Lampiran 1. Analisis rancangan percobaan pertambahan tinggi bibit sukun
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-1
Perlakuan Ulangan
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-3
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-5
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-7
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-9
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-11
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-13
Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-15
perlakuan Ulangan total rata-rata
Ananlisis ragam pertambahan tinggi bibit sukun
Lampiran 2. Analisis rancangan percobaan pertambahan diameter bibit sukun
Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-1
Perlakuan Ulangan
Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-3
Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-5
Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-7
Perlakuan Ulangan
Data pengukuran diameter sukun minggu ke-9
Data pengukuran diameter sukun minggu ke-11
Data pengukuran diameter sukun minggu ke-13
Perlakuan Ulangan
Data pengukuran diameter sukun minggu ke-15
Data rata-rata dari setiap pengukuran
Perlakuan Ulangan Total
Rata-rata
Analisis ragam pertambahan diameter bibit sukun
Lampiran 3. Analisis rancangan percobaan luas tajuk bibit sukun
Data luas tajuk bibit sukun pada minggu ke-15
Perlakuan
Analisis ragam luas tajuk bibit sukun
Lampiran 4. Analisis rencana percobaan jumlah daun bibit sukun
Data jumlah daun bibit sukun pada minggu ke-15
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3 4
Analisis ragam jumlah daun bibit sukun
Lampiran 5. Analisis rancangan kadar air daun bibit sukun
Data kadar air daun bibit sukun pada minggu ke-15
Perlakuan Ulangan Total rata rata
1 2 3 4
Analisis ragam kadar air bibit sukun
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian
Lokasi Penelitian Sabut Kelapa dengan Ukuran 3cm x 3cm
Penanaman Bibit Sukun Posisi Sabut Kelapa Pada Lobang Tanam
\
Titik Pengukuran Diameter batang Pengukuran Diameter Bibit Sukun (titik bawah)
DAFTAR PUSTAKA
Alrasjid, H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun (Artocarpus Altilis Fosberg). Informasi Teknis No. 42. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Bapeda Prop. Sumut – LPPM USU, 2000, Penyusunan Rencana Rehabilitas Lahan dan Konservasi Tanah Kawasan Daerah Tangkapan Iar Danau Toba, Laporan Akhir. Kuswara. 2007. Arahan Pengembangan Permukiman Di Kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Pusat Litbang Permukiman. Jurnal Permukiman Vol.2 No.1 : 1-11
Benzon, J.A. dan J.R. Velasco. 1982. Coconut Production and Utilization. Philipine Coconut Research and Development Foundation, inc Amber Avenue, Metro Manila. Philipine. [Skripsi]. Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.
Damanik, B. Madjid. M, Hasibuan. Efendi. Bachtiar, Fauzi, Sarifuddin, Hanum. Hamidah. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. usupress. Medan.
Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Departemen Kehutanan. 2005. Tehnik Pembibitan dan Konservasi Tanah.Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. BukuI. Jakarta.
Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.
Fitter, A. H., dan R.K.M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Herath, W. 1993. Coir Dust as Growing Medium. 7th International Floriculture Symposium, Colombo. [Skiripsi].Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.
Irawan, A. dan Hidayah, H., N. 2014. Kesesuaian Penggunaan Cocopeat Sebagai Media Sapih pada Politube dalam Pembibitan Cempaka (Magnollia
elegans (Blume,) H.Keng). Balai Penelitian Kehutanan Manado 1(2):
Irawan, A. Kafiar, Y. 2015. Pemanfaatan Cocopeat dan Arang Sekam Padi sebagai Media Bibit Cempaka Wasian (Elmerillia ovalis). Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado 1(2): 805-808
Irwanto. 2006. Pengembangan Tanaman Sukun. [Diakses dari Oktober 2014].
Kartono, G. 2014. Keragaman Kultivar Sukun dan Pemanfaatannya di Jawa Timur (Studi Kasus Kabupaten Kediri dan Banyuwangi). [Jurnal] Iptek Tanaman Pangan Vol 5 No 2.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta.
Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kuswara. 2007. Arahan Pengembangan Permukiman di Kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba. [Jurnal] Pusat Litbang Permukiman 2(1). 1:57
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Mashud, N.Y., Ferry dan Z. Mahmud. 1993. Pengaruh Pemberian Sabut Kelapa di Daerah Bobokor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Genjah Kuning Nias. Jurnal Penelitian Kelapa Volume 6 No 1, Manado. [Skripsi]. Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.
Mashuri, M. 2009. Peluang Bisnis Sabut Kelapa : Cocopot untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.http://produkkelapa.wordpress.com. [Diakses Desember 2014].
Mazeen, A.C.M. dan L.H.J.V. Holm. 1993. Effects of Coir Dust Of Difference Age and Concentration in Growth of Common Bean and Maize Seedlings. Di dalam 7th Floricultural Symposium Colombo. Institut of Fundamental Studies Hantan, Kanda, Srilanka. [Skripsi]. Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.
Noviarso, C. Pengaruh Umur Panen dan Masa Simpan Buah Sukun Terhadap Kualitas Tepung Sukun yang Dihasilkan. [Skripsi] Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Jakarta.
Prananda R, Indrianto Riniarti M. 2014. Respon Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus Cadamba) dengan Pemberian Kompos Kotoran Sapi pada Media Penyepihan. Jurnal Sylva Lestari 2 (3): 29-38.
Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU Press. Medan.
Setiadi, Antom. 2001. Kajian Teknologi dan Finansial Proses Pengolahan Sabut Kelapa di Mitra PT. Sukaraja Putra Sejati, Jawa Barat. [Skripsi]. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Simangunsong, E.M., Razali, dan Mukhlis. 2013. Penentuan Kelas Kemampuan Lahan Daerah Tangkapan Air Danau Toba Menggunakan Metode Scoring. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3: 2.
Sinay, Hermalina. 2015. Pengaruh Perlakuan Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Prolin pada Fase Vegetatif Beberapa Kultivar Jagung Lokal dari PUlauKisar Maluku di Rumah Kaca. Ambon : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon.
Subiyanto, B, Raskita. S dan Effendy, H. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No 1. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel.
http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org. [Diakses Oktober 2014].
