HUBUNGAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS KIA DI PUSKESMAS KOTA BINJAI
TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH:
OKTARIA SIANTURI NIM. 101000117
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS KIA DI PUSKESMAS KOTA BINJAI
TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH:
OKTARIA SIANTURI NIM. 101000117
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS KIA DI PUSKESMAS KOTA BINJAI TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara- cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuwan yang berlaku dalam masyarakat keilmuwan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuwan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Juli 2015
ABSTRAK
Derajat kesehatan di suatu negara dapat dinilai dengan beberapa indikator yaitu kondisi morbiditas, mortalitas dan status gizi. Untuk mortalitas, yang digunakan sebagai indikator adalah Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Target MDG’s tahun 2015 terhadap AKI di Indonesia 102/100.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan jumlah AKI di Kota Binjai Tahun 2013 AKI yang dilaporkan hanya 95/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 16/1000 kelahiran hidup maka jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pada MDG’s.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research (penjelasan) yaitu mencari hubungan motivasi kerja terhadap kinerja petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai. Populasi penelitian ini adalah semua petugas kesehatan yang mengelola atau melaksanakan program KIA dengan sampel sebanyak 32 pengelola program KIA. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson dan uji regresi linear berganda.
Hasil penelitian dengan uji korelasi pearson menunjukkan bahwa variabel kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian, administrasi dan kebijaksanaan organisasi, insentif, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja berhubungan terhadap kinerja petugas KIA. Dari hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja petugas KIA adalah kondisi kerja dengan p = 0,001 dan nilai koefisien 0,342.
Diharapkan Dinas Kesehatan Kota Binjai agar mengupayakan adanya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui penyelenggaraan sistem organisasi kerja yang efektif dan efisien disetiap jaringan kerja serta melaksanakan pelatihan dan supervisi bagi petugas KIA, lebih meningkatkan dukungan dari semua pihak dan ketersediaan fasilitas yang mendukung pelaksanaan program KIA. Kepada Koordinator Pengelola Program KIA Puskesmas Kota Binjai perlu melakukan peningkatan pengetahuan dengan memberikan pelatihan, seminar atau lokakarya kepada petugas KIA.
ABSTRACT
Health status in a country appreciable by several indicators, namely the condition of morbidity, mortality and nutritional status. For mortality,the indicator that is used is the infant mortality rate (IMR), the Infant Mortality Rate and Maternal Mortality Rate (MMR). Millennium Development Goals (MDG’s) in 2015 toward MMR in Indonesia is 102 / 100,000 live births, if it compared with the amount Of Binjai’s MMRin 2013, MMRwhich reported only 95 / 100,000 live births and IMR as many 16/1000 live births, that numbers are still far from the target set by MDG's.
The type of research that is used in this research is explanatory research (explanation) to find the relationship of work motivations concerning the performanceof Maternal and Child Health officer in Binjai’s Puskesmas.The population of this research was all the health workers whose manage and implement Maternal and Child Health program with the sample of 32 Maternal and Child Health program organizer.Data analysis using Pearson correlation test and multiple regression lineartest.
The research study using Pearson correlation test shows variable ofadvancement , the work it self, achievements, administrations andorganization’s policy, incentives, interpersonal relationships and work conditions related toward the performance of Maternal and Child Health officers. From the results of multiple linear regression test shows that the variables which has the most dominant influence toward the performance of Maternal and Child Healthofficers is working condition with p = 0.001 and coefficient of 0.342.
It is suggested to Binjai’s City Health Department to strive an increasingquality of human resources through the implementation of work’s system organizationwhich is effectively and efficiently in every network and implementing a training and supervision towards the Maternal and Child Health’sofficers, raising the support of all parties and the availability of the facilities to support the implementation of the Maternal and Child Health’sprograms. The organizational coordinator of the Maternal and Child Health’s program in Binjai’s Puskesmas needs to increase the knowledge through organizing a training, seminars or workshops towards the Maternal and Child Health’s officers.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Oktaria Sianturi
Tempat, Tanggal Lahir : Binjai, 27 Oktober 1990 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jl. Golden Dahlia Blok E No 23 Perumahan Golden Land Sejohor
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1997-2003 : SD Budi Murni 2 Medan 2. Tahun 2003-2006 : SMP N 10 Medan 3. Tahun 2006-2009 : SMA Cahaya Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa melalui kasih karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2015”
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).
2. Bapak dr. Heldy BZ MPH, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, selaku dosen pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis.
3. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan usulan, bimbingan dan arahan kepada penulis dengan sabar demi penulisan skripsi . 4. Bapak dr. Fauzi, SKM, selaku dosen penguji II yang telah memberikan
5. Ibu Dr. Juanita, SE, M.Kes, selaku dosen penguji III yang telah memberikan nasihat dan sumbangan pemikiran kepada penulis
6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai serta seluruh keluarga besar puskesmas di seluruh Kota Binjai, khususnya petugas KIA yang telah bersedia menjadi responden penelitian serta memberikan data yang dibutuhkan untuk kelengkapan penulisan skripsi ini.
7. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
8. Teristimewa kepada Ayahanda Sahat Sianturi, Ibunda Antarina Purba yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat kepada saya, juga kepada abang-abang saya Leo Sianturi, Holmes Sianturi, Felix Siahaan dan kakak saya Sanri Sianturi.
