PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK
TESIS
ARI GUSNITA 097112001
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERANAN KADAR SERUM TROPONIN T DAN MAGNESIUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh ARI GUSNITA
097112001
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik
Nama Mahasiswa : ARI GUSNITA Nomor Induk Mahasiswa : 097112001
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Ketua
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS I
Telah diuji pada
Tanggal: September 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
PERNYATAAN
Peranan Kadar Serum Troponin T dan Magnesium Sebagai
Faktor Prognostik Pada Penderita Stroke Iskemik
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik- Spesialis di Bidang Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister kedokteran.
Yang terhormat Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), (Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister.
Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf FK USU
Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan magister ini.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Cut Aria Arina,Sp.S dan Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
Kepada yang penulis hormati, guru besar, Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) dan Prof.Dr. Darulkutni Nasution,SpS(K) dan guru- guru penulis,
maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.
Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Ariwibowo dan Syafrizal serta seluruh perawat dan pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan magister ini sampai selesai.
Rekan-rekan sejawat PPDS Departemen Neurologi FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberi masukan berharga kepada penulis dan selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan magister ini.
Semua pasien stroke iskemik yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, penulis haturkan terima kasih yang mendalam.
tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak dan Ibu mertua penulis, (Alm) Sutomo dan Hj. Siti Hadjar, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
Teristimewa kepada suamiku tercinta Dr. Eko Waskito Wibowo, yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus dalam suka dan duka, juga kepada kedua saudara kandung saya, Ira Maisita, S.Kom dan Yulia Lestari, AmKeb, yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf
Tersangat istimewa kepada kedua anakku tersayang Aqila Lutfiyah Waskito dan Mhd. Rafif Aditya Waskito yang telah menjadi motivasi dan inspirasi dalam penyelesaian tesis ini dan mendampingi penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Medan, September 2011
ABSTRAK
Latar Belakang : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kadar troponin T menjadi indikator kerusakan otot jantung pasien stroke iskemik sedangkan kadar magnesium berhubungan dengan stroke iskemik melalui perkembangan aterosklerosis
Tujuan : Untuk mengetahui peranan troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik stroke iskemik.
Metodologi : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Januari 2011 hingga April 2011. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala. Kadar troponin T dan magnesium serum diukur dalam 24 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan NIHSS, MRS dan
BI pada hari ke-empatbelas.
Hasil : Pada penelitian ini, terdapat 26 pasien dengan 17 lelaki dan 9 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar troponin T dan magnesium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Terdapat hubungan bermakna antara kadar troponin T (r= 0,399, p=0,044) dan magnesium (r=0,455, p=0,02) terhadap skor NIHSS. Uji regresi menunjukkan bahwa dijumpai pengaruh signifikan antara kadar troponin T dan magnesium terhadap skor NIHSS.
Kesimpulan : Kadar serum troponin T dan magnesium tidak memiliki peranan secara bersama-sama sebagai faktor prognostik stroke iskemik. Kadar troponin T dan magnesium serum yang tinggi merupakan prediktor independen outcome yang buruk pada stroke iskemik
ABSTRACT
Background : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a
leading cause of mortality and disability. Eksperimental studies showed that the level of troponin T becomes an indicator for cardiac muscle damages in ischemic stroke patients. And the level of magnesium was related to the ischemic stroke by atherosclerosis progression.
Objective : To investigate the role of troponin T and magnesium as
prognostic factors in ischemic stroke.
Methods : An observational cross sectional study was done to acute
ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital from January 2011 to April 2011. The diagnose of acute ischemic stroke was established based on history, neurological examination and head CT scan. Serum troponin T and magnesium were measured within 24 hours after admission. The stroke outcome was measured by using NIHSS, MRS and BI on the fourteenth day.
Results : In this study, there were 26 patients , consisted of 17 men and 9
women. There was no significant difference of troponin T and magnesium levels based on age and gender. There was a significant correlation between troponin T (r=0.399, p=0.44) and magnesium levels (r=0.455, p=0.02) on the NIHSS score. According to the regression test, troponin T and magnesium levels have a significant role to NIHSS score.
Conclusions : Troponin T and magnesium serum levels have no any role
together as prognostic factors in ischemic stroke. The increase of troponin T dan magnesium serum level are independent predictors to outcome of ischemic stroke
Keywords : acute ischemic stroke, troponin T, magnesium, prognostic
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan Tesis...ii
Ucapan Terima Kasih………. v
Abstrak...ix
Daftar Isi...xi
Daftar Singkatan………. xiv
Daftar Lambang……… xvi
Daftar Gambar……… xvii
Daftar Tabel...vii
II.1.2. Epidemiologi... 12
II.1.3 Faktor resiko... 13
II.1.4. Klasifikasi... 15
II.1.5 Patofisiologi... 18
II.2 TROPONIN T... 19
II.2.1. PelepasanTroponin T... 23
II.3. MAGNESIUM... 30
II.3.1. Metabolisme Mg... .33
II.4. OUTCOME STROKE………. ….. 34
III.2.4. Kriteria Inklusi ... 40
III.2.5. Kriteria Eksklusi ... 40
III.3. BATASAN OPERASIONAL ... 42
III.4. RANCANGAN PENELITIAN... 42
III.5.1. Instrumen... 42
III.5.1.1. Pemeriksaan kadar troponin t... 43
III.5.1.2.Pemeriksaan kadar magnesium... 43
III.5.1.3. Pemeriksaan CT Scan……….. 43
III.5.1.4. Pengukuran Outcome……… 43
III.5.2. Pengambilan Sampel... 43
III.5.3. Kerangka Operasional ... 44
III.5.4. Variabel yang Diamati... 45
III.5.5. Analisa Statistik... 45
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian...46
IV.1.2. Rerata Nilai Kadar Troponin T dan Mg Serum... 47
IV.1.3 Distribusi Rerata Nilai Kadar Troponin T Serum Berdasarkan Variabel... 48
IV.1.4 Distribusi Rerata Nilai Kadar Mg Serum Berdasarkan Variabel...50
IV.1.5 Distribusi Rerata Nilai NIHSS, MRS dan BI Berdasarkan Variabel IV.1.5.1. Distribusi Rerata Nilai NIHSS Berdasarkan Variabel ...53
IV.1.5.2. Distribusi Rerata Nilai mRS Berdasarkan Variabel...55
IV.1.5.3. DistribusiRerata Nilai BI Berdasarkan Variabel...57
IV.1.6 Hubungan Kadar Troponin T dan Magnesium Terhadap Nilai NIHSS, mRS dan BI... 60
Lampiran………78 1. Lembar Penjelasan Kepada pasien
2. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian 3. Lembar Pengumpulan Data Penelitian
4. National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
5. Modified Rankin Scale (mRS)
6. Barthel Index (BI)
7. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan 8. Data pasien penelitian