Sukarman, Kainde R, Rombang J, Thomas A. 2012. Pertumbuhan aBibit Sengon (Paraserianthes Falcataria) pada Berbagai Media Tumbuh. Eugenia 18(3): 215-221
Sunarjono, H. H. 1999. Prospek Perkebunan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriati, Y., I. Mariska, dan S. Hutami. 2005. Mikropropagasi Sukun (Artocarpus
Communis Fors), Tanaman Sumber Karbohidrat Alternatif. Jurnal Ilmiah
Nasional 7(4):219-226.
Sutardi dan P.darmadji. 1990. Produksi Tepung Sukun dengan Berbagai Kondisi Pengeringan. Laporan Penelitian DPP. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Syah, A. dan Nazarudin. 1994. Sukun dan Kluwih. Swadaya. Jakarta.
Valentine, N. 2012. Pengaruh Pengaturan Kombinasi Media Terhadap Pertumbuhan Anakan Cabutan Tumih [Combretocarpus rotundatus (Miq) Danser]. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan
Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan
yang dimulai dari bulan Juni 2015 sampai dengan Oktober 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun (Artocarpus
communis Forst) dan sabut kelapa. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah alat tulis,timbangan digital,kertas label, penggaris, kalkulator, jangka
sorong, tally sheet, cutter, dan cangkul.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
nonfaktorial terdiri atas 11 perlakuan dan 4 kali ulangan.
K0= kontrol (tanpa perlakuan) K6 = sabut kelapa 600gr
K1 = sabut kelapa 100gr K7 = sabut kelapa 700gr
K2 = sabut kelapa 200gr K8 = sabut kelapa 800gr
K3 = sabut kelapa 300gr K9 = sabut kelapa 900gr
K4 = sabut kelapa 400gr K10 = sabut kelapa 1000gr
K5 = sabut kelapa 500gr
Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan ini, dianalisa dengan sidik
ragam berdasarkan model linier digunakan model statistika sebagai berikut :
Keterangan :
Yij = Nilai hasil pengamatan tanaman sukun pada ulangan ke-j dan perlakuan ke-i
µ = Nilai rataan umumpertumbuhan sukun
τi = Pengaruh perlakuan berbagai pupuk kandang terhadap pertumbuhan sukun
βj = Pengaruh kelompok ke j (1,2,3,4,5,6)
�
ij = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dan perlakuan berbagai pupuk kandangPada pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SPSS. Jika
ANOVA berpengaruh nyata terhadap uji F, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan
berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan Multiple Range Test)
(Gomez dan Gomez, 1995).
Prosedur Penelitian
1. Penyediaan Bibit
Bibit sukun yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bibit yang
berasal dari daerah Tanjung Morawa. Bibit sukun berumur 3 bulan sebanyak
44 bibit, yang akan ditanam di DTA Danau Toba, Desa Paropo.
2. Penyiapan Lubang Tanam
Lubangtanam dibuat dengan ukuran 30cm x 30cm x 30cm dengan jarak
tanam 5m x 5m (Hendalastuti dan Ahmad Rojidin, 2006). Media tanah yang
digunakan adalah top soil yang berasal dari DTA Danau Toba, Desa Paropo.
3. Persiapan Media Penahan Air
Disiapkan sabut kelapa yang terlebih dahulu dikuliti dan di cacah dengan
ukuran 3cm x 3cm menjadi bagian kecil dan direndam dengan air selama 24
lubang tanam sedalam 10cm disekitar bibit. Sabut kelapa diberikan sesuai
dosis yang telah ditentukan.
4. Parameter Pengamatan
Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu
pengambilan data tiap awal parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat
pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal. Pengamatan mulai
dilakukan dua minggu setelah tanam (2 MST). Pengamatan dilakukan selama
4 bulan dan parameter yang diamati antara lain adalah :
a. Pertambahan tinggi (cm)
Pengambilan data parameter tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal
batang dipermukaan tanah hingga titik tumbuh tunas bibit menggunakan
penggaris. Pengambilan data dilakukan dua minggu sekali.
b. Diameter bibit (mm)
Pengukuran diameter menggunakan jangka sorong, diukur pada pangkal
batang sekitar 3 cm dari permukaan tanah yang sudah ditandai.
Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali.
c. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung tiap dua minggu sekali selama penelitian. Daun yang
dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna. Setelah dihitung,
kemudian dibandingkan pertumbuhan jumlah daun setelah pengamatan
dengan jumlah daun sebelum pegamatan.
d. Luas tajuk (cm2)
Pengukuran luas tajuk dilakukan pada pengamatan terakhir dari setiap
untuk mendapat luas tajuk pengukuran dilakukan dengan menggunakan
program image J.
e. Kadar air daun
Pengukuran kadar air daun dilakukan pada akhir pengamatan dengan cara
mengambil daun ke-3 dari setiap tanaman. Kemudian ditimbang beratnya
lalu dioven dengan suhu ±1050C selama 6 jam sampai berat keringnya
konstan. Setelah itu daun ditimbang dan diperoleh berat ovennya.
Kemudian dihitung kadar air daun dengan rumus :
KA daun (%) =berat awal−berat kering oven
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 120 hari dengan
parameter tinggi, diameter, jumlah daun, luas tajuk, dan kadar air diperoleh data
sebagai berikut:
Table 5. Hasil pengamatan pertumbuhan bibit sukun dengan berbagai perlakuan
Perlakuan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%
1. Tinggi Bibit Sukun
Berdasarkan hasil pengukuran data tinggi rata-rata bibit sukun yang di
sajikan pada Table 5 menunjukan bahwa pertumbuhan tinggi pada bibit sukan atas
setiap perlakuan yang diberikan, menunjukkan pertambahan tinggi yang berbeda.
Pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi pada perlakuan K6 (sabut kelapa 600
gram) sebesar 5,88 cm, pertambahan tinggi terandah pada perlakuan Kontrol
(tanpa perlakuan) sebesar 4,13 cm.
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi bibit sukun pada
Pada perlakuan K6 (sabut kelapa 600 garam) memberikan pertambahan tinggi
yang lebih tinggi, sementara pertambahan tinggi bibit sukun terendah pada
perlakuan Kontrol (tanpa perlakuan).
Gambar 1. Grafik pertambahan tinggi bibit sukun selama pengamatan
Pada Gambar 1 tampak bahwa pertambahan tinggi tanaman pada setiap perlakuan menunjukkan kecenderungan yang sama. Pertambahan tinggi bibit sukun yang diamati mulai dari pemberian perlakuan sabut kelapaminggu pertama hingga minggu ke-15 dengan dosis yang sudah ditentukan tidak terlihat perbedaan pertambahan tinggi yang signifikan antara perlakuan kontrol dengan yang diberikan perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam rataan pertambahan tinggi sukun (Lampiran 1) menujukan pemberian sabut kelapa berpengaruh nyata terhadap
pertambahan tinggi bibit sukun.
