• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Grosse Akta Pengakuan Hutang Dalam Perjanjian Kredit Bank Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Grosse Akta Pengakuan Hutang Dalam Perjanjian Kredit Bank Syariah"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GROSSE AKTA

PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN

KREDIT BANK SYARIAH

TESIS

Oleh

RAHMAT R.P. L. TOBING

087011172/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GROSSE AKTA

PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN

KREDIT BANK SYARIAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Magister Kenotariatan Dalam Progra Studi Kenotariatan Pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAHMAT R.P. L. TOBING

087011172/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GROSSE AKTA

PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN

KREDIT BANK SYARIAH Nama Mahasiswa : Rahmat RPL Tobing

Nomor Pokok : 087011172 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 11 Januari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MH, PhD Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

(5)

ABSTRAK

Sektor perekonomian merupakan sektor yang cukup menjadi perhatian pada saat sekarang ini. Untuk melaksanakan kegiatan perekonomian baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum, adakalanya diperlukan modal dalam jumlah yang cukup besar. Dalam memenuhi unsur modal yang besar, maka orang atau badan hukum dapat mengajukan permohonan pinjaman kepada bank untuk mendapatkan sejumlah pinjaman modal atau yang disebut dengan kredit. Keberadaan benda jaminan selalu menjadi kendala bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Di sisi lain keberadaan jaminan juga merupakan suatu keharusan yang wajib dipenuhi karena sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Barang yang dijadikan objek jaminan dapat berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak. Salah satu benda yang lazim dijadikan jaminan adalah tanah. Pengaturan tentang jaminan berupa tanah, pemerintah telah mengaturnya dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sebagi ganti dari Lembaga Jaminan Hipotik, sedangkan untuk benda bergerak diatur dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia. Oleh karena itu dalam praktek sering diadakan grosse akta pengakuan hutang yang dibuat di depan dan oleh notaris yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan dapat dipergunakan pihak kreditor untuk menagih piutangnya manakala pihak debitor lalai membayar hutangnya. Grosse akta tersebut tidak perlu dibuktikan, sehingga harus dianggap benar apa yang tercantum di dalamnya, kecuali jika ada bukti lawan. Hal tersebut dimungkinkan karena di dalam grosse akta pengakuan hutang itu oleh notaris dibuat dengan kepala ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.”

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka sifat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskripsi yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan cara pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori. Pendekatan yuridis normatif ini dilakukan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas serta ditambah data lainnya yang diperoleh dilapangan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung bentuk, penggunaan grosse akta pengakuan hutang dan hambatan-hambatan dalam melaksanakan eksekusi grosse akta pengakuan hutang.

(6)

harus melaului Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Untuk penyelamatan pembiayaan bermasalah yang masih memiliki prospek usaha dilakukan melalui restrukturisasi dengan memperhatikan ketentuan yang telah digariskan oleh Bank Indonesia sebagai mana yang digariskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 31 /150/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi. Pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse akta pengakuan hutang oleh kreditur masih sulit dilaksanakan. Hal ini karena tidak jelasnya bentuk daripada grosse akta pengakuan hutang tersebut dan kaburnya jumlah akhir hutang debitur. Grosse akta pengakuan hutang yang dibuat oleh notaris berdasarkan permintaan bank-bank pemberi kredit belum dapat memberikan perlindungan hukum kepada bank atas tindakan wanprestasi debitur, karena di dalam grosse akta pengakuan hutang tersebut masih terdapat klausula-klasula yang bersifat perjanjian yang menimbulkan akibat hukum berupa berubah statusnya menjadi suatu akta otentik perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga eksekusinya hanya dapat dilakukan melalui gugatan perdata biasa.

(7)

ABSTRACT

Recently the economic sector is of progressive concern. To implement the economic activity either by individual or corporation, sometimes a great deal of capital is needed. In meeting the elements of great capital, individual or corporation can propose the request of loan to bank to get a number of capital loan or called credit. The eistence of collateral has been always an obstacle for business actor in expanding their business. In another hand, the existence of collateral is also an important requirement to comply with as regulated in the law, chapter 8 of the Law No. 10/1998 regarding the Banking. The objects made as object of collateral could be movable or inmovable objects. One of objects commonly made as collateral is land. The regulation of collateral as land, the government has regulated by the Law No. 4/1996 regarding the Right of underwritten as a replacement to Collateral Institution Of Mortgage, and for movable object it has been regulated by the Law No. 42/1999 regarding the Fiducia. Therefore, in practice, the grosse act of debt recognition is often made that is established before and by a notary with certain legal power and can be used by creditor party to collect the receivale account in the case that debtor is in ignorance to payback the debt. The Grosse act is not necessary to prove, thus everything contained in it should be justified for the truth, unless otherwise is specified. It is allowable because in the gross act the recognition of debt has been made by the notary in cap “FOR SAKE THE JUSTICE BASED ON THE ALMIGHTY OF GOD”.

Relevant to the problem and the objectives of research, this is a descriptive research to describe and analyze the problem presented, through juridical and normative approach. This juridical normative approach is used to make the approach on the problem by relying on the applicable statutes, documents and a variety of theories. This juridical normative approach is conducted by observing the references or resources relevant to the theme of research, including research of law principles, law sources, the theoritical scientific statutes that can analyze the problems and another data collected from the field through a direct observation, the use of grosse act of debt recognition and the obstacles in execution of debt recognition grosse act.

(8)

bank request as creditor (credit provider) can not still give the law protection on bank for disperformance of the debtor, because in grosse act of debt recognition there are still some clauses of agreement resulting in law consequence of which status can change to authentic act of agreement without executional power, thus the execution can be only conducted through the ordinary civil prosecution.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Dialah Tuhan yang kita puja, kita mintai

pertolongan dan pengampunan. Kepada-Nyalah kita berlindung dari segala kejahatan

dari diri kita dan segala keburukan amal perbuatan kita.Siapa saja yang diberi-Nya

petunjuk maka tidak ada seorang pun yan dapat menyesatkannya dan siapa yang

disesatkan-Nya, maka tidak ada siapa pun yang dapat menunjukinya ke jalan yang

benar.Shalawat dan salam bagi junjungan kita, penghulu para nabi, Muhammad

Shallallahu Alaihi wa Sallam beserta segenap keluarga dan sahabatnya serta para

pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Syukur yang tak terhingga kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penuli dapat menyelesaikan penelitan

tesis ini, dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK SYARIAH”

Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

untuk menyelesaikan studi pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Akan tetapi menurut penulis, tesis ini adalah merupakan amanah

yang diberikan dan harus dipertanggungjawabkan sedaya mampu dalam hakekat

kemanusiaan yang penuh keterbatasan. Semoga tesin ini dapat bermanfaat dan

berguna bagi seluruh umat.

