ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN
RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO
BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR
SKRIPSI
RIAULI ANGGRIANI PARDEDE 080308061
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN
RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO
BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR
SKRIPSI
Oleh
RIAULI ANGGRIANI PARDEDE 080308061/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Sumono, MS) (
Ketua Anggota
Nazif Ichwan, STP, MSi)
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
RIAULI ANGGRIANI PARDEDE : Analisis hujan pada hutan pinus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo berdasarkan model keseimbangan air, dibimbing oleh Sumono dan Nazif Ichwan.
Model keseimbangan air disusun bertujuan untuk memperoleh simpanan air tanah pada hutan pinus. Keseimbangan yang dimaksud adalah kesesuaian antara hujan yang masuk dengan air yang keluar dari hutan pinus. Model keseimbangan air terdiri dari komponen curah hujan, hujan lolos, aliran batang, intersepsi, evapotranspirasi, dan aliran permukaan.
Hasil penelitian selama 16 minggu (April – Agustus 2012) menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan harian yang terjadi adalah sebesar 6,326 mm/hari, dan dalam setahun curah hujan yang terjadi sebesar 2309 mm/tahun. Air yang keluar dari hutan pinus hanya melalui evapotranspirasi aktual yaitu sebesar 2,546 mm/hari. Simpanan air tanah yang diperoleh selama penelitian adalah sebesar 385,450 mm. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian aman untuk dijadikan daerah pengembangan hutan pinus.
Kata kunci : hidrologi, hutan pinus, keseimbangan air
ABSTRACT
RIAULI ANGGRIANI PARDEDE : Analysis of rainfall in pine forest in Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo based on modeling of water balance, supervised by Sumono and Nazif Ichwan.
Modeling of water balance is stacked to predict soil moisture storage. The balance is the appropriate both of the coming rainfall and the going water from pine forest. Modeling of water balance consists of rainfall, throughfall, stemflow, intercepsi, actual evapotranspiration, and run off.
The result of research for 16 weeks (April - Agustus 2012) showed that daily rainfall was 16,326 mm/day and annual rainfall was 2309 mm/year. Water that out from pine forest was only from actual evapotranspiration, 2,546 mm/day. Soil moisture storage got during research was 385,450 mm. From this result can be concluded that region research is suitable for growing of pine tree forest.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukamandi Hulu pada tanggal 11 Oktober 1990 dari
ayah M. Pardede dan ibu E. Situmeang. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Pakam dan pada
tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih
program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Kebaktian Mahasiswa Kristen (KMK) Unit Pelayanan Fakultas Pertanian, serta
Paduan Suara Transeamus Fakultas Pertanian.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Horti Jaya
Lestari Kebun Dokan di Desa Dokan Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Analisis Hujan Pada Hutan Pinus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Berdasarkan Model Keseimbangan
Air” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak
Nazif Ichwan, STP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, September 2012
ii
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR TABEL ...iii
DAFTAR GAMBAR ...iv
DAFTAR LAMPIRAN ...v
PENDAHULUAN Latar Belakang ...1
Tujuan Penelitan...3
Kegunaan Penelitian...3
TINJAUAN PUSTAKA Hutan ...4
Pinus ...4
Hidrologi dan Model Keseimbangan Air ...6
Presipitasi ...9
Intersepsi ...10
Throughfall dan Stemflow ...11
Evapotranspirasi aktual ... 13
Infiltrasi ...14
Suhu ...15
Air Tanah ...16
Run off (Limpasan) ...17
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian ...18
Bahan Dan Alat Penelitian ...18
Metode Penelitian...19
Prosedur Penelitian...19
Parameter Penelitian...21
HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan ...23
Throughfall (hujan lolos) ...24
Stemflow (aliran batang) ...25
Intersepsi ...26
Evapotranspirasi aktual ...28
Run Off ...30
Keseimbangan air tanah ...31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...34
Saran ...34
iii
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Curah hujan mingguan (mm) ...23
2. Rata-rata trhoughfall mingguan (mm) ...24
3. Rata-rata stemflow mingguan (mm) ...26
4. Intersepsi mingguan (mm) ...27
5. Nilai evapotranspirasi aktual mingguan (mm) ...29
iv
DAFTAR GAMBAR
No. Hal. 1. Komponen neraca air pada hutan pinus ...31
v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Flowchart penelitian ...35
2. Data curah hujan, throughfall, stemflow, dan run off ...36
3. Perhitungan curah hujan ...39
4. Perhitungan throughfall ...40
5. Perhitungan stemflow ...42
6. Data suhu ...44
7. Perhitungan jam siang lintang utara ...55
8. Perhitungan evapotranspirasi aktual ...59
9. Kedalaman air tanah awal ...63
10. Perhitungan kedalaman air tanah ...66
11. Data curah hujan efektif, evapotranspirasi, kedalaman air tanah, dan perubahan simpanan air tanah ...68
12. Persentase jam siang Lintang Utara ...71
13. Foto penakar hujan ...72
14. Foto penampung throughfall ...73
15. Foto penampung stemflow ...74
ABSTRAK
RIAULI ANGGRIANI PARDEDE : Analisis hujan pada hutan pinus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo berdasarkan model keseimbangan air, dibimbing oleh Sumono dan Nazif Ichwan.
Model keseimbangan air disusun bertujuan untuk memperoleh simpanan air tanah pada hutan pinus. Keseimbangan yang dimaksud adalah kesesuaian antara hujan yang masuk dengan air yang keluar dari hutan pinus. Model keseimbangan air terdiri dari komponen curah hujan, hujan lolos, aliran batang, intersepsi, evapotranspirasi, dan aliran permukaan.
Hasil penelitian selama 16 minggu (April – Agustus 2012) menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan harian yang terjadi adalah sebesar 6,326 mm/hari, dan dalam setahun curah hujan yang terjadi sebesar 2309 mm/tahun. Air yang keluar dari hutan pinus hanya melalui evapotranspirasi aktual yaitu sebesar 2,546 mm/hari. Simpanan air tanah yang diperoleh selama penelitian adalah sebesar 385,450 mm. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian aman untuk dijadikan daerah pengembangan hutan pinus.
Kata kunci : hidrologi, hutan pinus, keseimbangan air
ABSTRACT
RIAULI ANGGRIANI PARDEDE : Analysis of rainfall in pine forest in Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo based on modeling of water balance, supervised by Sumono and Nazif Ichwan.
Modeling of water balance is stacked to predict soil moisture storage. The balance is the appropriate both of the coming rainfall and the going water from pine forest. Modeling of water balance consists of rainfall, throughfall, stemflow, intercepsi, actual evapotranspiration, and run off.
The result of research for 16 weeks (April - Agustus 2012) showed that daily rainfall was 16,326 mm/day and annual rainfall was 2309 mm/year. Water that out from pine forest was only from actual evapotranspiration, 2,546 mm/day. Soil moisture storage got during research was 385,450 mm. From this result can be concluded that region research is suitable for growing of pine tree forest.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan
lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain
sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Negara Indonesia memiliki
kawasan hutan yang sangat luas dan beraneka ragam jenisnya dengan tingkat
kerusakan yang cukup tinggi akibat pembakaran hutan, penebangan liar, dan lain
sebagainya. Hutan memiliki banyak manfaat untuk kita semua. Hutan merupakan
paru-paru dunia (planet bumi) sehingga perlu kita jaga karena jika tidak maka
hanya akan membawa dampak yang buruk bagi kita di masa kini dan masa yang
akan datang (Anonimous1, 2009).
Hutan sangat penting di muka bumi ini, terutama bagi kehidupan generasi
mendatang. Kesalahan dalam pengelolaan hutan berarti menyiksa kehidupan
generasi mendatang. Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi
lahan hutan ke dalam pengelolaan yang terdiri atas pengelolaan hutan produksi
berfungsi ekonomi dan ekologi yang sama kuat atau seimbang, pengelolaan hutan
konservasi yang berfungsi ekologi dan pengelolaan hutan kebun kayu sebagai
fungsi ekonomi. Pembangunan kehutanan merupakan upaya penyelenggaraan
pengelolaan sumberdaya secara lestari dan pemanfaatan hutan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat (Arief, 2001).