0
I-III I-V I-VII I-IX I-XI I-XIII I-XV
2. Diameter Bibit Sukun
Berdasarkan hasil pengkuran diameter mulai dari minggu pertama
pengukuran sampai dengan minggu ke lima belas pertambahan diameter bibit
sukun yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan bahwa pertambahan diameter
tertinggi terdapat pada perlakuan K6yaitu sebesar 4,53 mm, rataan pertambahan
diameter terendah pada perlakuan K0 (kontrol) yaitu sebesar 2,88 mm.
Gambar 4. Grafik pertambahan diameter bibit sukun selama pengamatan
Pada Gambar 2 menunjukan bahwa pertambahan diameter bibit sukun
pada setiap perlakuan pemberian sabut kelapa tidak menunjukkan kecenderungan
yang sama dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh berbeda. Pada gambar 2
perlakuan K6 (sabut kelapa 600 gram) memberikan pertambahan diameter yang
lebih tinggi, sedangkan pertambahan diameter terendah pada perlakuan K5 (sabut
kelapa 500 gram) memberikan hasil yang sama dengan perlakuan yang tanpa
pemberian sabut kelapa K0 (Kontrol). Hasil analisis sidik ragam rataan
pertambahan diameter sukun (Lampiran 2) menujukan pemberian sabut kelapa
berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan diameter bibit sukun.
0
I-III I-V I-VII I-IX I-XI I-XIII I-XV
3. Luas Tajuk
Berdasarkan hasil dari pengukuran yang disajikan pada tabel 5, luas tajuk
terbesar pada perlakuan K6 (sabut kelapa 600 gram) adalah 160,39cm2, sementara
untuk luas tajuk paling rendah terdapat pada perlakuan K0 (Kontrol) adalah
114,54 cm2. Hasil analisis sidik ragam rataan luas tajuk bibit sukun (Lampiran 3)
menunjukkan pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh tidak nyata terhadap
luas tajuk bibit sukun.
4. Jumlah Daun
Hasil analisis sidik ragam rataan jumlah daun pada bibit sukun
menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun. Berdasarkan dari hasil pengamatan yang disajikan pada tabel 5
menunjukkan bahwa jumlah daun bibit sukun terbanyak yaitu sebanyak 5 helai
daun pada perlakuanK6 danK7, sedangkan daun yang jumlahnya paling sedikit
sebanyak 4 helai daun terdapat pada perlakuan K0, K1, K2, K3, K4, K5, K8, K9dan
K10. Dari hasil analisis sidik ragam rataan jumlah daun bibit sukun (lampiran 4)
menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh tidak nyata
terhadap jumlah daun sukun.
5. Kadar Air
Berdasarkan dari hasil pengukuran yang disajikan pada tabel 5, kadar air
daun bibit sukun terbesar pada perlakuan K6 adalah 0,09. Sedangkan pada kadar
air paling kecil pada perlakuan K0 dan K2 yang mempunyai nilai rataan yang sama
sebesar 0,06. Dari hasil analisis sidik ragam rataan kadar air daun bibit sukun
(lampiran 5) menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh
Pembahasan
Pada penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa pemberian sabut
kelapa memberikan pengaruh nyata pada parameter pengukuran tinggi bibit sukun
dapat dilihat pada hasil analisis sidik ragam rataan (lampiran 1), sementara pada
parameter pengukuran diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air
menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan unsur hara yang
terkandung dalam sabut kelapa masih mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan
bibit sukun. Karena sabut kelapa banyak mengandung unsur hara yang dapat
memicu petumbuhan tanaman sukun, salah satu unsur hara yang terkandung
dalam sabut kelapa adalah unsur hara N, P dan K yang diperlukan oleh
tanaman.Hal ini sesuai dengan pernyataan Mashud et al (1993), sabut kelapa
mengandung mineral cukup tinggi yang terdiri dari N (1,25%), P (0,18%), K
(3,05%), CaO (0,97%) dan MgO (0,58). Unsur hara N, P dan K adalah termasuk
unsur hara yang penting dalam pertumbuhan tanaman. Unsur N sangat berperan
dalam pembentukan sel tanaman, jaringan dan organ tanaman. Unsur N sangat di
perlukan pada saat tanaman memasuki fase pertumbuhan vegetatif. Unsuh P
berperan dalam daya serap tanaman terhadap nutrisi yang ada didalam tanah.
Unsur hara K berperan dalam proses fotosintesis dan translokasi karbohidrat dan
juga mengatur distribusi air dalam tanaman.
Pemberian sabut kelapa merupakan faktor eksternal yang diberikan kepada
tanaman untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sabut kelapa juga mampu
menyerap dan menyimpan air dalam waktu yang cukup lama, sehingga mampu
menjaga kelembaban tanah, memiliki aerasi dan drainase yang baik. Dengan
air yang diperlukan oleh tanaman. Sabut kelapa yang mengadung air dan lembab
dapat memicu pertumbuhan akar tanaman didalam tanah. Semakin banyak jumlah
akar yang ada dengan kondisi tak jenuh air menyebabkan penyerapan hara
menjadi optimal sehingga proses fisiologis akan berlangsung lebih baik dan dapat
mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan tunas. Prananda (2014)
mengatakan bahwa media tempat perkembangan akar merupakan salah satu faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bibit. Media yang baik harus
memiliki persyaratan antara lain mampu menjaga kelembaban tanah memiliki
aerasidan drainase yang baik tidak memiliki salinitas yang tinggi, serta bebas
hama dan penyakit. Sinay (2015) juga menyatakan bahwa pada tahap
pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan
pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi dan perbanyakan daun.
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan lebih
baik dari pada kontrol. Hal ini dikarenakan adanya penambahan bahan organik ke
dalam tanah yang berfungsi sebagai media penyuplai air dan unsur hara yang di
butuhkan oleh tanaman. Sabut kelapa mempunyai daya serap air 6-8 kali dari
berat keringnya. Penambahan bahan organik ke dalam tanah seperti sabut kelapa
terutama pada tanah yang mempunyai kadar liat yang tinggi dapat dapat
memperbaiki struktur tanah yang lemah, distribusi ruang pori menjadi lebih
merata dan kapasitas memegang air meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Herath (1993) bahwa sifat fisik lain dari sabut kelapa adalah mempunyai
kemampuan untuk menyerap air 6-8 kali dari bobot keringnya. Sabut kelapa
kelapa, dimana kandungan unsur hara Fospor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan
Magnesium (Mg) dapat dilihat pada tabel 3.
