• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan budidaya sagu (Metroxylon spp.) Di PT National sago prima, Selat Panjang, Riau dengan aspek khusus pemangkasan dan aplikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan budidaya sagu (Metroxylon spp.) Di PT National sago prima, Selat Panjang, Riau dengan aspek khusus pemangkasan dan aplikasi"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

YANTI JAYANTI

A24070023

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

YANTI JAYANTI. Pengelolaan Budidaya Sagu (

Metroxylon

spp.)

di PT National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan Aspek

Khusus Pemangkasan dan Aplikasi Hormon Organik pada Petiol

Bibit Sagu di Persemaian. (Di bawah bimbingan M. H. BINTORO

DJOEFRIE)

Kegiatan magang dilaksanakan di PT National Sago Prima, Selat Panjang, Kab. Kep. Meranti, Provinsi Riau pada 16 Februari 2011 hingga 22 Juni 2011. Kegiatan magang yang dilakukan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ke-trampilan serta kemampuan aspek teknis dan manajerial budidaya sagu ( Metrox-ylons spp.) khususnya aspek persemaian. Metode magang yang digunakan adalah metode langsung untuk mendapatkan data primer dan metode tidak langsung untuk mendapatkan data sekunder. Data sekunder didapatkan dengan melakukan studi pustaka, diskusi, dan wawancara karyawan yang terdapat di perusahaan. Data primer diperoleh dari kegiatan aspek teknis yang dilakukan di lapangan seperti penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemeliharaan, dan pemanenan.

Kegiatan khusus yang dilakukan yaitu pemangkasan dan aplikasi hormon organik pada petiol bibit sagu di persemaian. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan petiol dan aplikasi hormon organik terhadap tingkat pertumbuhan bibit di persemaian sehingga mampu menjadi solusi dalam mengatasi kekeringan petiol yang menghambat pertumbuhan bibit. Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (split plot). Petak utama yang dicobakan adalah taraf pemangkasan dengan 3 taraf yaitu P0 = tanpa pemangkasan, P1 = pemangkasan 20 cm dari atas banir, P2 = pemangkasan 30 cm dari atas banir, dan anak petaknya yaitu pemberian zat pengatur tumbuh berupa hormon organik dengan 4 taraf yaitu H0 = tanpa hormon organik, H1 = konsentrasi hormon organik 1 ml/l, H2 = konsentrasi hormon organik 3 ml/l, dan H3 = konsentrasi hormon organik 5 ml/l.

(3)

nafas berkorelasi positif dengan presentase kehidupan bibit. Semakin banyakakar nafas, akan semakin besar presentase kehidupan bibit.

(4)

DENGAN ASPEK KHUSUS PEMANGKASAN DAN APLIKASI

HORMON ORGANIK PADA PETIOL BIBIT SAGU

DI PERSEMAIAN

Management of Sago Plantation (Metroxylon spp.) in PT National Sago Prima,

Selat Panjang, Riau with Case Trimming and Organic Hormone Application on

Sucker Petiole in Sago Nursery

Yanti Jayanti1, M.H. Bintoro2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, A24070023 2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, Prof. Dr. Ir. M.Agr.

Abstract

The study was conducted in PT National Sago Prima, Selat Panjang, Riau on February to June 2011. The study aimed to provide knowledge, skills, technique capability and management of sago palm especially in sago nursery. The method are direct for getting primary data and indirect for secondary data. Secondary data takes from interviewing and discussing with the company staff and literacy study to get more information. Generally, the primary data could get from technique activity in the field but the focus case in sago nursery. The experiment was conducted to obtain information in a nursery on the effects of trimming and organic hormone application. The experiment was arranged in Split-plot design, where the main plot was trimming on sucker petiole with three factors (without trimming (P0), trimming 20 cm above baneer (P1), and trimming 30 cm above baneer (P2)) and the subplot was four factors of application of organic hormone (without concentration (H0), concentration 1ml/l (H1), concentration 3 ml/l (H2), and concentration 5 ml/l (H3)). The result showed trimming on sucker petiole was significant difference in presentation survival rate and vegetative growth. Trimming 20 cm above baneer (P1) better than trimming 30 cm above baneer (P2) and without trimming (P0). Generally, organic hormone application didn’t show any significant difference, but organic hormone application concentration 5 ml/l (H3) was significant difference in number of sucker leaves, new leaf length, and trimming leaf wide. The interaction between treatments was significant difference in trimming leaf length and number of sucker new leaflet. Based on average value trimming 20 cm above baneer and without concentration (P1H0) showed the best result in survival rate and number of sucker leaves. The survival rate of sucker was positively correlated with the emergence of breath root. The results of this experiment showed that the hight survival rate of sucker displayed higher percentage of emergence breath root.

(5)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Yanti Jayanti

A24070023

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

JANG, RIAU DENGAN ASPEK KHUSUS

PEMANG-KASAN DAN APLIKASI HORMON ORGANIK

PADA PETIOL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN

Nama : YANTI JAYANTI

NIM :

A24070023

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.

NIP 19480801 197403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr

NIP 19611101 198703 1 003

(7)
(8)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengelolaan Budi-daya Sagu (Metroxylon spp.) di PT National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dengan Aspek Khusus Pemangkasan dan Aplikasi Hormon Organik pada Petiol Bibit Sagu di Persemaian sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang memberikan bimbingan, saran, serta arahan tentang kegiatan akademik dan selama kegiatan magang serta penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Sofyan Zaman, MP dan Dr. Ir. Ade Wachjar, MS selaku dosen penguji yang memberikan kritik dan saran penyusunan skripsi.

3. Papah (alm), mamah, Vera, segenap keluarga, atas dukungan, doa dan semangat yang diberikan.

4. Albertus Fajar Irawan, SP. M.Agr. Ph.D selaku Sernior Research beserta staf atas bantuan dan sarannya selama penulis melakukan penelitian.

5. Seluruh keluarga besar PT National Sago Prima dan PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan magang berlangsung.

6. Tika, Afdhol, Gandi, Galvan atas kerjasama dan bantuannya selama kegiatan magang berlangsung hingga penulisan skripsi.

7. Sahabat Mas Agung, Iyut, Ayu, Ima, Dita, Ari, serta semua teman AGH 44 yang telah memberikan motivasi baik moral maupun spiritual kepada penulis.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi yang memerlukan.

(9)

Budidaya Sagu ... 5

Persiapan Bahan Tanam ... 5

Penanaman di Lapangan ... 7

Pengendalian Gulma ... 8

Pemupukan ... 8

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 8

Penjarangan Anakan Sagu... 9

Metode Pemangkasan ... 9

Zat Pengatur Tumbuh ... 9

METODE MAGANG ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Metode Pelaksanaan ... 12

Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 13

Analisis Data dan Informasi ... 14

KEADAAN UMUM ... 15

Sejarah Kebun... 15

Letak Geografis dan Wilayah Administrasi ... 16

Keadaan Iklim, Topografi dan Tanah ... 17

Keadaan Tanaman, Populasi dan Produksi ... 18

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 19

Pengorganisasian Kebun ... 19

Sistem Ketenagakerjaan ... 20

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 22

(10)

Aspek Manajerial ... 39

PEMBAHASAN ... 46

Persentase Kehidupan Bibit ... 51

Jumlah Daun ... 54

Panjang Daun Pangkasaan ... 56

Panjang Daun Baru ... 58

Jumlah Anak Daun Baru... 59

Panjang Anak Daun Pangkasan ... 60

Lebar Anak Daun Pangkasan ... 61

Jumlah Anak Daun Pangkasan, Panjang dan Lebar Anak Daun Baru ... 61

Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit ... 62

KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

Kesimpulan ... 64

Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 69

(11)

4. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon Organik terhadap Panjang Daun Pangkasan ... 57 5. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Daun Pangkasan ... 57 6. Pengaruh Pemangkasan (P) dan Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap

Panjang Daun Baru ... 58 7. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon Organik

terhadap Jumlah Anak Daun Baru ... 59 8. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Anak Daun Pangkasan ... 60 9. Pengaruh Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Lebar Anak Daun

(12)

Nomor Halaman

1. Bentuk-bentuk Bibit Sagu (Kanan ke Kiri) ... 6

2. Excavator... 22

3. Penggunaan Theodolit ... 23

4. Rhizome Dipotong Menggunakan Dodos ... 25

5. Perendaman Bibit ... 27

6. Penyusunan Bibit di Rakit ... 28

7. Pemancangan Menggunakan Kompas ... 30

8. Pemberian Pupuk I dan Penyulaman... 32

9. a) Rumpun Sagu Sebelum dipruning b) Setelah dipruning ... 35

10. Pengangkutan Tual (Golek) ... 36

11. Kegiatan Sensus Hidup-mati ... 38

12. Gambar Tanaman Sisipan a) Sisipan Hidup, b) Sisipan Mati, c) Sisipan Belum diterima, dan d) Sisipan Kerdil ... 38

13. Persentase Kehidupan Bibit ... 52

14. Jumlah Daun ... 54

15. Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit ... 63

(13)
(14)

Latar Belakang

Tanaman sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman pangan penghasil karbohidrat, selain itu memiliki multi fungsi bila dikembangkan secara luas antara lain, pengaman lingkungan melalui absorbsi emisi gas CO2 yang ditransmisikan dari lahan gambut ke udara, jumlah emisi gas CO2 yang diabsorbsi oleh sagu lebih banyak bila dibandingkan dengan tanaman lain seperti sawit, selain itu tanaman sagu dapat mempertahankan air tanah dan tidak pernah diremajakan. Menurut Djoefrie (1999) tanaman sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai ba-han pangan alternatif dan baba-han baku industri dalam rangka ketaba-hanan pangan na-sional.

Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang produktif jika dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lain. Produksi sagu yang dikelola dengan baik dapat mencapai 20-40 ton pati kering/ha/tahun. Produktivitas ini setara dengan tebu, namun lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 ton/ha/tahun (Bintoro et al., 2010). Berdasarkan catatan BPPT (2008) produksi sagu saat ini mencapai 200 ribu ton per tahun, namun baru 56% saja yang dimanfaatkan dengan baik. Akibatnya, kebutuhan industri yang mencapai sekitar 200 ribu ton setiap tahun harus diimpor.

(15)

dengan sistem kanal yaitu terhindar dari serangan hama ulat sagu yang menyerang titik tumbuh bibit sagu sewaktu bibit dalam persemaian, pemeliharaan yang dilakukan lebih sedikit, selain itu ketersediaan air merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman sagu, sehingga akan menghasilkan nilai kemampuan tumbuh yang lebih tinggi (Asmara, 2005). Menurut Wibisono (2011) persemaian kanal dengan jenis sagu tidak berduri memiliki rata-rata tingkat kematian paling rendah dibandingkan dengan persemaian kolam dan polybag.

Listio (2007) menyatakan bahwa bibit yang disemai pada musim hujan menghasilkan presentase bibit yang hidup lebih besar dibandingkan persemaian pada musim kemarau. Hal ini diakibatkan banyaknya pucuk yang mengering akibat suhu yang terlalu panas, sehingga pertumbuhan bibit sagu sering dijumpai tidak seragam. Perbedaan pertumbuhan tiap-tiap bibit dipersemaian selain ditentu-kan oleh baik tidaknya suatu bibit, juga ditentuditentu-kan oleh ukuran dan bobot bibit, perlakuan sebelum persemaian (pemangkasan pucuk), umur bibit, lama pe-nyimpanan dan musim.

(16)

Bibit berumur 3 bulan di rakit masih ada 24,7 % bibit yang belum membentuk daun (masih tumbuh berbentuk petiol memanjang), sehingga pada saat panen bibit (memindahkan bibit ke areal) masih membutuhkan seleksi yang membutuhkan tenaga kerja, rakit baru dan waktu yang lebih panjang. Percobaan pemangkasan dan aplikasi zat pengatur tumbuh berupa hormon dibutuhkan agar waktu panen bibit seragam.

Tujuan

Kegiatan magang ini dilakukan untuk :

1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan aspek teknis dan manajerial budidaya sagu (Metroxylons spp.) di PT National Sago Prima, Selat Panjang, Riau.

2. Mempelajari teknis budidaya sagu (Metroxylons spp.) dari penyiapan lahan sampai dengan pemanenan khususnya aspek persemaian.

(17)

Mart). Jenis sagu tidak berduri yaitu sagu Molat (M. sagu Rottb).

Selain ada tidaknya duri, suatu pengelompokan yang biasa digunakan untuk membedakan jenis-jenis sagu adalah frekuensi pembungaannya, yaitu yang berbunga sekali (Hepaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting karena kandungan patinya lebih banyak dan berbunga dua kali atau lebih (Pleonanthic) dengan kandungan pati rendah. Jenis sagu yang termasuk dalam golongan Hepaxanthic terdiri atas 5 aksesi penting yaitu M. rumphii Martius (Sagu Tuni),

M. sagus Rottboi (Sagu Molat), M. silvester Martius (sagu Ihur), M. longispinum

Martius (sagu Makanaru), dan M. micracantum Martius (sagu Rotan). Dari kelima aksesi tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni, dan Molat. Jenis sagu yang termasuk dalam golongan Pleonanthic adalah M. filarae

Mart. dan M. elatum Mart. (Bintoro et al., 2010).

Ekologi dan Penyebaran Sagu

(18)

udara 90%, radiasi matahari sekurang-kurangnya 900 J cm-2hari-1 dan suhu terendah adalah 150 C.

Sagu dapat tumbuh dan membentuk kolone di daerah-daerah berrawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan daerah-daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Menurut Notohadipawiro dan Louhenapessy (1993) dalam Bintoro (2008), habitat asli tanaman sagu adalah tepi parit/sungai yang becek serta berlumpur tetapi secara berkala mengering. Tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70 % dan bahan organik 30 % baik untuk pertumbuhan sagu.

Tanaman sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman asli Indonesia. Sagu tersebar luas di dataran rendah Asia Tenggara dan MELANESIA. Di Indonesia sagu banyak ditemukan di daerah Aceh, Tapanuli, Sumatera Timur, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan terutama banyak terdapat di Maluku dan Papua (Bintoro, 2008).

Budidaya Sagu

Persiapan Bahan Tanam

Persiapan bahan tanam merupakan kegiatan pengadaan bahan tanam yang dibutuhkan oleh kebun. Bahan tanam berupa bibit sagu (abut) untuk budidaya di PT National Sago Prima diperoleh dengan membeli dari kebun sagu masyarakat sekitar seperti daerah Teluk Kepau, Kampung Baru, Bungur, Centai, Selat Akar dan Sawang dengan harga Rp 2 000/abut (Bintoro, 2008). Kegiatan persiapan bahan tanam meliputi seleksi bibit, perlakuan terhadap bibit, dan persemaian. Tujuan dari seluruh kegiatan tersebut yaitu untuk mendapatkan bibit yang berkualitas baik, bebas hama dan penyakit tanaman sehingga bibit tersebut dapat ditanam di lapangan dengan persentase hidup yang lebih tinggi (Bintoro et al., 2010).

(19)

Gambar 1. Bentuk-bentuk Bibit Sagu (Kanan ke Kiri) “L”, Keladi, dan Tapal Kuda

Perlakuan sebelum persemaian yaitu pemangkasan dari atas banir 30 cm dan konsentrasi Rootone-F 1500 ppm menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik (Listio, 2007). Selain itu, penelitian Asmara (2005) menunjukkan bahwa peren-daman bibit menggunakan Rootone-F selama 4 jam berpengaruh terhadap panjang akar tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang, jumlah, dan lebar daun. Tujuan pemangkasan yaitu agar evaporasi dapat ditekan dan mempercepat pemunculan tunas.

Persemaian merupakan satu tindakan budidaya tanaman yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan vegetatif suatu bibit atau bahan tanam di dalam suatu wadah tertentu dengan suatu wadah atau tempat tertentu dengan suatu tindakan pemeliharaan tertentu. Persemaian bibit sagu dilakukan dengan meng-gunakan sistem kanal (Irawan, 2004). Bibit ditata dalam rakit yang terbuat dari tulang daun sagu (gaba-gaba) atau dari bambu/kayu yang berukuran 3 m x 0.5 m.

Bibit sagu

(20)

Rakit tersebut sangat ringan sehingga mengapung di air dan mudah dilangsir ke lokasi penanaman. Setiap rakit dapat menampung 70 – 80 bibit. Bibit dalam rakit diletakkan dalam kanal sampai batangnya terendam, setelah 3 bulan akan ada 2-3 helai daun baru dan perakarannya sudah berkembang dengan baik, saat itu bibit sagu dapat dipindahkan ke lapangan (Bintoro, 2008).

Penanaman di Lapangan

Penanaman bibit tanaman sagu dilakukan setelah bibit disemai tiga bulan dan telah memiliki 2 - 3 helai daun baru serta memiliki perakaran yang baik (Bintoro, 2008). Berdasarkan penelitian Tajuddin et al (2009) perendaman bibit sagu ke dalam IBA dan BAP selama dua jam menghsailkan 60% bibit sagu yang mempunyai akar baru dan daun muda setelah 120 hari.

Cara penanaman menurut Bintoro et al (2010) yaitu dilakukan dengan membenamkan banir ke dalam lubang tanam. Bagian pangkal banir ditutup de-ngan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup ditekan dan diatur sehingga banir tidak sampai bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan sampai separuh lu-bang tanam. Akar-akar dibenamkan pada tanah penutup lulu-bang dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam tanah. Pada bibit kemudian diberi dua batang kayu yang diletakkan secara bersilangan pada bibit (sampiang). Pemasangan kayu tersebut dimaksudkan agar bibit lurus dan tegak, sehingga pada saat tanaman sudah dewasa, tanaman menjadi kokoh dan tidak mudah tumbang.

(21)

sagu dan gulma di sekitar rumpun sagu dalam pengambilan air, unsur hara, sinar matahari, dan ruang tumbuh dan berkembang (Bintoro, 2008). Bintoro et al

(2010) menyatakan pengendalian gulma di perkebunan sagu menggunakan metode manual, mekanis dan kimia.

Pemupukan

Tanaman sagu akan tumbuh dengan baik apabila hara di dalam tanah dalam keadaan cukup. Menurut Flach (1984) apabila dalam 1 ha dipanen 136 batang sagu maka hara yang terangkat panen sebanyak 100 kg N, 70 kg P2O5, 240 kg K2O, 280 kg CaO, dan 80 kg MgO, serta berbagai unsur mikro. Dosis pemupukan sangat tergantung pada kesuburan tanah tempat sagu tersebut tumbuh dan dosis untuk tanah mineral akan berbeda dengan di tanah gambut (Bintoro, 2008).

