• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK

TESIS

ARI GUSNITA 097112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh ARI GUSNITA

097112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik

Nama Mahasiswa : ARI GUSNITA Nomor Induk Mahasiswa : 097112001

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Ketua

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS I

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

PERNYATAAN

Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai

Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik- Spesialis di Bidang Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister kedokteran.

Yang terhormat Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), (Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister.

(7)

Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf FK USU

Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan magister ini.

Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Cut Aria Arina,Sp.S dan Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

Kepada yang penulis hormati, guru besar, Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) dan Prof.Dr. Darulkutni Nasution,SpS(K) dan guru- guru penulis,

(8)

maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.

Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Ariwibowo dan Syafrizal serta seluruh perawat dan pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan magister ini sampai selesai.

Rekan-rekan sejawat PPDS Departemen Neurologi FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberi masukan berharga kepada penulis dan selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan magister ini.

Semua pasien stroke iskemik yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, penulis haturkan terima kasih yang mendalam.

(9)

tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak dan Ibu mertua penulis, (Alm) Sutomo dan Hj. Siti Hadjar, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

Teristimewa kepada suamiku tercinta Dr. Eko Waskito Wibowo, yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus dalam suka dan duka, juga kepada kedua saudara kandung saya, Ira Maisita, S.Kom dan Yulia Lestari, AmKeb, yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf

Tersangat istimewa kepada kedua anakku tersayang Aqila Lutfiyah Waskito dan Mhd. Rafif Aditya Waskito yang telah menjadi motivasi dan inspirasi dalam penyelesaian tesis ini dan mendampingi penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan menyelesaikan tesis ini.

(10)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Medan, September 2011

(11)

ABSTRAK

Latar Belakang : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kadar troponin T menjadi indikator kerusakan otot jantung pasien stroke iskemik sedangkan kadar magnesium berhubungan dengan stroke iskemik melalui perkembangan aterosklerosis

Tujuan : Untuk mengetahui peranan troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik stroke iskemik.

Metodologi : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Januari 2011 hingga April 2011. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala. Kadar troponin T dan magnesium serum diukur dalam 24 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan NIHSS, MRS dan

BI pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Pada penelitian ini, terdapat 26 pasien dengan 17 lelaki dan 9 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar troponin T dan magnesium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Terdapat hubungan bermakna antara kadar troponin T (r= 0,399, p=0,044) dan magnesium (r=0,455, p=0,02) terhadap skor NIHSS. Uji regresi menunjukkan bahwa dijumpai pengaruh signifikan antara kadar troponin T dan magnesium terhadap skor NIHSS.

Kesimpulan : Kadar serum troponin T dan magnesium tidak memiliki peranan secara bersama-sama sebagai faktor prognostik stroke iskemik. Kadar troponin T dan magnesium serum yang tinggi merupakan prediktor independen outcome yang buruk pada stroke iskemik

(12)

ABSTRACT

Background : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a

leading cause of mortality and disability. Eksperimental studies showed that the level of troponin T becomes an indicator for cardiac muscle damages in ischemic stroke patients. And the level of magnesium was related to the ischemic stroke by atherosclerosis progression.

Objective : To investigate the role of troponin T and magnesium as

prognostic factors in ischemic stroke.

Methods : An observational cross sectional study was done to acute

ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital from January 2011 to April 2011. The diagnose of acute ischemic stroke was established based on history, neurological examination and head CT scan. Serum troponin T and magnesium were measured within 24 hours after admission. The stroke outcome was measured by using NIHSS, MRS and BI on the fourteenth day.

Results : In this study, there were 26 patients , consisted of 17 men and 9

women. There was no significant difference of troponin T and magnesium levels based on age and gender. There was a significant correlation between troponin T (r=0.399, p=0.44) and magnesium levels (r=0.455, p=0.02) on the NIHSS score. According to the regression test, troponin T and magnesium levels have a significant role to NIHSS score.

Conclusions : Troponin T and magnesium serum levels have no any role

together as prognostic factors in ischemic stroke. The increase of troponin T dan magnesium serum level are independent predictors to outcome of ischemic stroke

Keywords : acute ischemic stroke, troponin T, magnesium, prognostic

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan Tesis...ii

Ucapan Terima Kasih………. v

Abstrak...ix

Daftar Isi...xi

Daftar Singkatan………. xiv

Daftar Lambang……… xvi

Daftar Gambar……… xvii

Daftar Tabel...vii

II.1.2. Epidemiologi... 12

II.1.3 Faktor resiko... 13

II.1.4. Klasifikasi... 15

II.1.5 Patofisiologi... 18

II.2 TROPONIN T... 19

II.2.1. PelepasanTroponin T... 23

II.3. MAGNESIUM... 30

II.3.1. Metabolisme Mg... .33

II.4. OUTCOME STROKE………. ….. 34

III.2.4. Kriteria Inklusi ... 40

III.2.5. Kriteria Eksklusi ... 40

III.3. BATASAN OPERASIONAL ... 42

III.4. RANCANGAN PENELITIAN... 42

(14)

III.5.1. Instrumen... 42

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar troponin t... 43

III.5.1.2.Pemeriksaan kadar magnesium... 43

III.5.1.3. Pemeriksaan CT Scan……….. 43

III.5.1.4. Pengukuran Outcome……… 43

III.5.2. Pengambilan Sampel... 43

III.5.3. Kerangka Operasional ... 44

III.5.4. Variabel yang Diamati... 45

III.5.5. Analisa Statistik... 45

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian...46

IV.1.2. Rerata Nilai Kadar Troponin T dan Mg Serum... 47

IV.1.3 Distribusi Rerata Nilai Kadar Troponin T Serum Berdasarkan Variabel... 48

IV.1.4 Distribusi Rerata Nilai Kadar Mg Serum Berdasarkan Variabel...50

IV.1.5 Distribusi Rerata Nilai NIHSS, MRS dan BI Berdasarkan Variabel IV.1.5.1. Distribusi Rerata Nilai NIHSS Berdasarkan Variabel ...53

IV.1.5.2. Distribusi Rerata Nilai mRS Berdasarkan Variabel...55

IV.1.5.3. DistribusiRerata Nilai BI Berdasarkan Variabel...57

IV.1.6 Hubungan Kadar Troponin T dan Magnesium Terhadap Nilai NIHSS, mRS dan BI... 60

(15)

Lampiran………78 1. Lembar Penjelasan Kepada pasien

2. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian 3. Lembar Pengumpulan Data Penelitian

4. National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

5. Modified Rankin Scale (mRS)

6. Barthel Index (BI)

7. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan 8. Data pasien penelitian

(16)

DAFTAR SINGKATAN Activities of Daily Living Angina Pektoris Tidak Stabil Asean Neurologic Association Adenosine Triposphate

