• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perekonomian Regional Provinsi Jambi : Analisis Multisektoral dengan Metode Input- Output

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perekonomian Regional Provinsi Jambi : Analisis Multisektoral dengan Metode Input- Output"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan daerah harus dilakukan secara terpadu, selaras, serasi dan seimbang agar pembangunan yang berlangsung di setiap daerah sesuai dengan prioritas dan potensi di daerah tersebut.

Dalam kajian regional, konsep pembangunan pada suatu wilayah perlu memperhatikan karakteristik lokal (local specific) wilayah yang dapat meningkatkan potensi wilayah tersebut dan harus tetap mengacu kondisi wilayah itu sendiri (inward looking). Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat pada akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut(Daryanto, 2004).

(2)

komoditas dan biaya pengamanan. Negara dengan fisik geografis yang luas seperti Indonesia, akan terbebani dengan biaya transaksi yang tinggi sehingga merugikan bagi aktivitas ekonomi dan pemerintahan. Keadaan ini mendukung lahirnya biaya informasi dan pengamanan akibat informasi asimetris. Keempat, pembangunan daerah dapat meningkatkan daya beli domestik. Kewenangan yang lebih besar dalam pembiayaan dipastikan membangkitkan insentif untuk meningkatkan alokasi sumberdaya dan modal dari daerah setempat.

Berbagai isu-isu strategis dalam pembangunan Provinsi Jambi yaitu diantaranya tingginya angka kemiskinan dan pengangguran berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah Provinsi Jambi terus berupaya merancang arah kebijakan ekonomi yang menitikberatkan pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jambi merupakan derivasi dari arah kebijakan pembangunan nasional (RPJM Nasional) dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya dan kearifan lokal masyarakat Provinsi Jambi. Secara garis besar, arah kebijakan umum pembangunan Provinsi Jambi periode tahun 2010-2015 adalah : 1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang tercermin dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan, 2) Memperkuat dimensi pembangunan yang berkeadilan, 3) Menyelenggarakan pemerintahan yang baik dengan penerapan prinsip-prinsip antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi.

(3)

diarahkan pada penggunaan ruang di Provinsi Jambi (pola ruang) yaitu menyerasikan kegiatan antarsektor dengan kebutuhan ruang dan potensi sumberdaya alam yang berasaskan kelestarian lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan dan pengembangan wilayah untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jambi berdasarkan pertimbangan sektor prioritas dan kendala pengembangan yang ada. Dalam mengidentifikasi sektor prioritas, sektor-sektor perekonomian perlu dianalisis secara komprehensif melalui pendekatan multisektoral. Tarigan (2005) menyatakan bahwa pembangunan daerah dengan pendekatan multisektoral berciri seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut.

(4)

1.2 Perumusan Masalah

Terhitung sejak terbentuknya Provinsi Jambi pada tahun 1958, telah banyak kegiatan pembangunan yang dilakukan secara terencana dan terarah. Dimulai dengan pembangunan jangka panjang tahap pertama (PJP I) periode 1969-1993 hingga saat ini. Sejak awal periode pembangunan, struktur perekonomian Provinsi Jambi didominasi oleh sektor pertanian, meskipun kontribusinya dari tahun ke tahun cenderung menurun sebagai akibat meningkatnya kontribusi sektor lain seperti perdagangan, jasa dan industri. Hal ini dapat dilihat dari struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut Lapangan Usaha Provinsi Jambi tahun 2007-2010.

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)

SEKTOR

2007 2008 2009 2010

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Pertanian 4.437.448,46 31,09 4.691.195,98 30,67 5.003.441,11 30,74 5.259.855,99 30,12 Pertambangan

dan Penggalian 1.614.206,54 11,31 1.851.478,43 12,10 1.875.312,42 11,52 2.146.442,12 12,29

Industri

Pengolahan 1.948.460,26 13,65 2.058.252,12 13,45 2.137.363,27 13,13 2.233.275,28 12,79 Listrik, Gas dan

Air bersih 109.743,85 0,77 117.730,99 0,77 128.645,78 0,79 145.523,53 0,83

Bangunan 654.223,43 4,58 721.428,38 4,72 782.474,7 4,81 835.368,24 4,78

Perdagangan, Hotel dan Restoran

2.464.612,40 17,27 2.562.858,26 16,75 2.764.830,46 16,99 3.045.833,40 17,44

Pengangkutan

dan Komunikasi 1.159.479,50 8,12 1.198.512,56 7,83 1.268.174,97 7,79 1.318.769,65 7,55

Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan

609.271,18 4,27 754.770,87 4,93 889.519,04 5,47 997.305,14 5,71

Jasa-Jasa 1.277.715,71 8,95 1.341.488,97 8,77 1.425.145,98 8,76 1.482.880,09 8,49

Total PDRB 14.275.161,32 100 15.297.770,56 100 16.274.907,73 100 17.465.253,43 100

(5)

Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyatakan bahwa kontribusi sektor terhadap penciptaan PDRB belum cukup untuk menggambarkan perekonomian wilayah secara keseluruhan karena hanya melihat pada efek langsung saja, padahal dampak pembangunan suatu sektor ekonomi tidak bisa dilihat sebatas pada kemampuannya menciptakan PDRB semata. Namun yang lebih penting lagi, bagaimana sektor tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah dengan mengkaji keterkaitan serta efek sebar yang dapat diberikan oleh suatu sektor ekonomi yang selama ini seringkali terjadi kesalahan penempatan anggaran pembangunan dengan potensi sektor yang ada.

Perencanaan pembangunan daerah yang berfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan diharapkan dapat mengatasi tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Provinsi Jambi. Jumlah penduduk miskin Provinsi Jambi pada tahun 2008-2010 adalah sebanyak 261.200 orang, 245.000 orang dan 260.300 orang. Jumlah angkatan kerja Provinsi Jambi yang sedang mencari kerja (pengangguran) pada tahun 2008-2010 yaitu 66.371 orang, 73.904 orang, dan 83.278 orang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin dan jumlah angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran) tiap tahunnya.