9. Teman- teman angkatan 2010 dan peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang banyak memberikan masukan kepada penulis, terkhusus buat Sukaria, Erra Putri dan Kak Puput yang telah banyak memberikan saran dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Sahabat seperjuangan saya di FKM USU yaitu Erikka, Natasya, Imelda yang selalu memberikan perhatian, semangat dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih untuk kritik dan saran yang disampaikan secara ilmiah untuk perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Juli 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi i
Halaman Pengesahan ii
Abstrak iii
Abstract iv
Daftar Riwayat Hidup v
Kata Pengantar vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Kinerja 9
2.1.1 Pengertian Kinerja 9
2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Kinerja 10
2.1.3 Penilaian Kinerja 13
2.2 Motivasi Kerja 16
2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja 16 2.2.2 Faktor- Faktor Penggerak Motivasi Kerja 17 2.2.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Kerja 21
2.2.4 Ciri- Ciri Individu yang Memiliki Motivasi
Kerja 24
2.2.5 Bentuk- Bentuk Motivasi Kerja 25 2.3 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 26
2.3.1 Pelayanan Antenatal 27
2.3.2 Pertolongan Persalinan 28
2.3.3 Deteksi Dini Ibu Hamil Beresiko 29 2.3.4 Penanganan Komplikasi Kebidanan 30 2.3.5 Pelayanan Kesehatan Neonatal dan Ibu
Nifas 30
2.4 Kerangka Konsep 31
2.5 Hipotesa Penelitian 33
3.1 Jenis Penelitian 34
4.2 Karakteristik Responden 42
4.3 Analisis Univariat 43
4.3.1 Motivasi Intrinsik 43
4.3.2 Motivasi Ekstrinsik 49
4.4 Kinerja Petugas KIA 54
4.5 Analisis Bivariat 57
4.5.1 Hubungan Motivasi Intrinsik Terhadap
Kinerja 58
4.5.2 Hubungan Motivasi Ekstrinsik Terhadap
Kinerja 62
4.6 Analisis Multivariat 66
BAB V PEMBAHASAN 68
5.1 Hubungan Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai
Tahun 2015 68
5.1.1 Hubungan Tanggung Jawab Terhadap
Kinerja Petugas KIA 68
5.1.2 Hubungan Kemajuan Terhadap
Kinerja Petugas KIA 69
5.1.3 Hubungan Pekerjaan itu Sendiri Terhadap
Kinerja Petugas KIA 70
5.1.4 Hubungan Pencapaian Terhadap
Kinerja Petugas KIA 71
5.1.5 Hubungan Pengakuan Terhadap
5.2 Hubungan Motivasi Ektrinsik Terhadap Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai
Tahun 2015 73
5.2.1 Hubungan Administrasi dan
Kebijaksanaan Organisasi Terhadap Kinerja
Petugas KIA 73
5.2.2 Hubungan Penyeliaan Terhadap Kinerja
Petugas KIA 74
5.2.3 Hubungan Insentif Terhadap
Kinerja Petugas KIA 75
5.2.4 Hubungan antara Hubungan Antar Pribadi
Terhadap Kinerja Petugas KIA 76 5.2.5 Hubungan Kondisi Kerja Terhadap
Kinerja Petugas KIA 77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 79
6.1 Kesimpulan 79
6.2 Saran 80
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil dan Persalinan
Ditolong Tenaga Kesehatan Menurut Puskesmas
Kota Binjai Tahun 2013 5
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen) 38 Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (dependen) 39 Tabel 4.1 Kondisi Geografis Kota Binjai Tahun 2014 41 Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan Kota Binjai
Tahun 2014 41
Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Binjai
Tahun 2014 41
Tabel 4.4 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Binjai Tahun 2014 42 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik
Responden di Puskesmas Kota Binjai 43 Tabel 4.6 Distribusi Motivasi Intrinsik Responden KIA Puskesmas
Kota Binjai 43
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi
Intrinsik Petugas KIA Puskesmas Kota Binjai 48 Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Secara
Akumulasi Motivasi Intrinsik Petugas KIA Puskesmas
Kota Binjai 48
Tabel 4.9 Distribusi Motivasi Kerja Ekstrinsik Responden KIA
Puskesmas Kota Binjai 49
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi
Kerja Ekstrinsik Petugas KIA Puskesmas Kota Binjai 53 Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori secara
Akumulasi Motivasi Kerja Ekstrinsik Petugas KIA
Tabel 4.12 Distribusi Kinerja Responden KIA Puskesmas
Kota Binjai 54
Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas KIA
di Puskesmas Kota Binjai 57
Tabel 4.14 Hasil Uji Korelasi Pearson Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai 58 Tabel 4.15 Hubungan Tanggung Jawab terdapat Kinerja Petugas
KIA di Puskesmas Kota Binjai 59
Tabel 4.16 Hubungan Kemajuan terdapat Kinerja Petugas KIA
di Puskesmas Kota Binjai 59
Tabel 4.17 Hubungan Pekerjaan itu sendiri terdapat Kinerja
Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai 60 Tabel 4.18 Hubungan Pencapaian terdapat Kinerja Petugas KIA
di Puskesmas Kota Binjai 61
Tabel 4.19 Hubungan Pengakuan terdapat Kinerja Petugas KIA
di Puskesmas Kota Binjai 62
Tabel 4.20 Hubungan Administrasi dan Kebijaksanaan Organisasi
terdapat Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai 63 Tabel 4.21 Hubungan Penyeliaan terdapat Kinerja Petugas KIA
di Puskesmas Kota Binjai 63
Tabel 4.22 Hubungan Insentif terdapat Kinerja Petugas KIA
di Puskesmas Kota Binjai 64
Tabel 4.23 Hubungan antara Hubungan Antar Pribadi terdapat
Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai 65 Tabel 4.24 Hubungan antara Kondisi Kerja terdapat Kinerja
Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai 66 Tabel 4.25 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Variabel
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Diagram skematis teori perilaku dan kinerja
dari Gibson 10
ABSTRAK
Derajat kesehatan di suatu negara dapat dinilai dengan beberapa indikator yaitu kondisi morbiditas, mortalitas dan status gizi. Untuk mortalitas, yang digunakan sebagai indikator adalah Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Target MDG’s tahun 2015 terhadap AKI di Indonesia 102/100.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan jumlah AKI di Kota Binjai Tahun 2013 AKI yang dilaporkan hanya 95/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 16/1000 kelahiran hidup maka jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pada MDG’s.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research (penjelasan) yaitu mencari hubungan motivasi kerja terhadap kinerja petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai. Populasi penelitian ini adalah semua petugas kesehatan yang mengelola atau melaksanakan program KIA dengan sampel sebanyak 32 pengelola program KIA. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson dan uji regresi linear berganda.
