• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Persentase Pembentukan Fasa Austenit Pada Transformasi Bainit Baja Mangan (FeMn) Dengan Validasi Microhardness Dan Macrohardness Pada Temperatur 500ºC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Persentase Pembentukan Fasa Austenit Pada Transformasi Bainit Baja Mangan (FeMn) Dengan Validasi Microhardness Dan Macrohardness Pada Temperatur 500ºC"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN PERSENTASE PEMBENTUKAN FASA AUSTENIT

PADA TRANSFORMASI BAINIT BAJA MANGAN (FeMn)

DENGAN VALIDASI MICROHARDNESS DAN

MACROHARDNESS PADA

TEMPERATUR 500

o

C

TESIS

Oleh

SUNDARI HARIYATI HARAHAP

067026021/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENENTUAN PERSENTASE PEMBENTUKAN FASA AUSTENIT

PADA TRANSFORMASI BAINIT BAJA MANGAN (FeMn)

DENGAN VALIDASI MICROHARDNESS DAN

MACROHARDNESS PADA

TEMPERATUR 500

o

C

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUNDARI HARIYATI HARAHAP

067026021/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENENTUAN PERSENTASE PEMBENTUKAN FASA AUSTENIT PADA TRANSFORMASI BAINIT BAJA MANGAN (FeMn) DENGAN VALIDASI

MICROHARDNESS DAN MACROHARDNESS PADA

TEMPERATUR 500 oC

Nama mahasiswa : Sundari Hariyati Harahap

Nomor Pokok : 067026021

Program studi : Fisika

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) Ketua

(Dra. Justinon, M.Si) (Ir. Reza Fadhillah, M.Sc.Eng)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof.Dr.Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc

Anggota : 1. Dra. Justinon, MSi

2. Ir. Reza Fadhillah, M.Sc.Eng

3. Prof. Drs. H. Muhammad Syukur, MS

4. Drs. Nasruddin M.N, M.Eng.Sc

(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan suatu penelitian terhadap baja mangan Hadfield 3401 yang biasa dipakai sebagai bahan dasar rel kereta api yang telah diberi perlakuan panas (heat treatment) pada temperatur 1200 oC dan kemudian didinginkan cepat (water quenching). Material ini diteliti untuk memprediksi perubahan mikro strukturnya

secara microhardness dan macrohardness setelah baja tersebut diberi perlakuan panas kembali (reheat treatment) pada temperatur 500 oC dengan dua kali waktu penahanan (holding time) yaitu 30 menit dan 60 menit pada pendinginan lambat (air cooling).

Berdasarkan penelitian ini dapat diprediksi bahwa nilai kekerasan akan bertambah karena perlakuan panas kembali dan persentase fasa austenit 82,76 % bertambah menjadi 89,686 % seiring dengan bertambahnya waktu penahanan.

(6)

ABSTRACT

An investigation was done to a Hadfield 3401 steel used for railroad which formed in heat treatment at 1200 oC and then done with water quenching. The material was subjected to predict the change of microstructure’s by microhardness and macrohardness in a reheat treatment by heating at 500 oC temperature in 30 minutes and 60 minutes holding time with cooling air.

Base to this investigation, it can be assumed that the hardness value will increasing in the higher temperature of heat treatment and the prosentation of austenit phase (82,76 %) bigger to be (89,686 %) increasing of longer of the holding time.

(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama dan paling utama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, karunia dan ridho yang diberikanNya kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melaksanakan Program Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainnya tesis ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

- Prof. Chairuddin P. Lubis DTM&H,Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program studi Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

- Prof.Dr.Eddy Marlinto, M.Sc selaku Ketua Program Studi dan Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara dan ketua Komisi Pembimbing, Dra. Justinon, M.S dan Ir. Reza Fahdilla, M.Sc.Eng selaku anggota pembimbing lapangan, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

- Bapak dan Ibu seluruh staff edukasi dan administrasi program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana USU Medan.

(8)

- Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih dan sayang yang mendalam kepada orang tua penulis, Ayahanda Ir. Burhanuddin Harahap, dan Ibunda S. Surbakti serta teristimewa suami tercinta Ardat Keliat dan ananda tersayang Desduanul Rizqy Aranda K, yang senantiasa memberi dorongan dengan penuh kesabaran dan pengorbanan serta selalu mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi, budi baik ini tidak dapat dibalas, hanya diserahkan kepada Allah SWT.

Semoga kita diberikan taufik, hidayah dan inazahnya dalam memanfaatkan segala ciptaanya-Nya bagi kesejahteraan umat manusia. Amin Ya Rabbal Alamin

Medan, Desember 2008 Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Sundari Hariyati Harahap Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 22 Juni 1971

Alamat Rumah : Jln. Rajawali No 101 Medan Telepon/HP : 081361170271

e-mail : sundari_hariyati @ yahoo.co.id Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 2 Medan

Alamat Kantor : Jalan Karang Sari No. 435 Polonia - Medan Telepon : (061) 7862140

DATA PRIBADI

(10)
(11)

2.3.2 Waktu Penahanan (Holding Time) ... 17

2.6.1 Kekerasan Brinell (Brinell Hardness) ... 29

(12)

4.3.2 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan

1200 oC yang Diikuti Pendinginan Air ... 48

4.3.3 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 500 oC ... 49

4.4 Analisa Ukuran Butir ... 51

4.5 Persentase Fasa Austenit dan Fasa Bainit ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Jenis Larutan Etsa Standar ... 43 4.1 Komposisi Kimia Baja Mangan Hadfield AISI 3401 ... 45 4.2 Aturan Pemanasan (Heat Treatment) untuk Sampel Baja

Mangan Fe-Mn ... 46 4.3 Hasil Pengukuran dari Foto Mikrostruktur terhadap

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Diagram Fasa Fe-Mn ... 15

2.2 Diagram Continous Cooling Transformation (CCT) Variasi Media Pendinginan terhadap Mikro Struktur yang Dihasilkan 19 2.3 Proses Rekristalisasi ... 22

2.10 Foto Strukturmikro untuk Menghitung Diameter Dutir dengan Metode Planimetric (Jeffries) ... 34

2.11 Skema Mikroskop Optik ... 37

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 38

3.2 Bentuk dan Ukuran Benda Uji ... 40

3.3 Proses Heat Treatment dan Pendinginan Cepat (Water Quenching) ... 41

3.4 Proses Reheat Treatment dan Pendinginan Lambat (Air Cooling) ... 42

4.1 Mikro Struktur Baja Mangan Hadfield Tanpa Perlakuan ... 49

4.2 Mikostruktur pada Daerah Pemanasan 1200 oC, Perbesaran 100 kali ... 50

4.3a Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 500°C Penahanan 30 Menit, Perbesaran 100x ... 51

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A Lembar Data Pengujian Kekerasan BHN ... 67

B Lembar Data Pengujian Kekerasan Vickers ... 68

C Persentasi Fasa Austenit dan Fasa Bainit ... 69

D Standar Baja Mangan Hadfiel 3401 ... 74

E Material Balance Analyses ... 75

F Gambar Mikro Struktur ... 76

G Tabel Konversi Kekerasan dan Kekuatan Tarik ... 77

H Data Ukuran Butir dan Standart ASTM E112 ... 78

(16)
(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir 90 % bahan terbuat dari paduan logam ataupun baja, mulai dari peralatan yang sederhana sampai peralatan yang rumit. Hal ini terutama dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti pada industri otomotif, peralatan rumah tangga, alat berat dan alat transportasi. Tetapi di dalam pemilihan bahan harus disesuaikan menurut kebutuhan dengan memperhatikan sifat fisik dan mekaniknya, antara lain kekuatan, kekerasan, struktur kristal dan struktur mikro.

