• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Analisis rancangan percobaan pertambahan tinggi bibit sukun

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-1

Perlakuan Ulangan

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-3

(2)

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-5

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-7

(3)

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-9

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-11

(4)

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-13

Data perlakuan tinggi bibit sukun minggu ke-15

(5)

perlakuan Ulangan total rata-rata

Ananlisis ragam pertambahan tinggi bibit sukun

(6)

Lampiran 2. Analisis rancangan percobaan pertambahan diameter bibit sukun

Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-1

Perlakuan Ulangan

Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-3

(7)

Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-5

Data pertambahan diameter bibit sukun minggu ke-7

Perlakuan Ulangan

Data pengukuran diameter sukun minggu ke-9

(8)

Data pengukuran diameter sukun minggu ke-11

Data pengukuran diameter sukun minggu ke-13

Perlakuan Ulangan

Data pengukuran diameter sukun minggu ke-15

(9)

Data rata-rata dari setiap pengukuran

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

Analisis ragam pertambahan diameter bibit sukun

(10)

Lampiran 3. Analisis rancangan percobaan luas tajuk bibit sukun

Data luas tajuk bibit sukun pada minggu ke-15

Perlakuan

Analisis ragam luas tajuk bibit sukun

(11)

Lampiran 4. Analisis rencana percobaan jumlah daun bibit sukun

Data jumlah daun bibit sukun pada minggu ke-15

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3 4

Analisis ragam jumlah daun bibit sukun

(12)

Lampiran 5. Analisis rancangan kadar air daun bibit sukun

Data kadar air daun bibit sukun pada minggu ke-15

Perlakuan Ulangan Total rata rata

1 2 3 4

Analisis ragam kadar air bibit sukun

(13)

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian

Lokasi Penelitian Sabut Kelapa dengan Ukuran 3cm x 3cm

(14)

Penanaman Bibit Sukun Posisi Sabut Kelapa Pada Lobang Tanam

\

(15)

Titik Pengukuran Diameter batang Pengukuran Diameter Bibit Sukun (titik bawah)

(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Alrasjid, H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun (Artocarpus Altilis Fosberg). Informasi Teknis No. 42. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Bapeda Prop. Sumut – LPPM USU, 2000, Penyusunan Rencana Rehabilitas Lahan dan Konservasi Tanah Kawasan Daerah Tangkapan Iar Danau Toba, Laporan Akhir. Kuswara. 2007. Arahan Pengembangan Permukiman Di Kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Pusat Litbang Permukiman. Jurnal Permukiman Vol.2 No.1 : 1-11

Benzon, J.A. dan J.R. Velasco. 1982. Coconut Production and Utilization. Philipine Coconut Research and Development Foundation, inc Amber Avenue, Metro Manila. Philipine. [Skripsi]. Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.

Damanik, B. Madjid. M, Hasibuan. Efendi. Bachtiar, Fauzi, Sarifuddin, Hanum. Hamidah. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. usupress. Medan.

Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan. 2005. Tehnik Pembibitan dan Konservasi Tanah.Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. BukuI. Jakarta.

Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Fitter, A. H., dan R.K.M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

Herath, W. 1993. Coir Dust as Growing Medium. 7th International Floriculture Symposium, Colombo. [Skiripsi].Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.

Irawan, A. dan Hidayah, H., N. 2014. Kesesuaian Penggunaan Cocopeat Sebagai Media Sapih pada Politube dalam Pembibitan Cempaka (Magnollia

elegans (Blume,) H.Keng). Balai Penelitian Kehutanan Manado 1(2):

(18)

Irawan, A. Kafiar, Y. 2015. Pemanfaatan Cocopeat dan Arang Sekam Padi sebagai Media Bibit Cempaka Wasian (Elmerillia ovalis). Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado 1(2): 805-808

Irwanto. 2006. Pengembangan Tanaman Sukun. [Diakses dari Oktober 2014].

Kartono, G. 2014. Keragaman Kultivar Sukun dan Pemanfaatannya di Jawa Timur (Studi Kasus Kabupaten Kediri dan Banyuwangi). [Jurnal] Iptek Tanaman Pangan Vol 5 No 2.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta.

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kuswara. 2007. Arahan Pengembangan Permukiman di Kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba. [Jurnal] Pusat Litbang Permukiman 2(1). 1:57

Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Mashud, N.Y., Ferry dan Z. Mahmud. 1993. Pengaruh Pemberian Sabut Kelapa di Daerah Bobokor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Genjah Kuning Nias. Jurnal Penelitian Kelapa Volume 6 No 1, Manado. [Skripsi]. Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.

Mashuri, M. 2009. Peluang Bisnis Sabut Kelapa : Cocopot untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.http://produkkelapa.wordpress.com. [Diakses Desember 2014].

Mazeen, A.C.M. dan L.H.J.V. Holm. 1993. Effects of Coir Dust Of Difference Age and Concentration in Growth of Common Bean and Maize Seedlings. Di dalam 7th Floricultural Symposium Colombo. Institut of Fundamental Studies Hantan, Kanda, Srilanka. [Skripsi]. Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (COCOPEAT) Sebagai Media Tanam. ITB. Bogor.

Noviarso, C. Pengaruh Umur Panen dan Masa Simpan Buah Sukun Terhadap Kualitas Tepung Sukun yang Dihasilkan. [Skripsi] Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Jakarta.

(19)

Prananda R, Indrianto Riniarti M. 2014. Respon Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus Cadamba) dengan Pemberian Kompos Kotoran Sapi pada Media Penyepihan. Jurnal Sylva Lestari 2 (3): 29-38.

Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU Press. Medan.

Setiadi, Antom. 2001. Kajian Teknologi dan Finansial Proses Pengolahan Sabut Kelapa di Mitra PT. Sukaraja Putra Sejati, Jawa Barat. [Skripsi]. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Simangunsong, E.M., Razali, dan Mukhlis. 2013. Penentuan Kelas Kemampuan Lahan Daerah Tangkapan Air Danau Toba Menggunakan Metode Scoring. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3: 2.

Sinay, Hermalina. 2015. Pengaruh Perlakuan Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Prolin pada Fase Vegetatif Beberapa Kultivar Jagung Lokal dari PUlauKisar Maluku di Rumah Kaca. Ambon : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon.

Subiyanto, B, Raskita. S dan Effendy, H. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No 1. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel.

http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org. [Diakses Oktober 2014].

Sukarman, Kainde R, Rombang J, Thomas A. 2012. Pertumbuhan aBibit Sengon (Paraserianthes Falcataria) pada Berbagai Media Tumbuh. Eugenia 18(3): 215-221

Sunarjono, H. H. 1999. Prospek Perkebunan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Supriati, Y., I. Mariska, dan S. Hutami. 2005. Mikropropagasi Sukun (Artocarpus

Communis Fors), Tanaman Sumber Karbohidrat Alternatif. Jurnal Ilmiah

Nasional 7(4):219-226.