Hasil penelitian dengan uji korelasi pearson menunjukkan bahwa variabel kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian, administrasi dan kebijaksanaan organisasi, insentif, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja berhubungan terhadap kinerja petugas KIA. Dari hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja petugas KIA adalah kondisi kerja dengan p = 0,001 dan nilai koefisien 0,342.
Diharapkan Dinas Kesehatan Kota Binjai agar mengupayakan adanya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui penyelenggaraan sistem organisasi kerja yang efektif dan efisien disetiap jaringan kerja serta melaksanakan pelatihan dan supervisi bagi petugas KIA, lebih meningkatkan dukungan dari semua pihak dan ketersediaan fasilitas yang mendukung pelaksanaan program KIA. Kepada Koordinator Pengelola Program KIA Puskesmas Kota Binjai perlu melakukan peningkatan pengetahuan dengan memberikan pelatihan, seminar atau lokakarya kepada petugas KIA.
ABSTRACT
Health status in a country appreciable by several indicators, namely the condition of morbidity, mortality and nutritional status. For mortality,the indicator that is used is the infant mortality rate (IMR), the Infant Mortality Rate and Maternal Mortality Rate (MMR). Millennium Development Goals (MDG’s) in 2015 toward MMR in Indonesia is 102 / 100,000 live births, if it compared with the amount Of Binjai’s MMRin 2013, MMRwhich reported only 95 / 100,000 live births and IMR as many 16/1000 live births, that numbers are still far from the target set by MDG's.
The type of research that is used in this research is explanatory research (explanation) to find the relationship of work motivations concerning the performanceof Maternal and Child Health officer in Binjai’s Puskesmas.The population of this research was all the health workers whose manage and implement Maternal and Child Health program with the sample of 32 Maternal and Child Health program organizer.Data analysis using Pearson correlation test and multiple regression lineartest.
The research study using Pearson correlation test shows variable ofadvancement , the work it self, achievements, administrations andorganization’s policy, incentives, interpersonal relationships and work conditions related toward the performance of Maternal and Child Health officers. From the results of multiple linear regression test shows that the variables which has the most dominant influence toward the performance of Maternal and Child Healthofficers is working condition with p = 0.001 and coefficient of 0.342.
It is suggested to Binjai’s City Health Department to strive an increasingquality of human resources through the implementation of work’s system organizationwhich is effectively and efficiently in every network and implementing a training and supervision towards the Maternal and Child Health’sofficers, raising the support of all parties and the availability of the facilities to support the implementation of the Maternal and Child Health’sprograms. The organizational coordinator of the Maternal and Child Health’s program in Binjai’s Puskesmas needs to increase the knowledge through organizing a training, seminars or workshops towards the Maternal and Child Health’s officers.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita- cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan merupakan aset yang paling berharga yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk menjalankan segala aktivitas dalam kehidupan. Mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik merupakan hak setiap masyarakat Indonesia.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan di suatu negara dapat dinilai dengan beberapa indikator. Indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi morbiditas, mortalitas dan status gizi. Indikator mortalitas digambarkan dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Bila AKI, AKABA dan AKB di suatu negara rendah maka pelayanan kesehatan sudah baik di negara tersebut dan sebaliknya bila AKI, AKABA dan AKB tinggi maka pelayan an kesehatan belum baik (Depkes RI, 2007).
AKB sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan AKABA sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan menurut SDKI tahun 2012 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia sebasar 359 per 100.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup AKN sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA sebesar 40 per 1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Untuk menunjang keberhasilan upaya-upaya kesehatan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan derajat kesehatan adalah didirikannya puskesmas. Berdasarkan Permenkes RI No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, hidup dalam lingkungan sehat dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
masyarakat yang bersifat peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih kurang. Upaya pemberdayaan kesehatan masyarakat belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes, 2004).
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program wajib di puskesmas. Perhatian khusus harus diberikan terhadap kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Hal ini karena ibu, bayi dan balita termasuk dalam penduduk yang rentan terhadap penyakit. Selain itu, Angka Kematian Ibu (AKI), Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan suatu negara.
Kegiatan pokok Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang meliputi pelayanan antenatal, pelayanan pertolongan persalinan, deteksi dini ibu hamil beresiko, penanganan komplikasi kebidanan, pelayanan kesehatan neonatal dan ibu nifas (Depkes RI, 2004).
Keberhasilan pelayanan kesehatan ibu dan anak dapat dilihat dari hasil cakupan pelayanan ibu hamil kunjungan ke 1 (K1), kunjungan ke 4 (K4) dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Cakupan K1 di Indonesia tahun 2013 sebesar 95,25%, K4 sebesar 86,85% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90,88% (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).
Cakupan kunjungan ibu hamil K4 di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 sebesar 85,78% dan persalinan ditolong tenaga kesehatan sebesar 88,78%. Di Kota Binjai cakupan kunjungan ibu hamil K4 tahun 2012 sebesar 76,55% dan persalinan ditolong tenaga kesehatan sebesar 81,37% (Profil Dinkes Sumut, 2013). Angka tersebut masih belum memenuhi target Millennium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 yang mana cakupan K4 95% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 90% (Depkes RI, 2008).
