• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Eye Vision Operator Crane Pada Proses Pertukaran Anode Guna Mengurangi Kesalahan Pengoperasian di PT. Inalum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Eye Vision Operator Crane Pada Proses Pertukaran Anode Guna Mengurangi Kesalahan Pengoperasian di PT. Inalum"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Grandjean, Etienne. Fitting The Task to The Man. London: New York. 1988. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. International Vision Reguirements for Driving Safety, AADL: Skills

www.icoph.org/pdf/visionfordriving.pdf.

Julius Panero, Martin Zelnik. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Jakarta: Erlangga. 1979.

Mark S. Sanders and Ernest J. McCormick. Ergonomics: Human Factors in Engineering and Design. New York: St. Louis San Francisco. 1993.

Nungki_Rusydiana. Penulisan Sumber Kutipan dan Daftar Pustaka.[online]. Diunduh pada bulan Juli 2016. https://id.scribd.com/doc/.../Nungki-Rusydiana-P-22010110130160-Bab2KTI-pdf.

Nurmianto. Data Anthropometri Masyarakat Indonesia serta Dimensionalnya. Jakarta: Institut Teknologi Sepuluh November. 1991.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metodologi Penelitian Edisi 2. Medan: USU Press. 2012.

(21)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Visual Acuity (Ketajaman Penglihatan)2

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan untuk membedakan hal-hal yang detail dimana tergantung pada akomodasi mata. Ada beberapa perbedaan tipe dari ketajaman penglihatan yang tergantung pada tipe objek. Ketajaman penglihatan ini sering digunakan untuk mengukur ketajaman, ketajaman minimum terpisah yang menunjukkan jarak terkecil antara objek terhadap mata yang dapat dideteksi. Variasi objek digunakan untuk mengukur ketajaman minimum terpisah termasuk huruf dan variasi geometris seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.1. Ketajaman biasanya diukur timbal balik dari sudut penglihatan di mata dengan detail terkecil yang dapat dibedakan seperti jarak dalam cincin Landholt seperti Gambar 3.1. Sudut penglihatan diukur menggunakan busur. Konsep dari sudut penglihatan ini di ilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Ilustrasi dari Variasi Tipe Objek

Digunakan dalam Tes Ketajaman Visual dan

(22)

Fitur ini dibedakan dalam objek a, b, c, dan d dari semua ukuran yang sama, oleh karena itu sudut penglihatan pada mata sama. Dengan target apakah objek dapat didentifikasi untuk setiap huruf dengan subjek c, e, dan f, untuk mengidentifikasi orientasi (seperti vertikal atau horizontal) dan dengan subjek b subjek untuk mengidentifikasi salah satu dari empat orientasi. Dengan target subjek d untuk mengidentifikasi satu sasaran kotak-kotak dari tiga lainnya dengan kotak kecil. Dimana H adalah tinggi dari objek, dan D adalah jarak dari mata. H dan D harus dalam satuan yang sama seperti inci, feet, milimeter. Dan sebagainya. “Normal” ketajaman biasanya diambil menjadi 1,0 (VA = 1 ketelitian), tapi itu tergantung pada jenis sasaran yang digunakan. Misalnya, ketajaman untuk cincin Landholt lebih baik daripada untuk huruf Snellen (jenis yang digunakan pada

dokter grafik mata). Jika seseorang dapat membedakan hal yang detail menggunakan busur dari 1,5 menit. Ketajaman untuk orang yang 1/1,5 menit atau dengan hasil 0,67 ketelitian.

(23)

normal harus membawa ke 10 feet sebelum memulai membaca. Normalnya 20/20 vision diasumsikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan detail target 1 menit busur pada 20 feet (maka ketajaman sama 1 menit). Misalnya, 20/30 setara dengan ketajaman dari 0,6.

Ada jenis lain dari ketajaman selain ketajaman dipisahkan minimum. Vernier Acuity mengacu pada kemampuan untuk membedakan perpindahan lateral, dari satu baris ke baris lain, jika tidak begitu seimbang akan membentuk garis kontinu. Ketajaman jelas minimal adalah kemampuan untuk mendeteksi tempat (putaran dot) dari background. Selanjutnya, Stereoscopic acuity mengacu pada kemampuan untuk membedakan gambar, atau gambar yang diterima oleh retina mata dari satu objek yang memiliki kedalaman. (Ini dua gambar yang paling dimana objek dekat dengan mata dan yang paling berbeda ketika ketika objek jauh).

(24)

3.1.1 3Perkembangan Pengukuran Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihatan merupakan salah satu komponen dari fungsi penglihatan. Tajam penglihatan sentral dapat diukur menggunakan alat yang menampilkan target dengan ukuran yang berbeda-beda pada jarak yang telah distandarkan. Biasanya menggunakan Snellen chart, yang terdiri dari beberapa baris huruf yang semakin ke bawah semakin kecil. Setiap baris ditandai dengan angka, yang menunjukkan jarak dimana mata normal dapat melihat semua huruf pada baris tersebut. Tajam penglihatan dapat diukur pada jarak 20 feet atau 6 meter. Untuk diagnosis, mata harus dites secara bergantian.19 Tajam penglihatan biasanya dinyatakan dalam bentuk pecahan. Pembilang menyatakan jarak antara orang yang diperiksa dengan kartu optotip Snellen yang diletakkan dimukanya. Penyebut merupakan jarak dimana huruf tersebut seharusnya dapat dilihat atau dibaca. Apabila pasien tidak dapat melihat huruf pada baris pertama Snellen chart, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari. Mata normal dapat melihat jari terpisah pada jarak 60 meter. Apabila pasien gagal dalam pemeriksaan ini, maka dilanjutkan dengan uji lambaian tangan. Gerakan tangan dapat dilihat mata normal dari jarak 300 meter. Apabila pasien hanya dapat membedakan

(25)

Tabel 3.1 Kriteria tajam penglihatan menurut WHO

Kriteria

Tajam Penglihatan

Meter LogMAR

Tajam penglihatan baik 6/6 - 6/18 0,00 – 0,48

Tajam penglihatan baik <6/18 - 6/60 0.48 – 1,00

Tajam penglihatan buruk <6/60 >1,00

Tajam penglihatan terkoreksi yaitu tajam penglihatan yang didapatkan dengan menggunakan alat bantu, seperti kacamata atau lensa kontak.