Lahan kehutanan Indonesia terbagi tiga, yaitu hutan konservasi, hutan
produksi, dan tanaman kehutanan atau kebun kayu. Hutan pinus merupakan hutan
buatan yang menjadi salah satu pilihan dari Perum Perhutani sebagai hutan
sebagai pasokan untuk industri pembuatan kertas. Dalam perkembangannya pinus
juga diambil getahnya. Kayu pinus juga sangat diminati oleh masyarakat untuk
bahan pembuatan perkakas rumah tangga tangga, karena tekstur dan struktur kayu
pinus cukup bagus serta mudah pengerjaannya. Di samping itu dengan adanya
hutan pinus sangat berarti bagi petani penyadap getah pinus, karena dapat
memberi kepastian pendapatan keluarga untuk setiap harinya, yang berarti
meningkatkan pendapatan mereka (Darmadi, dkk., 2004).
Keberhasilan pengembangan hutan pinus ternyata menimbulkan dampak
ikutan yang tidak terduga, yaitu munculnya isu-isu di masyarakat di sekitar hutan
pinus yaitu (i) adanya hutan pinus menyebabkan jumlah air yang ada di sekitar
kawasan hutan pinus menjadi berkurang, (ii) adanya hutan pinus menyebabkan
munculnya sumber air baru (Fakultas Kehutanan UGM 1994 dalam Darmadi,
dkk., 2004).
Mempertimbangkan keluhan masyarakat yang berada di sekitar hutan
pinus, maka perlu kajian lebih mendalam tentang dinamika kadar air tanah yang
terjadi di hutan pinus, sehingga diharapkan diperoleh jawaban yang pasti tentang
keadaan tata air yang terjadi di dalam tanah hutan pinus.
Keluhan dan kekhawatiran masyarakat dapat juga terjadi di Sumatera
Utara yang memiliki hutan pinus. Areal hutan pinus yang tumbuh di sekitar
Danau Toba merupakan sumber air Danau Toba. Hutan pinus pada Taman Hutan
Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo tumbuh pada lokasi sekitar Danau
Toba, yang dikhawatirkan dapat menyebabkan suplai air ke Danau Toba menjadi
Keseimbangan air merupakan penjelasan tentang hubungan
ketergantungan antara aliran ke dalam (in flow) dan aliran ke luar (out flow) di
suatu wilayah untuk waktu tertentu yang ditetapkan dari suatu proses sirkulasi air.
Keseimbangan air sering juga diartikan sebagai selisih antara jumlah air yang
diterima oleh tanaman dengan kehilangan air dari tanaman dan tanah melalui
proses evapotranspirasi (Lee, 1990).
Model keseimbangan air hutan pinus yang dibangun bertujuan untuk
memperoleh hubungan ketergantungan antara air hujan yang masuk dengan
kehilangan air melalui proses evapotranspirasi yang terjadi di hutan pinus.
Dengan ini diharapkan diperoleh hubungan kesesuaian antara hujan dan
evapotranspirasi, yang pada gilirannya dapat diketahui pengaruh hutan pinus
terhadap konsumsi air yang menjadi kekhawatiran masyarakat bahwa jumlah air
di kawasan hutan pinus berkurang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan menganalisis hujan pada
hutan pinus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo
berdasarkan model keseimbangan air.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut tentang hutan pinus
4
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan
Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta
tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan
sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Menurut ahli silvika, hutan merupakan
suatu pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan
menurut ahli ekologi, hutan dianggap sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan
yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda
dengan keadaan di luar hutan (Arief, 2001).
Berdasarkan jenis pohon-pohon utamanya, Arief (2001) membagi hutan
menjadi beberapa jenis, diantaranya:
1. Hutan jati
2. Hutan pinus
3. Hutan damar
4. Hutan rasamala
5. Hutan rimba campuran
Pinus
Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di
Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I.
No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988 dengan luas ± 51.600 Ha dengan
ketinggian 1.430 sampai 2.200 m dpl. Secara geografis terletak diantara 00
1’16"-109’37" Lintang Utara dan 98012’16" – 98041’00" Bujur Timur. Tahura Bukit
s/d 2.500 mm. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan
kelembaban rata-rata berkisar antara 90-100% (Dephut, 2011).
Klasifikasi tumbuhan pinus menurut Tjitrosoepomo (1996) dalam
Anonimous2 (2012) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Gymnospermae
Kelas : Coniferae atau Coniferinae
Bangsa : Pinales
Suku : Pinaceae
Marga : Pinus
Jenis : Pinus merkussi, Pinus sylvestris, Pinus vigra, Pinus monophylla,
Pinus insularis, Pinus roxburghai dsb.
Pinus merkussi merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di
Indonesia. Pinus merkussi termasuk jenis pohon serbaguna yang terus menerus
dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk
penghasil kayu, produksi getah, dan konservasi lahan (Dahlian dan Hartoyo,
1997).
Di Indonesia, pinus merkussi dapat tumbuh pada ketinggian antara 200 –
2000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400 – 1500
mdpl. Tinggi Pinus merkussi dapat mencapai 20 – 40 m, dengan diameter 100 cm
dan dan batang bebas cabang 2 – 23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar
Hutan pinus dibangun untuk merehabilitasi hutan-hutan yang gundul,
hutan lindung dan hutan produksi. Menurut Adhitya (2010) pengaruh hutan pinus
secara umum dapat dibagi berdasarkan parameter hidrologi, antara lain :
1. Penyerapan oleh tajuk pohon, air ditembus dari tajuk dan aliran air lewat batang
tanaman.
2. Perubahan kadar air tanah dan penambahan air tanah.
3. Perubahan sifat fisik tanah
4. Perubahan watak aliran sungai
5. Serasah pada hutan pinus dapat menambah bahan organik tanah sehingga
menurunkan bulk density tanah dan meningkatkan porositasnya.
Serasah pinus akan terdekomposisi secara alami dalam waktu 8 – 9 tahun.
Serasah pinus merupakan serasah daun jarum yang mempunyai kandungan lignin
dan ekstraktif tinggi yang bersifat asam, sehingga sulit untuk dirombak oleh
mikroorganisme (Mindawati, dkk., 1998).
Hidrologi dan Model Keseimbangan Air
Siklus hidrologi adalah konsep dasar dalam kajian hidrologi dan
merupakan konsep keseimbangan atau neraca air. Konsep ini mengenal empat
fase perubahan zat cair, yaitu penguapan, pencairan, pembekuan, dan
penyubliman atau dalam istilah hidrologi mencakup evaporasi dan transpirasi,
presipitasi, salju, dan lelehan salju atau kristal es. Tenaga yang digunakan untuk
berubah dari fase cair ke gas (evaporasi) dan menggerakkannya ke atmosfer
adalah energi radiasi surya. Proses berikutnya adalah pendinginan, kondensasi dan
dan kembali ke laut atau badan air yang lain. Proses sirkulasi dan perubahan fase
zat cair tersebut dikenal sebagai Siklus Hidrologi (Leosejati, 2009).
Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yakni sepanjang air dari
permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke
laut yang terus-menerus bersirkulasi, penguapan, presipitasi, dan pengaliran ke
luar. Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan
sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke
permukaan laut, sungai atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi, tidak
semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah.
Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap
(intersepsi) dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan
(Onrizal, 2005).
Model diartikan sebagai suatu kerangka analisis yang disederhanakan dari
masalah nyata yang umumnya sangat rumit. Sebuah model hanya memusatkan
perhatian pada faktor-faktor utama dan hubungan-hubungan yang relevan dari
fenomena yang sedang dipelajari. Ada beberapa jenis model, seperti model phisik,
diagramatik, dan matematika. Sebuah model matematik akan tersusun atas sebuah
atau seperangkat persamaan yang menghubungkan sejumlah variabel yang
menjelaskan struktur model. Bentuk persamaan yang dipakai biasanya yang
sederhana sehingga relatif mudah mencari solusinya (Mulyono, 1996).