DAFTAR SINGKATAN Activities of Daily Living Angina Pektoris Tidak Stabil Asean Neurologic Association Adenosine Triposphate
EKG : Elektrokardiografi
IMA : Infark Miokard Acute
LACI : Lacunar Infark
LDL : Low Density Lipoprotein
M-FIM : Motor component of Functional Independence Measure
MRI : Magnetic Resonance Imaging
MRS : Modified Rankin Scale
NIHSS OR
: :
National Institute Of Health Stroke Scale Odds Ratio
PACI : Partial Anterior Circulation Infarction
POCI
DAFTAR LAMBANG mEq : Milieqivalen
mg : Miligram ng : Nanogram L : Liter
mm : Milimeter n : Besar sampel p : Tingkat kemaknaan r : Koefisien korelasi
α : alfa
β : beta
O2 : Oksigen
Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,01) yang telah ditentukan
1,96
Zβ : Nilai baku berdasarkan nilai β (0,15) yang ditentukan oleh peneliti
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kompleks Troponin 20
Gambar 2. Kompleks Troponin T-I-C Dilepas Dari Kerusakan Miosit Dalam Bentuk Molekul yang Bervariasi
22 Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan
Peningkatan Kadar Troponin Jantung
24
Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada Kematian Otot
Jantung
27 Gambar 5. Progresi patologis menuju aterosklerosis 30 Gambar 6. Distribusi Magnesium dalam tubuh 34 Gambar 7. Grafik linear peran kadar troponin T terhadap 62
skor NIHSS
Gambar 8 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap 62 skor NIHSS
Gambar 9 Grafik linear peran kadar troponin T terhadap 64 skor MRS
Gambar 10 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap 64 skor MRS
Gambar 11 Grafik linear peran kadar troponin t terhadap 66 skor BI
Gambar 12 Grafik linear peran kadar magnesium terhadap skor BI 66
DAFTAR TABEL
Distribusi rerata nilai kadar Troponin T berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai kadar magnesium berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai NIHSS berdasarkan variabel
Distribusi rerata nilai mRS berdasarkan variabel Distribusi rerata nilai BI berdasarkan variabel
Hubungan antara kadar troponin T dan Magnesium terhadap nilai NIHSS, MRS dan BI
Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor NIHSS
Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor MRS
Uji regresi linear untuk menentukan peranan variabel prediktor terhadap skor BI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Penderita/Keluarga Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 3. Lembar Pengumpul Data
Lampiran 4. National Institute of Health Stroke Scale
Lampiran 5. Barthel Index
Lampiran 6. Modified Rankin Scale
Lampiran 7. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU
ABSTRAK
Latar Belakang : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bahwa kadar troponin T menjadi indikator kerusakan otot jantung pasien stroke iskemik sedangkan kadar magnesium berhubungan dengan stroke iskemik melalui perkembangan aterosklerosis
Tujuan : Untuk mengetahui peranan troponin T dan magnesium sebagai faktor prognostik stroke iskemik.
Metodologi : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Januari 2011 hingga April 2011. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala. Kadar troponin T dan magnesium serum diukur dalam 24 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan NIHSS, MRS dan
BI pada hari ke-empatbelas.
Hasil : Pada penelitian ini, terdapat 26 pasien dengan 17 lelaki dan 9 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar troponin T dan magnesium berdasarkan usia dan jenis kelamin. Terdapat hubungan bermakna antara kadar troponin T (r= 0,399, p=0,044) dan magnesium (r=0,455, p=0,02) terhadap skor NIHSS. Uji regresi menunjukkan bahwa dijumpai pengaruh signifikan antara kadar troponin T dan magnesium terhadap skor NIHSS.
Kesimpulan : Kadar serum troponin T dan magnesium tidak memiliki peranan secara bersama-sama sebagai faktor prognostik stroke iskemik. Kadar troponin T dan magnesium serum yang tinggi merupakan prediktor independen outcome yang buruk pada stroke iskemik
ABSTRACT
Background : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a
leading cause of mortality and disability. Eksperimental studies showed that the level of troponin T becomes an indicator for cardiac muscle damages in ischemic stroke patients. And the level of magnesium was related to the ischemic stroke by atherosclerosis progression.
Objective : To investigate the role of troponin T and magnesium as
prognostic factors in ischemic stroke.
Methods : An observational cross sectional study was done to acute
ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital from January 2011 to April 2011. The diagnose of acute ischemic stroke was established based on history, neurological examination and head CT scan. Serum troponin T and magnesium were measured within 24 hours after admission. The stroke outcome was measured by using NIHSS, MRS and BI on the fourteenth day.
Results : In this study, there were 26 patients , consisted of 17 men and 9
women. There was no significant difference of troponin T and magnesium levels based on age and gender. There was a significant correlation between troponin T (r=0.399, p=0.44) and magnesium levels (r=0.455, p=0.02) on the NIHSS score. According to the regression test, troponin T and magnesium levels have a significant role to NIHSS score.
Conclusions : Troponin T and magnesium serum levels have no any role
together as prognostic factors in ischemic stroke. The increase of troponin T dan magnesium serum level are independent predictors to outcome of ischemic stroke
Keywords : acute ischemic stroke, troponin T, magnesium, prognostic
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama
dan merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di
negara-negara maju, setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Setiap
tahunnya, lebih kurang 795.000 orang mengalami serangan stroke, baik
yang pertama, maupun serangan berulang. Diperkirakan 610.000
merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang.
(Goldstein, dkk 2006; Hacke dkk, 2003; Lloyd-Jones dkk, 2009).
Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan
cermat (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,
1999).
Penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA
(Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah
sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan
dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7%
dan di atas usia 65 tahun 33,5%. (Misbach, 2007).
Kwon dkk melakukan penilaian disabilitas pada pasien paska stroke
dengan menilai Barthel Index (BI), motor component of Functional
Independence Measure (M-FIM) dan Modified Rankin Scale (MRS).
Mereka mendapatkan hubungan yang sangat erat antara BI, M-FIM dan
MRS dalam menilai disabilitas pasien stroke secara global (Kwon dkk,
2004).
Variabilitas outcome pasien stroke yang sangat besar memicu
berbagai penelitian yang berupaya mengidentifikasi faktor-faktor prediktor
outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional yang telah diteliti
pada berbagai studi sebelumnya mencakup usia, skor NIHSS (National
Institute Of Health Stroke Scale) awal, tipe stroke, riwayat stroke,
diabetes, disabilitas sebelumnya, penyakit jantung, demensia, status
sosioekonomik, penanda keparahan stroke, demam, undernutrition,
hiperglikemia, tempat rawatan (stroke unit vs ruangan biasa), dan variabel
imejing. (Johnston dkk, 2000; Appelros dkk, 2003; Ng dkk, 2007; Johnston
dkk, 2002; Uchino dkk, 2001; Paul dkk, 2005; Greer dkk, 2008; Davis dkk,
2004; Yong dkk, 2008; Glader dkk, 2001; Rudd dkk, 2005).
