• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Sediaan Vitamin C Megadosis Dengan Sistem Gastric Delivery Memakai Kapsul Alginat Dan Pengujian Keamanannya Pada Lambung Kelinci

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Sediaan Vitamin C Megadosis Dengan Sistem Gastric Delivery Memakai Kapsul Alginat Dan Pengujian Keamanannya Pada Lambung Kelinci"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN SEDIAAN VITAMIN C MEGADOSIS DENGAN SISTEM GASTRIC DELIVERY MEMAKAI KAPSUL ALGINAT

DAN PENGUJIAN KEAMANANNYA PADA LAMBUNG KELINCI

SKRIPSI

OLEH:

(2)

PEMBUATAN SEDIAAN VITAMIN C MEGADOSIS DENGAN SISTEM GASTRIC DELIVERY MEMAKAI KAPSUL ALGINAT

DAN PENGUJIAN KEAMANANNYA PADA LAMBUNG KELINCI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH

CHRISTINA MAGDALENA SIHITE NIM 040804026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Lembar Pengesahan Skripsi

PEMBUATAN SEDIAAN VITAMIN C MEGADOSIS DENGAN SISTEM GASTRIC DELIVERY MEMAKAI KAPSUL ALGINAT

DAN PENGUJIAN KEAMANANNYA PADA LAMBUNG KELINCI

OLEH

CHRISTINA MAGDALENA SIHITE NIM 040804026

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: Desember 2008

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.)

NIP 130 872 286 NIP 131 283 720

(Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.) Pembimbing II, 130 872 286

(dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes) (Dr. Karsono, Apt.) NIP 132 296 844 NIP 131 415 891

(Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.) NIP 131 285 999

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang hanya oleh karena

berkat dan kasih karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menjalani masa

perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Ayahanda Drs. S.M. Sihite dan Ibunda S.N. Pasaribu, kakak – kakak dan abang

yang telah sabar dan setia memberikan dukungan, doa, semangat, dan materil

selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. dan Ibu dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes,

selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran

dari awal penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, MSi., Apt., selaku penasehat akademik yang

telah memberikan motivasi dan bimbingan selama perkuliahan.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi

yang telah meyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas

Farmasi.

4. Bapak dan Ibu penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

5. Dosen-dosen di Fakultas Farmasi yang telah membimbing penulis selama

(5)

6. Teman-teman kelompok kecil ”SOLA GRATIA”: Kak Esmika, K’Siska, Fero,

Monda, Ferina, dan Renni, atas kebersamaan, dukungan, semangat dan saling

berbagi satu sama lain.

7. Rekan-rekan penelitian: Rutan, Monda, K’Efi, K’Leli, K’Lisda, dan

K’Bintang, yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Analis Laboratorium K’Yuni yang telah membantu dalam penyediaan alat dan

pelaksanaan penelitian.

9. Teman-teman stambuk 2004, khususnya “KANTIN” dan “KAPAS”

(“OMNIPRESENT”) atas dukungan semangat dan kebersamaan selama

perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

10.Abang, kakak, dan adik-adik Fakultas Farmasi atas dukungan dan semangat

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya penulis berharap

semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Medan, Desember 2008 Penulis,

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan sediaan vitamin C megadosis dengan

sistem gastric delivery dalam kapsul alginat, perbandingan disolusi dan efek iritasi

terhadap vitamin C megadosis dalam kapsul alginat dengan tablet Enervon-C®

dan kapsul gelatin. Uji disolusi vitamin C dilakukan dengan metode dayung pada

medium lambung pH 1,2 dan kadar vitamin C ditentukan dengan titrasi

menggunakan 2,6-diklorofenolindofenol. Untuk melihat efek iritasi lambung

dilakukan pengujian iritasi secara akut pada kelinci dengan memberikan tablet

Enervon-C®

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju disolusi vitamin C dalam kapsul

alginat lebih lambat dibandingkan dengan vitamin C dalam tablet Enervon-C , kapsul gelatin dan kapsul alginat yang mengandung vitamin C secara

oral lalu dibedah setelah 5 jam dan diperiksa keadaan lambungnya secara

makroskopik dan mikroskopik (histopatologi).

® dan

kapsul gelatin. Pengujian iritasi akut secara makroskopik menunjukkan bahwa

vitamin C dengan dosis 500 mg dan 1000 mg dalam kapsul alginat tidak

menyebabkan iritasi lambung kelinci, sedangkan vitamin C dengan dosis 500 mg

dalam tablet Enervon-C® dan kapsul gelatin menyebabkan iritasi berupa

kemerahan pada mukosa lambung kelinci dan vitamin C dengan dosis 1000 mg

dalam kapsul gelatin menyebabkan iritasi berupa titik-titik luka dan penipisan

pada mukosa lambung kelinci. Pengujian iritasi akut secara mikroskopik

menunjukkan bahwa vitamin C yang diberikan dengan dosis 500 mg dan 1000 mg

dalam kapsul alginat memperlihatkan hasil lapisan mukosa lambung yang normal,

sedangkan vitamin C dengan dosis 500 mg dalam tablet Enervon-C® dan kapsul

gelatin menyebabkan iritasi berupa epitel yang renggang dan mukosa yang

berlekuk pada lambung kelinci dan vitamin C dengan dosis 1000 mg dalam kapsul

gelatin menyebabkan iritasi berupa dilatasi pembuluh darah dan penipisan epitel

pada mukosa lambung kelinci. Penelitian ini menyimpulkan bahwa vitamin C

dalam kapsul alginat merupakan sediaan gastric delivery dan dapat mencegah

(7)

ABSTRACT

The preparation of megadoses of vitamin C as a gastric delivery system using

alginate capsules, and the comparison of dissolution and irritation effects of

megadoses of vitamin C in alginate capsules to Enervon-C®

The result of this work showed that the dissolution rate of vitamin C in

alginate capsule was slower than that of vitamin C of Enervon-C

tablets and gelatine

capsules have been conducted. Dissolution of vitamin C was examined by paddle

method in medium pH 1.2 and the concentrations of vitamin C was determined by

titration using 2,6-diklorofenolindofenol. To observe the gastric irritation effect,

the acute irritation test was conducted where the capsule or tablet containing

vitamin C was orally given to the rabbit and then the stomach of the rabbit was

operated after five hours of administration of vitamin C and the stomach was

observed macroscopically and microscopically (histopathologically).

®

tablet and

gelatine capsule. The macroscopic observation showed that vitamin C in alginate

capsule in a dose 500 mg and 1000 mg didn’t cause any gastric irritation of the

stomach of the rabbits. On the other hand, 500 mg vitamin C in the Enervon-C®

tablet and in gelatine capsule caused irritation in form of reddish colour of the

stomach of the rabbit tested. Vitamin C given in the gelatine capsule in a dose

1000 mg caused the erosion of mucus of rabbit’s stomach. The microscopic

observation showed that the administration vitamin C in alginate capsule in a dose

500 mg and 1000 mg resulted normal mucus layers of stomach. However, vitamin

C in the Enervon-C® tablet and gelatine capsule in a dose 500 mg caused irritation

in a form of separation of epithelial cells and the formation of hollows of the

mucus stomach of the rabbits. Furthermore, vitamin C in gelatine capsule in a

dose 1000 mg caused irritation in a form of dilatation of blood vessels and

erosion of mucus of rabbit’s stomach. It is conclude that vitamin C in alginate

capsule is a gastric delivery preparation and it could prevent the local irritation

(8)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vitamin C ... 7

2.1.1 Uraian Bahan ... 7

2.1.2 Stabilitas ... 8

2.1.3 Fungsi Fisiologis ... 8

(9)

2.1.5 Gejala Defisiensi ... 12

2.1.6 Kebutuhan Manusia ... 13

2.1.7 Rute Pemberian ... 13

2.1.8 Penggunaan Terapeutik ... 13

2.1.9 Vitamin C Megadosis ... 14

2.1.10. Efek Samping Penggunaan Vitamin C Megadosis ... 16

2.2 Kapsul Alginat ... 16

2.3 Disolusi ... 18

2.4 Lambung ... 20

2.4.1 Anatomi Lambung ... 20

2.4.2 Histologi Lambung ... 21

2.4.3 Mekanisme Terjadinya Perdarahan Lambung ... 25

2.5 Sistem Gastric Delivery ... 26

2.6 Penetapan Kadar Vitamin C Secara in vitro ... 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Bahan-bahan ... 28

3.2 Alat-alat ... 28

3.3 Hewan Percobaan ... 29

3.4 Prosedur ... 29

3.4.1 Pembuatan Larutan 2,6-diklorofenolindofenol ... 29

3.4.2 Pembuatan Larutan Asam Metafosfat Asetat ... 29

(10)

