• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Tugas Pemerintahan Desa Di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Tugas Pemerintahan Desa Di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN

TUGAS PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN

TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RISMA SITORUS 067019116/IM

SE

K O L A

H

P

A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN

TUGAS PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN

TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RISMA SITORUS 067019116/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Risma Sitorus

Nomor Pokok : 067019116

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Dr. Rismayani, SE, MS) (Drs. Syahyunan, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Pebruari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Rismayani, SE, MS

Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si

2. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA

3. Dra. Nisrul Irawati, MBA

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya, kecuali yang secara tertulis diacu dalam tesis ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan benar dan jelas.

Medan, Pebruari 2009 Yang membuat pernyataan,

(6)

ABSTRAK

Pembangunan wilayah pedesaan tidak terlepas dari peran serta dari seluruh masyarakat pedesaan, sehingga kinerja seorang kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa harus dapat menjalankan tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, melakukan pembinaan dan pembangunan masyarakat dan membinaruh perekonomian desa. Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban, lambat dan berbelit-belit serta formalitas. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a) sejauh mana faktor pendidikan , pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara? b) Bagaimana kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara? Hipotesis penelitian adalah : a) Faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, b) Ada perbedaan kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu pendidikan, pelatiihan, motivasi, dan pengalaman kerja.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitiannya adalah penjelasan (explanatory). Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, daftar pertanyaan, dan studi dokumentasi. Model analisis data yang digunakan adalah regresi linear linear berganda dan McNemar Test. Populasi adalah seluruh kepala desa di Kabupaten Toba Samosir yang tersebar di 14 (empat belas) kecamatan sebanyak 179 orang kepala desa. Penetuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin sehingga jumlah sampel ebanyak 64 orang kepala desa.

Kesimpulan penelitian adalah 1) Secara serempak pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh sangat signifikan terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanakan tugas pemerintahan desa di Kecamatan Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, dan secara parsial pengalaman kerja, dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2) Ada perbedaan kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.

(7)

ABSTRACT

The rural area development is inseparable from the role of all rural society, so that the capability of a village’s leader as the head of the village government must be able to the rrun the main duties to lead and to coorddinato ruralgovernment’s develop the society and also the rural area’s economi. The society contends that the village government gives a bad service, and a difficult procedure for them The problem identification fro this research are: a) how far the education, training, motivation, and working experience factors influence the capability of the village’s leader in running the rural government activity in Kabupaten Toba Samosir, North Sumatera? b) how is capability of the village’s leader before and after the area’s separation in Kabupaten Toba Samosir .

The theory research is the human resource management theory factors which influence employees education, motivation, and working experience.

This research methodology case study, quantitative descriptive, and exlanatory research. The data collection is interview, questionnaires, and documentation study. Analysis is used the multiple linier regression model, and McNemar test. The population is all the village’s leader in Kabupaten Toba Samosir in 14 (fourteen) districts which consist of 179 (one Hundred seventeen nine) persons.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucspksn puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah : ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Tugas Pemerintahan Desa Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara”.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr.Ir.T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si selaku sekretaris Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan memberikan masukan hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA, Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA, dan Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi selaku Komisi Pembanding atas dan kritik yang diberikan untuk perbaikan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta pegawai di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Ungkap Sitorus dan Ibunda Anur Siagian.

8. Suami tercinta dr. Jumala Marpaung serta keempat anakku yang tersayang Hans P.R. Marpaung, Rio Rispa Marpaung, Natal Tri Putra Marpaung dan Ayu Sofia Putri Marpaung atas kesabaran, motivasi, dan do’a yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

(10)

Penulis menyadari tesis ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan yang Maha Esa selalu memberikan taufik dan rahmatnya kepada kita semua. Amin.

Medan, Pebruari 2009 Penulis,

Risma Sitorus

(11)

RIWAYAT HIDUP

Risma Sitorus, dilahirkan di Siringoringo Tapanuli Utara pada tanggal 22 Januari 1969, anak keempat dari tujuh bersaudara dari Ayahanda Ungkap Sitorus dan Ibunda Anur Siagian. Telah menikah dengan dr. Jumala Marpaung, dan dikaruniai empat orang anak, yaitu Hans P.R. Marpaung, Rio Rispa Marpaung, Natal Tri Putra Marpaung, dan Ayu Sofia Putri Marpaung.

Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 173566 Parsambilan Tapanuli Utara tamat dan lulus pada tahun 1982, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri-1 Silaen Tapanuli Utara tamat dan lulus pada tahun 1985, pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMA Yayasan Pendidikan Silaen Tapanuli Utara tamat dan lulus pada tahun 1988, dan melanjutkan Studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana USU.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... .... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN... ... 1

I.1. Latar Belakang... 1

I.2. Perumusan Masalah. ... 4

I.3. Tujuan Penelitian. ... 5

I.4. Manfaat Penelitian. ... 5

I.5. Kerangka Berpikir. ... 6

I.6. Hipotesis. ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

II.1. Penelitian Terdahulu... 10

II.2. Pengertian Kinerja... ... 11

II.2.1. Pengertian dan Tujuan Penilaian Kinerja ... ... 11

II.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja... 13

II.3. Pendidikan ... 14

II.4. Teori Tentang Pendidikan ... 17

II.4.1. Pengertian dan Manfaat Penelitian... 17

(13)
(14)
(15)

BAB V Kesimpulan Dan Saran... 79

V.1. Kesimpulan... 79 V.2. Saran... 80

(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

II.1 Perbedaan Antara Pendidikan Dengan Penelitian... 19

II.2 Herzberg’s Two Factor Theory………. 38

IV.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 57

IV.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 58

IV.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan... 59

IV.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 59

IV.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja... 60

IV.6 Hasil Uji Multikolonieritas... 69

IV.7 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Serempak... 72

IV.8 Nilai Moefisien Determinasi (R2)... 73

IV.9 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial... 74

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pembangunan yang dilaksanakan dengan menggunakan paradigma pemberdayaan sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan di desa, kelurahan, dan kecamatan.