Troponin T merupakan penanda nekrosis miokard yang memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang digunakan dalam diagnosis
infark miokard akut dan resiko terjadinya sindrom koroner akut, dimana
peningkatan troponin T juga terdapat pada beberapa pasien stroke. (Kerr
Dari studi Kerr dkk ( 2009), diukur kadar troponin T pada seluruh
pasien, dari semuanya didapat 18,1% pasien stroke terdapat troponin T
dalam serum . Pada pasien stroke dengan terdapat adanya troponin T
dalam serum memiliki gambaran iskemik miokard pada EKG. Pasien
stroke akut dengan peningkatan kadar troponin T memiliki resiko
kematian lebih tinggi dibanding yang tidak. Peningkatan kadar troponin
pada stroke akut sering terjadi, sekitar 1 dari 5 pasien. Peningkatan kadar
troponin kecendrungan memiliki gambran EKG yang diduga iskemik
miokard, dimana terdapat banyak penyebab yang mungkin dari kerusakan
miokard dan peninggian kadar troponin setelah stroke, beberapa pasien
dapat memiliki gejala sindrom koroner akut . Peningkatan kadar troponin
berhubungan dengan outcome buruk tetapi tidak jelas dikatakan sebagai
faktor prognostik. Jadi kadar troponin hanya merupakan penanda/ marker
beratnya suatu kejadian stroke. (Kerr dkk, 2009)
Pada studi Suk Song dkk (2008) ditemukan bahwa peningkatan
kadar serum troponin T pada pasien stroke iskemik berhubungan dengan
lokasi lesi dan outcome buruk. Serum troponin T meningkat 10,8% pada
pasien stroke, dan memiiki prevalensi atrial fibrilasi dan dislipidemia
dibanding dengan kadar yang normal, dan juga cenderung memiliki infark
multipel dan kardioemboli. Peningkatan serum troponin T menjadi indikasi
toleransi jantung yang rendah yang disebabkan stroke iskemik akut.
Outcome jangka pendek kurang baik dan stroke lebih berat dibanding
dengan kadar serum troponin T yang nomal. Stroke kardioemboli lebih
Dari penelitian Loria dkk disebutkan bahwa troponin merupakan
penanda/ marker yang kuat untuk suatu infark miokard dan berguna untuk
menilai resiko dan terapi yang mendekati untuk perbaikan outcome,
meskipun kadar troponin jantung spesifik untuk kerusakan otot jantung,
tetapi tidak dapat dipertimbangkan sebagai penanda kerusakan otot
jantung yang pasti. Pemeriksaan troponin jantung secara serial dapat
memperbaiki kemampuan penanda/ marker ini dalam mendeteksi infark
miokard secara signifikan. (Loria dkk 2008).
Pada studi eksperimental Ammann dkk (2004) menunjukkan bahwa
peningkatan kadar troponin merupakan predictor mortalitas atau
perburukan outcome klinis dari sindrom koroner akut dan miokard infark,
walaupun peningkatan kadar troponin sendiri tidak dapat membuat suatu
diagnosa klinis tetapi memberikan kontribusi pada gambaran klinis .
Troponin T merupakan penanda/marker yang memiliki spesifisitas
dan sensitivitas tinggi dari kerusakan miokard pada sindrom koroner akut.
Dalam hal ini, peningkatan konsentrasi marker- marker ini berhubungan
dengan outcome jangka pendek dan panjang pada pasien dengan angina
tidak stabil atau infark miokard. Pelepasan troponin T jantung pada
kerusakan otot miokard mungkin disebabkan perlengketan sementara dari
komponen sitosol dari integritas sarkolemal selama iskemia reversible
atau dari lanjutan dari pelepasan ketika iskemia ireversibel. (Sato dkk,
2004).
Troponin jantung merupakan penanda diagnosis yang lebih disukai
setelah onset gejala dan berguna untuk menentukan stratifikasi resiko
terjadinya sindrom koroner akut. (Samsu dkk, 2007).
Troponin T merupakan penanda biokimiawi dari kerusakan otot
jantung dengan sensitifitas dan spesifisitas tinggi, meskipun adanya
peranan troponin T pada stroke akut, berdasarkan studi observasional
dimana peningkatan konsentrasi troponin T pada pasien stroke iskemik
akut berhubungan dengan 3 kali peningkatan mortalitas. (Etgen dkk
2005).
Menurut Etgen dkk (2005), troponin T hanya meningkat 4,6% pada
pasien stroke iskemik. Nilai rerata yang tinggi 3,29 mikrogram/L, troponin
T menandakan bersamaan dengan kerusakan otot jantung atau payah
jantung berat dan dapat meningkatkan mortalitas. Berdasarkan suatu
analisis, peningkatan konsentrasi troponin T tanpa adanya bukti lesi
miokard ditemukan hanya 4,6%-7,8% dari kasus stroke iskemik akut.
Dari hasil penelitian Ohman dkk (1996), 289 dari 801 pasien terjadi
peningkatan kadar troponin T. Mortalitas dalam 30 hari meningkat secara
bermakna pada pasien dengan peningkatan kadar troponin T dibanding
dengan kadar rendah troponin T. Troponin T tetap dapat memprediksi
mortalitas pada hari ke 30.
Menurut hasil penelitian James dkk, konsentrasi troponin T
meningkat pada 17% pasien yang datang dengan stroke iskemik. Sekitar
40% pasien dengan peningkatan konsentrasi troponin T meninggal
selama dirawat dibanding dengan pasien dengan kadar troponin T normal.
prediktor yang kuat untuk mortalitas pasien yang masuk RS dengan stroke
iskemik akut. Pada studi ini menunjukkan konsentrasi serum troponin T
merupakan prediktor kematian setelah fase akut stroke iskemik .Pada
studi sebelumnya dikatakan bahwa kerusakan kardiak setelah stroke
iskemik diperantarai oleh gangguan otonom. (James dkk, 2000).
Pasien dengan kelainan intrakranial seperti stroke akut sering
ditemukan peningkatan kadar troponin sesuai dengan perubahan
gambaran iskemik pada EKG. Sebanyak 20% pasien dengan perdarahan
subarakhnoid dan 27% dengan stroke iskemik akut mengalami
peningkatan kadar troponin. (Daubert dkk, 2010).
Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa kadar troponin T
dapat menjadi marker yang bernilai pada pasien dengan adanya bukti
kerusakan miokard pada stroke iskemik dan juga telah diteliti jika troponin
T dapat digunakan sebagai marker kerusakan miokard pada pasien stroke
hemoragik. Dari hasil studi Apak dkk, ditemukan bahwa peningkatan kadar
troponin T menjadi indikator kerusakan miokard pada penderita stroke.
Menurut penelitian James et al, setelah kejadian stroke iskemik dapat
diikuti dengan perubahan gambaran EKG, aritmia dan peningkatan kadar
CK-MB, dimana kadar troponin T menjadi penanda yang lebih sensitif dan
spesifik pada injuri jantung dibanding kadar CK-MB. Dari studi ini
ditemukan korelasi signifikan antara kadar troponin T dengan lesi stroke
yang ditampilkan dari CT sken. Kadar serum troponin T berkorelasi positif
dengan volume stroke (r=0,65, p<0,0001). Pada studi ini diketahui, bahwa
peningkatan kerusakan miokard yang secara jelas diobservasi dengan
peningkatan kadar serum troponin T dan CK-MB. Penyebab yang paling
sering dari iskemik jantung adalah aterosklerosis yang mempengaruhi
sistem vaskuler koroner dan otak. Seluruh pasien pada studi ini yang
memiliki lesi pada pembuluh koroner memiliki kadar troponin T lebih tinggi
(0,56±0,2 ng/ml). (Apak dkk, 2004).
Magnesium (Mg) merupakan suatu antagonis kalsium yang alami
yang dapat meningkatkan tonus vasomotor, tekanan darah dan aliran
darah ke perifer. Defisiensi Mg dapat memicu vasokonstriksi dan
memperberat kerusakan endotel pembuluh darah yang dapat berkembang
menjadi aterosklerosis. Kadar Mg yang rendah dapat berasal dari
ateroslerosis sebelumnya. Menurut studi Amighi dkk (2003), dengan
kadar Magnesium < 0,76 mmol/L secara signifikan meningkatkan resiko
kejadian neurologis 3,29 kali. Lebih lanjut kadar Mg yang rendah
ditemukan peningkatan stadium klinis dari penyakit arteri koroner.
Hipomagnesemia meningkatkan tonus pembuluh darah dan
memicu aktivitas vasokonstriktor dan mempengaruhi respon terhadap
berbagai agen dilator yang menyebabkan peningkatan resistensi perifer
kemudian meningkatkan tekanan darah (Laurant dkk, 1999).
Penurunan kadar serum magnesium berhubungan dengan
peningkatan prevalensi hipertensi, resistensi insulin, dan diabetes.
Peningkatan prevalensi hipomagnesemia dapat menyebabkan
peningkatan resistensi insulin dan mempercepat aterosklerosis dan
Magnesium defisiensi dapat menyebabkan progresi aterosklerosis
melalui efek pada metabolisme lipid, agregasi platelet dan tekanan darah
(Swaminathan, 2003).
Trombosis platelet meningkat secara signifikan pada pasien
dengan CAD yang memiliki kadar Mg yang rendah. (Shechter dkk, 2000).
Magnesium dapat menekan aktivasi platelet dengan menghambat
faktor platelet seperti prostasiklin stimulator seperti tromboxane A2 atau
menghambat sintesa inhibitor platelet seperti prostasiklin. (Shechter dkk,
2000).
Pada suatu studi eksperimental disebutkan bahwa pengaruh
penurunan kadar serum magnesium dapat mempercepat aterogenesis
dengan peningkatan konsentrasi LDL, modifikasi oksidatif dan proses
inflamasi. Pada studi in vivo menunjukan kadar serum magnesium yang
rendah menentukan terjadinya disfungsi endotel, yang merupakan awal
pembentukan plak, dan lebih lanjut lagi dengan pemberian terapi
magnesium oral dapat memperbaiki fungsi endotel pada pasien dengan
penyakit arteri koroner. (Maier dkk, 2002).
Pada studi eksperimental King dkk (2009) menunjukkkan kadar
serum magnesium berkorelasi negatif dengan perkembangan
aterosklerosis. Pada aorta memperlihatkan lebih banyak plak dan
penipisan lapisan intima 42% pada yang tidak terdapat Mg dibanding
kontrol dan 36% lebih banyak dari pada ditemukan adanya magnesium.
Pada suatu studi eksperimental sebelumnya menunjukkan kadar
magnesium yang rendah dapat mempercepat aterosklerosis melalui
proses inflamasi dan oksidatif. Defisiensi Mg dapat berhubungan dengan
respon inflamasi yang menyebabkan peningkatan sirkulasi sitokin yang
dapat memicu respon oksidatif pada sel endotel, selanjutnya defisiensi Mg
dapat berhubungan dengan resiko terbentuknya trombus. Selama 15
tahun follow up, 577 kasus stroke iskemik terjadi dimana serum
magnesium berhubungan terbalik dengan kejadian stroke iskemik.
Menurut ARIC (Atherosclerosis Risk In Communities) Study, hipertensi
dan diabetes melitus merupakan mediator antara Mg dengan kejadian
stroke iskemik. (Ohira dkk, 2008).
Menurut Ouchi dkk ( 1990), pemberian diet yang mengandung Mg
dapat menekan perkembangan plak aterosklerosis pada lapisan intima, ini
menegaskan bahwa diet mengandung Mg memiliki efek antiaterogenik
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti
yang telah diuraikan di atas, dirumuskanlah masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah peranan kadar serum troponin T dan magnesium
sebagai faktor prognostik pada penderita stroke iskemik ?
I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peranan kadar serum troponin T dan
magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke
iskemik.
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui peranan kadar serum troponin T dan
magnesium sebagai faktor prognostik pada penderita stroke
iskemik di RSUP H.Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum troponin T dan
kadar serum magnesium dengan outcome stroke iskemik di
RSUP H.Adam Malik Medan.
3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik, kadar
serum troponin T dan kadar serum magnesium pada penderita
stroke iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi
5. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi
dengan kadar serum magnesium dan nilai outcome stroke iskemik
I.4. Hipotesis
Ada peranan kadar serum troponin T dan magnesium sebagai
faktor prognostik pada penderita stroke iskemik.
I.5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui adanya peranan kadar serum troponin T dan
magnesium sebagai faktor prognostik penderita stroke iskemik,maka
dapat diprediksi outcome pasien stroke iskemik yang dirawat di bangsal
Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan sehingga diharapkan dapat
dilakukan penatalaksanaan yang tepat pada penderita stroke untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. STROKE ISKEMIK
II.1.1. Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi
Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,
2003).