3.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketajaman Penglihatan Faktor faktor yang mempengaruhi tajam penglihatan yaitu: 1. Kejernihan media refrakta

Media refrakta terdiri dari kornea, humor akuos, lensa, dan korpus vitreum. Apabila salah satu media refrakta ini mengalami kekeruhan, maka sinar tidak dapat difokuskan dengan baik. Salah satu contoh kekeruhan ini adalah katarak, yaitu kekeruhan pada lensa.

2. Sistem optik/ refraksi

(26)

3. Sistem persyarafan mata

Apabila ada gangguan di salah satu jalur visual (retina-korteks serebri), maka informasi visual tidak akan tersampaikan dengan baik dan akan menurunkan tajam penglihatan.

3.1.3 4Pemeriksaan Visus Mata

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan

kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan

kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan gambar kartu Snellen

ditentukan tajam penglihatan dimana mata hanya dapat membedakan dua titik

tersebut membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh

huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut satu

menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap lima menit.

(27)

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti :

1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak enam meter.

2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

(28)

lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.

9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol.

Hal diatas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat

berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan tersebut.

Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang dewasa secara

fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang normal adalah

dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu,

sedang mempunyai kemampuan untuk dapat mengikuti sinar pada usia 2 bulan.

Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara ini dapat diketahui

keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa perkembangannya. Pada anak yang lebih

besar dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan

dalam pengujian penglihatannya.

Untuk mengetahui sama tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata dapat

dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan

menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia sedang memakai

mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding dengan mata lainnya. Bila

seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka

dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada

(29)

Tabel 3.2 Ketajaman Penglihatan dengan Snellen

3.2 Bidang Visual (Visual Field)5

Bidang visual adalah bagian dari objek di sekitarnya yang dapat ditangkap oleh mata ketika kedua mata dan kepala yang melihat suatu benda. Hanya benda dalam bidang yang berada pada 1o yang dapat dilihat secara jelas (terfokus). Di luar zona ini benda menjadi semakin lebih kabur dan tidak jelas. Bidang visual dapat dibagi sebagai berikut:

1. Bidang visual yang jelas: sudut pandang 1o 2. Bidang tengah: sudut pandang 40o

3. Bidang luar: sudut pandang 40-70o

(30)

Gambar 3.3 Bidang Visual (Visual Field) Keterangan:

a = Zona visi yang tajam yaitu dengan sudut pandang 1 derajat.

b = Zona bidang tengah atau visi tidak terlalu tajam dengan sudut pandang 40 derajat.

c = Zona bidang luar yaitu hanya gerakan jelas yang terlihat namun sudut pandang lebih dari 41 derajat sampai 70 derajat.

3.3 Ruang Audiovisual6

Berbagai gerak sendi dan posisinya biasanya terekam dalam tiga bidang dasar sagital, frontal atau koronal, dan transversal atau bidang-bidang yang pararel dengan mereka. Bidang sagital adalah bidang vertikal yang diambil dari tengah tubuh dan tegak lurus rentang tubuh. Bidang frontal atau koronal juga adalah bidang vertikal dan diasumsikan diambil melalui tubuh dan tegak lurus bidang sagital. Bidang transversal merupakan bidang horizontal yang tegak lurus pada kedua bidang tadi. Untuk maksud-maksud riset biomekanik, ketiga bidang ini

(31)

dipandang sebagai sistem aksis ortogonalyang terpusat pada panggul. Perhatikan gambar 3.10. berikut:

Gambar 3.4. Pergerakan Kepala dalam Bidang Horizontal

(32)

Gambar 3.5. Pergerakan Kepala dalam Bidang Vertikal

(33)

Gambar 3.6. Daerah Visual dalam Bidang Horizontal

(34)

batas masing-masing, baik kata-kata atau simbol-simbol cenderung untuk menghilang. Daerah fokus tertajam sebenarnya berada sekitar 1o di sisi lain garis pandang. Tergantung dari warna tertentu, warna mulai menghilang pada sudut antara 30o dan 60o dari garis pandang.

Gambar 3.7 Daerah Visual dalam Bidang Vertikal

(35)

sebesar 30o dan 38o. Besar dari zona pengamatan optimal bagi materi-materi display kira-kira sebesar 30o di bawah garis pandang standar.

3.4 Anthropometri Orang Indonesia7

Anthropometri merupakan studi tentang dimensi tubuh manusia yang berguna dalam perancangan suatu produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data Anthropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error). Anthropometri adalah suatu ilmu yang menyelidiki manusia dari segi keadaan dan ciri-ciri fisiknya seperti dimensi linier, volume, dan berat.

Istilah Anthropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Anthropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia: ukuran, bentuk dan kekuatan, serta penerapan dari data tersebut untuk penanggulangan masalah desain.

(36)

1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain).

2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas, dan sebagainya.

Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain.

Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Tetapkan anggota tubuh yang mana yang akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.

b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah mengunakan data static anthropometry atau dynamic anthropometry.

c. Tentukan apakah produk dirancang khusus untuk individu tertentu, untuk semua populasi, atau dilakukan pengambilan sampel dengan tujuan mewakili populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.

d. Untuk perancangan fasilitas atau produk dengan target pemakainya adalah populasi, tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, adjustable, ataukah ukuran rata-rata.