Tidak adanya pengaruh dari pemberian sabut kelapa dengan dosis atau
jumlah yang sudah dengan perlakuan kontrol (tanpa perlakuan) pada parameter
pengukuran diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air. Hal ini diduga karena
dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama pada curah hujan. Dengan tingginya
jumlah curah hujan atau banyaknya air yang terserap oleh sabut kelapa
menyebabkan tanaman mengalami jenuh air yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Valentine (2012) yang
menyatakan bahwa kondisi jenuh air pada media sabut kelapa juga sangat
mepengaruhi pertumbuhan tanaman. Keadaan jenuh air lebih banyak
menyebabkan terjadinya penimbunan unsur hara didalam akar dibandingkan
difusi hara ke akar. Pada saat tertentu, kondisi pada media ini menyebabkan
pertukaran gas pada media mengalami hambatan karena media mulai jenuh air
karena ruang pori makro yang seharusnya terisi oleh udara ikut terisi oleh air
sehingga akar mengalami hambatan pernapasan.
Pengamatan pada parameter diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar
air pada pemberian sabut kelapa memberikan respon yang rendah disetiap
parameter, hal ini dikarenakan adanya kandungan zat tanin yang terkandung pada
sabut kelapa yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan
pernytaan Irawan dan Kafiar (2015), menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada
hal lain yang diduga penyebab rendahnya respon yang diberikan oleh benambahan
bahan Cocopeat terhadap pertumbuhan bibit adalah adanya zat tannin yang
tannin merupakan senyawa penghalang mekanis dalam penyerapan unsur hara.
Dalam penelitiannya, respon yang diberikan dari pengaruh penggunaan
Cocopeatterhadap pertumbuhan bibit sengon adalah menjadikan ukuran daun
lebih kecil dan berwarna kekuning-kuningan, akibatnya bibit sengon mengalami
pertambahan tinggi dan diameter yang lambat.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai perlakuan sabut
kelapa yang diberikan berpengaruh nyata pada parameter tinggi. Berdasarkan
hasil uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada parameter tinggi menunjukan
bahwa perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan bibit sukun adalah pada perlakuan
K6 (sabut kelapa 600 gram) dan K8 (sabut Kelapa 800 gram). Hal ini dikarenakan
pada perlakuan tersebut tingkat kejenuhan air dalam tanah tidak terlalu tinggi dan
KESIMPUALAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh nyata terhadap parameter
tinggi bibitsementara pada parameter diameter, luas tajuk, jumlah daun dan
kadar air tidak memberikan pengaruh nyata.
2. Pemberian sabut kelapa baik untuk pertumbuhan bibit sukun.
Saran
Dengan adanya penelitian ini penulis berharap masyarakat dapat
memanfaatkan sabut kelapa sebagai penahan air bagi tanaman pada lahan
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Tanaman Sukun
Sukun (A. Communis) adalahtumbuhan dari genus Artocarpus dalam
famili moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan
Indonesia. Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan,
klasifikasiTaksonomi tanaman sukun (A. communis) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Urticales
Famili
Genus
Spesies : Artocarpus communis Forst
Nama Umum : Sukun
Nama daerah
Sumatera : Sukun (Aceh), Hatopul (Batak), dan Amu (Meteyu)
Jawa : Sukun (Jawa), Sakon (Madura)
Bali : Sukun (Bali)
Nusa Tenggara : Sukun (bali)
Botani Tanaman Sukun
Tanaman sukun merupakan tanaman multiguna, dimana: buah dapat
digunakan sebagai bahan makanan, bunga digunakan sebagai bahan ramuan
obat-obatan; daun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kayunya dapat
digunakan sebagai bahan perkakas rumah tangga. Sampai saat ini, pengembangan
dan pemanfaatan tanaman sukun masih terbatas, belum dibudidayakan secara
intensif, buahnya masih diolah dalam skala industri rumah tangga dan dipasarkan
untuk memenuhi permintaan lokal. Budidaya Tanaman sukun belum secara
intensif, masih sebagai tanaman pekarangan, sehingga memunculkan
permasalahan terkait pengembangan tanaman Sukun, antara lain: (1). Perusahaan
pengolah buah sukun masih dalam betuk home industri. (2). Ketersedian bahan
baku masih terbatas, karena produksi buah sukun masih tergantung pada musim.
(3). Terbatasnya akses permodalan. (4). Minat Petani untuk membudidayakan
tanaman sukun masih rendah. (5). Belum adanya kepastian pasar (Dephut, 2005).
Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar kesamping dan
tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan
(Departemen Kehutanan, 1995). Pohon sukun membentuk percabangan sejak
ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Pohon sukun yang
dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).
Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.
Kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya
lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada
ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga
berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada
nangka.Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik. Kulit buah
bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga
sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1999). Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat,
elastis dan tahan rayap (Irwanto, 2006).
Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang
merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi
berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun,
keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan
(Dephut, 1998).
Daunnya banyak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan
kesehatan, selain dapat menurunkan kadar kolestrol darah, ada pula yang
memanfaatkannya sebagai obat ginjal. Daun sukun diyakini mengandung
beberapa zat berkhasiat seperti asam hidrosianat, asetilleolin, tannin, dan
riboflavin. Zat-zat ini ini juga mampu mengatasi peradangan. Getahnya dapat
diolah untuk bahan campuran dalam pembuatan bejana tidak tembus air.
Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian telah merintis
pengembangan sukun sejak 2002. Sejak saat itu pula produksi sukun di indonesia
terus meningkat dari 62.432 ton pada 2003 menjadi 66.994 pada 2004, dan pada
tahun 2005 menjadi 73.637 ton. Sentra produksi sukun terbesar adalah produksi
terbesar adalah Jawa Barat dengan produksi 14.262 ton dan Jawa Tengah dengan
Tabel 1. Tanaman sukun yang menghasilkan, luas panen, hasil per hektar,
Sumber : Supriati (2010)
Kandungan karbohidrat dari 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat
beras (tabel 1). Apabila buah sukun tersebut diolah menjadi tepung sukun maka
kandungan karbohitratnya menjadi setara dengan beras, hanya jumlah kalorinya
yang sedikit lebih rendah, dibandigkan dengan dengan jenis pangan lainnya
seperti jagung, ubikayu, dan kentang., maka posisi sukun sebgai sumber
karbohitrat masih diatas ketiga kominitas tersebut (Supriati, 2010).