Untuk mewujudkan pemberdayaan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab dan demokrasi, sedangkan pada tatanan masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.

(20)

kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban, lambat, dan berbelit-belit serta formalitas.

Masyarakat yang dinamis telah berkembang dalam berbagai kegiatan yang semakin membutuhkan aparatur pemerintah yang profesional. Seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangannya, kebutuhan akan pelayanan yang semakin kompleks serta pelayanan yang semakin baik, cepat, dan tepat. Aparatur pemerintah yang berada ditengah-tengah masyarakat dinamis tersebut tidak dapat tinggal diam, tetapi harus mampu memberikan berbagai pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia, khususnya di beberapa kabupaten, menyebabkan terjadinya perubahan sistem dan struktur kepemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Untuk menghadapi perubahan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Toba Samosir berkewajiban meningkatkan kemampuan aparatur pemerintahannya di berbagai bidang, antara lain peningkatan kemampuan SDM seperti keahlian, pengetahuan dan ketrampilan dengan melalui pendidikan, pelatihan, kursus, magang, seminar/diskusi dan lain-lain.

(21)

tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan. Harapan dari terlaksananya program pendidikan dan pelatihan tersebut adalah dapat meningkatkan kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur pemerintah di desa.

Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2006 yang lalu adalah menyerahkan sepeda motor dinas kepada 34 (tiga puluh empat) kepala desa dan 11 (sebelas) staf kecamatan. Tujuan diberikannya sepeda motor dinas kepada para kepala desa tersebut sebagai upaya meningkatkan motivasi, kinerja dan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan diharapkan dapat mendukung dan membantu Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir dalam mempercepat proses pembangunan. Dengan pemberian sepeda motor dinas ini, hendaknya dibarengi dengan peningkatan kinerja, misalnya pemungutan pajak bumi dan bangunan dari masyarakat menjadi lebih proaktif.

(22)

Pada dasarnya kinerja kepala desa tidak cukup hanya dengan peningkatan pendidikan dan pelatihan saja, tetapi bisa juga dilakukan melalui peningkatan motivasi kepada mereka. Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentu oleh adanya suatu kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja sehingga kinerja dapat meningkat.

Kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa khususnya yang ada di Kabupaten Toba Samosir tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi juga faktor pengalaman kerja sebagai kepala desa akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan desanya. Seorang kepala desa yang sudah lama bekerja sebagai kepala desa akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja sebagai kepala desa, dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah melaksanakan tugas kesehariannya sebagai aparatur pemerintahan desa.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut :

(23)

b. Bagaimana kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. b. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja kepala desa sebelum dan sesudah

terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah daerah di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara dalam upaya peningkatan kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di masa mendatang.

(24)

c. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa.

d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

I.5. Kerangka Berpikir

Keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak terlepas dari peran seorang kepala desa. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kepala desa yang memiliki kinerja yang handal agar mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada mereka.

Rivai (2005) menyatakan bahwa ”Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika”.

Selanjutnya Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa ”Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

(25)

peringkat kerja, penggajian, kompensasi, promosi, dan penentuan dalam jabatan (Wibobo, 2007).

Dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan atau kinerja seorang pegawai harus memiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Aspek-aspek yang perlu dinilai untuk level pimpinan/manajer dalam suatu organisasi adalah: 1) tanggung jawab, 2) ketaatan, 3) kejujuran, 4) kerja sama, 5) prakarsa/inisiatif, dan 6) kepemimpinan (Soeprihanto, 2001).

Menurut Ivancevich dalam Ruky (2003) bahwa ”Pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Sebaliknya pendidikan lebih menekankan pada pemberian pengetahuan (knowledges) yaitu yang seseorang harus tahu, baik yang baru atau dalam usaha memperkaya perbendaharaan pengetahuan dan wawasannya”.

Perbedaan antara pelatihan dan pendidikan diwujudkan dalam metode dan teknik instruksional/pengajaran yang digunakan oleh masing-masing program. Sebuah program pelatihan lebih menekankan kepada latihan (train), praktek (practice), dan melakukan (do) tersebut dan bukan untuk mendengarkan kuliah atau ceramah. Sedangkan program pendidikan biasanya melakukan hal yang sebaliknya dari pelatihan.

(26)

Pengalaman kerja juga menjadi salah satu faktor dalam mendukung kinerja seseorang pegawai. Menurut Wibowo (2007), seorang pemimpin harus memiliki pengalaman mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Pengalaman yang dimiliki seseorang dari waktu ke waktu terus berubah sejalan dengan perjalanan waktu dan perubahan lingkungan.

Pendidikan

Gambar I.1. Kerangka Berpikir

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut :

a. Faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.

Motivasi Pelatihan

Kinerja Kepala Desa

(27)
(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

Jaya (2001) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan, dan Motivasi Terhadap Kinerja Penyuluh Keluarga Berencana Di BKKBN Kota Jambi”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penyuluh keluarga berencana di BKKBN kota Jambi. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik probability sampling. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Slovin dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang responden.

Metode pengumpulan data dengan menggunakan wawancara (questionaire), daftar pertanyaan (interview), dan studi dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak maupun parsial tingkat pendidikan, pelatihan, dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja penyuluh keluarga berencana di BKKBN kota Jambi.

(29)

Nasional Demokrasi, 3 orang dari Fraksi Indonesia Merdeka, dan 3 orang dari Fraksi Keadilan Demokrat. Teknik sampling menggunakan sensus.

Metode pengumpulan data dengan menggunakan wawancara (questionaire), daftar pertanyaan (interview), dan studi dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak maupun parsial tingkat pendidikan, pelatihan, motivasi, dan loyalitas berpengaruh terhadap kinerja anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir.