Tabel 1.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil dan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan Menurut Puskesmas Kota Binjai Tahun 2012
Puskesmas K1 K4 Persalinan
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Binjai Tahun 2013
Target MDG’s tahun 2015 terhadap AKI di Indonesia 102 per 100.000
kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan jumlah AKI berdasarkan laporan dari Profil Kesehatan Binjai tahun 2013, AKI maternal yang dilaporkan hanya 95/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 16/1000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pada MDG’s.
Begitu juga halnya dengan kinerja petugas KIA yang ada di Puskesmas Kota Binjai. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja petugas KIA tersebut, baik faktor internal (faktor individu) maupun faktor eksternal yang berasal dari organisasi maupun masyarakat. Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, diasumsikan faktor- faktor eksternal yang menyebabkan kinerja belum optimal antara lain kurangnya rasa tanggung jawab petugas KIA terhadap tugas yang diberikan, kegiatan- kegiatan pelatihan yang masih terbatas, tidak adanya insentif bagi petugas KIA yang bekerja dengan baik, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), serta masih terbatasnya sarana, prasarana dan dana untuk mendukung pelaksanaan program KIA tersebut. Hal ini diasumsikan sebagai penyebab motivasi kerja petugas KIA rendah.
Menurut Mangkunegara (2000) motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan kondisi pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kinerja), motivasi tersebut terbentuk dari sikap seseorang menghadapi situasi kerja. Motivasi ini terkait dengan sikap mental sebagai kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal, serta memahami tujuan utama dan target kerja yang dicapai.
bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kinerja petugas adalah pelatihan, motivasi dan dana BOK, sedangkan variabel umur, lama kerja dan pendidikan tidak berhubungan dengan kinerja petugas.
Dari gambaran permasalahan tersebut diatas menunjukan bahwa antara keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan petugas KIA untuk bekerja lebih baik menurut persepsinya, berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya, sehingga secara tidak langsung ikut mempengaruhi motivasi kerjanya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Motivasi kerja Terhadap kinerja
Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2015”. 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana hubungan motivasi kerja terhadap kinerja petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2015
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan motivasi kerja terhadap kinerja petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006).
Menurut Mangkunegara (2000), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 2001).
2.1.2. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja.
Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan manusia yang berada dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerjanya.
Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2001), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Diagram teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut:
Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987), banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit untuk diukur, juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.
Variabel organisasi, menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
keterampilan dan kemampuan dari individu. Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Menurut Stoner yang dikutip oleh Adiono (2002), mengemukakan bahwa prestasi individu disamping dipengaruhi oleh motivasi dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi individu. Kemampuan (ability) menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dan tugas.
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2002), ada teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIEVE” yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity
(kemampuan yang dapat dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk dan uraian kerja), dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja).
Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh Heider, pendekatan atribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai berikut: K= M x A, yaitu K adalah kinerja, M adalah motivasi, dan A adalah ability. Konsep ini menjadi sangat populer dan sering kali diikuti oleh ahli-ahli lain, menurut teori ini, kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar).
Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang yang berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi merupakan faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 1995).
2.1.3. Penilaian Kinerja.
Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja individu (personel) dengan membandingkan dengan standard baku penampilan. Menurut Hall, penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki kerja personel dalam organisasi. Menurut Certo, penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen (Ilyas, 2001).
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaaan individu. Ada dua teori yang menyarankan peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik.
Menurut teori kontrol yang dijelaskan oleh Carver dan Scheier (1981) yang dikutip oleh Ilyas (2001), individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tujuan mereka. Mereka harus (1) menetapkan standar untuk perilaku mereka, (2) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), dan (3) berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya, disarankan agar individu perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapai tujuan mereka. Dengan pengenalan terhadap kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai kesempatan melakukan perbaikan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka.
Penilaian sendiri dilakukan bila personel mampu melakukan penilaian terhadap proses dari hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi. Penilaian sendiri ditentukan oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, dan pengetahuan, serta sosio-demografis seperti suku dan pendidikan. Dengan demikian, tingkat kematangan personel dalam menilai hasil karya sendiri menjadi hal yang patut dipertimbangkan (Ilyas, 2001).
b. Penilaian 360 derajat (360 Degree Assessment).
Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian silang diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadi kerancuan, bila penilaian kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri saja (Ilyas, 2001).
Penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian ini termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung yang kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi.
kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai.
Penilaian bawahan, terhadap kinerja personel dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personel. Program ini meminta kapada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Umpan balik bawahan berdasarkan kriteria sebagai berikut: pencapaian perencanaan kinerja strategik, pencapaian komitmen personel, dokumentasi kinerja personel, umpan balik dan pelatihan personel, pelaksanaan penilaian kinerja, dan imbalan kinerja. Manajer diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan.
2.2 Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja
Robbins (1996) mengatakan motivasi kerja sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Sedangkan Munandar (2001) mendefinisikan motivasi kerja dapat dipandang sebagai suatu ciri yang ada pada calon tenaga kerja ketika diterima masuk kerja di suatu perusahaan atau organisasi.
Siagian (2002) mendefinisikan motivasi kerja sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.
Motivasi kerja merupakan suatu model dalam menggerakkan dan mengarahkan para karyawan atau pekerja agar dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dalam mencapai sasaran dengan penuh kesadaran, kegairahan dan bertanggungjawab (Anoraga, 1998).
Motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan kebersamaan. Motivasi terbagi dua, yaitu segi pasif dimana motivasi tampak sebagai satu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi tenaga kerja agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan mencapai tujuan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja dengan mengeluarkan tingkat upaya untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya,
2.2.2. Faktor-Faktor Penggerak Motivasi Kerja
Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2001) motivasi kerja pada seseorang pekerja dapat menimbulkan kepuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja terbagi dua yaitu:
1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima.
2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
3. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas, jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan.
4. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik, misalnya pelaksanaan kerja, penyelesaian masalah dan usaha untuk mempertahankan keberhasilan. 5. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada
tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal, rekan kerja dan masyarakat umum.
b. Faktor Ekstrinsik yang terbagi atas:
dalam perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan organisasi dan manajemen perusahaan, peraturan dan administrasi perusahaan.
2. Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran penyelia yang dirasakan diterima oleh karyawan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan dalam memperlakukan karyawan ketika atasan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada karyawan.
3. Insentif, derajat kewajaran dari insentif yang diterima sebagai imbalan perilaku-kerja karyawan.
4. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi antara karyawan dengan penyelia, bawahan dan rekan kerjanya.
5. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik tempat karyawan bekerja, termasuk fasilitas dan ciri-ciri ruangan.
Jika faktor intrinsik tersebut ada dapat memberi motivasi yang kuat dan kepuasan dalam diri seseorang, namun tidak menyebabkan ketidakpuasan bila faktor tersebut tidak ada. Sedangkan faktor ekstrinsik, bila kurang atau tidak diberikan maka akan menyebabkan ketidakpuasan pada tenaga kerja tetapi dapat menyebabkan tidak ada ketidakpuasan jika faktor tersebut ada.
individu tenaga kerja yang bersangkutan. Adapun unsur penggerak motivasi kerja tersebut adalah:
a. Kinerja, seberapa besar kemungkinan sesorang untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Kebutuhan ini merupakan daya penggerak yang memotivasi kerja karyawan.
b. Penghargaan, pengakuan yang diperoleh sesorang atas suatu kinerja yang telah dicapainya.
c. Tantangan, suatu sasaran yang memiliki tingkat kesulitan merupakan perangsang kuat bagi manusia dan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya,
d. Tanggung jawab, adanya suatu rasa ikut memiliki akan menimbulkan motivasi sesorang untuk bekerja
e. Pengembangan, pengembangan kemapuan-kemampuan dan kesempatan untuk maju, merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat.
f. Keterlibatan, adanya rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan atau langkah-langkah kebijakan yang akan diambil pihak perusahaan.
g. Kesempatan, adanya peluang untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat.
a. Faktor individual yang mencakup kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap-sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities)
b. Faktor organisasioanal meliputi gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workes), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (the work it self).
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penggerak dari motivasi kerja pada diri seseorang terdiri atas faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut atau disebut intrinsik dan faktor yang berasal dari luar dari individu atau disebut juga faktor ekstrinsik.
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Siagian (1995) faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dapat diketahui berdasarkan karakteristik dari individu yang bersifat khas yang terdiri dari delapan faktor yaitu:
1. Karakteristik Biografikal yang meliputi:
a. Usia, hal ini penting karena usia mempunyai kaitan yang erat dengan berbagai segi kehidupan organisasional. Misalnya kaitan usia dengan tingkat “kedewasaan” sesorang, yang dimaksud disini adalah kedewasaan teknis yaitu keterampilan melaksanakan tugas.
demikian perlakuan terhadap mereka pun dapat disesuaikan yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
c. Status perkawinan, dengan status perkawinan ini secara tidak langsung dapat memberikan petunjuk cara, dan teknik motivasi yang cocok digunakan bagi para pegawai yang telah menikah dibandingkan dengan pegawai yang belum menikah.
d. Jumlah tanggungan, dalam hal ini jumlah tanggungan dilihat dari kaca mata “sosial budaya”. Pada masyarakat yang menganut konsep “Extended
family system” yang dianggap menjadi tanggungan seorang pencari nafkah utama keluarga adalah semua orang yang biaya hidupnya tergantung pada pencari nafkah utama tersebut, tidak terbatas hanya pada istri atau suami dan anak-anaknya. Interpretasi ini mempunyai implikasi yang kompleks karena dalam masyarakat demikian, secara formal yang diperhitungkan sebagai tanggungan seorang pegawai hanyalah istri atau suami dan anak-anak kedua orang tua yang bersangkutan, padahal dalam kenyataannya yang menjadi tanggungan sesorang bisa lebih dari jumlah tanggungan yang secara sah diakui berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Kepribadian
Kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi motivasi kerja sesorang karena kepribadian sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh sesorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.
3. Persepsi
Interpretasi seseorang tentang kesan sensorisnya mengenai lingkungan sekitarnya akan sangat berpengaruh pada perilaku yang pada gilirannya menentukan faktor-faktor yang dipandangnya sebagai faktor organisasional yang kuat.
4. Kemampuan belajar
Belajar adalah proses yang berlangsung seumur hidup dan tidak terbatas pada pendidikan formal yang ditempuh oleh seseorang diberbagai belajarnya seseorang adalah perubahan dalam persepsi, perubahan dalam kemauan dan perubahan dalam tindakan.
5. Nilai-nilai yang dianut
Sistem nilai pribadi seseorang biasanya dikaitkan dengan sistem nilai sosial yang berlaku diberbagai jenis masyarakat dimana seseorang menjadi anggota. 6. Sikap
Sikap merupakan suatu pernyataan evaluatif sesorang terhadap objek tertentu, orang tertentu atau peristiwa tertentu. Artinya sikap merupakan pencerminan perasaan seseorang terhadap sesuatu.
Kepuasan kerja adalah sikap umum sesorang yang positif terhadap kehidupan organisasionalnya.
8. Kemampuan
Kemampuan dapat digolongkan atas dua jenis yaitu kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan fisik meliputi kemampuan sesorang dalam menyelesaikan tugas-tugas yang bersifat teknis, mekanistik dan repetatif, sedangkan kemampuan intelektual meliputi cara berfikir dalam menyelesaikan masalah.
2.2.4. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Motivasi Kerja
Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, menurut Arep & Tanjung (2004) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi kerja adalah:
1. Bekerja sesuai standar, dimana pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat waktu dan dalam waktu yang sudah ditentukan.