II.1.2. Epidemiologi
Stroke menyebabkan 1 dari 15 kematian di Amerika Serikat (AS) di
tahun 2001. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua di
seluruh dunia dan ketiga di negara-negara berkembang. Stroke penyebab
pertama disabilitas dalam jangka panjang di AS dan penyebab utama
terbesar kedua menimbulkan disabilitas di seluruh dunia pada
orang-orang berusia diatas 60 tahun (De Freitas dkk, 2005). Insiden stroke pada
pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia
tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64
75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun. (Lloyd dkk,
2009).
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan
terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun
(Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000
insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian
per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.
(Goldstein dkk, 2006).
II.1.3. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak
(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang
kuat (well documented atau less well documented). (Goldstein, 2006).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Berat badan lahir rendah
d. Ras/etnis
e. Genetik
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factors
1. Hipertensi
2. Paparan asap rokok
4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Sickle cell disease
8. Terapi hormonal pasca menopause
9. Diet yang buruk
10. Inaktivitas fisik
11. Obesitas
b. Less well-documented and modifiable risk factors
1. Sindroma metabolik
2. Penyalahgunaan alkohol
3. Penggunaan kontrasepsi oral
4. Sleep-disordered breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein (a)
8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability
10. Inflamasi
II.1.4. Klasifikasi
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang
berbeda, walaupun patogenesisnya sama. (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Complete stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark( TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan criteria kelompok peneliti
TOAST (Sjahrir, 2003).
1. Aterosklerosis Arteri Besar
Gejala klinik dan penemuan imaging otak yang signifkan (>50%)
stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di
korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT
sken otak dan MRI menunjukkan adanya infark di kortikal,
serebellum, batang otak atau subkortikal yang berdiameter lebih
dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri
besar.
2. Kardioembolisme
Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber
embolus dari jantung terdiri dari:
Resiko Tinggi
Prostetik katub mekanik
Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation) Atrial kiri/ atrial appendage thrombus
Sick sinus syndrome
Miokard infark baru (< 4 minggu)
Thrombus ventrikel kiri
Kardiomiopati dilatasi
Segmen ventrikel kiri akinetik
c. Resiko sedang
Prolapsus katub mitral
Kalsifikasi annulus mitral
Mitral stenosi tanpa fibrilasi atrial
Turbulensi atrial kiri
Aneurisma atrial kiri
Paten foramen ovale
Atrial flutter
Lone atrial fibrillation
Katub kardiak bioprostetik
Trombotik endokarditis nonbacterial
Gagal jantung kongestif
Segmen ventrikuler kiri hipokinetik
Miokard infark (>4minggu, <6 bulan)
3. Oklusi Arteri Kecil
Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus
mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala
gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai
gambaran CT sken/ MRI otak normal atau infark lakunar dengan diameter
< 1,5 mm di daerah batang otak atau subkortikal.
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan
a. Non-aterosklerosis Vaskulopati
Non Inflamasi
Infeksi
b. Kelainan hematologi atau koagulasi
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang tidak dapat Ditentukan
II. 1.5. Patofisiologi
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap (Sjahrir, 2003).
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
II .2 . Troponin T
Troponin merupakan kompleks dari 3 buah protein pengatur yang
berintegrasi untuk melakukan kontraksi otot pada otot skeletal dan otot
jantung. Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu
filamen tebal yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari
aktin, tropomiosin dan troponin. Troponin yang berlokasi pada filamen tipis
dan mengatur aktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara teratur
merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit dengan
struktur dan fungsi yang berbeda yaitu:
1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 Dalton, berfungsi
mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.
Ditemukan pada otot jantung dan rangka.
2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 Dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin dan mengatur
ikatan troponin pada tropomiosin
3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 Dalton yang
berfungsi mengikat tropomiosin dan menghambat aktifitas ATPase
Gambar 1. Kompleks Troponin
Dikutip dari : http://en.wikipedia.org/wiki/troponin
Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot
skelet isoform. Troponin T lokasinya di intraseluler, terikat pada kompleks
troponin dan untaian molekul tropomiosin. Kompleks troponin sel-sel
merupakan suatu protein yang mengatur interaksi aktin dan miosin
bersama-sama dengan kadar kalsium intraseluler. Pada otot jantung
manusia, diperkirakan 6% dari total troponin T miokardial ditemukan
sebagai larutan pada sitoplasmik yang mungkin berfungsi sebagai
prekursor untuk sintesis troponin. Tampaknya pelepasan troponin T bila
terjadi kerusakan miokard beberapa jam berasal dari sitoplasma sehingga
akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang
berkepanjangan akibat dari kerusakan struktur apparatus,untuk mencapai
sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu dari
kerusakan miokard dan masih tinggi dalam serum selama 1-2 minggu.
Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat
terutama bila penderita IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet.
Pelepasan troponin T sitosolik juga sensitif terhadap perubahan perfusi
arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi
perfusi.(Elias, 2003, Samsu dkk, 2007, Christenson dkk, 2006).
Troponin T merupakan penanda nekrosis miokard yang memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi yang digunakan dalam diagnosis
infark miokard akut dan resiko terjadinya sindrom koroner akut, dimana
peningkatan troponin T juga terdapat pada beberapa pasien stroke. Pada
beberapa pasien, peningkatan kadar troponin dapat menunjukkan
hubungan antara penyakit arteri koroner dengan stroke akut, meskipun
telah dikatakan bahwa beberapa kerusakan otot jantung yang diobservasi
pada pasien stroke berhubungan dengan kerusakan miosit berhubungan
dengan aktivasi sistem simpatoadrenal. (Kerr dkk, 2009).
Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama
pertumbuhan janin. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot pada
penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal
ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung.
Setelah jejas miokard peningkatan kadar troponin T terdeteksi kira-kira 4
jam setelah IMA. Kadar troponin T mulai meningkat 3-5 jam setelah jejas
dan tetap meningkat selama 14-21 hari. Kadar troponin T ini mencapai
puncak 12-24 jam setelah jejas. Spesifisitas troponin T dalam diagnosis
spesifisitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa troponin T
dilepas dari sel-sel miokard pada angina tidak stabil sehingga mengurangi
spesifisitas dalam diagnosis IMA. (Samsu, 2007)
Pemeriksaan kadar troponin T mempunyai sensitivitas sampai
100% terhadap kerusakan miokard dalam 4-6 jam setelah IMA.(Samsu
dkk, 2007, Daubert dkk, 2010).
Gambar 2 . Kompleks Troponin T-I-C dilepas dari kerusakan miosit dalam bentuk molekul yang bervariasi
II. 2.1 PELEPASAN TROPONIN T
Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih
permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung
merembes ke dalam interstisium dan ruang intravaskuler. Akan terjadi
pelepasan troponin dini segera setelah terjadi jejas iskemia diikuti oleh
pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama yang menyebabkan pola
pelepasan bifasik yang terutama terjadi pada troponin T. (Samsu dkk,
2007).
Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan
miokard yang reversibel atau ireversibel (berupa kematian sel). Pada
iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan posfat
energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses
transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan
pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritas
membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi
pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transport
vesikuler. Setelah itu terjadi difusi bebas dari lisis sel ke dalam interstisium
yang dimungkinkan oleh pecahnya seluruh membran sel. Peningkatan
kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisis sehinnga menurunkan
pH yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik
lisosom. Perubahan pH bersama-sama dengan aktifasi enzim proteolitik
mengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan degradasi
protein yang struktural terikat. Implikasi klinisnya adalah jika terjadi
dilepas ke dalam aliran darah. Lamanya kira-kira 30 jam terus menerus
sampai persediaan troponin T sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang
persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah
proteolisis yang melepaskan sejumlah besar troponin T yang terikat ke
dalam darah. Masa pelepasan troponin T ini berlangsung 30-90 jam, lalu
perlahan-lahan turun. (Elias, 2003).
Gambar 3. Skema Visualisasi Mekanisme yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Troponin Jantung
Troponin T kardiak merupakan penanda yang lebih sensitif dan
spesifik dalam mendeteksi nekrosis miokard dan menjadi penanda yang
lebih disukai dalam mendiagnosa IMA juga menjadi indikator prognostik
pada sindrom koroner akut. Pemeriksaan troponin T secara serial
meningkatkan kemampuan penanda ini dalam mendeteksi IMA. (Loria
dkk, 2008).
Troponin T dan I merupakan penanda yang paling sensitif dan
spesifik dari kerusakan miokard pada sindrom koroner akut dan
peningkatan kadar marker ini berhubungan dengan outcome jangka
pendek dan panjang pada pasien-pasien angina tidak stabil dan infark
miokard. (Sato dkk, 2004).
II.2.3 SINDROMA KORONER AKUT
DEFENISI
Sindroma koroner akut adalah suatu peralihan manifestasi dari
penyakit jantung iskemik meliputi angina tidak stabil hingga infark miokard
akut (IMA). Kerusakan vaskuler dan pembentukan trombus merupakan
kunci dari proses dan progresifitas aterosklerosis serta patogenesis
sindrom koroner akut.
PATOFISIOLOGI
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang progresif
dengan bermacam tampilan klinis dari asimtomatis, angina stabil maupun
sindroma koroner akut sampai kematian jantung mendadak. Kejadian
penyakit jantung koroner meliputi 2 tahap.Tahap pertama terdiri dari suatu
obstruktif dan progresi lebih lanjut tergantung pada faktor resiko. Tahap
kedua terjadi trombogenesis dengan cepat dikarenakan koyaknya plak
yang mengeluarkan konstituennya yang bersifat trombogenik, seperti
kolagen dan tromboplastin jaringan yang menstimulasi agregasi trombosit,
pembentukan fibrin dan perkembangan terjadinya trombus oklusif. (Jesse,
2006).
PERANAN PEMERIKSAAN KADAR TROPONIN T
Troponin T merupakan protein pengatur kontraktil jantung dan
secara normal kadarnya tidak terdeteksi dalam sirkulasi darah. Troponin T
baru terdeteksi jika terjadi kerusakan sel miokard sehingga merupakan
penanda kerusakan miokard yang sensitif dan spesifik. Peningkatan kadar
troponinT merupakan faktor prediksi yang kuat meningkatnya mortalitas.
Pada IMA pola troponin T muncul dalam darah tergantung pada lamanya
sumbatan vaskuler dan kadar troponin dalam darah bergantung pada
jumlah kerusakan yang terjadi. Jika kadar troponin T kurang dari 0,06
ng/ml mempunyai resiko rendah (4,3%); 0,06-0,18 ng/ml mempunyai
resiko sedang (10,5%) dan jika lebih dari 0,18 ng/ml mempunyai resio
tinggi untuk menjadi IMA atau kematian penyakit jantung. (Elias, 2003).
II.2.4 INFARK MIOKARD AKUT
Infark miokard akut adalah kematian otot jantung akibat suplai
oksigen yang tidak mencukupi dalam waktu yang lama. Pada umumnya
terjadi oklusi trombosis pada arteri koroner mengalami plak ateromatous.
IMA merupakan keadaan berat yang terjadi akibat oklusi mendadak
disebabkan adanya perubahan plak ateroma yang menyebabkan
tertutupnya lumen arteri koroner secara mendadak
PATOFISIOLOGI
Patogenesis terjadinya trombosis melibatkan banyak faktor antara
lain vasospasme akibat hilangnya endothelium dependent dilator
mechanism pada aterosklerosis. Juga pada penelitian klinik
memperlihatkan hubungan antara lipoprotein dan trombosis. Terjadinya
oklusi miokard selama 20 menit akan diikuti dengan terjadinya nekrosis
miokard. Adanya nekrosis miokard akan menyebabkan kehilangan
intergritas membran sel dan makromolekul intraseluler akan berdifusi ke
dalam jaringan interstisial miokard dan selanjutnya akan masuk ke dalam
mikrovaskuler dan limfatik kardiak. (Elias, 2003).
Gambar 4. Pelepasan Troponin Jantung Pada Kematian Otot Jantung
II.2.5 ATEROSKLEROSIS PADA STROKE ISKEMIK
Aterosklerosis adalah serangkaian perubahan pada tunika intima
pembuluh darah arteri berupa penimbunan lipid, adanya serbuk sel
radang ke dalam tunika (terutama monosit dan limfosit), proliferasi sel-sel
otot polos, pelepasan kolagen serta matriks protein oleh sel-sel otot polos,
penumpukan kompleks karbohidrat, bekuan darah dan fibrin, yang
kemudian diikuti pembentukan jaringan ikat serta perubahan di dalam
struktur tunika intima. Aterosklerosis pada umumnya terjadi pada arteri
muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan kelainan yang
mendasari penyakit jantung iskemik. Pada beberapa plak dapat terjadi
progresi secara lambat tetapi ada juga yang cepat. Adanya fisura minor
yang terjadi pada lapisan lemak atau plak ateroma akan diikuti dengan
pebentukan trombus dan terjadilah fibrosis. Selanjutnya bila terjadi fisura
plak yang dalam atau ulserasi maka dapat terjadi oklusi trombus dan
timbul sindrom koroner akut. (Fenton, 2010).
Aterosklerosis merupakan kontributor utama terhadap patogenesa
terjadinya serangan jantung, infark serebri dan penyakit vaskuler perifer.