II.2. Teori Tentang Kinerja

II.2.1. Pengertian dan Tujuan Penilaian Kinerja

Kinerja jika dilihat dari asal katanya adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada tahun 1979, berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu : 1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute), 2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill;as vow), 3) melaksanakan atau menyem-purnakan tanggung jawab (to execute

or complete an understaking), dan 4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh

(30)

Beberapa pakar di bidang manajemen sumber daya manusia telah memberikan pengertian kinerja sebagai berikut :

Donnely, Gibson, dan Ivancevich dalam Rivai (2005) menyatakan bahwa ”Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik”.

Selanjutnya Simamora (2004) menyatakan bahwa ”Kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai”. Sedangkan Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa ”Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran”.

Jadi dengan demikian kinerja (performance) adalah suatu hasil yang telah dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang dilaksanakan secara legal, tidak melanggar hukum serta sesuai dengan moral dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Bagi lembaga atau pemerintahan desa, kinerja dimaksud adalah hasil kerja kepala desa beserta perangkatnya yang dicapai dalam suatu periode tertentu.

Menurut Mangkunegara (2007), tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :

a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.

(31)

c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektitivitas seluruh kegiatan dalam organisasi. d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,

metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan.

e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi pegawai yang berada di dalam organisasi.

f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai sehingga dicapai performance yang baik.

g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan pegawai selanjutnya.

h. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan pegawai.

i. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai. j. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job

description).

II.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Davis dalam Mangkunegara (2007), bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

1. Faktor Kemampuan

(32)

terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka pegawai tersebut akan lebih mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).

2. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi), artinya seorang pegawai harus siap mental , mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.

II.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pembelajaran melalui proses dan prosedur yang sistematis yang terorganisir baik teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama.

(33)

syarat-syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan.

Selanjutnya Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa ”Pendidikan mempunyai fungsi sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan SDM dalam meningkatkan prestasi kerjanya, dan nilai kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan”.

Menurut Simamora (2004), pertanyaan yang harus dihadapi oleh organisasi bukan lagi apakah akan melakukan investasi bagi pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki, melainkan berapa besar investasi yang harus dibuat. Dari pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia mutlak diperlukan bagi organisasi yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat.

Para pegawai yang sudah berpengalamanpun selalu memerlukan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Peningkatan, pengembangan dan pembentukan tenaga kerja dapat dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan dan latihan (Hamalik, 2006).

(34)

Menurut Soeprihanto (2001) dalam pengembangan sumber daya (human resource development) bahwa nilai-nilai kompetensi seseorang pekerja dapat dipupuk

melalui program pendidikan, pengembangan atau pelatihan yang berorientasi pada tuntutan kerja aktual dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge dan ability yang secara signifikan akan dapat memberi standar perilaku dalam sistem dan

proses kerja yang diterapkan.

Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari (Sedarmayanti, 2005).

Berdasarkan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974, menyatakan bahwa “Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohaniah, yang berlangsung seumur hidup, baik didalam maupun diluar sekolah, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila”.

(35)

II.4. Teori Tentang Pelatihan

II.4.1. Pengertian dan Manfaat Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu usaha mengurangi atau menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan yang dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan kemampuan kerja yang memiliki pegawai dengan cara menambah pengetahuan dan ketrampilan serta merubah sikap. Pegawai merupakan kekayaan organisasi yang paling berharga, karena dengan segala potensi yang dimilikinya, pegawai dapat terus dilatih dan dikembangkan, sehingga dapat lebih berkarya guna, prestasinya menjadi semakin optimal untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Bernardin dan Russell dalam Gomes (2000) menyatakan bahwa ”Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pegawai pada pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual, dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge dan ability”.

(36)

Menurut Rivai (2006) manfaat dilakukannya pelatihan bagi pegawai antara lain adalah :

1. Membantu pegawai dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif.

2. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri. 3. Membantu pegawai mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan konflik.

4. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap.

5. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengetahuan.

6. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan.

7. Menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru.

8. Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan. 9. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan.

II.4.2. Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan

(37)

di masa yang akan datang.

Nadler sebagai orang yang pertama kali mencetuskan istilah Human Resource Development (HRD) tahun 1969, membedakan antara pengertian Training,

Education, dan Development sebagai berikut (Atmosoeprapto, 2004):

Training : learning to present job (belajar yang ada kaitannya dengan pekerjaan yang ditangani saat ini).

Education : learning to prepare the individual for a different but identified job (belajar untuk persiapan melakukan pekerjaan yang berbeda

tetap teridentifikasi).

Development : learning for growth of the individual but not related to a specific present or future job (belajar untuk perkembangan individu,

tetapi tidak berhubungan dengan pekerjaan tertentu saat ini atau yang akan datang).

Selanjutnya Notoatmodjo (2003) membedakan pendidikan dengan pelatihan seperti yang ditunjukkan pada Tabel II.1 berikut ini.

Tabel II.1. Perbedaan Antara Pendidikan Dengan Pelatihan

Faktor Pembeda Pendidikan Pelatihan

1. Pengembangan kemampuan Menyeluruh (overall) Khusus/specif ic

2. Area kemampuan (penekanan) Kognitif, afektif, psikomotor Psikomotor 3. Jangka waktu pelaksanaan Panjang Pendek 4. Materi yang diberikan Lebih umum Lebih khusus

5. Metode belajar Konvensional Inkonvension

al

6. Penghargaan akhir proses Gelar (degree) Sertifikat

(38)

Dengan demikian pendidikan, pelatihan dan pengembangan merupakan istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha terencana yang diselenggarakan untuk mencapai pemuasan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pendidikan dan latihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku peserta yang berbentuk peningkatan kemampuan kognitif, afektif ataupun psikomotor. Dampak lain yang akan ditimbulkan adalah peningkatan produktivitas kerja baik secara kualitas maupun kuantitas, meningkatnya semangat kerja (Nawawi, 2006).

Menurut Soeprihanto (2001) bahwa “Pelatihan akan bermanfaat bagi sebuah organisasi apabila kebutuhan pelatihan itu dianalisis pada saat dan waktu yang tepat”.

Gomes (2000) menyatakan bahwa “Pelatihan hanya bermanfaat dalam situasi pada saat para pegawai kekurangan kecakapan dan pengetahuan”.