Sutardi dan P.darmadji. 1990. Produksi Tepung Sukun dengan Berbagai Kondisi Pengeringan. Laporan Penelitian DPP. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Syah, A. dan Nazarudin. 1994. Sukun dan Kluwih. Swadaya. Jakarta.

(20)

Valentine, N. 2012. Pengaruh Pengaturan Kombinasi Media Terhadap Pertumbuhan Anakan Cabutan Tumih [Combretocarpus rotundatus (Miq) Danser]. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

(21)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan

Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan

yang dimulai dari bulan Juni 2015 sampai dengan Oktober 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun (Artocarpus

communis Forst) dan sabut kelapa. Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah alat tulis,timbangan digital,kertas label, penggaris, kalkulator, jangka

sorong, tally sheet, cutter, dan cangkul.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

nonfaktorial terdiri atas 11 perlakuan dan 4 kali ulangan.

K0= kontrol (tanpa perlakuan) K6 = sabut kelapa 600gr

K1 = sabut kelapa 100gr K7 = sabut kelapa 700gr

K2 = sabut kelapa 200gr K8 = sabut kelapa 800gr

K3 = sabut kelapa 300gr K9 = sabut kelapa 900gr

K4 = sabut kelapa 400gr K10 = sabut kelapa 1000gr

K5 = sabut kelapa 500gr

Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan ini, dianalisa dengan sidik

ragam berdasarkan model linier digunakan model statistika sebagai berikut :

(22)

Keterangan :

Yij = Nilai hasil pengamatan tanaman sukun pada ulangan ke-j dan perlakuan ke-i

µ = Nilai rataan umumpertumbuhan sukun

τi = Pengaruh perlakuan berbagai pupuk kandang terhadap pertumbuhan sukun

βj = Pengaruh kelompok ke j (1,2,3,4,5,6)

ij = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dan perlakuan berbagai pupuk kandang

Pada pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SPSS. Jika

ANOVA berpengaruh nyata terhadap uji F, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan

berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan Multiple Range Test)

(Gomez dan Gomez, 1995).

Prosedur Penelitian

1. Penyediaan Bibit

Bibit sukun yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bibit yang

berasal dari daerah Tanjung Morawa. Bibit sukun berumur 3 bulan sebanyak

44 bibit, yang akan ditanam di DTA Danau Toba, Desa Paropo.

2. Penyiapan Lubang Tanam

Lubangtanam dibuat dengan ukuran 30cm x 30cm x 30cm dengan jarak

tanam 5m x 5m (Hendalastuti dan Ahmad Rojidin, 2006). Media tanah yang

digunakan adalah top soil yang berasal dari DTA Danau Toba, Desa Paropo.

3. Persiapan Media Penahan Air

Disiapkan sabut kelapa yang terlebih dahulu dikuliti dan di cacah dengan

ukuran 3cm x 3cm menjadi bagian kecil dan direndam dengan air selama 24

(23)

lubang tanam sedalam 10cm disekitar bibit. Sabut kelapa diberikan sesuai

dosis yang telah ditentukan.

4. Parameter Pengamatan

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu

pengambilan data tiap awal parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat

pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal. Pengamatan mulai

dilakukan dua minggu setelah tanam (2 MST). Pengamatan dilakukan selama

4 bulan dan parameter yang diamati antara lain adalah :

a. Pertambahan tinggi (cm)

Pengambilan data parameter tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal

batang dipermukaan tanah hingga titik tumbuh tunas bibit menggunakan

penggaris. Pengambilan data dilakukan dua minggu sekali.

b. Diameter bibit (mm)

Pengukuran diameter menggunakan jangka sorong, diukur pada pangkal

batang sekitar 3 cm dari permukaan tanah yang sudah ditandai.

Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali.

c. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung tiap dua minggu sekali selama penelitian. Daun yang

dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna. Setelah dihitung,

kemudian dibandingkan pertumbuhan jumlah daun setelah pengamatan

dengan jumlah daun sebelum pegamatan.

d. Luas tajuk (cm2)

Pengukuran luas tajuk dilakukan pada pengamatan terakhir dari setiap

(24)

untuk mendapat luas tajuk pengukuran dilakukan dengan menggunakan

program image J.

e. Kadar air daun

Pengukuran kadar air daun dilakukan pada akhir pengamatan dengan cara

mengambil daun ke-3 dari setiap tanaman. Kemudian ditimbang beratnya

lalu dioven dengan suhu ±1050C selama 6 jam sampai berat keringnya

konstan. Setelah itu daun ditimbang dan diperoleh berat ovennya.

Kemudian dihitung kadar air daun dengan rumus :

KA daun (%) =berat awal−berat kering oven

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 120 hari dengan

parameter tinggi, diameter, jumlah daun, luas tajuk, dan kadar air diperoleh data

sebagai berikut:

Table 5. Hasil pengamatan pertumbuhan bibit sukun dengan berbagai perlakuan

Perlakuan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%

1. Tinggi Bibit Sukun

Berdasarkan hasil pengukuran data tinggi rata-rata bibit sukun yang di

sajikan pada Table 5 menunjukan bahwa pertumbuhan tinggi pada bibit sukan atas

setiap perlakuan yang diberikan, menunjukkan pertambahan tinggi yang berbeda.

Pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi pada perlakuan K6 (sabut kelapa 600

gram) sebesar 5,88 cm, pertambahan tinggi terandah pada perlakuan Kontrol

(tanpa perlakuan) sebesar 4,13 cm.

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi bibit sukun pada

(26)

Pada perlakuan K6 (sabut kelapa 600 garam) memberikan pertambahan tinggi

yang lebih tinggi, sementara pertambahan tinggi bibit sukun terendah pada

perlakuan Kontrol (tanpa perlakuan).

Gambar 1. Grafik pertambahan tinggi bibit sukun selama pengamatan

Pada Gambar 1 tampak bahwa pertambahan tinggi tanaman pada setiap perlakuan menunjukkan kecenderungan yang sama. Pertambahan tinggi bibit sukun yang diamati mulai dari pemberian perlakuan sabut kelapaminggu pertama hingga minggu ke-15 dengan dosis yang sudah ditentukan tidak terlihat perbedaan pertambahan tinggi yang signifikan antara perlakuan kontrol dengan yang diberikan perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam rataan pertambahan tinggi sukun (Lampiran 1) menujukan pemberian sabut kelapa berpengaruh nyata terhadap

pertambahan tinggi bibit sukun.