Tabel 2. Perbandingan komposisi kandungan gizi sukun (per 100 g) dengan beberapa bahan pangan lainnya.
Jenis Bahan Pangan Energi (Kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g)
Tepung sukun dari tua 302 78.9 3.6 0.8
Sumber : Supriati (2010)
Tanaman sukun berbuah dua kali dalam satu tahun, dimana musim panen
pertama umumnya pada bulan Januari dan Februari yang produksinya lebih tinggi
dibandingkan dengan panen musim kedua pada bulan Agustus dan September.
600-700 buah dan pada musim panen kedua diasumsikan 50% atau 300 buah,
maka satu tanaman sukunn dapat menghasilkan 600 buah + 300 buah = 900 buah
pertahun. Faktor geografis,agroekosistem, dan potensi lahan merupakan factor
yang mempengaruhi tingkat produksi sukun. Jika dalam estimasi potensi sukun ini
dugunakan nilai koreksi antaragroekosisitem sebesar 30%, maka produksi buah
sukun per tanamanam rata-rata 600 buah. Dengan asumsi bobot rata-rata sebuah
sukun 600 gram (Syah dan Nazarudin, 1994), dan rendemen buah menjadi tepung
adalah 30% (Noviarso, 2003) maka satu tanaman sukun dapat menghasilkan 600
buah x bobot per buah persetase kadar tepung per buah = 600 buah x 600 gram x
30% = 108.000 gram tepung sukun per tanaman atau 108 kg tepung sukun per
tanaman.
Buah sukun umumnya dikonsumsi dalam keadaan matang (fully mature),
tetapi karena respirasinya demikian cepat maka dalam selang beberapa hari saja
buah sukun segera membusuk sehingga tidak dapat dimakan. Proses respirasi dan
pematangan buah sukun dapat dihambat dengan menyimpannya pada suhu dingin,
tetapi proses pematangannya menjadi tidak normal (Thomson et al. 1974 dalam
Sukmaningrum, 1990).
Secara sederhana petani di Cilacap menepungkan buah sukun dengan cara
memarut, menjemur, dan kemudian menggilingnya. Tepung yang diperoleh masih
berwarna kekuningan. Warna tepung dapat dibuat lebih putih sehingga mendekati
tepung terigu, dengan cara merendam daging buah segar yang telah dikupas dalam
larutan bisulfit 1000 bpj selama 5 menit. Beberapa produk makanan berbahan
baku tepung sukun adalah cake, putri salju, kue pukis, nogosari, kroket sukun, dan
Selain praktis untuk dikonsumsi, mie juga dapat dapat dibuat dari aneka
ragam pangan olahan sehingga tidak mengherankan kalau mie menjadi pangan
favorit di kalangan generasi muda. Mie sukun dibuat dari bahan baku tepung
komposit sukun dengan terigu dan bahan tambahan yang lain seperti telur, garam,
dan soda kue. Komposisi tepung terigu biasanya 70% dan tepung sukun 30%.
Tepung terigu masih diperlukan dalam jumlah banyak karena kandungan
glutennya tinggi. Gluten berperan dalam membentuk struktur mie agar tidak
mudah patah secara umum, berikut disajikan proses pembuatan mie:
pencampuran, pencetakan, perebusan, perendaman, penerisan
(Kartono et al, 2014)
Tempat Tumbuh
Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis
tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian ±600 m dari
permukaan laut.Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun
curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban
60-80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat
penyinaran matahari.Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas,
dengan temperatur antara 15-38°C.Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur,
dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh
baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).
Iklim mikro yang baik untuk pertumbuhan tanaman sukun adalah pada
lahan terbuka dan banyak menerima sinar matahari, sebagai indikator adalah
apabila tanaman keluwih bisa tumbuh dengan baik maka sukun juga bisa tumbuh
(tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih
baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dan
tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik
dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi (Alrasjid, 1993).
Media Tanam Tumbuhan
Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki
kesuburan yang baik, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu
mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang
penting untuk diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat
medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya
serap dan daya simpan air baik serta kapasitas udaranya cukup (Khaerudin, 1999).
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.
Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang
ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis
tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini
disebabkan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang
berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah
sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur
hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama
(Khaerudin, 1999).
Kelapa merupakan salah satu komuditas yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Indonesia merupakan salah satu Negara didunia yang memiliki potensi
maksimal. Luas areal kebun kelapa di indonesia adalah yang terbesar di dunia,
yaitu 3,76 juta hektar (Setiadi, 2001).
Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat
mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak
aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket
serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan
pertanian. Berdasarkan sifat penyerapan air dan oli yang tinggi ini memungkinkan
pemanfaatan produk papan partikel yang terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat
digunakan sebagai bahan penyerap air atau oli. Disamping itu dapat digunakan
sebagai pengganti papan busa (stiroform)sebagai bahan pembungkus anti pecah
yang ramah lingkungan karena bahan ini kemungkinan besar dapat
terdekomposisi secara alami(Subiyanto et al., 2003).
Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.
Pemanfaatan keduanya sangat banyak. Seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk
aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, dan untuk bahan jok mobil,
untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti
cocopeat dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan sabut kelapamengalami
peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopeat adalah tempat
untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot
tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastik,
semen, tanah liat dan sebagainya(Mashuri, 2009).
Penggunaan cocopeat (sabut kelapa) sebagai media tanam sangat baik
diaplikasikan pada tanah gersang atau lahan kritis. Lahan kritis seperti bekas
(mudah terurai) akan membantu kesuburan tanah, menambah unsur hara, sehingga
penggunaannya akan menumbuhkan tumbuhan baru di area yang di tanmani
cocopeat. Cocopeat sangat berguna untuk mencegah kerusakan pada tanaman,
adapun kegunanan lain dari cocopeat antara lain : (1). Memproteksi akar didalam
permukaan lapisan tanah, (2). Keseimbangan suhu kebasahan konstan pada tanah,
(3). Proteksi ekolagi dari hama, (4). 100% dapat didaur ulang dan mempermudah
proses pemindahan tanaman, (5). Hemat didalam penggunaan konsimsi air untuk
tanaman (Mashuri, 2009).