(39)

II.4.3. Metode-metode Pelatihan

Metode-metode pelatihan yang akan digunakan dalam memberikan pelatihan kepada pegawai antara lain adalah (Rivai, 2006) :

1. On the Job Training

On the job training atau disebut juga dengan pelatihan dengan instruksi pekerjaan

sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang riil, di bawah bimbingan dan supervisi dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor. Walaupun metode ini tampaknya sederhana, apabila tidak ditangani dengan tepat, beberapa permasalahan mungkin timbul, seperti kerusakan mesin produksi, ketidakpuasan konsumen, kesalahan dalam melakukan filing dokumen, dan lain-lain. Untuk mencegah masalah ini, instruktur harus dipilih secara selektif.

2. Rotasi

(40)

3. Magang

Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman, dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak pekerja keterampilan tangan, seperti tukang pipa dan kayu, dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan disamakan dengan magang karena menggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta dan memiliki tingkat transfer tinggi kepada pekerjaan.

4. Ceramah Kelas dan Presentasi Video

Ceramah dan teknik lain dalam off the job training tampaknya mengandalkan komunikasi daripada memberi model. Ceramah adalah pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah. Umpan balik dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama ceramah.

5. Pelatihan Vestibule

(41)

6. Permainan Peran dan Model Perilaku

Permainan peran adalah alat yang mendorong peserta untuk membayangkan identitas lain. Misalnya, pekerja pria dapat membayangkan peran supervisor wanita dan sebaliknya. Kemudian keduanya ditempatkan dalam situasi kerja tertentu dan diminta memberikan respon sebagaimana harapan mereka terhadap lainnya.

7. Case Study

Metode kasus adalah metode pelatihan yang menggunakan deskripsi tertulis dari suatu permasalahan riil yang dihadapi oleh perusahaan atau perusahaan lain. 8. Simulasi

Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik (mesin) yang mengandalkan aspek-aspek utama dalam suatu situasi kerja. Kedua, simulasi komputer. Untuk tujuan pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau permainan. Teknik ini umumnya digunakan untuk melatih para manajer, yang mungkin tidak boleh menggunakan metode trial and error untuk mempelajari pembuatan keputusan.

9. Belajar Mandiri dan Proses Belajar Terprogram

(42)

10.Praktik Laboratorium

Pelatihan di laboratorium dirancang untuk meningkatkan keterampilan interpersonal. Juga dapat digunakan untuk membangun perilaku yang diinginkan untuk tanggung jawab pekerjaan di masa depan. Peserta mencoba untuk meningkatkan keterampilan hubungan manusia dengan lebih memahami diri sendiri dan orang lain.

11.Pelatihan Tindakan (Action Learning)

Pelatihan ini terjadi dalam kelompok kecil yang berusaha mencari solusi masalah nyata yang dihadapi oleh perusahaan, dibantu oleh fasilitator (dari luat atau dalam perusahaan).

12.Role Playing

Role playing adalah metode pelatihan yang merupakan perpaduan antara metode

kasus dan program pengembangan sikap. Masing-masing peserta dihadapkan pada suatu situasi dan diminta untuk memainkan peranan, dan bereaksi terhadap taktik yang dijalankan oleh peserta yang lain. Kesuksesan metode ini tergantung dari kemampuan peserta untuk memainkan peranannya sebaik mungkin.

13.In-Basket Technique

(43)

14.Management Games

Management games menekankan pada pengembangan kemampuan problem

solving. Keuntungan dari simulasi ini adalah timbulnya integrasi atas berbagai

interaksi keputusan, kemampuan bereksperimen melalui keputusan yang diambil, umpan balik dari keputusan, dan persyaratan-persyaratan bahwa keputusan dibuat dengan data yang tidak cukup.

15.Behavior Modeling

Behavior modeling adalah suatu metode pelatihan dalam rangka meningkatkan

keahlian interpersonal. Kunci dari behavior modeling adalah belajar melalui observasi atau imajinasi.

16.Outdoor Oriented Programs

Program ini biasanya dilakukan di suatu wilayah yang terpencil dengan melakukan kombinasi antara kemampuan di luar kantor dengan kemampuan di ruang kelas. Program ini dikenal dengan istilah outing, seperti arung jeram, mendaki gunung, kompetisi tim, panjat tebing dan lain-lain.

II.5. Teori Tentang Motivasi

II.5.1. Pengertian dan Faktor-faktor Motivasi

(44)

secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2000).

Sperling dalam Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa “Motivasi merupakan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri”.

Sedangkan Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa “Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja)”.

Selanjutnya Sedarmayanti (2005) menyatakan bahwa “Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Yang menjadi pendorong dalam hal tersebut adalah bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang diantara rekan kerja atau lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.

(45)

keseimbangan. Motivasi merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Faktor-faktor motivasi yang digunakan dalam penelitian ini dikutip dari teori dua faktor Herzberg. Faktor-faktor motivasi tersebut akan diuraikan berikut ini : 1. Gaji (Salary)

Gaji atau upah merupakan bentuk kompensasi, yakni imbalan jasa yang diberikan secara teratur atas prestasi kerja yang di berikan oleh seorang pegawai (Wursanto, 1989).

Bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi pegawai agar dapat bekerja dengan penuh semangat. Menurut Braid dalam Timpe (2005) tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Menurut Braid dalam Timpe (2005), program kompensasi yang baik mempunyai 3 (tiga) ciri penting, yaitu bersaing, rasional, dan berdasarkan performa.

(46)

lamanya kerja, lamanya dinas dan besarnya kebutuhan hidup. Sedangkan menurut Nitisenmito dalam (Saydam, 2004) agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum.

b. Dapat mengikat karyawan agat tidak keluar dari perusahaan. c. Dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja.

d. Selalu ditinjau kembali.

e. Mencapai sasaran yang diinginkan. f. Mengangkat harkat kemanusiaan. g. Berpijak pada peraturan yang berlaku. 2. Supervisi

Supervisi yang efektif akan membantu peningkatan produktivitas pekerja melalui penyelenggaraan kerja yang baik, pemberian petunjuk-petunjuk yang nyata sesuai standar kerja, dan perlengkapan pembekalan yang memadai serta dukungan-dukungan lainnya (Glueck, 1989). Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif (Dharma, 2007).

(47)

Menurut Harper dalam Timpe (2001) bahwa supervisor dalam melaksanakan penilaian kinerja, menurut pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja (performance review and development) lebih efektif dari sistem penilaian kinerja karena seorang pimpinan tidak hanya memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan, potensi karier, dan keberhasilan profesional setiap karyawan.

Pendekatan performance review and development mencakup penciptaan sasaran dan standar kinerja, mengkaji kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan sasaran yang telah ditentukan, mengaitkan imbalan dengan kinerja, membuat rencana pengembangan, dan menyepakati sasaran dan standar kinerja masa depan. 3. Kebijakan dan Administrasi

Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu keutuhan atau totalitas sistem merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui pendekatan manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang sebagai objek, melainkan sebagai subjek (Soedjadi, 2005).

(48)

untuk memecahkan persoalan (Zainun, 2003). 4. Hubungan Kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis yaitu terciptanya hubungan yang akrab, penuh kekeluargaan dan saling mendukung baik itu hubungan antara sesama pegawai atau antara pegawai dengan atasan.

Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan hubungan dengan orang lain, baik itu ditempat kerja maupun diluar lingkungan kerja. Menurut Ranupandojo dan Husnan (2003), bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan dan mereka tidak akan bahagia bila ditinggalkan sendirian, untuk itu maka mereka akan melakukan hubungan dengan teman-temannya.

Menurut Mengginson dalam Handoko (2005) bahwa “Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima oleh kelompok, keluarga dan organisasi“.

(49)

5. Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja. Menurut Sumarni dkk (2003), bahwa dengan kondisi kerja yang nyaman, pegawai akan merasa aman dan produktif dalam bekerja sehari-hari. Sementara itu menurut Cumming (1987), bahwa lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri 30% dari kasus absensi para pekerja ternyata disebabkan oleh sakit yang muncul dari kecemasan neurosis yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi kerja.

6. Pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan itu sendiri menurut Herzberg merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi (Timpe, 2005).

(50)

Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi pegawai dengan membuat pekerjaan mereka lebih menarik, dan membuat tempat kerja lebih menantang dan memuaskan untuk bekerja (Timpe, 2005).

7. Peluang Untuk Maju (advance)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seseorang pegawai dalam melakukan pekerjaan (Saydam, 2004). Setiap pegawai tentunya menghendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap pegawai menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Menurut Pigors dan Myers (1993) promosi merupakan kemajuan karyawan ke pekerjaan yang lebih dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang lebih besar, dan khususnya naiknya tingkat upah atau gaji.

Nasution (2000) menyatakan bahwa ada beberapa alasan perlunya promosi diprogramkan dengan baik oleh organisasi, yaitu :

1. Promosi adalah jenjang kenaikan pegawai yang dapat menimbulkan kepuasan pribadi dan kebanggaan.

(51)

3. Promosi dapat mengurangi angka permintaan berhenti pegawai (labor turnover). 4. Promosi dapat membangkitkan semangat kerja pegawai dalam rangka pencapaian

tujuan organisasi yang mereka juga berkepentingan.

5. Adanya peluang promosi membangkitkan kemauan untuk maju pada pegawai itu sendiri dan juga menimbulkan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh organisasi.

6. Promosi dapat menimbulkan keunggulan berantai dalam organisasi karena timbulnya lowongan berantai.

8. Pengakuan/Penghargaan (Recognition)

Seperti dikemukakan oleh Maslow, bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan sense of belonging (rasa ingin dihargai). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian kompensasi (Saydam, 2004).

Menurut Simamora (2004), pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi non finansial.

(52)

atau wanita) tidak ingin direndahkan”.

Oleh sebab itu pimpinan yang bijak akan selalu memberikan pengakuan/ penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan prestasi membanggakan sebagai faktor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi kerja pegawainya. 9. Keberhasilan (Achievement)

Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan/tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya (Saydam, 2004). Dengan demikian prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, yang selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan.

Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya untuk mencapai sasaran. Menurut McCleland bahwa tingkat “needs of Achievement” (n-Ach) yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci

keberhasilan seseorang (Siswanto, 1999). Kebutuhan berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

10. Tanggung Jawab

(53)

Setiap orang yang bekerja pada suatu perusahaan/organisasi ingin dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar apa yang telah diperolehnya. Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar (Saydam, 2004).

II.5.2. Teori-teori Motivasi

Di dalam mengkaji teori dari motivasi sebetulnya cukup menarik dan teorinya dapat dikelompokkan/diklasifikasikan atas :

1. Teori Kepuasan (Content Theory) yang memusatkan pada apa-nya motivasi. 2. Teori Motivasi Proses (Process Theory) yang memuaskan pada bagaimananya

motivasi.

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitik beratkan pada dimana perilaku dipelajari.

(54)

II.5.2.1. Teori Dua Faktor Herzberg

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (2004) sebagai berikut :

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.

b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan.

(55)

Teori ini dikemukakan oleh Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway dan Lodge, 2001). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

(56)

hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2002). Tabel II.2. Herzberg’s Two Factor Theory

Hygiene Factor Ektrinsic Motivators Intrinsic

1. Company policy and administration (Kebijaksanaan dan administrasi)

1. Achievement (Keberhasilan pelaksanaan)

2. Supervision technical (Supervisi) 2. Recognition

(Pengakuan/penghargaan)

3. Salary (Gaji/Upah) 3. Work it self (Pekerjaan itu sendiri) 4. Interpersonal realtion, supervisor

(Hubungan antara pribadi)

4. Responsibility (Tanggung jawab) 5. Working condition (Kondisi kerja) 5. Advencement (Pengembangan)

Sumber : Luthans (2001)

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah : pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible). Sedangkan faktor hygienis terdiri dari : kompensasi, kondisi kerja, status, suvervisi, hubungan antara manusia, dan kebijaksanaan perusahaan. Untuk lebih jelasnya teori dua faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory) yang dikutip oleh Luthans (2001) ditunjukkan pada Tabel II.2.

(57)

yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah atau disebut hygienis (Timpe, 2005).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway dan Lodge, 2001).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Schwab, De Vitt dan Cummings tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor ekstrinsik-pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi (Timpe, 2005).

II.5.2.2. Teori Evaluasi Kognitif menurut P.C. Jordan

(58)

II.6. Pengalaman Kerja

Pada awalnya orang bekerja pada suatu organisasi atau lembaga dengan tugas atau pekerjaan yang belum pernah ia tangani tentu disertai perasaan yang was-was atau bertanya-tanya. Tetapi setelah dikerjakan berulang kali pekerjaan yang sama maka ia akan terbiasa dan perasaan kaku menjadi hilang. Hal ini cocok dengan pepatah lama, bahwa bisa karena biasa.

Faktor kemampuan seseorang tidak cukup hanya dilihat dari segi pendidikan dan pelatihan saja, namun bisa juga dilihat dari segi pengalaman atau pengalaman kerja seseorang selama bekerja pada oraganisasi/lembaga tertentu.

Menurut Wibowo (2007) bahwa ”Pengalaman merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kinerja seseorang didalam melaksanakan tugas guna pencapaian tujuan organisasinya”.

Pengalaman kerja sebagai kepala desa dalam suatu pemerintahan desa akan berpengaruh terhadap kinerja kepemerintahan desa. Dengan dibekali banyak pengalaman maka kemungkinan untuk mewujudkan prestasi atau kinerja yang baik cukup meyakinkan, dan sebaliknya bila tidak cukup berpengalaman didalam melaksanakan tugasnya seseorang akan besar kemungkinan mengalami kegagalan.

(59)

pendapat yang dapat meyakinkan pihak lain untuk membentuk kesepakatan dalam menentukan kebijaksanaan pemerintahan desa. Pengalaman kerja yang gagal ataupun berhasil merupakan suatu pelajaran yang sangat berguna dikemudian hari.

(60)

BAB III

MOTODOLOGI PENELITIAN

III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, khususnya pada Pemerintahan Desa yang tersebar di 14(empat belas) kecamatan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Juli 2008

III.2 Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah studi kasus yang didukung survei. Penelitian ini merupakan penelitian penjelas (explanatory research) karena menjelaskan hubungan kausal antara variabel tertentu melalui pengujian hipotesis.

III.3 Populasi dan Sampel

(61)

Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini digunakan dengan menggunakan

Dari jumlah populasi sebanya 192 diperoleh sampel (n) sebagai berikut:

(

0,10

)

65 ,75 66

Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 66 kepala Desa di wilayah Kabupaten Toba Samosir.

III.4 Identifikasi Variabel Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan, tujuan penelitian dan hipotesis yang diajukan, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel terikat atau dependent variabel (Y) adalah Kinerja Kepala Desa di Kabupaten Toba Samosir .

(62)

b. Pelatihan (X2) c. Motivasi (X3)

d. Pengalaman Kerja (X4)

III.5 Definisi Operasional Variabel

III.5.1 Variabel Terikat (Y) yaitu Prestasi Kerja (Kinerja) Kepala Desa

Untuk menghindari salah pengertian dalam interpretasi variabel yang mengakibatkan menyimpang dari tujuan penelitian, maka variabel-variabel dalam penelitian ini perlu di definisikan dengan jelas penggunaannya secara rinci serta diberikan beberapa indikator pengukurannya. Variabel dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Variabel terikat (Y) yaitu jumlah rata-rata prestasi kerja (Kinerja) Kepala Desa. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk skor kinerja Kepala Desa yang sudah dicapai. Indikator dari prestasi kerja adalah :

a. Kemampuan memimpin kerja dalam meningkatkan prestasi kerja Kepala Desa (Y.1.1)

b. Kemampuan berinisiatif/prakarsa dalam peningkatan prestasi kerja Kepala Desa (Y1.2)

c. Tingkat ketaatan dalam menjalankan tugas/kerja Kepala Desa (Y.1.3)

d. Tingkat tanggung jawab yang sesuai dengan kewenangan dalam meningkatkan prestasi kerja Kepala Desa (Y.1.4)

(63)

Desa untuk meningkatkan prestasi kerja (Y1.5)

f. Kesetiaan Kepala Desa terhadap atasan dan rekan sekerjanya (Y1.6) g. Kejujuran terhadap tugas/kerja Kepala Desa (Y.1.7)

Untuk mendapatkan nilai total Prestasi kerja atau kinerja Kepala Desa, dicari dengan menghitung rata-rata skor indikator yang akan digunakan dengan formula sebagai berikut:

Kriteria penilaian diukur berdasarkan ketentuan yang ada ditiap Kecamatan yang menjadi objek penelitian. Adapun kriteria penilaian yang dilakukan oleh setiap Camat di Kecamatan terhadap Kinerja Kepala Desa yang ada dalam lingkungannya adalah diamati dan dinilai langsung oleh Camat yang bersangkutan. Dari masing-masing indikator tersebut di atas diberi skor nilai dalam kategori sebagai berikut :

< 50% = Sangat memuaskan 30% -40% = Memuaskan

(64)

III.5.2 Variabel bebas atau independen variabel (Xi)

1. Variabel Pendidikan (X1), yaitu pernyataan responden yang berkaitan dengan tingkat pendidikan yang pernah ditempuh dan ber ijazah sebagai syarat menjadi Kepala Desa. Misalnya tamat SD atau yang setara dengan itu, tamat SLTP, tamat SLTA, tamat D1 dan D2, tamat D3 dan S1. Indikator adalah sebagai berikut : a. X1.1. Tamat sekolah dasar (SD) = 6

b. X1.2. Tamat sekolah menengah pertama (SLTP) = 9 c. X1.3. Tamat sekolah tingkat atas (SLTA) = 12

d. X1.4. Tamat Diploma Perguruan tinggi (PTN/PTS) = 14 e. X.1.5. Tamat S1 Perguruan tinggi (PTN/PTS) = 17

2. Variabel Pelatihan (X2), yaitu pernyataan responden berkaitan dengan pelatihan yang pernah dilakukan oleh Kepala Desa sehubungan dengan tugas dan fungsinya sebagai Kepala Desa. Indikatornya adalah :

a. Jumlah pelatihan yang pernah diikuti (X2.1) b. Lamanya pelatihan yang pernah diikuti (X2.2)

c. Tanggapan Kepala Desa terhadap kebutuhan akan pelatihan (X2.3) d. Kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhan pekerjan (X2.4) e. Kesesuaian motode pelatihan yang di lakukan kepala Desa (X2.5).

(65)

a. Achievement/keberhasilan pelaksanaan tugas Kades (X1.3) b. Recognition/pengakuan atau penghargaan (X1.2)

c. Work itself/pekerjaan itu sendiri yang baik (X3.3)

d. Respondibility/tanggung jawab terhadap tugas yang tinggi (X3.4) e. Advencement/pengembangan diri Kades (X3.5).

4. Variabel Pengalaman Kerja (X4), yaitu pernyataan responden tentang pengalaman kerja selama menjadi Kepala Desa yang berkaitan dengan aktivitas kesehariannya Indikator pengukurannya adalah :

a. Lamanya masa kerja sebagai Kepala Desa (X4.1)

b. Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas sebagai Kepala Desa (X4.2) c. Kegagalan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan Desa (X4.3)

d. Jumlah mengikuti seminar/diskusi,kursus/magang selama menjadi Kepala Desa (X4.4)

Indikator variabel X1 sampai dengan X4, akan dijabarkan dalam item-item pertanyaan, dan pada setiap item pertanyaan terdapat range skor antara 0 (nol) sampai 4 (empat), dan masing-masing jawaban memiliki skor sebagai berikut :

a. Sangat memuaskan diberi skor 4. b. Memuaskan diberi skor 3.

(66)

III.6 Sumber Data

III.6.1 Data Primer

Data Primer adalah data yang bersumber dari hasil penelitian di lapangan, yaitu penelitian berdasarkan hasil jawaban para responden yang selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

III.6.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Kantor atau instansi terkait berupa catatan atau dokumen yang sudah diolah sebelumnya oleh orang lain. Misal dari kantor Statistik, Kantor Bupati, Kantor Camat dan Kantor Kepala Desa.

III.7 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang disediakan oleh peneliti dalam bentuk belangko pertanyaan, isian, pendapat dari para responden mengenai data yang berkaitan dengan variabel bebas dan variabel tidak bebas.

(67)

III.7.1 Validitas Instrumen Penelitian

Teknik yang digunakan dalam mencari validitas butir item adalah teknik Korelasi Product Moment dari Karl Pearson (Validitas konstruct), yang mendasarkan pada perhitungan dengan angka kasar seperti apa adanya (Sutrisno. 1991:23) dengan rumus sebagai berikut :

}

Keterangan : rxy = Korelasi Moment Tangkar n = Jumlah responden

X = Jumlah skor butir Y = Jumlah skor faktor

Angka koefisien korelasi antara butir-butir pertanyaan dan faktor-faktor yang diperoleh, maka dilakukan korelasi dengan menggunakan korelasi bagian total dengan rumus sebagai berikut :

)

(68)

Angka korelasi bagian total yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritis nilai r product moment. Dalam penelitian ini digunakan taraf signifikansi 5% (0,05). Hal ini supaya diketahui nilai korelasi yang diperoleh sudah signifikan atau tidak.

III.8 Prosedur Pengumpulan Data

.8.1 Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data Primer dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuisioner yang telah disiapkan kepada seluruh responden (Kepala Desa). Untuk data primer tersebut dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tugas Kepala Desa serta diwawancarai langsung pada obyek penelitian.

3.8.2 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan melalui lembaga atau instansi terkait seperti melalui Kantor Statistik, Kantor Bupati, Kantor Camat dan Kantor Desa dengan mencatat data-data yang sudah terdokumen dalam laporan, papan data dan lain-lain.

3.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Cara Pengolahan Data

(69)

1. Entri Data

2. Pemeriksaan Data (editing)

3. Melakukan skording terhadap data yang sudah diedit 4. Membuat tabulasi data serta prosentasenya

3.9.2 Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh dari variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis). Regresi linear berganda mempunyai ciri sebagai berikut : Persamaan

fungsinya dapat diformulasikan kedalam bentuk persamaan matematis, sebaran datanya berdistribusi normal, bilangan datanya rasional, nilai parameternya ditentukan oleh dan yang dapat diukur dengan uji statistik melalui program SPSS dalam komputer, permasalahnnya lebih dari satu variabel, variabel independennya tidak saling berhubungan, variabel dependennya cukup jelas. Model ini dipilih karena ingin mengetahui besarnya kontribusi pengaruh variabel bebas terhadap tidak bebas, baik secara parsial maupun secara bersama-sama didukung oleh uji multikoliniearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Setelah data diolah dan dianalisis secara kuantitatif dilakukan analisis kualitatif untuk memberikan penjelasan/makna dari hasil analisis kuantitatif.

Adapun formula dari model Regresi Linear Berganda tersebut adalah sebagai berikut :

(70)

Keterangan :

Yi = Kinerja Kepala Desa di wilayah Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara

bo = Konstanta

b1,b2,b3,b4 = Koefisien regresi parsial

e = Variabel eror (pengganggu) X1 = Pendidikan Kepala Desa

X2 = Pelatihan yang pernah diikuti Kepala Desa

X3 = Motivasi Kerja Kepala Desa

X4 = Pengalaman Kerja Kepala Desa

Selanjutnya setelah analisis data di atas sudah dilakukan, maka dengan mengacu kepada model regresi berganda langkah pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Uji Simultan (uji-F)

Uji F digunakan untuk menguji hipotesis pertama dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Ho : secara bersama-sama variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat Ha : secara bersama-sama variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

(71)

a. Ho ditolak dan Ha diterima, jika P < b. Ho diterima dan Ha ditolak, jika P > 2. Interpretasi R2

Interpretasi terhadap koefisien regresi dan koefisien determinasi (R2) dari model regresi berganda adalah perlu. Dalam uji statistik masih diperlukan untuk mengetahui besarnya koefisien determinasi (R2) guna mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat.