Untuk memperoleh fasa baru dan sifat fisis yang diinginkan di dalam bidang material dapat dilakukan antara lain : perlakuan panas, pendinginan cepat (quenching) dan pemanasan kembali. Perlakuan panas (heat treatment) dapat didefenisikan sebagai suatu kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam dan paduannya. Akibat perlakuan yang diberikan pada sampel dapat diperoleh fasa stabil dan selanjutnya fasa baru tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan foto mikrostruktur yang dihasilkan. Untuk mendapatkan baja dengan kualitas yang dibutuhkan harus dilakukan beberapa perlakuan sehingga menghasilkan suatu fasa baru. Pemanasan (heat treatment) pada rentang temperatur 1200 oC akan menghasilkan fasa austenit yang dapat didekomposisi kembali melalui proses pemanasan kembali (reheat treatment) berdasarkan rentang penahanan dapat mempengaruhi struktur mikro yang

(18)

Baja mangan Hadfield dengan fasa austenitnya saat ini banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, misalnya rel dan roda kereta api. Sifat-sifat mekanik baja mangan austenit bervariasi sesuai dengan kandungan karbon dan mangannya. Apabila karbon meningkat akan semakin sulit menahan semua karbon dalam larutan padat dan dapat menyebabkan penurunan kekerasan dan kekenyalan. Guna meningkatkan kemampukerasan, meningkatkan sifat mekanik pada temperatur tinggi, meningkatkan ketangguhan pada nilai kekerasan atau ketangguhan minimum serta meningkatkan ketahanan terhadap keausan dan korosi dibutuhkan adanya perlakuan variasi temperatur dan waktu tahan hingga terjadi perubahan.

Dalam perubahan fasa terjadi pembentukan embrio, nuclei, difusi dan butir bermigrasi dari satu kisi ke kisi menuju batas butir dengan proses pemanasan. Seiring dengan hal ini maka perubahan mikrostruktur baja mangan dapat terjadi dan akibat proses tersebut maka sifat mekaniknya juga berubah. Proses transformasi akan menghasilkan fasa baru dengan selang waktu tertentu, disebabkan terjadinya proses pengintian (nukleasi) butir-butir baru yang tumbuh disepanjang daerah slip yang terdeformasi dan pada umumnya terjadi di batas butir. Secara teoritik, bila temperatur meningkat, maka jumlah butiran dari suatu material akan bermigrasi akibat dari kenaikan temperatur.

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Pada setiap baja Fe-Mn pada umumnya selalu dipengaruhi temperatur, komposisi paduan, perlakuan panas, waktu penahanan dan laju pendinginan sampai fasa austenit. Untuk memperoleh suatu fasa harus mengacu pada diagram fasa Fe-Mn, apa bila baja mangan dengan komposisi Mn 12 % wt dipanaskan pada temperatur 1200 oC akan terbentuk fasa austenit.

Mikrostruktur baja mangan austenit setelah diberikan perlakuan panas didinginkan secara cepat kemudian dipanaskan kembali sampai 500 oCdengan masa penahanan 30 menit dan 60 menit yang diikuti dengan kondisi pendinginan udara. Pada rentang temperatur tersebut terbentuk struktur mikro fasa bainit, di mana bainit merupakan transformasi proeutektoid dari pada ferrit dan karbida.

Baja yang telah mengalami tranformasi memperlihatkan bentuk metalografi yang berubah-ubah, strukturnya ditentukan oleh laju difusi karbon yang sendirinya bergantung pada temperatur transformasi. Kekerasan produk juga berubah secara kontinu dengan turunnya temperatur. Bainit bawah lebih keras dari pada bainit atas, sedangkan bainit atas lebih keras dari pada pearlit.

1.3 Batasan Masalah

(20)

Pengujian mikrostruktur dari suatu material dilakukan setelah sampel di heat treatment, quenching, re-heattreatment, kemudian material dihaluskan permukaanya

dengan mesin polishing dan diesta dengan bantuan larutan kimia yang dapat memberikan gambaran mikro struktur, kemudian dianalisa diameter butirnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian :

1. Mengetahui adanya pengaruh anilisasi yang mengakibatkan perubahan diameter butir dan sifat fisisnya.

2. Meningkatkan kualitas produksi baja mangan serta pemakaiannya pada tranportasi umum dan generator dalam keperluan sehari-hari.

3. Penelitian ini diharapkan dapat membuat penyusunan peta struktur mikro dari baja mangan yang telah diberikan perlakuan panas sebagai dasar acuan dalam dunia industri sehingga dapat memperkaya khanasah studi Fisika Metalurgi bagi para rekayasawan yang berminat dibidang material di Indonesia.

1.5 Tempat Penelitian

(21)

1.6 Tujuan Penelitian

1. Untuk menghitung presentase masing-masing fasa, berupa persen austenit dan persen fasa bainit.

2. Secara makro untuk mengetahui nilai kekerasan bahan pada temperatur 500 oC.

3. Secara mikro ingin melihat masing-masing kekerasan fasa di dalam bahan tersebut pada temperatur 500 oC.

1.7 Hipotesis

(22)
(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja

Pemilihan bahan–bahan konstruksi bangunan maupun peralatan mesin yang berkualitas, merupakan dasar utama dalam pengembangan ilmu teknologi. Oleh karena itu dalam pemilihan bahan juga harus disesuaikan dengan sifat kekuatan dan penggunaan, fungsi atau beban yang akan dialami oleh bahan tersebut.

Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat–sifat kuat, liat dan keras. Logam pada umumnya bukan senyawa logam, tetapi merupakan paduan logam. Baja misalnya, adalah merupakan besi paduan dimana untuk memperoleh sifat–sifat yang diinginkan, pada besi ditambahkan bahan-bahan seperti karbon. Karbon adalah unsur pengeras utama pada baja. Semakin banyak kandungan karbon maka kekerasan (hardness), kekuatan (strength) baja akan meningkat tetapi keuletan (ductility) semakin menurun. Jadi paduan besi (Fe) – karbon (C) merupakan unsur utama pembentuk baja.

(24)

2.1.1 Baja Karbon

Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah. Oleh karena itu umumnya sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya (Smallman, 1991).

Baja karbon digolongkan menjadi 3 bagian yaitu : 1.Baja karbon rendah (< 0,30 % wt C)

2.Baja karbon menegah (0,30 < % wt C < 0,70) 3.Baja karbon tinggi (0,70 < % wt C < 1,40) 1. Baja karbon rendah

Baja karbon rendah ini mengandung 0,008-0,30 % wt C dibagi menjadi empat bagian menurut kegunaannya yaitu :

a. Baja karbon rendah mengandung 0,04 % wt C digunakan untuk plat strip dan badan kendaraan.

b. Baja karbon rendah mengandung 0,05 % wt C digunakan untuk keperluan badan kendaraan.

c. Baja karbon rendah mengandung 0,25 % wt C digunakan untuk kontruksi dan jembatan.

2. Baja Karbon Menengah

Baja karbon menengah ini mengandung 0,30 - 0,60 % wt C dibagi menjadi empat bagian menurut kegunaannya yaitu :

(25)

b. Baja karbon 0,40 % wt C digunakan untuk keperluan industri kendaraan, mur, poros, engkol, dan batang torak.

c. Baja karbon 0,50-0,60 % wt C digunakan untuk roda gigi. d. Baja karbon 0,55-0,60 % wt C digunakan untuk pegas. Baja karbon menengah ini memiliki ciri-ciri :

a. Memiliki sifat mekanik lebih baik dari pada karbon menengah. b. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah.

c. Tidak mudah dibentuk oleh mesin.

d. Dapat dikeraskan dengan baik (quenching). 3. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi mengandung karbon antara 0,60-1,70 % wt C berdasarkan kegunaannya dibagi menjadi :

a. Baja karbon 0,60-0,70 % wt C dipergunakan untuk pembuatan pegas, perkakas (landasan mesin, martil) dan alat-alat potong.

b. Baja karbon 0,75-1,70 % wt C digunakan untuk pembuatan pisau cukur, mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin.

Baja karbon tinggi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Sangat kuat untuk keras serta tahan gesekan.

b. Sulit dibentuk oleh mesin.