Pemanfaatan sabut kelapa sebagai cocopeat yaitu sabut kelapa yang diolah
menjadi butiran-butiran gabus sabut kelapa. Cocopeat dapat menahan kandungan
air dan unsur kimia pupuk serta dapat menetralkan keasaman tanah. Karena sifat
tersebut, cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan
tanaman Holtikultura dan media tanaman rumah kaca. Secara umum, derajat
keasaman media cocopeat adalah 5,8 – 6. Pada kondisi itu tanaman optimal
menyerap unsure hara. Drajat keasaman ideal yang diperlukan tanaman 5,5- 6,5.
Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid,
gasas, arang, tannin, dan potasium (Rindengan et al dalam Sittadewi, 2011).
Menurut Mashud et al, (1993), sabut mengandung mineral cukup tinggi
yang terdiri dari N (1,25 %), P (0,18 %), K (3,05 %), CaO (0,97 %) dan MgO
(0,58 %). Proporsi sabut adalah sekitar 33% dari buah kelapa utuh.
Sabut kelapa mangandung unsur-unsur hara makro yang dibutuhkan oleh
tanaman. Unsur-unsur makro tersebut merupakan komponen utama sabut kelapa.
Herath (1993), melakukan penelitian terhadap komponen utama sabut kelapa,
Tabel 3. Komponen Utama Sabut Kelapa
Unsur Total (ppm)
Total Nitrogen (Kjeldahl) 5238
Nitrogen dalam bentuk N-NH 96
Nitrogen dalam bentuk N-NO 45
Fosfor (P) 330
Kalium (K) 9787
Kalsium (Ca) 2521
Magnesium (Mg) 2006
Sumber : herath (1993).
Banzon dan Velasco (1982), menyatakan bahwa sabut kelapa banyak
mengandung unsur hara, dengan K dan Cl merupakan unsure dominan. Sifat fisik
sabut kelapa antara lain memiliki porositas 95% dan densitas kamba atau bulk
density ± 0,25 gram/ml (Manzeen dan Van Holm, 1993).
Salah satu kekurangan dari cocopeat adalah banyak mengandung zat
tannin. Zat tannin diketahui merupakan zat yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Untuk menghilangkan zat tannin yang berlebihan maka dapat dilakukan
dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih. Proses perendaman yang
kurang sempurna dapat menyebabkan zat tannin belum hilang seluruhnya,
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman (Irawan dan Hidayah,
2014)
Kandungan Air Tanah
Kandungan air didalam tanah merupakan faktor yang paling penting dalam
menentukan keberhasilan pertumbuhan dan produksi tanaman.Kandungan air
didalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim, curah hujan dan dipengaruhi oleh
sifat tanah seperti tekstur dan struktur tanah.Persentase kandungan air tanah
berbeda dengan berbedanya sifat tekstur tanah.
Air tersedia bagi pertumbuhan tanaman merupakan air yang terikatantara
cukup tersedia di dalam tanahguna dapat melarutkan pupukyang diberikan, karena
tanaman hanya dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terlarut didalam larutan
tanah.Air tanah sangat berperan dalam hal mekanisme pergerakan hara keakar
tanama. Perkembangan akar tanaman sangat dirangsang oleh kondisi tanah yang
lembab, sehingga kesempatan dari akar untuk lebih dekat dengan unsur hara yang
berasal daripupuk akan lebih besar. Demikian juga dengan aliran massauntuk
keperluan transpirasi diperlukan air tanah dan pada waktu bersamaan juga akan
mengangkut unsur-unsur hara ke akar dari daerah yang jauh dari jangkauan akar
(Damanik et al., 2010).
Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang
digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap
tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya,
kemudian diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).
Sel tanaman yang telah kehilangan air dan berada pada tekanan turgor
yang lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Hal
ini merupakan suatu istilah yang menyesatkan karena stress mempunyai defenisi
yang tepat dalam mekanika dan dapat dengan mudah diukur. Stress air adalah
suatu istilah yang sangat tidak tepat, yang menunjukkan bahwa kandungan air sel
telah turun dibawah nilai optimum, menyebabkan suatu tingkat gangguan
metabolisme (Fitter, 1981).
Karakteristik Lokasi
Secara geografis kawasan Danau Toba terletakdi pegunungan Bukit
Barisan Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 2021’ 32” – 20 56’ 28”
berada pada ketinggian 903 meter dpl, dan Daerah Tangkapan Air (DTA) 1.981
mdpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130 Km2 dengan kedalaman maksimal
danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba lebih
kurang 4.311,58 km2. Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah
Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400
mm/tahun. Sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember –
Desember dengan curah hujan antara 190 – 320 mm/tahun dan puncak musim
kemarau terjadi selama bulan juni – juli dengan curah hujan berkisar 54 – 151
mm/tahun (Kementerian Lingkunagn Hidup, 2011).
Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi)
tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen dengan luas 1100 km2.
Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah
sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut). Kedalaman air Danau Toba
berkisar 400 – 600 meter dan terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter).
Jenis tanah yang terdapat disekeliling Danau Toba mempunyai sifat kepekaan
terhadap erosi yang cukup tinggi. Hal ini dapat kita lihat banyaknya bagian yang
terkena longsor dan adanya singkapan batuan sesi (PPT Bogor, 1990).
Berdasarkan struktur vegetasinya, penutupan lahan dikawasan Danau Toba
terdiri atas hutan yang didominasi oleh pohon, semak/belukar yang didonimasi
oleh perdu, padang rumput yang didominasi oleh herba dan rumput, serta lahan
tak bervetasi. Dari segi kerapatannya hutan dikawasan Danau Toba dapat
dikelompokkan menjadi hutan berpohon rapat dan hutan berpohon jarang.
Wilayah danau toba didominasi oleh kelas kemiringan lereng landai (3% - 8%)
ditempati oleh kelas agak miring (8 – 15%) yang mencapai 20,5% dan daerah
dengan kemiringan sangat curam hamper dijumpai di sekeliling danau yang
mencapai 4,5% dari luas DTA.tutupan lahan merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi kualitas dan kuantitas perairan danau. Pola penggunaan lahan
dapat menimbulkan kerusakan/pencemaran lingkungan apabila dipergunakan
melampui batas. Komposisi tutupan lahan diDTA danau toba berupa lahan hutan
hanya mencapai 23%, dan untuk aktivitas budidaya sekitar 48,6% dari luas DTA,
yang sebagian besar merupakan pertanian lahan kering (27,6%) dan bagian lain
berupa lahan terbuka (20,6%) (BP DAS Barumun, Dapertemen Kehutanan, 2009;
tidak diterbitkan).