Menurut Darmadi, dkk., (2004), pemodelan keseimbangan air secara
sederhana dapat dituliskan ke dalam persamaan matematik, yaitu:
P = ETc + RO + Sm ...(1)
P = curah hujan yang masuk ke dalam tegakan hutan pinus (mm)
ETc = evapotranspirasi yang terjadi di dalam tegakan hutan pinus (mm)
RO = aliran permukaan tanah yang terjadi di lantai tegakan hutan pinus
(mm)
Sm = simpanan air tanah yang berada di bawah tegakan hutan pinus (mm)
Hujan yang masuk ke dalam tegakan hutan pinus tidak semuanya ke lantai
hutan di atas permukaan tanah, karena sebagian akan tertahan sebagai air
intersepsi. Air hujan yang sampai ke lantai hutan dapat masuk melalui proses
throughfall (hujan lolos tajuk) dan stemflow (aliran batang). Air yang lolos dan
aliran batang yang sampai ke lantai tegakan pinus disebut juga sebagai curah
hujan efektif. Penggambaran secara matematik dari proses hujan yang masuk ke
dalam tegakan hutan pinus adalah :
Pe = P – Ic ...(2)
Pe = Tf + Sf ...(3)
Dimana :
P = curah hujan yang masuk ke dalam tegakan hutan pinus (mm)
Pe = curah hujan efektif yang jatuh ke dalam tegakan hutan pinus (mm)
Ic = intersepsi yang terjadi di tajuk tegakan hutan pinus (mm)
Tf = Throughfall (hujan lolos) yang terjadi di dalam tegakan hutan pinus
(mm)
Sf = Stemflow (aliran batang) yang terjadi di dalam tegakan hutan pinus
Presipitasi
Presipitasi adalah istilah umum untuk produk-produk kondensasi atmosfer
yang mencapai permukaan, misalnya hujan, salju, hujan es batu, dan lapisan es.
Soemarto (1995) juga menmbahkan bahwa frekwensi pengukuran atau
pengamatan curah hujan dapat dilakukan sebanyak:
a. Sekali dalam sehari, misalnya pada setiap jam 7.00 atau jam 8.00 pagi hari.
Banyaknya penangkapan hujan diukur dengan gelas pengukur. Air hujan
yang terkumpul dalam penampung diukur dengan gelas pengukur. Tinggi
hujan dapat dihitung dengan rumus V/A, dimana V adalah volume air
tertampung dan A adalah luas permukaan penampung.
b. Sekali dalam seminggu atau sebulan, dilakukan dengan alat pencatat otomatis
dengan penggantian kertas setiap miggu atau setiap bulan. Meskipun hanya
dilakukan sekali dalam seminggu atau sebulan, tetapi hasil pencatatannya
dapat membaca tinggi hujan setiap saat. Jika alat pencatatnya berupa punched
tape yang dihubungkan dengan komputer di pusat komputer, maka setiap
selang waktu pendek, data curah hujan dapat disimpan dalam memori
komputer.
Di sekitar alat pengukur hujan sebaiknya ditanami rumput atau kerikil,
akan tetapi tidak dianjurkan bila dipasang lantai beton atau sejenisnya karena
kemungkina percikan lebih besar. Tinggi penakar hujan hendaknya tidak terlalu
tinggi dan juga tidak terlalu rendah yang akan menimbulkan kemungkinan
percikan air ke dalam. Ketinggian 1 m dapat dianjurkan untuk digunakan sebagai
Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer
bergerak ke tempat yang lebih tinggi oleh adanya beda tekanan uap air. Uap air
bergerak dari tempat dengan tekanan uap air lebih besar ke tempat dengan tekanan
uap air lebih kecil. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi tersebut
pada ketinggian tertentu akan mengalami penjenuhan dan apabila hal ini diikuti
dengan terjadinya kondensasi, maka uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi
butiran-butiran air hujan (Asdak, 2007).
Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk
mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili curah hujan di seluruh kawasan
tempat pengukuran dilakukan. Karena itu di dalam memasang suatu penakar
presipitasi menurut Seyhan (1990) haruslah dijamin bahwa:
- Percikan tetesan hujan ke dalam dan keluar penampung harus dicegah
- Kehilangan air dari resevoir oleh penguapan haruslah seminimal mungkin
- Jika ada, salju haruslah melebur
Presipitasi cair, terutama curah hujan biasanya merupakan perhatian yang
paling penting bagi pakar hidrologi karena ia bergerak secara cepat melalui hutan
dan tanah yang mengawali atau memodifikasi proses-proses hidrologi lainnya,
dan menimbulkan aliran sungai. Presipitasi di atas suatu hutan akan berkurang
sebelum menyentuh tanah (Lee, 1990).
Intersepsi
Penakar-penakar presipitasi biasanya ditempatkan pada tempat terbuka
dan dengan demikian tidak mengukur presipitasi yang sampai di tanah di bawah
disebut intersepsi. Air ini diuapkan kembali dan tidak memberikan pengaruh
terhadap kelembaban (Seyhan, 1990).
Intersepsi air hujan adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan
vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer.
Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan
berhenti sampai permukaan tajuk vegetasi menjadi kering kembali. Setiap kali
hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai
permukaan tanah. Air tersebut akan kembali lagi ke udara sebagai air intersepsi
tajuk, seresah dan tumbuhan bawah (Asdak, 2007).
Presipitasi yang jatuh pada suatu tajuk hutan didistribusikan kembali dan
berkurang kuantitasnya jika presipitasi bergerak menuju lantai hutan. Jumlah
pengurangan (intersepsi tajuk) ditentukan oleh jumlah dan frekwensi presipitasi,
dan oleh kapasitas cadangan tajuk dan laju pengeringan. Pengkajian-pengkajian
empiris telah menunjukkan bahwa hal tersebut sangat bervariasi, tidak hanya di
antara wilayah-wilayah klimatologi dan tipe-tipe hutan, dan dengan kerapatan dan
umur tegakan, tetapi juga dengan posisi relatif terhadap batang-batang pohon pada
suatu tegakan tertentu. Air yang diintersepsi oleh tajuk-tajuk pohon juga penting
secara hidrologi karena menyebabkan pembasahan tanah hutan yang tidak merata,
menghambat transpirasi dan mengurangi pengambilan air tanah, berevaporasi
secara lebih cepat daripada transpirasi dalam iklim mikro yang sama dan
menambah kehilangan penguapan total secara nyata (Lee, 1990).
Throughfall dan Stemflow
Throughfall adalah bagian presipitasi yang jatuh di sela-sela daun tanaman
yang tertahan pohon, akan tetapi telah melebihi kapasitas tampungan (interception
storage). Stemflow merupakan bagian air yang mengalir melalui ranting, dahan
dan selanjutnya ke batang pohon dan jatuh ke tanah (Harto, 1993).
Presipitasi di atas suatu tajuk hutan dapat mencapai lantai hutan dengan
dua jalan; langsung jatuh (throughfall) yaitu bagian dari presipitasi yang mencapai
lantai secara langsung atau dengan penetesan dari daun dan cabang, dan suatu
volume yang kurang nyata, yaitu aliran batang (stemflow), yang menurun
sepanjang permukaan-permukaan batang-batang pohon. Kedalaman throughfall
bervariasi secara terbalik dengan kerapatan tegakan-tegakan hutan, dan umumnya
semakin jarang tegakan hutan maka throughfall akan semakin besar (Lee, 1990).
Throughfall adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara
langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting dan cabang; secara kuantitatif
throughfall merupakan perbedaan antara presipitasi dan penjumlahan intersepsi
tajuk dan aliran batang (Lee, 1990).
Aliran batang (stemflow) diperoleh dengan cara langsung dengan cara
memasang lempengan seng atau plastik melingkar atau melilit batang pohon agar
aliran yang melalui penebangan dan batang tersebut keseluruhannya dapat
dialirkan dan ditampung ke dalam bak penampung. Ukuran lebar plastik atau seng
yang digunakan adalah 20-30 cm. Pada salah satu sisi plastik atau seng ini dibuat
saluran yang akan mengalirkan air yang tertampung tersebut ke bak
penampungan. Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengukur besarnya aliran
batang adalah dengan menggunakan pipa plastik yang dibelah menjadi dua. Salah
satu belahan pipa plastik tersebut kemudian dililitkan pada batang pohon. Salah
kemudian dilapisi bahan perekat agar aliran air tersebut yakni dari batang bagian
atas dapat masuk ke dalam belahan pipa plastik yang dipasang melingkar batang
tersebut (Asdak, 2007).