(26)

Pengklasifikasian baja karbon menurut standar American International and Stell Iron (AISI) dan Society for Automotive Engines (SAE) diberi kode dengan empat

angka. Dua angka pertama adalah 10 yang menunjukkan nominal 1/100 %, sebagai contoh AISI-SAE 1045 menunjukkan kadar karbon 0,45 %.

2.1.2 Baja Paduan

Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi .

1. Baja paduan rendah (low-alloy steel), jika elemen paduannya > 2,5 % wt, misalnya unsur Cr, Mn, S,S i, P.

2. Baja paduan menengah (medium-alloy steel), jika elemen paduannya 2,5-10 % wt, misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P.

3. Baja paduan tinggi (high-alloy steel), jika elemen paduanya > 10 % wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P.

Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainya, karena bertambahnya biaya untuk pengerjaan khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molidden, vanadium, mangan dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kuat, kekerasan, dan kelihatannya (Amanto, 1999).

(27)

tahan terhadap karat atau korosi. Bila baja ditambah dengan paduan C dan Mo maka menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal yang lebih baik serta tahan terhadap panas (Amanto, 1999).

Pada umumnya baja paduan memiliki sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa, diantaranya (Amstead, 1993) :

1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik.

2. Kemampuan kerasan sewaktu dicelup dalam minyak maupun didinginkan di udara, dan dengan demikian kemungkinan retak atau distrosinya berkurang. 3. Tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya. 4. Tahan terhadap perubahan suhu, ini berarti sifat fisisnya tidak banyak

berubah.

5. Memiliki butiran yang halus dan homogen.

Baja paduan dengan sifat khusus dikelompokkan menjadi 2 bagian : baja tahan karat (Stainles Stell), baja paduan rendah berkekuatan tingi (High Strenght-Low Alloy), dan baja perkakas (Tool Steel).

Unsur penyusun baja anatara lain adalah : 1. Unsur Mangan (Mn)

(28)

Mangan membuat butiran lebih halus, penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa mengurangi regangan, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan kenyal (Amanto, 1999).

2. Unsur Karbon (C)

Karbon merupakan salah satu unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1 – 1,7 %, sedangkan unsur lainnya dibatasi persentasinya sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus.

Karbon dalam besi dapat berupa larutan padat intertisi, dengan atom yang kecil dikeliling oleh atom-atom yang lebih besar. Pada suhu dibawah 912 oC terdapat daerah temperatur fasa ferlit dimana besi mempunyai struktur bcc. Di atas suhu 912 oC terdapat daerah temperatur fasa austenit dimana besi mempunyai struktur fcc (Amanto,1999).

3. Silikon (Si)

(29)

4. Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan temperatur kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik atau menaikkan sifat kenyal, tahan panas, jika pada paduan baja terdapat unsur nikel sekitar 25 % maka baja dapat tahan terhadap korosi.

Unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc (fase centered cubic) larut dengan baik dalam austenit dan unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc (body centered cubic) larut dengan baik dalam ferrit. Nikel adalah salah satu unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc, yang larut lebih baik dalam austenit dari pada dalam ferrit, sehingga mempengaruhi penurunan kecepatan tranformasi dan meningkatkan mampu kerasnya. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja (Amanto, 1999).

5. Kromium (Cr)

(30)

6. Belerang (S)

Kandungan belerang harus ditambahkan sesedikit mungkin karena mempengaruhi kualitas baja. Dalam jumlah yang banyak belerang dapat membuat baja menjadi rapuh dalam keadaan panas. Dengan adanya unsur mangan dalam baja paduan, belerang cenderung untuk membentuk sulfida-sulfida besi (FeS). Karat atau korosi merupakan masalah yang serius dalam bahan logam. Korosi dengan mudah terjadi pada udara bebas yang mengandung garam atau jika udara mengandung sulfurdioksida maka asam sulfur akan menyerang besi dan menghasilkan asam besi berelang sehingga membentuk suatu ikatan FeS04.

2.2 Diagram Fasa

(31)

2.2.1 Diagram Fasa Baja Mangan (Fe-Mn)

Pada tahun 1882 Robert Hadfield menemukan baja manggan austenit yang mengandung 1,2 % wt C dan 12 % wt Mn. Menurut Lipin (1885) baja mangan austenit harus mengadung kadar mangan (Mn) 10 % dibandingkan dengan kadar karbon 1 %.

(32)

Gambar 2.1. Diagram Fasa Fe-Mn (Edgar, 1939)

2.3 Proses Perlakuan Panas

(33)

(holding time) tertentu, kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan yang sesuai

sehingga diperoleh sifat fisis dan sifat mekanis dari baja. Perlakuan panas baja yang tepat memiliki peranan penting pada proses pengecoran baja, pembentukan/ penempaan baja ataupun pengerolan baja sebelum digunakan pada aplikasi sesungguhnya pada peralatan.

Baja yang telah diberi perlakuan panas akan menghasilkan manfaat sebagai berikut :

1. Kekerasan dan kekuatan baja bertambah.

2. Sifat fisis dan sifat mekanis yang teratur seperti keuletan, ketahanan korosi. 3. Memunculkan sifat magnetik dan listrik pada baja.

4. Perbaikan ukuran butir di dalam baja.

2.3.1 Proses Anilisasi

Proses anilisasi merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk mendapatkan butir yang seragam, mempertahankan fasa, mempertahankan struktur kristal yang terbentuk dan menghilangkan tegangan dalam.

(34)

2.3.2 Waktu Penahanan (Holding Time)

Pedoman untuk menentukan waktu penahanan dari berbagai jenis baja (Iqbal, 2007) :

a. Baja konstruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah mengandung karbida mudah larut, diperlukan waktu penahanan yang singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai.

b. Baja konstruksi dari baja paduan menengah dianjurkan menggunakan waktu penahanan 15 – 25 menit, tidak tergantung ukuran benda.

c. Baja perkakas paduan rendah (Low Alloy Tool Stell) memerlukan waktu penahanan yang cepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit.

d. Baja paduan tinggi krom (High Alloy Chrome Steel), membutuhkan waktu penahanan yang paling panjang diantara semua baja perkakas, tergantung pada temperatur pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur pemanasan yang tepat, dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda dengan waktu minimum 10 menit, maksimum 1 jam.

(35)

Penahanan suhu selama beberapa waktu (holding time) bertujuan agar karbon yang terdapat dalam karbida dapat larut ke fasa austenit secara merata dan temperatur yang diterima pada permukaan dan bagian dalam baja merata sehingga pada waktu dilakukan pencelupan cepat tidak mengalamai keretakan. Waktu yang diperlukan untuk penahanan temperatur (holding time) tegantung pada jenis baja yang diberikan perlakuan panas (heat treatment).

2.3.3 Pemanasan Kembali (Re-heat Treatment)

Pemanasan kembali atau re–hearttreatment adalah suatu proses pemberian panas kembali pada baja yang telah dianilisasi dengan temperatur yang lebih rendah dari temperatur anilisasi. Bertujuan untuk menghasilkan fasa baru yang mempengaruhi mikro struktur baja. Selama proses re-heat treatment berlangsung dengan waktu tahan yang diberikan bervariasi akan menghasilkan mikro struktur yang bervariasi seiring dengan terbentuknya fasa baru.

2.3.4 Pendinginan

(36)

Pendinginan cepat dan pendinginan lambat dengan berbagai media pendinginan yang digunakan antara lain :

1. Pencelupan (quenching) dengan media : air, minyak, dan es. 2. Pendinginan di udara atau dikenal dengan air cooling.

3. Pendinginan di dalam tungku atau dapur dikenal dengan furnace cooling.

Laju pendinginan sangat mempengaruhi struktur mikro bahan dan pengaruh kedua ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Hubungan antar kecepatan pendinginan dan mikro struktur yang terbentuk biasanya digambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu, temperatur dan transformasi (Continous Cooling

Transformation atau CCT). Gambar 2.2 merupakan diagram CCT dari baja AISI

4340.