3.4.5 Pembuatan Larutan Formalin 10 %... 29

4.1Perbedaan Pelepasan Vitamin C dari Tablet Enervon-C® Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat Pada Medium , Lambung pH 1,2... 36

4.2Pengujian Iritasi Akut Vitamin C pada Lambung Kelinci ……… 40

4.2.1 Uji Makroskopik Pemberian Tablet Enervon-C® Mengandung Vitamin C Dosis 500 mg ... 44

(11)

4.2.2 Uji Mikroskopik Pemberian Tablet Enervon-C®

Mengandung Vitamin C Dosis 500 mg ... 46

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. %Kumulatif Rata-rata Vitamin C dalam Tablet Enervon-C,

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus Bangun Vitamin C ... 7

Gambar 2. Reduksi-Oksidasi dari Vitamin C ... 9

Gambar 3. Peranan Vitamin C dalam Sintesis Kolagen... 11

Gambar 4. Pembentukan kelat Vitamin C dengan Besi ... 12

Gambar 5. Struktur Alginat ... 16

Gambar 6. Bentuk Konformasi Kotak Telur... 17

Gambar 7. Gaster (Ventriculus) dan Doudenum Proksimal... 21

Gambar 8. Penampang Lambung : Fundus atau Korpus (Potongan Transversal) dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin.57x... 23

Gambar 9. Penampang Lambung : Mukosa Fundus atau Korpus (Potongan Transversal) dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin.180x... 24

Gambar 10. Penampang Lambung : Mukosa Bagian Pylorus dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin.100x... 25

Gambar 11. Pelepasan Vitamin C dari Tablet Enervon-C® Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat yang Mengandung , Vitamin C pada Medium Lambung pH 1,2 Suhu 37ºC... 37

Gambar 12. Organ Lambung Kelinci Kontrol Tanpa Pemberian Sediaan)... 41

Gambar 13. Jaringan Lambung Kelinci Kontrol (Tanpa Pemberian Sediaan)... 43

Gambar 14. Organ Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C dalam Tablet Sediaan Pasaran Enervon-C® Dosis 500 mg... 45

(14)

Gambar 17. Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C

dalam Kapsul Gelatin Dosis 500 mg... 55

Gambar 18. Organ Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C

dalam Kapsul Gelatin Dosis 1000 mg... 57

Gambar 19. Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C

dalam Kapsul Gelatin Dosis1000 mg... 61

Gambar 20. Organ Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C

dalam Kapsul Alginat Dosis 500 mg... 63

Gambar 21. Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C

dalam Kapsul Alginat Dosis 500 mg... 66

Gambar 22. Organ Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C

dalam Kapsul Alginat Dosis 1000 mg... 68

Gambar 23. Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Flowsheet Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat ... 77

Lampiran 2. Flowsheet Pembakuan Larutan 2,6-diklorofenolindofenol ... 78

Lampiran 3. Flowsheet Uji Disolusi Vitamin C ... 79

Lampiran 4a. Flowsheet Uji Iritasi Akut Vitamin C pada Lambung Kelinci yang Diberikan Tablet Enervon-C®

Mengandung Vitamin C dosis 500 mg ... 80 yang

Lampiran 4b. Flowsheet Uji Iritasi Akut Vitamin C pada

Lambung Kelinci yang Diberikan Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat yang Mengandung Vitamin C

Dosis 500 mg... 81

Lampiran 4c. Flowsheet Uji Iritasi Akut Vitamin C pada

Lambung Kelinci yang Diberikan Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat yang Mengandung Vitamin C

Dosis 1000 mg... 82

Lampiran 5. Flowsheet Pembuatan Preparat Jaringan Organ Lambung .... 83

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Pembakuan Larutan

2,6-diklorofenolindofenol ... 84

Lampiran 7. Tabel Kesetaraan 2,6-diklorofenolindofenol dengan Vitamin C pada Disolusi Vitamin C dalam

Tablet Sediaan Pasaran, Kapsul Gelatin, dan

Kapsul Alginat... 88

Lampiran 8a. Data Disolusi Vitamin C dari Tablet Enervon-C® Pada Medium Lambung pH 1.2 Suhu 37

o

C ... 89

Lampiran 8b. Lampiran 8b. Data %Kumulatif Rata-rata Disolusi Vitamin C dari Tablet Enervon-C®

Medium Lambung pH 1.2 Suhu 37

dalam o

C ... 92

Lampiran 9a. Data Disolusi Vitamin C dari Kapsul Gelatin

(16)

Lampiran 10a. Data Disolusi Vitamin C dari Kapsul Alginat pada

Medium Lambung pH 1.2 Suhu37oC... 97

Lampiran 10b. Data %Kumulatif Rata-rata Disolusi Vitamin C dari Kapsul Alginat dalam Medium Lambung pH 1.2

Suhu 37oC... 100

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Persentase (%) Vitamin C Terlarut pada Medium Lambung pH 1,2 pada

Interval Waktu Tertentu... 101

Lampiran 12. Uji Statistik Disolusi Vitamin C ... ... 103

Lampiran 13. Tabel Hasil Uji Statistik Disolusi Vitamin C dari Tablet Sediaan Pasaran dan Kapsul Alginat yang Mengandung Vitamin C pada Medium Lambung

pH 1,2 Suhu 37ºC ... 104

Lampiran 14. Uji Statistik Disolusi Vitamin C ... 105

Lampiran 15. Tabel Hasil Uji Statistik Disolusi Vitamin C dari Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat yang Mengandung Vitamin C pada Medium Lambung

pH 1,2 Suhu 37ºC... 106

Lampiran 16. Tabel Hasil Uji Statistik Disolusi Vitamin C dari Tablet Enervon-C®

pada Medium Lambung pH 1,2 Suhu 37ºC... 107 Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat

Lampiran 17. Foto Preparat Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C dosis 500 mg dalam

Tablet Enervon-C® ... 108

Lampiran 18. Foto Preparat Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C Dosis 500 mg dalam

Kapsul Gelatin ... .... 109

Lampiran 19. Foto Preparat Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C dosis 1000 mg dalam

Kapsul Gelatin... 110

Lampiran 20. Foto Preparat Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C dosis 500 mg dalam

Kapsul Alginat... 111

Lampiran 21. Foto Preparat Jaringan Lambung Kelinci dengan Pemberian Vitamin C dosis 1000 mg dalam

(17)

Lampiran 22. Foto Jaringan Lambung dengan Berbagai Perbesaran pada Kelinci yang Diberikan Vitamin C

Dosis 500 mg dalam Tablet Enervon-C®... 113

Lampiran 23. Foto Jaringan Lambung dengan Berbagai Perbesaran pada Kelinci yang Diberikan Vitamin C Dosis 500 mg

dalam Kapsul Gelatin... 116

Lampiran 24. Foto Jaringan Lambung dengan Berbagai Perbesaran pada Kelinci yang Diberikan Vitamin C Dosis 1000 mg

dalam Kapsul Gelatin... 119

Lampiran 25. Foto Jaringan Lambung dengan Berbagai Perbesaran pada Kelinci yang Diberikan Vitamin C Dosis 500 mg

dalam Kapsul Alginat... 122

Lampiran 26. Foto Jaringan Lambung dengan Berbagai Perbesaran pada Kelinci yang Diberikan Vitamin C Dosis 1000 mg

dalam Kapsul Alginat... 125

Lampiran 27. Data Pemberian Vitamin C Dosis 500 mg dalam

Tablet Enervon-C®... 127

Lampiran 28. Data Pemberian Vitamin C dalam Kapsul Gelatin... 128

Lampiran 29. Data Pemberian Vitamin C dalam Kapsul Alginat... 129

Lampiran 30. Foto tablet Enervon-C®, kapsul gelatin dan kapsul alginat .. 130

Lampiran 31. Foto Alat Mikrotom ... 131

(18)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan sediaan vitamin C megadosis dengan

sistem gastric delivery dalam kapsul alginat, perbandingan disolusi dan efek iritasi

terhadap vitamin C megadosis dalam kapsul alginat dengan tablet Enervon-C®

dan kapsul gelatin. Uji disolusi vitamin C dilakukan dengan metode dayung pada

medium lambung pH 1,2 dan kadar vitamin C ditentukan dengan titrasi

menggunakan 2,6-diklorofenolindofenol. Untuk melihat efek iritasi lambung

dilakukan pengujian iritasi secara akut pada kelinci dengan memberikan tablet

Enervon-C®

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju disolusi vitamin C dalam kapsul

alginat lebih lambat dibandingkan dengan vitamin C dalam tablet Enervon-C , kapsul gelatin dan kapsul alginat yang mengandung vitamin C secara

oral lalu dibedah setelah 5 jam dan diperiksa keadaan lambungnya secara

makroskopik dan mikroskopik (histopatologi).