(6)

sehingga dapat membantu pihak pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pembangunan ekonomi khususnya dalam perencanaan pembangunan daerah Provinsi Jambi sehingga permasalahan pembangunan Provinsi Jambi dapat diatasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur perekonomian Provinsi Jambi ditinjau dari struktur permintaan, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, surplus perdagangan, dan nilai tambah bruto?

2. Bagaimana keterkaitan dan dampak penyebaran sektor-sektor dalam perekonomian Provinsi Jambi?

3. Bagaimana efek pengganda (multiplier) output dan pendapatan sektor-sektor dalam perekonomian Provinsi Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis struktur perekonomian Provinsi Jambi ditinjau berdasarkan struktur permintaan, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, surplus perdagangan, dan nilai tambah bruto.

2. Menganalisis keterkaitan dan dampak penyebaran sektor-sektor dalam perekonomian Provinsi Jambi.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi pembuat kebijakan dan pemerintah (pusat dan daerah), khususnya pemerintah daerah Provinsi Jambi, sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan secara terintegrasi.

2. Sebagai bahan pustaka, informasi, dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Sebagai wawasan bagi para pembaca mengenai analisis multisektoral dalam perekonomian Provinsi Jambi.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(8)
(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoretis

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi. Menurut Kuznets dalam Priyarsono et al (2007), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan jenis barang dan jasa kepada penduduknya, kemampuan tersebut tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang.

1. Teori Smith

(10)

pertumbuhan penduduk juga akan meningkatkan akumulasi kapital dari tabungan. Dengan adanya akumulasi kapital maka stok alat-alat modal dapat ditambah dan mendorong produktivitas dan teknologi yang berkelanjutan sehingga proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumberdaya termanfaatkan (Priyarsono et al, 2007).

2. Teori Harrod-Domar

Teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan GDP ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal-output nasional (k). Semakin banyak yang ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat. Asumsi yang mendasari teori ini adalah perekonomian tertutup, hasrat menabung (MPS = s) konstan, skala hasil tetap (constant return to scale) dan tingkat pertumbuhan angkatan kerja konstan (Todaro, 2004).

3. Teori Solow

(11)

teori tentang mobilitas faktor. Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja akan berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan berarus dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah, karena keadaan yang terakhir itu memberikan suatu penghasilan (returns) yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut (Todaro, 2004).

2.1.2 Perencanaan Pembangunan Daerah

(12)

menimbulkan backwash effect yang dikatakan oleh Myrdall (1957) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) sebagai kerugian yang diderita oleh daerah yang kurang berkembang akibat adanya ekspansi ekonomi dari daerah-daerah yang maju. Seharusnya tindakan pembangunan dari suatu daerah-daerah berkembang bisa memberikan keuntungan bagi daerah-daerah disekitarnya, dengan kata lain ekspansi pembangunan ekonomi daerah tersebut bisa memberikan spread effects bagi daerah-daerah lain.

Hirschman dalam Adisasmita (2008) menegaskan bahwa jika terjadi perbedaan yang sangat jauh antara perkembangan ekonomi di daerah kaya dengan daerah miskin, akan terjadi proses pengkutuban (polarization effects), sebaliknya jika perbedaan kedua daerah tersebut menyempit, berarti telah terjadi imbas yang baik karena ada proses penetesan kebawah (trickle down effects).

2.1.3 Pendekatan Sektoral dalam Pertumbuhan Wilayah

(13)

Kelompok yang homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk kelompok tersebut.

2.1.4 Landasan Metode Input-Output

Semenjak dirintis oleh W. W. Leontief pada tahun 1930an, Input-Output telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian saja tetapi juga untuk memprediksikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977). Sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, selain itu pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Sebagai metode kuantitatif, Tabel Input-Output dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.

2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.

(14)

2.1.4.1 Struktur Tabel Input-Output

Tabel Input-Output terdiri atas suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu. Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input) (Glasson, 1977). Adapun gambaran lengkap format Tabel Input-Output disajikan pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output Susunan Input Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Output Sektor Produksi

1 2 … N

Input antara

Sektor produksi

x11 x11 … x1n

x21 x22 … x2n

. . . .

. . . .

. . . .

xn1 xn2 … xnn

C1 C2 . . . Cn X1 X2 . . . Xn Upah dan Gaji RT

Surplus Usaha Input Primer lainnya

Total Input

W1 W2 … Wn S1 S2 … Sn P1 P1 … Pn

X1 X2 … Xn

Sumber: Miller and Blair, 1985 dalam Priyarsono, D. S et al, 2007.

Dalam tabel 2.1 di atas terdapat empat kuadran dalam Tabel Input- Output. Penjelasan mengenai masing-masing kuadran adalah sebagai berikut.

1. Kuadran I (Intermediate Quadrant)

(15)

Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

2. Kuadran II (Final Demand Quadrant)

Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.

3. Kuadran III (Primary Input Quadrant)

Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas pendapatan rumah tangga (gaji/upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung netto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant)

Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.

(16)

Apabila konsumsi rumah tangga + konsumsi pemerintah + pembentukan modal tetap + perubahan stok + ekspor = F maka Tabel 2.1 dilihat secara horisontal maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

x11 + x12 + + x1n + F1 = X1

x21 + x22 + + x2n + F2 = X2

xn1 + xn2 + + xnn + Fn = Xn ……….(1) secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:

dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output sektor i. Sedangkan jika upah dan gaji rumah tangga + surplus usaha + input primer lainnya = V maka Tabel 2.1 dilihat secara vertikal maka itu menunjukkan susunan input suatu sektor dengan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut.

x11 + x12 + + x1n + V1 = X1 x21 + x22 + + x2n + V2 = X2

xn1 + xn2 + + xnn + Vn = Xn ...(2) secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:

(17)

dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.