Gambar 2.2 Diagram Continous Cooling Transformation (CCT) Variasi Media Pendinginan terhadap Mikro Struktur yang Dihasilkan

(37)

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa struktur martensit dihasilkan dengan pencelupan di air dengan waktu (1 - 10) detik. Sedangkan struktur martensit dan pearlit diperoleh dengan pencelupan di oli dengan waktu (10 - 100) detik. Struktur bainet dan pearlit diperoleh dengan pendinginan di udara dengan waktu lebih kurang (9050 - 10000) detik dan struktur mikro pearlit diperoleh dengan pendinginan di dapur pada waktu lebih besar dari 100000 detik.

Dari gambar 2.2 juga ditunjukkan bila kecepatan pendinginan menurun berarti waktu pendinginan dari temperatur austenit juga menurun, sehingga mikro struktur yang terbentuk adalah dari gabungan ferrit-pearlit ke ferrit-pearlit-bainit-martensit, kemudiaan ke bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggi sekali mikrostruktur akhirnya martensit. Pembentukan martensit, terjadi dekomposisi

austenit dalam ferrit + karbida (α + C). Hal ini berarti bahwa ada waktu untuk

karbon untuk berdisfusi dan berkonsentrasi dalam fasa karbida sehingga ferit kekurangan karbon bila austenit didinginkan dengan sangat cepat.

(38)

Peristiwa perubahan yang terjadi selama proses pemanasan kembali dibagi menjadi tiga tahap:

1. Pemulihan (Recovery )

2. Rekristalisasi (Recrystalization) 3. Pertumbuhan butir (Grain growth) 1. Pemulihan (Rcovery)

Pemulihan terjadi pada awal pemanasan kembali dengan temperatur rendah, dan perubahan tidak diikuti dengan perubahan struktur, serta perubahan sifat mekanik. Perubahan yang terjadi hanyalah berkurangnya tegangan dalam. Perlunya pengurangan tegangan dalam ini untuk dapat mencegah terjadinya distorsi pada bahan yang mengalami pengerjaan dingin akibat tegangan sisa. 2. Rekristalsasi (Recrystalization)

Pemanasan kembali hingga temperatur yang lebih tinggi akan menyebabkan munculnya kristal yang baru dari kristal yang terdistorsi, dengan struktur kristal dan komposisi kimia yang sama pada saat sebelum pengerjaan dingin, kecuali kristal yang dendrite, kristal yang tadinya dendrite, setelah pengerjaan dingin dan pemanasan kembali bentuk dendrite akan hilang. Kristal baru yang mula-mula muncul pada batang kristal yang mengalami distorsi paling hebat yang terjadi pada batas butir dan bidang slip. Kelompok-kelompok atom (cluster of atom) disekitarnya menjadi inti. Sehingga inti bertumbuh menjadi kristal baru,

(39)

Rekristalisasi terjadi melalui pergantian dan pertumbuhan. Untuk memperoleh suatu proses rekristalisasi diperlukan masa inkubasi. Masa inkubasi diperlukan sebagai waktu untuk mengumpulkan sejumlah energi yang cukup memulai rekristalisasi. Mula-mula laju kristalisasi rendah kemudian cepat dan akhirnya melambat lagi menjelang akhir proses (Gambar 2.3).

Temperature Amount of cold work

New grains

Ductility Strength Hardness

Gambar 2.3 Proses Rekristalisasi (Wahid,1987)

(40)

Logam yang dideformasi pada temperatur diatas temperatur rekristalisasi akan langsung mengalami rekristalisasi dan setelah deformasi selesai akan diperoleh kristal yang sama dengan kristal sebelum mengalami deformasi (pengerjaan panas).

2.4 Pertumbuhan Butir (Grain Growth)

Pertumbuhan butir merupakan gejala anil yang berlangsung dengan baik, batas butir menjadi lurus, butir yang kecil menyusut dan yang lebih besar tumbuh. Pertumbuhan butir adalah faktor terpenting yang mengendalikan proses pada tegangan batas butir. Besar butir rata-rata dalam baja mangan lama kelamaan akan bertambah besar bila temperatur menghasilkan pergerakan atom yang cukup berarti. Gaya pendorong untuk pertumbuhan kristal ialah energi yang dilepaskan sewaktu atom bergerak melintasi batas butir dari arah butir dengan permukaan cembung kepermukaan butir cekung. Atom rata-rata terkoordinir dengan sejumlah atom tetangga yang lebih banyak pada jarak atom antar keseimbangan, hasilnya batas butir akan bergerak ke pusat garis lengkug.

(41)

Bentuk butir dalam bahan yang padat biasanya diatur oleh adanya butiran-butiran lain disekitarnya. Dalam setiap butir, semua sel teratur dalam satu arah dan satu pola tertentu.

Gambar 2.4 Pergerakan Pertumbuhan Butir (Van Vlack, 1985)

Pada batas butir, antara dua butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola dalam kedua butiran tadi sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.5.

(42)

Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumbukan atom sepanjang batas butir (Gambar 2.5) memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di dalam butir. Bahan dengan butiran yang lebih halus lebih kuat dari pada baja dengan butiran yang kasar.

2.5 Diagram Time Transformation Temperature (TTT)

Diagram TTT (Time, Temperatur, Transformation) kadang bisa juga disebut kurva C karena bentuknya. Diagram TTT memperlihatkan permulaan dan akhir transformasi dengan waktu sebagai variabelnya

Diagram seperti ini merupakan hasil serangkaian percobaan dekomposisi isothermal, karena mengkaitkan produk transformasi dengan waktu dan temperatur tertentu disebut kurva TTT (Gambar 2.6).

ts tf

(43)

Garis ts menyatakan waktu yang diperlukan untuk memulai suatu transformasi dekomposisi, sedangkan garis tf waktu berakhirnya reaksi :

Fasa austenit ( ) fasa ferrit ( ) + karbida.

Pada diagram TTT tertera waktu yang diperlukan agar fasa austenit dengan komposisi eutektoit (0,8 %C - 99,2 %Fe) pada temperatur tertentu, bertransformasi menjadi pearlitik, bainitik dan martensitik.

Gambar 2.6 mungkin diperoleh berbagai jenis struktur sebagai produk dekomposisi austenitik, untuk baja tertentu. Struktur mungkin berbentuk pearlit kasar 100 %, baja akan keras dan rapuh.

Dari kurva TTT ditunjukkan bahwa sedikit di bawah temperatur kritis laju transformasi rendah meskipun pada temperatur ini mobilitas atom cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh setiap perubahan fasa yang meliputi nukleasi dan pertumbuhan (sebagai contoh : transformasi fasa pearlit) menghadapi kesulitan nukleasi, yang timbul akibat faktor permukaan dan energi regangan. Bila temperatur transformasi mendekati temperatur lutut kurva, maka laju transformasi akan meningkat.

(44)

transformasi tanpa difusi. Austenit dapat bertransformasi menjadi martensit bila temperatur berada dibawah temperatur kritis, biasanya disebut Ms. Di bawah Ms

jumlah austenit yang bertransformasi menjadi martensit.

Pada proses transformasi isothermal pada baja menunjukkan bahwa reaksi : fasa austenit ( ) fasa ferrit ( ) + karbida

Reaksi ini berbeda untuk suhu diatas dan di bawah hidung kurva TTT. Di atas suhu tersebut nukleasi terbatas pada batas butir austenit dan tumbuh sebagai pearlit menuju ke pusat butir austenit semula. Di bawah hidung reaksi tertunda karena pergerakan atom lambat akan tetapi logam yang mengalami pendinginan lanjut dengan mudah membentuk dan karbida yang bernukleasi pada titik-titik cacat dalam butir-butir austenitik menghasilkan bainit. Di atas suhu 550 oC, fasa pearlit terbentuk dalam waktu yang lebih singkat dari pada fasa bainit, di bawah suhu tersebut fasa bainit terbentuk lebih dahulu. Kedua daerah suhu tersebut mengahasilkan + carbida.

2.6 Kekerasan (Hardenability)

Kekerasan suatu logam didefenisikan sebagai ketahanan logam terhadap tekanan. Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya.