® dan

kapsul gelatin. Pengujian iritasi akut secara makroskopik menunjukkan bahwa

vitamin C dengan dosis 500 mg dan 1000 mg dalam kapsul alginat tidak

menyebabkan iritasi lambung kelinci, sedangkan vitamin C dengan dosis 500 mg

dalam tablet Enervon-C® dan kapsul gelatin menyebabkan iritasi berupa

kemerahan pada mukosa lambung kelinci dan vitamin C dengan dosis 1000 mg

dalam kapsul gelatin menyebabkan iritasi berupa titik-titik luka dan penipisan

pada mukosa lambung kelinci. Pengujian iritasi akut secara mikroskopik

menunjukkan bahwa vitamin C yang diberikan dengan dosis 500 mg dan 1000 mg

dalam kapsul alginat memperlihatkan hasil lapisan mukosa lambung yang normal,

sedangkan vitamin C dengan dosis 500 mg dalam tablet Enervon-C® dan kapsul

gelatin menyebabkan iritasi berupa epitel yang renggang dan mukosa yang

berlekuk pada lambung kelinci dan vitamin C dengan dosis 1000 mg dalam kapsul

gelatin menyebabkan iritasi berupa dilatasi pembuluh darah dan penipisan epitel

pada mukosa lambung kelinci. Penelitian ini menyimpulkan bahwa vitamin C

dalam kapsul alginat merupakan sediaan gastric delivery dan dapat mencegah

(19)

ABSTRACT

The preparation of megadoses of vitamin C as a gastric delivery system using

alginate capsules, and the comparison of dissolution and irritation effects of

megadoses of vitamin C in alginate capsules to Enervon-C®

The result of this work showed that the dissolution rate of vitamin C in

alginate capsule was slower than that of vitamin C of Enervon-C

tablets and gelatine

capsules have been conducted. Dissolution of vitamin C was examined by paddle

method in medium pH 1.2 and the concentrations of vitamin C was determined by

titration using 2,6-diklorofenolindofenol. To observe the gastric irritation effect,

the acute irritation test was conducted where the capsule or tablet containing

vitamin C was orally given to the rabbit and then the stomach of the rabbit was

operated after five hours of administration of vitamin C and the stomach was

observed macroscopically and microscopically (histopathologically).

®

tablet and

gelatine capsule. The macroscopic observation showed that vitamin C in alginate

capsule in a dose 500 mg and 1000 mg didn’t cause any gastric irritation of the

stomach of the rabbits. On the other hand, 500 mg vitamin C in the Enervon-C®

tablet and in gelatine capsule caused irritation in form of reddish colour of the

stomach of the rabbit tested. Vitamin C given in the gelatine capsule in a dose

1000 mg caused the erosion of mucus of rabbit’s stomach. The microscopic

observation showed that the administration vitamin C in alginate capsule in a dose

500 mg and 1000 mg resulted normal mucus layers of stomach. However, vitamin

C in the Enervon-C® tablet and gelatine capsule in a dose 500 mg caused irritation

in a form of separation of epithelial cells and the formation of hollows of the

mucus stomach of the rabbits. Furthermore, vitamin C in gelatine capsule in a

dose 1000 mg caused irritation in a form of dilatation of blood vessels and

erosion of mucus of rabbit’s stomach. It is conclude that vitamin C in alginate

capsule is a gastric delivery preparation and it could prevent the local irritation

(20)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah

kecil untuk mempertahankan kesehatan (Ganiswara, 1995). Salah satu vitamin

yang dibutuhkan tubuh adalah vitamin C. Vitamin ini dalam larutan air mudah

teroksidasi (reaksinya bolak-balik) membentuk asam dehidro-askorbat (Connors,

dkk, 1986). Asam askorbat dan asam dehidro-askorbat berada dalam

keseimbangan yang reversibel dalam sistem biologi dan keduanya memiliki

aktivitas biologi yang sama (Gennaro, 2000).

Vitamin C memiliki fungsi fisiologis yang penting bagi tubuh. Vitamin ini

berperan sebagai antioksidan dalam makanan maupun dalam berbagai proses

tubuh. Sebagai contoh, di dalam tubuh, vitamin C dapat melindungi asam lemak

tak jenuh rantai panjang, vitamin E, dan vitamin A dari oksidasi. Ini adalah fungsi

yang penting karena asam lemak tak jenuh rantai panjang dan vitamin E adalah

komponen esensial untuk mempertahankan keutuhan membran sel (William and

Caliendo, 1984).

Vitamin C berfungsi sebagai kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi

dan amidasi, yaitu mengubah residu prolin dan lisin tertentu dalam prokolagen

menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin selama berlangsungnya sintesis kolagen.

Vitamin ini juga meningkatkan aktivitas enzim pengamidasi, dan juga

(21)

Vitamin C digunakan secara umum untuk mengobati defisiensi asam

askorbat, terutama skorbut, yang dikaitkan dengan gangguan gangguan sintesis

kolagen yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan

pembentukan gigi, dan robeknya kapiler (Gilman, et al, 1996).

Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang

dianjurkan untuk orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam

individu yang berbeda (Sweetman, 2005). Vitamin C megadosis berperan dalam

berbagai penyembuhan penyakit, walaupun masih memerlukan penelitian lebih

lanjut. Megadosis vitamin C dapat digunakan untuk terapi pengobatan salesma,

menurunkan kolesterol darah (500-1.000 mg sehari), mempercepat penyembuhan

borok di kulit, memperbaiki fungsi otot (1 g sehari) dan kanker ( 3-10 g sehari)

(Tjay dan Rahardja, 2002).

Vitamin C biasanya diberikan secara oral (Gilman, et al, 1996). Sebagai

contoh Enervon-C®, Redoxon®, Vicee®, Vitacimin®, Von-Ce®, Xon-Ce®, dan

sediaan lainnya (ISFI, 2007). Tubuh mampu mempertahankan sampai pada

kondisi batas diperlukannya vitamin C. Pada saat keadaan tersebut dicapai, maka

tubuh dikatakan jenuh. Penambahan vitamin C berikutnya akan diekskresikan

melalui urin. Pemberian megadosis vitamin C secara oral (pelepasan segera)

mengakibatkan jumlah yang dieksresikan akan lebih besar dibandingkan vitamin

C yang diabsorpsi (William and Caliendo, 1984). Selain itu, megadosis vitamin C

dilaporkan memiliki efek samping menyebabkan diare dan gangguan pencernaan

(22)

konsentrasinya tinggi di suatu area (Groves, 1989). Selain itu juga dinyatakan

megadosis mengakibatkan pembentukan kalsium oksalat dalam ginjal (Sweetman,

2005). Pemberian vitamin C dalam dosis rendah tidak berarti mengatasi efek

samping vitamin C megadosis karena penggunaannya dalam jangka waktu lama

dapat menyebabkan efek samping vitamin C tersebut (Linder, 1992).

Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi efek samping

vitamin C dalam mengiritasi lambung adalah sediaan Ester-C®. Ester-C®

Pendekatan lain untuk mengatasi efek samping vitamin C dalam

mengiritasi lambung dan memperbaiki absorpsi vitamin C dapat dilakukan secara

teknologi formulasi. Dalam hal ini perlu dibuat sediaan oral vitamin C gastric

delivery yaitu sediaan yang memiliki pelepasan vitamin C lebih lambat selama

sediaan berada dalam lambung sehingga tidak mengurangi absorpsi dan tidak

mengiritasi lambung dan efek farmakologi vitamin C megadosis dapat tercapai. merupakan pendekatan secara kimia medisinal melalui pengubahan struktur

vitamin C menjadi bentuk ester vitamin C (Goodman, 1991).

Penelitian-penelitian tentang alginat telah dilakukan untuk mengatasi efek

samping pada saluran pencernaan dari penggunaan obat tersebut. Bangun (2002)

menginformasikan bahwa enkapsulasi indometasin dengan gel alginat dalam

bentuk butir-butir gel yang mengandung indometasin setelah dilakukan uji iritasi

akut dan kronis terhadap lambung tikus percobaan, terbukti dapat mencegah efek

samping penggunaan obat tersebut. Sumaiyah (2006) telah melakukan pengujian

efek iritasi secara akut dari fero sulfat dan didapatkan hasil tidak terjadi iritasi

pada lambung kelinci dari pemberian fero sulfat yang diformulasi di dalam kapsul

(23)

Natrium alginat adalah suatu polisakarida yang merupakan polimer dari β

-D-mannuronat dan α-L-guluronat diperoleh dari alga coklat (Phaeophyceae).

Natrium alginat larut dalam air dan bersifat hidrofilik. Polimer ini tidak bersifat

toksik, tidak memberikan reaksi toksik, tidak memberikan reaksi alergi dan dapat

terurai dalam tubuh. Alginat dapat membentuk gel dengan kalsium. Alginat

mendapat perhatian besar dalam pembuatan sediaan lepas lambat.