2. Senang dalam bekerja, yaitu sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat ia senang untuk mengerjakannya.
3. Merasa berharga, dimana seseorang akan merasa dihargai, karena pekerjaannya itu benar-benar berharga bagi orang yang termotivasi.
4. Bekerja keras, yaitu seseorang akan bekerja keras karena dorongan yang begitu tinggi untuk menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi kerja memiliki ciri-ciri antara lain bekerja sesuai standar, senang dalam bekerja, merasa berharga, bekerja keras, dan sedikit pengawasan.
2.2.5. Bentuk- Bentuk Motivasi Kerja
Pada umumnya bentuk motivasi kerja yang sering dianut perusahaan meliputi empat unsur utama (Sastrohadiwiryo, 2003), yaitu
a. Kompensasi bentuk uang
b. Salah satu bentuk yang paling sering diberikan kepada tenaga kerja adalah berupa kompensasi dan kompensasi yang sering diberikan berbentuk uang. Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para pegawai memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yang kedua adalah negatif dari sudut pandang perusahaan adalah dan cenderung terbatas dan hanya pada tenaga kerja yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat “standar kehidupan yang layak” dan cenderung
menganggap kompensasi bentuk uang tidak seimbang. c. Pengarahan dan pengendalian
Pengarahan maksudnya menentukan apa yang harus mereka kerjakan atau tidak mereka kerjakan, sedangkan pengendalian maksudnya menentukan bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstruksikan. d. Penetapan pola kerja yang efektif
1. Memperkaya pekerjaan yaitu penyusuaian tuntutan pekerjaan dengan kemampuan tenaga kerja.
2. Manajemen partisipatif yaitu penggunaan berbagai cara untuk melibatkan pekerja dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mareka. 3. Mengalihkan perhatian para pekerja dari pekerjaan yang membosankan kepada intrumen (alat), waktu luang untuk istirahat atau sarana lain yang lebih fantastis.
e. Kebajikan
Kebajikan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para tenaga kerja.
2.3. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisian. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur.
3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus menerus.
4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.
5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.
2.3.1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal mencakup banyak hal, meliputi anamnesia, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada termasuk penyuluhan dan konseling). Namun dalam penerapan antenatal, terdiri atas: (a) timbang berat badan dan ukur tinggi badan, (b) tekanan darah, (c) tinggi fundus uteri, (d) Tetanus Toksoid (TT) lengkap, (e) Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan. Dengan demikian, apabila pelayanan antenatal tidak memenuhi standar “5T” tersebut, belum dianggap suatu pelayanan antenatal. Selain itu
pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan, tidak oleh dukun bayi.
antenatal sesuai dengan standar pada jenjang pelayanan yang ada yaitu: (a) meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, kader) dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan antenatal dan pencegahan resiko tinggi melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan, (b) meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun peralatan fasilitas pelayanan antenatal, (c) melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali yaitu: pada triwulan pertama 1 kali, triwulan kedua 1 kali, dan pada triwulan ke tiga 2 kali, (d) meningkatkan sistem rujukan kehamilan resiko tinggi, mendapatkan umpan balik rujukan sesuai dengan jenjang pelayanan.
2.3.2. Pertolongan persalinan
Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat bidan. Masalah pertolongan persalinan di daerah pedesaan sangat memprihatinkan, hal ini semakin diperparah apabila selama masa kehamilan seorang ibu juga tidak pernah melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan, walaupun dilakukan pemeriksaan hanya kepada dukun bayi yang tentunya tidak memiliki kemampuan dan fasilitas yang cukup untuk mengetahui dan mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan atau penyakit yang mengiringi kehamilan tersebut (www.promosikesehatan.com).
Untuk meningkatkan harga diri dan martabat perempuan selain pendidikan keterampilan, juga sangat memperhatikan character building. Pembangunan hanya bias sukes jika masyarakat termasuk perempuan mempunyai karakter yang baik. Penerapan kemampuan harus berjalan secara selaras. Negara hanya dapat bertahan jika etika dan moral penduduknya bagus. Masyarakat yang pintar secara intelektual tidak bermanfaat apabila moral dan etikanya rusak karena kurang memperhatikan kepentingan masyarakat. Kenyataan selama ini perempuan baru bisa dihargai jika memiliki kemampuan intelektual dan emosi yang seimbang (www.promosikesehatan.com)
2.3.3. Deteksi Dini Ibu Hamil Berisiko
Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko/ komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Dalam rangka itulah deteksi ibu hamil berisiko/ komplikasi kebidanan perlu difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh dukun bayi.
2.3.4. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Kejadian komplikasi kebidanan dan risiko tinggi diperkirakan terdapat pada sekitar 15-20% ibu hamil. Komplikasi dana kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya, sehingga ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana pelayanan yang mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Agar puskesmas mampu melaksanakan PONED maka harus didukung pula oleh tenaga medis terampil yang telah dilatih dan adanya sarana medis maupun non medis yang memadai. Kebijakan dalam penyediaan puskesmas yang mampu melaksanakan PONED adalah bahwa setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas yang mampu melaksanakan PONED. Untuk keperluan tersebut Depkes RI telah menerbitkan pedoman khusus yang dapat menjadi acuan pengembangan puskesmas yang mampu melaksanakan PONED. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari: (a) pencegahan dan penanganan pendarahan, (b) pencegahan dan penanganan pre-eklamsia, (c) pencegahan dan penanganan infeksi, (d) penanganan partus lama/macet, (e) pencegahan dan penanganan abortus.