(45)

industri logam. Alat-alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tekanan dan gesekan dari logam lain misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak.

Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi (penekanan). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan logam, seperti jenis logam, unsur paduan, besar butiran perlakuan panas, temperatur dan pembentukan..

Langkah-langkah proses pengerasan (hardening) adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pemanasan (heating) di atas temperatur kritis (di atas temperatur 723 oC) dengan tujuan untuk mendapatkan struktur austenit, yang salah satu sifat austenit adalah tidak stabil pada temperatur di bawah temperatur kritis sehingga dapat dapat ditentukan struktur yang diinginkan. b. Waktu penahanan (holding time) dilakukan untuk mendapatkan kekerasan

maksimum dari suatu bahan pada pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit .

Ada beberapa metode pengukuran kekerasan, tetapi yang dipakai untuk penelitian ini adalah :

(46)

2.6.1 Kekerasan Brinell (Brinell Hardness)

Untuk pengujian Brinell digunakan indentor berbentuk bola (berdiameter 10 mm) yang terbuat dari baja (Gambar 2.7). Indentor ditekan ke permukaan spesimen yang rata dan mulus selama 30 detik. Kemudian diamater jejak indentor yang tercetak diukur. Beban penekanan yang diberikan antara 500 kg untuk logam lunak sampai dengan 3000 kg untuk logam yang lebih keras, misalnya baja.

bahan

Gambar 2.7 Uji Kekerasan Brinell

Angka kekerasan Brinell (HB) dihitung berdasarkan rata-rata dari dua pengukuran diameter jejak indentor d dan jika D adalah diameter bola indentor maka persamaan yang digunakan adalah :

(2.1) D = diagonal indentor (mm). d = diagonal jejak (mm). P = gaya (kgf).

1kgf = 9,80 N

(47)

Perbandingan antara beban penekanan terhadap luas indentasi memberikan harga kekerasan Brinell. Pada prakteknya, nilai HB ditentukan dengan melihat tabel yang disertakan dengan jenis mesinnya untuk berbagai diameter dan besar beban.

2.6.2 Kekerasan Vickers (Vickers Hardness)

Alat Vickers menggunakan indentor berbentuk piramida yang terbuat dari intan (Gambar 2.8). Alas piramida berbentuk bujur sangkar dengan sudut antar sisi 136o. Satu kelebihan dari alat uji Vickers adalah penggunaan skala kontinu untuk menguji semua bahan terlepas dari kekerasannya. Karena terbentuk cetakan yang berbentuk geometrik, terlepas dari beban yang diberikan, nilai HV cukup konstan atas rentang beban yang biasa diberikan (kecuali untuk beban yang sangat rendah pada pengujian kekerasan mikro) asalkan bahan homogen.

(48)

Kemampuan menggunakan aneka ragam beban dan tetap diperoleh angka kekerasan yang sama menjadikan alat uji ini berguna pada bahan-bahan dengan ketebalan yang berbeda. Pada pengujian standar digunakan beban dari 1-20 kg. Beban di atas 30 kg tidak sering digunakan dan bebas paling umum adalah 10 kg.

Dalam melakukan pengujian, beban haruslah diberikan secara mulus tanpa tumbukan dan dijaga tetap kontak selama 10-15 detik. Setelah beban dilepas, kedua diagonal jejak cetakan dan nilai rata-rata digunakan untuk menghitung HV dengan persamaan berikut :

(49)

2.7 Struktur Mikro Logam

Metalurgi fisik adalah pengetahuan tentang metalografi. Konstitusi dari logam dan struktur maupun paduan-paduannya dipelajari dengan dukungan mikroskop optik, dan pada umumnya dipergunakan mikroskop elektron.

Bila atom berbagai jenis unsur logam dicampur, dapat terjadi paduan dan akan terbentuk bermacam-macam struktur mikro. Setelah permukaan logam dipoles dan dietsa dengan bahan kimia khusus, maka dengan penyinaran di bawah mikroskop akan tampak batas butir (sebagai garis) seperti yang nampak pada gambar 2.7.

Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tak teratur antar butir disebut batas butir (grain boundary). Makin halus butir makin kuat bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga semakin tinggi.

(50)

Besar butiran tergantung pada laju pendinginan dan proses pengerjaan pendinginan sewaktu logam dibentuk.

Struktur mikro dari logam dapat memberikan sebagian informasi yang mendukung sifat dari logam tersebut. Salah satu yang dapat dianalisa dari struktur mikro adalah ukuran butir dari logam. Dimana ukuran butir mempengaruhi kekerasan logam. Ukuran butir dari logam dapat diketahui dengan menghitung diameter butirnya.

2.7.1 Metode Planimetric (Metode Jeffries)

Metode Planimetric dikembangkan oleh Jeffries yang telah digunakan cukup lama dan sederhana untuk menentukan jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E112. Metode Jeffries lebih sederhana penggunaannya jika dibandingkan dengan metode-metode lainnya. (Vander Voort, 1984, hal 445).

(51)

Gambar 2.10 Foto Strukturmikro untuk Menghitung Diameter Dutir dengan Metode Planimetric (Jeffries) (Vander Voort, 1984)

Persamaan-persamaan yang berhubungan dalam perhitungan ukuran butir dengan metode Jeffries tersebut sebagai berikut (Vander, 1984, hal. 445) : Jumlah butir per milimeter persegi (Na) dapat dihitung dengan persamaan (2-3) :

Dari persamaan di atas, nilai f (faktor Jeffries) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

(52)

Luas butir rata-rata A dapat ditentukan dengan persamaan

A (mm2) = ( A ) = (Na)

1

Diameter butir rata-rata dapat dihitung dengan mensubstitusi nilai dari persamaan (2-5) kepersamaan berikut :

(2.5)

Sebagai pembanding diameter butir dari struktur mikro dapat dilihat berdasarkan standar ASTM No. 112 E pada lampiran C, dengan terlebih dahulu menghitung ukuran butir (G) dengan persamaan (2.7) atau persamaan (2.8).

95

Untuk menghitung diameter butir rata-rata digunakan persamaan (2.7) atau persamaan (2.8), tetapi dapat juga dilihat langsung dari tabel data grain size berdasarkan standar ASTM E 112 pada lampiran C.

(2.8)

2.8 Analisa Struktur Mikro

(53)

berguna untuk mengetahui struktur mikro dari baja mangan dengan menggunakan mikroskop optik.

2.8.1 Mikroskop Optik

Mikroskop optik merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengamati struktur mikro dari suatu bahan. Pada prinsipnya mikroskop optik atau mikroskop cahaya terdiri dari tiga bagian,yaitu :

a. Cermin, untuk memantulkan permukaan logam. b. Lensa objektif yang didekatkan ke benda uji.

c. Lensa okuler untuk memperbesar bayangan yang terbentuk oleh lensa obyektif.

Berkas horizontal cahaya dari sumber cahaya dipantulkan dengan memakai reflektor kemudian melalui lensa objektif sinar diteruskan ke atas permukaan sampel. Beberapa cahaya yang dipantulkan dari permukaan sampel akan diperbesar melalui lensa objektif, dan kembali melalui bidang reflektof. Bayangan benda uji akan diperbesar oleh lensa okuler. Kekuatan pembesaran awal dari lensa objektif dan okuler biasanya digambarkan pada puncak lensa yang terhubung dengan komputer ketika mengambil foto struktur mikro didapat hasil yang presisi.