0

I-III I-V I-VII I-IX I-XI I-XIII I-XV

(27)

2. Diameter Bibit Sukun

Berdasarkan hasil pengkuran diameter mulai dari minggu pertama

pengukuran sampai dengan minggu ke lima belas pertambahan diameter bibit

sukun yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan bahwa pertambahan diameter

tertinggi terdapat pada perlakuan K6yaitu sebesar 4,53 mm, rataan pertambahan

diameter terendah pada perlakuan K0 (kontrol) yaitu sebesar 2,88 mm.

Gambar 4. Grafik pertambahan diameter bibit sukun selama pengamatan

Pada Gambar 2 menunjukan bahwa pertambahan diameter bibit sukun

pada setiap perlakuan pemberian sabut kelapa tidak menunjukkan kecenderungan

yang sama dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh berbeda. Pada gambar 2

perlakuan K6 (sabut kelapa 600 gram) memberikan pertambahan diameter yang

lebih tinggi, sedangkan pertambahan diameter terendah pada perlakuan K5 (sabut

kelapa 500 gram) memberikan hasil yang sama dengan perlakuan yang tanpa

pemberian sabut kelapa K0 (Kontrol). Hasil analisis sidik ragam rataan

pertambahan diameter sukun (Lampiran 2) menujukan pemberian sabut kelapa

berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan diameter bibit sukun.

0

I-III I-V I-VII I-IX I-XI I-XIII I-XV

(28)

3. Luas Tajuk

Berdasarkan hasil dari pengukuran yang disajikan pada tabel 5, luas tajuk

terbesar pada perlakuan K6 (sabut kelapa 600 gram) adalah 160,39cm2, sementara

untuk luas tajuk paling rendah terdapat pada perlakuan K0 (Kontrol) adalah

114,54 cm2. Hasil analisis sidik ragam rataan luas tajuk bibit sukun (Lampiran 3)

menunjukkan pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh tidak nyata terhadap

luas tajuk bibit sukun.

4. Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam rataan jumlah daun pada bibit sukun

menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap

jumlah daun. Berdasarkan dari hasil pengamatan yang disajikan pada tabel 5

menunjukkan bahwa jumlah daun bibit sukun terbanyak yaitu sebanyak 5 helai

daun pada perlakuanK6 danK7, sedangkan daun yang jumlahnya paling sedikit

sebanyak 4 helai daun terdapat pada perlakuan K0, K1, K2, K3, K4, K5, K8, K9dan

K10. Dari hasil analisis sidik ragam rataan jumlah daun bibit sukun (lampiran 4)

menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh tidak nyata

terhadap jumlah daun sukun.

5. Kadar Air

Berdasarkan dari hasil pengukuran yang disajikan pada tabel 5, kadar air

daun bibit sukun terbesar pada perlakuan K6 adalah 0,09. Sedangkan pada kadar

air paling kecil pada perlakuan K0 dan K2 yang mempunyai nilai rataan yang sama

sebesar 0,06. Dari hasil analisis sidik ragam rataan kadar air daun bibit sukun

(lampiran 5) menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh

(29)

Pembahasan

Pada penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa pemberian sabut

kelapa memberikan pengaruh nyata pada parameter pengukuran tinggi bibit sukun

dapat dilihat pada hasil analisis sidik ragam rataan (lampiran 1), sementara pada

parameter pengukuran diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air

menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan unsur hara yang

terkandung dalam sabut kelapa masih mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan

bibit sukun. Karena sabut kelapa banyak mengandung unsur hara yang dapat

memicu petumbuhan tanaman sukun, salah satu unsur hara yang terkandung

dalam sabut kelapa adalah unsur hara N, P dan K yang diperlukan oleh

tanaman.Hal ini sesuai dengan pernyataan Mashud et al (1993), sabut kelapa

mengandung mineral cukup tinggi yang terdiri dari N (1,25%), P (0,18%), K

(3,05%), CaO (0,97%) dan MgO (0,58). Unsur hara N, P dan K adalah termasuk

unsur hara yang penting dalam pertumbuhan tanaman. Unsur N sangat berperan

dalam pembentukan sel tanaman, jaringan dan organ tanaman. Unsur N sangat di

perlukan pada saat tanaman memasuki fase pertumbuhan vegetatif. Unsuh P

berperan dalam daya serap tanaman terhadap nutrisi yang ada didalam tanah.

Unsur hara K berperan dalam proses fotosintesis dan translokasi karbohidrat dan

juga mengatur distribusi air dalam tanaman.

Pemberian sabut kelapa merupakan faktor eksternal yang diberikan kepada

tanaman untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sabut kelapa juga mampu

menyerap dan menyimpan air dalam waktu yang cukup lama, sehingga mampu

menjaga kelembaban tanah, memiliki aerasi dan drainase yang baik. Dengan

(30)

air yang diperlukan oleh tanaman. Sabut kelapa yang mengadung air dan lembab

dapat memicu pertumbuhan akar tanaman didalam tanah. Semakin banyak jumlah

akar yang ada dengan kondisi tak jenuh air menyebabkan penyerapan hara

menjadi optimal sehingga proses fisiologis akan berlangsung lebih baik dan dapat

mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan tunas. Prananda (2014)

mengatakan bahwa media tempat perkembangan akar merupakan salah satu faktor

lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bibit. Media yang baik harus

memiliki persyaratan antara lain mampu menjaga kelembaban tanah memiliki

aerasidan drainase yang baik tidak memiliki salinitas yang tinggi, serta bebas

hama dan penyakit. Sinay (2015) juga menyatakan bahwa pada tahap

pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan

pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi dan perbanyakan daun.

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan lebih

baik dari pada kontrol. Hal ini dikarenakan adanya penambahan bahan organik ke

dalam tanah yang berfungsi sebagai media penyuplai air dan unsur hara yang di

butuhkan oleh tanaman. Sabut kelapa mempunyai daya serap air 6-8 kali dari

berat keringnya. Penambahan bahan organik ke dalam tanah seperti sabut kelapa

terutama pada tanah yang mempunyai kadar liat yang tinggi dapat dapat

memperbaiki struktur tanah yang lemah, distribusi ruang pori menjadi lebih

merata dan kapasitas memegang air meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Herath (1993) bahwa sifat fisik lain dari sabut kelapa adalah mempunyai

kemampuan untuk menyerap air 6-8 kali dari bobot keringnya. Sabut kelapa

(31)

kelapa, dimana kandungan unsur hara Fospor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan

Magnesium (Mg) dapat dilihat pada tabel 3.