Dalam penyelesaian tesis ini dengan segala kerandahan hati, perkenankanlah

(10)

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.a A (k) selaku rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi Magister

Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, M.S.,CN, sebagai ketua program studi Magister Kenotariatan dan selaku pembimbing Pertama, yang telah

memberikan perhatian dengan penuh ketelitian, mendorong serta membekali

penulis dengan nasihat dan ilmy yang bermanfaat dalam penyelesaian studi.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku pembimbing kedua, yang telah memberikan perhatian dengan penuh ketelitian, mendorong serta

membekali penulis dengan nasihat dan ilmu yang bermanfaat dalam penyelesaian

studi.

5. Bapak Notaris Syahril Sofyan,SH, M.Kn, selaku pembimbing ketiga yang

telah memberikan perhatian dengan penuh ketelitian, memberikan inspirasi

penulisan dan membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam

(11)

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada yang terhormat dan tersayang Papa B.L. Tobing (Alm) dan Mami Hj.

Zubaidah Baheram, sebagai orang tua yang selalu tulus, sabar dan memberikan

yang terbaik buat anak-anaknya, yang selalu menjadi bagian dalam hidup

penulis. Terima kasih atas doa dan cintanya serta dorongannya.

8. Kepada My Beloving Wife Irma Diana, SH. Terima kasih atas cinta, sayang,

doa serta dorongannya yang tiada henti.

9. Keempat buah hatiku Indah Aphrodity Rahmadina br. Tobing, Albar

Namurata Ararian Lb. Tobing, Birkyn Alpaskati Ararian Lb. Tobing dan

Naufal Alghifari Ararian Lb. Tobing. Terima kasih buat doa, kekuatan dan

semangat serta cinta dan sayangnya. Semoga tesis ini menjadi motivasi bagi

ananda untuk menjadi lebih maju.

10.Semua teman-teman di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara , khususnya untuk kelas penyetaraan 2009, terima

kasih atas kekompakannya selama ini dan yang selalu memberikan semangat

(12)

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga

penulis dapatmenyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis

menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini

bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalam

Medan, Januari 2010

Penulis,

(13)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Rahmat R.P.L. Tobing

Tempat / Tanggal Lahir : Pekanbaru / 13 Agustus 1962 Alamat : Jl. Purba No. 11 Timbang Galung,

Pematang Siantar

II. NAMA ORANG TUA

Ayah : Muhammad Bonar L. Tobing

Ibu : Hajjah Zubaidah Baheram

III. KELUARGA

Nama Istri : Irma Diana

Nama Anak : 1. Indah Aphrodity Rahmadina 2. Albar Namurata Ararian 3. Birkyn Alpaskati Ararian 4. Naufal Al-Ghifari Ararian

IV. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Negeri 1 Talago Tanjung Jati, Payakumbuh – Sumatera Barat

Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri III Rumbai, Pekanbaru – Riau

Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri III Rumbai, Pekanbaru – Riau

Strata I : Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta

Padang

Pendidikan Kenotariatan : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Bandung

Strata II : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Kerangka Teori dan Konsepsi... 10

1. Kerangka Teori... 10

2. Konsepsi... 20

F. Metode Penulisan ... 24

1. Jenis Penelitian... 24

2. Cara Pengumpulan Data... 25

3. Analisis Data ... 27

BAB II : EKSEKUSI OBJEK JAMINAN KREDIT BERDASARKAN GROSSE AKTA NOTARIS OLEH BANK... 28

A. Perjanjian Kredit Dengan Jaminan... 28

B. Wanprestasi Dalam Perjanjian ... 47

C. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi ... 50

(15)

BAB III : HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MELAKUKAN EKSEKUSI GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG OLEH

BANK... 77

A. Perlindungan Hukum Grosse Akta Kepada Kreditur... 77

1. Antara penerbit dengan pemegang kartu kredit ... 15

2. Antara Pemegang Kartu Kredit dengan Penjual Barang dan Jasa ... 17

3. Antara Penerbit Kartu Kredit dengan Penjual Barang dan Jasa ... 18

B. Kepastian Hukum Terhadap Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang ... 80

C. Hambatan-Hambatan Yang Dialami Pihak Bank Dalam Melakukan Eksekusi Jaminan Kredit... 81

BAB IV : KEABSAHAN GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MEMUAT DUA PERBUATAN HUKUM... 88

A. Grosse Akta Notaris Sebagai Pengikatan Jaminan Kredit ... 88

B. Tata Cara Perbuatan Grosse Akta Pengakuan Hutang Oleh Notaris ... 97

C. Paradigma Grosse Akta Pengakuan Hutang ... 102

D. Kekuatan Pembuktian dari Grosse Akta ... 109

E. Keabsahan Grosse Akta Pengakuan Hutang Yang Memuat Dua Klausula Hukum... 112

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran... 115

(16)

ABSTRAK

Sektor perekonomian merupakan sektor yang cukup menjadi perhatian pada saat sekarang ini. Untuk melaksanakan kegiatan perekonomian baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum, adakalanya diperlukan modal dalam jumlah yang cukup besar. Dalam memenuhi unsur modal yang besar, maka orang atau badan hukum dapat mengajukan permohonan pinjaman kepada bank untuk mendapatkan sejumlah pinjaman modal atau yang disebut dengan kredit. Keberadaan benda jaminan selalu menjadi kendala bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Di sisi lain keberadaan jaminan juga merupakan suatu keharusan yang wajib dipenuhi karena sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Barang yang dijadikan objek jaminan dapat berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak. Salah satu benda yang lazim dijadikan jaminan adalah tanah. Pengaturan tentang jaminan berupa tanah, pemerintah telah mengaturnya dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sebagi ganti dari Lembaga Jaminan Hipotik, sedangkan untuk benda bergerak diatur dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia. Oleh karena itu dalam praktek sering diadakan grosse akta pengakuan hutang yang dibuat di depan dan oleh notaris yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan dapat dipergunakan pihak kreditor untuk menagih piutangnya manakala pihak debitor lalai membayar hutangnya. Grosse akta tersebut tidak perlu dibuktikan, sehingga harus dianggap benar apa yang tercantum di dalamnya, kecuali jika ada bukti lawan. Hal tersebut dimungkinkan karena di dalam grosse akta pengakuan hutang itu oleh notaris dibuat dengan kepala ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.”