(54)
(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Analisis Komposisi XRF, Spectrometer

Tanpa Perlakuan Perlakuan Panas

1200oC Pendinginan Air (Water Quenching)

Perlakuan Panas Kembali 500oC

30 menit 60 menit

Pendinginan udara ( Air Cooling)

Macrohardness Microhardness

Analisa Data Diskusi Kesimpulan Sampel (FeMn)

(56)
(57)

3.2 Bahan

1. Baja mangan Hadfield AISI 340l. 2. Larutan Alumina.

3. Larutan Etsa (3 ml HNO3 + 10 ml Ethanol dan 30 ml KOH + 30 K3Fe(CN)6 + 60 ml air.

4. Alkohol 96 %.

5. Kertas Pasir (100, 350, 600, 800, 1000, 1500, 2000) mesh. 6. Kain Beledru.

7. Air (Aquades).

3.3 Alat

1. Mesin potong sampel.

2. Tungku pemanas (Furnace) Vectar VHT – 3.

3. Optical Microscopy (Epiplan Hdlenx, Carl Zeiss, 220 V-60 Hz, VA). 4. Mesin Poles (Polisher).

5. Penjepit sampel.

6. Pengering (Specimen dryer).

7. Java software image analyzer

3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel Tetap

(58)

2. Variabel Berubah a. Waktu tahan. b. Temperatur.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Preparasi Sampel

Spesimen test untuk penelitian metallografik dipotong dan dipreparasi dari pelat-pelat baja yang mempunyai ukuran 1 x 2 x 2,5 cm (Gambar 2.2) dengan mesin pemotong presisi untuk menghindari perubahan transformasi fasa. Kemudian sampel dimonting menggunakan resin dengan bantuan pencetakan pipa paralon diameter 1,5 inchi. Sampel diletakkan di dalam cetakan lalu disiram dengan resin yang telah dicampur dengan katalis.

2,5 cm

2 cm 1 cm

Gambar 3.2 Bentuk dan Ukuran Benda Uji

3.5.2 Perlakuan Panas

(59)

1. Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Benda uji yang telah dipreparasi dipanaskan pada temperatur 1200 oC selama 1 jam pada tungku tipe Vectar VHT – 3, kemudian semua benda uji didinginkan dengan cara dicelup cepat (quench) ke dalam air sehingga benda uji akan menjadi keras dengan struktur mikro yang lebih teratur. Kemudian benda uji dikeringakan dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel pada permukaannya.

Waktu Penahanan

Laju Pendinginan Laju Pemanasan

T

em

pe

ra

tur (

o C )

Waktu (menit)

Gambar 3.3 Proses Heat Treatment dan Pendinginan Cepat (Water Quenching)

2. Proses Pemanasan Kembali (Re – Heat Treatment )

(60)

sampai temperatur kamar agar fasa bainit terbentuk dengan baik di batas butir fasa austenit.

Laju Pemanasan

Laju Pendinginan Waktu Penahanan

T

em

pe

ra

tu

r ( C

)

Waktu (menit)

Gambar 3.4 Proses Reheat Treatment dan Pendinginan Lambat (Air Cooling)

3.5.3 Pengujian Metallografi

1. Pengamplasan.

Kemudian dilakukan pengamplasan sampel dengan menggunakan kertas ampelas dari 100, 350, 600, 800, 1000, 1500 hingga 2000 mesh yang diletakkan diatas piringan berputar dengan laju rotasi 450 putaran/menit. sehingga diperoleh permukan sampel yang rata dan mengkilap. Dalam proses ini sampel dipegang kuat dan digerakan berputar berlawanan dengan putaran jarum jam. Proses ini selesai bila diperoleh permukaan benda uji licin, rata dan mengkilap.

(61)

2. Pemolesan

Selanjutnya sampel dipoles dengan menggunakan kain beludru dan diberikan pasta alumina 1μ untuk memperoleh permukaan mengkilap, kemudian

sampel dibersihkan dengan menggunakan mesin pembersih ultrasonik, Branson 1210, Model B1210E-MT 47 KHz, 230 Volt agar bebas dari kotoran-kotoran (goresan-goresan).

3. Etsa

Benda uji yang telah dipoles kemudian dietsa dengan larutan etsa standar (Tabel 3.1) yang bertujuan untuk memunculkan fasa-fasa yang diinginkan sehingga bila dilihat pada mikroskop optik dapat terlihat dengan jelas.

Tabel 3.1 Jenis Larutan Etsa Standar

Jenis larutan Komposisi

Larutan A

Larutan etsa yang digunakan ada 2 yaitu : a. Untuk memunculkan fasa austenit.

(62)

b. Untuk memunculkan fasa bainit.

Larutan etsa yang digunakan adalah 10 gr K3Fe(CN)6 + 10 gr KOH + 10 ml air. Sampel dicelupkan kedalam larutan tersebut dengan temperatur etsa 20 oC dalam waktu 7-60 detik, kemudian diangkat dan dikeringkan.

3.5.4 Pengamatan dengan Mikroskop Optik

Benda uji yang telah selesai dietsa selanjutnya diphoto dengan menggunakan alat mikroskop analisator bayangan optik (Epiplan Hdlenz, Carl Zeiss, 220 V – 60 Hz, 80 VA) dengan pembesaran 100 kali sehingga diperoleh struktur mikro dari sampel. Dengan menggunakan software image analyzer yang berbasis program Java software image analyzer yang khusus dikembangkan sebagai program karakterisasi

(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Komposisi

Material dasar yang digunakan dalam penelitian baja mangan Hadfield adalah AISI 340l dengan komposisi kimia ditentukan dengan spektrometer seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Baja Mangan Hadfield AISI 3401

Komposisi Standar a Uji Spektrometerb

% C 1,0 – 1,2 1,059

% Mn 11 – 14 11,34

% Si - 0,3694

% Ni - 0,1345

% Cr - 0,1362

a. Baja Hadfield standar secara teoritis (Lampiran D)

b. Komposisi analisa aktual dengan spektrometer (Lampiran E)

(64)

baja mangan Hadfield dipanaskan kembali (re-heat treatment) pada temperatur 500 o

C dan waktu penahanan panas selama 30 menit dan 60 menit, kemudian diturunkan temperaturnya dengan proses pendinginan udara (air cooling).

Tabel 4.2 Aturan Pemanasan (Heat Treatment) untuk Sampel Baja Mangan Fe-Mn

No

4.2 Transformasi Fasa

(65)

4.3 Analisa Gambar

4.3.1 Baja Mangan Hadfield Tanpa Perlakuan

Mikro struktur baja mangan Hadfield tanpa perlakuan ditunjukkan pada gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Mikro Struktur Baja Mangan Hadfield Tanpa Perlakuan

(66)

4.3.2 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 1200 oC yang

Diikuti Pendinginan Air

Mikrostruktur baja mangan ausstenit Hadfield yang telah diberi perlakuan panas (heat treatment) pada temperatur 1200 oC dengan waktu penahanan 60 menit dan kemudian diikuti dengan proses pendinginan cepat diperlihatkan pada gambar 4.2.

Gambar.4.2 Mikostruktur pada Daerah Pemanasan 1200 oC, Perbesaran 100 kali

(67)

4.3.3 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 500 oC

Gambar 4.3a dan 4.3b memperlihatkan mikrostruktur baja mangan austenit Hadfield setelah perlakuan panas pada 1200 oC kemudian didinginkan secara cepat, kemudian dipanaskan kembali pada temperatur 500oC pada dua masa penahanan kemudian diikuti dengan pendinginan udara. Dengan membandingkan hasil pemanasan kembali pada temperatur 500oC untuk 30 menit dan 60 menit dengan pemanasan kembali pada temperatur 500oC dan untuk 30 dan 60 menit, dapat ditarik analogi bahwa jika temperatur naik, kemungkinan ferrit yang terbentuk pada batas butir jauh lebih besar terjadi pada temperatur 500oC. Pada temperatur 500oC dengan proses pendinginan-udara, ferrit yang terbentuk pada batas butir tampaknya berkembang baik pada batas butir maupun di dalam butir.