EKG : Elektrokardiografi

IMA : Infark Miokard Acute

LACI : Lacunar Infark

LDL : Low Density Lipoprotein

M-FIM : Motor component of Functional Independence Measure

MRI : Magnetic Resonance Imaging

MRS : Modified Rankin Scale

NIHSS OR

: :

National Institute Of Health Stroke Scale Odds Ratio

PACI : Partial Anterior Circulation Infarction

POCI

(17)

DAFTAR LAMBANG mEq : Milieqivalen

mg : Miligram ng : Nanogram L : Liter

mm : Milimeter n : Besar sampel p : Tingkat kemaknaan r : Koefisien korelasi

α : alfa

β : beta

O2 : Oksigen

Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,01) yang telah ditentukan

 1,96

Zβ : Nilai baku berdasarkan nilai β (0,15) yang ditentukan oleh peneliti

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kompleks Troponin 20

Gambar 2. Kompleks Troponin T-I-C Dilepas Dari Kerusakan Miosit Dalam Bentuk Molekul yang Bervariasi

22 Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan

Peningkatan Kadar Troponin Jantung

24

Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada Kematian Otot

Jantung

27 Gambar 5. Progresi patologis menuju aterosklerosis 30 Gambar 6. Distribusi Magnesium dalam tubuh 34 Gambar 7. Grafik linear peran kadar troponin T terhadap 62

skor NIHSS

Gambar 8 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap 62 skor NIHSS

Gambar 9 Grafik linear peran kadar troponin T terhadap 64 skor MRS

Gambar 10 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap 64 skor MRS

Gambar 11 Grafik linear peran kadar troponin t terhadap 66 skor BI

Gambar 12 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap skor BI 66

(19)

DAFTAR TABEL

Distribusi rerata nilai kadar Troponin T berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai kadar magnesium berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai NIHSS berdasarkan variabel

Distribusi rerata nilai mRS berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai BI berdasarkan variabel

Hubungan antara kadar troponin T dan Magnesium terhadap nilai NIHSS, MRS dan BI

Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor NIHSS

Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor MRS

Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor BI

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Penderita/Keluarga Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 3. Lembar Pengumpul Data

Lampiran 4. National Institute of Health Stroke Scale

Lampiran 5. Barthel Index

Lampiran 6. Modified Rankin Scale

Lampiran 7. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU

(21)

ABSTRAK

Latar Belakang : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kadar troponin T menjadi indikator kerusakan otot jantung pasien stroke iskemik sedangkan kadar magnesium berhubungan dengan stroke iskemik melalui perkembangan aterosklerosis

Tujuan : Untuk mengetahui peranan troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik stroke iskemik.

Metodologi : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Januari 2011 hingga April 2011. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala. Kadar troponin T dan magnesium serum diukur dalam 24 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan NIHSS, MRS dan

BI pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Pada penelitian ini, terdapat 26 pasien dengan 17 lelaki dan 9 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar troponin T dan magnesium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Terdapat hubungan bermakna antara kadar troponin T (r= 0,399, p=0,044) dan magnesium (r=0,455, p=0,02) terhadap skor NIHSS. Uji regresi menunjukkan bahwa dijumpai pengaruh signifikan antara kadar troponin T dan magnesium terhadap skor NIHSS.

Kesimpulan : Kadar serum troponin T dan magnesium tidak memiliki peranan secara bersama-sama sebagai faktor prognostik stroke iskemik. Kadar troponin T dan magnesium serum yang tinggi merupakan prediktor independen outcome yang buruk pada stroke iskemik

(22)

ABSTRACT

Background : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a

leading cause of mortality and disability. Eksperimental studies showed that the level of troponin T becomes an indicator for cardiac muscle damages in ischemic stroke patients. And the level of magnesium was related to the ischemic stroke by atherosclerosis progression.

Objective : To investigate the role of troponin T and magnesium as

prognostic factors in ischemic stroke.

Methods : An observational cross sectional study was done to acute

ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital from January 2011 to April 2011. The diagnose of acute ischemic stroke was established based on history, neurological examination and head CT scan. Serum troponin T and magnesium were measured within 24 hours after admission. The stroke outcome was measured by using NIHSS, MRS and BI on the fourteenth day.

Results : In this study, there were 26 patients , consisted of 17 men and 9

women. There was no significant difference of troponin T and magnesium levels based on age and gender. There was a significant correlation between troponin T (r=0.399, p=0.44) and magnesium levels (r=0.455, p=0.02) on the NIHSS score. According to the regression test, troponin T and magnesium levels have a significant role to NIHSS score.

Conclusions : Troponin T and magnesium serum levels have no any role

together as prognostic factors in ischemic stroke. The increase of troponin T dan magnesium serum level are independent predictors to outcome of ischemic stroke

Keywords : acute ischemic stroke, troponin T, magnesium, prognostic

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama

dan merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di

negara-negara maju, setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Setiap

tahunnya, lebih kurang 795.000 orang mengalami serangan stroke, baik

yang pertama, maupun serangan berulang. Diperkirakan 610.000

merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang.

(Goldstein, dkk 2006; Hacke dkk, 2003; Lloyd-Jones dkk, 2009).

Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT)

tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan

kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan

cermat (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,

1999).

Penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA

(Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia.

Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah

sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan

dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

(24)

45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7%

dan di atas usia 65 tahun 33,5%. (Misbach, 2007).

Kwon dkk melakukan penilaian disabilitas pada pasien paska stroke

dengan menilai Barthel Index (BI), motor component of Functional

Independence Measure (M-FIM) dan Modified Rankin Scale (MRS).

Mereka mendapatkan hubungan yang sangat erat antara BI, M-FIM dan

MRS dalam menilai disabilitas pasien stroke secara global (Kwon dkk,

2004).

Variabilitas outcome pasien stroke yang sangat besar memicu

berbagai penelitian yang berupaya mengidentifikasi faktor-faktor prediktor

outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional yang telah diteliti

pada berbagai studi sebelumnya mencakup usia, skor NIHSS (National

Institute Of Health Stroke Scale) awal, tipe stroke, riwayat stroke,

diabetes, disabilitas sebelumnya, penyakit jantung, demensia, status

sosioekonomik, penanda keparahan stroke, demam, undernutrition,

hiperglikemia, tempat rawatan (stroke unit vs ruangan biasa), dan variabel

imejing. (Johnston dkk, 2000; Appelros dkk, 2003; Ng dkk, 2007; Johnston

dkk, 2002; Uchino dkk, 2001; Paul dkk, 2005; Greer dkk, 2008; Davis dkk,

2004; Yong dkk, 2008; Glader dkk, 2001; Rudd dkk, 2005).