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka sifat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskripsi yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan cara pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori. Pendekatan yuridis normatif ini dilakukan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas serta ditambah data lainnya yang diperoleh dilapangan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung bentuk, penggunaan grosse akta pengakuan hutang dan hambatan-hambatan dalam melaksanakan eksekusi grosse akta pengakuan hutang.

(17)

harus melaului Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Untuk penyelamatan pembiayaan bermasalah yang masih memiliki prospek usaha dilakukan melalui restrukturisasi dengan memperhatikan ketentuan yang telah digariskan oleh Bank Indonesia sebagai mana yang digariskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 31 /150/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi. Pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse akta pengakuan hutang oleh kreditur masih sulit dilaksanakan. Hal ini karena tidak jelasnya bentuk daripada grosse akta pengakuan hutang tersebut dan kaburnya jumlah akhir hutang debitur. Grosse akta pengakuan hutang yang dibuat oleh notaris berdasarkan permintaan bank-bank pemberi kredit belum dapat memberikan perlindungan hukum kepada bank atas tindakan wanprestasi debitur, karena di dalam grosse akta pengakuan hutang tersebut masih terdapat klausula-klasula yang bersifat perjanjian yang menimbulkan akibat hukum berupa berubah statusnya menjadi suatu akta otentik perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga eksekusinya hanya dapat dilakukan melalui gugatan perdata biasa.

(18)

ABSTRACT

Recently the economic sector is of progressive concern. To implement the economic activity either by individual or corporation, sometimes a great deal of capital is needed. In meeting the elements of great capital, individual or corporation can propose the request of loan to bank to get a number of capital loan or called credit. The eistence of collateral has been always an obstacle for business actor in expanding their business. In another hand, the existence of collateral is also an important requirement to comply with as regulated in the law, chapter 8 of the Law No. 10/1998 regarding the Banking. The objects made as object of collateral could be movable or inmovable objects. One of objects commonly made as collateral is land. The regulation of collateral as land, the government has regulated by the Law No. 4/1996 regarding the Right of underwritten as a replacement to Collateral Institution Of Mortgage, and for movable object it has been regulated by the Law No. 42/1999 regarding the Fiducia. Therefore, in practice, the grosse act of debt recognition is often made that is established before and by a notary with certain legal power and can be used by creditor party to collect the receivale account in the case that debtor is in ignorance to payback the debt. The Grosse act is not necessary to prove, thus everything contained in it should be justified for the truth, unless otherwise is specified. It is allowable because in the gross act the recognition of debt has been made by the notary in cap “FOR SAKE THE JUSTICE BASED ON THE ALMIGHTY OF GOD”.

Relevant to the problem and the objectives of research, this is a descriptive research to describe and analyze the problem presented, through juridical and normative approach. This juridical normative approach is used to make the approach on the problem by relying on the applicable statutes, documents and a variety of theories. This juridical normative approach is conducted by observing the references or resources relevant to the theme of research, including research of law principles, law sources, the theoritical scientific statutes that can analyze the problems and another data collected from the field through a direct observation, the use of grosse act of debt recognition and the obstacles in execution of debt recognition grosse act.

(19)

bank request as creditor (credit provider) can not still give the law protection on bank for disperformance of the debtor, because in grosse act of debt recognition there are still some clauses of agreement resulting in law consequence of which status can change to authentic act of agreement without executional power, thus the execution can be only conducted through the ordinary civil prosecution.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor perekonomian merupakan sektor yang cukup menjadi perhatian pada

saat sekarang ini. Untuk melaksanakan kegiatan perekonomian baik yang dilakukan

oleh perorangan maupun badan hukum, adakalanya diperlukan modal dalam jumlah

yang cukup besar. Dalam memenuhi unsur modal yang besar, maka orang atau badan

hukum dapat mengajukan permohonan pinjaman kepada bank untuk mendapatkan

sejumlah pinjaman modal atau yang disebut dengan kredit. Calon debitur akan

memberikan barang jaminan sebagai agunan. Barang yang dijadikan objek jaminan

atau agunan tersebut dapat berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak.

Keberadaan benda jaminan selalu menjadi kendala bagi pelaku usaha dalam

mengembangkan usahanya. Di sisi lain keberadaan jaminan juga merupakan suatu

keharusan yang wajib dipenuhi karena sudah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan, yaitu Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.

Barang yang dijadikan objek jaminan dapat berupa benda bergerak maupun

yang tidak bergerak. Salah satu benda yang lazim dijadikan jaminan adalah tanah.

Pengaturan tentang jaminan berupa tanah, pemerintah telah mengaturnya dalam

Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sebagi ganti dari

Lembaga Jaminan Hipotik, sedangkan untuk benda bergerak diatur dalam

(21)

Pemberian kredit oleh bank kepada debitor dilakukan melalui perjanjian

kredit. Perjanjian kredit bank ini terdiri atas kata “Perjanjian” dan “Kredit”. Pasal 1

angka 11 Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan

bahwa :

”kredit yang diberikan oleh bank adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga”.

Praktek perbankan menerima harta benda sebagai jaminan kredit antara lain

berupa harta benda tidak bergerak seperti tanah yang sudah bersertifikat dengan

bentuk perjanjian jaminannya adalah hak tanggungan. Selain itu ada juga harta benda

bergerak seperti mobil, stok barang dagangan, truk, barang setengah jadi,

mesin-mesin, kapal yang berukuran tidak lebih dari 20 meter kubik dengan bentuk

perjanjian jaminannya adalah jaminan fidusia. 1

Demi kepentingan kreditor yang mengadakan perutangan, undang-undang

memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua kreditor dan mengenai harta benda

debitor. Baik mengenai benda bergerak maupun tidak bergerak, baik benda yang

sudah ada maupun yang akan ada, semua menjadi jaminan bagi seluruh utang debitor.

Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditor dan menyangkut harta

1

(22)

kekayaan debitor dan sebagainya disebut jaminan umum. Artinya benda jaminan itu

tidak ditunjuk secara khusus dan tidak diperuntukkan kepada kreditor, sedang hasil

penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditor seimbang dengan

piutangnya masing-masing kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan

yang sah untuk didahulukan.2

Lain halnya dalam keadaan kelesuan dunia perekonomian seperti yang terjadi

pada masa sekarang ini. Timbul gejala bahwa pihak debitor tidak sanggup membayar

hutangnya yang dapat dibuktikan dengan banyaknya fakta tentang permintaan

executorial verkoop3 dari pihak kreditor terutama di kota-kota besar yang tergolong

pusat-pusat kegiatan bisnis dan industri.