Pada kesempatan ini penulis mencoba meneliti pembuatan vitamin C

gastric delivery menggunakan kapsul alginat, profil disolusi vitamin C dalam

sediaan pasaran (tablet Enervon-C®

1.2 Kerangka Konsep Penelitian

) dan kapsul gelatin yang dibandingkan

dengan profil disolusi vitamin C dalam kapsul alginat. Juga dilakukan uji iritasi

akut terhadap lambung kelinci yang diamati secara makroskopik dan mikroskopik.

(24)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah kapsul alginat yang mengandung vitamin C dapat dibuat sebagai

sediaan gastric delivery?

b. Apakah ada perbedaan profil disolusi vitamin C dari tablet Enervon-C®

c. Apakah terdapat perbedaan dalam hal memberikan efek iritasi diantara

vitamin C dalam tablet Enervon-C

,

kapsul gelatin dan dari kapsul alginat pada medium lambung pH 1,2?

®

1.4Hipotesis

, kapsul gelatin dan kapsul alginat pada

lambung kelinci?

Dalam penelitian ini diduga bahwa :

a. Kapsul alginat yang mengandung vitamin C dapat dibuat sebagai sediaan

gastric delivery

b. Ada perbedaan profil disolusi tablet Enervon-C®

c. Terdapat perbedaan dalam hal memberikan efek iritasi diantara vitamin C

dalam tablet Enervon-C

dan kapsul gelatin yang

mengandung vitamin C dengan kapsul alginat yang mengandung vitamin

C pada medium lambung pH 1,2

®

(25)

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Membuat sediaan vitamin C gastric delivery dengan memakai kapsul

alginat

b. Mengetahui perbedaan profil disolusi vitamin C dari tablet Enervon-C®

c. Mengetahui perbedaan dalam hal memberikan efek iritasi diantara vitamin

C dalam tablet Enervon-C

,

kapsul gelatin dan dari kapsul alginat pada medium lambung pH 1,2

®

1.6Manfaat Penelitian

, kapsul gelatin dan kapsul alginat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai masukan terhadap pengembangan

sediaan yang dapat mencegah iritasi terhadap saluran pencernaan dan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vitamin C

2.1.1 Uraian Bahan (Ditjen POM, 1995) a. Rumus bangun :

Gambar 1. Rumus bangun vitamin C

b. Rumus molekul : C6H8O

c. Berat molekul : 176,13 6

d. Nama kimia : L-Asam askorbat

e. Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh

cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam

keadaan kering stabil diudara, dalam larutan cepat

teroksidasi.

f. Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol;

tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam

(27)

2.1.2 Stabilitas

Asam askorbat merupakan ester siklik. Dalam larutan air mudah

teroksidasi (reaksinya bolak-balik) membentuk asam dehidro-askorbat (Connors,

dkk., 1986).

Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar

yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, pH, oksigen, enzim, dan katalisator

logam (Andarwulan dan Koswara, 1989).

Asam dehidro-askorbat dapat mengalami hidrolisis lebih lanjut

membentuk produk degradasi yang bereaksi tidak bolak-balik asam

diketoglukonat dan asam oksalat. Asam askorbat juga gampang mengalami

degradasi di bawah kondisi an- aerob, membentuk furfural dan karbon dioksida.

Profil laju-pH bagi keduanya baik degradasi aerob maupun an-aerob akan

mencapai maksimal pada sekitar pH 4 (Connors, dkk., 1986).

Suatu larutan asam askorbat 5% dalam air memiliki pH 2.1-2.6, pH dari

10% larutan kalsium askorbat dalam air adalah antara 6.8 dan 7.4, dan pH dari

larutan natrium askorbat dalam air antara 7.0 dan 8.0 (Sweetman, 2005). Stabilitas

maksimum terjadi dekat pH 3 dan pH 6. Stabilitas asam askorbat dalam bentuk

sediaan padat cukup baik, asal kelembabannya dikendalikan (Connors, dkk.,

1986).

2.1.3 Fungsi Fisiologis

Beberapa fungsi asam askorbat dipercaya berbuhungan dengan konversi

(28)

dihindari dari oksidasi dengan menambahkan antioksidan. Suatu antioksidan

adalah zat yang dapat melindungi zat lain dari oksidasi dimana dirinya sendiri

yang teroksidasi. Vitamin C, karena memiliki daya antioksidan, sering

ditambahkan pada makanan untuk mencegah perubahan oksidatif (William and

Caliendo, 1984). Vitamin C dengan mudah dapat menangkap spesies oksigen dan

nitrogen reaktif, seperti superoksida, radikal hidroperoksil, dan radikal nitrogen

dioksida sehingga mencegah reaksi kerusakan terhadap biomolekul (Silalahi,

2006). Di dalam tubuh, vitamin C dapat melindungi asam lemak tak jenuh rantai

panjang, vitamin E, dan vitamin A dari oksidasi. Ini adalah fungsi yang penting

karena asam lemak tak jenuh rantai panjang dan vitamin E adalah komponen

esensial untuk mempertahankan keutuhan membran sel (William and Caliendo,

1984).

Gambar 2. Reduksi-Oksidasi dari Vitamin C

Vitamin C juga merupakan suatu koantioksidan karena aktif dalam proses

regenerasi vitamin E dari bentuk radikal α-tokoperoksil hasil oksidasi oleh radikal

yang larut dalam minyak (Silalahi, 2006). Asam askorbat dan asam

(29)

Fungsi terpenting dari vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen, suatu

protein yang terdapat dalam jaringan penghubung. Jaringan ini terdiri dari serat

kolagen yang tidak larut yang disimpan dalam matriks yang disebut dengan

substansi dasar. Jaringan ini ditemukan di dalam kulit, kartilago, tendon, ligamen,

tulang, dan pembuluh darah. Jaringan yang baru luka diperbaiki dengan jumlah

kolagen yang tinggi. Kolagen, seperti protein lainnya, dibentuk dari asam amino

yang digabung bersama dalam suatu jalur yang spesifik. Protein ini adalah

satu-satunya protein di dalam tubuh yang mengandung banyak molekul asam amino

hidroksiprolin dan hidroksilisin. Prolin dan lisin berada dalam rantai polipeptida,

kemudian enzim yang spesifik menambahkan hidroksil (-OH) pada

masing-masing prolin, atau pada lisin, sehingga memebntuk hidroksiprolin dan

hidroksilisin. Vitamin C berperan dalam proses hidroksilasi ini. Peranan vitamin

C dalam proses ini berkaitan dengan mineral besi. Besi (Fe) berada dalam dua

bentuk ion yaitu ion fero (Fe2+), dan feri (Fe3+). Enzim yang menghidroksilasi

prolin selama proses pembentukan kolagen membutuhkan vitamin C untuk

mempertahankan besi dalam bentuk ferro sehingga dapat mengaktifkan enzim

tersebut. Hidroksilasi lisin menjadi hidroksilisin dalam kolagen terjadi dengan

(30)

Gambar 3. Peranan Vitamin C dalam Sintesis Kolagen

Vitamin C dibutuhkan dalam reaksi hidroksilasi penting lainnya di dalam

tubuh. Sebagai contoh, di dalam otak, vitamin C dibutuhkan untuk hidroksilasi

dopamin (dibentuk dari asam amino tirosin) untuk menghasilkan norepinefrin

(noradrenalin), yang dapat dikonversikan menjadi bentuk epinefrin (adrenalin).

Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi anorganik dengan membentuk

suatu kelat yang dapat larut sehingga dapat diabsorbsi. Vitamin C membentuk

kelat dengan besi pada pH lambung, sehingga meningkatkan absorbsi besi di usus.

Bentuk ion besi yang dapat membentuk kelat adalah fero (Fe2+); bentuk ini lebih

mudah diabsorbsi dibandingkan feri (Fe3+). Peranan vitamin C dalam reaksi

(31)

meningkatkan absorpsi besi secara tidak langsung mempengaruhi pembentukan

hemoglobin (William and Caliendo, 1984).

Gambar 4. Pembentukan Kelat Vitamin C dengan Besi 2.1.4 Farmakokinetik

Vitamin C mudah diabsorpsi dari saluran pencernaan melalui vena portal.

Vitamin ini dengan cepat diistribusikan keseluruh jaringan tubuh, tetapi lebih

banyak terdapat dalam kelenjar adrenal, lensa mata, kelenjar pituitari, otak, limfa,

dan pankreas (William and Caliendo, 1984).

Konsentrasi vitamin C lebih tinggi dalam leukosit dan platelet

dibandingkan dalam eritrosit dan plasma darah (Sweetman, 2005). Salah satu jalur

metabolisme vitamin tersebut pada manusia melibatkan pengubahan askorbat

menjadi oksalat dan ekskresi akhirnya didalam urin; dehidroaskorbat diduga

merupakan suatu senyawa antara. Asam askorbat-2-sulfat juga telah diidentifikasi

sebagai salah satu metabolit vitamin C dalam urin manusia (Gilman, et al, 1996).