2.3.5. Pelayanan Kesehatan Neonatal dan Ibu Nifas
Masa nifas atau pueperium adalah masa setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat “kandungan seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama ±
dan neonatal, 2002). Masa nifas adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dan seluruh alat genital pulih kembali sperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan pulih kembali mulai dari partus selesai sampai alat kandungan kemabali seperti pra hamil kehamilan lamanya 6-8 minggu (Prawirohardjo, 2002).
Pergerakan yang segera mungkin dilakukan dapat mengurangi angka kejadian dari gangguan trombo simbolik dan sebagian wanita akan merasa nyaman dalam melakukan ambulasi. Untuk wanita Asia mereka juga membutuhkan rawat gabung dengan bayinya yanng bertujuan untuk istirahat dan penyembuhan sesudah bayi lahir untuk mempermudah melakukan konsep dari perawatan dari post natal dan mereka juga menemukan hal yang tidak cocok dari apa yang mereka harapkan untuk melakukan tahap sesegera mungkin.
Perawatan post natal untuk ibu dan bayinya merupakan pertimbangan dari suku dan budaya. Ambulasi yang terlambat pada wanita akan mengalami gangguan epidural sampai kembalinya stimulus seperti semula dan juga membutuhkan pertolongan yang intensif dari seseorang. Perawatan post partum sejak uri lahir dengan menghindari kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi 8 jam post partum, wanita harus tidur terlentang untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum. Setelah 8 jam boleh miring ke kiri dan kanan untuk mencegah terjadinya trombosis.
2.4. Kerangka Konsep
yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan suskes jika yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Sementara Menurut Herzberg dalam Siagian (2002) motivasi merupakan suatu daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesarbesarnya demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Karyawan termotivasi untuk bekerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu : instrinsik dan ekstrinsik.
Dalam hal ini sangat jelas menyatakan bahwa semakin karyawan termotivasi maka kinerja karyawan pun juga sekaligus dapat meningkat pada perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat kerangka konseptualnya yang dapat dilihat pada Gambar 2.2
Variabel Bebas Variabel Terikat
Motivasi Intrinsik - Tanggung jawab (Responsibility) - Kemajuan (Advancement)
- Pekerjaan itu sendiri (The work it self)
- Pencapaian (Achievement) - Pengakuan (Recognition)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Motivasi Ekstrinsik
- Administrasi dan kebijaksanaan organisasi
- Penyeliaan - Insentif
- Hubungan antar pribadi - Kondisi kerja
2.5. Hipotesa Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research (penjelasan) yaitu mencari hubungan motivasi kerja terhadap kinerja petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Binjai dengan alasan bahwa di kota tersebut masih tingginya AKI dan AKB serta cakupan pelayanan KIA di Kota Binjai yang belum memenuhi target yaitu AKI sebesar 95/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 16/1000 kelahiran hidup. Penelitian ini direncanakan mulai Maret sampai Mei 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua petugas kesehatan yang mengelola atau melaksanakan program KIA di 8 unit puskesmas dan beberapa pustu di Kota Binjai. Unit analisis ada 8 puskesmas dan beberapa pustu, sedangkan sampelnya adalah 32 pengelola program KIA.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dengan cara mengutip laporan dan hasil kegiatan program KIA melalui PWS-KIA Puskesmas Kota Binjai. 3.5. Definisi Operasional
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel motivasi kerja terdiri dari 2 sub variabel, yaitu: motivasi ekstrinsik dan intrinsik dengan dorongan defenisi operasional sebagai berikut: a) Motivasi Intrinsik adalah dorongan atau kekuatan dari dalam (inner
motivation) diri petugas KIA untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai pedoman yang ditetapkan. Motivasi intrinsik diukur dari aspek:
1. Tanggung jawab (responsibility) adalah rasa keterpanggilan dan tuntutan dalam diri seseorang petugas KIA dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang petugas KIA di puskesmas.
2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan petugas KIA di puskesmas Kota Binjai dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat. 3. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang dirasakan petugas KIA di puskesmas Kota Binjai.
4. Pencapaian (achievement), besar kecilnya prestasi kerja yang mungkin dicapai oleh petugas KIA di puskesmas Kota Binjai.
b) Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar yang mendorong petugas KIA melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai pedoman yang ditetapkan. Motivasi ekstrinsik diukur dari aspek:
1. Administrasi dan kebijakan perusahaan adalah pelaksanaan kebijakan dan peraturan yang dirasakan petugas KIA di puskesmas Kota Binjai di unit kerjanya.
2. Penyeliaan (supervisi) adalah kunjungan dan memberi bimbingan teknis maupun non teknis secara rutin dari Dinas Kesehatan Kota Binjai dalam upaya meningkatkan kinerja petugas KIA di puskesmas secara profesional.
3. Insentif/ honor adalah adanya wujud tindakan yang diimplementasikan dalam bentuk penghargaan yang bersifat material atasan dalam upaya memotivasi petugas untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dalam rangka pencapaian tujuan program KIA.
4. Hubungan antar pribadi adalah interaksi antar sesama rekan kerja dalam unit kerjanya, atau hubungan antara bawahan dengan atasan.
5. Kondisi kerja adalah keadaan di tempat kerja seperti ketersediaan fasilitas yang mendukung pelaksanaan program KIA dan dukungan semua pihak yang memungkinkan setiap petugas KIA dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan pedoman yang ditetapkan.
3.5.2 Variabel Terikat
KIA dalam melaksanakan kegiatan program KIA. Kinerja petugas diukur dari aspek: keterampilan teknis pelaksanaan tugas, keterampilan mengelola tugas, kepribadian petugas dan keterampilan kerja sama dan menjaga kenyamanan lingkungan kerja.