Suatu bukti bagi masyarakat bahwa kelesuan perekonomian telah

mengakibatkan kegagalan dan ketidakmampuan pihak debitor memenuhi

kewajibannya melunasi pembayaran hutang. Untuk menjamin kepastian

pengembalian hutang oleh debitor maka pihak kreditor mengadakan suatu perjanjian

sepihak untuk melindungi kepentingan kreditor. Akibat hukumnya, para debitor yang

demikian berada pada kategori wanprestasi yang memberi hak dan kewenangan bagi

pihak kreditor untuk memaksa pihak debitor masuk ke dalam ancaman eksekusi

berdasar Pasal 224 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement), karena perjanjian

kreditnya dituangkan dalam grosse akta pengakuan hutang.

2

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia-Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan ,(Yogyakarta : Liberty, 2003), hlm 44-45

3

(23)

Oleh karena itu dalam praktek sering diadakan grosse akta pengakuan hutang

yang dibuat di depan dan oleh notaris yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti

dan dapat dipergunakan pihak kreditor untuk menagih piutangnya manakala pihak

debitor lalai membayar hutangnya.

Grosse akta tersebut tidak perlu dibuktikan, sehingga harus dianggap benar

apa yang tercantum di dalamnya, kecuali jika ada bukti lawan. Hal tersebut dimungkinkan karena di dalam grosse akta pengakuan hutang itu oleh notaris dibuat

dengan kepala ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA.”

Dengan adanya kata-kata tersebut maka grosse akta mempunyai titel

eksekutorial yang dipersamakan dengan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum tetap. Dasar hukum dari ketentuan tersebut di atas terdapat di dalam Pasal 224

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement)/258 Rbg yang mengatakan suatu grose

daripada akta hipotek dan surat hutang yang diperbuat dihadapan notaris di Indonesia

dan yang kepalanya memakai perkataan ”Atas Nama Seri Baginda Raja” berkekuatan

sama dengan putusan hakim.

Bila dilihat dari pengertian di atas maka tampak sekali bahwa parate eksekusi

ini, memberikan posisi yang melindungi kreditor. Patutlah dipahami mengapa

pembuat undang-undang memberikan hak tersebut bagi kreditor, yaitu semata-mata

agar kreditor mendapat kedudukan yang lebih baik bagi pelunasan huangnya dan

(24)

debitor telah menyisihkan sebagian atau seluruh harta kekayaannya untuk pelunasan

hutangnya apabila dikemudian hari ia wanprestasi.

Kestimewaan grosse akta tersebut adalah dalam proses penyelesaian suatu

perjanjian hutang dimana tidak melalui proses yang lazim dan umum yang harus

ditempuh perihal mengadili perkara perdata yang harus diperiksa oleh Pengadilan

Negeri seperti yang tercantum dalam Pasal 118 HIR. Dalam grosse akta tersebut telah

melekat kekuatan eksekutorial yang selanjutnya apabila debitor lalai memenuhi

kewajibannya maka kreditor terbuka jalan untuk mengajukan permohonan eksekusi

grosse akta kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana debitor diam atau tinggal atau

tempat kedudukan yang telah dipilih dalam akta.4

Pelaksanaan eksekusi dari grosse akta pengakuan hutang yang berkekuatan

eksekutorial tidak dapat dilaksanakan secara serta merta, melainkan harus melalui

prosedur permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Secara Yuridis

semua grosse akta pengakuan hutang dapat dilaksanakan eksekusi langsung yakni

melalui tahapan-tahapan permohonan sita eksekusi barang jaminan kepada Ketua

Pengadilan Negeri sampai pada tahapan pelelangan barang jaminan tersebut, namun

pelaksanaannya akan banyak dipengaruhi oleh kelengkapan-kelengkapan dari suatu

grosse akta pengakuan hutang tersebut.

Faktor kendala yang paling banyak ditemukan adalah hal-hal yang berkenaan

dengan pembuatan dokumen-dokumen grosse akta yang bersangkutan karena bagi

4

(25)

pengadilan dan secara yuridis, syarat formal keabsahan setiap grosse akta merupakan

esensi keabsahan grosse akta5 untuk dapat disamakan eksistensinya sebagai putusan

yang mengandung nilai atau mempunyai kekuatan eksekusi yang dapat dijalankan

eksekusinya.

Kekeliruan pembuatan dokumen grosse akta banyak disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan dalam memahami dan mendudukkan bentuk grosse akta yang

ditentukan dalam Pasal 224 HIR/258 Rbg, sehingga tidak berlebihan dikatakan jika

hampir semua grosse akta yang dijumpai sering tumpang tindih antara grosse akta

pengakuan hutang dengan grosse akta hipotik, atau grosse akta pengakuan hutang

dengan grosse akta hak tanggungan. Akibatnya grosse akta yang diajukan

merupakan grosse akta yang tidak jelas bentuknya.

Selain masalah tersebut di atas, masih ada satu masalah lagi yang sering

menjadi kendala executorial verkoop atas grosse akta yaitu mengenai jumlah hutang

yang harus dibayar debitur. Mengapa pada umumnya dalam klausul perjanjian selalu

disebut hak mutlak pihak kreditur untuk menetapkan jumlah akhir perjanjian kredit.

Akta pengakuan hutang merupakan akta notariil yang murni berdiri sendiri

dan tidak dapat disertai atau ditambah dengan persyaratan-persyaratan lain terlebih

lagi yang berbentuk perjanjian dan pemberian kuasa. Pemberian kuasa tersebut batal

demi hukum karena bertentangan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14

5

(26)

Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak

Atas Tanah serta notaris mempunyai tanggung jawab moral dan dapat dituntut untuk

memberi ganti rugi jika merugikan pihak lain.

Pelaksanaan eksekusi dari grosse akta pengakuan hutang yang berkekuatan

eksekutorial tidak dapat dilaksanakan secara serta merta, melainkan harus melalui

prosedur permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Secara Yuridis

semua grosse akta pengakuan hutang dapat dilaksanakan eksekusi langsung yakni

melalui tahapan-tahapan permohonan sita eksekusi barang jaminan kepada Ketua

Pengadilan Negeri sampai pada tahapan pelelangan barang jaminan tersebut, namun

pelaksanaannya akan banyak dipengaruhi oleh kelengkapan-kelengkapan dari suatu

grosse akta pengakuan hutang tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya keseragaman pendapat

mengenai bentuk dari akta pengakuan hutang antara notaris dan hakim sehingga tidak

ada lagi akta pengakuan hutang yang tidak dapat dieksekusi karena mengandung

cacat yuridis. Juga notaris harus cermat dan hati-hati dalam membuat suatu akta

supaya tidak kehilangan sifat otentiknya dan merugikan pihak lain.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan dalam latar belakang di atas

maka diajukan permasalahan sebagai berikut :

1. Mengapa bank melakukan eksekusi grosse akta pengakuan hutang sebagai upaya

(27)

2. Hambatan-hambatan apa yang dialami pihak bank dalam melakukan eksekusi

grosse akta pengakuan hutang?