Catatan tulisan

Gambar 4.3a Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 500°C

Penahanan 30 Menit, Perbesaran 100x

Gambar 4.3b. Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 500°C

(68)

Dari gambar 4.3a mikrostruktur baja mangan Hadfield 3401 untuk temperatur 500 oC dengan waktu penahanan 30 menit yang diikuti dengan kondisi pendinginan udara (air cooling) tampak adanya beberapa warna. Warna biru adalah warna yang mendominasi dalam struktur yang merupakan fasa austenit. Garis warna hitam adalah banyaknya endapan yang terbentuk pada batas butir dan garis putus-putus (fasa ferrit) menunjukkan banyaknya endapan yang terbentuk pada batas butir, di tengah warna hitam berbintik merupakan fasa ferrit yang diperkaya dengan karbida (Fe3C). Pada selang waktu yang lebih lama, diprediksi presipitat berimigrasi ke batas butir dan karbida berada pada batas butir membentuk accicular.

(69)

4.4 Analisa Ukuran Butir

Besar ukuran butir (grain size) fasa austenit dapat dihitung dengan menggunakan metode Jeffries. Jumlah butir per millimeter dapat dihitung untuk setiap foto mikrostruktur yang terlebih dahulu dibatasi (dipintas) dengan lingkaran diameter lebih kurang 50 mm. Untuk butiran yang penuh dinotasikan dengan n1 dan untuk butiran yang terpotong ataupun yang terkena pintasan dinotasikan dengan n2. Selanjutnya jumlah grain (Na) dapat dihitung.

Mikrostruktur baja mangan Hadfield 3401 yang diberi pemanasan kembali pada temperatur 500 oC dengan waktu tahan 60 menit. Diameter pintasan 50 mm sehingga luas bidang pintasan lingkaran = 1964,3 mm2. Untuk lingkaran pintasan pertama diperoleh n1 = 25 dan n2 = 22 dan dengan menggunakan persamaan (2.4) akan

Jumlah butir persatuan millimeter persegi (Na) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.4) berikut :

(70)

Selanjutnya diameter butir fasa austenit secara eksperimen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.6):

Diameter butir d(mm) = ( A )1/2 =

dimana : A (mm2) = luas grain rata-rata untuk mikrostruktur temperatur 500°C

d(mm) =

butir rata-rata pada lingkaran pertama dihitung dengan persamaan (2.5) :

(71)

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran dari Hasil Foto Mikrostruktur terhadap Temperatur dan

Mikrostruktur baja mangan Hadfield 3401 yang diberi perlakuan panas kembali pada temperatur 500 oC dengan waktu penahanan temperatur 30 menit. Diameter lingkaran pintasan 50 mm sehingga diperoleh luas bidang pintasan lingkaran = 1964,3 mm2. Untuk lingkaran pintasan pertama diperoleh n1 = 22 dan n2 = 17 dan dengan menggunakan persamaan(2.4) akan diperoleh hasil :

f =

Jumlah butir persatuan millimeter persegi (Na) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.3) berikut :

(72)

Na = 5,1

(

22+222

)

Na = 155,55 2

mm grain

Selanjutnya diameter butir (d) secara eksperimen dapat dihitung dengan menurut persamaan (2.6) :

Diameter butir d(mm) = ( A )1/2 =

dimana : A (mm2) = luas grain rata-rata untuk mikrostruktur temperatur 500°C

d(mm) =

butir rata-rata pada lingkaran pertama dihitung dengan persamaan (2.5):

(73)

Jumlah butir rata-rata persatuan millimeter persegi baja mangan pada pemanasan kembali dengan waktu penahanan 60 menit diperoleh hasil :

4

Sedangkan luas butir rata-rata diperoleh sebesar :

4

Selanjutnya diameter butir rata-rata mikrostruktur baja mangan Hadfield pada temperatur 500 oC dengan waktu penahanan 60 menit diperoleh sebesar :

(74)

Sebagai perbandingan diameter butir dari mikro struktur dapat dilihat berdasarkan standar ASTM no.112 E pada lampiran C, dengan terlebih dahulu menghitung ukuran butir (G) dengan persamaan (2.8).

G = [ 3,322 log (Na) ] – 2,95 G = [ 3,322 log (184,76) ] – 2,95

G = 4,58

Diameter butir rata-rata mikrostruktur baja mangan Hadfield akibat pemanasan kembali pada temperatur 500 oC dengan waktu penahanan 60 menit dan 30 menit tersaji pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Nilai Diameter Butir pada Baja Mangan Fe-Mn AISI 3401

No Suhu (°C) (menit) Waktu (grain/mmNa 2

4.5 Persentase Fasa Austenit dan Fasa Bainit

(75)

Kekerasan fasa austenit dikalikan dengan persentase fasa austenit merupakan kekerasan dari persentase fasa austenitnya. Demikian juga, kekerasan fasa bainit dikalikan dengan persentase fasa bainit merupakan kekerasan dari persentase fasa bainitnya. Penjumlahan kekerasan dari persentase fasa austenit dengan kekerasan dari persentase fasa bainitnya merupakan besar kekerasan totalnya.

Dengan menggunakan metode try and error, jika persentase fasa austenitnya 82 % maka persentase fasa bainitnya adalah 100 % - 82 % = 18 % (Lampiran C. Tabel 1A), dengan perhitungan sebagai berikut :

Kekerasan persentase austenit = Kekerasan austenit x Persentase austenit

= 195,76 x 82/100

= 160,523 MPa

Kekerasan persentase bainit = Kekerasan bainit x Persentase bainit

= 288,98 x 18/100

= 52,016 MPa

Kekerasan total = Kekerasan persentase austenit + Kekerasan persentase bainit = 160,523 + 52,016

= 212,540 MPa.

(76)

Persentase fasa austenitnya kemungkinan 82,7 %, maka persentase fasa bainitnya adalah 100 % - 82,7 % = 17,3 % (Lampiran C. Tabel 2A), dengan perhitungan sebagai berikut :

Kekerasan persentase austenit = Kekerasan austenit x Persentase austenit

= 195,76 x 82,7/100

= 161,894 MPa

Kekerasan persentase bainit = Kekerasan bainit x Persentase bainit

= 288,98 x 17,3/100

= 49,994 MPa

Kekerasan total = Kekerasan persentase austenit + Kekerasan persentase bainit = 161,894 + 49,994

= 211,887 MPa.

Nilai kekerasan ini telah mendekati harga sebenarnya, namun selanjutnya digunakan kembali metode yang sama untuk memperoleh nilai yang lebih mendekati harga sebenarnya.

Persentase fasa austenitnya kemungkinan 82,76 %, maka persentase fasa bainitnya adalah 100 % - 82,76 % = 17,24 % (Lampiran C. Tabel 3A), dengan perhitungan berikut :

Kekerasan persentase austenit = Kekerasan austenit x Persentase austenit

= 195,76 x 82,76/100

(77)

Kekerasan persentase bainit = Kekerasan bainit x Persentase bainit

= 288,98 x 17,24/100

= 49,820 MPa

Kekerasan total = Kekerasan persentase austenit + Kekerasan persentase bainit = 161,011 + 49,820

= 211,831 MPa.

Ternyata nilai ini relatif sama dengan hasil pengujian kekerasan total yaitu 211,830 MPa. Maka dapat disimpulkan bahwa jika baja mangan Hadfield dipanaskan kembali dengan suhu sintering 500 oC dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit maka akan terdapat persentase fasa austenitnya 82,76 % dan persentase fasa bainitnya 17,24 %.

Kekerasan baja mangan Hadfield jika dipanaskan kembali pada suhu sintering 500 oCdengan waktu penahanan (holding time) 30 menit, dimana kekerasan rata-rata BHN adalah 205,374 MPa (Lampiran A). Bila kekerasannya dikonversikan dengan alat Vickers, diperoleh kekerasan austenitnya sebesar 195,76 MPa, sedangkan bainitnya 288,98 MPa (Lampiran B).

Dengan menggunakan metode try and error, jika persentase fasa austenitnya 89 % maka persentase fasa bainitnya adalah 100 % - 89 % = % (Lampiran C. Tabel 1B), dengan perhitungan sebagai berikut :

Kekerasan persentase austenit = Kekerasan austenit x Persentase austenit

= 195,76 x 89/100

(78)

Kekerasan persentase bainit = Kekerasan bainit x Persentase bainit

= 288,98 x 11/100

= 31,788 MPa

Kekerasan total = Kekerasan persentase austenit + Kekerasan persentase bainit = 174,226 + 31,788

= 206,014 MPa.