Troponin T merupakan penanda nekrosis miokard yang memiliki

sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang digunakan dalam diagnosis

infark miokard akut dan resiko terjadinya sindrom koroner akut, dimana

peningkatan troponin T juga terdapat pada beberapa pasien stroke. (Kerr

(25)

Dari studi Kerr dkk ( 2009), diukur kadar troponin T pada seluruh

pasien, dari semuanya didapat 18,1% pasien stroke terdapat troponin T

dalam serum . Pada pasien stroke dengan terdapat adanya troponin T

dalam serum memiliki gambaran iskemik miokard pada EKG. Pasien

stroke akut dengan peningkatan kadar troponin T memiliki resiko

kematian lebih tinggi dibanding yang tidak. Peningkatan kadar troponin

pada stroke akut sering terjadi, sekitar 1 dari 5 pasien. Peningkatan kadar

troponin kecendrungan memiliki gambran EKG yang diduga iskemik

miokard, dimana terdapat banyak penyebab yang mungkin dari kerusakan

miokard dan peninggian kadar troponin setelah stroke, beberapa pasien

dapat memiliki gejala sindrom koroner akut . Peningkatan kadar troponin

berhubungan dengan outcome buruk tetapi tidak jelas dikatakan sebagai

faktor prognostik. Jadi kadar troponin hanya merupakan penanda/ marker

beratnya suatu kejadian stroke. (Kerr dkk, 2009)

Pada studi Suk Song dkk (2008) ditemukan bahwa peningkatan

kadar serum troponin T pada pasien stroke iskemik berhubungan dengan

lokasi lesi dan outcome buruk. Serum troponin T meningkat 10,8% pada

pasien stroke, dan memiiki prevalensi atrial fibrilasi dan dislipidemia

dibanding dengan kadar yang normal, dan juga cenderung memiliki infark

multipel dan kardioemboli. Peningkatan serum troponin T menjadi indikasi

toleransi jantung yang rendah yang disebabkan stroke iskemik akut.

Outcome jangka pendek kurang baik dan stroke lebih berat dibanding

dengan kadar serum troponin T yang nomal. Stroke kardioemboli lebih

(26)

Dari penelitian Loria dkk disebutkan bahwa troponin merupakan

penanda/ marker yang kuat untuk suatu infark miokard dan berguna untuk

menilai resiko dan terapi yang mendekati untuk perbaikan outcome,

meskipun kadar troponin jantung spesifik untuk kerusakan otot jantung,

tetapi tidak dapat dipertimbangkan sebagai penanda kerusakan otot

jantung yang pasti. Pemeriksaan troponin jantung secara serial dapat

memperbaiki kemampuan penanda/ marker ini dalam mendeteksi infark

miokard secara signifikan. (Loria dkk 2008).

Pada studi eksperimental Ammann dkk (2004) menunjukkan bahwa

peningkatan kadar troponin merupakan predictor mortalitas atau

perburukan outcome klinis dari sindrom koroner akut dan miokard infark,

walaupun peningkatan kadar troponin sendiri tidak dapat membuat suatu

diagnosa klinis tetapi memberikan kontribusi pada gambaran klinis .

Troponin T merupakan penanda/marker yang memiliki spesifisitas

dan sensitivitas tinggi dari kerusakan miokard pada sindrom koroner akut.

Dalam hal ini, peningkatan konsentrasi marker- marker ini berhubungan

dengan outcome jangka pendek dan panjang pada pasien dengan angina

tidak stabil atau infark miokard. Pelepasan troponin T jantung pada

kerusakan otot miokard mungkin disebabkan perlengketan sementara dari

komponen sitosol dari integritas sarkolemal selama iskemia reversible

atau dari lanjutan dari pelepasan ketika iskemia ireversibel. (Sato dkk,

2004).

Troponin jantung merupakan penanda diagnosis yang lebih disukai

(27)

setelah onset gejala dan berguna untuk menentukan stratifikasi resiko

terjadinya sindrom koroner akut. (Samsu dkk, 2007).

Troponin T merupakan penanda biokimiawi dari kerusakan otot

jantung dengan sensitifitas dan spesifisitas tinggi, meskipun adanya

peranan troponin T pada stroke akut, berdasarkan studi observasional

dimana peningkatan konsentrasi troponin T pada pasien stroke iskemik

akut berhubungan dengan 3 kali peningkatan mortalitas. (Etgen dkk

2005).

Menurut Etgen dkk (2005), troponin T hanya meningkat 4,6% pada

pasien stroke iskemik. Nilai rerata yang tinggi 3,29 mikrogram/L, troponin

T menandakan bersamaan dengan kerusakan otot jantung atau payah

jantung berat dan dapat meningkatkan mortalitas. Berdasarkan suatu

analisis, peningkatan konsentrasi troponin T tanpa adanya bukti lesi

miokard ditemukan hanya 4,6%-7,8% dari kasus stroke iskemik akut.

Dari hasil penelitian Ohman dkk (1996), 289 dari 801 pasien terjadi

peningkatan kadar troponin T. Mortalitas dalam 30 hari meningkat secara

bermakna pada pasien dengan peningkatan kadar troponin T dibanding

dengan kadar rendah troponin T. Troponin T tetap dapat memprediksi

mortalitas pada hari ke 30.

Menurut hasil penelitian James dkk, konsentrasi troponin T

meningkat pada 17% pasien yang datang dengan stroke iskemik. Sekitar

40% pasien dengan peningkatan konsentrasi troponin T meninggal

selama dirawat dibanding dengan pasien dengan kadar troponin T normal.

(28)

prediktor yang kuat untuk mortalitas pasien yang masuk RS dengan stroke

iskemik akut. Pada studi ini menunjukkan konsentrasi serum troponin T

merupakan prediktor kematian setelah fase akut stroke iskemik .Pada

studi sebelumnya dikatakan bahwa kerusakan kardiak setelah stroke

iskemik diperantarai oleh gangguan otonom. (James dkk, 2000).

Pasien dengan kelainan intrakranial seperti stroke akut sering

ditemukan peningkatan kadar troponin sesuai dengan perubahan

gambaran iskemik pada EKG. Sebanyak 20% pasien dengan perdarahan

subarakhnoid dan 27% dengan stroke iskemik akut mengalami

peningkatan kadar troponin. (Daubert dkk, 2010).

Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa kadar troponin T

dapat menjadi marker yang bernilai pada pasien dengan adanya bukti

kerusakan miokard pada stroke iskemik dan juga telah diteliti jika troponin

T dapat digunakan sebagai marker kerusakan miokard pada pasien stroke

hemoragik. Dari hasil studi Apak dkk, ditemukan bahwa peningkatan kadar

troponin T menjadi indikator kerusakan miokard pada penderita stroke.