Berdasarkan persamaan (1) diatas, jika diketahui matriks koefisien teknologi, aij sebagai berikut:

aij = ...(3) dan jika persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat sebagai berikut:

a11X1 + a12X2 + + a1nXn + F1 = X1 a21X1 + a22X2 + + a2nXn + F2 = X2

an1X1 + an2X2 + + annXn + Fn = Xn………..………(4) Jika persamaan (4) ditulis dalam bentuk persamaan matriks akan diperoleh sebagai berikut :

+ 1 2 n F F F ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦

M = 1 2 n X X X ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ M

A X + F = X AX + F = X atau (I – A)X = F

X = (I – A)-1F………..…(5)

Dimana :

I = Matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya

F = Permintaan akhir X = Jumlah Output ( I - A ) = Matriks Leontif

( I – A )-1 = Matriks kebalikan Leontief

11 12 1

21 22 2

1 2

n n

n n nn

a a a

a a a

a a a

⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ L L

M M M

(18)

2.1.4.2 Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output

Data dalam Tabel Input-Output mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian secara rinci mengenai input dan output sektoralnya. Karena bersifat statis dan terbuka, maka ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi agar memberikan hasil yang akurat (Priyarsono et al, 2007), yaitu:

1. Keseragaman (Homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda.

2. Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut.

3. Penjumlahan (Aditivity), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan produksi tersebut.

Metode Input-Output telah banyak dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output antara lain sebagai berikut

(19)

2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

Meskipun banyak kegunaan dari metode Input-Output ini tapi tetap terdapat beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan metode Input-Output yaitu sebagai berikut:

1. Koefisien Input-Output yang konstan selama periode analisis, sehingga perubahan-perubahan seperti teknologi atau perubahan relatif yang mungkin terjadi selama periode analisis diabaikan. Hal ini menyebabkan harus dilakukannya penyesuaian terhadap koefisien agar tidak timbul bias terhadap hasil produksi.

2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan semakin banyak informasi ekonomi yang lebih terperinci tidak terlingkup dalam analisisnya.

(20)

2.1.4.3 Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep ini meliputi keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkitan antar sektor / industri dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Sedangkan untuk keterkaitan ke belakang (backward linkage) menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor / industri dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan

1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

2.1.4.4 Analisis Dampak Penyebaran

(21)

langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)

Konsep ini digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input, biasanya sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)

Konsep ini digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output, biasanya sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini.

2.1.4.5 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis ini terdiri atas multiplier output, multiplier pendapatan, multiplier tenaga kerja, dan multiplier tipe I dan II.

1. Multiplier output, dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) α menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan sebagai berikut.

(22)

Matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

2. Multiplier pendapatan, mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Pendapatan yang dimaksud dalam Tabel Input-Output adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. 3. Multiplier tenaga kerja, menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output, seperti pada multiplier output dan pendapatan karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung elemen- elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja, sehingga untuk memperolehnya harus ditambahkan dalam Tabel Input-Output baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei).

4. Multiplier tipe I dan II, digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dibagi sebagai berikut.

(23)

satuan moneter. Dampak awal dari sisi output diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).

b. Efek putaran pertama (first round effect), menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Efek putaran pertama dari sisi output ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien input output / aij), sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan (∑iaij hi) menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja (∑iaij ei) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.

c. Efek dukungan industri (industrial support effect), dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. d. Efek induksi konsumsi (consumption induced effect), dari sisi output

(24)

tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh dari masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

e. Efek lanjutan (flow on effect), merupakan efek (dari output, pendapatan, dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

2.2 Tinjauan Empiris

(25)

Penelitian yang dilakukan Indrawati (2009) menganalisis analisis dampak sektor unggulan terhadap perekonomian Kota Pangkalpinang menggunakan Tabel Input-Output Kota Pangkalpinang Tahun 2007 diperoleh hasil analisis keterkaitan dari nilai total daya penyebaran dan derajat kepekaan yang tertinggi, Kota Pangkalpinang hanya memiliki dua sektor kunci (key sectors) atau sektor unggulan yaitu sektor bangunan dengan total daya penyebaran sebesar 1,27206 dan total derajat kepekaan sebesar 1,27853. Sedangkan sektor angkutan jalan raya memiliki total daya penyebaran dan derajat kepekaan masing-masing sebesar 1,12038 dan1,03208. Melalui analisis deskriptif dari lima sektor penghasil output dan nilai tambah terbesar diperoleh bahwa Kota Pangkalpinang memiliki empat sektor kunci (key sectors) atau sektor yang dapat menjadi sektor unggulan yaitu sektor perdagangan (28,54%), bangunan (12,64%), pemerintahan umum & pertahanan (11,05%) dan angkutan jalan raya (8,17%).

(26)

dan kesempatan kerja, sektor penginapan (hotel bintang dan non bintang) dan sektor komunikasi perlu mendapat prioritas.