Tidak adanya pengaruh dari pemberian sabut kelapa dengan dosis atau

jumlah yang sudah dengan perlakuan kontrol (tanpa perlakuan) pada parameter

pengukuran diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air. Hal ini diduga karena

dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama pada curah hujan. Dengan tingginya

jumlah curah hujan atau banyaknya air yang terserap oleh sabut kelapa

menyebabkan tanaman mengalami jenuh air yang dapat mengganggu

pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Valentine (2012) yang

menyatakan bahwa kondisi jenuh air pada media sabut kelapa juga sangat

mepengaruhi pertumbuhan tanaman. Keadaan jenuh air lebih banyak

menyebabkan terjadinya penimbunan unsur hara didalam akar dibandingkan

difusi hara ke akar. Pada saat tertentu, kondisi pada media ini menyebabkan

pertukaran gas pada media mengalami hambatan karena media mulai jenuh air

karena ruang pori makro yang seharusnya terisi oleh udara ikut terisi oleh air

sehingga akar mengalami hambatan pernapasan.

Pengamatan pada parameter diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar

air pada pemberian sabut kelapa memberikan respon yang rendah disetiap

parameter, hal ini dikarenakan adanya kandungan zat tanin yang terkandung pada

sabut kelapa yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan

pernytaan Irawan dan Kafiar (2015), menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada

hal lain yang diduga penyebab rendahnya respon yang diberikan oleh benambahan

bahan Cocopeat terhadap pertumbuhan bibit adalah adanya zat tannin yang

(32)

tannin merupakan senyawa penghalang mekanis dalam penyerapan unsur hara.

Dalam penelitiannya, respon yang diberikan dari pengaruh penggunaan

Cocopeatterhadap pertumbuhan bibit sengon adalah menjadikan ukuran daun

lebih kecil dan berwarna kekuning-kuningan, akibatnya bibit sengon mengalami

pertambahan tinggi dan diameter yang lambat.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai perlakuan sabut

kelapa yang diberikan berpengaruh nyata pada parameter tinggi. Berdasarkan

hasil uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada parameter tinggi menunjukan

bahwa perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan bibit sukun adalah pada perlakuan

K6 (sabut kelapa 600 gram) dan K8 (sabut Kelapa 800 gram). Hal ini dikarenakan

pada perlakuan tersebut tingkat kejenuhan air dalam tanah tidak terlalu tinggi dan

(33)

KESIMPUALAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh nyata terhadap parameter

tinggi bibitsementara pada parameter diameter, luas tajuk, jumlah daun dan

kadar air tidak memberikan pengaruh nyata.

2. Pemberian sabut kelapa baik untuk pertumbuhan bibit sukun.

Saran

Dengan adanya penelitian ini penulis berharap masyarakat dapat

memanfaatkan sabut kelapa sebagai penahan air bagi tanaman pada lahan

(34)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Tanaman Sukun

Sukun (A. Communis) adalahtumbuhan dari genus Artocarpus dalam

famili moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan

Indonesia. Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan,

klasifikasiTaksonomi tanaman sukun (A. communis) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Urticales

Famili

Genus

Spesies : Artocarpus communis Forst

Nama Umum : Sukun

Nama daerah

Sumatera : Sukun (Aceh), Hatopul (Batak), dan Amu (Meteyu)

Jawa : Sukun (Jawa), Sakon (Madura)

Bali : Sukun (Bali)

Nusa Tenggara : Sukun (bali)

(35)

Botani Tanaman Sukun

Tanaman sukun merupakan tanaman multiguna, dimana: buah dapat

digunakan sebagai bahan makanan, bunga digunakan sebagai bahan ramuan

obat-obatan; daun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kayunya dapat

digunakan sebagai bahan perkakas rumah tangga. Sampai saat ini, pengembangan

dan pemanfaatan tanaman sukun masih terbatas, belum dibudidayakan secara

intensif, buahnya masih diolah dalam skala industri rumah tangga dan dipasarkan

untuk memenuhi permintaan lokal. Budidaya Tanaman sukun belum secara

intensif, masih sebagai tanaman pekarangan, sehingga memunculkan

permasalahan terkait pengembangan tanaman Sukun, antara lain: (1). Perusahaan

pengolah buah sukun masih dalam betuk home industri. (2). Ketersedian bahan

baku masih terbatas, karena produksi buah sukun masih tergantung pada musim.

(3). Terbatasnya akses permodalan. (4). Minat Petani untuk membudidayakan

tanaman sukun masih rendah. (5). Belum adanya kepastian pasar (Dephut, 2005).

Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar kesamping dan

tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan

(Departemen Kehutanan, 1995). Pohon sukun membentuk percabangan sejak

ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Pohon sukun yang

dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).

Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.

Kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya

lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada

ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga

(36)

berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada

nangka.Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik. Kulit buah

bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga

sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1999). Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat,

elastis dan tahan rayap (Irwanto, 2006).

Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang

merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi

berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun,

keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan

(Dephut, 1998).

Daunnya banyak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan

kesehatan, selain dapat menurunkan kadar kolestrol darah, ada pula yang

memanfaatkannya sebagai obat ginjal. Daun sukun diyakini mengandung

beberapa zat berkhasiat seperti asam hidrosianat, asetilleolin, tannin, dan

riboflavin. Zat-zat ini ini juga mampu mengatasi peradangan. Getahnya dapat

diolah untuk bahan campuran dalam pembuatan bejana tidak tembus air.

Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian telah merintis

pengembangan sukun sejak 2002. Sejak saat itu pula produksi sukun di indonesia

terus meningkat dari 62.432 ton pada 2003 menjadi 66.994 pada 2004, dan pada

tahun 2005 menjadi 73.637 ton. Sentra produksi sukun terbesar adalah produksi

terbesar adalah Jawa Barat dengan produksi 14.262 ton dan Jawa Tengah dengan

(37)

Tabel 1. Tanaman sukun yang menghasilkan, luas panen, hasil per hektar,

Sumber : Supriati (2010)

Kandungan karbohidrat dari 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat

beras (tabel 1). Apabila buah sukun tersebut diolah menjadi tepung sukun maka

kandungan karbohitratnya menjadi setara dengan beras, hanya jumlah kalorinya

yang sedikit lebih rendah, dibandigkan dengan dengan jenis pangan lainnya

seperti jagung, ubikayu, dan kentang., maka posisi sukun sebgai sumber

karbohitrat masih diatas ketiga kominitas tersebut (Supriati, 2010).

Tabel 2. Perbandingan komposisi kandungan gizi sukun (per 100 g) dengan beberapa bahan pangan lainnya.

Jenis Bahan Pangan Energi (Kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g)

Tepung sukun dari tua 302 78.9 3.6 0.8

Sumber : Supriati (2010)

Tanaman sukun berbuah dua kali dalam satu tahun, dimana musim panen

pertama umumnya pada bulan Januari dan Februari yang produksinya lebih tinggi

dibandingkan dengan panen musim kedua pada bulan Agustus dan September.