Evapotranspirasi aktual
Kehilangan air melalui permukaan teras atau penguapan (evaporasi) dan
melalui permukaan tanaman (tranpirasi) disebut evapotranspirasi atau
kadang-kadang disebut penggunaan air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan
salah satu komponen keseimbangan air atau menjadi dua komponen bila dipisah
menjadi evaporasi dan transpirasi (Guslim, 2009). Raghunath (1983) juga
menyatakan bahwa evapotranspirasi atau kebutuhan air tanaman adalah total
kehilangan air dari suatu area tanaman yang dikarenakan evaporasi dari tanah dan
transpirasi dari tanaman.
Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk
permukaan bukan vegetasi lainnya. Sedangkan transpirasi adalah penguapan air
dari daun dan dari cabang tanaman melalui pori-pori daun (Asdak, 2007), atau
dengan kata lain evaporasi dari permukaan tanaman disebut juga transpirasi.
Evapotranspirasi akan terjadi jika terpenuhi adanya dua kondisi utama,
yaitu faktor energi yang menyebabkan terjadinya evapotranspirasi dan faktor air
yang dapat dievapotranspirasikan. Faktor-faktor tersebut ialah radiasi matahari,
angin, kelembaban relatif, dan temperatur (Kustamar dan Yulianti, 2009).
Menurut Kartasapoetra dkk (1994), nilai evapotranspirasi aktual dapat
dihitung dengan menggunakan metode Blaney-Criddle yang telah mendapat
perubahan dengan rumus sebagai berikut :
U =
100
) 813 7
, 45 .(
.P t+ K
K = Kt x Kc ... (5)
Kt = 0,0311t + 0,240 ... (6)
Dimana :
U = Evapotranspirasi bulanan (mm)
P = persentase jam siang bulanan
t = suhu rata-rata bulanan (0C)
Kc = koefisien tanaman
Daerah-daerah yang bervegetasi seperti hutan, mekanisme kehilangan air
yang paling besar bukanlah melalui evaporasi tanah, tetapi melalui transpirasi. Hal
ini disebabkan karena penutup vegetasi mengurangi radiasi yang masuk ke dalam
hutan sehingga memperendah suhu-suhu udara dan tanah (Seyhan, 1990).
Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.
Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Setiap jenis tanah
mempunyai laju infiltrasi yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi
sampai sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya mempunyai laju infiltrasi
tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi
rendah (Harto, 1993).
Sebagian air yang berinfiltrasi ke dalam tanah akan tertahan dalam
pori-pori tanah, sebagian akan berperkolasi ke bawah permukaan tanah dan mengalir
ke sungai, dan sebagian lagi bergerak ke lapisan yang lebih dalam yang akan
Laju infiltrasi berbeda-beda karena banyak faktor, termasuk kedalaman air
pada permukaan, temperatur air dan tanah, susunan dan tekstur tanah dan kadar
kelembaban serta kadar garam tanah. Laju infiltrasi berbeda-beda dari suatu
tempat ke tempat lain pada suatu lapangan dan juga berbeda menurut waktu
(Hansen, dkk., 1979).
Air berinfiltrasi pada suatu tanah hutan karena pengaruh-pengaruh
gravitasi dan gaya tarik kapiler, atau dalam beberapa hal sebagai akibat tekanan
yang diciptakan oleh pukulan air pada permukaan. Lahan yang bervegetasi seperti
hutan pada umumnya lebih menyerap karena seresah permukaan mengurangi
pengaruh-pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan organik, mikroorganisme
serta akar-akar tanaman cenderung meningkatkan porositas tanah dan
memantapkan struktur tanah. Laju infiltrasi yang tinggi akan mengurangi
besarnya limpasan permukaan (Lee, 1990).
Seyhan (1990) menyatakan bahwa pada umumnya, tanah-tanah hutan
cenderung memiliki laju infiltrasi yang tinggi karena timbunan seresah pada lantai
hutan, penetrasi akar ke dalam sistem tanah, dan aktivitas organisme tanah yang
lebih tinggi (seperti cacing tanah).
Suhu
Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu. Pada umumnya temperatur udara permukaan cenderung paling tinggi
pada garis lintang rendah. Namun kecenderungan ini terganggu oleh adanya
pengaruh-pengaruh dari massa air dan tanah, topografi, dan tumbuh-tumbuhan
Menurut Guslim (2009), beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran
suhu antara lain:
1. Jumlah radiasi yang diterima per hari, per musim, dan per tahun
2. Pengaruh daratan dan lautan
3. Pengaruh altitude
4. Pengaruh dari arah kemiringan
5. Pengaruh angin
Di dalam hutan, karena adanya tajuk pohon-pohon, persentase terbesar
radiasi matahari dipantulkan kembali. Pada kondisi yang ekstrim, hanya 1 %
radiasi matahari yang mampu masuk ke dalam hutan. Akibatnya, suhu di dalam
hutan tetap lebih rendah daripada di luar hutan. Hal ini menyebabkan evaporasi
dari tanah di luar tegakan hutan selalu lebih besar daripada evaporasi dari tanah di
dalam tegakan hutan (Seyhan, 1990).
Air Tanah
Presipitasi yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang di
bawahnya disebut air tanah. Banyaknya air yang dapat tertampung di bawah
permukaan bergantung pada kesarangan lapisan di bawah tanah. Air tanah adalah
air yang menempati rongga-rongga dalam lapisa geologi. Lapisan tanah yang
terletak di bawah permukaan air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone),
sedangkan daerah tidak jenuh terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan
tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara. Karena air tersebut meliputi
lengas tanah (soil moisture) dalam daerah perakaran (root zone), maka air
mempunyai arti yang sangat penting bagi pertanian, botani dan ilmu tanah
Pada umumnya hutan menggunakan lebih banyak air (untuk evaporasi dan
transpirasi), dan kurang memberikan hasil bagi aliran sungai, dibandingkan
tipe-tipe penutup lainnya pada iklim kawasan yang sama. Bila penggunaan air
melebihi presipitasi, maka simpanan kadar air tanah menjadi suatu bagian yang
negatif pada persamaan keseimbangan air, dan pengeringan tanah yang lebih besar
(berkurangnya simpanan) berkaitan dengan penggunaan air yang lebih besar
(Lee, 1990).
Run off (Limpasan)
Limpasan permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang
mengalir dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan
disebut juga aliran langsung (direct runoff). Limpasan permukaan dapat
terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu singkat, sehingga aliran permukaan
merupakan penyebab utama terjadinya banjir (Dwi, 2011).
Menurut Harto (1993) hutan mempunyai peranan sangat penting dalam
pengendalian besar limpasan permukaan. Gerakan air tampungan di dalam tanah
dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah, bahan-bahan organik, serta flora dan fauna
tanah. Dengan demikian, maka peran hutan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Dalam tanah hutan pertumbuhan fauna tanah baik, serta terdapat lapisan
bahan organik sehingga meningkatkan laju infiltrasi
b. Lapisan sampah hutan (seresah), berfungsi untuk memperkecil kecepatan
aliran permukaan
c. Sistem perakaran yang terjadi karena tumbuh-tumbuhan menyebabkan
retak-retak di dalam tanah. Hal ini menyebabkan tanah menjadi gembur,
18
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada hutan pinus di Taman Hutan Raya Bukit
Barisan Tongkoh Kabupaten Karo dengan topografi sedikit bergelombang pada
bulan April 2012 sampai dengan Agustus 2012.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hutan
pinus dengan umur pinus sekitar 20 tahun, plat seng, bambu, lembar plastik/terpal,
dan selang plastik, plastisin, paku, dan tali plastik.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, alat
penakar hujan, gelas ukur, abney level, drum penampung atau kolektor air larian,
talang, jerigen, ring sample, martil, alat tulis, dan kamera digital.
Adapun data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer
- Curah hujan
- Throughfall
- Stemflow
- Run off
- Kedalaman air tanah awal
2. Data sekunder
- Suhu
Metode Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data secara
langsung di lapangan, kemudian data data diolah dengan menggunakan Microsoft
Excel.