Pengendalian Hama dan Penyakit

Keberadaan hama dan penyakit tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman sagu. Menurut pengamatan yang dilaksanakan oleh Gumbek dan Jong

dalam Djoefrie (1999) pada tanaman sagu yang diusahakan secara intensif di

Serawak dijumpai Botryonopa grandis Blay yang menyerang daun muda,

Coptotermes spp. (rayap) di kawasan gambut dan serangga Rhynchophorus spp.

(22)

Penjarangan Anakan Sagu

Penjarangan anakan sagu berfungsi untuk mengurangi persaingan pertumbuhan antar anakan untuk meningkatkan produktivitasnya, dengan me-ngeluarkan anakan tidak produktif dan mengurangi anakan yang kurang produktif, sehingga pada setiap rumpun tumbuh sebanyak 4 tegakan sagu (Suryana, 2007). Sejalan dengan hal itu Bintoro (2008) menyatakan tanpa penjarangan anakan per-tumbuhan tanaman sagu akan lambat, kadar patinya rendah, pemeliharaan tanam-an khususnya pemupuktanam-an tidak efisien dtanam-an pemtanam-anentanam-an sulit dilakuktanam-an. Berdasar-kan laporan Andany (2009) banyaknya jumlah anaBerdasar-kan tidak mempengaruhi pertumbuhan anakan baru, sehingga perlu adanya metode pemangkasan anakan agar tidak memicu pertumbuhan anakan baru setelah tanaman dipangkas.

Menurut Flach (1984) pohon sagu yang dalam satu rumpun diusahakan hanya ada 5 anakan dari berbagai umur dan selang waktu setiap umur 1.5 tahun atau dapat juga dilakukan penanaman bibit sagu dalam 1 areal dengan jarak tanam teratur.

Metode Pemangkasan

Menurut Atminingsih (2006) pada awal pertumbuhan, luas daun yang dipangkas menurun kemudian meningkat. Berdasarkan laporan Listio (2007) dan Bintoro et al., (2008) perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan anakan yang akan menjadi bibit sagu. Bibit yang dipotong 30 cm, hasilnya lebih baik daripada yang dipotong 40 cm dan 50 cm.

Zat Pengatur Tumbuh

(23)

ekspresi kelamin pada tumbuhan hermafrodit (Arteca, 1996).

Giberelin adalah suatu golongan ZPT dengan rangka ent-gibberellins yang berfungsi merangsang pembelahan sel, pemanjangan sel, dan fungsi pengaturan lain. Giberelin disintesis lewat lintas asam melavonik dalam pucuk yang sedang aktif tumbuh dan biji-biji yang sedang berkembang. Respon yang diatur oleh giberelin yaitu pertumbuhan batang, bolting/pembungaan, perkecambahan biji, dormansi, senescens, partenokarpi, pembentukan buah, menunda pematangan, dan pematangan buah (Arteca, 1996).

Sitokinin merupakan substansi pengganti adenine yang meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan tumbuhan. Cara kerjanya sama dengan kinetin (6-furfurylaminopurine). Sitokinin ditemukan paling banyak di daerah meristem dan arena dengan potensi tumbuh berkesinambungan termasuk akar, daun muda, buah yang berkembang, dan biji. Sitokinin diduga diproduksi dalam akar dan diangkut ke pucuk, karena zat tersebut ditemukan dalam larutan xylem. Namun, sitokinin ditemukan dalam jumlah banyak pada jaringan buah dan biji, kemungkinan diproduksi di kedua lokasi tersebut (Arteca, 1996).

(24)
(25)

dan tidak langsung. Metode langsung yaitu melaksanakan kegiatan berupa aspek teknis di lapangan, sedangkan metode tidak langsung dilakukan dengan mela-kukan studi pustaka, diskusi, dan wawancara dengan karyawan yang ada di perusahaan. Metode tidak langsung dilakukan baik saat jam kerja maupun di luar jam kerja.

Kegiatan teknis di lapangan meliputi pembukaan lahan, pembibitan, pe-nanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Kegiatan aspek teknis di lapangan di-lakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan instruksi dan arahan dari asisten divisi. Seluruh teknis kegiatan magang yang dilakukan berdasarkan prosedur kerja yang diterapkan oleh perusahaan. Pelaksanaan metode langsung dengan meng-ikuti kegiatan teknis budidaya dan memperoleh data primer. Kegiatan aspek khusus yang dilakukan yaitu pemangkasan dan aplikasi hormon organik pada petiol bibit sagu di persemaian. Hasil percobaan digunakan sebagai saran bagi kegiatan budidaya di perusahaan.

(26)

ukurannya 1 x 1 m2, sehingga dalam tempat petak utama terdapat tiga bagian. Namun hanya bagian kanan dan kiri yang digunakan. Tata letak petak percobaan tertera pada Lampiran 1.

Total kombinasi perlakuan terdapat 3 x 4 = 12. Tiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 3 x 12 = 36 petak percobaan. Setiap anak petak disemai sebanyak 30 bibit dengan bobot bibit berkisar 2-5 kg. Bagian rakit yang digunakan hanya kanan dan kiri dalam setiap rakit, sehingga terdapat 60 bibit dalam setiap rakit. Jumlah rakit yang digunakan yaitu 18 rakit dengan jumlah keseluruhan bibit yaitu 1 080 bibit. Pengamatan dilakukan pada 15 bibit dalam setiap anak petak, sehingga jumlah bibit yang diamati yaitu 540 bibit.

Aplikasi pemangkasan petiol dan pemberian hormon organik berupa pengolesan dilakukan satu kali (± satu bulan setelah semai). Pengamatan dilaku-kan setiap dua minggu sekali selama dua bulan.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Data sekunder yang didapat yakni informasi tentang perusahaan. Informasi tersebut antara lain sejarah perusahaan, letak geografis dan wilayah administratif, keadaan iklim, topografi dan tanah, keadaan tanaman dan populasi, struktur organisasi dan ketenagakerjaan dan informasi administrasi.

(27)
(28)

Sejarah Kebun

PT National Sago Prima merupakan bagian dari kelompok usaha Sam-poerna Biofuel yang termasuk kedalam SamSam-poerna Agro. Perkebunan sagu di Riau dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT National Timber and Forest Product yang didirikan pada tanggal 4 September 1970 dengan akta notaris nomor 2 yang dibuat dihadapan Muhamad Ali Asjoedjir, wakil notaris yang bertempat di Pekanbaru dan mendapat pengesah-an dari Menteri Kehakimpengesah-an dengpengesah-an keputuspengesah-an nomor J.A.S/4/1971 pada tpengesah-anggal 7 Januari 1971. Pada tanggal 24 Desember 1970 nama PT National Timber diubah menjadi PT National Timber and Forest Product dengan akta notaris nomor 153 yang dibuat dihadapan Muhamad Said Tadjoedin, notaris di Jakarta. PT National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian nomor 135/KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974 di Propinsi Riau dengan luas areal konsesi 100 000 ha yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun.

Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan nomor 913/IV-PPH/1994 tanggal 18 april 1994 dan surat Menteri Kehutanan nomor 1083/MEN-HUT-IV/1995 tanggal 24 juli 1995 pada PT National Timber and Forest Product telah diberikan persetujuan prinsip Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam hutan tanaman (sagu) atas areal hutan produksi seluas ± 19 900 ha di Provinsi Riau. Setelah berakhirnya masa konsesi HPH 20 tahun, selanjutnya pada tahun 1995 PT National Timber and Forest Product mengajukan Izin Penebangan Kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor 17/Kpts/HUT/1996.

Izin Penebangan kayu tersebut disetujui dengan syarat apabila setelah penebangan dilakukan, PT National Timber and Forest Product harus menanami kembali areal tersebut dengan Hutan Tanaman Industri yaitu sagu (Metroxylon

(29)

Pada tahun 2009 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan no SK.380/MENHUT-II/2009 tanggal 25 Juni 2009 tentang perubahan atas keputus-an Menteri Kehutkeputus-ankeputus-an nomor SK.353/MENHUT-II/2008 tkeputus-anggal 24 September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT National Timber and Forest Product atas areal hutan produksi seluas ±21 620 (dua puluh satu ribu enam ratus dua puluh) hektar di Provinsi Riau. Keputusan tersebut menetapkan bahwa nama PT National Timber and Forest Product berubah menjadi PT Na-tional Sago Prima, namun SK.353/MENHUT-II/2008 tanggal 24 september 2008 beserta lampiran dan peta areal kerjanya masih tetap berlaku.

Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

(30)

Keadaan Iklim, Topografi dan Tanah

Wilayah pekebunan PT National Sago Prima termasuk ke dalam wilayah hutan hujan tropis dengan curah hujan rata-rata tahunan adalah 1966 mm. Menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson (1951) dalam Fauzan (2010), areal IUPHHBK-HTI Sagu PT National Sago Prima termasuk type iklim B dengan nilai Q = 33.3 %. Pengamatan curah hujan tahun 2011hanya dilakukan pada bulan Maret hingga Mei (Lampiran 4). Suhu udara rata-rata tahun 2007 yaitu 26.6 0C dengan rata-rata kelembaban relatif 85.4 % dan tahun 2008 suhu udara rata-rata 26.10C dengan kelembaban relatif 85.0% (Fauzan, 2010).

Berdasarkan Peta Topografi Provinsi Riau skala 1 : 250 000, areal kerja IUPHHBK-HTI Sagu PT National Sago Prima sebagian besar bertopografi datar dengan ketinggian tempat antara 0 - 5 meter di atas permukaan laut (dpl). (Fauzan, 2010).

Sistem lahan di areal kerja PT National Sago Prima yaitu sistem lahan Gambut, Kahayan dan Mendawai (Fauzan, 2010). Sistem lahan pada areal kebun didominasi oleh sistem lahan Mendawai. Deskripsi sistem lahan tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Sistem Lahan Mendawai (MDW)

Sistem lahan Mendawai (MDW) merupakan daerah rawa-rawa gambut dangkal, dengan bentuk topografi relatif datar, kemiringan lereng < 2%. Perubah-an yPerubah-ang mungkin terjadi pada sistem lahPerubah-an Mendawai (MDW) yPerubah-ang berbahPerubah-an induk tanah gambut setelah dilakukan reklamasi secara bertahap akan mengalami berbagai perubahan antara lain penurunan muka tanah (subsidence), yang disebabkan oleh pembuatan saluran-saluran drainase, dan secara bertahap dapat menjadi lahan sulfat masam.

Sistem Lahan Kahayan (KHY)

(31)

Keadaan Tanaman, Populasi dan Produksi

Luas areal pertanaman PT National Sago Prima sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 seluas 21 620 ha terdiri atas Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 21 370 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 250 ha. Areal yang baru ditanami secara bertahap mulai dari tahun 1996-1999 seluas 13 044 ha yang terbagi menjadi 12 divisi. Luas areal untuk setiap divisi yaitu 1 000 ha, masing-masing divisi memiliki sekitar 20-24 blok dengan luas areal tiap blok 50 ha (1 000 m x 500 m). Batas blok berupa kanal-kanal yang berfungsi untuk menjaga ketersediaan air, sarana transportasi, jalur panen serta pembatas atau barier jika terjadi kebakaran agar tidak menjalar ke blok yang lain.

Kondisi pertanaman di setiap divisi berbeda sesuai dengan tahun tanam. Fokus kerja perusahaan pada Divisi 1 - 4 yang kondisi tanamannya sudah memasuki panen, sehingga perlu pemeliharaan dan penanganan yang baik, se-dangkan kegiatan yang dilakukan pada Divisi 5 dan 7 yaitu pembukaan lahan, penanaman, penyulaman dan pemeliharaan. Produksi sagu yang ditanam mulai tahun 1996 hingga 1999 baru dipanen mulai tahun 2010 hingga 2011. Data produksi sagu terlampir (Lampiran 5).

Jenis sagu di PT National Sago Prima yaitu jenis sagu yang memiliki duri seperti Sagu Tuni (Metroxylon rumphii Mart.) dan Sagu Ihur (Metroxylon

sylvester Mart.), dan sagu tak berduri yaitu Sagu Molat (Metroxylon sagus Rotb.).

(32)

Jarak tanam yang digunakan untuk pertanaman sagu yaitu 15 m x 15 m, 10 m x 10 m, 9 m x 9 m atau 8 m x 8 m. Namun jarak tanam yang banyak digunakan yaitu 8 m x 8 m, baik pada areal yang sudah ditanami maupun yang baru dibuka. Terdapat 100 - 125 baris tanaman sagu pada tiap blok bergantung pada jarak tanam yang digunakan. Jalur lorong atau jalur angkut dibuat dengan arah utara-selatan dengan panjang lorong ± 500 m. Satu lorong terdiri atas 2 baris tanaman sagu. Tiap baris tanaman terdapat 50 - 70 rumpun tanaman sagu bergantung pada jarak tanam yang digunakan.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Pengorganisasian Kebun

PT National Sago Prima memiliki struktur organisasi lini atau garis. Sistem organisasi tersebut merupakan bentuk organisasi dengan pemimpin sebagai pemegang wewenang tunggal. Ciri-ciri dari sistem organisasi tersebut yaitu jumlah karyawannya sedikit, sarana dan alatnya terbatas, serta hubungan atasan dan bawahan bersifat langsung melalui satu garis wewenang.

Garis komando merupakan garis hubungan kerja dengan pola perintah atau instruksi. Garis komando sistem organisasi lini kuat dan hanya satu yaitu secara vertikal dari atas ke bawah. Keunggulan dari sistem organisasi tersebut yaitu segala keputusan kebijaksanaan dan tanggung jawab ada pada satu tangan dan intruksi dapat diterima secara jelas dan tegas karena rantai komando pendek. Namun kelemahannya yaitu kepemimpinan tunggal dapat mengambil keputusan berdasarkan kemauan pribadi.

Puncak pimpinan tertinggi di PT National Sago Prima dipegang oleh seorang general manager (GM). General manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja kebun.Tim teknis seperti kordinator asissten, technical support,

external relation, supply logistic, asisten pembibitan dan KTU (Kepala Tata

(33)

jabatan dan lama bekerja dalam perusahaan.

Karyawan Tetap

Karyawan tetap adalah karyawan yang tercatat dalam perusahaan sebagai karyawan dan bekerja tetap. Jam kerja karyawan tetap mulai pukul 07.00 hingga pukul 16.00 dengan istirahat pukul 11.00 hingga 13.00. Karyawan tetap men-dapatkan berbagai tunjangan seperti tunjangan kesehatan, transportasi dan beras. Karyawan tetap terdiri atas karyawan bulanan tetap dan karyawan harian tetap.

Karyawan bulanan tetap adalah karyawan tetap yang upah atau gaji mereka diterima berdasarkan perjanjian kontrak kerja. Mereka menerima gaji tetap tiap bulan sesuai perjanjian kerja. Karyawan bulanan tetap meliputi general manager, tim teknis seperti kordinator asissten, technical support, external

relation, supply logistic, asisten pembibitan dan KTU, seluruh staf administrasi,

asisten divisi, serta manager dan staf R&D. Jumlah karyawan bulanan tetap PT National Sago Pima yaitu 18 orang. Karyawan tetap tinggal di lokasi kebun dengan fasilitas dari perusahaan seperti tempat tinggal (mess/camp).

(34)

Karyawan Kontrak

Karyawan kontrak adalah pekerja atau karyawan suatu kontraktor yang memiliki kerjasama kerja dengan PT National Sago Prima. Karyawan kontrak mandapat upah dari kontraktor tempat mereka bekerja. Setiap kontraktor memiliki target kerja yang telah disepakati dengan perusahaan. Jika target tersebut tidak ter-penuhi maka akan ada denda dari perusahaan kepada kontraktor. Setiap kontraktor diawasi oleh pengawas yang diutus dan merupakan karyawan perusahaan.

Karyawan kontrak biasanya mengerjakan perkerjaan seperti pembibitan (pengambilan anakan dan persemaian), pengimasan, pembuatan lorong, weeding

manual dan pembersihan kanal. Karyawan kontrak selama masa kerjanya tinggal di dalam lokasi kebun dengan fasilitas yang diberikan perusahaan. Jam kerja mereka tidak dapat ditetapkan oleh perusahaan asalkan pekerjaan mereka sesuai target yang telah disepakati. Jumlah karyawan kontrak setiap divisi yaitu 4-5 rombongan dengan setiap rombong terdiri atas 5-6 orang.

Karyawan Harian Lepas

Karyawan harian lepas (KHL) adalah karyawan atau buruh perusahaan tidak tetap dan tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan. Mereka menerima upah berdasarkan jumlah hari mereka kerja. Tiap hari kerja mereka mendapat upah Rp 45 000. Mereka tidak mendapatkan berbagai tunjangan dari perusahaan. Jam kerja karyawan harian lepas mulai jam 06.30 - 14.30 dengan istirahat pukul 12.00 - 13.00.

(35)

yang terbakar.

Kegiatan land clearing diPT National Sago Prima sedang dilaksanakan di Divisi 5 dan 7 dengan luas areal 2 200 ha. Sistem kerja yang dilakukan yaitu sistem kontraktor atau borongan. Hal ini menunjukkan harus adanya target pertenaga kerja dalam melakukan land clearing, target pekerja yaitu 1 orang/ha.

Kegiatan penyiapan lahan dilakukan dengan kombinasi sistem mekanis menggunakan alat berat excavator (Gambar 2) dan sistem manual dengan tebang habis tanpa pembakaran. Prestasi kerja excavator yaitu 2 lorong atau 4 jalur tanaman (1.6 hektar) dengan jam kerja mesin 10 - 18 jam perhari. Kegiatan tersebut berlangsung satu bulan dalam mempersiapkan satu blok. Satu alat excavator dikendalikan oleh empat orang anggota yaitu satu orang operator dan tiga orang sebagai helper.

(36)

Blocking area atau pemancangan blok merupakan tahapan paling awal da-lam kegiatan land clearing. Tahapannya yaitu pengambilan koordinat (pembuatan arah) sehingga dapat menentukan luasan blok dan pembuatan trase yang di-gunakan untuk menentukan batas atau jalur yang akan di stacking (perumpukan). Pembuatan trase dapat menggunakan kompas maupun theodolit (Gambar 3).

Gambar 3. Penggunaan Theodolit

Panjang rumpukan atau trase yaitu 16 m, lebar rumpukan 4 m, lebar jarak tanam 8 dan pinggir tanaman masing masing 2 m.

Stacking merupakan salah satu bagian dari land clearing, tahapannya

adalah sebagai berikut:

a. Perintisan/imas tumbang, yaitu memotong semua vegetasi/tumbuhan yang berdiameter kurang dari 20 cm dengan parang dan kapak.

b. Tebang, yaitu memotong semua tumbuhan yang berdiameter di atas 20 cm dengan menggunakan chainsaw.

c. Cincang, yaitu dengan memotong batang, dahan dan ranting untuk me-mudahkan pembersihan dan pengumpulan hasil potongan tersebut ke dalam rumpukan.

(37)

Standard Operating Procedure (SOP) pengambilan anakan yaitu:

a. Pemilihan anakan yang akan diambil berasal dari induk yang telah dewasa atau telah dipanen, berdiameter 10 - 13 cm, memiliki bobot 2 - 5 kg, tinggi > 1 m, memiliki sekurang-kurangnya 3 - 4 lembar pucuk daun muda, memiliki rhizome dengan suatu bagian penghubung yang menyempit pada induknya. b. Persiapan peralatan (dodos dan parang).

c. Rhizome dipotong menggunakan dodos (Gambar 4), caranya yaitu tanah di sekeliling anakan digali sedikit demi sedikit agar rhizome terlihat, bagian penghubung (neck) yang menyambung dengan induk dipotong dengan panjang rhizome 1.5 kali dari lebarnya, dan akar di bagian sisi rhizome yang menempel ke tanah dipotong secukupnya.

d. Perakaran yang menempel ke tanah dipotong menggunakan dodos dengan memotong akar di bagian sisi rhizome yang menempel ke tanah secukupnya kemudian akar di bawah rhizome dipotong dengan jarak ± 5 cm dari rhizome. e. Rhizome diangkat menggunakan dodos dengan memastikan sudah tidak ada

akar yang menempel ke tanah, kemudian bagian bawah rhizome diangkat dari bawah dengan tidak menarik bagian pucuk “spear” untuk mengeluarkan anakan.

f. Perakaran dibersihkan dan dipangkas menggunakan parang, akar dibersihkan dan dipangkas secukupnya, dan lubang yang ditinggalkan ditutup kembali dengan tanah.

(38)

Gambar 4. Rhizome Dipotong Menggunakan Dodos

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam pengambilan anakan yaitu me-milih anakan dari induk yang belum matang karena anakan akan tumbuh menye-rupai induknya dan anakan tersebut sulit untuk diambil. Secara fisiologi anakan belum dewasa dan lebih sulit untuk bertahan hidup, dan anakan tidak bisa diguna-kan untuk material penanaman. Hal lain yang tidak boleh dilakudiguna-kan yaitu me-motong rhizome, daun, pelepah, dan perakaran terlalu pendek.

Bentuk rhizhome dari anakan yang umumnya digunakan yaitu berbentuk “L” dan mempunyai perakaran yang baik, sedangkan bentuk anakan keladi dan tapal kuda dapat ditanam apabila mempunyai sistem perakaran yang baik dan secara fisiologi telah matang.

Tenaga kerja yang digunakan untuk pengambilan anakan merupakan te-naga kerja borongan dengan sistem kontrak. Satu rombongan terdiri atas 4 - 6 orang dengan prestasi kerja per orang 80 - 100 bibit per hari, sedangkan ma-hasiswa dapat mengambil bibit dalam waktu 5 - 10 menit/bibit. Faktor yang mempengaruhi pengambilan bibit yaitu ketrampilan pengambil bibit, ketersediaan bibit di lapangan dan kondisi bibit di lapangan seperti posisi banir dalam tanah dan kondisi piringan, serta kondisi lapangan.

(39)

anakan yang berasal dari kebun masyarakat (outsource) dan dari kebun

perusaha-an (inhouse). Bibit sagu yang dibeli dari masyarakat berasal dari sekitar kebun

seperti Kampung Baru, Teluk Kepau, Kepau Baru, Teluk Buntal dan Sungai Pulau. Harga bibit sagu yang berasal kebun masyarakat yaitu Rp 2 500 – 3 500 per bibit termasuk biaya langsir. Kriteria bibit yang akan dibeli umumnya sama dengan kriteria bibit dari dalam kebun. Penyeleksian dilakukan sebelum dilakukan persemaian, sedangkan bibit yang berasal dari dalam kebun perusahaan upah pengambilannya sama dengan swakelola pembibitan yaitu Rp 1 000 /bibit, upah semai Rp 200/bibit dan harga rakit Rp 10 000/buah.

Pengambilan anakan oleh BPPT dilakukan dari dalam kebun perusahaan. Ukuran bibit yang diambil yaitu 200 – 500 gram, dengan menyisakan satu daun. Seluruh biaya pengambilan anakan, persemaian dan kebutuhan lainnya untuk me-lakukan pembibitan ditanggung oleh PT National Sago Prima.

Persemaian. Persemaian yaitu kegiatan pembibitan untuk memperoleh bibit dengan kualitas yang baik melalui perlakuan tertentu. Persemaian menghasilkan bibit yang siap dipindah tanam dengan kualitas baik, sehingga mampu meng-urangi tingkat kematian setelah ditanam di lahan. Fungsi dari persemaian yaitu untuk menyeleksi bibit yang berkualitas baik dan buruk. Bibit yang baik ditanam setelah disemai selama tiga bulan, dan telah memiliki 2 - 3 daun, perakarannya kuat, memiliki akar nafas dan tidak kerdil.

(40)

paranet dimaksudkan agar tidak terlalu banyak cahaya matahari yang menyinari bibit, karena sinar matahari langsung yang mengenai bibit dapat menyebabkan pucuk bibit mengering. Selain itu naungan dapat mengurangi transpirasi yang dilakukan oleh bibit. Penyemprotan pupuk daun dilakukan setelah bibit memiliki 1 - 2 daun atau setalah dua bulan.

Bibit direndam terlebih dahulu dalam larutan fungisida dengan konsentrasi larutan yang digunakan yaitu 2 g/l air selama 1 - 2 menit kemudian dikeringangin-kan selama ± 15 menit sebelum disemai (Gambar 5). Perendaman bibit dilakudikeringangin-kan pada rhizome untuk menghilangkan jamur yang terbawa dari lapang tempat pengambilan anakan.

Gambar 5. Perendaman Bibit dalam Larutan Fungisida

Penyusunan bibit di rakit dilakukan ketika bibit telah siap semai. Media rakit yang digunakan terbuat dari pelepah sagu yang sudah kering. Ukuran rakit yang digunakan yaitu 2.5 m x 1 m. Bibit disusun dengan posisi rhizome di atas rakit dengan menegakkan bibit. Ketinggian air dijaga jangan sampai pucuk bibit terendam atau banir tidak terendam air. Hal tersebut akan menyebabkan kematian bibit dalam persemaian. Penyusunan bibit harus rapat dan tegak agar tidak tumbang saat persemaian (Gambar 6).

(41)

Gambar 6. Penyusunan Bibit di Rakit

Bibit yang telah disusun di atas rakit dipotong bagian petiol dan pelepah-nya hingga 30 - 40 cm dari atas banir. Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi transpirasi bibit selama di persemaian dan mempercepat terbentuknya tunas baru. Setelah rakit terisi penuh dan semua pelepah sudah dipangkas, rakit dihanyutkan ke kanal yang diberi naungan dan disemai selama tiga bulan.

Lokasi pembibitan dengan sistem kanal beberapa hal harus diperhatikan seperti kodisi kanal dengan air yang mengalir pada daerah subkanal. Hal ini disebabkan daerah sub-kanal tidak dilalui oleh alat transportasi kanal sehingga bibit tidak terganggu dan sirkulasi udara dan hara dapat berlangsung dalam air. Lokasi pembibitan dekat dengan camp sehingga mudah didatangi dan dilakukan pengawasan secara intensif, serta jauh dari sumber hama dan penyakit. Selain itu pembibitan dilakukan pada beberapa lokasi agar mudah melakukan transportasi dan aman dari gangguan binatang liar.

(42)

selama dua bulan dengan mengeluarkan bibit dari dalam inkubator. Proses

nursery secara double paranet dan single paranet masing-masing selama dua

bulan. Proses terakhir yaitu adaptasi di lapangan dengan menyeleksi bibit selama dua bulan.

Persemaian yang dilakukan oleh PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB tidak jauh berbeda dengan persemaian yang dilakukan oleh swakelola pembibitan PT National Sago Prima. Sistem yang digunakan yaitu sistem kanal dengan bobot bibit > 2 kg. Persemaian dilakukan selama 3 bulan sampai menghasilkan 2 - 3 daun setelah itu dilakukan penyulaman dan penanaman pada Divisi 1 - 4.

Penanaman

Kegiatan penanaman terdiri atas pembuatan batas petak tanaman, pem-buatan pondok tanaman, pemancangan jalur tanam, pemasangan ajir, pempem-buatan lubang tanam, dan penanaman. Kegiatan penanaman PT National Sago Prima sedang terfokus pada pembukaan lahan di Divisi 5 dan 7.

(43)

Gambar 7. Pemancangan Menggunakan Kompas

Kriteria pembuatan lubang tanam yaitu lubang tanam dibuat di tempat yang telah diberi pancang, lubang tanam dibuat sampai menyentuh permukaan air dan ukuran lubang tanam yaitu (40 x 40 x 40) cm3. Prestasi kerja pembuatan lubang tanam yaitu 150 lubang tanam/HK.

Standard Operating Procedure (SOP) penanaman yaitu,:

1. Lubang tanam dibuat di tempat yang telah diberi pancang 2. Lubang tanam dibuat sampai menyentuh permukaan air 3. Ukuran lubang tanam (40 x 40 x 40) cm3

4. Rock phosphate dicampur dengan media tanam dengan dosis 0,5 kg per

lubang tanam

5. Bibit sagu ditanam dengan posisi menyandar tegak pada sisi lubang tanam 6. Bibit sagu ditimbun media sampai bonggol bibit tertimbun (titik tumbuh tidak

boleh tertimbun media tanam)

7. Ajir tetap dipancangkan di samping lubang tanam

8. Bibit harus segera ditanam segera setelah dikeluarkan dari rakit

Penyulaman

(44)

IPB, selain itu perusahaan bekerjasama dengan BPPT Kegiatan tersebut terfokus pada Divisi 1, 2, 3 dan 4. Hal ini dilakukan karena pada setiap blok tanaman divisi tersebut terdapat rumpun yang mati.

Kegiatan penyulaman yang dilakukan oleh PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB diawali oleh survey yang dilakukan oleh asisten dan mandor. Kegiatan survey yang dilakukan yaitu, menghitung jumlah rumpun yang mati dalam setiap blok dan mengukur ketinggian air dalam lubang tanam. Selanjutnya dilakukan penyeleksian bibit dengan kriteria bibit yaitu, bibit telah berdaun minimal dua daun, kondisi bibit sehat (bebas dari hama dan penyakit) dan segar serta bonggol bibit tidak busuk.

Bibit yang dilangsir ke blok yang akan ditanam disesuaikan dengan jumlah kebutuhan penyulaman. Tahapan pengangkutan (langsir) bibit siap salur yaitu meletakkan bibit siap salur ke dalam rakit, menarik dengan hati-hati rakit yang berisi bibit siap salur, dan memindahkan bibit dari rakit ke lapangan dengan cara memegang bibit pada banirnya.

Penyulaman dilakukan setelah lubang tanam selesai dikerjakan oleh tenaga borongan. Pelaksanaan penyulaman biasanya dilakukan oleh dua orang pekerja pada setiap lorong tanaman (dua jalur tanaman). Pekerja pertama bertugas mem-bawa bibit dengan ambung bambu yang dimem-bawa dengan punggung. Jumlah bibit yang dibawa sesuai dengan jumlah rumpun yang akan disulam pada lorong tersebut. Kemudian bibit diletakkan di dekat lubang tanam, sedangkan pekerja kedua bertugas membawa pupuk, memberi pupuk pada lubang tanam, dan me-nanam bibit.

Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan kegiatan penanaman maupun penyulaman, yaitu pada saat setelah pembuatan lubang tanam dengan menggunakan rock phosphate sebelum bibit ditanam. Penggunaan rock phosphate

(45)

Gambar 8. Pemberian Pupuk I dan Penyulaman

Kegiatan penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan karena per-mukaan air tanah dapat tinggi, sehingga bibit dapat ditanam pada lubang tanam yang ketersediaan airnya tercukupi. Selain itu pada musim hujan tanaman dapat mengurangi transpirasi yang terjadi.

Pemeliharaan

Sagu merupakan tumbuhan hutan yang dapat tumbuh secara liar yang dapat pula menghasilkan produktivitas tinggi. Produktivitas sagu dapat ditingkat-kan dengan pengelolaan yang baik, misalnya kegiatan pemeliharaan. Pemelihara-an pada perkebunPemelihara-an sagu merupakPemelihara-an kegiatPemelihara-an yPemelihara-ang harus dilakukPemelihara-an secara rutin dan intensif, sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang optimum. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh PT National Sago Prima yaitu pengendalian gulma, penjarangan anakan dan pengendalian hama dan penyakit.

(46)

Pengendalian gulma yang dilakukan oleh PT National Sago Prima yaitu pengendalian secara manual dan secara kimia. Kedua cara pengendalian gulma memiliki keuntungan dan kerugian dari segi biaya, waktu, dan pengaruhnya ter-hadap pertumbuhan sagu.

Pengendalian gulma secara manual yang dilakukan di perkebunan sagu dilakukan dengan cara penebasan. Prosedur penebasan yaitu lebar tebasan 1.5 – 2 m untuk lorong bersih maupun lorong tengah, lebar piringan 1 m dari rumpun terluar, tinggi penebasan 0 – 5 cm dari permukaan tanah, pelepah, gulma dan serasah dibuang keluar piringan dan semua kayu serta pelepah harus dibuang ke lorong kotor.

Pengendalian gulma secara manual dilakukan pada beberapa tempat, yaitu pada lorong bersih dan piringan saja, pada lorong bersih, piringan dan gawangan, serta pada jalur tanam untuk areal yang baru dibuka. Rotasi pengendalian gulma secara manual dilakukan satu kali dalam satu tahun. Tenaga kerja menggunakan sistem borongan atau kontrak. Biaya yang harus dikeluarkan perusahaan yaitu ± Rp 375 000/ha, bergantung kondisi blok yang akan ditebas, sedangkan prestasi kerja borongan yaitu 8000 m2/HK.

Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan menggunakan her-bisida yang disemprotkan pada gulma. Penyemprotan dilakukan pada gawangan dan piringan mati yaitu piringan yang tidak terdapat tanaman sagu. Rotasi pengendalian gulma secara kimia dilakukan dua kali dalam satu tahun.

Pembuatan larutan herbisida dilakukan sebelum penyemprotan dengan dosis yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Herbisida yang digunakan yaitu herbisida kontak dengan bahan aktif paraquat berbentuk cairan yang digunakan untuk mematikan gulma berbentuk daun, sedangkan herbisida sistemik dengan bahan aktif metil metsulfuron yang berbentuk serbuk berfungsi untuk mematikan batang. Dosis yang digunakan yaitu 1.5 l paraquat/ha dan 62.5 g metil metsulfuron/ha dengan volume semprot 400 l/ha. Penyemprotan menggunakan

Knapsack Sprayer dengan nozel semprot berwarna hitam. Ketinggian nozel

(47)

biaya yang besar. Pengendalian gulma secara kimia memiliki keuntungan yaitu dapat lebih efisien waktu dan biaya, namun kerugiannya yaitu dapat merusak ekosistem karena residu yang dihasilkan dari bahan kimia dapat mencemari lingkungan tumbuh sagu.

Penjarangan Anakan. Penjarangan anakan yaitu kegiatan pembuangan ankan secara selektif pada tiap rumpun sagu. Penjarangan anakan dilakukan untuk mengatur letak atau posisi anakan dan pohon induk agar tidak terjadi persaingan (Bintoro, et al 2010). Penjarangan anakan dibedakan menjadi dua cara yaitu

pruning dan thining out. Pruning yaitu penjarangan anakan dengan melakukan

pemangkasan pada anakan yang disisakan 10 cm dari atas permukaan tanah dan disisakan 8 - 9 anakan besar (Gambar 9). Tujuan dari pruning yaitu untuk mengurangi terjadinya persaingan penyerapan unsur hara antara tanaman sagu dalam setiap rumpun. Thining out yaitu penjarangan anakan dengan mengangkat anakan sampai ke akarnya. Tujuannya sama dengan pruning, hanya terdapat perbedaan cara, waktu, dan biaya. Waktu yang digunakan untuk melakukan

pruning lebih cepat yaitu 15 - 20 rumpun/HK dengan biaya Rp 45 000/HK.

(48)

a b

Gambar 9. a) Rumpun Sagu Sebelum dipruning b) Setelah dipruning

Rotasi penjarangan anakan dilakukan satu kali dalam satu tahun, namun hanya dilakukan pada beberapa blok. Hal ini dikarenakan biaya penjarangan anak-an lebih mahal dibanak-andingkanak-an denganak-an biaya pemeliharaanak-an lainnya. Kegiatanak-an pen-jarangan anakanpun harus dilakukan secara teliti dan tepat serta perlu pengawasan oleh mandor, karena kegiatan tersebut menyangkut keberlangsungan pertumbuhan sagu selanjutnya.

Panen

Nilai ekonomis pada tanaman sagu terletak pada batangnya, sehingga bagian tanaman sagu yang dipanen yaitu batang. Batang sagu yang siap untuk ditebang yaitu pada saat fase nyorong (fase masak tebang) karena pada fase tersebut kandungan pati dalam batang sagu tinggi. Setelah lewat dari fase tersebut kandungan pati dapat berkurang. Tanaman sagu memasuki masa tebang sekitar 10-12 tahun.

(49)

(potongan batang sagu), pembuatan “hidung” untuk memasukkan tali, pe-motongan sesuai ukuran, pengangkutan tual (golek) dengan mengeluarkan tual dari kebun ke pinggir kanal menggunakan alat pengangkut (kiau) (Gambar 10). Perakitan tual di kanal menggunakan tali (10 meter) yang terdapat 25 - 30 tual bergantung besar kecil diameter tual. Setelah selesai proses panen di kebun, tual yang telah dirakit ditarik menuju dam menggunakan pompong perusahaan, kegiatan tersebut dilakukan oleh karyawan perusahaan dari setiap divisi yang bloknya dipanen. Terdapat 3 dam yang digunakan untuk pengeluaran tual dari kebun ke laut yaitu dam Bandul, Parit Kotok, dan Parit Badu.

Gambar 10. Pengangkutan Tual (Golek)

(50)

borongan yaitu Rp 4 700/tual dari penebangan sampai tual berada di kanal. Kesalahan dalam penebangan akan dikenakan denda sebesar Rp 120 000/batang sagu. Waktu yang diperlukan dalam satu blok panen yaitu empat bulan.

Sensus Tanaman

Sensus tanaman merupakan salah satu kegiatan penting yang dilakukan oleh perusahaan karena selain dapat menjadi kegiatan inventarisasi kebun ke-giatan tersebut dapat pula menjadi acuan untuk melaksanakan beberapa keke-giatan budidaya lainnya. Kegiatan yang mengacu pada sensus tanaman yaitu penyulaman dan panen. Penyulaman mengacu pada sensus hidup-mati, sedangkan panen mengacu pada sensus produksi. PT National Sago Prima pada tahun 2011 melakukan dua jenis sensus, yaitu sensus hidup-mati dan sensus produksi.

Sensus Hidup-mati. Sensus hidup-mati dapat dilakukan sebelum penyulaman dan setelah penyulaman. Tujuan sensus hidup-mati sebelum penyulaman yaitu untuk mengetahui kondisi tanaman dalam satu blok, setelah itu dilakukan penyulaman. Sensus hidup-mati setelah penyulaman dilakukan tiga bulan setelah penyulaman, sehingga diketahui berapa jumlah bibit yang hidup dan jumlah bibit yang mati. Selain itu, sensus hidup-mati setelah penyulaman merupakan kegiatan yang berhubungan dengan serah terima bibit dari PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB kepada PT National Sago Prima.

(51)

Gambar 11. Kegiatan Sensus Hidup-mati

Kegiatan sensus yang dilakukan oleh mahasiswa yaitu sensus hidup-mati setelah penyulaman yang dilakukan oleh PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB. Prestasi kerja mahasiswa dalam menyensus 3-6 lorong/HK (1 lorong = 2 jalur tanaman), sedangkan prestasi petugas sensus karyawan perusahaan dapat menyensus 4 - 8 lorong/HK.

Pencatatan dalam sensus hidup-mati meliputi nama blok, divisi, arah sensus, nomor baris, nomor pancang dan jumlah tanaman hidup dan mati. Penandaan sensus hidup mati yaitu 0 untuk hidup tanaman besar, 1 untuk tanaman sisipan dicatat pada kolom hidup atau mati, dan PK (Pancang Kosong) untuk pancang yang tidak terdapat tanaman. Selain itu ada kriteria tanaman sisipan yang belum diterima, ciri-cirinya yaitu tanaman sisipan yang kerdil dan pertumbuhan-nya tidak baik (Gambar 12).

a b

Gambar 12. Gambar Tanaman Sisipana) Sisipan Hidup, b) Sisipan Mati, c) Sisipan Belum diterima, dan d) Sisipan Kerdil

(52)

Sensus Produksi. Sensus produksi merupakan sensus yang dilakukan perusahaan sekali dalam satu tahun, tujuannya yaitu untuk mengetahui produksi tanaman dengan menghitung jumlah tanaman yang dapat dipanen pada tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Kegiatan sensus produksi dilaksanakan oleh masing-masing divisi. Peubah yang diamati dalam kegiatan sensus produksi adalah tinggi batang tanaman yaitu tinggi tanaman 0.00 - 2.61 m, 2.61 - 3.48 m, 3.48 - 4.35 m, 4.35 - 5.22 m, 5.22 - 6.09 m, dan > 6.09 m, nyorong, dan berbunga. Selain itu, dalam sensus produksi juga dihitung jumlah dari anakan dengan bobot 3 - 5 kg, 5 – 10 kg, dan > 10 kg. Penentuan bobot anakan dilakukan dengan mengukur lebar pelepah daun 50 cm dari permukaan tanam. Jika lebar 3 - 5 cm maka bobot anakan 3 – 5 kg, 5 – 8 cm bobot anakan 5 – 10 kg dan lebar > 8 cm bobot anakan > 10 kg.

Kegiatan sensus diawali dengan pembagian lorong, kemudian lorong diberi tanda dengan pelepah atau kayu. Teknik dalam pengukuran tinggi tanaman dengan mengunakan alat ukur berupa pelepah kering sagu yang telah diberi ukuran. Petugas sensus karyawan perusahaan dapat melakukan sensus 4 – 6 lorong/HK. Mahasiswa tidak melakukan sensus produksi, karena perusahaan belum melakukannya pada awal tahun.

Aspek Manajerial

Manajemen dalam sebuah perusahaan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Fungsi penyusunan kerangka pem-bagian kerja menentukan tata pempem-bagian tugas dan tata hubungan kerja, sehingga terjadi suatu sistem dan seluruh tenaga kerja dapat bekerja secara harmonis dan efisien.

Deskripsi tugas dan tanggung jawab dari General Manager sampai bagian administrasimenurut Fauzan (2010)disebutkan sebagai berikut:

a. General Manager

1) Mengawasi dan membawahi pekerjaan yang dilakukan pada peng-usahaan hutan di lapangan.

(53)

b. Manager Estate/Koordinator

1) Mengkoordinasikan operasional kegiatan di lapangan dengan mem-perhatikan mekanisme kerja sesuai struktur organisasi yang telah di-tetapkan.

2) Menyusun konsep pengusahaan hutan.

3) Mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan bidang produksi dan budi-daya.

4) Menyusun konsep kebijaksanaan untuk meningkatkan volume dan memelihara mekanisme kerja antara instansi Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah yang menyangkut bidang pengusahaan hutan. 5) Menyusun konsep kebijakan dan rencana penggunaan tenaga kerja serta

mengadakan evaluasi kerja.

c. Research and Development (R & D)

1) Memberikan arahan, petunjuk dan bertanggung jawab dalam pelaksana-an rencpelaksana-ana pembuatpelaksana-an tpelaksana-anampelaksana-an, pemeliharapelaksana-an, persemaipelaksana-an, sarpelaksana-ana dpelaksana-an prasarana, penelitian dan pengembangan.

2) Mengkoordinasikan pelaksanaan pengumpulan, menganalisis pengolah-an dpengolah-an penyajipengolah-an data informasi lappengolah-angpengolah-an untuk keperlupengolah-an perencpengolah-anapengolah-an pembangunan tanaman dan produksi IUPHHBK-HTI.

(54)

4) Menyiapkan dan menyusun, rencana-rencana kerja mengenai pe-ngelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan petunjuk atau pedoman kerja yang ada.

5) Melaksanakan kegiatan bidang litbang serta pengelolaan dan pe-mantauan lingkungan di lapangan sesuai dengan target dan jadwal waktu yang telah ditetapkan.

6) Mengevaluasi data-data realisasi hasil kerja bidang litbang serta pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

d. Kepala Tata Usaha

1) Merencanakan kegiatan rutin administrasi dan keuangan sesuai tata waktu.

2) Mendistribusikan tugas-tugas dan petunjuk-petunjuk kepada bagian accounting, umum, security, gudang dan administrasi serta menin-daklanjuti disposisi atasan.

3) Melaksanakan verifikasi pengeluaran-pengeluaran yang akan disah-kan Pimpinan.

4) Membuat laporan rutin bidang administrasi dan keuangan.

5) Melaksanakan tugas-tugas kehumasan dan perijinan bidang umum. 6) Melaksanakan kegiatan administrasi dan keuangan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

7) Melaksanakan kegiatan administrasi keuangan untuk seluruh kegiatan yang menjadi kewenangan/tanggung jawab organisasi wilayah peng-usahaan, dengan mengacu kepada sistem akuntansi kehutanan dan ketentuan perusahaan yang berlaku.

8) Melaksanakan tugas-tugas rutin keuangan seperti membuat buku harian kas dan bank, buku besar dan buku tambahan.

(55)

13) Membuat laporan keuangan secara rutin.

e. Asisten Manager Estate (Asisten Divisi)

1) Mengkoordinasikan bidang penataan areal, perpetaan dan inventarisasi hutan.

2) Melaksanakan kegiatan orientasi jalan (road location survey), baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.

3) Melaksanakan kegiatan administrasi perencanaan hutan meliputi pe-metaan, dokumentasi, laporan dan perijinan.

4) Mengevaluasi lokasi tebangan agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

5) Sebagai pusat data untuk menunjang kegiatan operasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

f. Superintendent

1) Membantu Asisten Manager Estate dalam melaksanakan tugasnya. 2) Melaksanakan kegiatan pemanenan hasil di lapangan.

3) Bertanggung jawab terhadap tebangan, pemuatan, pengangkutan hasil panen di lapangan.

4) Melaksanakan kegiatan budidaya di lapangan.

(56)

g. Supervisor

1) Membantu Superintendent dalam melaksanakan tugasnya. 2) Melaksanakan kegiatan rutin produksi dan budidaya di lapangan.

h. Bagian Technical Support

1) Bertanggung jawab terhadap Teknik dan Logistik

2) Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan sarana dan prasarana seperti pengadaan bangunan base camp, menara pengawas, TPK/logpond, alat-alat berat, jalan, perbengkelan dan kelistrikan

i. Bagian External Relations

1) Melakukan kegiatan pembinaan terhadap masyarakat sekitar lokasi IUP HHBK-HTI.

2) Mengadakan dan memelihara kerjasama yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi.

3) Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penanganan masalah-masalah sosial.

4) Bertanggung jawab terhadap penyelesaian konflik lahan baik okupasi maupun klaim-klaim lainnya.

5) Bertanggung jawab terhadap terselenggaranya pembinaan masyarakat desa hutan serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan masyarakat. 6) Membantu memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar hutan. 7) Memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar hutan agar

berpartisipasi aktif mensukseskan program kelola sosial untuk peningkatan kesejahteraan mereka.

8) Membina hubungan yang baik dengan aparat desa/lembaga adat/tokoh masyarakat dan masyarakat pada umumnya.

9) Menjaga dan memelihara sumber daya alam dan lingkungan di areal yang telah dilaksanakan kegiatan kelola sosial.

(57)

waktu.

2) Mendistribusikan tugas-tugas dan petunjuk-petunjuk kepada staf keuangan serta menindaklanjuti disposisi atasan.

3) Melaksanakan verifikasi pengeluaran-pengeluaran yang akan disah-kan Pimpinan.

4) Membuat laporan rutin bidang administrasi dan keuangan.

5) Melaksanakan kegiatan administrasi keuangan untuk seluruh kegiatan yang menjadi kewenangan/tanggung jawab organisasi wilayah pengusahaan, dengan mengacu kepada sistem akuntansi kehutanan dan ketentuan perusahaan yang berlaku.

6) Melaksanakan tugas-tugas rutin keuangan seperti membuat buku harian kas dan bank, buku besar dan buku tambahan.

7) Mengajukan anggaran setiap bulannya untuk kegiatan yang menjadi ke-wenangan/tanggung jawab organisasi wilayah pengusahaan, berdasar-kan rencana anggaran yang telah dibuat oleh masing-masing bagian dan telah disetujui oleh Kepala Tata Usaha.

8) Mengatur pembayaran-pembayaran yang berada dalam lingkup ke-wenangan/tanggung jawab organisasi wilayah pengusahaan, berdasar-kan persetujuan Kepala Tata Usaha.

9) Mengadakan pengelolaan uang kas dan menyimpan surat-surat ber-harga secara aman, tertib dan terkendali.

10) Membuat daftar gaji dan melaksanakan pembayaran gaji atau upah karyawan yang menjadi kewenangan/tanggung jawab organisasi serta mengadakan evaluasi secara rutin.

(58)

l. Bagian Security

1) Mengoptimalkan tugas dan peran satuan pengamanan hutan dalam melaksanakan kegiatan perlindungan hutan dan pengamanan areal dari intervensi pihak eksternal yang bersifat merusak, seperti kebakaran, pencurian dan perambahan hutan.

2) Melakukan pengamanan terhadap seluruh camp dan lingkungannya beserta asset perusahaan.

3) Melakukan pendekatan dan penyuluhan kepada masyarakat yang berkaitan dengan kewajiban perlindungan hutan.

m. Bagian Administrasi

1) Melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan administrasi/tata usaha kantor seperti sistem agenda, pembuatan, pengiriman dan pengarsipan surat menyurat, mengurus kebutuhan alat tulis kantor (ATK), dan obat-obatan.

2) Melaksanakan administrasi kepegawaian dan upaya pengembangan sumberdaya manusia dan meningkatkan disiplin kerja, seperti absensi, pelatihan, dan surat peringatan.

3) Mengkoordinasikan dan mengawasi pembangunan fasilitas perumahan dan bangunan-bangunan lain di base camp.

4) Mengurus dan memelihara kantor, mess dan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum (poliklinik dan tempat ibadah).

5) Melaksanakan upaya peningkatan kesejahteraan karyawan seperti kebutuhan air bersih, kesehatan, penerangan, dan olah raga.

6) Pengurusan tamu dan pejabat perusahaan serta memelihara hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan umum.

(59)

stacking. Pembibitan terdiri atas pengambilan anakan dan persemaian. Penanaman dan penyulaman meliputi pemancangan, pembuatan lubang tanam, dan pe-nanaman. Pemeliharaan terdiri atas pengendalian gulma secara manual dan kimia, serta penjarangan anakan. Selain itu dilakukan kegiatan pemanenan yang meliputi tahapan dan sistem pemanenan.

Pemeliharaan pada PT National Sago Prima dilakukan rutin dan intensif untuk menjaga produktivitas yang dihasilkan. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu pengendalian gulma secara manual dan kimia serta penjarangan anakan. Pe-mupukan belum dilakukan pada perkebunan sagu milik PT National Sago Prima. Hal ini dikarenakan belum adanya hasil yang optimum dari pemupukan yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu belum ada dosis dan rekomendasi yang tepat sebagai acuan dalam melakukan pemupukan. Penentuan acuan dalam melakukan pemupukan masih dalam penelitian.

Pengendalian hama dan penyakit sudah dilakukan secara optimal pada perkebunan sagu. Pengendalian dilakukan dengan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pencegahan yang dilakukan yaitu pada tanaman sagu dan pembibitan. Kebersihan kebun perlu dilakukan secara rutin untuk mengurangi vektor cendawan, hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman sagu yaitu anai-anai (rayap), babi, dan ulat sagu. Ulat sagu (Rynchophorus Ferrugineus

(60)

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, selain itu merendam bibit dengan larutan fungisida sebelum disemai. Hama yang menyerang bibit di persemaian yaitu belalang dan ulat. Serangan hama tersebut tidak merugikan karena tidak sampai menyebabkan kematian bibit hanya terjadi kerusakan pada daun-daun bibit. Penyakit yang menyerang pada bibit di persemai-an adalah busuk ppersemai-angkal batpersemai-ang ypersemai-ang disebabkpersemai-an cendawpersemai-an (Penicillium sp dan

Aspergillus sp). Bibit yang terserang menjadi mengering dan mati.

Kegiatan budidaya yang menjadi fokus kerja PT National Sago Prima saat ini adalah pembukaan lahan, pembibitan, dan penyulaman. Ketiga kegiatan tersebut menjadi fokus kerja PT National Sago Prima karena masih banyak lahan perusahaan yang belum ditanami tanaman sagu dan banyak tanaman sagu yang mati pada divisi yang sudah ditanami. Pembukaan lahan untuk budidaya sagu membutuhkan bibit yang akan ditanam lebih banyak dibandingkan penyulaman pada divisi yang sudah ada tanaman sagu. Kebutuhan bibit untuk penanaman pada lahan yang baru dibuka divisi 5 dan 7 yaitu sekitar 250 000 bibit dan penyulaman pada divisi 1 - 4 sekitar 150 000 bibit.

PT National Sago Prima bekerjasama dengan PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB dalam pemenuhan bibit untuk penanaman dan penyulaman. Selain itu dilakukan kerjasama dengan BPPT untuk menyediakan bibit yang masih belum terpenuhi. Kebutuhan bibit yang sangat banyak tidak hanya dapat dipenuhi oleh PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB dan BPPT karena dalam menyiapkan bibit sagu yang unggul dan berkualitas dibutuhkan penanganan dan waktu yang lama. PT National Sago Prima juga melakukan swakelola pembibitan pada setiap Divisi 1, 2, 3 dan 4.

(61)

Pemangkasan dan Aplikasi Hormon Organik Pada Petiol Bibit Sagu

Di Persemaian

Pembibitan sagu dapat dilakukan dengan perbanyakan vegetatif maupun generatif. Perbanyakan secara vegetatif lebih banyak dilakukan karena selain menghasilkan anakan yang memiliki kesamaan secara fenotip dan genotip dengan induknya, ketersediaan bibit untuk perbanyakan lebih banyak dibandingkan dengan ketersediaan benih generatif. Benih generatif sulit didapatkan karena umumnya pohon sagu dipanen pada fase berbunga dan belum membentuk buah, selain itu benih yang dihasilkan fertil akibat dari pembungaan yang tidak se-rempak.

Pembibitan sagu menggunakan anakan dilakukan dengan sistem persemai-an di kpersemai-anal. Sistem tersebut masih perlu dilakukpersemai-an upaya perbaikpersemai-an untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Persentase bibit hidup di persemaian yaitu berkisar antara 70-90%, namun di lapang pertumbuhannya dapat lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi bibit, cuaca, dan hama penyakit. Seleksi bibit yang baik perlu dilakukan sebelum persemaian bibit, karena hal itu mempengaruhi kondisi bibit. Selain itu perbaikan persemaian dengan pemeliharaan bibit mulai dari awal persemaian sampai akhir persemaian perlu dilakukan untuk menambah presentase kehidupan bibit. Salah satunya dengan pemangkasan petiol dan pemberian hormon.

(62)

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemangkasan (P), aplikasi hormon organik (H), dan interaksi PxH, terhadap persentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun pangkasan, panjang daun baru, jumlah anak daun pangkasan, jumlah anak daun baru, panjang anak daun pangkasan, panjang anak daun baru, lebar anak daun pangkasan dan lebar anak daun baru

Peubah MSA P H P*H KK

(63)

Jumlah anak daun baru

Gambar

Gambar 2. Excavator
Gambar 3. Penggunaan Theodolit
Gambar 4. Rhizome Dipotong Menggunakan Dodos
Gambar 5. Perendaman Bibit dalam Larutan Fungisida
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis nilai kecacatan produk Selada Romaine hidroponik dalam batas

Kontribusi sektor pariwisata bagi bangsa Indonesia sangat terasa manfaatnya karena pembangunan dalam bidang pariwisata telah menyerap tenaga kerja, serta

Dari hasil analisis data dan penelitian yang telah dilakukan di Hutan Geumu Gampoeng Luetung Mane, nilai tingkat kesamaan jenis Pakan Gajah Sumatera di habitat

Hasil uji koefisien regresi berganda diperoleh nila F hitung sebesar 2,071 yang nilainya lebih kecil dari F tabel sebesar 2,90. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

Penggunaan waktu standar 50 menit yang dianjurkan oleh WHO dan Kementrian Kesehatan yang dipakai sebagai variabel dependen dalam penelitian ini memberikan hasil yang sesuai dengan

Berdasar UU Desa tersebut, perubahan kehidupan Desa digerakan dalam kerangka kerja: pengertian dan jenis Desa (yakni Desa dan Desa Adat atau yang disebut dengan nama

Praktik pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Rembang 2, sebagian besar informan memberikan ASI eksklusif karena menganggap bahwa ASI penting untuk