Menurut penelitian James et al, setelah kejadian stroke iskemik dapat

diikuti dengan perubahan gambaran EKG, aritmia dan peningkatan kadar

CK-MB, dimana kadar troponin T menjadi penanda yang lebih sensitif dan

spesifik pada injuri jantung dibanding kadar CK-MB. Dari studi ini

ditemukan korelasi signifikan antara kadar troponin T dengan lesi stroke

yang ditampilkan dari CT sken. Kadar serum troponin T berkorelasi positif

dengan volume stroke (r=0,65, p<0,0001). Pada studi ini diketahui, bahwa

(29)

peningkatan kerusakan miokard yang secara jelas diobservasi dengan

peningkatan kadar serum troponin T dan CK-MB. Penyebab yang paling

sering dari iskemik jantung adalah aterosklerosis yang mempengaruhi

sistem vaskuler koroner dan otak. Seluruh pasien pada studi ini yang

memiliki lesi pada pembuluh koroner memiliki kadar troponin T lebih tinggi

(0,56±0,2 ng/ml). (Apak dkk, 2004).

Magnesium (Mg) merupakan suatu antagonis kalsium yang alami

yang dapat meningkatkan tonus vasomotor, tekanan darah dan aliran

darah ke perifer. Defisiensi Mg dapat memicu vasokonstriksi dan

memperberat kerusakan endotel pembuluh darah yang dapat berkembang

menjadi aterosklerosis. Kadar Mg yang rendah dapat berasal dari

ateroslerosis sebelumnya. Menurut studi Amighi dkk (2003), dengan

kadar Magnesium < 0,76 mmol/L secara signifikan meningkatkan resiko

kejadian neurologis 3,29 kali. Lebih lanjut kadar Mg yang rendah

ditemukan peningkatan stadium klinis dari penyakit arteri koroner.

Hipomagnesemia meningkatkan tonus pembuluh darah dan

memicu aktivitas vasokonstriktor dan mempengaruhi respon terhadap

berbagai agen dilator yang menyebabkan peningkatan resistensi perifer

kemudian meningkatkan tekanan darah (Laurant dkk, 1999).

Penurunan kadar serum magnesium berhubungan dengan

peningkatan prevalensi hipertensi, resistensi insulin, dan diabetes.

Peningkatan prevalensi hipomagnesemia dapat menyebabkan

peningkatan resistensi insulin dan mempercepat aterosklerosis dan

(30)

Magnesium defisiensi dapat menyebabkan progresi aterosklerosis

melalui efek pada metabolisme lipid, agregasi platelet dan tekanan darah

(Swaminathan, 2003).

Trombosis platelet meningkat secara signifikan pada pasien

dengan CAD yang memiliki kadar Mg yang rendah. (Shechter dkk, 2000).

Magnesium dapat menekan aktivasi platelet dengan menghambat

faktor platelet seperti prostasiklin stimulator seperti tromboxane A2 atau

menghambat sintesa inhibitor platelet seperti prostasiklin. (Shechter dkk,

2000).

Pada suatu studi eksperimental disebutkan bahwa pengaruh

penurunan kadar serum magnesium dapat mempercepat aterogenesis

dengan peningkatan konsentrasi LDL, modifikasi oksidatif dan proses

inflamasi. Pada studi in vivo menunjukan kadar serum magnesium yang

rendah menentukan terjadinya disfungsi endotel, yang merupakan awal

pembentukan plak, dan lebih lanjut lagi dengan pemberian terapi

magnesium oral dapat memperbaiki fungsi endotel pada pasien dengan

penyakit arteri koroner. (Maier dkk, 2002).

Pada studi eksperimental King dkk (2009) menunjukkkan kadar

serum magnesium berkorelasi negatif dengan perkembangan

aterosklerosis. Pada aorta memperlihatkan lebih banyak plak dan

penipisan lapisan intima 42% pada yang tidak terdapat Mg dibanding

kontrol dan 36% lebih banyak dari pada ditemukan adanya magnesium.

(31)

Pada suatu studi eksperimental sebelumnya menunjukkan kadar

magnesium yang rendah dapat mempercepat aterosklerosis melalui

proses inflamasi dan oksidatif. Defisiensi Mg dapat berhubungan dengan

respon inflamasi yang menyebabkan peningkatan sirkulasi sitokin yang

dapat memicu respon oksidatif pada sel endotel, selanjutnya defisiensi Mg

dapat berhubungan dengan resiko terbentuknya trombus. Selama 15

tahun follow up, 577 kasus stroke iskemik terjadi dimana serum

magnesium berhubungan terbalik dengan kejadian stroke iskemik.

Menurut ARIC (Atherosclerosis Risk In Communities) Study, hipertensi

dan diabetes melitus merupakan mediator antara Mg dengan kejadian

stroke iskemik. (Ohira dkk, 2008).

Menurut Ouchi dkk ( 1990), pemberian diet yang mengandung Mg

dapat menekan perkembangan plak aterosklerosis pada lapisan intima, ini

menegaskan bahwa diet mengandung Mg memiliki efek antiaterogenik

(32)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti

yang telah diuraikan di atas, dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah peranan kadar serum troponin T dan magnesium

sebagai faktor prognostik pada penderita stroke iskemik ?

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan kadar serum troponin T dan

magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke

iskemik.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peranan kadar serum troponin T dan

magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke

iskemik di RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum troponin T dan

kadar serum magnesium dengan outcome stroke iskemik di

RSUP H.Adam Malik Medan.

3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik, kadar

serum troponin T dan kadar serum magnesium pada penderita

stroke iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi

(33)

5. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi

dengan kadar serum magnesium dan nilai outcome stroke iskemik

I.4. Hipotesis

Ada peranan kadar serum troponin T dan magnesium sebagai

faktor prognostik pada penderita stroke iskemik.

I.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya peranan kadar serum troponin T dan

magnesium sebagai faktor prognostik penderita stroke iskemik,maka

dapat diprediksi outcome pasien stroke iskemik yang dirawat di bangsal

Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan sehingga diharapkan dapat

dilakukan penatalaksanaan yang tepat pada penderita stroke untuk

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK

II.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi

Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan

jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga

mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,

2003).

II.1.2. Epidemiologi

Stroke menyebabkan 1 dari 15 kematian di Amerika Serikat (AS) di

tahun 2001. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua di

seluruh dunia dan ketiga di negara-negara berkembang. Stroke penyebab

pertama disabilitas dalam jangka panjang di AS dan penyebab utama

terbesar kedua menimbulkan disabilitas di seluruh dunia pada

orang-orang berusia diatas 60 tahun (De Freitas dkk, 2005). Insiden stroke pada

pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia

tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64

(35)

75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun. (Lloyd dkk,

2009).

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan

terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun

(Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000

insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian

per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.

(Goldstein dkk, 2006).

II.1.3. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak

(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang

kuat (well documented atau less well documented). (Goldstein, 2006).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah

d. Ras/etnis

e. Genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

1. Hipertensi

2. Paparan asap rokok

(36)

4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu

5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri karotis

7. Sickle cell disease

8. Terapi hormonal pasca menopause

9. Diet yang buruk

10. Inaktivitas fisik

11. Obesitas

b. Less well-documented and modifiable risk factors

1. Sindroma metabolik

2. Penyalahgunaan alkohol

3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Sleep-disordered breathing

5. Nyeri kepala migren

6. Hiperhomosisteinemia

7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase

9. Hypercoagulability

10. Inflamasi

(37)

II.1.4. Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis

stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang

berbeda, walaupun patogenesisnya sama. (Misbach, 1999).