2.1.5 Gejala Defisiensi

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan skorbut. Dalam

kasus-kasus skorbut spontan, biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan

(32)

dan robeknya kapiler, yang banyak menyebabkan petechiae dan gabungannya

yang membentuk ecchymoses. Sementara ecchymoses dianggap berhubungan

dengan kebocoran pembuluh darah kapiler akibat adhesi sel-sel andotel yang

kurang memadai, diduga pula bahwa jaringan berserabut perkapiler mengalami

kerusakan pada kondisi skorbut sehingga pembuluh darah kapiler menjadi lemah

dan robek jika mendapat tekanan (Gilman, et al, 1996).

2.1.6 Kebutuhan Manusia

Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang

dianjurkan untuk orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam

individu yang berbeda (Sweetman, 2005). Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang

Dianjurkan (AKG) untuk anak-anak sekitar 30-45 mg sehari, untuk pria dan

wanita dewasa sekitar 60 mg sehari, untuk wanita hamil terjadi penambahan 10

mg sehari, dan untuk wanita menyusui terjadi penambahan 10-25 mg sehari

(Ganiswara, 1995).

2.1.7 Rute Pemberian

Vitamin C biasanya diberikan secara oral; namun larutan parenteral dapat

diberikan pada keadaan yang menghalangi absorpsi asam askorbat secara

memadai dari saluran gastrointestinal. Selain itu, asam askorbat sebaiknya

diberikan pada pasien-pasien yang menerima nutrisi parenteral (Gilman, et al,

1996).

2.1.8 Penggunaan Terapeutik

Vitamin C digunakan untuk mengobati defisiensi asam askorbat, terutama

skorbut yang nyata. Pada kasus-kasus skorbut bayi yang jarang terjadi, digunakan

(33)

hingga 1 g asam askorbat sehari agar dapat menghilangkan pendarahan dengan

cepat(Gilman, et al, 1996).

Vitamin C 100 sampai 200 mg sehari diberikan bersama-sama dengan

desferoksamin dalam pengobatan pasien dengan penyakit thalassaemia, untuk

meningkatkan pembentukan chelate dari desferoksamin, dengan demikian juga

meningkatkan ekskresi besi. Dalam keadaan kekurangan besi, asam askorbat

meningkatkan absorpsi gastrointestinal terhadap besi. Selain itu, asam askorbat

dan garam askorbat biasanya terdapat dalam preparat oral besi (Sweetman, 2005).

Tetes mata yang mengandung kalium askorbat telah digunakan untuk

pengobatan luka bakar karena bahan kimia. Kalium askorbat 10% digunakan

bergantian dengan natrium sitrat 10%; dipercaya bahwa askorbat bekerja dengan

menangkap oksigen radikal bebas sehingga membantu dalam pencegahan

kerusakan epitel kornea (Sweetman, 2005).

2.1.9 Vitamin C Megadosis

Vitamin C megadosis memiliki efek farmakologi; namun tidak

dihubungkan pada fungsi normalnya sebagai vitamin dalam level nutrisi. Vitamin

C digunakan dalam pengobatan methemoglobinemia idiopatik untuk mereduksi

ion besi dalam bentuk ferri dalam heme menjadi bentuk ferro (Gennaro, 2000).

Vitamin C dapat digunakan untuk salesma (common cold) dan infeksi lain.

Beberapa peneliti telah melaporkan dipercepatnya penyembuhan 20% dengan

keluhan lebih ringan, bila vitamin C dimakan sedini mungkin. Efek baik ini

(34)

pasien yang diberi vitamin C dengan tanpa vitamin C yaitu 30% lebih cepat

mengalami kesembuhan karena vitamin C membuat pasien merasa lebih baik

sehingga dapat melakukan pekerjaan juga selama masa sakit tersebut (William

and Caliendo, 1984).

Ada indikasi kuat bahwa vitamin C dalam dosis 500-1.000 mg sehari dapat

menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi. Diperkirakan bahwa dasarnya

adalah stimulasi transpor kolesterol dari dinding pembuluh ke hati serta

peningkatan proses pengubahannya menjadi asam kolat dan kortikoteroida.

Vitamin C juga dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan borok dan

luka di kulit akibat tekanan, misalnya pada decubitus (mati jaringan akibat

berbaring lama). Efek ini diperkirakan berdasarkan atas pengubahan prolin

menjadi hidroksiprolin dan sintesa kolagen, khususnya di jaringan granulasi dari

luka (Tjay dan Rahardja, 2002).

Dosis vitamin C 3-10 g sehari bersama dengan megadosis vitamin A, E,

selenium, zinc, dan bioflavonoida kini sering digunakan sebagai obat tambahan

alternatif guna menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Khasiat antikarsinogen

ini diperkirakan berdasarkan sifat antioksidannya (Tjay dan Rahardja, 2002).

Vitamin C dapat mencegah kanker melalui beberapa mekanisme, termasuk

inhibisi terhadap kerusakan oksidatif dari DNA dan mencegah pembentukan

karsinogen nitrosamin akibat reaksi antara nitrit dengan nitrat (biasanya terdapat

dalam makanan dan asap rokok) dengan amina, baik diluar tubuh maupun dalam

saluran pencernaan. Secara in vivo, vitamin C menghalangi reaksi nitrosasi

(35)

Vitamin C juga mencegah kanker dengan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap

infeksi dan virus (Silalahi, 2006).

Vitamin C (400mg sehari) melindungi otot terhadap kerusakan oksidatif

selama aktivitas jangka panjang (olahraga) dan menstimulasi reparasi fungsi otot.

Profilaktis vitamin C dapat digunakan sebelum latihan atau perlombaan, guna

mencegah terjadinya otot kaku dan nyeri (1 g pada 2 hari berturut-turut). Kerjanya

mungkin dengan jalan memperlancar pengeluaran asam laktat pada otot (Tjay dan

Rahardja, 2002).

2.1.10. Efek Samping Penggunaan Vitamin C Megadosis

Megadosis vitamin C dilaporkan dapat menyebabkan diare dan gangguan

gastrointestinal lainnya yaitu iritasi pada lambung. Selain itu juga dinyatakan

megadosis mengakibatkan pembentukan kalsium oksalat dalam ginjal. Efek pada

gigi terjadi dengan adanya erosi lapisan email gigi jika mengkonsumsi tablet hisap

asam askorbat lebih dari 3 tahun. Tablet tersebut menurunkan pH saliva sampai

pada level dimana kalsium terlepas dari lapisan email gigi (Sweetman, 2005).

2.2 Kapsul Alginat

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang

diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah

(Grasdalen dkk, 1979). Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera,

(36)

Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β

-D-mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang

membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk, 1979). Kedua unit tersebut berikatan

pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu

(MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom dkk,

1980 ; Son dkk, 2003).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam

industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat

dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan

penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium

tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat

antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom dkk, 1980). Gel ini

merupakan jaringan taut silang yang tersusun dari kalsium alginat yang

membentuk konformasi kotak telur (egg box type of conformation) (Belitz dan

Grosch, 1987).

Gambar 6. Bentuk Konformasi Kotak Telur (egg box conformation) (Thom dkk, 1980)

Cangkang kapsul alginat yang dibuat terbukti tahan atau tidak pecah oleh

(37)

usus buatan (pH 4.5 dan pH 6.8) sehingga dapat digunakan untuk mencegah efek

samping obat dalam lambung. Kapsul ini berbeda dengan kapsul gelatin keras

yang merupakan kapsul yang terdapat diperdagangan yang mudah larut dalam

asam lambung (Bangun, 2005).

2.3 Disolusi

Disolusi adalah proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu

pelarut. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatas kecepatan sebelum

obat berada dalam darah (Syukri, 2002).

Laju di mana suatu padatan melarut di dalam suatu pelarut telah diajukan

dalam batasan-batasan kuantitatif oleh Noyes dan Whitney pada tahun 1987.

Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut :

dC / dt = KS (Cs – Ct

dimana, dC/dt adalah kecepatan disolusi, K adalah konstanta secara proporsional,

C

)

s adalah konsentrasi kejenuhan (kelarutan maksimal), Ct adalah konsentrasi pada

waktu t dan (Cs – Ct

Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi, yaitu :

) adalah gradien konsentrasi. Konstanta secara proporsional,

K disebut juga konstanta disolusi.

a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang

besar pada kinetika pelarutan. Karena pelarutan terjadi pada permukaan solut,

maka makin besar luas permukaan makin cepat laju pelarutan (Shargel, 1988).