(37)

terhadap dimensi tubuh tersebut atau ukurannya telah tersedia dan dapat diambil dari tabel data anthropometri yang sesuai.

f. Jika data berasal dari sampel dan perancangan produk atau fasilitas kerja diaplikasikan untuk populasi atau tujuan perancangan untuk ukuran rata-rata, pilih persentil populasi yang harus diikuti; persentil 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

g. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan, dan sebagainya.

(38)

Sumber:Data Anthropometri Masyarakat Indonesia serta Dimensionalnya, Nurmianto (1991) Gambar 3.8. Anthropometri Tubuh Manusia

(39)

Tabel 3.3 Dimensi Tubuh Orang Indonesia

(40)

Keterangan :

1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai ujung kepala). 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3. Tinggi bahu dalam posisi tegak.

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak. 6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat

sampai dengan kepala).

7. Tinggi mata dalam posisi duduk. 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10. Tebal atau lebar paha.

11. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut.

12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut atau betis.

13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.

14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha. 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).

16. Lebar pinggul atau pantat.

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung. 18. Lebar perut.

(41)

20. Lebar kepala.

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22. Lebar telapak tangan.

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan.

24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan ang terjangkau lurus ke atas vertikal.

25. Tinggi jangakauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya nomor 24 tetapi dalam posisi duduk.

26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.

3.4.1 Aplikasi Data Anthropometri Dalam Rancangan Peralatan/Produk Prinsip-prinsip yang harus diambil di dalam aplikasi data anthropometri

adalah :

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim Rancangan produk dibuat untuk memenuhi dua sasaran poduk, yaitu :

(42)

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain. Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara :

1) Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk, umumnya didasarkan pada nilai persentil terbesar, seperti 90-th, 95-th, 99-th persentil. Contohnya adalah penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi pintu darurat.

2) Untuk dimensi maksimum yang ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (1-st, 5-th, 10-th persentil). Contohnya adalah penetapan jarak jangkau suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip rancangan produk/peralatan yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran tertentu. Di sini, rancangan bisa berubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel untuk dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang letaknya dapat digeser maju/mundur dan sudut sandarannya pun dapat diubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannnya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, maka data anthropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai dengan 95-th persentil.

3. Prinsip perancangan produk/peralatan dengan ukuran rata-rata.

(43)

a. Sikap dan posisi kerja

Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang tidak baik, petimbangan-pertimbangan ergonomis menyarankan :

1) Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama.

2) Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dicapai.

3) Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring.

4) Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas level siku yang normal.

b. Anthropometri dan dimensi ruang kerja

(44)

c. Efisiensi Ekonomi gerakan dan pengaturan peralatan/fasilitas kerja Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur untuk mengekonomiskan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap perancangan sistem kerja pada suatu industri, karena akan mempermudah modifikasi terhadap hardware, prosedur kerja, dan lain sebagainya.

d. Energi yang dikonsumsi

(45)

3.4.2 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri Adapun pendekatan dalam penggunaan data antropometri adalah sebagai berikut :

1. Pilihlah simpangan baku yang sesuai sebagai dasar perancangan yang dimaksud

2. Carilah data pada rata-rata dan distribusi dari dimensi yang dimaksud untu 3. populasi yang sesuai

4. Pilihlah nilai persentil yang sesuai sebagai dasar perancangan 5. Pilihlah jenis kelamin yang sesuai

Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standart deviasi) dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dapat dihitung berdasarkan pengujian sebagai berikut: 1. Uji Keseragaman Data

(46)

σ =

(47)

waktu, dan sebagainya. Test kecukupan data dapat digunakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

N’ =

Dimana: X = Data ke-I dari N sampel

k = 2 (untuk tingkat keyakinan sebesar 95%) s = Tingkat ketelitian yang digunakan sebesar 5% N = Jumlah data yang aktual untuk sampel tersebut N’ = jumlah data yang seharusnya untuk sampel tersebut

Nilai K untuk tingkat kepercayaan tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Tingkat Kepercayaan

Tingkat Kepercayaan Nilai K

≤ 68% 1

68% < (1-α) 95% 2

95% < (1-α) ≤ 99% 3

Nilai S untuk tingkat ketelitian tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Tingkat Ketelitian

Tingkat Ketelitian Nilai K

5% 0,05

(48)

Diasumsikan tingkat keyakinan adalah 95 % dan tingkat ketelitian 5 %, maka rumus uji kecukupan data menjadi :

N’ =

Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tetentum dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95% persentil: 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil. Besarnya nilai persentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9. Distribusi Normal dan Perhitungan Persentil

(49)
(50)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Inalum departemen SRO (Smelter Reduction Operation) yang bergerak dalam pengolahan aluminium batangan (ingot).

PT.Inalum berlokasi di lokasi Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara (dahulunya Kabupaten Asahan). Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 13-17 April, shift II pukul 08.00-16.00. Peta posisi PT.Inalum dapat dilihat pada Gambar 2.1.

4.2. Jenis Penelitian8

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. Maksud dan tujuan penelitian ini hanya sebatas membuat deskripsi yang tepat, apa adanya tentang fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek tanpa membuat prediksi atau mencari pemecahan atas masalah yang ada dalam objek tersebut.

4.3. Subjek Penelitian

(51)

perilaku operator yang terdiri dari ketinggian objek yang dilihat, jarak pandang operator ke objek, ketajaman penglihatan operator terhadap objek, serta sudut penglihatan operator terhadap objek. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perbaikan rancangan desain eksterior kabin crane.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut variabel terikat karena variabel dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel dependen pada penelitian ini adalah Kesalahan Pengoperasian.

2. Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen yang berpengaruh terhadap perancangan penelitian merupakan kriteria produk yang harus diamati yaitu

a. Ketinggian objek

b. Jarak mata ke objek terlalu jauh

(52)

4.5. Kerangka Konseptual

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedia sebuah perancangan kerangka konseptual yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka konseptual inilah yang merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Adapun kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

4.6. Defenisi Variabel Operasional

(53)

Tabel 4.1. Variabel Operasional Penelitian untuk melihat objek secara detail

1. Observasi 2. Studi Literatur

2. Ketinggian Objek

Menunjukkan ukuran objek secara vertikal dari posisi atas hingga ke

bawah objek terjadi kesesuaian fasilitas kerja dengan operator.

1. Antropometer

Cara pengukuran variabel operasional dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Ketajaman penglihatan (visual acuity) yang berbeda-beda

Diukur dengan menggunakan alat bantu snellen chart. Prosedur pengukuran ketajaman penglihatan dengan snellen chart dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden

dengan jarak 6 meter (sesuai pedoman tali). b. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.

c. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa menekan bolamata.

(54)

huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).

e. Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil (20/20).

f. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya.

g. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan posisi huruf E SETENGAH baris atau LEBIH dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut.

Gambar 4.2. Snellen Chart

2. Ketinggian Objek

(55)

elemen kerja yang lain, di pause untuk melakukan pengukuran dengan meteran.

3. Jarak mata ke objek terlalu jauh

Diukur saat operator melakukan 6 elemen kegiatan penukaran anoda. Objek yang diukur jarak sejajar mata secara vertikal ke batangan anoda lalu dari titik sejajar tersebut diukur secara horizontal sampai ke batangan anoda.

4. Rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horizontal

Diukur dengan menggunakan alat goniometer saat operator melakukan 6 elemen kerja. Cara pengukurannya dilakukan dari titik 0o pandangan sejajar operator ke arah depan sampai pada saat kepala operator berotasi sampai sudut perputaran tertentu.

5. Dimensi Antropometri Operator

Diukur dengan menggunakan meteran saat operator duduk tegak, dengan posisi lutut membentuk sudut 90o.

4.7. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tahap awal dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi

PT.Inalum pada bagian peleburan, informasi pendukung yang diperlukan serta studi literatur tentang metode pemecahan masalah yang digunakan dan teori pendukung lainnya.

(56)

4. Data primer yang pertama berupa data mengenai antropometri operator Anode Changing Crane, ketinggian objek yang dilihat, jarak penglihatan operator ke objek, ketajaman penglihatan operator terhadap objek, serta sudut penglihatan operator terhadap objek.

5. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari perusahaan berbentuk rancangan awal kabin Anode Changing Crane dan dokumen, arsip, atau catatan perusahaan. Data tersebut mengenai sejarah berdiri perusahaan, visi dan misi perusahaan, unit usaha dan struktur organisasi.

3. Pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan. 4. Analisis terhadap hasil pengolahan data.

5. Kesimpulan dan saran diberikan untuk penelitian.

4.8. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Sedangkan sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh operator ACC pada dua stasiun peleburan. Sedangkan sampel yang diambil adalah operator Anode Changing Crane di stasiun III dan IV (Pot Line 3) yang berjumlah 10 orang. Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah total sampling untuk operator yang akan diukur dimensi anthropometrinya.

4.9. Instrumen Penelitian

(57)

1. Pengukuran Antropometri menggunakan alat Goniometer, digunakan untuk mengukur sudut-sudut tubuh operator.

Gambar 4.3. Goniometer

2. Panduan wawancara, berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara dengan operator ACC.

3. Kamera digital, digunakan untuk mengambil foto ruang control ACC beserta kegiatan Anode Changing.

Gambar 4.4. Kamera Digital

4. Meteran, digunakan untuk mengukur dimensi tubuh operator dan jarak pandang operator terhadap objek.

(58)

5. Snellen chart, digunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan operator terhadap objek.

Gambar 4.6. Snellen Chart

4.10. Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan maka langkah selanjutnya adalah perbaikan perancangan desain eksterior kabin crane berdasarkan data antropometri, objek yang dilihat, jarak penglihatan operator ke objek, ketajaman penglihatan operator terhadap objek, serta sudut penglihatan operator terhadap objek.yang telah diukur. Rancangan dibuat dengan Software Autocad. Block diagram pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 4.2.

4.11. Kesimpulan dan Saran

(59)
(60)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 SOP Anode Changing Crane

SOP pergantian anode changing dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Sumber: Pengumpulan data

(61)
(62)

Sumber: Pengumpulan data

Gambar 5.1 (Lanjutan) SOP Pergantian Anoda (Anode Changing)

5.2 Aspek Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity)

Pada aspek ketajaman penglihatan merupakan kemampuan operator melihat secara detail objek tersebut. Dalam hal ini ketajaman penglihatan dapat di ukur dengan melihat visual angle. Pengukuran yang dilakukan dalam analisis visual angel menggunakan Snellen chart. Pengukuran ketajaman penglihatan

(63)

Tabel 5.1 Visual Acuity Operator

Operator Usia Baris Chart

(feet) Baris Chart (decimal)

5.3 Aspek Ketinggian (H) dan Jarak Objek (D)

Pada aspek ketinggian objek dan jarak objek yang diamati dapat berubah-ubah tergantung dari proses pemindahan objek. Ketinggian objek berberubah-ubah berdasarkan perubahan pergerakan anode wrench dan anode latch sesuai ketinggian yang dibutuhkan sedangkan jarak objek berubah tergantung pada operator seberapa dekat operator dapat melihat objek seperti contoh pada elemen kerja operator 1 berikut :

(64)

H

=

3

,5

m

Gambar 5.2 Proses Breaking Anode

2. Mengambil anode lama di dalam pot reduksi. Proses pengambilan anode lama dapat dilihat pada Gambar 5.3

(65)

3. Memindahkan anode lama ke tempat penumpukan anode. Proses pemindahan anode lama dapat dilihat pada Gambar 5.4

Gambar 5.4 Proses Pemindahan Anode Lama

(66)