Tebel 4. Kelas Lereng di DTA Danau Toba
No. Kelas
Sumber : LPPM USU-Bappeda Sumut, (2000) dalam Kuswara (2007)
Dengan melihat perkembangan dikawasan DTA Danau Toba yang
salahsatunya dicirikan dengan tingkatpertumbuhan penduduk yang
terusmeningkat sebagai akibat meningkatnyaaktivitas di kawasan ini, maka
tingkatfluktuasi debit air dan erosi dapatmenjadi semakin tinggi juga. Hal
inidisebabkan semakin meningkatnya luaslahan yang dijadikan kawasan
budidaya,sehingga kondisi penutupan lahan yangdapat menyerap air hujan
menjadisemakin berkurang. Kondisi ini didukungoleh data penutupan lahan di
kawasanDTA Danau Toba selama kurun waktu 12tahun dari tahun 1985 – 1997
antaralain perubahan penutupan lahan darihutan menjadi penutupan non
hutan.Dalam kurun waktu tersebut areal hutanseluas 31.895,83 ha berubah dari
hutanmenjadi ladang, sawah, alang-alang,dan semak serta permukiman (Kuswara,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Toba berada di daerah Sumatera Utara merupakan salah satu aset
Negara/Pemda yang sangat berharga dan termasuk salah satu Daerah Tujuan
Wisata peting setelah Bali dan Lombok/NTB sehingga merupakan kebanggaan
tersendiri bagi daerah ini. Ditetapkannya Danau Toba sebagai salah satu daerah
tujuan wisata, karena anggapan selama ini memiliki panorama alam yang indah.
Sekarang ini keindahan Danau Toba sudah terusik sebagai akibat eksploitasi
sumber daya alamnya, baik daerah perairan maupun daratan disekitarnya.
Saat ini DTA Danau Toba mengalami kerusakan lingkungan yang cukup
besar terutama sebagai akibat dari berbagai aktivitas masyarakat sekitarnya DTA
Danau Toba telah kehilangan lebih dari 16.000 ha kawasan hutan. Penyebab
utamanya adalah konversi hutan secara illegal menjadi lahan pertanian. Degradasi
lingkungan DTA Danau Toba tidak saja mengancam kelestarian Danau Toba
tetapi juga kehidupan masyarakat, baik masyarakat sekitar Danau toba maupun
seluruh Provinsi Sumatera Utara (Simangungsong, dkk, 2013).
Ekosistem hutan di sekitar Danau Toba (Sumatera Utara) telah mencapai
tingkat mencemaskan. Penggundulan hutan di daerah tersebut, bukan hanya
menghilangkan keindahan alam, tetapi juga mengakibatkan permukaan air Danau
Toba tidak stabil dan cenderung menurun. Salah satu hal yang dilakukan untuk
merehabilitasi lahan di sekitar Danau Toba adalah dengan menanam tanaman
Sukun.
Tanaman sukun (Artocarpus communis) dapat tumbuh dengan baik sejak
cukup longgar terhadap rentang iklim. Sukun dapat tumbuh dengan baik di
daerah beriklim basah maupun iklim kering. Tanaman sukun lebih suka tumbuh di
tempat terbuka, dan mendapat sinar matahari penuh. Sukun juga memiliki
toleransi terhadap ragam tanah. Sukun menghendaki tanah yang memiliki air
tanah dangkal, dan tidak menghendaki tanah dengan kadar garam yang tinggi.
Tanah dengan kadar humus yang tinggi akan lebih menjamin tingkat pertumbuhan
dan produksi buahnya (Widyatama, 2009).
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air.
Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman.
Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam
penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu
tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air
yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari
pertumbuhan tanaman itu sendiri. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas
fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.
Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel
(tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Daniel et al., 1987).
Dalam penelitian ini, yang ingin diketahui adalah mengenai ukuran bahan
organik berupa sabut kelapa dengan ukuran yang tepat dapat menyimpan air
dalam waktu yang lama dan mengurangi intensitas penyiraman selama proses
pembibitan sukun. Sehingga diharapkan dapat menghemat biaya, waktu, dan
tenaga selama proses pembibitan. Selain itu, pemberian bahan organik juga
penting karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan menyediakan unsur hara
Untuk mengetahui ukuran sabut kelapa yang berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman Sukun maka dilakukan penelitian berjudul “Penggunaan
Sabut Kelapa Sebagai Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman
Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba, Kecamatan
Silahisabungan, Kabupaten Dairi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh berbagai
ukuran sabut kelapa sebagai media penahan air yang tepat untuk pertumbuhan
bibit sukun (Artocarpus communis Forst) pada lahan.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberi informasi
mengenai ukuran berat sabut kelapa sebagai penahan air yang tepat untuk
pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst).
Hipotesis Penelitian
Penahan air dari sabut kelapa yang dapat mendukung pertumbuhan bibit
ABSTRACT
ABDUL KHALIQ HASIBUAN Using Coconut Fiber Retaining Water For Plants To Support Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst) On the DTA Lake Toba. Under the guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.
The forest area in the DTA Lake Toba reduced to thousands of hectares, resulting in a lot of open land, the land's ability to absorb water is reduced and so the land becomes dry land productivity declined DTA Lake Toba. Breadfruit plants can increase the productivity of land and can be used as a plant reforestation to prevent erosion. Coconut Fiber is one of the media that has the physical properties of water can hold 6 to 8 times the weight of the dry, and can improve soil structure and texture, increase soil absorption of water, increase the activity of soil microorganisms and as a source of nutrients for plants. The purpose of this study was to determine the effect of various sizes of coco to the growth of breadfruit. Coconut coir is used ranging in size from 100 grams to 1000 grams. This research was conducted in June-October 2015 in the DTA Lake Toba, District Silahisabungan, Dairi. Parameters measured were high seeds, seedlings diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content.
The results showed that administration of coco significant effect on the parameters of a high observation, no real influence on the parameters of observation diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content on the growth of seedlings.