(38)

b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Penggunaan bahan pembantu sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan

pelicin dalam proses formulasi mungkin akan menghambat atau mempercepat laju

disolusi. Cara pengolahan dari bahan baku, bahan pembantu dan prosedur yang

dilaksanakan dalam formulasi sediaan padat peroral juga akan berpengaruh pada

laju disolusi. Faktor formulasi yang dapat mempengaruhi laju disolusi diantaranya

kecepatan disintegrasi, interaksi dengan eksipien, kekerasan, dan porositas.

c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji dan parameter uji

Faktor ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan yang

meliputi kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang

dipakai. Pengadukan mempengaruhi penyebaran patikel-partikel dan tebal lapisan

difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang berkontak dengan pelarut.

Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Pemilihan kondisi pH

pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat

disepanjang saluran cerna sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju

disolusi obat (Syukri, 2002).

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (Ditjen POM, 1995), metode yang

digunakan untuk uji disolusi, yaitu :

a. Metode Keranjang

Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan

transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh

motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu

(39)

suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5ºC selama pengujian berlangsung dan menjaga

agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.

b. Metode Dayung

Alat ini menggunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai

pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih

dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus

tanpa goyangan yang berarti. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam

dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan dibiarkan

tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan

yang tidak bereaksi seperti kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk

mencegah mengapungnya sediaan.

2.4 Lambung

2.4.1 Anatomi Lambung

Lambung merupakan sebuah kantong dengan panjang sekitar 25 cm dan

10 cm pada saat kosong, volume 1 – 1,5 liter pada dewasa normal. Terletak persis

di bawah diafragma, terdiri dari kardia, fundus, korpus, antrum dan pylorus

(40)

Gambar 7. Gaster (Ventriculus) dan Doudenum Proksimal. A. Permukaan luar C. Permukaan dalam.

Anak panah melalui canalis pyloricum

Keasaman (pH) cairan lambung mendekati satu, tetapi karena adanya

pengenceran biasanya pH dapat berada antara 1 dan 3 (Aiache, et al, 1993).

2.4.2 Histologi Lambung

Lambung (gaster) manusia dibagia dalam tiga daerah yang histologis

berbeda: cardia, fundus atau korpus, dan pylorus. Fundus atau korpus adalah

daerah yang paling luas pada lambung. Dinding lambung memiliki empat lapisan

umum yang khas untuk saluran cerna : mukosa, submukosa, muskularis eksterna,

dan serosa (di Fiore, 1989).

Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan : epitel, lamina propia, dan

muskularis mukosa. Permukaan lumen mukosa dilapisi oleh selapis epitel

silindris. Di bawah epitel permukaan terdapat selapis jaringan ikat longgar, yaitu

lamina propia, yang mengisi celah-celah sempit diantara kelenjar-kelenjar

lambung. Lapisan luar mukosa dilapisi selapis otot polos, yaitu muskularis

mukosa, yang meluas ke lamina propia diantara kelenjar-kelenjar lambung

(41)

lipatan-lipatan yang disebut rugae, yang bersifat sementara dan dibentuk oleh

kontraksi lapisan otot polos, yaitu muskularis mukosa. Pada saat lambung terisi,

rugae ini menghilang dan mukosa tampak licin (di Fiore, 1989).

Submukosa adalah lapisan tebal langsung di bawah muskularis mukosa.

Pada lambung kosong lapis ini meluas ke dalam lipatan-lipatan atau rugae.

Submukosa mengandung jaringan ikat yang lebih padat tidak teratur, disertai lebih

banyak serat kolagen daripada lamina propia. Selain jaringan ikat yang biasa

terdapat, pada submukosa terdapat banyak pembuluh limf, kapiler, arteriol besar,

dan venul (di Fiore, 1989).

Muskularis eksterna terdiri atas tiga lapisan otot polos, masing-masing

tersusun dalam bidang berbeda : lapis oblik dalam, lapis sirkular tengah, dan lapis

longitudinal luar (di Fiore, 1989).

Lapisan terluar dari dinding lambung adalah serosa. Lapis tipis jaringan

ikat ini melapisi mukosa eksterna . diluarnya, lapis ini dibungkus oleh selapis

mesotel gepeng dan peritoneum viseral. Jaringan ikat yang dibungkus peritoneum

(42)

Gambar 8. Penampang Lambung : Fundus atau Korpus

(43)
(44)

Gambar 10. Penampang Lambung : Mukosa Bagian Pylorus dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin.100x.

2.4.3 Mekanisme Terjadinya Perdarahan Lambung

Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat

bersifat akut, kronik, difus, atau lokal. Gastritis akut merupakan respon mukosa

lambung terhadap berbagai iritan lokal (Price dan Wilson, 1991). Pada gastritis

akut seringkali diperlihatkan adanya kerusakan sawar mukosa lambung

(Soedeman, 1995).

Megadosis vitamin C dilaporkan memiliki efek samping menyebabkan

diare dan gangguan pencernaan lainnya (Sweetman, 2005). Hal ini terjadi karena

(45)

(Ganiswara, 1995). Iritasi ini disebabkan oleh pelepasan obat dari sediaan secara

serentak dan terlarut dan menyebabkan konsentrasinya tinggi di suatu area

(Groves, 1989).

2.5 Sistem Gastric Delivery

Salah satu cara untuk mengatasi efek samping sediaan yang mengiritasi

lambung adalah dengan formulasi sediaan sediaan obat tersebut dengan sistem

gastric delivery. Sistem ini dimaksudkan untuk memperlambat pelepasan obat

ketika obat berada di dalam lambung. Selain itu, sediaan ini juga mengurangi

frekuensi pemberian obat setiap hari.

2.6 Penetapan Kadar Vitamin C Secara in vitro

Berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenolindofenol, dimana terjadi

reaksi reduksi 2,6- diklorofenolindofenol dengan adanya vitamin C dalam larutan

asam. (Hashmi, 1986).

Larutan 2,6-diklorofenolindofenol dalam suasana netral atau basis akan

berwarna biru sedang dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila

2,6-diklorofenolindofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak

berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi

2,6-diklorofenolindofenol maka kelebihan larutan 2,6-2,6-diklorofenolindofenol sedikit

saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka

(46)

Reaksi yang terjadi antara 2,6-diklorofenolindofenol dan vitamin C dapat

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksperimental yaitu dilakukan pembuatan sediaan

kapsul vitamin C gastric delivery, pengujian langsung disolusi sediaan vitamin C

yang beredar dipasaran dan kapsul vitamin C yang diformulasi sendiri serta uji

iritasi vitamin C terhadap lambung kelinci di Laboratorium dengan metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL).

3.1 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Natrium alginat 300-400 cps adalah

produk Wako Pure Chemical Industries, Ltd Japan, Vitamin C, Asam asetat

glasial, Asam klorida, Etanol, Eter, Formalin, Kalsium klorida, Natrium klorida,

Natrium bikarbonat, 2,6-diklorofenol indofenol, Asam metafosfat, adalah produk

Merck KgaA 6427 Darmstadt Germany, Enervon-C®

3.2 Alat-alat

adalah produk PT.

Medifarma United American, kapsul gelatin diperoleh dari Brataco Chemical

Medan, kapsul alginat diperoleh dari Laboratorium Formulasi USU Medan.

Alat-alat yang digunakan adalah alat disolusi metode dayung Erweka, neraca

listrik Mettler Toledo, oven, waterbath, mikrotom Leica, mikroskop Leica, stop

watch, pH meter Hanna, penyangga mulut kelinci, kamera digital, gunting dan

(48)

3.3 Hewan Percobaan

Kelinci jantan dengan berat 1,5 kg – 2,0 kg sebanyak 18 ekor yang dibagi

dalam 6 kelompok.

3.4 Prosedur

3.4.1 Pembuatan Larutan 2,6-diklorofenol indofenol

Timbang seksama 50 mg 2,6-diklorofenol indofenol natrium P yang

sebelumnya telah dikeringkan di atas silika gel P dalam eksikator selama 24 jam,

tambahkan 50 ml air yang mengandung 42 mg natrium bikarbonat, kocok kuat

jika sudah larut tambahkan air hingga 200,0 ml. saring ke dalam botol bersumbat

kaca berwarna coklat (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 Pembuatan Larutan Asam Metafosfat Asetat

Asam metafosfat P 30 g dilarutkan dalam 80 ml asam asetat glasial P,

tambahkan air suling secukupnya hingga 1liter. Simpan ditempat sejuk dan

digunakan dalam waktu dua hari (Ditjen POM, 1979).

3.4.3 Pembuatan Medium Cairan Lambung Buatan (Medium pH 1,2)

Natrium klorida sebanyak 2 g ditambahkan asam klorida pekat sebanyak 7 ml

ditambahkan akuades hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.4 Pembuatan Larutan Fisiologis 0,9 %

Natrium klorida sebanyak 0,9 gram dilarutkan dalam akuades sampai 100 ml

(Ditjen POM, 1995).