(38)

600-700 buah dan pada musim panen kedua diasumsikan 50% atau 300 buah,

maka satu tanaman sukunn dapat menghasilkan 600 buah + 300 buah = 900 buah

pertahun. Faktor geografis,agroekosistem, dan potensi lahan merupakan factor

yang mempengaruhi tingkat produksi sukun. Jika dalam estimasi potensi sukun ini

dugunakan nilai koreksi antaragroekosisitem sebesar 30%, maka produksi buah

sukun per tanamanam rata-rata 600 buah. Dengan asumsi bobot rata-rata sebuah

sukun 600 gram (Syah dan Nazarudin, 1994), dan rendemen buah menjadi tepung

adalah 30% (Noviarso, 2003) maka satu tanaman sukun dapat menghasilkan 600

buah x bobot per buah persetase kadar tepung per buah = 600 buah x 600 gram x

30% = 108.000 gram tepung sukun per tanaman atau 108 kg tepung sukun per

tanaman.

Buah sukun umumnya dikonsumsi dalam keadaan matang (fully mature),

tetapi karena respirasinya demikian cepat maka dalam selang beberapa hari saja

buah sukun segera membusuk sehingga tidak dapat dimakan. Proses respirasi dan

pematangan buah sukun dapat dihambat dengan menyimpannya pada suhu dingin,

tetapi proses pematangannya menjadi tidak normal (Thomson et al. 1974 dalam

Sukmaningrum, 1990).

Secara sederhana petani di Cilacap menepungkan buah sukun dengan cara

memarut, menjemur, dan kemudian menggilingnya. Tepung yang diperoleh masih

berwarna kekuningan. Warna tepung dapat dibuat lebih putih sehingga mendekati

tepung terigu, dengan cara merendam daging buah segar yang telah dikupas dalam

larutan bisulfit 1000 bpj selama 5 menit. Beberapa produk makanan berbahan

baku tepung sukun adalah cake, putri salju, kue pukis, nogosari, kroket sukun, dan

(39)

Selain praktis untuk dikonsumsi, mie juga dapat dapat dibuat dari aneka

ragam pangan olahan sehingga tidak mengherankan kalau mie menjadi pangan

favorit di kalangan generasi muda. Mie sukun dibuat dari bahan baku tepung

komposit sukun dengan terigu dan bahan tambahan yang lain seperti telur, garam,

dan soda kue. Komposisi tepung terigu biasanya 70% dan tepung sukun 30%.

Tepung terigu masih diperlukan dalam jumlah banyak karena kandungan

glutennya tinggi. Gluten berperan dalam membentuk struktur mie agar tidak

mudah patah secara umum, berikut disajikan proses pembuatan mie:

pencampuran, pencetakan, perebusan, perendaman, penerisan

(Kartono et al, 2014)

Tempat Tumbuh

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis

tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian ±600 m dari

permukaan laut.Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun

curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban

60-80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat

penyinaran matahari.Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas,

dengan temperatur antara 15-38°C.Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur,

dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh

baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).

Iklim mikro yang baik untuk pertumbuhan tanaman sukun adalah pada

lahan terbuka dan banyak menerima sinar matahari, sebagai indikator adalah

apabila tanaman keluwih bisa tumbuh dengan baik maka sukun juga bisa tumbuh

(40)

(tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih

baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dan

tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik

dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi (Alrasjid, 1993).

Media Tanam Tumbuhan

Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki

kesuburan yang baik, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu

mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang

penting untuk diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat

medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya

serap dan daya simpan air baik serta kapasitas udaranya cukup (Khaerudin, 1999).

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.

Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang

ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis

tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini

disebabkan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang

berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah

sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur

hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama

(Khaerudin, 1999).

Kelapa merupakan salah satu komuditas yang memiliki nilai ekonomi

tinggi. Indonesia merupakan salah satu Negara didunia yang memiliki potensi

(41)

maksimal. Luas areal kebun kelapa di indonesia adalah yang terbesar di dunia,

yaitu 3,76 juta hektar (Setiadi, 2001).

Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat

mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak

aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket

serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan

pertanian. Berdasarkan sifat penyerapan air dan oli yang tinggi ini memungkinkan

pemanfaatan produk papan partikel yang terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat

digunakan sebagai bahan penyerap air atau oli. Disamping itu dapat digunakan

sebagai pengganti papan busa (stiroform)sebagai bahan pembungkus anti pecah

yang ramah lingkungan karena bahan ini kemungkinan besar dapat

terdekomposisi secara alami(Subiyanto et al., 2003).

Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.

Pemanfaatan keduanya sangat banyak. Seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk

aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, dan untuk bahan jok mobil,

untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti

cocopeat dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan sabut kelapamengalami

peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopeat adalah tempat

untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot

tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastik,

semen, tanah liat dan sebagainya(Mashuri, 2009).

Penggunaan cocopeat (sabut kelapa) sebagai media tanam sangat baik

diaplikasikan pada tanah gersang atau lahan kritis. Lahan kritis seperti bekas

(42)

(mudah terurai) akan membantu kesuburan tanah, menambah unsur hara, sehingga

penggunaannya akan menumbuhkan tumbuhan baru di area yang di tanmani

cocopeat. Cocopeat sangat berguna untuk mencegah kerusakan pada tanaman,

adapun kegunanan lain dari cocopeat antara lain : (1). Memproteksi akar didalam

permukaan lapisan tanah, (2). Keseimbangan suhu kebasahan konstan pada tanah,

(3). Proteksi ekolagi dari hama, (4). 100% dapat didaur ulang dan mempermudah

proses pemindahan tanaman, (5). Hemat didalam penggunaan konsimsi air untuk

tanaman (Mashuri, 2009).

Pemanfaatan sabut kelapa sebagai cocopeat yaitu sabut kelapa yang diolah

menjadi butiran-butiran gabus sabut kelapa. Cocopeat dapat menahan kandungan

air dan unsur kimia pupuk serta dapat menetralkan keasaman tanah. Karena sifat

tersebut, cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan

tanaman Holtikultura dan media tanaman rumah kaca. Secara umum, derajat

keasaman media cocopeat adalah 5,8 – 6. Pada kondisi itu tanaman optimal

menyerap unsure hara. Drajat keasaman ideal yang diperlukan tanaman 5,5- 6,5.

Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid,

gasas, arang, tannin, dan potasium (Rindengan et al dalam Sittadewi, 2011).

Menurut Mashud et al, (1993), sabut mengandung mineral cukup tinggi

yang terdiri dari N (1,25 %), P (0,18 %), K (3,05 %), CaO (0,97 %) dan MgO

(0,58 %). Proporsi sabut adalah sekitar 33% dari buah kelapa utuh.