ABSTRAK
ABDUL KHALIQ HASIBUAN Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada DTA Danau Toba. Di bawah bimbinganAFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Luas hutan pada DTA Danau Toba berkurang hingga ribuan hektar, mengakibatkan banyak lahan-lahan terbuka, kemampuan lahan untuk meresapkan air berkurang dan lahan menjadi kering sehingga produktivitas lahan DTA Danau Toba menurun. Tanaman sukun dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan untuk mencegah erosi. Sabut Kelapa adalah salah satu media yang mempunyai sifat fisik mampu menahan air 6 sampai 8 kali dari bobot keringnya, dan dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan aktivitas mikroorganisme tanah dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai ukuran sabut kelapa terhadap pertumbuhan sukun.Sabut kelapa yang digunakan mulai dari ukuran 100 gram sampai dengan 1000 gram. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2015, di DTA Danau Toba, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter bibit, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun terhadap pertumbuhan bibit.
PENGGUNAANSABUT KELAPA SEBAGAI PENAHAN AIR
UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHANTANAMAN
SUKUN (Artocarpus Communis Forst)PADA DTA
DANAU TOBA
OLEH: SKRIPSI
ABDUL KHALIQ HASIBUAN 111201092/BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian:Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun
(Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba
Nama: Abdul Khaliq Hasibuan NIM: 111201092
Program studi: Kehutanan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Afifudin Dalimunthe, SP, MP
Ketua Anggota
Dr. Budi Utomo, SP, MP
Mengetahui
ABSTRACT
ABDUL KHALIQ HASIBUAN Using Coconut Fiber Retaining Water For Plants To Support Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst) On the DTA Lake Toba. Under the guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.
The forest area in the DTA Lake Toba reduced to thousands of hectares, resulting in a lot of open land, the land's ability to absorb water is reduced and so the land becomes dry land productivity declined DTA Lake Toba. Breadfruit plants can increase the productivity of land and can be used as a plant reforestation to prevent erosion. Coconut Fiber is one of the media that has the physical properties of water can hold 6 to 8 times the weight of the dry, and can improve soil structure and texture, increase soil absorption of water, increase the activity of soil microorganisms and as a source of nutrients for plants. The purpose of this study was to determine the effect of various sizes of coco to the growth of breadfruit. Coconut coir is used ranging in size from 100 grams to 1000 grams. This research was conducted in June-October 2015 in the DTA Lake Toba, District Silahisabungan, Dairi. Parameters measured were high seeds, seedlings diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content.
The results showed that administration of coco significant effect on the parameters of a high observation, no real influence on the parameters of observation diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content on the growth of seedlings.
ABSTRAK
ABDUL KHALIQ HASIBUAN Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada DTA Danau Toba. Di bawah bimbinganAFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.
Luas hutan pada DTA Danau Toba berkurang hingga ribuan hektar, mengakibatkan banyak lahan-lahan terbuka, kemampuan lahan untuk meresapkan air berkurang dan lahan menjadi kering sehingga produktivitas lahan DTA Danau Toba menurun. Tanaman sukun dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan untuk mencegah erosi. Sabut Kelapa adalah salah satu media yang mempunyai sifat fisik mampu menahan air 6 sampai 8 kali dari bobot keringnya, dan dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan aktivitas mikroorganisme tanah dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai ukuran sabut kelapa terhadap pertumbuhan sukun.Sabut kelapa yang digunakan mulai dari ukuran 100 gram sampai dengan 1000 gram. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2015, di DTA Danau Toba, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter bibit, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun terhadap pertumbuhan bibit.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Siundol Julu pada tanggal 29 September 1993 dari Ayah
Gong Matua Hasibuan dan ibu Maswalida Nasution. Penulis merupakan anak
pertama dari tujuh bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Siundol Julu dan lulus pada
tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Aek Hayuara
Syeh Muhammad Dahlan dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2011 penulis lulus
dari MAN 1 Padangsidempuan dan pada tahun yang sama penulis diterima di
Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui
jalur Ujian Tulis. Selanjutnya penulis memilih peminatan Budidaya Hutan.
Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman
Hutan Raya (TAHURA) Bukit Barisan pada tahun 2013. Penulis melaksanakan
Praktek kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit III KPH Bandung Utara
Jabar Banten (28 Januari – 28 Februari). Penulis melaksanakan penelitian dari
bulan Juni 2015 sampai dengan Oktober 2015 di Kecamatan Silahisabungan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Judul Skripsi ini berjudul “PenggunaanSabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air
Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus Communis Forst)
Pada DTA Danau Toba, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan di Program Studi
Kehutanan dan memperoleh gelar Sarjana.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada BapakAfifudin, SP,MP. sebagai
ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP sebagai anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, memotivasi dan
memberikan masukan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bangun Sikettang S.Hut, Jonny L. Hutabarat S.Hut, David R. Naibaho,
Syahroni Lubis S.Hut, Shanty Sianturi, teman-teman di Fakultas Kehutanan dan
kepada Bapak Sihaloho selaku Kepala Desa Paropo. semua pihak yang turut
membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
penelitian ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan
banyak terimakasih.
Medan, Juni 2016
DAFTAR ISI
Prosedur Penelitian... 19
d. Luas tajuk (cm2) ... 20
e. Kadar air daun... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22
1. Tinggi bibit sukun ... 22
2. Diameter bibit sukun ... 24
3. Luas tajuk ... 25
4. Jumlah daun ... 25
5. Kadar air ... 25
Pembahasan ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30
Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. halaman
1. Tanaman Sukun Yang Menghasilkan, Luas Panen, Hasil Per
Hektar, Produktivitas, dan Produksi ... 7
2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun (per 100 g) dengan
BeberapaBahan Pangan Lainnya ... 7
3. Komponen Utama Sabut Kelapa ... 13
4. Kelas Lereng di DTA Danau Toba ... 16
5. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Bibit Sukun Dengan Berbagai
DAFTAR GRAFIK
No. halaman
1. Grafik pertambahan tinggi bibit sukun selama pengamatan ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Analisis rancangan percobaan pertambahan tinggi bibit sukun ...35
2. Analisis rancangan percobaan pertambahan diameter bibit sukun ...40
3. Analisis rancangan percobaan luas tajuk bibit sukun ...47
4. Analisis rancangan percobaan jumlah daun bibit sukun ...44
5. Analisis rancangan kadar air daun bibit sukun ...45