5. Memasang anode baru ke dalam pot reduksi. Pemasangan anode baru dapat dilihat pada Gambar 5.6

Gambar 5.6 Proses Pemasangan Anode Baru

6. Melalukan proses covering yaitu menutupi celah-celah setiap anode dengan alumina agar tidak mengurangi kualitas alumina seperti terjadinya oksidasi. Untuk ketinggian dan Jarak Objek pada proses covering berukuran sama seperti proses breaking, dapat dilihat pada Gambar 5.7

Gambar 5.7 Proses Covering

(67)

Tabel 5.2 Rekapitulasi Aspek Ketinggian Objek dan Jarak Objek

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2 1,3

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 0.5

Operator 2

Proses breaking 3.5 1

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.2 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 0.8

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.5 1

Operator 3

Proses breaking 3 0.8

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.3 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 0.9

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 1

Operator 4

Proses breaking 3.5 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3 0.8 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1.3

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 0.5

(68)

(m) (m)

Operator 5

Proses breaking 3 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 0.8 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 1.3

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 0.5

Operator 6

Proses breaking 3.5 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.2 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1.2

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.3 1

Operator 7

Proses breaking 3.5 1

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 0.5

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 1

Operator 8

Proses breaking 3 1

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.2 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 0.8

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.5 1

Operator 9

Proses breaking 3 0.8

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.3 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 0.8

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

(69)

Tabel 5.2 Rekapitulasi Aspek Ketinggian Objek dan Jarak Objek (Lanjutan)

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.3 1

Hasil rekapitulasi pada tabel di atas menunjukkan kondisi jarak pandang operator berbeda-beda yang dipengaruhi oleh ketajaman operator yang masing-masing operator berbeda. Setelah diketahui ketinggian dan jarak objek maka dilakukan pengukuran sudut-sudut pandang operator berdasarkan kondisi aktual.

5.4 Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator (Visual Field)

Pada aspek penilaian sudut penglihatan operator berdasarkan bidang visual (visual field) menurut Grandjean(1988), bidang visual adalah bagian dari objek di

sekitarnya yang dapat ditangkap oleh mata ketika kedua mata dan kepala yang melihat suatu benda. Hanya benda dalam bidang yang berada pada 1o yang dapat dilihat secara jelas (terfokus). Di luar zona ini benda menjadi semakin lebih kabur dan tidak jelas. Bidang visual dapat dibagi sebagai berikut:

(70)

Gambar sketsa di bawah ini akan diperlihatkan hasil sudut penglihatan bidang visual (visual field) pada operator 1 seperti pada elemen kerja berikut : 1. Melakukan proses breaking

Pada proses breaking sketsa sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.8 Bidang Visual (visual Field) Proses Breaking Operator 1

(71)

2. Mengambil anode lama di dalam pot reduksi

Pada proses pengambilan anode lama di dalam pot reduksi sketsa sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.9 Proses Pengambilan Anode Lama di dalam Pot Reduksi Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 61o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

3. Memindahkan anode lama ke tempat penumpukan anode

(72)

Gambar 5.10 Proses Pemindahan Anode Lama ke Tempat Penumpukan

Anode Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 57o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

4. Pengambilan anode baru dari tempat penumpukan anode

(73)

Gambar 5.11 Proses Pengambilan Anode Baru dari Tempat Penumpukan

Anode Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 60o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

5. Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi

(74)

Gambar 5.12 Proses Pemasangan Anode Baru ke dalam Pot Reduksi Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 61o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

6. Proses Covering

(75)

Gambar 5.13 Proses Covering Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 51o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

Rekapitulasi aspek penilaian sudut penglihatan operator berdasarkan bidang visual (visual field) seluruh operator crane dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.3 Rekapitulasi Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator Berdasarkan Bidang Visual (Visual field)

Operator Elemen Kerja Visual Field

(o)

Operator 1

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 61o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 51o

Operator 2 Proses breaking 40

o

(76)

Tabel 5.3 Rekapitulasi Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator Berdasarkan Bidang Visual (Visual field) (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja Visual Field

(o)

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o

Proses covering 40o

Operator 3

Proses breaking 30o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 55o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 40o

Operator 4

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 40o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 51o

Operator 5

Proses breaking 30o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 54o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 40o

Operator 6

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 61o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o

(77)

Tabel 5.3 Rekapitulasi Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator Berdasarkan Bidang Visual (Visual field) (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja Visual Field

(o)

Operator 7

Proses breaking 40o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 60o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 40o

Operator 8

Proses breaking 38o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 54o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o

Proses covering 40o

Operator 9

Proses breaking 30o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 55o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 60o

Proses covering 50o

Operator 10

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 61o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o

(78)

5.5 Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator

Pada aspek pergerakan kepala operator terhadap objek untuk mengetahui rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horisontal. Secara antropometrik gerakan ini disebut sebagai rotasi leher dengan rentang yang dapat diupayakan sebesar 45o ke arah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi operator. Penilaian rotasi leher operator berbeda-beda tergantung pada pergerakan rotasi leher masing-masing operator. Ilustrasi gambar dapat dilihat pada contoh operator 1 pada elemen kerja berikut :

1. Melakukan proses breaking

Kondisi aktual dan sketsa operator pada proses breaking dapat dilihat pada Gambar 5.14

680

Gambar 5.14 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Breaking

(79)

2. Mengambil anode lama di dalam pot reduksi

Kondisi aktual dan sketsa operator pada pengambilan anode lama di dalam pot reduksi dapat dilihat pada Gambar 5.15

Gambar 5.15 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Pengambilan Anode Lama di dalam Pot Reduksi

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 62o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

3. Memindahkan anode lama ke tempat penumpukan anode

(80)

767

Gambar 5.16 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Pemindahan Anode Lama ke Tempat Penumpukan Anode

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 76o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

4. Pengambilan anode baru dari tempat penumpukan anode

Kondisi aktual dan sketsa operator pengambilan anode baru dari tempat penumpukan anode dapat dilihat pada Gambar 5.17.