3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)
Variabel Jlh Perta nyaan
Dimensi Indikator Pilihan Jawab
Variabel kinerja petugas KIA menggunakan skala interval dan 45 pertanyaan dengan 45 indikator yang diukur. Pengukuran kinerja petugas KIA dilakukan dengan metode 360 derajat yaitu proses penilaian yang dilakukan oleh atasan (downward appraisal), rekan sejawat (peer appraisal), dan diri sendiri (self appraisal) (Dessler, 2005). Berdasarkan total skor yang diperoleh responden, variabel kinerja dikelompokkan atas 2 kategori yaitu:
1. Baik, apabila responden memiliki total skor dengan interval 45 – 90
Secara rinci metode pengukuran pada variabel kinerja petugas KIA dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (dependen) Variabel Jlh Pertanyaan Pilihan
Jawaban
Skor Kategori variabel Kinerja
Petugas KIA 45
Ya
Kadang-kadang Tidak
2 1
0
Baik (46-90) Kurang baik (0-45)
3.7. Metode Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis Kota Binjai berada pada 3°31’40” 3 40’2” Lintang Utara dan 98°27’3’’ 98°32’32” Bujur Timur dan terletak ± 28 M di atas
permukaan laut.
Wilayah Kota Binjai seluas 90,23 km2 berbatas dengan:
Di sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Binjai Kabupaten Langkah dan
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
Di sebelah timur berbatas dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli
Serdang.
Di sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat
dan Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.
Di sebelah barat berbatas dengan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.
Tabel 4.1 Kondisi Geografis Kota Binjai Tahun 2014
Sumber: Profil Kesehatan Kota Binjai Tahun 2014
4.1.1 Jumlah Penduduk
Kota Binjai yang mempunyai luas 90,23 km2 tercatat pada tahun 2014 memiliki jumlah penduduk sebesar 261.490 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Binjai Utara sebanyak 75.058 jiwa sedangkan jumlah penduduk paling kecil terdapat di Kecamatan Binjai Kota yaitu sebanyak 29.427 jiwa, secara rinci per kecamatan seperti tabel dibawah ini:
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan Kota Binjai Tahun 2014
No. Kecamatan Jumlah Penduduk
1. Binjai Selatan 52,575
2. Binjai Kota 29,427
3. Binjai Timur 57,616
4. Binjai Utara 75,058
5. Binjai Barat 46,814
Jumlah (Kab/ Kota) 261,490
Sumber: BPS Kota Binjai
4.1.2 Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di Kota Binjai terdiri dari:
Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Binjai Tahun 2014
No Jenis Sarana Jumlah
1. Puskesmas 8
2. Puskesmas Pembantu 18
3. Poskesdes 0
4. Polindes 0
No Kecamatan Puskesmas Luas
5. Jumlah Poliklinik 30
6. Praktek Dokter Umum 139
7. Praktek Bidan Swasta 253
8. Apotek 39
9. Toko Obat Berizin 24
Sumber: Profil Kesehatan Kota Binjai Tahun 2014
4.1.3 Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Kota Binjai adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Binjai Tahun 2014
No Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Spesialis 108
2. Dokter Umum 156
3. Bidan 302
4. Perawat 736
5. Apoteker/ Tenaga Kefarmasian 89
6. Kesmas 134
7. Gizi 19
Sumber: Profil Kesehatan Kota Binjai Tahun 2014
4.2 Karakteristik Responden
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden di Puskesmas Kota Binjai
No. Umur Jumlah Persen
1. 30 tahun 4 12.5
2. 30 - 45 tahun 22 68.8
3. >45 tahun 6 18.8
Jumlah 32 100
No. Pendidikan Jumlah Persen
1. D I 8 25
2. D III 16 50
3. D IV 5 15.6
4. S I 3 9.4
Jumlah 32 100.0
No. Masa Kerja Jumlah Persen
1. < 10 tahun 10 31.3
2. 10- 20 tahun 7 21.9
3. > 20 tahun 15 46.9
Jumlah 32 100
4.3 Analisis Univariat 4.3.1 Motivasi Intrinsik
Tabel 4.6 Distribusi Motivasi Intrinsik Responden KIA Puskesmas Kota tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai petugas KIA sesuai dengan fungsi sebagai petugas KIA sesuai dengan kewenangan anda
22 68,8 10 31,3 0 0,0 32 100
4. Melaksanakan
pelayanan KIA sesuai dengan waktu kerja
2. Merasakan peningkatan dalam karier dengan
menjadi pelaksanaan
Menjalankan tugas dan fungsi sebagai petugas KIA agar di senangi dan dihargai oleh atasan
17 53,1 12 37,5 3 9,4 32 100
2. Merasa diakui sebagai pelaksana program KIA oleh rekan kerja anda
24 75,0 8 25,0 0 0,0 32 100
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa motivasi intrinsik petugas KIA berdasarkan tanggung jawab dalam melakukan program-program di puskesmas didapatkan bahwa sebagian besar petugas KIA yaitu 28 (87,5%) bertanggung jawab dengan program KIA yang dipercayakan atasannya, demikian juga sebagian besar 21 (65,6%) mengerjakan semua tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai petugas KIA sesuai dengan program yang ditetapkan. Sebagian besar 22 (68,8%) menyatakan merasa harus melakukan tugas dan fungsi sebagai petugas KIA sesuai dengan kewenangannya. Demikian juga, sebagian besar petugas 28 (87,5) melaksanakan pelayanan KIA sesuai dengan waktu kerja yang ditetapkan. Motivasi intrinsik berdasarkan kemajuan petugas KIA, menunjukkan bahwa sebagian besar petugas 17 (53,1%) kadang- kadang merasa senang melaksanakan program KIA, namun sebagian besar petugas KIA 18 (56,3%) merasa tidak melaksanakan program KIA sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sebagian besar petugas KIA 22 (68,8%) menyatakan kadang- kadang memahami dan mampu melaksanakan program KIA seperti yang ditetapkan, demikian juga sebagian besar petugas KIA 21 (65,6%) menyatakan kadang- kadang setiap sasaran dalam program KIA yang dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.