3. Bagaimanakah keabsahan akta notaris (akta pengakuan hutang) yang memuat dua

perbuatan hukum dalam satu akta?

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian dan penulisan ini adalah:

1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan tentang grosse akta

pengakuan hutang dalam perkembangan ilmu hukum yang erat kaitannya dalam

menciptakan perkembangan ekonomi khususnya di bidang kredit perbankan di

Indonesia.

2. Manfaat Praktis :

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi kalangan praktisi

yakni Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan kalangan perbankan

mengenai sejauh mana peranan suatu grosse akta pengakuan hutang dalam

pelaksanaan perjanjian kredit perbankan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran kepada kalangan

praktisi tentang akibat hukum yang timbul dari grosse akta pengakuan hutang

(28)

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengetahuan penulis, khususnya di lingkungan Sekolah

Pascasarjana Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan Tesis tentang Grosse

Akta Pengakuan Hutang Sebagai Upaya Melindungi Kepentingan Bank Pemberi

Kredit di Kota Medan, belum pernah ditulis.

Adapun Judul-judul penelitian terdahulu yang membahas tentang Grosse Akta

Notaris antara lain :

1. Hambatan Pelaksanaan Lelang Eksekusi Grosse Akta Notaris di Pengadilan

Negeri Medan, yang diteliti oleh Indrani Lusinta (NIM : 017011029)

2. Analisis Yuridis Terhadap Grosse Akta Notaris Sebagai Pengikatan Jaminan

Dikaitkan Dengan Kredit Macet oleh Asido Sihombing (NIM : 077011005)

3. Paradigma Grosse Akta sesudah berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris

nomor 30 tahun 2004 yang diteliti oleh Sabarina (NIM : 047011058)

4. Tinjauan Yuridis Akta Pengakuan Hutang Yang Dibuat Oleh Notaris Dan

Pelaksanaannya Dalam Praktek, yang diteliti oleh Eddy Susanto (NIM

047011015).

Oleh karena itu penulisan ini dapat dikatakan penulisan yang pertama kali

dilakukan, sehingga keaslian penulisan ini dapat dipertanggung-jawabkan secara

(29)

E. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori.

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.6

Kerangka Teori yang dimaksud adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.7

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan

arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.8

Teori yang menjadi pedoman dalam penulisan tesis ini adalah bahwa grosse

akta pengakuan hutang merupakan salah satu perjanjian assesoir yang mempunyai

kekekuatan eksekutorial yang erat hubungannya dengan perkembangan kredit

perbankan di Indonesia

Kegiatan kredit perbankan di Indonesia pada saat ini sudah tidak bisa

dilepaskan dari ikatan hubungan persetujuan yang dituangkan dalam bentuk grosse

akta. Luasnya frekuensi dan intensitas perjanjian pinjaman uang dalam lalu

lintas dunia bisnis dan industri pada lima belas tahun terakhir ini telah menyeret

6

Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia UI-Press, 1986), hal. 6.

7

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. 8

(30)

Pasal 224 HIR/258 Rbg ke kancah arena perputaran hubungan dunia keuangan dan

perbankan.

Dalam menganalisa gejala tersebut di atas yang terjadi dalam praktek

perbankan dan perundang-undangan khususnya dalam permasalahan kredit maka

diperlukan adanya suatu pendekatan sistem.

Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan

landasan, di atas mana dibangun tertib hukum.9 Maksud menggunakan pendekatan

sistem adalah mengisyaratkan terdapatnya kompleksitas masalah hukum grosse akta

yang dihadapi dengan tujuan untuk menghindarkan pandangan yang

menyederhanakan persoalan grosse akta sehingga menghasilkan pendapat yang keliru

mengenai hubungan antara pemberian kredit, penyelesaian kredit dengan grosse akta.

Berdasarkan pendekatan sistem ini, dapat diketahui bahwa esensi dari

pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah terletak pada :

a. Collateral (agunan) yaitu kemampuan si calon debitur memberikan agunan yang

berharga secara ekonomis dan legal secara hukum.10

b. Credit Repayment yaitu kemampuan si calon debitur untuk melakukan

pengembalian kredit kepada bank tepat pada waktu yang telah diperjanjikan.

9

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 15.

10

(31)

Oleh karena itu dalam pemberian kredit, salah satu upaya preventif11 dalam

mengatasi kredit macet adalah melakukan pengikatan kredit secara notaril, karena

secara yuridis akan memberikan suatu efek hukum yang positif sebab salah satu

fungsi suatu akta notaril adalah guna pembuktian dikemudian hari.

Grosse akta merupakan salah satu unsur dalam sistem pengamanan kredit

bank, yang dilahirkan dengan didahului perjanjian pokok12 yakni perjanjian

pinjam-meminjam uang.

Mengenai definisi dari perjanjian itu sendiri oleh para sarjana juga diartikan

secara berbeda-beda pula yaitu menurut :

a. Subekti: Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.13

b. R.Wirjono Prodjodikoro: Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai

harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan

sesuatu prestasi, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan prestasi

tersebut.14

11

Usaha preventif berarti segala upaya mencegah terjadinya suatu masalah dikemudian hari. Pengawasan yang dilakukan harus bersifat preventif artinya harus dapat mencegah timbulnya penyimpangan. Lihat Suyatno, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1985), hal. 9.

12

Konstruksi ini menunjukkan bahwa grosse akta memiliki karakter assessor, seperti yang dianut dalam Fidusia, yakni Pasal 4 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia yang berbunyi “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”

13

R.Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), hal. 122. 14

(32)

c. Abdulkadir Muhammad: Perjanjian adalah suatu Persetujuan dengan mana dua

orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam

lapangan harta kekayaan.15

d. KUHPerdata Indonesia, Perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.16

Dari rumusan perjanjian diatas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur

perjanjian itu adalah:

a. adanya para pihak.

b. adanya persetujuan antara para pihak.

c. adanya tujuan yang akan dicapai.

d. adanya prestasi yang akan dilaksanakan.