2.3 Kerangka Pemikiran Konseptual

(27)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Input Output

Analisis Dampak Penyebaran

Koefisien Penyebaran

Kepekaan Penyebaran

Analisis Keterkaitan

Keterkaitan Ke Depan

Keterkaitan Ke Belakang

Analisis Multiplier

Multiplier Output

Multiplier Pendapatan Isu-isu Strategis Pembangunan Daerah Provinsi Jambi

Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran

Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Penyelengaraan Pembangunan Kewilayahan

Menyerasikan Kegiatan Antarsektor dan Pengembangan Wilayah berdasarkan Sektor Prioritas

(28)

2.4 Tahap-tahap Analisis

Analisis dalam penelitian ini dilakukan terhadap data pada tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007. Data yang dianalisis adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Menurut BPS dalam tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007, tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen menunjukkan semua nilai transaksi pada tabel ini hanya mencakup barang dan jasa produksi dalam negeri dan dinilai atas dasar harga produsen. Tabel ini menunjukkan hubungan langsung antara sektor penghasil produksi dalam negeri dengan sektor pemakainya, tanpa dipengaruhi lagi oleh komponen impor, margin perdagangan dan biaya transport. Oleh karena itu, koefisien teknis yang diturunkan dari jenis tabel ini lebih memiliki keunggulan analisis karena setiap kenaikan permintaan dapat diukur langsung pengaruhnya terhadap kenaikan produksi dalam negeri.

Dalam penelitian ini mengelompokkan sektor-sektor dalam perekonomian Provinsi Jambi menjadi 9 sektor yang terdiri dari sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa.

Adapun tahap-tahap analisis pada penelitian ini secara garis besar antara lain:

(29)

Input-Output menjadi satu sektor yang lebih besar. Agregasi sektor harus memperhatikan sifat masing-masing sektor. Dalam tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor kemudian sektor-sektor tersebut diagregasi menjadi sembilan sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan antarsektor dalam perekonomian Provinsi Jambi.

2. Mengelompokkan sektor-sektor yang telah diagregasi ke dalam tabel di Microsoft Excel dan memberi nama atau kode sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel Input-Output Provinsi Jambi 2007.

3. Melakukan proses input data dari tabel di Microsoft Excel pada software IOAP 1.0.1 (Input Output Analysis for Practitioners) untuk kemudian data diolah oleh software tersebut.

(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor yang kemudian diagregasikan menjadi 9 sektor. Selain Tabel Input-Output digunakan juga data pendukung lainnya yaitu Badan Pusat Statistik Pusat, Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan berbagai studi literatur dalam bentuk media cetak maupun media elektronik.

3.2 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan analisis Input-Output yang dapat menunjukkan seberapa besar aliran keterkaitan antarsektor dalam suatu wilayah berdasarkan pada analisis keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi, efek dampak penyebaran dan efek pengganda (multiplier). Untuk menganalisisnya peneliti menggunakan software IOAP 1.0.1 (Input Output Analysis for Practitioners) dan Microsoft Excel 2007. Metode ini digunakan untuk melihat perekonomian regional Provinsi Jambi dengan pendekatan multisektoral.

3.2.1. Analisis Keterkaitan

(31)

3.2.1.1. Keterkaitan Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan menunjukan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total (Nazara, 2005). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan :

F(d)i = keterkaitan langsung ke depan sektor i aij = unsur matrik koefisien matrik teknis n = jumlah sektor

3.2.1.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

B(d)j = keterkaitan langsung ke belakang sektor i aij = unsur matrik koefisien

n = jumlah sektor 1

( )

n

i ij

j

F d

a

=

=

1

( )

n

j ij

i

B d

a

=

(32)

3.2.1.3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Miller dan Blair dalam Priyarsono et al, 2007). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

F(d+i)i = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

α

ij = unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka

n = jumlah sektor

3.2.1.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Miller dan Blair dalam Priyarsono et al, 2007). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

B (d + i)j = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i

α

ij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

n = jumlah sektor

1

(

)

n

i ij

j

F d

i

α

=

+

=

1

(

)

n

j ij

i

B d

i

α

=

(33)

3.2.2 Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun keterkaitan langsung serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang telah diuraikan di atas belum memadai apabila dipakai sebagai landasan untuk pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

3.2.2.1. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan)

Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan) bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih besar dari satu (Priyarsono et al, 2007).

Sebaliknya sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang rendah jika nilai Sdi lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah

1

n

ij j

i n n

ij

n

Sd

α

α

=

=

(34)

Keterangan :

Sdi = kepekaan penyebaran sektor i αij = unsur matrik kebalikan Leontief n = jumlah sektor

3.2.2.2 Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang)

Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang) memiliki fungsi untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi apabila nilai Pdj lebih besar dari satu, sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah:

Keterangan : Pdj = kepekaan penyebaran

αij = unsur matrik kebalikan Leontief n = jumlah sektor

3.2.3 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis pengganda digunakan untuk melihat dampak perubahan dari variabel-variabel endogen yaitu sektoral tertentu apabila terjadi perubahan dalam

1

1 1

n

ij i

j n n

ij

i j

n

P d

α

α

=

= =

=

(35)

variabel-variabel eksogen yaitu permintaan akhir. Berdasarkan matrik kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (αij) maupun untuk model tertutup (α*ij) dapat

ditentukan nilai-nilai dari multiplier output dan pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output dan Pendapatan

Nilai

Pengganda Multiplier

Output Pendapatan

Efek Awal 1 hi

Efek Putaran Pertama ∑iaij ∑iaij hi

Efek Dukungan Industri ∑iαij -1-∑iaij ∑iαij hi - hi - ∑iaij hi

Efek Induksi Konsumsi ∑iα*ij - ∑iαij ∑iα*ij hi - ∑iαij hi

Efek Total ∑iα*ij ∑iα*ijhi

Efek Lanjutan ∑iα*ij – 1 ∑iα*ij hi - hi

Sumber: Daryanto, 2010

Keterangan :

aij = Koefisien Output

hi = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga ei = Koefisien Tenaga Kerja

αij = Matrik kebalikan Leontief model terbuka

α*ij = Matrik kebalikan Leontief model tertutup

Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, dapat dihitung dengan menggunakan rumus multipler tipe I dan multiplier tipe II berikut:

Tipe I = Efek awal+ Efek Putaran Pertama + Efek Dukungan Industri

Efek Awal

Efek awal+Efek Putaran Pertama +Efek Dukungan Tipe II = Industri + Efek Induksi Konsumsi

(36)

3.3 Definisi Operasional Data

1. Multisektoral

Multisektoral yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sektor-sektor dalam perekonomian terdiri dari 9 sektor yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa yang dianalisis dengan metode Input-Output untuk melihat sektor apa saja yang berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi Jambi.

2. Output

Pengertian output dalam penelitian ini adalah nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dalam suatu daerah (domestic), tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Pelakunya dapat berupa perusahaan dan perseorangan dari dalam negeri atau perusahaan dan perseorangan dari luar negeri.

3. Transaksi Antara

(37)

input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan antara. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara.

4. Permintaan Akhir dan Impor

Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan komsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran komsumsi rumah tangga, pengeluaran komsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.

a. Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran komsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran komsumsi rumah tangga mencakup komsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka komsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya komsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor.

b. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

(38)

pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

c. Pembentukan Modal Tetap

Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor termasuk barang modal bekas dari luar daerah.

d. Perubahan Stok

Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, dan (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual.

e. Ekspor dan Impor

(39)

angkutan di negara pengekspor, bea ekspor, dan biaya pemuatan barang barang sampai ke kapal yang akan mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dari luar negeri dinyatakan atas dasar biaya pendaratan (landed cost) yang terdiri dari nilai cost, insurance and freight (c.i.f) ditambah dengan bea masuk dan pajak penjualan impor.

5. Input Primer

Input primer adalah balas jasa atau pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input.

6. Upah dan Gaji

Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar.

7. Surplus Usaha

(40)

8. Penyusutan

Penyusutan yang dimaksudkan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi.

9. Pajak Tak Langsung Netto

(41)

IV . GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI

4.1 Keadaan Umum

[image:41.595.105.507.201.773.2]

Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45’ LS-2º 45’ LS dan 101º 10’BT-104º 55’ BT. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, sebelah timur dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu. Peta wilayah Provinsi Jambi disajikan dalam gambar .

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jambi

(42)
[image:42.595.105.503.122.385.2]

Kabupaten/kota dan luas wilayah Provinsi Jambi.

Tabel 4.1 Klasifikasi Kabupaten/kota dan luas wilayah Provinsi Jambi

No. Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Persentase)

1 Kabupaten Kerinci 3.355,27 km² (6,69%)

2 Kabupaten Merangin 7.679 km² (15,31%)

3 Kabupaten Sarolangun 6.184 km² (12,33%)

4 Kabupaten Batanghari 5.804 km² (11,57%)

5 Kabupaten Muaro Jambi 5.326 km² (10,62%)

6 Kabupaten Tanjung Jabung Timur 5.445 km² (10,86%)

7 Kabupaten Tanjung Jabung Barat 4.649,85 km² (9,27%)

8 Kabupaten Tebo 6.461 km² (12,88%)

9 Kabupaten Bungo 4.659 km² (9,29%)

10 Kota Jambi 205,43 km² (0,41%)

11 Kota Sungai Penuh 391,5 km² (0,78%)

Sumber : BPS Provinsi Jambi, 2011.

Luas wilayah terbesar di Provinsi Jambi berada di Kabupaten Merangin sebesar 7.679 Km² atau sebesar 15,31 persen dari total luas wilayah Provinsi Jambi, dikuti oleh Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarolangun masing-masing sebesar 6.461 Km² dan 6.184 Km².

Secara administratif, jumlah kecamatan dan desa/kelurahan di Provinsi Jambi tahun 2010 sebanyak 131 kecamatan dan 1.372 desa/kelurahan, dimana jumlah kecamatan dan desa/kelurahan terbanyak berada di Kabupaten Merangin yaitu 24 kecamatan dan 212 desa/kelurahan.

(43)

diantaranya merupakan bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat. Jenis tanah secara umum didominasi oleh podlosik merah kuning (44,56%). Jenis tanah lainnya adalah Latosol, termasuk Regosol (18,67%), Gley Humus (10,74%) sisanya organosol.

Sebagian besar wilayah Provinsi Jambi beriklim tipe B berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan bulan basah antara 8-10 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Rata-rata curah hujan bulanan adalah 179-279 mm pada bulan basah dan 68-106 mm pada bulan kering.

4.2 Kependudukan dan Tenaga Kerja

[image:43.595.117.452.481.676.2]

Berdasarkan hasil sensuk penduduk 2010, jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2010 sebanyak 3,09 juta jiwa yang terdiri dari 1,58 juta jiwa laki-laki dan 1,51 juta jiwa perempuan. Pada tahun 2009 sebanyak 2,86 juta jiwa. Selama kurun waktu tersebut terjadi pertumbuhan sebesar 9,11%. Berikut diagram jumlah penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi 2010.

Gambar 4.2 Jumlah Penyebaran Penduduk Menurut Kabupaten/Kotadi Provinsi Jambi 2011

(44)

yang banyak dianut oleh penduduk Provinsi Jambi adalah Islam (98,4%), Kristen (1,1%), Budha (0,36%) dan Hindu (0,117%).

Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jambi pada tahun 2010 mencapai 1.545.683 orang yang terdiri dari 1.462.405 orang bekerja dan 83.278 orang pencari kerja/pengangguran. Jumlah pencari kerja yang mendaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2010 sebanyak 15.311 orang atau turun 11,50% dari tahun sebelumnya.

Tabel 4.2 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja, Mencari Pekerjaan dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2010

No Status Jumlah

(orang) %

A Angkatan Kerja

1. Bekerja 1.462.405 94,6

2. Pengangguran 83.278 5,4

Jumlah A 1.545.683 100,00

B Bukan Angkatan Kerja 804.059

Jumlah A dan B 2.349.742

[image:44.595.101.515.462.744.2]

Sumber : BPS Provinsi Jambi, 2011.

Tabel 4.3 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha , 2007-2010

No Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 668.429 (58,7) 688.541 (58,2) 700.340 (55) 670.841 (51,97)

2 Pertambangan dan

Penggalian 11.103 (0,95) 23.330 (2,1) 21.713 (1,7) 22.727 (1,76)

3 Industri Pengolahan 50.749 (4,3) 44.892 (3,8) 45.176 (3,6) 34.821 (2,70)

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1.045 (0,09) 1.262 (0,1) 3.225 (0,3) 5.268 (0,41)

5 Konstruksi 50.923 (4,4) 39.891 (3,3) 56.385 (4,4) 46.063 (3,57)

6 Perdagangan 179.389 (15,3) 180.281 (15,21) 201.979 (15,9) 211.946 (16,42)

7 Pengangkutan 54.850 (4,7) 65.967 (5,58) 61.584 (4,8) 63.675 (4,93)

8 Lembaga Keuangan dan

Jasa Perusahaan 6.741 (0,58) 7.014 (0,59) 6.778 (0,5) 13.526 (1,05)

9 Jasa 128.639 (10,98) 131.495 (11,12) 175.340 (13,8) 221.839 (17,19)

(45)

Lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja pada tahun 2010 di Provinsi Jambi adalah sektor pertanian sebanyak 670.841 orang (51,97 %) disusul kemudian sektor jasa sebanyak 221.839 orang (17,19% ), sektor perdagangan sebanyak 211.946 orang (16,42%) kemudian sektor kontruksi sebanyak 46.063 orang (3,57%).

4.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi

[image:45.595.110.514.396.730.2]

Perkembangan perekonomian Provinsi Jambi yang digambarkan dengan Produk Domestik Bruto (PDRB) baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan untuk periode 2007 sampai dengan 2010 menurut lapangan usaha (sektor perekonomian ) disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.4 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Provinsi Jambi, 2007-2010 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 8.366.857 2.907.933 3.952.311 461.420 727.148 345.044 9.791.984 3.284.155 4.627.737 538.322 810.602 531.167 12.113.078 3.962.312 5.889.052 682.192 933.820 645.700 15.905.977 4.678.501 8.608.828 845.700 1.043.683 729.264

2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas bumi b. Pertambangan tanpa migas c. Penggalian 6.080.193 5.487.462 244.045 348.685 10.525.760 9.337.549 796.247 391.963 8.078.598 6.907.371 730.075 441.151 9.750.652 8.167.976 1.055.887 526.788

3. Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas

3.828.948 395.574 3.433.374 4.568.278 447.710 4.120.567 5.258.204 464.510 4.793.693 5.979.007 555.930 5.423.076

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 289.842 329.358 368.042 479.775

5. Bangunan 1.472.471 1.771.855 2.146.259 2.446.569

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4.773.912 5.647.973 6.248.163 7.827.567

7. Pengangkutan dan Komunikasi 2.345.293 2.604.261 3.040.654 3.517.311

8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahan

1.340.605 1.805.765 2.283.432 2.767.318

9. Jasa-Jasa 3.578.549 4.011.245 4.410.570 5.142.513

Produk Domestik Regional Bruto 32.076.677 41.056.483 44.127.005 53.816.693

(46)
[image:46.595.99.516.224.557.2]

Produk Domestik Regional Buto (PDRB) Provinsi Jambi tahun 2007-2010 atas dasar harga berlaku telah berkembang 1,68 kali dari Rp 32.076.677.000.000 pada tahun 2007 menjadi Rp 53.816.693.000.000 pada tahun 2010.

Tabel 4.5 PDRB Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha Provinsi Jambi, 2007-2010 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 4.437.448 1.618.932 2.072.372 299.188 274.831 172.123 4.691.195 1.731.837 2.197.097 306.362 270.900 184.998 5.003.441 1.843.834 2.368.323 326.041 264.386 200.855 5.259.855 1.916.070 2.531.684 344.590 256.161 211.380

2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas bumi b. Pertambangan tanpa migas c. Penggalian 1.614.206 1.371.324 75.550 167.332 1.851.478 1.447.701 224.678 179.098 1.875.312 1.486.589 196.397 192.325 2.146.442 1.666.001 268.732 211.708

3. Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas

1.948.460 128.770 1.819.690 2.058.252 133.612 1.924.639 2.137.363 113.055 2.024.307 2.233.275 127.244 2.106.030

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 109.743 117.730 128.645 145.523

5. Bangunan 654.223 721.482 782.474 835.368

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.464.412 2.562.858 2.764.830 3.045.833

7. Pengangkutan dan Komunikasi 1.159.479 1.198.512 1.268.174 1.318.769

8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahan

609.271 754.770 889.519 997.305

9. Jasa-Jasa 1.277.715 1.341.488 1.425.145 1.428.880

Produk Domestik Regional Bruto 14.275.161 15.297.770 16.274.907 17.465.253

Sumber : BPS Provinsi Jambi, 2011.

(47)
[image:47.595.100.510.348.570.2]

Tabel 4.6 dibawah ini menujukkan bahwa laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi dan PDB Nasional menurut lapangan usaha dari tahun 2008 hingga 2010 mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2008 laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi bernilai 7,16% dan laju pertumbuhan PDB Nasional bernilai 6,1%, namun pada tahun 2009 laju pertumbuahn baik PDRB Provinsi Jambi maupun PDB Nasional mengalami penurunan yaitu masing-masing menjadi 6,39% dan 4,5%. Selanjutnya, di tahun 2010, laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi dan PDB Nasional kembali meningkat menjadi 7,31% dan 6,1%.

Tabel 4.6 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi dan PDB Nasional menurut Lapangan Usaha, 2008-2010 ( Persen)

Sumber : BPS Pusat, 2008-2010.