Prosedur Penelitian
1. Mengukur presipitasi/ curah hujan
- Memasang alat penakar hujan pada lahan terbuka sekitar 100 cm (1 m)
dari atas permukaan tanah. Penakar hujan memiliki diameter 13 cm dan
tinggi 30 cm
- Mengukur volume air yang tertampung setiap kejadian hujan
- Menghitung ketinggian air yang tertampung dengan cara membagi volume
air yang tertampung terhadap luas penakar hujan
2. Mengukur throughfall
- Memasang alat penakar hujan manual (ombrometer) yang terbuat dari plat
seng di bawah tajuk pinus 100 cm (1 m) dari atas permukaan tanah dengan
diameter 11,3 cm dan tinggi 40 cm
- Mengukur volume air yang tertampung setiap kejadian hujan
- Menghitung ketinggian air yang tertampung dengan cara membagi volume
air yang tertampung terhadap luas alat penampung
- Melakukan pengukuran throughfall sebanyak 3 kali
3. Mengukur stemflow
- Melilitkan selang plastik pada batang pinus dengan posisi terbuka dan
dipasang jirigen di atas tanah menempel pada batang pohon untuk
- Mengukur volume air yang tertampung setiap kejadian hujan
- Menghitung ketinggian air yang tertampung dengan cara membagi volume
air yang tertampung terhadap luas tajuk rata-rata
- Melakukan pengukuran stemflow sebanyak 3 kali
4. Mengukur intersepsi
- Menghitung intersepsi dengan cara mengurangkan curah hujan yang
terjadi dengan throughfall dan stemflow
5. Mengukur run off
- Membuat plot untuk menampung air run off dengan ukuran panjang 20 m
dan lebar 2 m
- Membatasi plot dengan plastik/terpal
- Membuat penampung pada bagian yang paling rendah
- Mengukur volume air yang tertampung setiap kejadian hujan
- Menghitung ketinggian air yang tertampung dengan cara membagi volume
air yang tertampung terhadap luas petak kecil
6. Mengukur kedalaman air tanah awal
- Mengambil sampel tanah dari lapangan dengan menggunakan ring sample
- Mengovenkan tanah tersebut selama 24 jam, kemudian didinginkan
- Menghitung volume partikel tanah
- Menghitung volume air tanah dengan mengurangkan volume total
terhadap volume partikel
- Menghitung tinggi kedalaman air tanah dengan cara membagi volume air
tanah terhadap luas ring sample
7. Melakukan pengamatan setiap kejadian hujan selama 4 bulan (16 minggu)
Parameter Penelitian
1. Evapotranspirasi tanaman (ETc)
Nilai evapotranspirasi ini dihitung dengan menggunakan persamaan (2), (3)
dan (4).
2. Model keseimbangan air tanah
Kadar air tanah pada hari tertentu merupakan fungsi dari (i) kadar air tanah
pada hari sebelumnya, (ii) hujan efektif pada hari yang bersangkutan, (iii) aliran
permukaan pada hari yang bersangkutan, (iv) evapotranspirasi aktual pada hari
yang bersangkutan (Darmadi dkk, 2004).
Persamaan (1), (2), (3), dan (4) merupakan persamaan keseimbangan air
tanah pada hari yang bersangkutan. Secara lebih rinci dapat dituliskan sebagai
berikut:
KAT (i) = KAT(i-1) + Pe(i) – RO(i) – ETc(i) ...(7)
KAT (i) = KAT(i-1) + [P(i) – Ic(i)] - RO(i) – ETc(i) ...(8)
KAT (i) = KAT(i-1) + Tf(i) + Sf(i) – RO(i) – ETc(i) ...(9)
Dimana :
KAT (i) = kedalaman air tanah pada hari yang bersangkutan (mm)
KAT (i-1) = kedalaman air tanah pada hari sebelumnya (mm)
Pe (i) = hujan efektif pada hari yang bersangkutan (mm)
Tf(i) = Throughfall (hujan lolos) pada hari yang bersangkutan
(mm)
Sf(i) = Stemflow (aliran batang) pada hari yang bersangkutan
RO (i) = aliran permukaan pada hari yang bersangkutan (mm)
ETc (i) = evapotranspirasi aktual pada hari yang bersangkutan (mm)
sedangkan perubahan simpanan air tanah (∆Sm) dapat ditulis sebagai berikut:
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tegakan pinus pada lokasi penelitian telah berumur sekitar 20 tahun
dengan jarak tanam yang tidak beraturan dan lantai hutan ditumbuhi semak
belukar. Pengamatan dilakukan antara pukul 07.00 WIB sampai 08.00 WIB.
Curah hujan
Besarnya curah hujan sangat bervariasi setiap minggunya. Dalam hitungan
bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei dan yang terendah pada bulan
Agustus. Besarnya curah hujan setiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 1 dan
perhitungannya pada Lampiran 3.
Tabel 1. Curah hujan mingguan
Minggu Bulan Curah hujan (mm)
1 April 63,317
2 April 108,544
3 Mei 53,518
4 Mei 47,488
5 Mei 68,594
6 Mei 12,814
7 Mei 74,323
8 Juni 5,352
9 Juni 4,372
10 Juni 2,035
11 Juni 50,352
12 Juli 149,173
13 Juli 23,141
14 Juli 35,352
15 Juli 10,176
16 Agustus 0,000
Total 708,552
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh curah hujan yang
tertinggi adalah sebesar 149,173 mm pada minggu ke-12 dan yang terendah
adalah 0 pada minggu ke-16. Curah hujan harian dapat dilihat pada Lampiran 2.
dalam setahun curah hujan yang terjadi adalah 2309 mm/tahun. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Dephut (2011) yang menyatakan bahwa curah hujan di taman
hutan raya bukit barisan adalah sebesar 2000 sampai dengan 2500 mm per tahun.
Menurut Asdak (2007), curah hujan (presipitasi) adalah faktor utama yang
mengendalikan berlangsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah DAS
(merupakan elemen utama yang perlu diketahui mendasari pemahaman tentang
kelembaban tanah, proses resapan air tanah, dan debit aliran).
Throughfall (hujan lolos)
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang dilakukan diperoleh nilai
throughfall (hujan lolos) mingguan seperti pada Tabel 2 dan perhitungannya dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 2. Rata-rata trhoughfall mingguan
Minggu Bulan Throughfall (mm)
1 April 58,428
2 April 99,531
3 Mei 48,585
4 Mei 44,229
5 Mei 65,179
6 Mei 9,611
7 Mei 68,105
8 Juni 2,461
9 Juni 2,660
10 Juni 0,565
11 Juni 41,335
12 Juli 140,101
13 Juli 16,228
14 Juli 27,601
15 Juli 6,784
16 Agustus 0,000
Dari Tabel 2 diketahui bahwa throughfall (hujan lolos) tertinggi terjadi
pada minggu ke-12 yaitu sebesar 140,101 mm dan yang terendah terjadi pada
lolos) sebanding dengan besarnya curah hujan. Besarnya throughfall (hujan lolos)
meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan yang terjadi.
Besarnya throughfall (hujan lolos) sangat bervariasi setiap minggunya.
Besarnya throughfall dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya rapat atau
jarangnya tegakan-tegakan pohon pada hutan dan lebat atau tidaknya tajuk.
Menurut Lee (1990), disamping mengurangi jeluk presipitasi rata-rata pada lantai
hutan, tajuk-tajuk pohon menganekaragamkan pola kawasan dengan mneyalurkan
aliran-aliran (throughfall dan stemflow) dalam suatu pola yang berbeda-beda.
Intersepsi terbesar adalah di dekat batang-batang pohon dimana luas permukaan
total daun-daun dan cabang-cabang adalah terbesar, dan paling kecil di dekat
tepi-tepi tajuk, oleh karena itu throughfall terbesar adalah di dekat tepi-tepi tajuk, atau
pada bukaan-bukaan tajuk yang kecil, dan terkecil di dekat batang-batang pohon.
