak besar pada budaya Barat selama mereka bersama antara tahun 1960 dan 1970. Ketiga penulis lagu, John Lennon, Paul McCartney, dan George Harrison, bersama-sama dan berkembang secara terpisah dalam gaya liris mereka dari waktu ke waktu. Menggunakan generasi baru dari teks komputer analisis, lirik

The Beatles dianalisis untuk mengatasi bagaimana kelompok berubah sebagai satu unit dari waktu ke waktu, bagaimana berbagai anggota berubah dalam gaya mereka menulis, dan tumpang tindih dalam gaya liris dari satu komponis ke yang berikutnya. Secara keseluruhan, lirik The Beatles menjadi lebih gelap, lebih psikologis jauh, dan kurang segera dari waktu ke waktu. gaya liris Paul McCartney terbukti lebih variabel dan luas mulai dari baik Lennon atau

Harrison. Analisis semantik laten Menggunakan, lirik Harrison lebih dipengaruhi oleh Lennon selain dengan McCartney, akhirnya lirik bersama-sama ditulis oleh Lennon dan McCartney adalah matematis lebih mirip dengan gaya linguistik Lennon dari McCartney.

C. Kerangka Berpikir

Gambar

Gambar
   Tabel
Gambar 1. Kerangka Berpikir commit to user
Tabel 1 Jadwal Kegiatan Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa bentuk campur kode yang terdapat pada lirik lagu pop Indonesia adalah campur kode kata benda, campur kode kata verba, campur kode kata sifat

Seluruh dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, khususnya Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang telah memberikan banyak ilmu

Bagaimanakah bentuk pemakaian gaya bahasa perbandingan pada lirik lagu-lagu Iwan Fals dalam Album Sarjana Muda?.

Analisis Diksi, Gaya Bahasa, dan Gramatika pada Lirik Lagu-Lagu Opick; Dewi Hajar Khusnul Khuluq, 060110201022; 2012; 82 halaman; Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas

Kata Ku mohon kembalilah dalam pelukanku termasuk majas personifikasi karena kata kembalilah dan pelukanku disamakan seperti tempat tinggal (rumah) untuk kembali..

konotatif, hakikat, afektif, emotif, kolokatif, idiomatikal, kiasan, stilistika, proposisional, piktorial, gereflekter, tematis, dan makna kata da istilah. Pada semantik

◦ Homofon adalah suatu kata yang memiliki makna dan ejaan yang berbeda dengan lafal yang sama.. ◦ Homograf adalah suatu kata yang

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit, makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang