• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN,

PENDIDIKAN GIZI, DAN SUPLEMENTASI BESI TERHADAP

STATUS GIZI, PENGETAHUAN GIZI, DAN STATUS

ANEMIA PADA SISWA SEKOLAH DASAR

ADHITYA AJI CANDRA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Adhitya Aji Candra

(4)

ABSTRAK

ADHITYA AJI CANDRA. Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan M. RIZAL M. DAMANIK

Status gizi, tingkat pengetahuan gizi, dan anemia masih merupakan masalah umum yang terjadi pada anak sekolah dasar. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan suplementasi besi terhadap status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah

pre eksperimental dengan menggunakan 81 contoh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan jajanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0.05) terhadap status gizi. Pendidikan gizi memberikan pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap pengetahuan gizi. Pemberian suplemen besi memberikan pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap status anemia.

Kata kunci: pengetahuan gizi, status anemia, dan status gizi

ABSTRACT

ADHITYA AJI CANDRA. The Influence of Snack Feeding, Nutrition Education, and Iron Suplementation to Nutritional Status, Nutrition Knowledge, and Anemia Status in Elementary School Students. Supervised by BUDI SETIAWAN and M. RIZAL M. DAMANIK

Nutritional status, nutrition knowledge, and anemia status are still problems accuring among elementary school children. This research aimed to the influence of snack feeding, nutrition education, and iron suplementation to nutritional status, nutrition knowledge, and anemia status in elementary school students. The study was conducted in SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. The design of this study was pre experimental. Number of sample were 81 samples. The result showed that snacking did not give significant (p>0.05) improvement on nutritional status. Nutrition education gives significant (p<0.05) improvement on nutrition knowledge. While iron supplement intake gives significant (p<0.05) improvement toward anemia status.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN,

PENDIDIKAN GIZI, DAN SUPLEMENTASI BESI TERHADAP

STATUS GIZI, PENGETAHUAN GIZI, DAN STATUS

ANEMIA PADA SISWA SEKOLAH DASAR

ADHITYA AJI CANDRA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul : Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar

Nama : Adhitya Aji Candra

NIM : I14080092

Disetujui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Pembimbing I

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas segala nikmat dan karunia yang senantiasa dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Februari 2013 ini adalah Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar sekaligus penguji

skripsi atas saran, masukan, dan arahannya kepada penulis.

3. Seluruh Tim AINP yang telah membantu penulis memperoleh data primer dan sekunder untuk penelitian ini.

4. Kepala sekolah, guru-guru, pegawai kependidikan dan ibu-ibu komite SDN Palasari 02 atas kerja sama, bimbingan, dan bantuannya selama penelitian. 5. Adik-adik kelas 3, 4, 5, dan 6 SDN Palasari 02 atas kesediaan dan

kerjasamanya selama penelitian.

6. Bapak, mama, mbah serta keluarga penulis atas semangat, cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman Pondok Salman atas semangat dan motivasi yang telah diberikan kepada peneliti.

8. Teman-teman Gizi Masyarakat 45 dan teman-teman yang selama ini telah mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Teman-teman IMT IPB (Ikatan Mahasiswa Tegal IPB) khususnya Syifa, Fety, Barika, Pran, Warto, Iman yang sudah hadir dalam seminar penelitian ini.

10.Teman-teman KKP Desa Jembayat Kabupaten Tegal, kelompok Internship Dietetik RSUD Ciawi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang memerlukan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Anak Sekolah 4

Makanan Anak Sekolah 4

Daya Terima Makanan 5

Status Gizi 5

Pengetahuan Gizi 7

Pendidikan Gizi 8

Zat besi 8

Anemia 10

Suplementasi Besi 11

METODOLOGI 12

Desain, Tempat, dan Waktu 12

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 12

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 13

Pengolahan dan Analisis Data 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Gambaran Umum SDN Palasari 02 17

Karakteristik Contoh 18

Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi 25

Daya Terima Makanan Jajanan 27

Kandungan Gizi Makanan Jajanan 28

(11)

Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan gizi 32 Pengaruh Suplementasi Besi terhadap Status Anemia 33

SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 42

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri 6 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median 6

3 Klasifikasi status gizi menggunakan Z-skor 7

4 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U 7

5 Angka kecukupan besi menurut umur 9

6 Rentang nilai normal kadar hemoglobin perempuan dan laki-laki

dewasa, anak-anak, dan ibu hamil 10

7 Kadar hemoglobin sebagai indikator dan tingkat keparahan anemia 10

8 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U 15

9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin 18

10 Sebaran contoh berdasarkan usia 19

11 Sebaran contoh berdasarkan uang saku 19

12 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 20

13 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status gizi 21 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi 22 15 Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh

contoh 23

16 Sebaran jenis kelamin dan kelas contoh berdasarkan pengetahuan gizi 23

17 Sebaran contoh berdasarkan status anemia 24

18 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status anemia 25

19 Rata-rata konsumsi dan sumbangan zat besi 27

20 Kandungan gizi makanan jajanan 29

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Perbedaan status gizi sebelum dan setelah intervensi pemberian

makanan jajanan 31

2 Perbedaan pengetahuan gizi sebelum dan setelah intervensi pendidikan

gizi 32

3 Perbedaan status anemia sebelum dan setelah intervensi suplementasi

besi 34

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daya terima contoh terhadap makanan jajanan 41

2. Makanan jajanan 42

3. Pemberian makanan jajanan kepada contoh 44

4. Pengambilan darah contoh 44

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta tingkat prestasi yang baik. Pembangunan dan pembinaan SDM yang berkualitas sangat baik dimulai sejak dini, yaitu pada usia sekolah. Usia sekolah adalah masa peralihan dari anak menjadi dewasa dimana terjadi pertumbuhan mental, fisik, dan emosional yang cukup cepat. Pada masa tersebut memerlukan kebutuhan gizi yang cukup dan tepat. Menurut Syarief (1997) periode usia sekolah merupakan bagian dari tahapan dalam siklus hidup manusia yang sangat menentukan kualitas SDM. Kesehatan dan daya tahan fisik merupakan unsur kualitas SDM yang pokok, karena tanpa itu manusia tidak mungkin mampu berpikir dan bekerja produktif. Namum, status gizi, tingkat pengetahuan gizi, dan anemia masih merupakan masalah umum yang terjadi pada anak sekolah dasar.

Menurut laporan Riskesdas Tahun 2007, prevalensi nasional anak usia sekolah kurus sebesar 13.3 % pada laki-laki dan 10.9 % pada perempuan. Keadaan ini menjadi lebih berat jika muncul kebiasaan keluarga atau orang tua yang tidak membiasakan diri memberi makan anak sebelum anak tersebut pergi ke sekolah. Bagi mereka yang tidak atau belum sempat sarapan di rumah, maka kantin atau makanan jajanan yang tersedia di sekolah berperan penting dan srategis dalam penyediaan kebutuhan gizi anak sekolah. Dengan kata lain, kualitas dan keamanan makanan jajanan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian agar anak sekolah mengonsumsi jajanan yang bergizi dan aman.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada status gizi individu yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan terhadap siswa SD di Bogor tahun 2010 tentang pengetahuan gizi, sebanyak 63 % siswa SD di kota maupun di kabupaten memiliki pengetahuan gizi yang masih rendah meskipun masih ada yang tergolong baik hanya sebanyak 3.0 % siswa dan sisanya tergolong sedang 34.0 % (Adriani 2010). Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Widyaningrum (2012) pada sekolah dasar negeri di Kabupaten Bogor, memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan kurang yaitu sebesar 86.4%.

(15)

2

anak-anak dengan perkembangan motorik dan kognitif yang buruk serta masalah perilaku (Gibney 2008).

Status gizi yang rendah, tingkat pengetahuan gizi yang rendah, dan adanya masalah gizi merupakan masalah yang terjadi pada anak sekolah dasar. Adanya masalah tersebut diperlukan penanganan yang cukup serius, salah satunya dengan intervensi. Intervensi perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas SDM pada usia sekolah. Intervensi dilakukan untuk mencegah rendahnya kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta rendahnya produktifitas kerja. Intervensi tersebut meliputi pemberian makanan jajanan, pemberian pendidikan gizi, dan suplementasi besi.

Penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki status gizi siswa sekolah dasar adalah dengan pemberian makanan jajanan. Status gizi dan kesehatan anak dipengaruhi oleh asupan gizi yang cukup. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pola makan siswa, dimana siswa sekolah dasar mempunyai kecenderungan mengonsumsi makanan jajanan lebih besar daripada makanan biasa. Selain harga yang murah dan jenisnya beragam, pangan jajanan juga menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi. Menurut Syarifah (2010) yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar negeri di Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi sehari siswa sebesar 30 % energi dan 22.3 % protein. Oleh karena itu, konsumsi makanan jajanan mempunyai peranan yang cukup penting karena memberikan asupan gizi yang cukup besar yang berdampak pada status gizi anak usia sekolah.

Penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pengetahuan gizi siswa sekolah dasar adalah dengan pendidikan gizi. Pendidikan gizi dapat diartikan sebagai usaha membuat seseorang atau sekelompok masyarakat sadar akan pentingnya gizi, sehingga diharapkan pengetahuan mengenai gizi dan makanan sehat menjadi lebih baik, yang pada gilirannya akan memperbaiki status gizi masyarakat. Kelompok anak sekolah merupakan kelompok yang mudah menerima upaya pendidikan gizi melalui sekolahnya (Sediaoetama 2008). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada status gizi individu yang bersangkutan.

Suplementasi merupakan salah satu penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki Anemia Gizi Besi. Menurut Arisman (2007), pemberian suplementasi atau suntikan zat besi merupakan pendekatan dasar pertama untuk pencegahan anemia defisiensi besi.

(16)

3 dalam melakukan program pengabdian kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan Tri-Darma Perguruan Tinggi dimana pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu dari tiga pilar perguruan tinggi selain pendidikan dan penelitian.

Departemen Gizi Masyarakat IPB bekerja sama dengan PT Ajinomoto Indonesia meluncurkan program kantin sehat. Program ini bertujuan menyediakan jajanan bergizi dan sehat bagi anak sekolah. SDN Palasari 02 merupakan pilot project Ajinomoto IPB Nutrition Program (AINP). Dalam mengelola kantin sehat di SD tersebut, siswa, orang tua siswa, dan pedagang jajanan di lingkungan sekolah ikut dilibatkan. IPB dan Ajinomoto memberikan edukasi kepada siswa, orang tua, guru, dan pedagang makanan tentang makanan yang sehat dan berkualitas. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan suplementasi besi terhadap status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia pada siswa sekolah dasar.

Tujuan

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan suplementasi besi terhadap status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia pada siswa sekolah dasar.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari karakteristik (jenis kelamin, usia, uang saku, status gizi, pengetahuan gizi dan status anemia) siswa contoh SDN Palasari 02

2. Mempelajari pola konsumsi makanan sumber zat besi siswa contoh SDN Palasari 02

3. Mempelajari daya terima, kandungan gizi, dan kontribusi makanan jajanan terhadap AKG siswa contoh SDN Palasari 02

4. Menganalisis pengaruh pemberian makanan jajanan terhadap status gizi 5. Menganalisis pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan gizi 6. Menganalisis pengaruh suplementasi besi terhadap status anemia

Manfaat Penelitian

(17)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah

Dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan anak dikelompokkan menjadi anak prasekolah (1-6 tahun), anak usia sekolah (7-12 tahun) dan remaja (13-18 tahun). Secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk sekolah dasar (RSCM dan Persagi 1990). Anak sekolah dasar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang, baik jenis dan jumlahnya.

Kebutuhan gizi anak laki-laki mulai usia 10-12 tahun berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki membutuhkan energi lebih banyak karena lebih banyak melakukan aktivitas fisik. Anak perempuan biasanya mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak. Golongan anak sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah sehingga sering melupakan waktu makan (RSCM dan Persagi 1990). Ukuran, komposisi tubuh, pola aktivitas, dan kecepatan tubuh berbeda setiap anak mempengaruhi kebutuhan gizi. Ketersediaan dan diterimanya makanan oleh anak tidak hanya ditentukan oleh pilihan makanan orang tua, tetapi juga oleh keadaan lingkungan pada waktu makan, pengaruh teman sebaya, lingkungan, dan pengalaman anak tentang makanan sebelumnya (Soetardjo 2011)

Menurut Almatsier (2001) anak sekolah merupakan kelompok yang rentan terhadap makanan yang dikonsumsi. Pada anak usia sekolah, ada perbedaan kebutuhan gizi yang dibutuhkan. Siswa laki-laki usia sekolah dasar memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi daripada siswa perempuan usia sekolah dasar, yaitu laki-laki sebesar 2000 Kal energi, sedangkan perempuan sebesar 1900 Kal energi. Selanjutnya, menurut Arisman (2010), masalah gizi yang terjadi pada masa kanak-kanak ini secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap. Buah dari ketergantungan ini utamanya berupa penyakit kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies dentis dan yang paling penting adalah adanya anemia defisiensi besi.

Makanan Anak Sekolah

Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan. Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak usia sekolah (7-12 tahun) tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis maupun jumlahnya. Fungsinya untuk menyediakan zat pembangun yang berguna bagi pertumbuhan, menyediakan energi yang dibutuhkan untuk kegiatan fisik yang berat, membantu memelihara tubuh dari infeksi dan menjamin kebutuhan akan zat-zat gizi yang diperlukan pada usia remaja (Mc. Willians (1980) dalam Zuharni 1989)

(18)

5 Hal ini disebabkan oleh jarangnya sarapan pagi, pemilihan jajanan yang kurang baik serta jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. gizi kurang mengganggu motivasi anak, kemampuannya untuk berkonsentrasi dan kesanggupannya untuk belajar. Anak-anak gizi kurang ini akan terus terbelakang karena sering terkena penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gizi.

Daya Terima Makanan

Pengaturan terhadap cita rasa untuk menunjukkan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan pangan umumnya dilakukan dengan alat indera manusia. bahan pangan yang akan diujicobakan kepada beberapa orang panelis pencicip yang terlatih. Masing-masing panelis memberi nilai terhadap cita rasa bahan tersebut. Jumlah nilai dari para panelis akan menentukan mutu atau penerimaan terhadap bahan yang diuji (Winaryo 2002).

Rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicipan, dan pendengaran menentukkan daya terima terhadap suatu makanan. Rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan adalah faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima terhadap makanan. Tanggapan senang atau sangat suka bersifat pribadi, karena itu kesan seseorang tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan suatu komoditi. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima masyarakat. Tanggapan senang atau suka harus diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau suatu populasi masyarakat tetentu (Soekarto 1985).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbs) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut gizinya baik atau tidak baik (Riyadi 1995)

Penilaian status gizi meliputi beberapa cara, yaitu konsumsi pangan, biokimia, antropometri, fisiologis, dan klinis. Antropometeri terdiri dari antro

adalah tubuh, dan metric adalah ukuran. Ada dua jenis kegunaan penilaian antropometri untuk mengukur pertumbuhan dan untuk mengukur komposisi tubuh. Pengukuran antropometri sering dilakukan adalah berat badan (BB) : mengetahui massa tubuh, panjang/tinggi badan (BB/TB : mengetahui dimensi linear, tebal lipatan kulit (skinfcld thickness) dan lingkar lengan atas (LILA) : mengetahui komposisi tubuh, cadangan energi dan protein. Kekurangan dari penilaian secara antropometri adalah : relatif kurang sensitif, tidak dapat mengidentifikasikan zat gizi secara halus, tidak dapat membedakan gangguan akibat defisiensi zat gizi dengan defisiensi gangguan intik energi dan protein, faktor-faktor non gizi dapat mengurangi spesifisitas dan sensitivitas pengukuran. Kelebihan penilaian antropometri adalah sederhana, aman non invansif, sampel besar, peralatan rumah,

(19)

6

Pengukuran status gizi anak dilakukan dengan menggunakan indeks antropometri berikut ini, yaitu indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks berat badan menurut panjang/tinggi badan (BB/TB), indeks gabungan (BB/U; BB/TB; TB/U), indeks lingkar lengan atas (LILA), indeks lingkar kepala menurut umur (LK/U) dan tebal lemak dibawah kulit (TLBK). Kategori berbagai ukuran antropometri disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1 Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri

BB/U TB/U BB/TB

Dari berbagai jenis indeks-indeks tersebut, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para Ahli Gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu, persen terhadap median, persentil, dan standar deviasi unit.

1) Persen terhadap Median

Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50.

Tabel 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median

Status Gizi Indeks

Suber : Yayah K. Husaini, Antropometri Sebagai Indeks gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika, no. 8 Th. XXIII, 1997. Hlm 269 dalam

2) Persentil

Para ahli merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap median, akhirnya mereka memilih cara persentil. Persentil 40 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada diantaranya dan setengahnya berada dibawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke 50 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.

3) Standar Deviasi Unit (SD)

Standar Deviasi unit disebut juga z-score. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Rumus perhitungan z-score:

(20)

7 Tabel 3 Klasifikasi status gizi menggunakan z-score

Status gizi Indeks BB/U, TB/U, BB/TB

Gizi lebih ≥ + 2 SD

Gizi baik ≥ - 2 SD dan < +2 SD

Gizi kurang ≥ - 3 SD dan < - 2 SD

Gizi buruk < - 3 SD

Sumber : Soekirman 2000

Penilaian status gizi seseorang atau sekelompok orang bertujuan untuk mengetahui baik buruknya status gizi. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran antropometri dan penilaian biokimia. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan (Gibson 2005).

Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil atau persen terhadap median. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.

Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U

Variabel Kategori

(21)

8

Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam menentukan konsumsi makanan (Khomsan 2000). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati et al. 1992 di dalam Sukandar 2007).

Selanjutnya, Khomsan (2000) menyatakan tingkat pengetahuan gizi siswa dapat diperoleh melalui skor dari beberapa pertanyaan yang berbentuk multiple choice. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Selanjutnya tingkat pengetahuan gizi siswa dikategorikan dengan menetapkan cut of point dari skor yang telah dijadikan persen. Adapun, kategori untuk tingkat pengetahuan gizi dibagikan ke dalam tiga kelompok yaitu baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60 %).

Pendidikan Gizi

Menurut Khomsan (2000) Pendidikan gizi bisa dikatakan bahwa program pendidikan atau penyuluhan gizi yang terpadu akan memberikan hasil yang lebih baik. Informasi gizi yang ingin disampaikan jangan sampai tumpang tindih merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan gizi. Informasi yang disampaikan harus mudah dipraktekan, perubahan yang diharapkan harus seminimal mungkin, saran-saran yang disampaikan harus bermanfaat merupakan hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan isi pendidikan gizi.

Ada beberapa metode pendidikan yang bisa digunakan untuk menyampaikan informasi di bidang pangan dan gizi. masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena orang yang akan mengajarkan pengetahuan pangan dan gizi perlu lebih dahulu mengetahui medan atau situasi sehingga pesan-pesan yang disampaikan bisa sampai kepada sasaran. Metode yang dapat digunakan meliputi metode ceramah, metode diskusi kelompok, metode kelompok studi kecil, metode Role-Play, metode Case-Study, dan metode Brainstorming (Khomsan 2000).

Pendidikan gizi hendaknya dimulai sejak dini. Pendidikan gizi dan kesehatan mulai diarahkan pada murid TK dan SD, mengingat kelompok usia ini memiliki kebebasan sikap yang relatif mudah dibentuk (Khomsan 2002). Pendidikan gizi pada anak mempunyai beberapa keuntungan antara lain anak-anak mempunyai pemikiran terbuka dibandingkan orang dewasa dan pengetahuan yang diterima merupakan dasar bagi pembinaan kebiasaan makannya.

Zat Besi

(22)

9 Besi dalam makanan dapat berada dalam bentuk besi hem dan besi non-heme. Besi hem terutama berasal dari hemoglobin dan mioglobin dan banyak ditemukan pada pangan hewani seperti daging, ikan, dan unggal (50-60% zat besinya dalam bentuk hem dan sisanya dalam bentuk non-heme). Besi nonheme

banyak terdapat pada pangan nabati seperti buah-buhan, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian dan dairy products (susu, keju, yoghurt dan sebagainya) serta telur (Marliyana & kustiyah 2008).

Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu (Almatsier 2006). Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasamaan lambung dan bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi non heme (WNPG VIII 2004).

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan besi adalah keasaman lambung dan bioavailabilitas, termasuk pendorong dan penghambat penyerapan besi non heme. Besi pada wanita sangat diperlukan, terutama karena adanya kehilangan besi selama mestruasi. Menurut WNPG (2004), kecukupan besi untuk masing-masing kelompok umur disajikan pada tabel berikut

Tabel 5 Angka kecukupan besi menurut umur

Kelompok Umur Besi (mg/hari)

(23)

10

Anemia

Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Nilai tersebut berbeda-beda untuk kelompok usia dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh Depkes dari hasil Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2007 dan tercantum pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Rentang nilai normal kadar hemoglobin perempuan dan laki-laki dewasa, anak-anak, dan ibu hamil

Anemia adalah suatu kondisi terjadinya defisiensi dalam ukuran atau jumlah sel darah merah atau jumlah molekul hemoglobin yang dikandungnya, sehingga membatasi terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel darah dan jaringan-jaringan tubuh (Stopler 2004). Berdasarkan WHO (2011) kadar hemoglobin yang merupakan indikator status anemia dan tingkat keparahan anemia dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Kadar hemoglobin sebagai indikator dan tingkat keparahan anemia

Kelompok Tidak

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah dan kandungan hemoglobin di dalamnya. Berdasarkan ukuran sel darah merah, yaitu anemia makrositik, mikrositik, dan normositik. Sedangkan anemia berdasarkan kandungan hemoglobin di dalamnya, yaitu anemia hipokromik dan normokromik. Pada anemia makrositik, ukuran sel darah merah dan jumlah hemoglobin yang terkandung bertambah. Sebaliknya pada anemia mikrositik, ukuran sel darah merah mengecil. Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak mengalami perubahan. Sedangkan anemia hipokromik terjadi karena kandungan hemoglobin dalam sel tiap sel darah merah berkurang, sehingga warna sel darah merah pucat. Sementara pada anemia normokromik, kandungan hemoglobin normal (Stopler 2004).

(24)

11 anemia terjadi karena adanya peningkatan volume plasma darah. Pada ibu menyusui, anemia dapat terjadi karena kebutuhan yang meningkat (FAO 2001).

Anemia mikrositik-hipokromik, biasanya terjadi karena kekurangan zat besi, penyakit kronis tingkat lanjut, atau keracunan timbal. Anemia normositik- normokromik biasanya karena penyakit kronis fase awal atau perdarahan akut. Anemia makrositik biasanya karena kekurangan vitamin B12. Berdasarkan hasil Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2007 menyatakan bahwa jenis anemia terbanyak pada orang dewasa dan anak-anak adalah anemia mikrositik hipokromik (60.2%). Jika dibandingkan antara anak-anak dan dewasa, anemia mikrositik hipokromik ini lebih besar proporsinya pada anak-anak (Depkes 2008).

Suplementasi Besi

Menurut Arisman (2007), ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi besi, keempat pendekatan tersebut adalah (1) pemberian suplementasi atau suntikan zat besi, (2) pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan, (3) pengawasan penyakit infeksi, dan (4) fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.

(25)

12

METODOLOGI

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian ini mengacu pada penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Programyang berjudul “Peningkatan Status Gizi Anak Sekolah melalui

Peningkatan Mutu dan Keamanan Makanan Jajanan Kantin” yaitu pre

eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 sampai Februari 2013

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan rumus Lemeshow & David (1997) dengan perhitungan sebagai berikut :

[(Z1-α)2 x (pxq)]

α = derajat kepercayaan (0.05)

p = proporsi (prevalensi anemia di Provinsi Jawa Barat pada kelompok usia anak dan remaja yang berusia 5-14 tahun menurut Riskesda (2007), sebesar 18.8 %)

q = 1-p

d = presisi (10%)

Peneliti menggunakan estimasi drop out sebesar 10 %, sehingga diperoleh jumlah contoh minimal sebesar 65 orang. Contoh penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6 di SDN Palasari 02 pada rentang usia 9 -13 tahun (Usia Anak Sekolah) dengan pertimbangan pada usia tersebut anak sudah lancar membaca dan menulis serta lebih mudah untuk diwawancarai dan diberi instruksi dalam pengisian kuesioner. Penarikan contoh dilakukan secara purposive yaitu siswa kelas 4, 5, dan 6.

Contoh yang diambil oleh peneliti memiliki kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu kriteria yang digunakan oleh peneliti, kriteria eksklusi adalah kriteria yang tidak diambil peneliti. Kriteria inklusi yang diambil yaitu (1) merupakan siswa kelas 4, 5, dan 6 SDN Palasari 02, (2) terdiri dari laki-laki dan perempuan, (3) bersedia mengisi kuesioner, 4) bersedia diambil darah untuk penentuan kadar hemoglobin dalam darah. Kriteria eksklusi adalah siswa yang keluar atau pindah dari SDN Palasari 02 ke sekolah lain dan siswa yang tidak melengkapi data.

(26)

13 Contoh yang memenuhi kriteria inklusi resmi menjadi contoh dalam penelitian ini, yaitu sebesar 100 contoh. Sebelum diberikan intervensi atau perlakuan, dilakukan pengambilan data baseline. Intervensi diberikan setiap hari kepada contoh selama tiga bulan. Kemudian setelah tiga bulan dilakukan pengambilan data endline. Dalam proses pemberian intervensi dan pengambilan data endline terjadi drop out

sehingga pada akhirnya diperoleh contoh sebesar 81. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data baseline dan endline pada penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program. Data tersebut diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan yaitu : karakteristik contoh, pola konsumsi makanan sumber zat besi, kandungan gizi makanan jajanan, daya terima makanan jajanan, pengetahuan gizi, dan kadar hemoglobin dalam darah. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan yaitu keadaan umum SDN Palasari 02.

Data karakteristik meliputi jenis kelamin, usia, dan uang saku diperoleh dengan metode wawancara melalui pengisian kuesioner. Data karakteristik yang meliputi berat badan dan tinggi badan diukur melalui penimbangan dan pengukuran yang dilakukan kepada contoh. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak digital yang memiliki ketelitian 0.1 kg, sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoice

dengan ketelitian 0.1 cm. Pengambilan data karakteristik meliputi : jenis kelamin, usia, uang saku dilakukan pada saat pengambilan data endline, sedangkan pengambilan data karakteristik meliputi status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia dilakukan pada saat pengambilan data baseline.

Data pola konsumsi makanan sumber zat besi diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan Food Frequency Questionaires (FFQ) semi kuantitatif. Jenis data yang digunakan berupa jenis dan frekuensi makan serta jumlah dalam sekali makan makanan sumber zat besi. Pengambilan data pola konsumsi makanan sumber zat besi dilakukan pada saat pengambilan data endline.

Data mengenai kandungan gizi makanan jajanan didapat berdasarkan perhitungan makanan jajanan yang dihasilkan dan bahan utama maupun tambahan dari makanan jajanan tersebut. Data daya terima makanan jajanan diperoleh dengan formulir uji penerimaan. Pengambilan data kandungan gizi makanan jajanan dan data daya terima makanan jajanan dilakukan pada saat intervensi pemberian makanan jajanan kepada contoh.

(27)

14

Intervensi diberikan selama tiga bulan. Sebelum diberikan intervensi, dilakukan pengambilan data status gizi, pengetahuan gizi, dan pengambilan darah yang merupakan data baseline. Selanjutnya contoh diberikan intervensi, yakni pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan suplementasi zat besi. Pemberian makanan jajanan diberikan kepada contoh selama kurang lebih tiga bulan (senin-sabtu). Makanan jajanan yang diberikan berupa makanan jajanan manis dan makanan jajanan asin.

Pendidikan gizi diberikan kepada contoh bersama dengan pemberian makanan jajanan, yaitu dalam waktu tiga bulan (11 pertemuan). Metode pendidikan gizi menggunakan metode penyuluhan dengan menggabungkan metode penyampaian konvensional dan simulasi/permainan/cerita dan diharapkan dapat lebih mudah dipahami oleh siswa. Penyuluhan gizi untuk siswa dilaksanakan setiap minggu secara paralel. Metode tersebut yaitu permainan kata, cerdas cermat, kartu pasangan, permainan gerak tubuh, permainan gambar, kartu pasangan, wayang, permainan gambar, permainan gerak tubuh, permainan kata, dan cerdas cermat. Teknis pelaksanaan pendidikan gizi contoh meliputi pembukaan penyuluhan (5 menit), pre test (5 menit), penyampaian materi (15 menit), simulasi/permainan/wayang (20 menit), post test (5 menit).

Suplementasi zat besi diberikan kepada contoh dua minggu sebelum pengambilan data endline, yang sebelumnya diberikan obat cacing untuk mengurangi gangguan absorpsi. Suplemen besi berbentuk cair yaitu sebanyak 5 ml dengan kandungan Ferrazone dengan elemental besi sebesar 15 mg, diberikan kepada contoh dalam satu hari. Setelah tiga bulan intervensi, dilakukan pengambilan data endline.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entry, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi. Penyusunan kode sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data dan kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Data tersebut diolah menggunakan

Microsoft excel 2007 dan SPSS 16 for Windows.

Data Karakteristik siswa, Jenis kelamin dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1) laki-laki dan 2) perempuan. Usia contoh dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu: 1) 9 tahun, 2)10 tahun, 3)11 tahun, 4) 12 tahun, dan 5) 13 tahun. Besar uang saku contoh yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan sebaran data yaitu: 1) Rendah (<Rp 3000/hari), 2) Sedang (Rp 3001-Rp 5001/hari), 3) Tinggi (>Rp 5002/hari) (Sugiyono 2011).

Data pola konsumsi makanan sumber besi meliputi jenis makanan, frekuensi konsumsi, dan jumlah dalam sekali konsumsi. Jenis makanan sumber zat besi berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Frekuensi konsumsi dihitung dalam satu bulan. Kandungan gizi makanan jajanan dihitung berdasarkan data mengenai bahan-bahan penyusun makanan yang dikonversikan ke dalam energi, protein, vitamin A, dan zat besi menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan dan dihitung menggunakan rumus berikut : (Hardinsyah & Briawan 1994)

(28)

15 Keterangan :

KG = kandungan gizi dari bahan makanan jajanan

B = berat bahan makanan jajanan yang dikonsumsi (gram)

G = kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan jajanan

BDD = % bahan makanan jajanan yang dapat dimakan

Data daya terima contoh terhadap makanan jajanan dibedakan menjadi enam, yaitu : 1) tidak dimakan, 2) hanya dicicipi, 3) dimakan bagian, 4) dimakan bagian, 5) dimakan bagian, 6) dimakan habis (Gregoire & Spears

2007).

Kontribusi makanan jajanan terhadap AKG (Angka Kecukupan Gizi) contoh diperoleh dengan membandingkan konsumsi makanan jajanan (kandungan gizi makanan jajanan yang sudah diperhitungkan dengan daya terima) dengan AKG contoh kemudian dikalikan 100%. Kontribusi makanan jajanan terhadap AKG dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Status gizi diperoleh berdasarkan indeks IMT/U. Penentuan nilai status gizi berdasarkan software Anthroplus 2007 yang mengacu pada referensi WHO 2007. Klasifikasi status gizi berdasarkan cara persen terhadap median dengan indeks IMT/U dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U

Variabel Kategori

z< -3 Sangat kurus

-3 ≤ z < -2 Kurus

-2 ≤ z < 1 Normal

1 ≤ z ≤ 2 Overweight

z > 2 Obese

Sumber: WHO 2007

Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan menilai jawaban yang diberikan contoh terhadap 20 pertanyaan. Setiap jawaban yang sesuai diberikan skor 1, sedangkan setiap jawaban yang tidak sesuai diberikan skor 0. Pengetahuan gizi contoh dihitung dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh. Skor maksimum dari keseluruhan pertanyaan adalah 20, sedangkan skor minimum adalah 0. Total jawaban yang benar dipersentasikan terhadap jumlah skor maksimum dan selanjutnya dikategorikan menjadi tiga kriteria. Khomsan (2000) mengelompokkan tingkat pengetahuan gizi menjadi tiga kriteria yaitu 1) kurang dengan skor <60 %, 2) sedang dengan skor 60-80 %, dan 3) baik dengan skor >80%

(29)

16

dan anemia (Hb <11.5 g/dl untuk usia 5-11 tahun dan Hb<12 g/dl untuk anak usia 12-14 tahun)

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 16 for Windows. Untuk mengetahui perubahan status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia sebelum dan setelah intervensi digunakan uji statistik paired t test.

Definisi Operasional

Anemia adalah kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal, anak usia 5-11 tahun >11.5 g/dl, anak usia 12-14 tahun >12.0 d/dl

Contoh adalah siswa siswi sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6 di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh pada saat penelitian dilakukan dan dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.

Kadar hemoglobin adalah nilai yang menentukan status anemia contoh menggunakan instruction manual automatic electric hemoglobin meter (Hb meter) yang dilakukan oleh tenaga puskesmas.

Karakteristik contoh adalah kondisi pribadi contoh meliputi usia, jenis kelamin, dan uang saku per hari.

Makanan jajanan adalah makanan selingan berupa snack dengan citarasa manis dan asin yang diberikan kepada siswa SDN Palasari 02 selama tiga bulan. Jenis makanan jajanan adalah bakwan jagung, bihun goreng, bolu kukus, combro, dadar gulung, donat coklat, donat strawberry, jelly, jelly anggur, jelly buah, jelly kertas, jelly strawberry, lemper kuning, lontong, lontong daging, martabak mini, mie goreng, molen, nagasari, nasi goreng, nasi putih ayam, nasi uduk, nasi uduk daging, nasi uduk kuning, pastel, pisang coklat, pizza mie, putri ayu, risoles, roti bakar, sate buah, singkong keramas, tahu isi.

Pendidikan gizi adalah pemberian materi tentang gizi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi anak sekolah yang benar meliputi pembukaan penyuluhan, pre test, penyampaian materi, simulasi/permainan/wayang, post test.

Pengetahuan gizi adalah skor pengetahuan contoh tentang hal yang berhubungan dengan gizi yang diukur dengan menjumlahkan seluruh jawaban yang benar dari 20 pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner.

Status anemia adalah keadaan kadar hemogloblin yang dinilai dengan 1) anemia dan 2) tidak anemia.

Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah yang dibutuhkan untuk berbagai fungsi biologis yang dinilai berdasarkan IMT/U.

Suplementasi besi adalah pemberian sediaan farmakologi zat besi dalam bentuk cairan setiap hari selama dua minggu pada usia anak sekolah sebesar 15 mg zat besi setiap hari.

Uang saku adalah jumlah uang yang diberikan oleh orang tua contoh per hari, kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan sebaran contoh.

(30)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum SDN Palasari 02

SDN Palasari 02 merupakan sekolah negeri terakreditasi B yang terletak di kampung Bantar Kambing RT 03 RW 07, Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Sekolah yang berdiri pada tahun 1977 ini memiliki luas tanah dan bangunan adalah 1200 m2 dan 540 m2. Lokasi sebelah timur dibatasi oleh kantor UPK (Unit Pelaksana Teknis Kurikulum) XXVIII Cijeruk, sebelah barat dibatasi oleh rumah penduduk, sebelah selatan dibatasi oleh TPU (Tempat Pemakaman Umum), dan sebelah utara dibatasi oleh jalan desa. Ruangan yang dimiliki SDN Palasari 02 terdiri dari ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang dapur, ruang guru, dan jamban. Ruang kelas berjumlah enam kelas. Ruang perpustakaan terdiri dari buku teks pelajaran, buku pendidik, buku pengayaan, buku referensi, dan sumber belajar lain. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan SDN Palasari 02 berjumlah sembilan orang, terdiri dari satu kepala sekolah, enam guru yang masing-masing bertanggung jawab terhadap satu kelas atau disebut juga sebagai wali kelas, penjaga sekolah dan satu orang guru olahraga. Jumlah siswa disekolah ini adalah 203 siswa yang terdiri dari 21 siswa kelas 1, 42 siswa kelas 2, 36 siswa kelas 3, 41 siswa kelas 4, 36 siswa kelas 5, dan 27 siswa kelas 6.

Beberapa fasilitas yang cukup penting tidak tersedia di SDN Palasari 02, yaitu kantin sekolah dan sumber air bersih. Keberadaan kantin sehat dan sumber air bersih merupakan fasilitas yang harus tersedia di sekolah. Untuk itu Ajinomoto dan Departemen Gizi Masyarakat IPB mendirikan fasilitas kantin dan sumber air bersih di SDN Palasari 02. Pembangunan fasilitas ini sekaligus mendukung AINP yaitu “Peningkatan Status Gizi Anak Sekolah melalui Peningkatan Mutu dan

Keamanan Makanan Jajanan Kantin”. Kantin merupakan tempat jajan anak sekolah selain penjaja makanan jajanan di luar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan sekolah. Tujuan dari kantin sekolah adalah untuk memenuhi keperluan siswa dengan menyediakan makanan yang enak, bergizi, terjamin kebersihannya dengan harga yang terjangkau. Sumber air bersih tidak dapat lepas dari pengelolan kantin yang sehat. Air bersih digunakan untuk menyelenggarakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi siswa sekolah, baik untuk proses pembuatan, pencucian alat maupun untuk mencuci tangan.

(31)

18

Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin

Contoh dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah yang terdiri dari siswa kelas 4, 5, dan 6 SDN Palasari 02 dengan proporsi berbeda pada setiap kelas. Contoh terdiri dari siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Siswa laki-laki sekolah dasar di Indonesia mempunyai proporsi jumlah lebih banyak daripada perempuan. Berdasarkan BPS (2012), jumlah siswa laki-laki anak usia sekolah (51.50%) lebih banyak daripada jumlah siswa perempuan anak usia sekolah (48.50%). Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin di SDN Palasari 02 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n %

Laki-laki 37 45.68

Perempuan 44 54.32

Total 81 100

Berdasarkan Tabel 9 di atas diketahui bahwa jumlah contoh dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 37 siswa atau 45.68% dari total contoh keseluruhan. Sedangkan contoh dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 44 siswa atau 54.32% dari total contoh keseluruhan. Pada penelitian ini jumlah contoh laki-laki lebih sedikit daripada jumlah contoh perempuan. Hal yang sama terjadi pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2012) terhadap anak sekolah dasar di Bogor, menyatakan bahwa jumlah perempuan sekolah dasar lebih banyak daripada laki-laki.

Menurut Almatsier (2001) anak sekolah merupakan kelompok yang rentan terhadap makanan yang dikonsumsi. Pada anak usia sekolah, ada perbedaan kebutuhan gizi yang dibutuhkan. Siswa laki-laki usia sekolah dasar memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi daripada siswa perempuan usia sekolah dasar, yaitu laki-laki sebesar 2000 Kal energi, sedangkan perempuan sebesar 1900 Kal energi.

Usia

(32)

19 Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan usia

Usia n %

Menurut Gunarsa (2004), pembagian tahapan perkembangan anak yang menyatakan bahwa ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah yaitu pada usia 6 – 9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10 – 12 tahun atau masa kanak-kanak akhir. Berdasarkan masa perkembangan anak, contoh penelitian termasuk dalam kategori kanak-kanak akhir yaitu usia 10 – 12 tahun. Pada masa kanak-kanak akhir, anak tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional anak. Perbedaan aspek fisik yaitu perubahan sistem reproduksi yang lebih matang sebagai tanda masa pubertas, aspek mental dan emosional yang lebih ingin mencoba hal baru, serta perubahan intelektual yang mulai berpikir konkrit, serta perubahan sosial yang mulai bersosialisasi antar teman sebaya. Selain itu, menurut Arisman (2010), masalah gizi yang terjadi pada masa kanak-kanak ini secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap. Buah dari ketergantungan ini utamanya berupa penyakit kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies dentis dan yang paling penting adalah adanya anemia defisiensi besi.

Uang Saku

Uang saku atau uang jajan merupakan bagian dari pengalokasian keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan atau bulanan. Uang jajan yang diterima contoh merupakan pemberian dari orang tua yang diberikan perhari. Uang jajan tersebut digunakan contoh untuk membeli suatu produk tertentu, yaitu makanan jajanan. Berdasarkan sebaran uang saku contoh, maka uang saku dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu

rendah (≤ 3000), sedang (3001 – 5001), dan tinggi (≥ 5002) (Sugiyono 2011). Berikut ini merupakan tabel sebaran contoh berdasarkan uang saku.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan uang saku

Uang saku (Rp/hari) Kategori n %

≤ 3000 Rendah 60 74.07

3001 – 5001 Sedang 19 23.46

≥ 5002 Tinggi 2 2.47

Total 100.00

(33)

20

rentang ≥ 5002 dengan persentase 2.47% sebanyak 2 contoh. Berdasarkan hasil penelitian Syafitri et al. (2009) mengenai kebiasaan jajan siswa sekolah dasar menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswa mengalokasikan uang sakunya untuk keperluan membeli makanan jajanan (68.00%).

Hasil ini mendekati dengan penelitian Rosa (2011), dimana di sekolah dasar swasta dan negeri dengan akreditasi A dan B di wilayah Depok (53.70%) dan Sukabumi (82.60%) berada pada kategori rendah (Rp 1 000 – 4 000). Uang saku siswa SDN Palasari 02 tergolong rendah. Faktor yang memungkinkan rendahnya uang saku siswa adalah keadaan ekonomi keluarga siswa.

Status Gizi

Menurut Riyadi (1995) status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan, sehingga dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak. Sedangkan menurut Suhardjo (1989), status gizi seseorang dipengaruhi oleh zat dan mutu pangan yang dikonsumsi serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau terinfeksi penyakit parasit.

Status gizi contoh ditentukan dengan menggunakan indikator indeks masa tubuh berdasarkan usia (IMT/U), indikator ini digunakan karena pada anak usia 5 tahun hingga 19 tahun tidak menggunakan indikator berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB). Penentuan status gizi pada contoh penelitian didasarkan pada indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) yang mengacu WHO (2007). Pengkategorian status gizi contoh dibagi menjadi lima kelompok sebagai berikut, yaitu sangat kurus (z < -3), kurus (-3 ≤ z < -2), normal (-2 ≤ z < +1), overweight

(+1 ≤ z ≤ +2), dan obese (z > +2). Penentuan nilai status gizi berdasarkan software Anthroplus 2007 yang mengacu pada referensi WHO 2007. Keragaman status gizi contoh disajikan secara rinci pada Tabel 12. Keragaman status gizi ini berasal dari data baseline penelitian.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Status gizi n %

Tabel 12 menunjukkan bahwa 80.25% contoh berstatus gizi normal. Kisaran

(34)

21 kurang optimal akan menimbulkan berbagai permasalahan pada anak terutama anak usia sekolah. Kondisi status gizi yang baik sangat penting dan menjadi perhatian utama untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan (skill) serta kecerdasan (intelegence) anak usia sekolah supaya dapat berprestasi. Menurut Maryam (2001) terdapat hubungan positif antara kondisi status gizi dengan prestasi belajar. Status gizi merupakan faktor yang lebih mempengaruhi terhadap prestasi belajar.

Menurut Arisman (2004), menyatakan bahwa masyarakat yang keadaan gizinya baik adalah masyarakat yang terbebas dari masalah gizi. Masalah gizi tersebut, baik masalah gizi kurang dan gizi lebih. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian dari seluruh contoh mempunyai masalah gizi. Berikut Tabel 13 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status gizinya.

Tabel 13 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status gizi Sebaran

Status gizi

Sangat kurus Kurus Normal Overweight Obese Total

n % n % n % n % n % n %

Rata-rata z-score status gizi perempuan sebesar -0.70, sedangkan rata-rata z-score status gizi laki-laki sebesar -0.48. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada berbedaan yang signifikan antara status gizi perempuan dan laki-laki (p>0.05). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Soekirman et al. (2002) dan Kustiyah et al. (2006), yang menyatakan kecenderungan bahwa laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kurang gizi (underweight) dibandingkan perempuan. Hasil penelitian Soekirman et al (2002) di wilayah Jawa Barat dan Bogor memperlihatkan bahwa 15.00% anak laki-laki dan 8.30% anak perempuan mengalami underweight. Pada penelitian Kustiyah et al. (2006) yang melibatkan 184 siswa SD di Bogor, prevalensi underweight pada contoh perempuan (25.40%) lebih rendah daripada laki-laki (31.70%). Status gizi dipengaruhi langsung oleh konsumsi dan penyakit infeksi serta dipengaruhi secara tidak langsung oleh ketahanaan pangan keluarga, pola asuh anak, dan pelayanan kesehatan serta sanitasi lingkungan.

(35)

22

kelompok status gizi (p>0.05). Menurut Arisman (2010), laju pertumbuhan anak, baik perempuan maupun laki-laki hampir sama cepatnya sampai pada usia 9 tahun. Selanjutnya, antara 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan lebih dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi, sementara anak laki-laki baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Puncak pertumbuhan berat badan dan tinggi badan perempuan tercapai pada usia masing-masing 12.9 tahun dan 12.1 tahun. Sementara laki-laki sebesar 14.3 tahun dan 14.1 tahun.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang menunjukkan pemahamam responden tentang ilmu gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya terhadap status gizi. Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam menentukan konsumsi makanan (Khomsan 2000). Tabel 14 menunjukkan tingkat pengetahuan gizi contoh. Sebaran pengetahuan gizi ini berasal dari data baseline

penelitian.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahun gizi

Tingkat pengetahuan gizi* n % yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebanyak 1.23% contoh memiliki pengetahuan gizi baik dan sebanyak 13.58% contoh memiliki pengetahuan gizi sedang. Adapun contoh memiliki pengetahuan gizi kurang dengan kategori kurang adalah sebanyak 85.19%. Sebaran pengetahuan gizi contoh yang beragam tersebut diduga karena adanya perbedaan informasi yang diperoleh contoh tentang gizi dan kesehatan dan juga adanya perbedaan lingkungan yang mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi contoh. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa SD di Kabupaten Bogor tahun 2010 tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan, bahwa sebanyak 59.60% siswa memiliki pengetahuan gizi tergolong sedang meskipun yang tergolong baik hanya sebanyak 5.30% siswa dan sisanya (35.10%) tergolong rendah (Adriani 2010).

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden dalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmojo 2003). Dua puluh pertanyaan yang diberikan kepada contoh untuk mengetahui tingkat pengetahuan gizi contoh. Skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Semakin tinggi skor pengetahuan gizi contoh maka semakin baik pengetahuan gizi contoh. Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi yang dijawab benar contoh dapat dilihat pada Tabel 15.

(36)

23 pengertian makanan yang sehat, sedangkan sedikit contoh atau sebanyak 8.64% yang menjawab benar pertanyaan istilah zat protein. Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukkan kebiasaan makan seseorang, karena hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985).

Tabel 15 Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh contoh

7 Makanan yang banyak mengandung karbohidrat 37 45.68

8 Istilah zat protein 7 8.64

9 Jenis protein 14 17.28

10 Telur merupakan sumber protein hewani 27 33.33 11 Makanan yang banyak mengandung vitamin 45 55.56

12 Istilah kekurangan vitamin 13 16.05

13 Akibat kekurangan vitamin C 32 39.51

14 Manfaat zat besi 16 19.75

15 Makanan yang banyak mengandung zat besi 10 12.35 16 Makanan yang banyak mengandung kalsium 65 80.25

17 Manfaat kalsium 42 51.85

18 Jumlah air putih yang harus diminum dalam sehari 26 32.10

19 Jenis garam yang baik 21 25.93

20 Waktu untuk cuci tangan 67 82.72

Tabel 16 Sebaran jenis kelamin dan kelas contoh berdasarkan pengetahuan gizi

Sebaran

Pengetahuan gizi

Baik Sedang Kurang Total

n % n % n % n %

Jenis kelamin

Perempuan 0 0.00 5 6.17 39 48.15 44 54.32

Laki-laki 1 1.23 6 7.41 30 37.04 37 45.68

Total 1 1.23 11 13.58 69 85.19 81 100.00

Kelas

Kelas 4 0 0.00 2 2.47 28 34.57 30 37.04

Kelas 5 0 0.00 1 1.23 28 34.57 29 35.80

Kelas 6 1 1.23 8 9.88 13 16.05 22 27.16

Total 1 1.23 11 13.58 69 85.19 81 100.00

(37)

24

Rata-rata pengetahuan gizi perempuan sebesar 48.18%, sedangkan rata-rata pengetahuan gizi laki-laki sebesar 46.76%. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada berbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi perempuan dan laki-laki (p>0.05).

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa semua kelompok kelas sebagian besar contoh dengan tingkat pengetahuan gizi kurang. Hasil uji beda menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan gizi, baik kelas 4, 5, maupun kelas 6 (p<0.05). Semakin bertambah umur anak, maka kemampuan kognitifnya semakin mengalami kesenjangan (Hardinsyah & Tambunan 2004). Penyelenggaraan program gizi yang baik akan membawa manfaat yang luar biasa menguntungkan bagi perkembangan ekonomi dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional.

Status Anemia

Kadar Hb (hemoglobin) merupakan indikator status gizi secara biokimia yang digunakan untuk mengetahui seseorang menderita anemia atau tidak. Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia adalah suatu kondisi terjadinya defisiensi dalam ukuran atau jumlah sel darah merah atau jumlah molekul hemoglobin yang dikandungnya, sehingga membatasi terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel darah merah dan jaringan tubuh. Berdasarkan WHO (2011) kadar hemoglobin yang merupakan indikator status anemia. Untuk anak usia 5-11 tahun, sudah dikatakan anemia jika kadar Hb dalam darah < 11.5 g/dl. Untuk anak usia 12-14 tahun, sudah dikatakan anemia jika kadar Hb dalam darah <12 g/dl. Sebaran contoh berdasarkan status anemia disajikan pada Tabel 17. Sebaran status anemia ini berasal dari data baseline

penelitian.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan status anemia

Variabel n %

Anemia 80 98.77

Tidak Anemia 1 1.23

Total 81 100.00

(38)

25 termasuk ke dalam kategori anemia tingkat berat. Tingginya prevalensi tersebut disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi dan rendahnya kondisi sosioekonomi (Queiroz & Torres 2000).Berikut Tabel 18 sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status anemia

Tabel 18 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status anemia

Sebaran

Status anemia

Anemia Tidak anemia Total

n % n % n %

Jenis kelamin

Perempuan 44 54.32 0 0.00 44 54.32

Laki-laki 36 44.44 1 1.23 37 45.68

Total 80 98.77 1 1.23 81 100.00

Usia

Total 80 98.77 1 1.23 81 100.00

Rata-rata kadar hemogloblin contoh perempuan sebesar 9.54 g/dl, sedangkan kadar hemoglobin contoh laki-laki sebesar 9.80 g/dl. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada berbedaan yang signifikan antara status anemia contoh perempuan dan laki-laki (p>0.05). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Manampiring (2008) pada anak usia sekolah dengan usia 6-13 tahun, menyatakan bahwa rata-rata kadar hemoglobin anak sekolah dasar di Desa Minaesa yaitu 11.63 g/dl. Menurut jenis kelamin, anak laki-laki mempunyai kadar hemoglobin lebih tinggi (12.05 g/dl) daripada perempuan (11.44%), sedangkan menurut kelompok umur anak-anak pada umur 6-9 tahun memiliki kadar hemoglobin lebih tinggi (12.21 g/dl) daripada anak pada kelompok umur 10-13 tahun (11.74 g/dl).

Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa semua umur dari 9 tahun sampai 13 tahun sebagian besar contoh menderita anemia. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan usia contoh antara kelompok status gizi (p>0.05). Menurut Arisman (2007), secara umum ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu (1) kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak pendarahan kronis, (2) asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan masa menyusui.

Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi

Di dalam makanan besi berada dalam bentuk besi heme dan non-heme. Besi

(39)

26

kacang-kacangan, biji-bijian, serta telur. Kekurangan besi dapat menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah/letih dan nafasnya pendek akibat kekurangan oksigen (Gibney 2008).

Kisaran usia contoh yaitu 9-13 tahun, menurut WNPG (2004), kecukupan besi untuk anak-anak usia 7-9 tahun sebesar 10 mg/hari. Kelompok pria dengan usia 10-12 tahun sebesar 13 mg/hari dan pria usia 13-15 tahun sebesar 19 mg/hari. sedangkan untuk kelompok wanita usia 10-12 tahun sebesar 20 mg/hari dan wanita usia 13-15 tahun sebesar 26 mg/hari, sehingga diperoleh rata-rata nilai kecukupan besi dari 81 contoh sebesar 16.73 mg/hari. Aspek penting yang memerlukan pertimbangan dalam menghitung kebutuhan akan zat besi adalah persentasi zat besi yang diabsorpsi dari makanan. Persentase 5% diasumsikan bagi diet atau pola makan yang berbahan dasar sereal, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan. Persentase sekitar 10-15% digunakan bagi pola makan yang mengandung daging dan produk hewani lainnya.

Menurut Gibney (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan zat besi adalah asupan zat besi, simpanan zat besi dan kehilangan zat besi. Laki-laki memerlukan sekitar 1 mg besi yang diserap setiap harinya umtuk menggantikan zat besi yang hilang melalui sekresi usus, sel epitel, urine, dan kulit. Kehilangan zat besi yang dibutuhkan pada wanita berjumlah 0.8 mg/hari. Namun, wanita dewasa mengalami kehilangan zat besi tambahan akibat menstruasi dan hal ini menaikkan kebutuhan zat besi. Bahan makanan sumber zat besi yang dikonsumsi contoh antara lain kacang ijo, kacang kedelai, kacang merah, tempe, daging sapi, hati sapi, telur ayam (bagian kuning), telur asin, ikan mas, ikan mujair, rebon, udang, bayam, daun melinjo, buah pir, madu, dan bakwan. Secara lebih rinci dilihat pada Tabel 19.

Rata-rata pangan yang sering dikonsumsi contoh adalah tempe sebesar 59 kali dalam sebulan. Makanan yang terbuat dari kacang kedelai ini merupakan makanan yang mudah didapat dan ditambah dengan harga yang relatif murah. Hati sapi merupakan makanan yang jarang dikonsumsi contoh. Rata-rata contoh mengonsumsi hati sapi 2 kali dalam sebulan. Selain harga yang cukup mahal, rasa yang tidak disukai merupakan penyebab jarang dikonsumsi oleh contoh. Konsumsi makanan paling banyak dalam sehari adalah tempe, yaitu sebanyak 33 gram dalam sehari. Sedangkan makanan yang paling sedikit dikonsumsi contoh sebesar 1 gram dalam sehari yaitu kacang merah, hati sapi, rebon, udang, dan madu.

(40)

27 makanan dan asupan zat besi menjadi tidak seimbang dengan kebutuhan zat besi yang diperlukan.

Tabel 19 Rata-rata konsumsi dan sumbangan zat besi

Bahan pangan Rata- rata

Kacang ijo 22 6 0.37 0.05 0.02

Kacang kedelai 36 3 0.19 0.05 0.01

Kacang merah 5 1 0.06 0.05 0.00

Tempe 59 33 3.30 0.05 0.16

Daging sapi 8 2 0.08 0.13 0.01

Hati sapi 2 1 0.08 0.13 0.01

Telur ayam

(kuning) 49 9 0.66 0.13 0.08

Telur asin 5 3 0.21 0.13 0.03

Ikan mas 12 7 0.71 0.13 0.09

Ikan mujair 6 2 0.15 0.13 0.02

Rebon 7 1 0.12 0.13 0.02

Udang 6 1 0.07 0.13 0.01

Bayam 27 13 0.77 0.05 0.04

Daun melinjo 7 2 0.09 0.05 0.00

Pir 14 30 1.88 0.05 0.09

Madu 5 1 0.12 0.13 0.01

Bakwan 35 23 1.69 0.05 0.08

Total 10.55 0.69

Rata-rata kecukupan per anak per hari 16.73 0.89

% Terhadap kecukupan 64.04 77.72

Persentase total zat besi yang diabsorpsi tubuh sebesar 0.69 mg, sedangkan rata-rata kecukupan per anak per hari sebesar 0.89 mg/hari, sehingga nilai persentase terhadap kecukupan zat besi yang diabsorpsi oleh tubuh sebesar 77.72%. Angka ini masih kurang dari kecukupan gizi yang seharusnya. Diduga kekurangan konsumsi zat besi oleh contoh yang mengakibatkan sebagian besar contoh menderita anemia gizi besi. Contoh dalam penelitian ini berada di daerah desa dan kondisi ekonomi contoh pada umumnya berada pada kalangan sosial ekonomi menengah ke bawah, sehingga akses terhadap makanan sumber zat besi masih kurang. Gibney (2008) menyatakan bahwa di negara berkembang banyak orang bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absobsi zat besi yang rendah. Hal ini menjadi penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi. Makanan yang berasal dari pangan hewani jarang diberikan kepada anak-anak di daerah sosioekonomi rendah (Jiang et al. 2009)

Daya Terima Makanan Jajanan

Gambar

Tabel 1  Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri
Tabel 5  Angka kecukupan besi menurut umur
Tabel 7  Kadar hemoglobin sebagai indikator dan tingkat keparahan anemia
Tabel 13  Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status gizi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap karyawan di dalam perusahaan diwajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri dalam menjaga keselamatannya pada setiap melakukan pekerjaan, dengan adanya

Pada penelitian ini, peneliti berinovasi dengan menambahkan Glenium untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan varian Glenium 0,5 liter, 0,7 liter, dan 1

Ringkasnya binaan akhlak Islam yang hakiki seperti yang dikehendaki oleh Allah Maha Pencipta manusia, menepatm dengan hakikat kemanusiaannya dan hakikat kewujudan atau kehidupan-

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SD Negeri Guwo 01 dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media ular

Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan uji chi square menunjukkan nilai yakni 0,017 yang jauh lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (P &lt;

Hasil analisis menunjukkan bahwa sirkualsi pendingin secara alami pada SSSR masih dapat terjadi ketika daya mengalami perubahan pada rentang antara 74% sampai dengan 125% daya

merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar bagi anak. Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah pokok di

Ujian praktik merupakan salah satu dari tiga aspek Ujian Sekolah Berstandar Nasional Pendidikan Agama Islam (USBN PAI), aspek yang lain adalah ujian tulis dan akhlak