Stemflow (aliran batang)
Dari pengamatan yang dilakukan di lapangan diperoleh nilai stemflow
(aliran batang) harian seperti pada Lampiran 2, nilai stemflow (aliran batang)
mingguan dapat dilihat pada Tabel 3, dan perhitungannya pada Lampiran 5. Dari
Tabel 3 diketahui bahwa stemflow (aliran batang) tertinggi terjadi pada minggu
ke-12 yaitu sebesar 1,004 mm dan yang terendah terjadi pada minggu ke-16 yaitu
0. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya stemflow (aliran batang) sebanding
dengan besarnya curah hujan dan throughfall (hujan lolos). Variasi yang
ditunjukkan stemflow (aliran batang) sesuai dengan variasi yang ditunjukkan oleh
curah hujan dan throughfall (hujan lolos).
Dibandingkan dengan komponen lainnya, stemflow adalah komponen yang
Lee (1990) bahwa aliran batang sangat beragam, bahkan di antara masing-masing
pohon dengan spesies yang sama, tetapi kuantitas aliran batang relatif dengan
presipitasi total adalah kecil.
Tabel 3. Rata-rata stemflow mingguan
Minggu Bulan Stemflow (mm)
1 April 0,302
2 April 0,821
3 Mei 0,348
4 Mei 0,323
5 Mei 0,714
6 Mei 0,012
7 Mei 0,843
8 Juni 0,010
9 Juni 0,004
10 Juni 0,001
11 Juni 0,166
12 Juli 1,004
13 Juli 0,024
14 Juli 0,189
15 Juli 0,013
16 Agustus 0,000
Intersepsi
Dengan menggunakan persamaan (2) dan (3) diperoleh besarnya intersepsi
mingguan seperti pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui bahwa intersepsi tertinggi
terjadi pada minggu ke-11 yaitu sebesar 8,851 mm dan yang terendah terjadi pada
minggu ke-16 yaitu 0. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa besarnya nilai
intersepsi sangat bervariasi. Variasi intersepsi berbeda dengan variasi throughfall
(hujan lolos) dan stemflow (aliran batang) yang sebanding dengan variasi curah
hujan. Hal ini disebabkan karena ada pengaruh angin pada saat hujan terjadi.
Nilai intersepsi pada pinus cenderung kecil yang disebabkan karena daun
pinus yang berbentuk jarum. Hal tersebut menyebabkan jumlah curah hujan yang
beberapa faktor baik dari lingkungan maupun dari tanaman itu sendiri. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Asdak (2007) yang menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi proses intersepsi dapat dikelompokkan menjadi dua, vegetasi
dan iklim. Yang termasuk dalam kelompok vegetasi adalah bentuk dan ketebalan
daun dan cabang vegetasi. Faktor iklim termasuk jumlah dan jarak lama waktu
hujan antara satu hujan dengan hujan berikutnya, intensitas hujan, kecepatan
angin, dan beda suhu antara permukaan tajuk dan suhu atmosfer. Seyhan (1990)
juga menyatakan bahwa kepentingan intersepsi beragam dengan sifat dan
kerapatan vegetasi, karakterisitik (bentuk, intensitas, dan lamanya) serta energi
yang tersedia untuk evaporasi air yang diintersepsi selama dan setelah hujan.
Tabel 4. Intersepsi mingguan
Minggu Bulan Intersepsi (mm)
1 April 4,587
2 April 8,192
3 Mei 4,585
4 Mei 2,936
5 Mei 2,701
6 Mei 3,192
7 Mei 5,374
8 Juni 4,588
9 Juni 1,707
10 Juni 1,469
11 Juni 8,851
12 Juli 8,068
13 Juli 6,888
14 Juli 7,562
15 Juli 3,379
16 Agustus 0,000
Pada beberapa minggu besarnya intersepsi berbanding terbalik dengan
curah hujan, misalnya pada minggu ke-5 dan minggu ke-6. Curah hujan pada
minggu ke-5 adalah 68,594 mm dengan intersepsi sebesar 2,701 mm dan curah
Curah hujan pada minggu ke-5 lebih besar dibandingkan dengan minggu ke-6,
namun intersepsi pada minggu ke-5 lebih kecil dibandingkan minggu ke-6. Hal
yang sama juga terjadi pada minggu ke-1 dan ke-8, minggu ke-4 dan ke-5, serta
minggu ke-11 dan ke-12. Hal ini sesuai dengan pernyataan Seyhan (1990) yang
menyatakan bahwa jumlah intersepsi adalah lebih besar pada saat curah hujan
yang kecil, dan sebaliknya lebih kecil pada saat curah hujan yang besar.
Evapotranspirasi aktual
Suhu rata-rata bulanan diperoleh dari data sekunder yaitu data suhu selama
10 tahun (2001 sampai 2010) yang terdapat pada Lampiran 6. Suhu rata-rata pada
bulan April, Mei, Juni, Juli, dan Agustus masing-masing adalah 19,310C; 19,430C;
19,320C; 19,160C; dan 19,250C yang perhitungannya juga dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Taman Hutan Raya Bukit Barisan terletak pada 001’16”-109’37” LU.
Berdasarkan data sekunder jam siang lintang utara yang dapat dilihat pada
Lampiran 12 dan perhitungannya pada Lampiran 7, persentase jam lintang siang
untuk bulan April, Mei, Juni, Juli, dan Agustus masing-masing adalah 8,218%;
8,515%; 8,239%; 8,517%; dan 8,501%.
Nilai koefisien tanaman untuk pohon pinus dengan umur 20 tahun adalah
0,66 (New Mexico Climate Center, 1996). Sehingga diperoleh nilai
evapotranspirasi untuk bulan April sebesar 2,576 mm/hari, bulan Mei sebesar
2,603 mm/hari, bulan Juni sebesar 2,584 mm/hari, bulan Juli sebesar 2,449
mm/hari, dan bulan Agustus sebesar 2,459 mm/hari (nilai evapotranspirasi harian
Besarnya nilai evapotranspirasi tanaman pinus setiap minggunya dapat
dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa nilai evapotranspirasi
aktual mingguan tertinggi adalah 18,221 mm dan yang terendah adalah 17,143
mm. Jika dirata-ratakan per harinya maka besar evapotranspirasi aktual harian
adalah sekitar 2,546 mm/hari. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Darmadi, dkk., (2004) yang memperoleh nilai evapotranspirasi
aktual harian sekitar 3,33 mm/hari. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan
tersebut seperti suhu rata-rata, letak lintang lokasi penelitian, serta nilai Kc
tanaman pinus yang disesuaikan dengan umurnya. Seyhan (1990) menyatakan
bahwa penutup vegetasi mengurangi masuknya radiasi matahari ke dalam hutan,
sehingga suhu udara dan tanah menjadi lebih rendah. Hal ini menyebabkan
evaporasi dari tanah hutan lebih rendah dibandingkan dengan yang diukur pada
daerah-daerah yang terbuka.
Tabel 5. Nilai evapotranspirasi aktual mingguan
Minggu Bulan Evapotranspirasi aktual (mm)
1 April 18,032
2 April 18,032
3 Mei 18,167
4 Mei 18,221
5 Mei 18,221
6 Mei 18,221
7 Mei 18,183
8 Juni 18,088
9 Juni 18,088
10 Juni 18,088
11 Juni 18,088
12 Juli 17,143
13 Juli 17,143
14 Juli 17,143
15 Juli 17,143
Run off (aliran permukaan)
Selama penelitian dilakukan, tidak ada aliran permukaan (run off) yang
terjadi (Lampiran 2). Hal ini dikarenakan lantai hutan ditumbuhi semak belukar
yang cukup padat dan kemampuan tanah menyerap air yang tinggi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Seyhan (1990) yang menyatakan bahwa
pengamatan-pengamatan hidrologi hutan selama bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa
limpasan permukaan pada DAS berhutan adalah jarang sekali. Pada umumnya,
dapat dikemukakan bahwa berhubung dengan meningkatnya penahanan
permukaan (seperti intersepsi pada vegetasi) dan meningkatnya laju infiltrasi
(disebabkan karena penyerapan seresah yang tinggi), aliran maksimum yang
diharapkan dari kawasan berhutan lebih rendah.
Hal di atas berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmadi
dkk (2004) yakni terdapat run off (aliran permukaan) pada hutan pinus dimana
penelitian dilakukan. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
kondisi lantai hutan, kerapatan tegakan-tegakan pohon pinus maupun kemiringan
lokasi penelitian.