Saat ini proses aterosklerosis diperkirakan turut berperan dalam
menyebabkan sekitar 600.000 kematian per tahun di AS. Atersklerosis
mulai terjadi sejak awal kehidupan. Keberadaannya sering tidak disadari
dan baru diketahui kemudian dalam kondisi yang relatif lambat, biasanya
setelah menimbulkan gejala klinis sebagai akibat proses trombosis,
khususnya keadaan iskemik yang mnegenai jantung, otot atau tungkai.
Dalam fase pertumbuhannya, lesi-lesi aterosklerosis terbagii:
1. Fatty streak
Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopis
berbentuk bercak berwarna kekuningan yang terdiri dari sel-sel
yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan
makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester
kolesterol
2.Fibrous plaque
Lesi ini berwarna keputihan dan sudah menonjol ke dalam lumen
arteri. Fibrous plaque berisi sejumlah besar sel-sel otot polos dan
makrofag yang berisi kolesterol dan ester kolerterol, disamping
jaringan kolagen dan jaringan fibrotik,proteoglikan, dan timbunan
lipid dalam sel-sel jaringan ikat
Fibrous plaque biasanya mempunyai fibrous cap yang terdiri dari
otot-otot polos dan sel-sel kolagen. Di bagian bawah fibrous
plaque terdapat daerah dengan debris dan timbunan ester
kolesterol.
3.Complicated lesion
Lesi ini mempunyai bentuk lanjut dari ateroma yang disertai
kalsifikasi, nekrosis, trombosis dan ulserasi. Dengan
membesarnya ateroma, dinding arteri menjadi lemah sehingga
Mekanisme terjadi iskemi dapat pula dibagi atas 3, yaitu trombosis,
emboli dan berkurangnya perfusi sistemik. Diantara ketiganya, trombosis
merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya stroke iskemik paling
sering dijumpai. Menurut konsensus, trombosis adalah obstruksi aliran
darah yang diakibatkan oleh proses oklusi pada satu atau lebih pembuluh
darah. Proses patologis pada pembuluh darah yang paling sering terjadi
adalah aterosklerosis (Caplan, 2000).
Gambar 6. Progresi Patologis Aterotrombosis
Dikutip dari: Libby P. 2001. Circulation; 104: 365-372
II.3 Magnesium
Magnesium merupakan kation keempat yang paling banyak dalam
tubuh manusia dan memiliki peranan fisiologis penting. Keseimbangan
Tubuh manusia dewasa mengandung kira-kira 25 gr magnesium.Total Mg
dalam tubuh laki-laki dewasa diperkirakan 1 mol (24 g). Distribusi Mg
dalam tubuh diperkirakan 66% di dalam tulang, hampir 33% magnesium
berlokasi pada jaringan seperti otot, otak, jantung, ginjal dan hati dan
hanya 1% dari total magnesium berada dalam darah dalam keadaan
bebas (dalam bentuk ion) dan secara fisiologis aktif, 30 % (terutama
albumin) dan 15% dalam bentuk anion kompleks. (Shechter 2010, Fox
dkk, 2001, Topf and Murray ,2003).
Pada kondisi normal, konsentrasi Mg akan selalu berada konstan
dalam sirkulasi darah. Homeostasis bergantung pada keseimbangan antar
absorpsi di usus dengan pengeluaran melalui ginjal dimana tubulus ginjal
berperan utama dalam pengaturan Mg. Ginjal merupakan regulator utama
konsentrasi serum dan kandungan total Mg tubuh. Pada bagian
glomerulus ginjal, magnesium (baik dalam bentuk ion atau magnesium
kompleks) mengalami filtrasi sebanyak 70% sedangkan di bagian nefron
reabsorpsi mg lebih dari 96%. (Shechter 2010, Sclingmann dkk 2004,
Topf and Murray, 2003).
Magnesium sangat diperlukan dalam tubuh terutama terlibat dalam
lebih 300 reaksi metabolik esensial. Magnesium memegang peranan
penting untuk sintesa asam nukleat dan protein, metabolisme energi,
penggunaan glukosa, sintesa dan pemecahan asam lemak, seluruh fungsi
ATPase dan aksi khusus pada organ yang berbeda seperti sisitem
neuromuskular dan kardiovaskular. Lebih dari 300 buah enzim tergantung
kalsium dalam 2 mekanisme. Pertama, sebagian kalsium channel
bergantung pada Mg. Ketika konsentrasi Mg intraseluler tinggi, kalsium
ditranspor ke dalam sel dan dari retikulum sarkoplasmik dihambat. Dalam
defisiensi Mg kebalikan terjadi dan akibatnya konsentrasi kalsium
intraseluler meningkat. Kedua, magnesium diperlukan untuk pelepasan
dan aksi hormon paratiroid. (Gum 2004).
Enzyme Function
Enzyme substrate (ATPmg, GTPmg)
Kinase B Hexokinase
Direct enzyme activation
Phosphofructokinase
II.3.1 METABOLISME MAGNESIUM
Normalnya, tubuh manusia mengandung sekitar 1000 mmol
magnesium (22-26 g). Konsentrasi magnesium intraseluler adalah 40
mEq/L. Konsentrasi magnesium dalam CSF sekitar 1,1 mmol/L yang
mana 55% dalam bentuk bebas dan 45% dalam bentuk terikat dalam
komponen lain. Kadar magnesium dalam intraseluler dijaga dalam batas
konsentrasi yang sempit kecuali dalam keadaan hipoksia dan kekurangan
magnesium dalam jangka waktu lama. Distribusi magnesium dalam sel
beragam dimana konsentrasi di daerah perifer lebih rendah dibanding
daerah sentral. (Swaminathan, 2003).
Mekanisme regulasi homeostasis dilakukan oleh fungsi ginjal dan
gastrointestinal. Absorpsi magnesium dilakukan di usus halus; yang
diserap kurang lebih 24%-76%, dilakukan secara aktif mirip dengan
sistem transpor Ca. Pada pemberian magnesium kadar rendah akan
terjadi peningkatan absorpsi Ca. Ekskresi dilakukan di ginjal, kurang lebih
120-140 magnesium/ 24 jam pada orang dengan diet normal dan dalam
keadaan tertentu ginjal dapat mensekresi sampai dengan 5000
magnesium/ 24 jam tergantung konsentrasi magnesium plasma. Ginjal
merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total
magnesium tubuh. Magnesium difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorpsi
di tubulus, 60-75% di tubulus asendens. Hipomagnesemia dapat hanya
intraselular akibat turunnya konsentrasi ion magnesium intraselular.
Absorpsi di dalam pencernaan, sistem transport aktif Mg dihitung berapa
banyak jumlah Mg yang diabsorpsi pada pemberian diet rendah Mg. Mg
diabsorpsi sepanjang saluran pencernaan mekipun paling efisien
diabsorpsi di daerah saluran cerna bawah. Pada keadaan normal, intake
magnesium kira-kira 300-350 mg/ hari. (Rude 1998, Dacey, 2001).
Gambar 8. Distribusi Magnesium Dalam Tubuh
Dikutip dari: Swaminathan R. 2003. Magnesium Metabolism and its Disorders, Clinical Biochemist Reviews; 24: 47-66
II.4 OUTCOME STROKE
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. World Health Organization
(WHO) membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000) :
1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis,
2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk
melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang
dianggap normal untuk orang sehat.
3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat
impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya
sebagai manusia normal.
Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan
mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang
penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup
perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai
fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis,
skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk
menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran
yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.(Weimar dkk, 2002).
Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik
mental maupuan adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit
neurologis. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti
tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ ketidakmampuan yang berat. (Weimar
dkk, 2002).
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk
menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran,
respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy,
pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori,
berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan
pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk, 2002; Schlegel
dkk, 2003).
Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan
NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika
elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien.
(Williams dkk, 2000).
Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, yang kemudian
dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu teknik mengukur performa
pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan menjadi 2
yaitu :
- Bagian yang berhubungan dengan perawatan diri antara lain :
makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air
besar dan buang air kecil, penggunaan toilet.
- Bagian yang berhubungan dengan mobilitas antara lain : berjalan,
berpindah dan naik tangga.
Skor BI maksimum adalah 100 yang menunjukkan bahwa fungsi
fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang
II.6 KERANGKA KONSEP
STROKE ISKEMIK
TROPONIN T
MAGNESIUM
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/ RSUP H.
Adam Malik Medan dari tanggal 19 Januari 2011 s.d April 2011.
III.2. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit.
Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling
konsekutif.
III.2.1. Populasi Sasaran
Semua penderita stroke iskemik fase akut yang ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dan CT Sken kepala.
III.2.2. Populasi Terjangkau
Semua penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di ruang
rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK USU/
RSUP.H.Adam Malik Medan
III.2.3. Besar Sampel
Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 2008)
2 n = (Zα + Z) s Xa-Xo
Zα = nilai baku normal dari tabel Z, (untuk α =0.05 Zα = 1.96
S = simpangan baku
Xa-Xo = perbedaan klinis yang diinginkan
2
n = (1,96 + 1,282) 6,19 4
n = 25,25 ~ 26 orang (masing-masing)
III.2.4. Kriteria Inklusi
1. Semua pasien stroke iskemik fase akut yang dirawat di bangsal
Neurologi Rindu A4 RSUP H.Adam Malik Medan yang secara
klinis terbukti menderita stroke iskemik dan telah dikonfirmasi
dengan pemeriksaan CT sken kepala.
2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini
III.2.5. Kriteria Eksklusi
1. Penderita stroke iskemik yang menderita gastroenteritis.
2. Penderita stroke iskemik yang menderita gangguan fungsi
ginjal.
3. Penderita stroke iskemik yang sedang menggunakan obat
III.3. BATASAN OPERASIONAL
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi
Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,
2003).
Gangguan fungsi ginjal : dibuktikan dengan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dan kesimpulannya diambil berdasarkan konsultasi
dengan bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ HAM
Gastroenteritis : inflamasi atau peradangan pada lambung dan usus dengan gejala diare dan atau muntah
Fase akut stroke adalah jangka waktu antara 24 jam pertama serangan stroke hingga 7 hari (Sullivan, 2007).
Kadar Troponin serum: rentang nilai normal kadar troponin T serum adalah 0,1- 2,0 μg/L (ng/mL). (Sharma, dkk 2004).
Kadar magnesium serum : rentang nilai normal kadar magnesium serum adalah 0,75- 1,10 mg/dL ( 1,5-2,1 mEq/L ). (Swaminathan, 2003)
Faktor prognostik : dalam penelitian ini faktor prognostik akan ditentukan berdasarkan outcome pasien yang diukur dengan
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan
pengkuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang
dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12
pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon
terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial
palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Nilai skor
5 menunjukkan stroke ringan, 6-13 stroke sedang dan > 13 menunjukkan
stroke berat. (Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003; William dkk, 2000).
Barthel Index (BI) : Menilai 10 aktifitas dasar dalam mengurus diri
sendiri dan mobilitas. Skor maksimum adalah 100 (fungsi fisik benar-benar
tanpa bantuan) dan nilai terendah adalah 0 (fungsi bergantung total).
(Sulter dkk, 1999; Weimar dkk, 2002).
Modified Rankin Scale (mRS) merupakan skala yang menilai
outcome secara global dengan rentang nilai dari 0 (tidak ada gangguan)
hingga 5 (hanya terbaring di tempat tidur dan membutuhkan perawatan
berkelanjutan), dan 6 (fatal). Nilai mRS 0-2 dikategorikan sebagai outcome
baik dan nilai mRS 3-6 dikategorikan sebagai outcome buruk. (Millan,dkk
2007).
III.4. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional)
tanpa perlakuan dengan sumber data primer diperoleh dari semua
penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi
III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN
III.5.1. Instrumen
III.5.1.1. Pemeriksaan kadar serum troponin T
Pemeriksaan kadar serum troponin T dengan menggunakan alat
Cardiac Reader prinsip dual monoclonal antibody ”sandwich.”
III.5.1.2. Pemeriksaan kadar serum magnesium
Pemeriksaan kadar serum magnesium dengan menggunakan alat
Cobass 6000 dengan prinsip colorimetric dengan
chlorophosphonazo III.
III.5.1.3. Computed Tomography Scan (CT Scan)
CT Sken yang digunakan adalah X Ray Ct System, merk Hitachi
seri W 450.
III.5.1.4. Pengukuran Outcome
Studi ini menggunakan NIHSS, BI dan MRS sebagai skala
pengukuran outcome.
III.5.2. Pengambilan Sampel
Semua penderita stroke iskemik fase akut yang telah ditegakkan
dengan pemeriksaan CT sken kepala yang dirawat di ruang rawat inap
neurologi (RA4) RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, diambil darah vena sebanyak 5 ml.
Darah yang didapat dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H.
Adam Malik Penilaian NIHSS,BI dan MRS dilakukan oleh dokter
III.5.3. Kerangka Operasional
Penderita Stroke
Anamnese
Pemeriksaan Neurologis
CT sken Kepala
Stroke Iskemik
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Surat Persetujuan Ikut Penelitian
Pemeriksan kadar troponin T serum Pemeriksaan kadar magnesium serum
Pemeriksaan BI, MRS,NIHSS (hari ke-14)