(81)

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 60o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

5. Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi

Kondisi aktual dan sketsa operator pada pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi dapat dilihat pada Gambar 5.18

Gambar 5.18 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Pemasangan Anode Baru ke dalam Pot Reduksi

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 82o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

6. Proses Covering

(82)

Gambar 5.19 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Covering

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 75o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

Rekapitulasi aspek penilaian pergerakan kepala operator berdasarkan hasil sudut yang diperoleh dari pergerakan rotasi leher operator dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4 Rekapitulasi Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator

Operator Elemen Kerja Sudut Rotasi

Leher (o)

Operator 1

Proses breaking 68o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 62o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 82o

Proses covering 75o

Operator 2

Proses breaking 50o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 60o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 45

(83)

Tabel 5.4 Rekapitulasi Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja Sudut Rotasi

Leher (o) Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 47

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 52o

Proses covering 63o

Operator 3

Proses breaking 70o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 65o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 75o

Proses covering 70o

Operator 4

Proses breaking 67o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 55o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 80o

Proses covering 75o

Operator 5

Proses breaking 50o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 68o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 52o

Proses covering 65o

Operator 6

Proses breaking 75o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 65o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 68o

(84)

Operator Elemen Kerja Sudut Rotasi Leher (o)

Operator 7

Proses breaking 60o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 67o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 65o

Proses covering 70o

Operator 8

Proses breaking 60o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 48o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 66o

Proses covering 58o

Operator 9

Proses breaking 48o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 57o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 58o

Proses covering 52o

Operator 10

Proses breaking 72o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 62o Pemindahan anode lama ke tempat

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 55o

Proses covering 68o

Kesimpulan dari tabel bahwa kondisi aktual rotasi leher operator lebih dari 450 dengan kata lain akan menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi sebagian besar operator.

(85)
(86)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH

6.1 Analisis

6.1.1 Analisis Aspek Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity)

Berdasarkan pengamatan pada aspek ketajaman penglihatan pada operator Anode Changing Crane berdasarkan pengukuran visual acuity dengan Snellen chart dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 6.1. Kesesuaian Visual Acuity Operator Menggunakan Snellen Chart

Operator Usia Baris Chart

(feet)

(87)

(atau 20/20) mungkin mengalami gangguan penglihatan karena penyakit organik pada mata, atau gangguan refraksi murni. Penyakit organik pada mata berarti ada kelainan struktural yang mengakibatkan tajam penglihatan menurun. Misalnya ada kerusakan pada kornea ataupun kekeruhan pada lensa (pada katarak).

6.1.2 Analisis Aspek Ketinggian (H) dan Jarak Objek (D)

Hasil pengukuran yang dilakukan dalam aspek ketinggian dan jarak objek dapat berubah-ubah berdasarkan perubahan pergerakan anode wrench dan anode latch sesuai kebutuhan. Berdasarkan pengamatan yang di dapat pada satu lemen

kerja di antara semua operator menghasilkan nilai yang berbeda-beda. Kondisi ini dikarenakan jarak pandang operator berbeda-beda yang dipengaruhi oleh ketajaman operator.

(88)

visual 1o yang berarti operator melihat objek tidak cukup jelas sehingga mengganggu kenyamanan operator saat bekerja.

6.1.4 Analisis Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator

Pada aspek pergerakan kepala operator terhadap objek dilakukan dengan cara mengukur pergerakan kepala operator menggunakan goniometer untuk mengetahui rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horisontal. Pengukuran dilakukan saat operator diberhentikan sebentar pada setiap elemen kerja. Secara antropometrik gerakan ini disebut sebagai rotasi leher dengan rentang yang dapat diupayakan sebesar 45o ke arah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi operator namun hasil yang didapat menunjukkan bahwa keseluruhan operator bekerja dalam posisi rotasi leher yang melebihi rentang yang normal. Sehingga akan lebih mudah menimbulkan kelelahan.

6.1.5 Analisis Aspek Penambahan Fasilitas Kerja Kabin Crane

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat bahwa kondisi kabin crane mempengaruhi ketajaman penglihatan operator dan ketidaknyamanan operator dalam melihat objek. Oleh karena ini dilakukan penambahan fasilitas kerja dengan adanya pemasangan kamera wireless yang diletakkan pada posisi anode wrench dan anode latch kemudian hasil rekaman di transfer ke layar monitor yang

(89)

6.1.6 Analisis Data Anthropometri untuk Penempatan Layar Monitor Setelah dilakukan identifikasi terhadap ketajaman penglihatan (visual acuity) operator, ketinggian dan jarak objek, sudut penglihatan operator, dan

rotasi gerakan kepala operator maka diberikan solusi penambahan fasilitas guna mengurangi kelelahan yang ditimbulkan yang menyebabkan terbentuknya sudut gerakan yang tidak aman dan tidak nyaman bagi operator.

Elemen-elemen tersebut diperoleh dari analisis terhadap aspek pada ACC. Posisi penempatan layar monitor disesuaikan dengan dimensi anthropometri Tinggi Duduk Tegak dengan nilai persentil 50% yaitu 87,24 cm dan dimensi anthropometri Tinggi Mata Duduk dengan nilai persentil 50 % yaitu 77,85 cm. Sehingga posisi penempatan layar monitor berada di tengah-tengah kedua jarak dari nilai persentil tersebut. Maka diperoleh bahwa posisi penempatan layar monitor 82,5 cm di hitung dari posisi operator duduk dari bawah ke atas secara vertikal.

6.2 Pembahasan Masalah

Setelah di dapat rumusan masalah dalam penelitian ini untuk mengingkatkan ketajaman penglihatan operator maka dapat dicari alternatif solusi permasalahan maka diberikan kamera wireless dan layar monitor sebagai alat mempermudah penglihatan operator terhadap anoda.