3.4.5 Pembuatan Larutan Formalin 10 %

Formalin pekat (40 %) sebanyak 25 ml diencerkan dengan akuades sampai

(49)

3.4.6 Pembuatan Albumin Meyer

Natrium salisilat sebanyak 1 gram dicampur dengan putih telur dan gliserin

masing-masing sebanyak 50 ml (Jones,1950).

3.4.7 Pembuatan Alkohol 70%, 80%, 90%, dan 96%

Alkohol absolut sebanyak masing-masing 70,1 ml; 80,2 ml; 90,2 ml; 96,2

ml; masing-masing diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (Jones,1950).

3.4.8 Pembuatan Larutan Hematoxylin Erlich

Hematoxylin sebanyak 0,67 gram dilarutkan dalam alkohol absolut

sebanyak 33 ml kemudian ditambahkan gliserol sebanyak 33 ml, asam asetat

glasial sebanyak 33 ml dan akuades sebanyak 33 ml (Jones,1950).

3.4.9 Pembuatan Larutan Eosin 0,5 %

Eosin Y sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 100 ml alkohol 95% dan

dicampurkan dengan asam asetat glasial sebanyak 0,5 ml (Jones,1950).

3.4.10 embuatan Cangkang Kapsul Alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan besi dengan panjang 10 cm, diameter

7,5 mm untuk badan kapsul dan 8,0 mm untuk tutup kapsul. Pencetak dicelupkan

ke dalam larutan natrium alginat 5% dengan viskositas 300 - 400 cps sedalam 3

cm untuk badan kapsul dan 1,5 cm untuk tutup kapsul selama 1 menit sambil

diputar, kemudian batang besi yang ujungnya sudah dilapisi larutan natrium

alginat tersebut dimasukkan ke dalam larutan kalsium klorida 0,15 M sedalam 4

cm dan direndam selama 35 menit. Setelah itu cangkang kapsul yang terbentuk

(50)

3.4.11 Pembakuan Larutan 2,6-diklorofenol indofenol

Timbang seksama 50 mg vitamin C, dan dipindahkan ke dalam labu tentukur

100 ml, dilarutkan dengan larutan asam metafosfat asetat dan dicukupkan sampai

100 ml, dipipet 1 ml, dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan

asam metafosfat asetat 6 ml. Titrasi cepat dengan larutan 2,6-diklorofenol

indofenol hingga warna merah jambu mantap selama 5 detik.

Lakukan titrasi blanko menggunakan 7 ml asam metafosfat asetat ditambah

sejumlah air yang sama dengan volume larutan 2,6-diklorofenol indofenol yang

digunakan untuk mentitrasi larutan vitamin C.

Tetapkan bobot asam askorbat setara dengan 1 ml larutan titer 2,6-diklorofenol

indofenol (Ditjen POM, 1979).

3.4.12 Uji Disolusi

3.4.12.1 Parameter Uji Disolusi

Medium disolusi : Medium pH lambung yaitu:

- medium pH 1,2

Kecepatan pengadukan : 100 rpm(dayung)

(51)

3.4.12.2 Uji Disolusi Vitamin C dari Tablet Enervon-C® pada Medium pH Lambung

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37 ± 0,5oC dan kecepatan pengadukan diatur 100 rpm. Kemudian

dimasukkan sebutir tablet Enervon-C®

3.4.12.3 Uji Disolusi Vitamin C dari Kapsul Gelatin yang Mengandung

. Pada interval waktu tertentu diambil

aliquot sebanyak 2 ml. Pengambilan dilakukan pada tempat yang sama yaitu

pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak

kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Aliquot kemudian

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 5 ml larutan asam metafosfat

asetat. Dititrasi cepat dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna

merah jambu mantap selama 5 detik. Penetapan dilakukan sebanyak 3 kali.

Vitamin C pada Medium pH Lambung

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37 ± 0,5oC dan kecepatan pengadukan diatur 100 rpm. Kemudian

dimasukkan sebutir kapsul gelatin yang mengandung vitamin C formulasi sendiri.

Pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 2 ml. Pengambilan

dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium

disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen

POM, 1995). Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan 5 ml larutan asam metafosfat asetat. Dititrasi cepat dengan larutan

2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah jambu mantap selama 5 detik.

(52)

3.4.12.4 Uji Disolusi Vitamin C dari Kapsul Alginat yang Mengandung Vitamin C pada Medium pH Lambung

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37 ± 0,5o

3.4.13 Uji Iritasi Akut pada Lambung Hewan Percobaan

C dan kecepatan pengadukan diatur 100 rpm. Kemudian

dimasukkan sebutir kapsul alginat yang mengandung vitamin C formulasi sendiri.

Pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 2 ml. Pengambilan

dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium

disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen

POM, 1995). Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan 5 ml larutan asam metafosfat asetat. Dititrasi cepat dengan larutan

2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah jambu mantap selama 5 detik.

Penetapan dilakukan sebanyak 3 kali.

Hewan percobaan dibeli dari Berastagi dan sebelum digunakan, kelinci

terlebih dahulu diadaptasikan dengan lingkungan. Untuk pengujian iritasi akut,

hewan dibagi dalam 6 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor

kelinci (jantan) dengan perlakuan sebagai berikut :

Kelompok I : Kontrol, tanpa pemberian sediaan

Kelompok II : Vitamin C dengan dosis 500 mg dalam tablet Enervon-C

Kelompok III : Vitamin C dengan dosis 500 mg dalam kapsul gelatin ®

Kelompok IV : Vitamin C dengan dosis 1000 mg dalam kapsul gelatin

Kelompok V : Vitamin C dengan dosis 500 mg dalam kapsul alginat

Kelompok VI : Vitamin C dengan dosis 1000 mg dalam kapsul alginat

Hewan percobaan dipuasakan selama 24 jam. Selanjutnya diberikan obat

(53)

dibunuh dengan menggunakan eter secara inhalasi dan dilakukan pembedahan

untuk mengambil lambungnya. Kemudian lambung dibuka dan dicuci dengan

larutan fisiologis, lalu difoto dengan kamera digital untuk melihat apakah ada luka

pada lambung. Kemudian organ lambung tersebut direndam dalam larutan

formalin 10 % (Jones, 1950).

3.4.14 Pembuatan Preparat Jaringan Organ Lambung

Organ lambung difiksasi dalam larutan formalin 10% selama 2 hari. Lalu

didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dengan merendam di dalam alkohol

70% v/v selama 30 menit, selanjutnya dalam alkohol 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v,

dan alkohol absolut masing-masing selama 24 jam. Kemudian organ lambung

dijernihkan dalam xylol murni lebih kurang 2 x 30 menit. Lalu organ lambung

tersebut dimasukkan ke dalam larutan toluol parafin yang telah mencair di dalam

oven dengan volume 1:1 selama 60 menit. Selanjutnya berturut-turut organ

lambung tersebut dimasukkan dalam parafin murni I, II, III masing-masing 60

menit. Setelah organ lambung dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin

cair dan dibiarkan mengeras. Blok parafin cair yang berisi organ lambung tersebut

diiris setebal 6 µm dengan menggunakan mikrotom kemudian irisan tersebut

diletakkan pada kaca objek yang telah diolesi dengan albumin meyer dan ditetesi

akuades, selanjutnya diletakkan pada meja pemanas sampai jaringan melekat pada

kaca objek. Lalu jaringan dimasukkan ke dalam larutan xylol selama 15 menit.

Setelah itu jaringan dicelupkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut, 96% v/v ,

(54)

menit. Setelah itu dilakukan lagi pewarnaan dengan memasukkannya ke dalam

larutan eosin 0,5% selama 3 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam

alkohol 70% v/v, 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v dan alkohol absolut, kemudian

dikeringkan dengan kertas penghisap, selanjutnya jaringan tersebut ditetesi

dengan kanada balsem dan ditutup dengan gelas penutup. Jaringan diamati

dibawah mikroskop preparatif dengan perbesaran 40 kali (Jones, 1950).

3.4.15 Analisis Data

Untuk membandingkan profil disolusi vitamin C dari tablet Enervon-C® dan

kapsul alginat, dan profil disolusi vitamin C kapsul gelatin dan kapsul alginat

dalam medium pH lambung secara in vitro digunakan uji statistik paired t test.

Untuk membandingkan profil disolusi vitamin C dari tablet Enervon-C® , kapsul

gelatin, dan kapsul alginat digunakan uji anava. Uji iritasi akut secara

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perbedaan Pelepasan Vitamin C dari Tablet Enervon-C®, Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat pada Medium Lambung pH 1,2

Hasil pelepasan vitamin C dari tablet Enervon-C®

Tabel 1. %Kumulatif Rata-rata Vitamin C dalam Tablet Enervon-C

, kapsul gelatin dan

kapsul alginat pada medium pH lambung dapat dilihat pada Tabel 1.