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

1. Stroke Iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri

2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarachnoid

II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution

3. Complete stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah

1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :

1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)

2. Total Anterior Circulation Infark( TACI)

3. Lacunar Infark (LACI)

(38)

V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan criteria kelompok peneliti

TOAST (Sjahrir, 2003).

1. Aterosklerosis Arteri Besar

Gejala klinik dan penemuan imaging otak yang signifkan (>50%)

stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di

korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT

sken otak dan MRI menunjukkan adanya infark di kortikal,

serebellum, batang otak atau subkortikal yang berdiameter lebih

dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri

besar.

2. Kardioembolisme

Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber

embolus dari jantung terdiri dari:

 Resiko Tinggi

 Prostetik katub mekanik

 Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi

 Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)  Atrial kiri/ atrial appendage thrombus

 Sick sinus syndrome

 Miokard infark baru (< 4 minggu)

 Thrombus ventrikel kiri

 Kardiomiopati dilatasi

 Segmen ventrikel kiri akinetik

(39)

c. Resiko sedang

 Prolapsus katub mitral

 Kalsifikasi annulus mitral

 Mitral stenosi tanpa fibrilasi atrial

 Turbulensi atrial kiri

 Aneurisma atrial kiri

 Paten foramen ovale

 Atrial flutter

Lone atrial fibrillation

 Katub kardiak bioprostetik

 Trombotik endokarditis nonbacterial

 Gagal jantung kongestif

 Segmen ventrikuler kiri hipokinetik

 Miokard infark (>4minggu, <6 bulan)

3. Oklusi Arteri Kecil

Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus

mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala

gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai

gambaran CT sken/ MRI otak normal atau infark lakunar dengan diameter

< 1,5 mm di daerah batang otak atau subkortikal.

4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan

a. Non-aterosklerosis Vaskulopati

 Non Inflamasi

(40)

 Infeksi

b. Kelainan hematologi atau koagulasi

5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang tidak dapat Ditentukan

II. 1.5. Patofisiologi

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap (Sjahrir, 2003).

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

(41)

II .2 . Troponin T

Troponin merupakan kompleks dari 3 buah protein pengatur yang

berintegrasi untuk melakukan kontraksi otot pada otot skeletal dan otot

jantung. Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu

filamen tebal yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari

aktin, tropomiosin dan troponin. Troponin yang berlokasi pada filamen tipis

dan mengatur aktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara teratur

merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit dengan

struktur dan fungsi yang berbeda yaitu:

1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 Dalton, berfungsi

mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.

Ditemukan pada otot jantung dan rangka.

2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 Dalton, suatu

komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin dan mengatur

ikatan troponin pada tropomiosin

3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 Dalton yang

berfungsi mengikat tropomiosin dan menghambat aktifitas ATPase

(42)

Gambar 1. Kompleks Troponin

Dikutip dari : http://en.wikipedia.org/wiki/troponin

Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot

skelet isoform. Troponin T lokasinya di intraseluler, terikat pada kompleks

troponin dan untaian molekul tropomiosin. Kompleks troponin sel-sel

merupakan suatu protein yang mengatur interaksi aktin dan miosin

bersama-sama dengan kadar kalsium intraseluler. Pada otot jantung

manusia, diperkirakan 6% dari total troponin T miokardial ditemukan

sebagai larutan pada sitoplasmik yang mungkin berfungsi sebagai

prekursor untuk sintesis troponin. Tampaknya pelepasan troponin T bila

terjadi kerusakan miokard beberapa jam berasal dari sitoplasma sehingga

akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang

berkepanjangan akibat dari kerusakan struktur apparatus,untuk mencapai

sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu dari

(43)

kerusakan miokard dan masih tinggi dalam serum selama 1-2 minggu.

Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat

terutama bila penderita IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet.

Pelepasan troponin T sitosolik juga sensitif terhadap perubahan perfusi

arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi

perfusi.(Elias, 2003, Samsu dkk, 2007, Christenson dkk, 2006).

Troponin T merupakan penanda nekrosis miokard yang memiliki

sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang digunakan dalam diagnosis

infark miokard akut dan resiko terjadinya sindrom koroner akut, dimana

peningkatan troponin T juga terdapat pada beberapa pasien stroke. Pada

beberapa pasien, peningkatan kadar troponin dapat menunjukkan

hubungan antara penyakit arteri koroner dengan stroke akut, meskipun

telah dikatakan bahwa beberapa kerusakan otot jantung yang diobservasi

pada pasien stroke berhubungan dengan kerusakan miosit berhubungan

dengan aktivasi sistem simpatoadrenal. (Kerr dkk, 2009).

Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama

pertumbuhan janin. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot pada

penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal

ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung.

Setelah jejas miokard peningkatan kadar troponin T terdeteksi kira-kira 4

jam setelah IMA. Kadar troponin T mulai meningkat 3-5 jam setelah jejas

dan tetap meningkat selama 14-21 hari. Kadar troponin T ini mencapai

puncak 12-24 jam setelah jejas. Spesifisitas troponin T dalam diagnosis

(44)

spesifisitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa troponin T

dilepas dari sel-sel miokard pada angina tidak stabil sehingga mengurangi

spesifisitas dalam diagnosis IMA. (Samsu, 2007)

Pemeriksaan kadar troponin T mempunyai sensitivitas sampai

100% terhadap kerusakan miokard dalam 4-6 jam setelah IMA.(Samsu

dkk, 2007, Daubert dkk, 2010).

Gambar 2 . Kompleks Troponin T-I-C dilepas dari kerusakan miosit dalam bentuk molekul yang bervariasi

(45)

II. 2.1 PELEPASAN TROPONIN T

Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih

permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung

merembes ke dalam interstisium dan ruang intravaskuler. Akan terjadi

pelepasan troponin dini segera setelah terjadi jejas iskemia diikuti oleh

pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama yang menyebabkan pola

pelepasan bifasik yang terutama terjadi pada troponin T. (Samsu dkk,

2007).

Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan

miokard yang reversibel atau ireversibel (berupa kematian sel). Pada

iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan posfat

energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses

transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan

pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritas

membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi

pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transport

vesikuler. Setelah itu terjadi difusi bebas dari lisis sel ke dalam interstisium

yang dimungkinkan oleh pecahnya seluruh membran sel. Peningkatan

kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisis sehinnga menurunkan

pH yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik

lisosom. Perubahan pH bersama-sama dengan aktifasi enzim proteolitik

mengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan degradasi

protein yang struktural terikat. Implikasi klinisnya adalah jika terjadi

(46)

dilepas ke dalam aliran darah. Lamanya kira-kira 30 jam terus menerus

sampai persediaan troponin T sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang

persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah

proteolisis yang melepaskan sejumlah besar troponin T yang terikat ke

dalam darah. Masa pelepasan troponin T ini berlangsung 30-90 jam, lalu

perlahan-lahan turun. (Elias, 2003).

Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Troponin Jantung

(47)

Troponin T kardiak merupakan penanda yang lebih sensitif dan

spesifik dalam mendeteksi nekrosis miokard dan menjadi penanda yang

lebih disukai dalam mendiagnosa IMA juga menjadi indikator prognostik

pada sindrom koroner akut. Pemeriksaan troponin T secara serial

meningkatkan kemampuan penanda ini dalam mendeteksi IMA. (Loria

dkk, 2008).

Troponin T dan I merupakan penanda yang paling sensitif dan

spesifik dari kerusakan miokard pada sindrom koroner akut dan

peningkatan kadar marker ini berhubungan dengan outcome jangka

pendek dan panjang pada pasien-pasien angina tidak stabil dan infark

miokard. (Sato dkk, 2004).

II.2.3 SINDROMA KORONER AKUT

DEFENISI

Sindroma koroner akut adalah suatu peralihan manifestasi dari

penyakit jantung iskemik meliputi angina tidak stabil hingga infark miokard

akut (IMA). Kerusakan vaskuler dan pembentukan trombus merupakan

kunci dari proses dan progresifitas aterosklerosis serta patogenesis

sindrom koroner akut.

PATOFISIOLOGI

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang progresif

dengan bermacam tampilan klinis dari asimtomatis, angina stabil maupun

sindroma koroner akut sampai kematian jantung mendadak. Kejadian

penyakit jantung koroner meliputi 2 tahap.Tahap pertama terdiri dari suatu

(48)

obstruktif dan progresi lebih lanjut tergantung pada faktor resiko. Tahap

kedua terjadi trombogenesis dengan cepat dikarenakan koyaknya plak

yang mengeluarkan konstituennya yang bersifat trombogenik, seperti

kolagen dan tromboplastin jaringan yang menstimulasi agregasi trombosit,

pembentukan fibrin dan perkembangan terjadinya trombus oklusif. (Jesse,

2006).

PERANAN PEMERIKSAAN KADAR TROPONIN T

Troponin T merupakan protein pengatur kontraktil jantung dan

secara normal kadarnya tidak terdeteksi dalam sirkulasi darah. Troponin T

baru terdeteksi jika terjadi kerusakan sel miokard sehingga merupakan

penanda kerusakan miokard yang sensitif dan spesifik. Peningkatan kadar

troponinT merupakan faktor prediksi yang kuat meningkatnya mortalitas.

Pada IMA pola troponin T muncul dalam darah tergantung pada lamanya

sumbatan vaskuler dan kadar troponin dalam darah bergantung pada

jumlah kerusakan yang terjadi. Jika kadar troponin T kurang dari 0,06

ng/ml mempunyai resiko rendah (4,3%); 0,06-0,18 ng/ml mempunyai

resiko sedang (10,5%) dan jika lebih dari 0,18 ng/ml mempunyai resio

tinggi untuk menjadi IMA atau kematian penyakit jantung. (Elias, 2003).

II.2.4 INFARK MIOKARD AKUT

Infark miokard akut adalah kematian otot jantung akibat suplai

oksigen yang tidak mencukupi dalam waktu yang lama. Pada umumnya

terjadi oklusi trombosis pada arteri koroner mengalami plak ateromatous.

IMA merupakan keadaan berat yang terjadi akibat oklusi mendadak

(49)

disebabkan adanya perubahan plak ateroma yang menyebabkan

tertutupnya lumen arteri koroner secara mendadak

PATOFISIOLOGI

Patogenesis terjadinya trombosis melibatkan banyak faktor antara

lain vasospasme akibat hilangnya endothelium dependent dilator

mechanism pada aterosklerosis. Juga pada penelitian klinik

memperlihatkan hubungan antara lipoprotein dan trombosis. Terjadinya

oklusi miokard selama 20 menit akan diikuti dengan terjadinya nekrosis

miokard. Adanya nekrosis miokard akan menyebabkan kehilangan

intergritas membran sel dan makromolekul intraseluler akan berdifusi ke

dalam jaringan interstisial miokard dan selanjutnya akan masuk ke dalam

mikrovaskuler dan limfatik kardiak. (Elias, 2003).

Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada Kematian Otot Jantung

(50)

II.2.5 ATEROSKLEROSIS PADA STROKE ISKEMIK

Aterosklerosis adalah serangkaian perubahan pada tunika intima

pembuluh darah arteri berupa penimbunan lipid, adanya serbuk sel

radang ke dalam tunika (terutama monosit dan limfosit), proliferasi sel-sel

otot polos, pelepasan kolagen serta matriks protein oleh sel-sel otot polos,

penumpukan kompleks karbohidrat, bekuan darah dan fibrin, yang

kemudian diikuti pembentukan jaringan ikat serta perubahan di dalam

struktur tunika intima. Aterosklerosis pada umumnya terjadi pada arteri

muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan kelainan yang

mendasari penyakit jantung iskemik. Pada beberapa plak dapat terjadi

progresi secara lambat tetapi ada juga yang cepat. Adanya fisura minor

yang terjadi pada lapisan lemak atau plak ateroma akan diikuti dengan

pebentukan trombus dan terjadilah fibrosis. Selanjutnya bila terjadi fisura

plak yang dalam atau ulserasi maka dapat terjadi oklusi trombus dan

timbul sindrom koroner akut. (Fenton, 2010).

Aterosklerosis merupakan kontributor utama terhadap patogenesa

terjadinya serangan jantung, infark serebri dan penyakit vaskuler perifer.

Saat ini proses aterosklerosis diperkirakan turut berperan dalam

menyebabkan sekitar 600.000 kematian per tahun di AS. Atersklerosis

mulai terjadi sejak awal kehidupan. Keberadaannya sering tidak disadari

dan baru diketahui kemudian dalam kondisi yang relatif lambat, biasanya

setelah menimbulkan gejala klinis sebagai akibat proses trombosis,

khususnya keadaan iskemik yang mnegenai jantung, otot atau tungkai.

(51)

Dalam fase pertumbuhannya, lesi-lesi aterosklerosis terbagii:

1. Fatty streak

Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopis

berbentuk bercak berwarna kekuningan yang terdiri dari sel-sel

yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan

makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester

kolesterol

2.Fibrous plaque

Lesi ini berwarna keputihan dan sudah menonjol ke dalam lumen

arteri. Fibrous plaque berisi sejumlah besar sel-sel otot polos dan

makrofag yang berisi kolesterol dan ester kolerterol, disamping

jaringan kolagen dan jaringan fibrotik,proteoglikan, dan timbunan

lipid dalam sel-sel jaringan ikat

Fibrous plaque biasanya mempunyai fibrous cap yang terdiri dari

otot-otot polos dan sel-sel kolagen. Di bagian bawah fibrous

plaque terdapat daerah dengan debris dan timbunan ester

kolesterol.