6.2.1 Kamera Wireless

(90)

Pada akhir-akhir ini munculah sebuah kamera tanpa kabel atau nirkabel yang biasa

disebut dengan kamera wireless. Fungsi kamera wireless biasa digunakan untuk

sarana komunikasi tatap muka atau juga untuk memata-matai atau untuk mengintai

seseorang atau objek, sesuai keinginan pengguna. Selain untuk memata-matai atau

mengintai, kamera wireless juga bisa digunakan untuk pencarian objek didaerah yang

sulit dijangkau manusia. Karena ukurannya yang kecil kamera wireless sangatlah

mudah untuk masuk ke daerah yang sulit di jangkau manusia.

Pada kasus ini penggunaan kamera wireless untuk Anode Changing Crane (ACC) ini berfungsi untuk menangkap gambar yang tidak dapat dijangkau oleh penglihatan operator. Kamera wireless adalah suatu alat yang penangkap gambar tanpa kabel tapi menggunakan gelombang radio yaitu inframerah. Dengan penggunaan kamera wireless objek yang berada di luar bidang visual operator dapat dijangkau oleh kamera wireless kemudian di transfer ke layar monitor yang berada di depan operator. Sehingga kamera tersebut dapat membantu operator dalam mengoperasikan crane agar tidak menimbulkan gerakan-gerakan tidaknyamanan.

6.2.1.1Spesifikasi Kamera Wireless

Spesifikasi dari kamera wireless yang akan di rekomendasikan untuk dipasang pada Anode Changing Crane (ACC) antara lain :

1. Produsen : China

2. Nomor model : LS-7006W

(91)

5. Tingkat tahan air : IP67K

6. Transmisi : 30-50 m

7. Tegangan : 12-32 VDC

8. Jenis : Kamera mundur, sistem kamera spion nirkabel 9. Ukuran layar : 7 inch monitor nirkabel digital

10. Frekuensi : 2.4 GHz Sinyal analog 11. Sertifikasi : Ce/fcc

12. Di tempatkan pada : truk, forklift, crane

13. Nama merk : Lintech

14. Lensa Sudut : 120o sudut pandang 15. Night vision : 5-7 m

Gambar 6.1 Camera 7 Inch Wireless System

9

(92)

Ukuran Lensa 2.5 mm = sudut pandang 110° = jarak pandang ideal 8 meter Ukuran Lensa 2.8 mm = sudut pandang 100° = jarak pandang ideal 10 meter Ukuran Lensa 3.6 mm = sudut pandang 90° = jarak pandang ideal 12 meter Ukuran Lensa 4 mm = sudut pandang 80° = jarak pandang ideal 15 meter Ukuran Lensa 6 mm = sudut pandang 65° = jarak pandang ideal 20 meter Ukuran Lensa 8 mm = sudut pandang 55° = jarak pandang ideal 25 meter

Semakin kecil ukuran sebuah lensa, sudut pandangnya akan semakin melebar namun jarak pandang akan semakin menurun terhadap obyek, demikian sebaliknya jika ukuran Lensa semakin besar, sudut pandang akan semakin sempit namun jarak pandang dapat semakin jauh terhadap obyek karena lebih zoom. Obyek tentu saja masih tetap terlihat walau berada diatas jarak pandang ideal, meskipun tentunya obyek akan terlihat semakin mengecil.

(93)

Hanya untuk mempermudah saja, sebagai acuan dapat menggunakan kamera ponsel/hp utk menentukan sudut atau lensa yg ingin dipergunakan pada cctv kamera. Kamera ponsel/hp pada keadaan default umumnya setara dgn ukuran lensa camera cctv 4 mm. Cobalah mengcapture image pada tempat sekiranya kamera cctv akan dipasang. Dan lihat hasilnya, jika menginginkan sudut yg lebih lebar dari hasil capture image tadi, pilihlah lensa camera cctv yg lebih kecil ukurannya, misalnya 3.6 mm, 2.8 mm, 2.5 mm, 2.1 mm karena semakin kecil ukuran lensa kamera cctv, semakin lebar pula view anglenya. Namun perlu diingat, dengan semakin lebar view anglenya, maka akan semakin dekat pula jarak pandang ideal, dan hasil gambar akan cenderung cembung serta lensa bersudut lebar mahal harganya.

Sebaliknya, jika menginginkan hasil gambar yg lebih zoom sehingga nampak lebih detail pada obyek, maka pilihlah lensa camera cctv yg lebih besar ukurannya, mis: 6 mm, 8 mm, 16 mm karena semakin besar ukuran lensa kamera cctv, maka gambar akan terlihat lebih zoom (optical zoom). Namun perlu juga diingat, dengan semakin jauh jarak pandang ideal, maka sudut atau view angle akan semakin sempit, ini berarti utk jarak dekat, pada kiri dan kanan dari camera cctv akan semakin tidak terlihat (blind spot), dan lensa zoom juga mahal harganya. Tambahan saja untuk data teknisnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

(94)

Dengan mengacu pada Tabel diatas, maka untuk pengukuran detail objek, dapat mengikuti contoh hasil pengukuran dibawah ini:

Lensa 3.6 mm, Jarak dan Hasil (toleransi 10-30%): Jarak 1.5 m : Lebar bidang 2.3 m : Objek detail Jarak 3 m : Lebar bidang 4.6 m : Objek cukup detail Jarak 4.6 m : Lebar bidang 6.9 m : Objek masih bisa dikenali Jarak 7.6 m : Lebar bidang 11.4 m : Objek samar-samar Jarak 15.2 m : Lebar bidang 22.9 m : Objek sulit dikenali Jarak 30.5 m : Lebar bidang 45.7 m : Objek tidak dikenali

(95)