Sabut kelapa mangandung unsur-unsur hara makro yang dibutuhkan oleh

tanaman. Unsur-unsur makro tersebut merupakan komponen utama sabut kelapa.

Herath (1993), melakukan penelitian terhadap komponen utama sabut kelapa,

(43)

Tabel 3. Komponen Utama Sabut Kelapa

Unsur Total (ppm)

Total Nitrogen (Kjeldahl) 5238

Nitrogen dalam bentuk N-NH 96

Nitrogen dalam bentuk N-NO 45

Fosfor (P) 330

Kalium (K) 9787

Kalsium (Ca) 2521

Magnesium (Mg) 2006

Sumber : herath (1993).

Banzon dan Velasco (1982), menyatakan bahwa sabut kelapa banyak

mengandung unsur hara, dengan K dan Cl merupakan unsure dominan. Sifat fisik

sabut kelapa antara lain memiliki porositas 95% dan densitas kamba atau bulk

density ± 0,25 gram/ml (Manzeen dan Van Holm, 1993).

Salah satu kekurangan dari cocopeat adalah banyak mengandung zat

tannin. Zat tannin diketahui merupakan zat yang dapat menghambat pertumbuhan

tanaman. Untuk menghilangkan zat tannin yang berlebihan maka dapat dilakukan

dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih. Proses perendaman yang

kurang sempurna dapat menyebabkan zat tannin belum hilang seluruhnya,

sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman (Irawan dan Hidayah,

2014)

Kandungan Air Tanah

Kandungan air didalam tanah merupakan faktor yang paling penting dalam

menentukan keberhasilan pertumbuhan dan produksi tanaman.Kandungan air

didalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim, curah hujan dan dipengaruhi oleh

sifat tanah seperti tekstur dan struktur tanah.Persentase kandungan air tanah

berbeda dengan berbedanya sifat tekstur tanah.

Air tersedia bagi pertumbuhan tanaman merupakan air yang terikatantara

(44)

cukup tersedia di dalam tanahguna dapat melarutkan pupukyang diberikan, karena

tanaman hanya dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terlarut didalam larutan

tanah.Air tanah sangat berperan dalam hal mekanisme pergerakan hara keakar

tanama. Perkembangan akar tanaman sangat dirangsang oleh kondisi tanah yang

lembab, sehingga kesempatan dari akar untuk lebih dekat dengan unsur hara yang

berasal daripupuk akan lebih besar. Demikian juga dengan aliran massauntuk

keperluan transpirasi diperlukan air tanah dan pada waktu bersamaan juga akan

mengangkut unsur-unsur hara ke akar dari daerah yang jauh dari jangkauan akar

(Damanik et al., 2010).

Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang

digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap

tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya,

kemudian diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).

Sel tanaman yang telah kehilangan air dan berada pada tekanan turgor

yang lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Hal

ini merupakan suatu istilah yang menyesatkan karena stress mempunyai defenisi

yang tepat dalam mekanika dan dapat dengan mudah diukur. Stress air adalah

suatu istilah yang sangat tidak tepat, yang menunjukkan bahwa kandungan air sel

telah turun dibawah nilai optimum, menyebabkan suatu tingkat gangguan

metabolisme (Fitter, 1981).

Karakteristik Lokasi

Secara geografis kawasan Danau Toba terletakdi pegunungan Bukit

Barisan Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 2021’ 32” – 20 56’ 28”

(45)

berada pada ketinggian 903 meter dpl, dan Daerah Tangkapan Air (DTA) 1.981

mdpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130 Km2 dengan kedalaman maksimal

danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba lebih

kurang 4.311,58 km2. Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah

Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400

mm/tahun. Sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember –

Desember dengan curah hujan antara 190 – 320 mm/tahun dan puncak musim

kemarau terjadi selama bulan juni – juli dengan curah hujan berkisar 54 – 151

mm/tahun (Kementerian Lingkunagn Hidup, 2011).

Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi)

tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen dengan luas 1100 km2.

Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah

sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut). Kedalaman air Danau Toba

berkisar 400 – 600 meter dan terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter).

Jenis tanah yang terdapat disekeliling Danau Toba mempunyai sifat kepekaan

terhadap erosi yang cukup tinggi. Hal ini dapat kita lihat banyaknya bagian yang

terkena longsor dan adanya singkapan batuan sesi (PPT Bogor, 1990).

Berdasarkan struktur vegetasinya, penutupan lahan dikawasan Danau Toba

terdiri atas hutan yang didominasi oleh pohon, semak/belukar yang didonimasi

oleh perdu, padang rumput yang didominasi oleh herba dan rumput, serta lahan

tak bervetasi. Dari segi kerapatannya hutan dikawasan Danau Toba dapat

dikelompokkan menjadi hutan berpohon rapat dan hutan berpohon jarang.

Wilayah danau toba didominasi oleh kelas kemiringan lereng landai (3% - 8%)

(46)

ditempati oleh kelas agak miring (8 – 15%) yang mencapai 20,5% dan daerah

dengan kemiringan sangat curam hamper dijumpai di sekeliling danau yang

mencapai 4,5% dari luas DTA.tutupan lahan merupakan salah satu factor yang

mempengaruhi kualitas dan kuantitas perairan danau. Pola penggunaan lahan

dapat menimbulkan kerusakan/pencemaran lingkungan apabila dipergunakan

melampui batas. Komposisi tutupan lahan diDTA danau toba berupa lahan hutan

hanya mencapai 23%, dan untuk aktivitas budidaya sekitar 48,6% dari luas DTA,

yang sebagian besar merupakan pertanian lahan kering (27,6%) dan bagian lain

berupa lahan terbuka (20,6%) (BP DAS Barumun, Dapertemen Kehutanan, 2009;

tidak diterbitkan).

Tebel 4. Kelas Lereng di DTA Danau Toba

No. Kelas

Sumber : LPPM USU-Bappeda Sumut, (2000) dalam Kuswara (2007)

Dengan melihat perkembangan dikawasan DTA Danau Toba yang

salahsatunya dicirikan dengan tingkatpertumbuhan penduduk yang

terusmeningkat sebagai akibat meningkatnyaaktivitas di kawasan ini, maka

tingkatfluktuasi debit air dan erosi dapatmenjadi semakin tinggi juga. Hal

inidisebabkan semakin meningkatnya luaslahan yang dijadikan kawasan

budidaya,sehingga kondisi penutupan lahan yangdapat menyerap air hujan

menjadisemakin berkurang. Kondisi ini didukungoleh data penutupan lahan di

kawasanDTA Danau Toba selama kurun waktu 12tahun dari tahun 1985 – 1997

(47)

antaralain perubahan penutupan lahan darihutan menjadi penutupan non

hutan.Dalam kurun waktu tersebut areal hutanseluas 31.895,83 ha berubah dari

hutanmenjadi ladang, sawah, alang-alang,dan semak serta permukiman (Kuswara,

(48)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau Toba berada di daerah Sumatera Utara merupakan salah satu aset

Negara/Pemda yang sangat berharga dan termasuk salah satu Daerah Tujuan

Wisata peting setelah Bali dan Lombok/NTB sehingga merupakan kebanggaan

tersendiri bagi daerah ini. Ditetapkannya Danau Toba sebagai salah satu daerah

tujuan wisata, karena anggapan selama ini memiliki panorama alam yang indah.