Run off (aliran permukaan) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
lama dan intensitas hujan serta kondisi hutan. Menurut Asdak (2007) lama waktu
hujan, intensitas, dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume aliran
permukaan. Aliran permukaaan untuk suatu suatu hujan secara langsung
berhubungan dengan lama waktu hujan untuk intensitas hujan tertentu.
Harto (1993) menyatakan bahwa peran hutan dalam memperkecil
dapat diperkecil, sedangkan di lain pihak kandungan air tanah akan menjadi
semakin besar.
Keseimbangan air tanah
Selama penelitian dilakukan maka diperoleh komponen keseimbangan air
dalam periode mingguan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Komponen keseimbangan air pada hutan pinus
Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa nilai tersebut menunjukkan
bahwa throughfall (hujan lolos) dan stemflow (aliran batang) akan mengalami
kenaikan seiring dengan kenaikan curah hujan, akan tetapi jika diperhatikan
dengan seksama kenaikan persentasenya terhadap curah hujan memperlihatkan
hubungan yang tidak pasti. Menurut Darmadi, dkk., (2004), jika intensitas hujan
cukup tinggi dan nilainya lebih tinggi dari nilai kapasitas intersepsi tajuk pinus,
maka akan terjadi aliran batang dan hujan lolos yang mengalir ke bawah menuju
Keseimbangan air mingguan tegakan hutan pinus ditunjukkan oleh
penampilan hubungan antara air yang masuk dan air yang keluar yang disajikan
pada Gambar 2. Gambar tersebut terdiri dari air masuk dan air keluar. Air masuk
yang dimaksud adalah curah hujan, sedangkan air yang keluar adalah intersepsi,
evapotranspirasi aktual dan aliran permukaan (run off).
Gambar 2. Komponen masukan dan keluaran air pada hutan pinus
Berdasarkan persamaan (7), (8), (9), dan (10), diperoleh kedalaman air
tanah yang ditunjukkan pada Tabel 6 dengan kedalaman air tanah awal adalah
sebesar 37,78 mm (Lampiran 9). Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa selama
penelitian dilakukan yakni selama 16 minggu diperoleh kedalaman air tanah pada
minggu ke-16 sebesar 385,450 mm. Kedalaman air tanah dan perubahan
kedalaman air tanah setiap harinya dapat dilihat pada Lampiran 11. Hal ini
menunjukkan bahwa curah hujan yang masuk ke dalam hutan pinus dapat
memenuhi besarnya evapotranspirasi aktual tegakan pinus setiap harinya.
Dari Gambar 2 dan Tabel 6 ditunjukkan bahwa ketersediaan air di
kawasan hutan pinus tiap minggu cukup banyak, yang dicerminkan oleh
0
penampilan nilai masukan dan keluaran air yang terdapat di dalam hutan pinus.
Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa aliran air selalu keluar dari kawasan
hutan pinus setiap minggunya, meskipun pada hari-hari tersebut tidak terjadi
hujan. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kawasan hutan pinus mampu
menyimpan lebihan air hujan, yang selanjutnya mengalirkannya keluar pada
musim kemarau.
Tabel 6. Kedalaman air tanah mingguan
Minggu Bulan Kedalaman air tanah (mm)
1 April 77,315
2 April 159,302
3 Mei 189,403
4 Mei 215,235
5 Mei 262,242
6 Mei 253,644
7 Mei 304,409
8 Juni 288,792
9 Juni 273,369
10 Juni 255,847
11 Juni 279,261
12 Juli 403,223
13 Juli 402,332
14 Juli 412,980
15 Juli 402,633
16 Agustus 385,450
Berdasarkan hasil penelitiaan selama 5 tahun yang dilakukan oleh
Darmadi, dkk., (2004) disimpulkan bahwa pinus dapat berkembang dengan baik
dengan curah hujan sebesar 1919 mm/tahun. Melihat bahwa pada curah hujan
1919 mm/tahun saja pinus dapat berkembang dengan baik, maka sudah dapat
dipastikan bahwa pinus juga dapat tumbuh dan berkembang dengan curah hujan
2309 mm/tahun, dan tidak perlu dikhawatirkan lagi bahwa hutan pinus lokasi
34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Model keseimbangan air disusun terdiri dari komponen curah hujan,
throughfall, stemflow, intersepsi, evapotranspirasi, dan run off dapat
digunakan untuk menduga simpanan air tanah harian di dalam tegakan hutan
pinus.
2. Berdasarkan model keseimbangan air yang dibuat diperoleh simpanan air tanah
selama 16 minggu sebesar 385,450 mm. Nilai tersebut positif yang berarti
bahwa daerah penelitian aman untuk dijadikan daerah pengembangan hutan
pinus.
3. Curah hujan rata-rata adalah sebesar 6,326 mm/hari, dan jika dihitung dalam
setahun maka curah hujan adalah sebesar 2309 mm/tahun.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk selang waktu yang lebih lama.
2. Perlu mendapatkan letak lintang lokasi penelitian yang lebih pasti.
3. Mendapatkan metode pengukuran diameter tajuk yang lebih tepat.
37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Flowchart penelitian
Mulai
Persiapan bahan
Pembuatan peralatan
Pemasangan peralatan di lapangan
Pengamatan dan pengambilan data
Pengolahan data
Selesai
- Curah hujan
- Throughfall
- Stemflow
- Run off
37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Flowchart penelitian
Mulai
Persiapan bahan
Pembuatan peralatan
Pemasangan peralatan di lapangan
Pengamatan dan pengambilan data
Pengolahan data
Selesai
- Curah hujan
- Throughfall
- Stemflow
- Run off
Lampiran 2. Data curah hujan, throughfall, stemflow, dan run off
Lampiran 3. Perhitungan curah hujan
Contoh : curah hujan pada tanggal 15 April 2012
Dik : volume air tertampung = 240 ml
= 240 cm3
diameter penakar hujan = 13 cm
Dit : tinggi curah hujan?