® , Kapsul Gelatin, dan Kapsul Alginat (n=3)

No Waktu

Profil pelepasan vitamin C daritablet Enervon-C®, kapsul gelatin dan dari

(56)

0.00

tablet Enervon-C kapsul gelatin kapsul alginat

Gambar 11. Pelepasan Vitamin C dari TabletEnervon-C®, Kapsul Gelatin dan Kapsul Alginat pada Medium Lambung pH 1,2 Suhu 37ºC

Pada grafik terlihat bahwa laju pelepasan vitamin C dari tablet

Enervon-C® dan kapsul alginat yang mengandung vitamin C tidak berbeda signifikan pada

5 menit pertama (p≥0,05). Vitamin C yang dilepaskan dari tablet Enervon-C®

pada 5 menit pertama hanya mencapai 1,12 %, sedangkan kapsul alginat mencapai

3,31%. Perbedaan yang signifikan tampak setelah 10 menit dimana tablet

Enervon-C® telah melepaskan vitamin C sebanyak 32,60 % sementara kapsul

alginat melepaskan vitamin C sebanyak 11,18 % (p≤0,05). Hal ini karena tablet

Enervon-C® lebih dahulu pecah pada menit ke-5 dan menyebabkan vitamin C

mulai keluar, namun pelarutannya berlangsung perlahan-lahan karena tablet

memerlukan tahap disintegrasi sehingga menyebabkan vitamin C tidak melarut

dengan segera. Meskipun demikian, setelah 10 menit vitamin C larut dan terlihat

pelepasan meningkat secara signifikan pada medium pH 1,2 tersebut. Sedangkan,

pada uji pelepasan vitamin C yang dilakukan terhadap kapsul alginat, tidak semua

(57)

medium pH 1,2. Dalam medium pH 1,2, vitamin C yang keluar dari kapsul alginat

dibatasi oleh dinding kapsul alginat.. Kapsul alginat tidak pecah dalam medium

pH 1,2 karena dalam medium ini terjadi konversi kalsium alginat dari kapsul

menjadi asam alginat yang tidak larut. Namun, jika medium pH 1,2 diganti

dengan medium pH 4,5, maka asam alginat ini langsung berinteraksi dengan ion

natrium yang terdapat dalam medium pH 4,5 membentuk natrium alginat yang

bersifat hidrofilik, mengakibatkan kapsul mengembang dan pecah (Bangun, dkk.,

2005).

Pada grafik terlihat pula bahwa laju pelepasan vitamin C dari kapsul

gelatin pada 5 menit pertama mencapai 71,00 % dan setelah 15 menit

pelepasannya mencapai 87,29 %. Sedangkan, pelepasan vitamin C dengan kapsul

alginat pada 5 menit pertama hanya mencapai 3,31 % dimana pelepasan terjadi

secara perlahan sehingga setelah menit ke-30 jumlah vitamin C yang terlepas

hanya mencapai 16,43 %. Pelepasan vitamin C dari kapsul gelatin juga berbeda

secara signifikan jika dibandingkan dengan pelepasan vitamin C dari kapsul

alginat (p≤0,05). Pelepasan vitamin C dari kapsul gelatin berlangsung lebih cepat

karena kapsul gelatin mulai pecah pada menit ke-1 menyebabkan vitamin C keluar

serentak sehingga pembasahan partikel zat aktif oleh medium lebih cepat terjadi

dan partikel zat aktif segera larut dalam medium pH 1,2. Dapat dilihat bahwa

pelepasan vitamin C dari kedua sediaan kapsul berbeda signifikan dalam medium

pH 1,2 (p≤0,05). Pelepasan vitamin C dari kapsul alginat berlangsung lebih

(58)

Pengujian profil disolusi kedua sediaan kapsul dilakukan menggunakan

medium pH 1,2 yang disesuaikan dengan pH lambung. Pengujian dilakukan

dalam medium pH 1,2 selama 120 menit yang mengikuti pH cairan lambung.

Pada disolusi, pH medium yang digunakan disesuaikan dengan pH lambung untuk

melihat kemampuan kapsul alginat melepaskan vitamin C secara perlahan-lahan.

Konsentrasi tertinggi vitamin C dari tablet Enervon-C®

Konsentrasi tertinggi vitamin C dari kapsul gelatin dicapai setelah 25

menit, dimana vitamin C yang terlarut mencapai 91,95 %. Sedangkan dari kapsul

alginat, pelepasan vitamin C tertinggi dicapai setelah 90 menit, yakni sebanyak

88,42 %. Pelepasan vitamin C dari kapsul gelatin dan kapsul alginat pada medium

lambung pH 1,2 telah diuji secara statistik menggunakan metode paired t test dan

memberikan perbedaan yang signifikan (p≤0,05).

dicapai setelah 40

menit, dimana vitamin yang larut sebanyak 93,90 %. Sedangkan dari kapsul

alginat, konsentrasi vitamin C tertinggi dicapai setelah 90 menit, dimana vitamin

C yang larut sebanyak 88,42 %. Perbedaan kecepatan pelepasan vitamin C dari

tablet sediaan pasaran dan kapsul alginat diuji secara statistik dengan metode

paired t test dan memberikan perbedaan yang signifikan (p≤0,05).

Hasil uji statistik dengan menggunakan anava juga memperlihatkan

adanya perbedaan pelepasan vitamin C yang signifikan (α < 0,05) dalam tablet

Enervon-C®

Dengan demikian, dapat dilihat dari grafik secara keseluruhan bahwa

vitamin C yang diformulasi dalam kapsul alginat mengalami pelepasan yang

perlahan-lahan dalam medium pH 1,2 dibandingkan dengan tablet Enervon-C , kapsul gelatin dan kapsul alginat.

(59)

dan kapsul gelatin sehingga vitamin C dapat diformulasi sebagai sediaan gastric

delivery menggunakan kapsul alginat.

4.2 Pengujian Iritasi Akut Vitamin C pada Lambung Kelinci

Pengujian iritasi dilakukan pada 18 ekor kelinci jantan, yang dibagi dalam

6 kelompok, masing-masing terdiri dari 3 ekor kelinci jantan. Kelompok I sebagai

kontrol, tanpa diberikan sediaan, kelompok II diberikan vitamin C 500 mg dalam

tablet Enervon-C®

Untuk melihat organ lambung normal yang tidak mengalami iritasi akibat

pemberian sediaan, maka diberikan perlakuan tanpa pemberian sediaan vitamin C.

Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 12.

, kelompok III diberikan vitamin C 500 mg dalam kapsul

gelatin, kelompok IV diberikan vitamin C 1000 mg dalam kapsul gelatin,

kelompok V diberikan vitamin C 500 mg dalam kapsul alginat, kelompok VI

diberikan vitamin C 1000 mg dalam kapsul alginat. Sebelum pengujian, kelinci

dipuasakan selama 24 jam. Setelah 5 jam diberikan sediaan, kelinci dibedah dan

keadaan lambungnya diamati secara makroskopik dan mikroskopik.

(i)

(60)

(ii)

(iii)

Gambar 12. Organ Lambung Kelinci Kontrol (Tanpa Pemberian Sediaan)

Keterangan : (i)-(iii) Organ lambung kelinci 1-3 kontrol (tanpa pemberian

sediaan)

Untuk melihat jaringan organ lambung normal yang tidak mengalami

iritasi akibat pemberian sediaan, maka diberikan perlakuan tanpa pemberian

sediaan vitamin C. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 13.

Normal

Gambar

Gambar 1. Rumus bangun vitamin C
Gambar 2. Reduksi-Oksidasi dari Vitamin C
Gambar 3. Peranan Vitamin C dalam Sintesis Kolagen
Gambar 4. Pembentukan Kelat Vitamin C dengan Besi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rosmawaty, M.Pd Universitas Negeri Medan. 65

Dengan ini diumumkan bahwa berdasarkan Ketetapan Panitia Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Prov. Demikian pengumuman ini

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada pihak manager Ayam Penyet Surabaya Medan kedua variabel bebas yang diteliti yaitu variabel kualitas pelayanan dan kualitas

Universitas Negeri

kooperatif tipe make a match dapat menjadikan peserta didik lebih. bersemangat untuk

Apakah Biaya Eksternal Audit Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.3

Peralatan monitoring dibuat dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Mega untuk memproses perhitungan flicker dari data tegangan urutan waktu yang diperoleh dari sensor

mcrupa1ta.n suatu program ltomputer yang cukup besar ya.ng dapat, iricn,jangla~~i Lvl~ih.. bi~nyak perrn,?sahan