Langkah selanjutnya mencari koefisien Regresi untuk masing-masing variabel bebas, yaitu untuk mengetahui besarnya kontribusi masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dan untuk mengetahui variabel bebas mana yang mempunyai sumbangan terbesar (dominant 0 terhadap variabel tidak bebas).

3. Uji Parsial (Uji-t).

Untuk membuktikan hipotesis kedua menggunakan koefisien korelasi parsial (uji-t), untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis dengan uji-t, untuk membandingkan nilai P dengan nilai pada taraf nyata 95% dan = 0,05. Kriteria pengujian Ho : Variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat; Ha : Variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Daerah penolakan dan daerah penerimaan diputuskan sebagai berikut :

(72)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

IV.1.1. Sejarah Singkat Kabupaten Toba Samosir

Kabupaten Toba Samosir dibentuk dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal. Kabupaten Toba Samosir merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara yang diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 oleh Menteri Dalam Negeri, sekaligus melantik Pejabat Bupati Kabupaten Toba Samosir.

Kabupaten Toba Samosir berada pada 2003’ – 2040’ Lintang Utara dan 98056’ – 99040’ Bujur Timur. Kabupaten Toba Samosir memiliki luas wilayah 2.021,8 Km2. Kabupaten Toba Samosir berada diantara 5 kabupaten, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

(73)

menjadi kecamatan definitif, yaitu : Kecamatan Ajibata, Kecamatan Pintu Pohan Maranti, Uluan, dan Ronggur Nihuta serta Perda No. 8 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kecamatan Borbor.

Seiring dengan berjalannya waktu dan munculnya aspirasi dari masyarakat untuk mempercepat pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah lain, Kabupaten Toba Samosir dimekarkan menjadi Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2003. Setelah dimekarkan Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 10 kecamatan.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Toba Samosir No. 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Sigumpar Kabupaten Toba Samosir, Kecamatan Silaen dimekarkan menjadi Kecamatan Silaen dan Sigumpar.

Berdasarkan Perda Kabupaten Toba Samosir No. 17 Tahun 2006, terbentuklah tiga kecamatan baru, yaitu Kecamatan tempahan sebagai pemekaran dari Kecamatan Balige, Kecamatan Nassau pemekaran dari Kecamatan Habinsaran, dan Kecamatan Siantar Narumonda pemekaran dari Kecamatan Porsea. Dengan demikian jumlah wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Toba Samosir mulai tahun 2006 terdiri dari 14 kecamatan dengan 179 desa dan 13 kelurahan.

(74)

Komposisi tanah didominasi jenis tanah tufa toba, pasir bercampur tanah liat, kapur dan sebagian lanilla berupa lapisan tanah batuan yang relatif kurang subur untuk pertanian.

Kabupaten Toba Samosir merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena potensi keindahan alam dan sumber daya manusianya. Keindahan alam dan panorama kawasan Danau Toba, kekayaan seni budaya asli merupakan potensi daerah yang dapat digali dan dikembangkan dalam upaya pengembangan kepariwisataan di tanah air.

Potensi alam antara lain luasnya lahan kosong dapat diolah menjadi areal pertanian, peternakan, perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Perairan Danau Toba yang cukup luas dan sungai dapat dimanfaatkan untuk irigasi dan pembangkit tenaga listrik.

Potensi tambang yang telah diinventarisasi dan disertifikasi oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Bandung adalah batu gamping, teras, andesit, lempung, dan diatomea.

Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka sektor andalan pembangunan di Kabupaten Toba Samosir periode 2005 – 2010 adalah pembangunan pendidikan, kesehatan, pertanian, pariwisata, industri, dan teknologi informasi.

IV.1.2. Motto Kabupaten Toba Samosir

(75)

kebersamaan untuk bekerjasama untuk saling membantu maka apa yang diharapkan akan selalu dapat dicapai.

IV.2. Karakteristik Responden

IV.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel IV.1 di bawah ini.

Tabel IV.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No. Usia (tahun) Jumlah (orang) (%)

Sumber : Hasil Penelitian, 2009 (Data diolah)

Gambar

Gambar I.1.  Kerangka Berpikir
Tabel II.1. Perbedaan Antara Pendidikan Dengan Pelatihan
Tabel II.2. Herzberg’s Two Factor Theory
Tabel IV.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yang menjadi data primernya yaitu bapak Frangki selaku pemilik dan bapak Eman selaku karyawan (salesman) Bahtera Motor adapun juga beberapa

Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti harus dirumuskan secara jelas (Arikunto, 2006:68). Dalam hal ini yang dimaksud bahwa setiap

Hasil yang didapat setelah kunjungan di Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Perwakilan Provinsi Jawa Timur adalah:3. Mengetahui tugas

Walaupun guru telah mengalami peningkatan dalam proses pembelajaran tetapi masih terdapat siswa yang berbicara dengan teman sebangku atau yang lain dari pada

Engang dina basa Sunda umumna diwangun ku vokal (V) atawa réndonan vokal jeung konsonan (K). Upama dirumuskeun, adegan atawa kaédah engang dina basa Sunda téh kieu.. 1) Kecap

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kabupaten Lebak 2015-2019 penutupan oleh tanah penutup, pengendalian gas metan dengan membuat saluran gas

merupakan langkah pertamanya untuk memahami kebenaran. Setiap anak memiliki naluri sebagai peneliti, karena itu beri kesempatan untuk bereksplorasi dengan lingkungan

rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Natrium Lauril Sulfat sebagai Surfaktan pada Disolusi Ketoprofen dalam Sediaan Rektal