Jawab :
Luas penampang penakar hujan = 1/4πd2
= 1/4(3,14)(13 cm)2
= 132,665 cm2
Tinggi curah hujan =
ang luaspenamp
ung angtertamp volumeairy
= 2
3
665 , 132
240
cm cm
= 1,8091 cm
Lampiran 4. Perhitungan throughfall
Contoh : throughfall pada tanggal 15 April 2012
Ulangan 1
Tinggi througfall =
= 100,237 cm2
Tinggi throughfall =
ang
Tinggi throughfall =
Lampiran 5. Perhitungan stemflow
Contoh : stemflow pada tanggal 15 April 2012
rata-rata diameter tajuk = 3,5 m
Lampiran 6. Data suhu
Tahun 2001
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 16,4 23,5 19,8 19,9 25,7 14,4
2 Februari 16,4 23,5 20,0 20,0 25,9 14,0
3 Maret 16,3 22,9 19,7 19,6 25,4 13,9
4 April 16,1 23,4 20,0 19,8 25,4 13,9
5 Mei 16,4 23,4 19,7 19,8 25,5 13,9
6 Juni 16,3 23,7 19,9 20,0 26,0 14,0
7 Juli 16,3 23,5 19,6 19,8 25,9 14,3
8 Agustus 16,3 23,8 19,8 20,0 26,2 14,3
9 September 16,2 23,3 19,5 19,7 25,6 13,8
10 Oktober 16,2 23,3 19,6 19,7 25,8 14,1
11 November 16,9 23,7 20,1 20,2 25,9 15,0
12 Desember 16,6 23,5 19,9 20,0 25,7 14,2
Tahun 2002
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 16,3 23,3 19,8 18,9 25,7 13,7
2 Februari 17,4 23,8 19,7 19,6 25,8 14,1
3 Maret 16,2 23,2 19,5 18,8 25,2 14,4
4 April 16,9 23,1 19,1 19,9 25,3 14,0
5 Mei 16,8 23,6 19,9 19,3 25,8 14,4
6 Juni 17,0 23,7 20,0 19,4 25,8 14,3
7 Juli 17,0 23,6 19,7 19,3 26,6 14,2
8 Agustus 16,5 23,5 19,6 19,0 25,7 13,8
9 September 16,7 23,6 19,8 19,4 25,6 14,4
10 Oktober 16,4 23,4 19,6 18,9 25,6 13,7
11 November 16,5 23,4 19,9 19,1 25,3 13,9
12 Desember 16,5 23,5 19,7 19,1 25,6 13,9
Tahun 2003
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 16,4 23,3 19,6 18,9 25,6 13,8
2 Februari 16,4 23,4 19,7 19,0 25,8 14,3
3 Maret 16,5 23,4 19,4 18,9 25,7 14,3
4 April 16,3 23,5 19,7 19,0 25,8 14,0
5 Mei 16,4 23,7 20,1 19,1 25,8 14,1
6 Juni 16,3 23,5 19,7 18,9 25,6 14,1
7 Juli 16,4 23,3 19,7 19,0 25,4 14,2
8 Agustus 16,5 23,5 18,5 18,7 25,5 14,3
9 September 16,6 23,4 19,8 19,1 25,6 14,3
10 Oktober 16,4 23,1 19,6 18,9 25,2 14,1
11 November 16,5 23,4 19,9 19,0 25,4 14,2
12 Desember 16,6 23,3 19,4 19,0 23,3 14,2
Tahun 2004
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari * * * * * *
2 Februari 16,2 23,6 19,6 20,0 24,3 13,2
3 Maret 17,0 23,6 19,8 19,8 24,6 13,6
4 April 16,4 23,8 19,8 19,9 24,8 14,0
5 Mei 16,4 23,8 20,0 19,6 25,0 13,5
6 Juni 16,6 23,7 19,9 19,7 24,8 13,6
7 Juli 16,8 23,3 19,6 18,8 23,8 11,7
8 Agustus 17,0 24,0 19,6 19,9 24,4 13,0
9 September 16,6 23,4 20,0 18,4 23,7 12,8
10 Oktober 16,6 23,5 19,8 18,8 23,2 12,7
11 November 16,8 23,6 19,8 19,0 23,3 13,0
12 Desember 16,6 23,6 19,6 18,6 23,0 12,8
*Data tak tersedia karena alat rusak/Data not available
Tahun 2005
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 16,9 22,3 19,6 18,3 22,8 12,6
2 Februari 16,3 24,0 21,8 19,4 24,9 12,5
3 Maret 17,3 24,5 21,1 16,1 25,8 14,3
4 April 17,5 23,6 21,2 19,9 24,8 13,1
5 Mei 17,6 23,4 21,0 19,9 24,5 13,2
6 Juni 17,3 23,1 20,8 19,7 24,3 12,2
7 Juli 16,9 22,6 20,4 19,2 23,7 18,4
8 Agustus 17,1 22,4 20,5 19,3 23,9 12,9
9 September 16,5 22,8 20,5 18,7 24,0 12,8
10 Oktober 17,1 22,0 20,0 19,0 23,4 11,8
11 November 17,7 23,1 20,1 19,1 23,2 11,5
12 Desember 16,8 21,4 20,0 17,6 23,1 *
*Data tak tersedia karena alat rusak/Data not available
Tahun 2006
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 15,9 22,2 19,9 18,6 24,0 *
2 Februari 17,2 23,1 20,0 19,2 24,5 *
3 Maret 16,6 23,0 20,1 19,1 24,5 13,4
4 April 17,4 22,3 20,2 19,2 23,5 13,9
5 Mei 17,3 22,4 22,2 19,3 23,7 14,5
6 Juni 17,2 20,4 19,7 18,7 25,0 15,0
7 Juli 16,0 22,1 19,8 18,8 22,3 14,4
8 Agustus 16,9 22,4 20,6 19,3 23,6 16,5
9 September 16,8 21,7 20,1 18,8 23,1 16,1
10 Oktober 16,8 22,3 19,4 19,0 23,4 16,5
11 November 17,0 22,4 19,4 18,8 22,7 * 12 Desember 17,2 21,7 18,3 18,4 22,9 *
*Data tak tersedia karena alat rusak/Data not available
Tahun 2007
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 17 21,9 18,9 19,2 23,0 *
2 Februari 16,0 22,5 18,3 18,9 22,8 *
3 Maret 13,8 22,6 19,9 18,7 23,6 *
4 April 17,3 19,2 19,9 18,8 22,9 17,3
5 Mei 17,4 21,6 19,3 19,4 22,6 16,5
6 Juni 17,3 22,0 19,5 19,6 22,9 16,2
7 Juli 16,8 21,2 19,8 19,2 22,2 16,8
8 Agustus 16,5 22,3 20,5 19,7 23,2 16,3
9 September 17,5 23,5 19,8 20,2 23,1 16,5
10 Oktober 16,7 21,4 19,9 19,3 21,6 16,8
11 November 15,6 20,2 19,3 18,3 21,8 16 12 Desember 16,0 21,3 18 18,4 * 16,5
*Data tak tersedia karena alat rusak/Data not available
Tahun 2008
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 16,7 20,7 19,5 18,3 * 16,8
2 Februari 15,9 21,9 19,8 18,2 * 16
3 Maret 16,5 20,0 19,3 17,8 * 16,4
4 April 16,8 21,2 19,7 17,8 * 16,7
5 Mei 16,7 21,7 19,8 18,7 * 16,8
6 Juni 16,4 21,4 19,4 18,6 * 16,7
7 Juli 16,4 21,6 19,5 19,5 * 16,5
8 Agustus 16,2 22,2 19,5 18,5 * 16,5
9 September 16,2 22,1 19,4 18,2 * 16,7
10 Oktober 16,8 21,9 18,8 18,7 * 16,6
11 November 17,1 22,2 19,6 18,9 * 16,7 12 Desember 16,7 21,6 19,5 18,6 * 16,6
*Data tak tersedia karena alat rusak/Data not available
Tahun 2009
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 16,3 22,3 19,7 18,6 * 16,7
2 Februari 15,8 23,2 20,5 18,7 * 16,4
3 Maret 16,5 22,2 19,6 18,7 * 16,5
4 April 17,0 22,9 19,9 19,1 * 16,7
5 Mei 17,0 23,5 20,0 19,4 * 16,9
6 Juni 16,2 23,9 19,9 19,0 * 16,4
7 Juli 16,4 23,3 19,6 18,9 * 16,6
8 Agustus 16,6 23,0 19,4 18,9 * 16,5
9 September 16,8 23,7 19,5 19,2 * 16,6
10 Oktober 16,9 22,7 19,5 19,0 * 16,5
11 November 17,0 22,4 19,1 18,9 * 15,2 12 Desember 17,0 22,6 19,4 19,0 * 15,7
*Data tak tersedia karena alat rusak/Data not available
Tahun 2010
No Bulan
Temperatur Udara (0C) Diamati pada jam
Rata-Rata
Maksimum Rata-Rata
Minimum Rata-Rata 07.00 13.00 18.00
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Januari 16,4 23,4 19,2 18,8 - 15,5
2 Februari 16,6 23,1 17,6 18,9 - 15,2
3 Maret 16,9 22,8 20,3 19,2 - 19,2
4 April 17,5 23,5 20,5 19,7 - 16,4
5 Mei 17,5 23,9 20,6 19,8 - 16,3
6 Juni 17,2 23,9 20,4 19,6 - 16,5
7 Juli 16,6 23,4 19,9 19,1 - 15,9
8 Agustus 16,7 23,8 19,5 19,2 - 15,9
9 September 16,8 23,7 19,5 19,2 - 16,6
10 Oktober 16,8 23,2 19,4 19,0 - 16,2
11 November 16,9 22,7 19,5 19,0 - 16,3
12 Desember 16,6 23,4 19,4 19,0 - 16,4
*Data tak tersedia karena alat rusak/Data not available
Lampiran 7. Perhitungan jam siang lintang utara
Diketahui wilayah penelitian terletak pada 001’16”-109’37” LU (0,51)
Jam siang lintang utara untuk bulan April
Garis LU (0) April
Jam siang lintang utara untuk bulan Mei
Garis LU (0) Mei
Jam siang lintang utara untuk bulan Juni
Garis LU (0) Juni
0 8,22
0,51 x
LUx =
Jam siang lintang utara untuk bulan Juli
Garis LU (0) Juli
Jam siang lintang utara untuk bulan Agustus