4.4 Kebijakan Pembangunan Provinsi Jambi

Berdasarkan amanat pembangunan daerah yang tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 serta Pembukaan UUD 1945, maka Visi Pembangunan Provinsi Jambi tahun 2005-2025 adalah mewujudkan Jambi yang maju, mandiri, adil, dan sejahtera. Tingkat kemajuan dan

SEKTOR

Laju Pertumbuhan Provinsi Jambi

Laju Pertumbuhan Nasional 2008 2009 2010 2008 2009 2010

1. Pertanian 5,72 6,66 5,12 4,8 4,1 2,9

2. Pertambangan dan Penggalian 14,70 1,29 14,46 0,5 4,4 3,5

3. Industri Pengolahan 5,63 3,84 4,49 3,7 2,1 4,5

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 7,28 9,27 13,12 10,9 13,8 5,3

5. Bangunan 10,28 8,45 6,76 7,3 7,1 7,0

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 3,99 7,88 10,16 7,2 1,1 8,7 7. Pengangkutan dan Komunikasi 3,37 5,81 3,99 16,7 15,5 13,5 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

23,88 17,85 12,12 8,2 5,0 5,7

9. Jasa 4,99 6,24 4,05 6,4 6,4 6,0

(48)

kesejahteraan suatu daerah dapat dinilai berdasarkan berbagai indikator. Ditinjau dari tingkat perkembangan ekonomi kemajuan suatu daerah diukur dari tingkat kemakmurannya yang tercermin pada tingkat pendapatan dan distribusinya. Tingginya tingkat pendapatan rata-rata yang diiringi dengan distribusi yang merata pada suatu daerah, maka dapat dikatakan daerah tersebut makmur, dan dengan demikian dikategorikan sebagai daerah yang maju dan sejahtera.

(49)

pendidikan dan kesehatan, mengemukakan pendapat dan melaksanakan hak politiknya, serta perlindungan dan persamaan di depan hukum, tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun baik antar individu, gender, dan wilayah.

Untuk mewujudkan visi pembangunan tersebut ditempuh melalui misi pembangunan Provinsi Jambi diantaranya mewujudkan daerah yang memiliki keunggulan kompetitif dengan memperkuat perekonomian daerah berbasis keunggulan komperatif masing-masing wilayah. Oleh karena itu, untuk memperkuat perekonomian daerah berbasis keunggulan komperatif menuju perekonomian yang kompetitif maka kegiatan pembangunan yang dapat dilaksanakan sebagai berikut :

1) Perekonomian dikembangkan dengan memperkuat perekonomian daerah yang berorientasi pasar. Untuk itu dilakukan transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif Sumber Daya Alam (SDA) menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif. Memperkuat struktur perekonomian daerah dan meningkatkan pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perubahan struktur (structure transformation) ekonomi dan sosial masyarakat.

2) Memperkuat struktur industri daerah melalui dukungan kuat pemerintah daerah untuk menghilangkan praktik-praktik yang menciptakan ekonomi biaya tinggi, komitmen untuk memajukan potensi lokal, konsistensi program dan infrastruktur yang mendukung.

(50)

menghasilkan produk-produk secara efisien, modern dan berkelanjutan, serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan tata kelola yang baik, agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. 4) Jasa, termasuk jasa konstruksi dan perbankan daerah, dikembangkan

sesuai dengan kebijakan pengembangan ekonomi daerah agar mampu mendukung secara efektif peningkatan produksi dan daya saing regional dan global.

5) Perdagangan luar negeri diarahkan untuk mendukung perekonomian daerah agar mampu meningkatkan ekspor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui : (a) peningkatan daya saing dan akses pasar ekspor (b) pengembangan spesifikasi lokal, standar produk barang dan jasa yang berkualitas ekspor yang didukung dengan ketersediaan fasilitasi pelabuhan ekspor yang representatif.

(51)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi

5.1.1 Struktur Permintaan

Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 triliun. Total permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 12,16 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 49,69 triliun.

Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa dalam rangka kegiatan proses produksi. Permintaan antara dapat juga diartikan yaitu permintaan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sektor lain yang digunakan sektor tersebut sebagai input untuk menghasilkan barang dan jasa akhir. Sedangkan permintaan akhir adalah permintaan barang dan jasa dalam rangka kegiatan konsumsi akhir. Konsumsi akhir dapat menunjukkan konsumsi oleh rumah tangga, konsumsi pemerintah, konsumsi untuk investasi, dan ekspor.

(52)
[image:52.595.99.517.322.534.2]

Dalam pembentukan permintaan akhir Provinsi Jambi, sektor industri pengolahan menempati urutan pertama dengan nilai sebesar Rp 13,66 triliun atau sekitar 27,48 persen dari total permintaan akhir Provinsi Jambi. Sementara sektor pertambangan dan penggalian berada di urutan kedua dengan kontribusi sebesar Rp 7,86 triliun atau sekitar 15,81 persen dari total permintaan akhir Provinsi Jambi. Ketiga, sektor pertanian senilai Rp 7,19 triliun atau sekitar 14,47 persen, keempat sektor bangunan senilai Rp 5,65 triliun atau sekitar 11,36 persen, kelima sektor jasa senilai Rp 4,93 trilin atau sekitar 9,94 persen.