Mengenai definsi perjanjian pinjam meminjam, KUHPerdata Indonesia ada

mengaturnya yakni sebagai berikut :

Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian dimana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang meminjam akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula 17

Adapun hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian pinjam

meminjam adalah :

a. Pihak yang meminjamkan, mempunyai :

15

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hal 78

16

Pasal 1313 KUHPerdata 17

(33)

1) Kewajiban untuk tidak dapat meminta kembali apa yang dipinjamkannya

sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian.18

2) Hak untuk memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang

yang menghabis karena pemakaian.19

b. Pihak Peminjam, mempunyai :

1) Hak untuk menjadi pemilik sementara atas barang yang dipinjamkan.20

2) Kewajiban untuk mengembalikan barang pinjaman dalam jumlah dan keadaan

yang sama pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. 21

Perjanjian pinjam meminjam dalam dunia perbankan di Indonesia lebih

dikenal dengan sebutan perjanjian kredit bank.22 Pada kenyataannya perjanjian kredit

bank biasanya berbentuk perjanjian sepihak saja atau berbentuk syarat baku yang

berarti bahwa :

Syarat-syarat dalam kontrak tersebut secara nyata telah digunakan dan

ditentukan oleh salah satu pihak tanpa negosiasi dengan pihak lain, dan mengikatnya

syarat baku tersebut bagi para pihak adalah didasarkan pada tanda-tangan pada

dokumen kontrak tersebut secara keseluruhan, sekurang-kurangnya selama

18

Pasal 1759 KUHPerdata 19

Pasal 1765 KUH Perdata 20

Pasal 1755 KUH Perdata 21

Pasal 1763 KUH Perdata 22

(34)

syarat tersebut direproduksi diatas tanda-tangan itu misalnya dibagian belakang dari

dokumen kontrak tersebut. 23

Pemberian jaminan selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan si

pemberi untuk pemenuhan kewajibannya. Artinya, pemberi Jaminan telah

melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu. 24

Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti

melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut. Kekuasaan yang dimaksud

bukanlah melepaskan kekuasaan benda secara ekonomis melainkan secara

yuridis.25

Benda yang dijadikan jaminan adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan

dialihkan, baik berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak

terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang dapat dibebani dengan hak

tanggungan, hipotik dan/atau fidusia.26

Mengenai jaminan yang objeknya benda haruslah memperhatikan beberapa

asas-asas Hukum Jaminan sebagaimana yang dikatakan oleh Mariam Darus

adalah:

1. Hak atas hak kebendaan (real right). Sifat hak kebendaan adalah absolut, artinya hak ini dapat dipertahankan pada setiap orang. Pemegang hak benda berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya. Sifat lain dari hak

23

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal 190

24

Abdulkadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 9-12.

25

R. Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 27.

26

(35)

kebendaan adalah droit de suite, artinya hak kebendaan mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun dia berada. Di dalam karakter ini terkandung asas hak yang tua didahulukan dari hak yang muda (droit de preference). Jika beberapa kebendaan diletakkan di atas suatu benda, berarti kekuatan hak itu ditentukan oleh urutan waktunya. Selain itu, sifat hak kebendaan adalah memberikan wewenang yang kuat kepada pemiliknya, hak itu dapat dinikmati, dialihkan, dijaminkan, disewakan.

2. Asas asesor artinya hak jaminan ini bukan merupakan hak yang berdiri sendiri (zelfstandingrecht), tetapi ada dan hapusnya bergantung (accessorium) kepada perjanjian pokok.

3. Hak yang didahulukan artinya hak jaminan merupakan hak yang didahulukan pemenuhannya dari piutang lain.

4. Objeknya adalah benda yang tidak bergerak, terdaftar atau tidak terdaftar. 5. Asas asesi yaitu perlekatan antara benda yang ada di atas tanah dengan tapak

tanahnya.

6. Asas pemisahan horisontal yaitu dapat dipisahkan benda yang ada di atas tanah dengan tanah yang merupakan tapaknya.

7. Asas terbuka artinya ada publikasi sebagai pengumuman agar masyarakat mengetahui adanya beban yang diletakkan di atas suatu benda.

8. Asas spesifikasi/pertelaan dari benda jaminan. 9. Asas mudah dieksekusi.27

Yang namanya perjanjian itu, baik itu perjanjian kredit maupun perjanjian

apapun juga, pasti melakukan suatu prestasi. Yang dimaksud dengan prestasi dalam

ilmu hukum adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.28

Akta pengakuan hutang merupakan suatu bentuk prestasi yaitu tidak berbuat

sesuatu, yang berarti bahwa dalam akta pengakuan hutang, kreditur tidak berbuat

sesuatu karena kreditur hanya bersifat diam, kreditur hanya menerima pengakuan dari

27

Mariam Darus Badrulzaman,”Kerangka Hukum Jaminan Indonesia”, Kertas Kerja Dalam Workshop Hukum Jaminan, diselenggarakan oleh Elips Project bekerjasama dengan USU, Medan, tanggal 2 Desember 1993. Bandingkan dengan asas-asas umum hukum benda dan ciri-ciri hukum benda yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 21.

28

(36)

debitur bahwa benar debitur mengaku telah berhutang kepada kreditur atas sejumlah

uang atau benda.

Para pihak dalam perjanjian harus saling menunaikan prestasi

masing-masing.29 Apabila debitur tidak melakukan prestasinya sebagaimana yang telah

diperjanjikan, yakni membayar kredit maupun angsuran kredit tepat pada waktunya

maka kreditur tidak dapat secara langsung mengatakan debitur telah melakukan

wanprestasi.

Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah

lalai untuk memenuhi prestasinya. Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi

telah ditentukan tenggang waktunya, maka menurut Pasal 1238 KUHPerdata30

Indonesia, debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, dan suatu

somasi harus diajukan secara tertulis yang menerangkan apa yang dituntut, atas dasar

apa serta pada saat kapan diharapkan pemenuhan presetasi. Hal ini berguna bagi

kreditur apabila ingin menuntut debitur di muka pengadilan maupun untuk memohon

fiat eksekusi dari pengadilan untuk melakukan eksekusi benda jaminan maupun

melakukan eksekusi grosse akta. Oleh karena itu somasi merupakan suatu alat bukti

yang membuktikan bahwa debitur betul-betul telah melakukan wanprestasi.

29

Dalam perjanjian berlaku asas pacta sun servanda yang berarti setiap perjanjian adalah mengikat dan para pihak harus saling menetapi janji yang telah dibuatnya, selanjutnya lihat Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2002), hal 335

30

(37)

Wanprestasi dapat timbul karena kesengajaan atau kelalaian Debitur itu

sendiri dan karena adanya keadaan memaksa, kedua hal ini yang menyebabkan : 31

a. Debitur tidak memenuhi prestasinya sama sekali.

b. Debitur memenuhi prestasinya, tetapi tidak sebagaimana mestinya.

c. Debitur memenuhi prestasi, tetap tidak tepat pada waktunya.

d. Debitur memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam perjanjian.

Sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata Indonesia,32 maka

kreditur dapat memilih tuntutan-tuntutan haknya berupa :

a. Pemenuhan perjanjian

b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

c. Ganti rugi saja

d. Pembatalan perjanjian.

e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Upaya kreditur dalam menjalankan haknya sebagaimana yang diberikan

dalam Pasal 1267 KUHPerdata Indonesia tersebut diatas, yakni pemenuhan perjanjian

disertai dengan ganti rugi, maka kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap grosse

akta maupun eksekusi terhadap benda jaminan debitur.

31

P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal 340.

32

(38)

Grosse akta dapat dieksekusi karena memuat titel eksekutorial yaitu

terdapatnya kalimat irah-irah yang berbunyi :Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa, sehingga demikian grosse akta disamakan dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang dengan demikian

dapat dieksekusi.33

Mengenai eksekusi ini dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yakni sebagai

berikut:34

a. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur di dalam Pasal 196 HIR. b. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu

perbuatan. Ini diatur dalam Pasal 224 HIR/258 Rbg. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan. Akan tetapi, pihak yang dimenangkan dapat minta kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.

c. Eksekusi riil, yaitu merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil itu adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Eksekusi riil ini tidak diatur dalam HIR akan tetapi diatur dalam Pasal 1033 Rv yang merupakan pelaksanaan putusan yang berupa pengosongan benda tetap. HIR hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang (Pasal 200 ayat (11) HIR).

d. Eksekusi parat (parate executie), yaitu merupakan pelaksanaan perjanjian tanpa melalui gugatan atau tanpa melalui pengadilan. Parate executie ini terjadi apabila seorang kreditur menjual barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Pasal 1155, 1175 (2) BW).

Agar suatu jaminan kredit dapat dieksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial

grosse akta maka proses pembuatan grosse akta harus dilakukan secara sempurna,

33

Soedikno Merto Kusumo, Eksekusi Objek Hak Tanggungan Permasalahan dan Hambatannya. Makalah yang disajikan pada penataran Dosen Hukum Perdata, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 16-23 Juli 1996, hal. 6.

34

(39)

mulai dari tahap pembuatan akta perjanjian kredit yang diikuti dengan pembuatan

akta tambahan yang melengkapi perjanjian kredit yakni akta pengikatan jaminan, dan

akta pengakuan hutang yang dibuat secara sepihak oleh debitur. Tahapan ini

mempunyai arti yang penting karena akan memberikan karakter tersendiri dengan

segala akibatnya.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep

dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara

abstraksi dan realitas.35

Konsepadalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan

sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang

disebut dengan operational definition.36 Pentingnya definisi operasional adalah untuk

menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu

istilah yang dipakai.37 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam

penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional

diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

35

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 4.

36

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 10.

37

(40)

Akta autentik yaitu suatu akta yang di dalam bentuk menurut ketentuan

undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu

di tempat mana akta itu dibuat.38

Grosse akta adalah suatu turunan atau salinan dari akta notaris yang diberi

titel eksekutorial “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.39

Grosse akta pengakuan hutang adalah pernyataan pengakuan sepihak dari

debitur tentang hutangnya kepada pihak kreditur yang dirumuskan notaris dalam

grosse akta.40

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya.41

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak;42

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

38

Pasal 1867 KUH Perdata. 39

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal.40

40

M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 207. 41

Pasal 1 angka 1 undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

42

(41)

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga;43

Debitor adalah orang atau badan usaha yang memiliki hutang kepada bank

atau lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.44

Kreditor adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang

mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.45

Kreditor preferensi adalah kreditur pemegang hak jaminan yang memiliki

hak secara didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan

piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan. 46

Kreditor separatis adalah kreditur yang penagihan piutangnya seolah-olah

tidak terjadi kepailitan karena dianggap berdiri sendiri.47

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara nasabah debitur dengan

kreditur yang terjadi di lingkungan perbankan dan notaris dalam bentuk tertulis.48

Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam

bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai akibat perjanjian kredit.49

43

Pasal 1 angka 11 undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

44

Bandingkan dengan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan.

45

Bandingkan dengan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan.

46

Sutan Remy Syadeini, Hukum Jaminan dan Kepailitan, (Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, 2000), hal 7

47

Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1998), hal 105.

48

(42)

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada

bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah;50

Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan

keyakinan, bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya, yang dapat dinilai dengan

uang yang timbul dari suatu perikatan.51

Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang

menjadi objek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi

pelunasan hutang debitur apabila debitur ingkar janji.52

Benda jaminan adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik

yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak

terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani hak

tanggungan atau hipotik.53

Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau

karena ditentukan undang-undang.54

Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat

dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.55

49

Bandingkan dengan Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan.

50

Pasal 1 angka 23 undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

51

Tan Kamello. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2004), hal.33

52

H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 213

53

Bandingkan dengan Pasal 1 angka 40 Jo Pasal 3 Undang-undang Jaminan Fidusia. 54

(43)

Putusan pengadilan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu

pemeriksaan perkara baik pada tingkat pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi,

yang belum dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Termasuk juga kasasi yang

sedang dan telah diputuskan oleh Mahkamah Agung.56

F. Metode Penulisan

1. Jenis Penelitian

Dari judul dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dan

supaya dapat memberikan hasil yang bermanfaat maka penelitian ini dilakukan

dengan penelitian yang bersifat deskripsi57 yaitu menggambarkan dan menganalisa

masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan cara pendekatan

yuridis normatif58 .

Pendekatan yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan

pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.59 Pendekatan yuridis

normatif dalam penelitian ini dilakukan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang

55

Subekti, Ibid., hal. 62. 56

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 797 57

Soerjono Soekanto, Op-Cit, hal. 9. 58

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lebih lanjut lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995), hal 13.

59

(44)

relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,60

sumber-sumber hukum,61 peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah

yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas serta ditambah data lainnya

yang diperoleh dilapangan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung

bentuk, penggunaan grosse akta pengakuan hutang dan hambatan-hambatan dalam

melaksanakan eksekusi grosse akta pengakuan hutang.

2. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data

sekunder,62 oleh karena itu alat pengumpulan data yang dipergunakan didalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Library Research (Studi Kepustakaan)63

Metode ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, menafsirkan

dan mentransfer dari sumber atau bahan-bahan tertulis sebagai berikut :

60

M. Solly Lubis, Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung: Alumni, 1997), hal. 89, mengatakan asas-asas hukum adalah dasar kehidupan yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan-hubungan sesama anggota masyarakat.

61

Amiruddin A. Wahab, dkk., ”Pengantar Hukum Indonesia”, Bahan Ajar Untuk Kalangan Sendiri, (Banda Aceh, FH-Unsyiah, 2007), hal. 73, menyatakan: sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat yang bersifat mengikat, memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.

62

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2004), hal 121.

63

(45)

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan

perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan

Menteri, Surat Edaran Mahkamah Agung dan peraturan yang ada kaitannya

dengan Grosse Akta Pengakuan Hutang.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku referensi dan

informasi, akta perjanjian kredit, grosse akta pengakuan hutang, dan sertifikat

hak tanggungan.

3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan

penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum,

kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.

b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Metode ini dilakukan dengan melakukan pegamatan64 terhadap bentuk

dan penggunaan grosse akta serta melakukan wawancara kepada sejumlah

pejabat bank Syariah Mandiri Pematang Siantar dan beberapa notaris di Pematang

Siantar.

64

(46)

3. Analisa Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan maupun

studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara kualitatif65 yakni dengan

mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data

yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang

terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan logika induktif66 yaitu berpikir dari

hal yang khusus menuju hal yang lebih umum, dengan menggunakan perangkat

normatif, yakni interpretasi dan konstruksi hukum dan selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan cara metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara

metode deduktif yang menghasilkan suatu kesimpulan yang bersifat umum terhadap

permasalahan dan tujuan penelitian.

65

Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal.10

66

(47)

BAB II

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN KREDIT BERDASARKAN GROSSE AKTA NOTARIS OLEH BANK

A. Perjanjian Kredit Dengan Jaminan 1. Perjanjian Pada Umumnya

Hartkamp, menyatakan bahwa: “perjanjian adalah tindakan hukum yang

terbentuk dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan perihal aturan

bentuk formal atau perjumpaan pernyataan kehendak yang saling bergantung satu

sama lain sebagaimana dinyatakan oleh dua pihak atau lebih,dan dimaksud untuk

menimbulkan akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak serta atas beban pihak

lainnya, atau demi kepentingan dan atas beban kedua belah pihak (semua) pihak

bertimbal balik.67

Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh

hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan

menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang. 68

Menurut Roscou Pound, perjanjian bagian dari harta kekayaan. Sebagian

kekayaan terdiri atas janji-janji. Sebagian yang penting dari harta benda seseorang

adalah keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain bahwa akan disediakan atau

67

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 139.

68

(48)

diserahkannya, terdiri atas tuntutan terhadap keuntungan yang dijanjikan, yang

diajukannya terhadap perseorangan tertentu.69

Dengan demikian, hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa

perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan atau perikatan timbul karena

adanya perjanjian.

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk sahnya

suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Mengenai suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai

orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat

yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri

atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.70Apabila salah satu dari syarat

subjektif tersebut diatas tidak dapat dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan,

sedangkan apabila salah satu dari syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal

demi hukum.71

Syarat pertama, sepakat atau juga dinamakan perizinan, maksudnya bahwa

subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal

69

Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip Unidroit Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal. 6.

70

Subekti, ibid, hal 17. 71

(49)

pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu,

juga dikehendaki oleh pihak yang lain.

Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih

dengan pihak lainnya. Pernyataan kehendak antara dua orang atau lebih dengan pihak

lainnya. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:

a. Bahasa yang sempurna dan tulisan;

b. Bahasa yang sempurna secara lisan;

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena

dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa

yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e. Diam atau membisu, tetapi dipahami atau diterima pihak lawan.72

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu

dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tulisan. Tujuan pembuatan

perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak

dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa dikemudian hari.

Momentum terjadinya perjanjian, yaitu pada saat terjadinya persesuaian antara

pernyataan dan kehendak antara kreditur dan debitur.73

72

Achmad Ikhsan, Hukum Perdata I-B, (Jakarta: Pembimbing Massa, 1967), hal. 24 73

(50)

Kesepakatan di antara para pihak diatur dalam Pasal 1321 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata sampai dengan Pasal 1328 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum

Perdata. Menurut ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

tersebut, pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian

dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi

karena adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan.74

Kecakapan bertindak adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang

yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang yang cakap dan mempunyai

wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh

Undang-Undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan

hukum adalah orang yang sudah dewasa. Dewasa menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata adalah telah berumur 21 tahun atau telah menikah. Orang yang tidak

berwenang untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu:75

a. Anak dibawah umur (minderjarigheid);76

b. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan;77

kehendak (perjanjian ini terjadi apabila ada persesuaian antara pernyataan dan kehendak. Apabila terjadi ketidakwajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian), teori pernyataan (kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui oleh orang lain, akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi)., dan teori kepercayaan (setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yangmenimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian).

75

Salim HS, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 33

76

Lihat Pasal 299 KUHP 77

Referensi

Dokumen terkait

Asido Sihombing : Analisis Yuridis Terhadap Grosse Akta Notaris Sebagai Pengikatan Jaminan Dikaitkan Dengan Kredit Macet (Studi Di Kota Medan), 2009. Subekti: Perjanjian adalah

Dalam Pasal 224 HIR atau 258 RBg memperkenakan eksekusi terhadap bentuk grosse akta yang didalamnya memuat kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa”,

umum pada Pasal 1211 KUH Perdata adalah pengadilan, bukan jawatan lelang 20. Pandangan di atas dapat disetujui mengingat tujuan diadakannya akta pengakuan utang yang

Dalam skripsi ini dibahas mengenai faktor-faktor terjadinya wanprestasi dalam perjanjian kredit, akibat terjadinya wanprestasi debitur dan upaya untuk menghindarinya,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum identitas palsu debitur dalam akta notaris mengenai perjanjian kredit terhadap pihak ketiga pemberi jaminan

umum pada Pasal 1211 KUH Perdata adalah pengadilan, bukan jawatan lelang 20. Pandangan di atas dapat disetujui mengingat tujuan diadakannya akta pengakuan utang yang

Demikian pula mengenai akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat pembuat akta di bidang hukum perdata berdasarkan Peraturan

Tujuan penulisan tesis ini adalah Untuk mengetahui latar belakang pertimbangan hakim dalam memutus perkara kuasa jual sebagai jaminan eksekusi akta pengakuan hutang