Sekarang ini keindahan Danau Toba sudah terusik sebagai akibat eksploitasi

sumber daya alamnya, baik daerah perairan maupun daratan disekitarnya.

Saat ini DTA Danau Toba mengalami kerusakan lingkungan yang cukup

besar terutama sebagai akibat dari berbagai aktivitas masyarakat sekitarnya DTA

Danau Toba telah kehilangan lebih dari 16.000 ha kawasan hutan. Penyebab

utamanya adalah konversi hutan secara illegal menjadi lahan pertanian. Degradasi

lingkungan DTA Danau Toba tidak saja mengancam kelestarian Danau Toba

tetapi juga kehidupan masyarakat, baik masyarakat sekitar Danau toba maupun

seluruh Provinsi Sumatera Utara (Simangungsong, dkk, 2013).

Ekosistem hutan di sekitar Danau Toba (Sumatera Utara) telah mencapai

tingkat mencemaskan. Penggundulan hutan di daerah tersebut, bukan hanya

menghilangkan keindahan alam, tetapi juga mengakibatkan permukaan air Danau

Toba tidak stabil dan cenderung menurun. Salah satu hal yang dilakukan untuk

merehabilitasi lahan di sekitar Danau Toba adalah dengan menanam tanaman

Sukun.

Tanaman sukun (Artocarpus communis) dapat tumbuh dengan baik sejak

(49)

cukup longgar terhadap rentang iklim. Sukun dapat tumbuh dengan baik di

daerah beriklim basah maupun iklim kering. Tanaman sukun lebih suka tumbuh di

tempat terbuka, dan mendapat sinar matahari penuh. Sukun juga memiliki

toleransi terhadap ragam tanah. Sukun menghendaki tanah yang memiliki air

tanah dangkal, dan tidak menghendaki tanah dengan kadar garam yang tinggi.

Tanah dengan kadar humus yang tinggi akan lebih menjamin tingkat pertumbuhan

dan produksi buahnya (Widyatama, 2009).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air.

Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman.

Selain dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam

penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu

tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air

yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari

pertumbuhan tanaman itu sendiri. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas

fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.

Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel

(tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Daniel et al., 1987).

Dalam penelitian ini, yang ingin diketahui adalah mengenai ukuran bahan

organik berupa sabut kelapa dengan ukuran yang tepat dapat menyimpan air

dalam waktu yang lama dan mengurangi intensitas penyiraman selama proses

pembibitan sukun. Sehingga diharapkan dapat menghemat biaya, waktu, dan

tenaga selama proses pembibitan. Selain itu, pemberian bahan organik juga

penting karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan menyediakan unsur hara

(50)

Untuk mengetahui ukuran sabut kelapa yang berpengaruh pada

pertumbuhan tanaman Sukun maka dilakukan penelitian berjudul “Penggunaan

Sabut Kelapa Sebagai Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman

Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba, Kecamatan

Silahisabungan, Kabupaten Dairi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh berbagai

ukuran sabut kelapa sebagai media penahan air yang tepat untuk pertumbuhan

bibit sukun (Artocarpus communis Forst) pada lahan.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberi informasi

mengenai ukuran berat sabut kelapa sebagai penahan air yang tepat untuk

pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst).

Hipotesis Penelitian

Penahan air dari sabut kelapa yang dapat mendukung pertumbuhan bibit

(51)

ABSTRACT

ABDUL KHALIQ HASIBUAN Using Coconut Fiber Retaining Water For Plants To Support Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst) On the DTA Lake Toba. Under the guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.

The forest area in the DTA Lake Toba reduced to thousands of hectares, resulting in a lot of open land, the land's ability to absorb water is reduced and so the land becomes dry land productivity declined DTA Lake Toba. Breadfruit plants can increase the productivity of land and can be used as a plant reforestation to prevent erosion. Coconut Fiber is one of the media that has the physical properties of water can hold 6 to 8 times the weight of the dry, and can improve soil structure and texture, increase soil absorption of water, increase the activity of soil microorganisms and as a source of nutrients for plants. The purpose of this study was to determine the effect of various sizes of coco to the growth of breadfruit. Coconut coir is used ranging in size from 100 grams to 1000 grams. This research was conducted in June-October 2015 in the DTA Lake Toba, District Silahisabungan, Dairi. Parameters measured were high seeds, seedlings diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content.

The results showed that administration of coco significant effect on the parameters of a high observation, no real influence on the parameters of observation diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content on the growth of seedlings.

(52)

ABSTRAK

ABDUL KHALIQ HASIBUAN Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada DTA Danau Toba. Di bawah bimbinganAFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.

Luas hutan pada DTA Danau Toba berkurang hingga ribuan hektar, mengakibatkan banyak lahan-lahan terbuka, kemampuan lahan untuk meresapkan air berkurang dan lahan menjadi kering sehingga produktivitas lahan DTA Danau Toba menurun. Tanaman sukun dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan untuk mencegah erosi. Sabut Kelapa adalah salah satu media yang mempunyai sifat fisik mampu menahan air 6 sampai 8 kali dari bobot keringnya, dan dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan aktivitas mikroorganisme tanah dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai ukuran sabut kelapa terhadap pertumbuhan sukun.Sabut kelapa yang digunakan mulai dari ukuran 100 gram sampai dengan 1000 gram. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2015, di DTA Danau Toba, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter bibit, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun terhadap pertumbuhan bibit.

(53)

PENGGUNAANSABUT KELAPA SEBAGAI PENAHAN AIR

UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHANTANAMAN

SUKUN (Artocarpus Communis Forst)PADA DTA

DANAU TOBA

OLEH: SKRIPSI

ABDUL KHALIQ HASIBUAN 111201092/BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian:Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun

(Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba

Nama: Abdul Khaliq Hasibuan NIM: 111201092

Program studi: Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Afifudin Dalimunthe, SP, MP

Ketua Anggota

Dr. Budi Utomo, SP, MP

Mengetahui

(55)

ABSTRACT

ABDUL KHALIQ HASIBUAN Using Coconut Fiber Retaining Water For Plants To Support Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst) On the DTA Lake Toba. Under the guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.