Nilai kekerasan ini mendekati harga sebenarnya, kemudian untuk selanjutnya dengan metode yang sama, persentase fasanya dihitung kembali sampai mendekati harga sebenarnya.

Persentase fasa austenitnya kemungkinan 89,6 % maka persentase fasa bainitnya adalah 100 % - 89,6% = 10,4 % (Lampiran C. Tabel 2B), dengan perhitungan sebagai berikut :

Kekerasan persentase austenit = Kekerasan austenit x Persentase austenit

= 195,76 x 89,6/100

= 175,401 MPa

Kekerasan persentase bainit = Kekerasan bainit x Persentase bainit

= 288,98 x 10,4/100

= 30,054 MPa

Kekerasan total = Kekerasan persentase austenit + Kekerasan persentase bainit = 175,401 + 30,054

(79)

Nilai kekerasan ini telah mendekati harga sebenarnya, namun selanjutnya digunakan kembali metode yang sama untuk memperoleh nilai yang lebih mendekati harga sebenarnya.

Persentase fasa austenitnya kemungkinan 89,68 % maka persentase fasa bainitnya adalah 100 % - 89,68 % = 10,32 % (Lampiran C. Tabel 3B), dengan perhitungan sebagai berikut :

Kekerasan persentase austenit = Kekerasan austenit x Persentase austenit

= 195,76 x 89,68/100

= 175,558 MPa

Kekerasan persentase bainit = Kekerasan bainit x Persentase bainit

= 288,98 x 10,32/100

= 29,823 MPa

Kekerasan total = Kekerasan persentase austenit + Kekerasan persentase bainit = 175,558 + 29,823

= 205,380 MPa.

Nilai kekerasan ini telah mendekati harga sebenarnya, namun selanjutnya digunakan kembali metode yang sama untuk memperoleh nilai yang lebih mendekati harga sebenarnya.

(80)

Kekerasan persentase austenit = Kekerasan austenit x Persentase austenit

= 195,76 x 89,686/100

= 175,569 MPa

Kekerasan persentase bainit = Kekerasan bainit x Persentase bainit

= 288,98 x 10,314/100

= 29,805 MPa

Kekerasan total = Kekerasan persentase austenit + Kekerasan persentase bainit = 175,569 + 29,805

= 205,375 MPa.

(81)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pada baja mangan Hadfield AISI 340 l dominan membentuk fasa austenit setelah diberi perlakuan panas pada temperatur 1200 oC dengan waktu penahanan 60 menit.

2. Pengaruh temperatur dan waktu penahanan sangat mempengaruhi perubahan fasa dan diameter butir.

3. Pembentukan fasa bainit merupakan hasil dari perubahan fasa-fasa eutektoid yaitu ferit dan pearlit, sub struktur akan berhubungan dengan komposisi pada saat pembentukan ferrit, maka pengaruh temperatur akan sangat signifikan. Pembentukan fasa bainit paduan akan selalu berhubungan dengan reaksi interface antar fasa ferit / austenit.

4. Pertumbuhan rata-rata pada butir akan dikontrol oleh difusi elemen karbon dan mekanisme pergeseran yang terlibat di dalamnya. Hal ini terlibat pada struktur plat-plat ferrit accicular yang tampak pada fasa bainit.

(82)

5.2 Saran

(83)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, W.O. 1991, Dasar Metalurgy untuk Rekayasawan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Amanto, Hari, dan Daryanto. 1999. Ilmu Bahan, Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Amstead, B.H, 1993. Teknologi Mekanik. Terjemahan Ir. Sriati Djaprie. Edisi ke-7. Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Bain, E.C. 1986, Alloying Element in Steel, Second Edition, American Society for Metals, Metals Park, Ohio.

Beumer, B.J.M. 1980. Pengetahuan Bahan. Terjemahan B.S. Anwil Matondang. Jilid II. Jakarta : Bhatara Karya Aksara.

Brady, G.S. and Hendry R. Clauser, 1981. Material Hand Book, Mc. GrawHill Book Company New York.

Budinski, Kenneth G. 1996. Engineering Materials. Properties and Selection. Fifth Edition. New Jersey Columbus, Ohio : Prentice Hall Upper Saddle Rivers. Clarck D.S. and Verney W.R, (1962) “Metallurgy for Engineers”, 2d ed.p 205 228,

462.1

Cullity B.D. 1978. Element of X-Ray Diffraction. Second Edition, Addison Wesley Publishing Company, Inc.

Dieter, George E. 1996. Metalurgi Mekanik. Edisi ke-3. Jilid I. Jakarta : Erlangga Fadhila. R.A.G. Jaharah, M.Z. Omar, C.H. Che Haron and C.H. Azhari, 2005 A

Microstructural Mapping of the Austenitic Manganese Steel-3401 in Rapid Cooling, Journal of Solid State Science and Technology Letters, vol.12.p 143 – 148

George S. Brady and Hendry R. Clauser, Material Hand Book, Mc. GrawHill Book Company New York

(84)

Shackelford James, 1996. Introduction to Materials Science for Engineers, fourth edition, Prentice Hall International Inc.

Smallman, R.E. 1985. Modern Physical Metallurgy, 4th ed.

Smith. R.W. A. DeMonte, W.B.F. Mackay, 2004 Development of High Manganese Steels For Heavy Duty Cast-To-Shape Applications, Journal of Material Processing Technology 153-154, 589-595.

Sudia, Tata. MS. Dan Saito, Shinroku. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan ke-6. PT. Prandnya Paramita, Jakarta.

Thong J.L.T. 1998. The Environment SEM, Jurnal Mikroskopik Dan Mikro Analisis, Vol. 1 (2)

Thornton, Peter A. And Colangelo, Viro J. 1985. Fundamentals of Engineering Materials. Inc : Prentice-Hall International.

Van Vlack, LH, 1985, Element Of Materials Science and Engineering, 5th ed. Addison-Wesley Publishing Company, USA

Vander Voort G.G, 1984. Metalography Principle and Practice, McGrawHill, p.215,632.

Vernon Jonh, 1984 Testing of Materials, Mc. Millan, New Yor.

Wahid Suherman, 1987. Pengetahuan Bahan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)

Lampiran D : Standar Baja Mangan Hadfiel 3401

Nominal and actual alloy compositions for railhead casting (wt.%)

Classification C Mn Mo V

Standar Hadfield (R3) 1.2 12 - -

Standar Hadfield (R3) 1.19 12.15 - -

Low Carbon – 1% V (R9) 0.8 12 - 1

Low Carbon – 2% V (R7) 0.8 12 - 2

Low Carbon – 2% V (R7)b 0.82 12.8 - 1.93

Low Carbon – 1%Mo (R10) 0.8 12 1 -

a

Modified Hadfield’s steels. b

Actual analysis results. Total other elements is less 0.5% and the remainder is Iron.

(93)

Lampiran E Material Balance Analyses

By assuming that Carbon content is nearly to : 1,059 % Wt

Total weight element is 100% - 1.059 % = 98,941 %

Material balance Analyses

Wt % deviation data for Fe-Mn-Steel :

(94)

Lampiran F Gambar Mikro Struktur

Gambar B.6.Mikrostruktur pada daerah pemanasan 500

penahanan 30 menit, perbesaran 100x °C

Gambar B.7.Mikrostruktur pada daerah pemanasan 500°C

(95)
(96)

Lampiran H Data Ukuran Butir dan Standart ASTM E112

(97)

Gambar

Gambar 2.1.  Diagram Fasa Fe-Mn (Edgar, 1939)
Gambar 2.2  Diagram                              Pendinginan terhadap Mikro Struktur yang Dihasilkan  Continous Cooling Transformation (CCT) Variasi Media                              (Shackelford, 1996)
Gambar 2.3 Proses Rekristalisasi (Wahid,1987)
Gambar 2.5.
+7

Referensi

Dokumen terkait