Jarak 7.6 m : Lebar bidang 5.8 m : Objek masih bisa dikenali Jarak 15.2 m : Lebar bidang 11.6 m : Objek samar-samar Jarak 30.5 m : Lebar bidang 23.2 m : Objek sulit dikenali

Lensa 16 mm, Jarak dan Hasil (toleransi 10-30%):

Jarak 1.5 m : Lebar bidang 0.4 m : Objek full satu layar, Super detail Jarak 3 m : Lebar bidang 0.9 m : Objek sangat detail

Jarak 4.6 m : Lebar bidang 1.3 m : Objek lebih detail Jarak 7.6 m : Lebar bidang 2.1 m : Objek detail Jarak 15.2 m : Lebar bidang 4.3 m : Objek cukup detail

Jarak 30.5 m : Lebar bidang 8.5 m : Objek sudah mulai samar-samar

6.2.1.2 Penempatan Kamera Wireless

Penempatan kamera wireless yang akan di pasang adalah di bagian ACC di luar kabin antara lain:

1. Anode Wrench

(96)

Gambar 6.2 Kondisi Aktual Anode Wrench

Penambahan kamera wireless diletakkan pada Anode Wrench yang dapat dilihat pada sketsa gambar Anode Wrench di bawah ini:

(97)

2. Anode Latch

Anode Latch berfungsi sebagai pengganti anoda. Kondisi aktual Anode Latch dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6.4 Kondisi Aktual Anode Latch

(98)

Untuk mengetahui keseluruhan kabin crane dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:

Gambar 6.6 Kabin Anode Changing Crane (ACC)

Sehingga dapat diperoleh sketsa kabin crane yang telah dipasangkan kamera wireless seperti pada Gambar di bawah ini:

(99)

6.2.2 Perhitungan Penempatan Layar Monitor Berdasarkan Dimensi Anthropometri

Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran anthropometri terhadap 10 orang operator ACC. Adapun bagian tubuh yang diukur yang berkaitan dengan fasilitas yang akan dirancang adalah sebagai berikut: 1. TDT: Tinggi Duduk Tegak; dan 2. TMD: Tinggi Mata Duduk.

Data hasil pengukuran anthropometri dapat dilihat pada Tabel 6.3 Tabel 6.3 Dimensi Anthropometri (Dalam cm) Operator ACC

(100)

6.2.3 Pengolahan Data Anthropometri

6.2.3.1Perhitungan Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Maksimum dan Minimum

Persamaan yang digunakan dalam menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum pada masing-masing item

Nilai rata-rata pada data dimensi Tinggi Duduk Tegak adalah:

= 87,96

b. Nilai Minimum dan Maksimum

Nilai minimum dan maksimum adalah nilai terkecil dan terbesar pada

data hasil pengukuran setelah data tersebut telah diurutkan. Data dapat dilihat

pada Tabel 6.3.

Contoh :

Nilai minimum dan maksimum pada data Tinggi Duduk Tegak adalah

(101)

c. Nilai Standar Deviasi

Untuk menentukan nilai standar deviasi pada masing-masing pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Contoh perhitungan untuk Tinggi Duduk Tegak:

= 2,35

Perhitungan nilai rata-rata, nilai standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari hasil pengukuran seluruh dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 6.4

6.2.3.2 Uji Keseragaman Data Anthropometri

Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data karena tidak memenuhi spesifikasi dan untuk menentukan jumlah sampel yang diambil telah cukup.

(102)

BKB = __ X - k

Jika Xmin > BKB atau Xmax < BKA maka data seragam

Jika Xmin < BKB atau Xmax > BKA maka data tidak seragam

Contoh:

Hasil uji keseragaman data pada Tinggi Duduk Tegak dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai k=2 sehingga:

BKA = __

X +2 = 87,24 + 2(2,36) = 91,96

BKB = __

X - 2 = 87,24 - 2(2,36) = 82,52

Grafik pengujian keseragaman untuk dimensi anthropometri Tinggi Duduk Tegak dapat dilihat pada Gambar 6.8.

Sumber: Hasil pengolahan data

(103)

Hasil uji keseragaman data pada Tinggi Mata Duduk dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai k=2 sehingga:

BKA = __

X +2 = 76,14 + 2(5,76) = 87,66

BKB = __

X - 2 = 76,14 - 2(2,36) = 74,62

Grafik pengujian keseragaman untuk dimensi anthropometri Tinggi Mata Duduk dapat dilihat pada Gambar 6.9

Sumber: Hasil pengolahan data

Gambar 6.9 Peta Kontrol untuk Dimensi Anthropometri Tinggi Mata Duduk

(104)

Tabel 6.5 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data

Dari hasil pengujian, diperoleh bahwa data pengamatan yang diambil seluruhnya berada dalam batas kontrol, artinya data pengamatan telah seragam.

6.2.3.3 Uji Kecukupan Data Anthropometri

Uji kecukupan data dilakukan untuk membuktikan bahwa data sampel yang diambil sudah mewakili populasi. Data tinggi duduk tegak (TDT) yang diperlukan untuk uji kecukupan data adalah sebagai berikut:

(105)

Kesimpulan: N’= 2,073 data N = 10 data

Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. Dengan cara yang sama seperti di atas, maka hasil uji kecukupan data yang diperoleh pada masing-masing elemen pengukuran dapat dilihat pada Tabel 6.6

Dari hasil pengolahan data, diperoleh bahwa semua data pada tiap dimensi telah cukup sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan data lagi.

6.2.3.4 Perhitungan Persentil

Cara penentuan nilai persentil data anthropometri adalah sebagai berikut. Contoh :

Gambar

Gambar 3.6. Daerah Visual dalam Bidang Horizontal
Tabel 3.3 Dimensi Tubuh Orang Indonesia
Gambar 4.2. Snellen Chart
Gambar 4.5. Meteran
+7

Referensi

Dokumen terkait