The forest area in the DTA Lake Toba reduced to thousands of hectares, resulting in a lot of open land, the land's ability to absorb water is reduced and so the land becomes dry land productivity declined DTA Lake Toba. Breadfruit plants can increase the productivity of land and can be used as a plant reforestation to prevent erosion. Coconut Fiber is one of the media that has the physical properties of water can hold 6 to 8 times the weight of the dry, and can improve soil structure and texture, increase soil absorption of water, increase the activity of soil microorganisms and as a source of nutrients for plants. The purpose of this study was to determine the effect of various sizes of coco to the growth of breadfruit. Coconut coir is used ranging in size from 100 grams to 1000 grams. This research was conducted in June-October 2015 in the DTA Lake Toba, District Silahisabungan, Dairi. Parameters measured were high seeds, seedlings diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content.

The results showed that administration of coco significant effect on the parameters of a high observation, no real influence on the parameters of observation diameter, canopy area, number of leaves and leaf water content on the growth of seedlings.

(56)

ABSTRAK

ABDUL KHALIQ HASIBUAN Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Pada DTA Danau Toba. Di bawah bimbinganAFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI UTOMO.

Luas hutan pada DTA Danau Toba berkurang hingga ribuan hektar, mengakibatkan banyak lahan-lahan terbuka, kemampuan lahan untuk meresapkan air berkurang dan lahan menjadi kering sehingga produktivitas lahan DTA Danau Toba menurun. Tanaman sukun dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan untuk mencegah erosi. Sabut Kelapa adalah salah satu media yang mempunyai sifat fisik mampu menahan air 6 sampai 8 kali dari bobot keringnya, dan dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan aktivitas mikroorganisme tanah dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai ukuran sabut kelapa terhadap pertumbuhan sukun.Sabut kelapa yang digunakan mulai dari ukuran 100 gram sampai dengan 1000 gram. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2015, di DTA Danau Toba, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter bibit, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sabut kelapa memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pengamatan tinggi, pengaruh tidak nyata pada parameter pengamatan diameter, luas tajuk, jumlah daun dan kadar air daun terhadap pertumbuhan bibit.

(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Siundol Julu pada tanggal 29 September 1993 dari Ayah

Gong Matua Hasibuan dan ibu Maswalida Nasution. Penulis merupakan anak

pertama dari tujuh bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Siundol Julu dan lulus pada

tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Aek Hayuara

Syeh Muhammad Dahlan dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2011 penulis lulus

dari MAN 1 Padangsidempuan dan pada tahun yang sama penulis diterima di

Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui

jalur Ujian Tulis. Selanjutnya penulis memilih peminatan Budidaya Hutan.

Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman

Hutan Raya (TAHURA) Bukit Barisan pada tahun 2013. Penulis melaksanakan

Praktek kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit III KPH Bandung Utara

Jabar Banten (28 Januari – 28 Februari). Penulis melaksanakan penelitian dari

bulan Juni 2015 sampai dengan Oktober 2015 di Kecamatan Silahisabungan,

(58)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul Skripsi ini berjudul “PenggunaanSabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air

Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus Communis Forst)

Pada DTA Danau Toba, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan di Program Studi

Kehutanan dan memperoleh gelar Sarjana.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada BapakAfifudin, SP,MP. sebagai

ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP sebagai anggota

komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, memotivasi dan

memberikan masukan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Bangun Sikettang S.Hut, Jonny L. Hutabarat S.Hut, David R. Naibaho,

Syahroni Lubis S.Hut, Shanty Sianturi, teman-teman di Fakultas Kehutanan dan

kepada Bapak Sihaloho selaku Kepala Desa Paropo. semua pihak yang turut

membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan

penelitian ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan

banyak terimakasih.

Medan, Juni 2016

(59)

DAFTAR ISI

Prosedur Penelitian... 19

(60)

d. Luas tajuk (cm2) ... 20

e. Kadar air daun... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

1. Tinggi bibit sukun ... 22

2. Diameter bibit sukun ... 24

3. Luas tajuk ... 25

4. Jumlah daun ... 25

5. Kadar air ... 25

Pembahasan ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA

(61)

DAFTAR TABEL

No. halaman

1. Tanaman Sukun Yang Menghasilkan, Luas Panen, Hasil Per

Hektar, Produktivitas, dan Produksi ... 7

2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun (per 100 g) dengan

BeberapaBahan Pangan Lainnya ... 7

3. Komponen Utama Sabut Kelapa ... 13

4. Kelas Lereng di DTA Danau Toba ... 16

5. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Bibit Sukun Dengan Berbagai

(62)

DAFTAR GRAFIK

No. halaman

1. Grafik pertambahan tinggi bibit sukun selama pengamatan ... 23

(63)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Analisis rancangan percobaan pertambahan tinggi bibit sukun ...35

2. Analisis rancangan percobaan pertambahan diameter bibit sukun ...40

3. Analisis rancangan percobaan luas tajuk bibit sukun ...47

4. Analisis rancangan percobaan jumlah daun bibit sukun ...44

5. Analisis rancangan kadar air daun bibit sukun ...45

Gambar

Table 5. Hasil pengamatan pertumbuhan bibit sukun dengan berbagai perlakuan Kadar
Gambar 1. Grafik pertambahan tinggi bibit sukun selama pengamatan
Gambar 4. Grafik pertambahan diameter bibit sukun selama pengamatan
Tabel 1. Tanaman sukun yang menghasilkan, luas panen, hasil per hektar, produktivitas, dan produksi Tanaman Hasil per Hasil per
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jadwal Pelaksanaan, disebutkan bahwa Rekanan harus menyelesaikan pekerjaan pencetakan selama 7 hari kalender setelah dummy disetujui untuk dicetak.. Pada daftar kuantitas

[r]

Biro Hukum mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan peraturan perundang- undangan, telaahan hukum, pengembangan hukum, pengelolaan dokumentasi hukum,

Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat dan Kemasyarakatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan mengkoordinasikan bidang keluarga berencana,

[r]

2) Manufacturing Cycle Efficiency dan jelaskan hasil perhitungan tersebut. 3) Waktu produksi yang merupakan aktivitas tidak bernilai tambah.. Manajemen meminta bantuan

19 Tahun 2005, namun PP tersebut juga mengatur bahwa setiap satuan pendidikan tinggi dapat melampaui kedelapan standar minimum tersebut dengan merumuskan/

Yunita sebagai pimpinan puncak perusahaan kosmetik terkemuka meminta tim manajemen biaya pada perusahaan tersebut untuk melakukan analisis profitabilitas terhadap