3.Complicated lesion

Lesi ini mempunyai bentuk lanjut dari ateroma yang disertai

kalsifikasi, nekrosis, trombosis dan ulserasi. Dengan

membesarnya ateroma, dinding arteri menjadi lemah sehingga

(52)

Mekanisme terjadi iskemi dapat pula dibagi atas 3, yaitu trombosis,

emboli dan berkurangnya perfusi sistemik. Diantara ketiganya, trombosis

merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya stroke iskemik paling

sering dijumpai. Menurut konsensus, trombosis adalah obstruksi aliran

darah yang diakibatkan oleh proses oklusi pada satu atau lebih pembuluh

darah. Proses patologis pada pembuluh darah yang paling sering terjadi

adalah aterosklerosis (Caplan, 2000).

Gambar 6. Progresi Patologis Aterotrombosis

Dikutip dari: Libby P. 2001. Circulation; 104: 365-372

II.3 Magnesium

Magnesium merupakan kation keempat yang paling banyak dalam

tubuh manusia dan memiliki peranan fisiologis penting. Keseimbangan

(53)

Tubuh manusia dewasa mengandung kira-kira 25 gr magnesium.Total Mg

dalam tubuh laki-laki dewasa diperkirakan 1 mol (24 g). Distribusi Mg

dalam tubuh diperkirakan 66% di dalam tulang, hampir 33% magnesium

berlokasi pada jaringan seperti otot, otak, jantung, ginjal dan hati dan

hanya 1% dari total magnesium berada dalam darah dalam keadaan

bebas (dalam bentuk ion) dan secara fisiologis aktif, 30 % (terutama

albumin) dan 15% dalam bentuk anion kompleks. (Shechter 2010, Fox

dkk, 2001, Topf and Murray ,2003).

Pada kondisi normal, konsentrasi Mg akan selalu berada konstan

dalam sirkulasi darah. Homeostasis bergantung pada keseimbangan antar

absorpsi di usus dengan pengeluaran melalui ginjal dimana tubulus ginjal

berperan utama dalam pengaturan Mg. Ginjal merupakan regulator utama

konsentrasi serum dan kandungan total Mg tubuh. Pada bagian

glomerulus ginjal, magnesium (baik dalam bentuk ion atau magnesium

kompleks) mengalami filtrasi sebanyak 70% sedangkan di bagian nefron

reabsorpsi mg lebih dari 96%. (Shechter 2010, Sclingmann dkk 2004,

Topf and Murray, 2003).

Magnesium sangat diperlukan dalam tubuh terutama terlibat dalam

lebih 300 reaksi metabolik esensial. Magnesium memegang peranan

penting untuk sintesa asam nukleat dan protein, metabolisme energi,

penggunaan glukosa, sintesa dan pemecahan asam lemak, seluruh fungsi

ATPase dan aksi khusus pada organ yang berbeda seperti sisitem

neuromuskular dan kardiovaskular. Lebih dari 300 buah enzim tergantung

(54)

kalsium dalam 2 mekanisme. Pertama, sebagian kalsium channel

bergantung pada Mg. Ketika konsentrasi Mg intraseluler tinggi, kalsium

ditranspor ke dalam sel dan dari retikulum sarkoplasmik dihambat. Dalam

defisiensi Mg kebalikan terjadi dan akibatnya konsentrasi kalsium

intraseluler meningkat. Kedua, magnesium diperlukan untuk pelepasan

dan aksi hormon paratiroid. (Gum 2004).

Enzyme Function

Enzyme substrate (ATPmg, GTPmg)

Kinase B Hexokinase

Direct enzyme activation

Phosphofructokinase

(55)

II.3.1 METABOLISME MAGNESIUM

Normalnya, tubuh manusia mengandung sekitar 1000 mmol

magnesium (22-26 g). Konsentrasi magnesium intraseluler adalah 40

mEq/L. Konsentrasi magnesium dalam CSF sekitar 1,1 mmol/L yang

mana 55% dalam bentuk bebas dan 45% dalam bentuk terikat dalam

komponen lain. Kadar magnesium dalam intraseluler dijaga dalam batas

konsentrasi yang sempit kecuali dalam keadaan hipoksia dan kekurangan

magnesium dalam jangka waktu lama. Distribusi magnesium dalam sel

beragam dimana konsentrasi di daerah perifer lebih rendah dibanding

daerah sentral. (Swaminathan, 2003).

Mekanisme regulasi homeostasis dilakukan oleh fungsi ginjal dan

gastrointestinal. Absorpsi magnesium dilakukan di usus halus; yang

diserap kurang lebih 24%-76%, dilakukan secara aktif mirip dengan

sistem transpor Ca. Pada pemberian magnesium kadar rendah akan

terjadi peningkatan absorpsi Ca. Ekskresi dilakukan di ginjal, kurang lebih

120-140 magnesium/ 24 jam pada orang dengan diet normal dan dalam

keadaan tertentu ginjal dapat mensekresi sampai dengan 5000

magnesium/ 24 jam tergantung konsentrasi magnesium plasma. Ginjal

merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total

magnesium tubuh. Magnesium difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorpsi

di tubulus, 60-75% di tubulus asendens. Hipomagnesemia dapat hanya

(56)

intraselular akibat turunnya konsentrasi ion magnesium intraselular.

Absorpsi di dalam pencernaan, sistem transport aktif Mg dihitung berapa

banyak jumlah Mg yang diabsorpsi pada pemberian diet rendah Mg. Mg

diabsorpsi sepanjang saluran pencernaan mekipun paling efisien

diabsorpsi di daerah saluran cerna bawah. Pada keadaan normal, intake

magnesium kira-kira 300-350 mg/ hari. (Rude 1998, Dacey, 2001).

Gambar 8. Distribusi Magnesium Dalam Tubuh

Dikutip dari: Swaminathan R. 2003. Magnesium Metabolism and its Disorders, Clinical Biochemist Reviews; 24: 47-66

II.4 OUTCOME STROKE

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan

sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. World Health Organization

(WHO) membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000) :

1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis,

(57)

2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk

melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang

dianggap normal untuk orang sehat.

3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat

impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya

sebagai manusia normal.

Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan

mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang

penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup

perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai

fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis,

skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk

menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran

yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.(Weimar dkk, 2002).

Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik

mental maupuan adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit

neurologis. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti

tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ ketidakmampuan yang berat. (Weimar

dkk, 2002).

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk

menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran,

respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy,

pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori,

(58)

berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan

pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk, 2002; Schlegel

dkk, 2003).

Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan

NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika

elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien.

(Williams dkk, 2000).

Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, yang kemudian

dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu teknik mengukur performa

pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan menjadi 2

yaitu :

- Bagian yang berhubungan dengan perawatan diri antara lain :

makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air

besar dan buang air kecil, penggunaan toilet.

- Bagian yang berhubungan dengan mobilitas antara lain : berjalan,

berpindah dan naik tangga.

Skor BI maksimum adalah 100 yang menunjukkan bahwa fungsi

fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang

(59)
(60)

II.6 KERANGKA KONSEP

STROKE ISKEMIK

TROPONIN T

MAGNESIUM

(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/ RSUP H.

Adam Malik Medan dari tanggal 19 Januari 2011 s.d April 2011.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit.

Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling

konsekutif.

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke iskemik fase akut yang ditegakkan dengan

pemeriksaan klinis dan CT Sken kepala.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di ruang

rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK USU/

RSUP.H.Adam Malik Medan

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 2008)

2 n = (Zα + Z) s Xa-Xo

Zα = nilai baku normal dari tabel Z, (untuk α =0.05  Zα = 1.96

(62)

S = simpangan baku

Xa-Xo = perbedaan klinis yang diinginkan

2

n = (1,96 + 1,282) 6,19 4

n = 25,25 ~ 26 orang (masing-masing)

III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Semua pasien stroke iskemik fase akut yang dirawat di bangsal

Neurologi Rindu A4 RSUP H.Adam Malik Medan yang secara

klinis terbukti menderita stroke iskemik dan telah dikonfirmasi

dengan pemeriksaan CT sken kepala.

2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Penderita stroke iskemik yang menderita gastroenteritis.

2. Penderita stroke iskemik yang menderita gangguan fungsi

ginjal.

3. Penderita stroke iskemik yang sedang menggunakan obat

(63)

III.3. BATASAN OPERASIONAL

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi

Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga

mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,

2003).

Gangguan fungsi ginjal : dibuktikan dengan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dan kesimpulannya diambil berdasarkan konsultasi

dengan bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ HAM

Gastroenteritis : inflamasi atau peradangan pada lambung dan usus dengan gejala diare dan atau muntah

Fase akut stroke adalah jangka waktu antara 24 jam pertama serangan stroke hingga 7 hari (Sullivan, 2007).

Kadar Troponin serum: rentang nilai normal kadar troponin T serum adalah 0,1- 2,0 μg/L (ng/mL). (Sharma, dkk 2004).

Kadar magnesium serum : rentang nilai normal kadar magnesium serum adalah 0,75- 1,10 mg/dL ( 1,5-2,1 mEq/L ). (Swaminathan, 2003)

Faktor prognostik : dalam penelitian ini faktor prognostik akan ditentukan berdasarkan outcome pasien yang diukur dengan

(64)

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan

pengkuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang

dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12

pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon

terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial

palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Nilai skor

5 menunjukkan stroke ringan, 6-13 stroke sedang dan > 13 menunjukkan

stroke berat. (Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003; William dkk, 2000).

Barthel Index (BI) : Menilai 10 aktifitas dasar dalam mengurus diri

sendiri dan mobilitas. Skor maksimum adalah 100 (fungsi fisik benar-benar

tanpa bantuan) dan nilai terendah adalah 0 (fungsi bergantung total).

(Sulter dkk, 1999; Weimar dkk, 2002).

Modified Rankin Scale (mRS) merupakan skala yang menilai

outcome secara global dengan rentang nilai dari 0 (tidak ada gangguan)

hingga 5 (hanya terbaring di tempat tidur dan membutuhkan perawatan

berkelanjutan), dan 6 (fatal). Nilai mRS 0-2 dikategorikan sebagai outcome

baik dan nilai mRS 3-6 dikategorikan sebagai outcome buruk. (Millan,dkk

2007).

III.4. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional)

tanpa perlakuan dengan sumber data primer diperoleh dari semua

penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi

(65)

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN

III.5.1. Instrumen

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar serum troponin T

Pemeriksaan kadar serum troponin T dengan menggunakan alat

Cardiac Reader prinsip dual monoclonal antibody ”sandwich.”

III.5.1.2. Pemeriksaan kadar serum magnesium

Pemeriksaan kadar serum magnesium dengan menggunakan alat

Cobass 6000 dengan prinsip colorimetric dengan

chlorophosphonazo III.

III.5.1.3. Computed Tomography Scan (CT Scan)

CT Sken yang digunakan adalah X Ray Ct System, merk Hitachi

seri W 450.

III.5.1.4. Pengukuran Outcome

Studi ini menggunakan NIHSS, BI dan MRS sebagai skala

pengukuran outcome.

III.5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke iskemik fase akut yang telah ditegakkan

dengan pemeriksaan CT sken kepala yang dirawat di ruang rawat inap

neurologi (RA4) RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria

inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, diambil darah vena sebanyak 5 ml.

Darah yang didapat dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H.

Adam Malik Penilaian NIHSS,BI dan MRS dilakukan oleh dokter

(66)

III.5.3. Kerangka Operasional

Penderita Stroke

Anamnese

Pemeriksaan Neurologis

CT sken Kepala

Stroke Iskemik

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Pemeriksan kadar troponin T serum Pemeriksaan kadar magnesium serum

Pemeriksaan BI, MRS,NIHSS (hari ke-14)

Gambar

Gambar 1. Kompleks Troponin
Gambar 2 . Kompleks Troponin T-I-C dilepas dari kerusakan miosit dalam
Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Troponin Jantung Dikutip dari : Maeder M, dkk
Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada  Kematian Otot Jantung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan pemasangan pathok jumat mendatang /maka pada tanggal 15 januari 2009 / pembukaan pasar malam perayaan sekaten akan dilakukan dan sejak senin tanggal Senin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moralitas asketik yang digunakan dalam novel heptalogi Syekh Siti Jenar berupa moralitas yang sarat dengan humanisme dan terikat

 Dengan mengamati contoh sikap perilaku patuh pada aturan/kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan sehari hari di rumah, siswa dapat berperilaku patuh di sekolah.  Contoh

Dilihat dari alat dan perangkat yang digunakan manusia dalam melakukan komunikasi, maka komunikasi dapat dibedakan atas :.. Komunikasi Akoptika,  adalah komunikasi yang

Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Akibat Buruknya Sarana Sanitasi Buruknya sarana sanitasi yang ada pada tempat umum seperti pasar, akan berdampak bukan hanya pada

Dalam perencanaan struktur dengan metode Sistem Rangka Gedung (SRG) yang terletak pada daerah yang memiliki intensitas gempa sedang perlu dipertimbangkan adanya gaya lateral

Software yang penulis gunakan dalam pembuatan website ini ialah Macromedia DREAMWEAVER 8 sebagai editor yang menggabungkan antara desain dan pemograman web menjadi satu, serta PHP

beberapa kalimat yang tidak berharakat yang akan menyulitkan peserta didik dalam memahami dan membaca bacaan dari buku pelajaran bahasa Arab. Kesalahan yang terjadi