Tabel 5.1 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Provinsi Jambi Nama Sektor

Permintaan Antara Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Jumlah (juta

rupiah) Persen

Jumlah (juta

rupiah) Persen

Jumlah (juta rupiah)

Perse n

1. Pertanian 2.438.430.36 20.07 7.192.553,85 14,47 9.630.984.21 15,57

2. Pertambangan dan

Penggalian 105.407,94 0,87 7.856.216,11 15,81 7.961.624,05 12,87

3. Industri Pengolahan 4.772.707,13 39,26 13.656.014,17 27,48 18.428.721,13 29,80 4. Listrik, Gas dan Air

Bersih 410.654,9 3,38 1.287.529,68 2,59 1.698.184,58 2,75

5. Bangunan 526.705,24 4,33 5.645.629,56 11,36 6.172.334,8 9,98

6.Perdagangan, Hotel dan

Restoran 1.828.299,15 15,04 4.372.164,2 8,80 6.200.463,35 10,02

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 1.065.688,6 8,77 3.875.495,98 7,80 4.941.184,58 7,99

8. Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 655.756,34 5,39 870.129,4 1,75 1.525.885,74 2,47

9. Jasa 352.321,18 2,90 4.938.572,79 9,94 5.290.893,97 8,55

TOTAL 12.155.975,84 100 49.694.305,74 100 61.850.281,58 100

Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Jambi Tahun 2007, Klasifikasi 9 sektor (diolah).

(53)

perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai sebesar Rp 6,20 triliun atau sekitar 10,02 persen, kelima sektor bangunan bernilai Rp 6,17 triliun atau sekitar 9,98 persen.

5.1.2 Struktur Konsumsi Rumah Tangga

[image:53.595.99.517.294.480.2]

Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007, jumlah konsumsi rumah tangga Provinsi Jambi adalah sebesar Rp 19,2 triliun.

Tabel 5.2 Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi

Nama Sektor

Konsumsi Rumah Tangga

Jumlah (juta rupiah) Persen

1. Pertanian 3.065.020.12 15,95

2. Pertambangan dan Penggalian 25.579,12 0,13

3. Industri Pengolahan 5.439.954,33 28,32

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1.112.034,76 5,79

5. Bangunan 2.262.864,19 11,78

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.266.910,91 6,60

7. Pengangkutan dan Komunikasi 2.562.271,5 13,34

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 641.893,93 3,34

9. Jasa 2.833.386,35 14,75

TOTAL 19.209.915,21 100

Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Jambi Tahun 2007, Klasifikasi 9 sektor (diolah).

(54)

5.1.3 Struktur Konsumsi Pemerintah

[image:54.595.106.514.499.692.2]

Jumlah konsumsi pemerintah berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 adalah sebesar Rp 5,22 triliun. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah terbesar dialokasikan pada sektor jasa yaitu sebesar 2,10 triliun atau sekitar 40,32 persen. Sektor jasa pada tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 sebelum agregasi (klasifikasi 70 sektor) terdiri dari berbagai jenis jasa, diantaranya jasa pemerintahan umum dan pertahanan, jasa sosial kemasyarakatan dan jasa lainnya. Sementara di peringkat kedua diduduki oleh sektor bangunan sebesar Rp 1,59 triliun atau sekitar 30,51 persen, kemudian sektor pengangkutan dan komunikasi di peringkat ketiga sebesar Rp 479,8 milyar atau sekitar 9,19 persen, peringkat keempat ditempati sektor perdagangan, hotel dan restoran bernilai Rp 451,8 milyar atau sekitar 8,65 persen, peringkat kelima sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar Rp 326,4 milyar atau sekitar 6,25 persen dari total konsumsi pemerintah Provinsi Jambi.

Tabel 5.3 Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi

Nama Sektor

Konsumsi Pemerintah

Jumlah (juta rupiah) Persen

1. Pertanian 0 0

2. Pertambangan dan Penggalian 0 0

3. Industri Pengolahan 326.403,99 6,25

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 54.603,18 1,05

5. Bangunan 1.592.690,02 30,51

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 451.838,66 8,65

7. Pengangkutan dan Komunikasi 479.858,75 9,19

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 210.380,84 4,03

9. Jasa 2.105.186,44 40,32

TOTAL 5.220.961,88 100

(55)

5.1.4 Struktur Investasi

[image:55.595.109.516.457.719.2]

Jumlah investasi Provinsi Jambi berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 adalah sebesar Rp 3,77 triliun. Jumlah investasi merupakan penjumlahan antara pembentukan modal tetap dengan perubahan stok dari setiap sektor perekonomian di Provinsi Jambi. Tabel 5.4 di atas memperlihatkan bahwa kelima sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan struktur investasi Provinsi Jambi adalah sektor bangunan sebesar Rp 1,79 triliun atau sekitar 47,4 persen dari total investasi Provinsi Jambi. Selanjutnya, sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar Rp 903,6 milyar atau sekitar 23,93 persen; sektor pertanian sebesar Rp 515,7 milyar atau sekitar 13,66 persen; sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 229,1 milyar atau sekitar 6,07 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 121,1 milyar atau sekitar 3,21 persen dari total investasi Provinsi Jambi.

Tabel 5.4 Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi

Nama Sektor Pembentukan Modal Tetap (juta rupiah)

Perubahan Stok (juta rupiah

Investasi (juta rupiah)

Investasi (persen)

1. Pertanian 45.972.1 469.819.78 515.791,88 13,66

2. Pertambangan dan

Penggalian 108.180,64 120.985,16 229,165,8 6,07

3. Industri Pengolahan 708.288,98 195.312,41 903.601,39 23,93

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 120.891,75 0 120,891,75 3,20

5. Bangunan 1.790.075,35 0 1.790.075,35 47,4

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 76.851,53 0 76.851,53 2,04

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 121.109,66 0 121.109,66 3,21

8. Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 17.854,63 0 17.854,63 0,47

9. Jasa 0 0 0 0

TOTAL 2.989.224,64 786.117,35 3.775.341,99 100

(56)

5.1.5 Struktur Ekspor dan Impor

(57)
[image:57.595.105.517.99.306.2]

Tabel 5.5 Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Nama Sektor

Ekspor Impor Net Ekspor

Jumlah (juta

rupiah) Persen

Jumlah (juta

rupiah) Persen

Jumlah (juta

rupiah) Persen

1. Pertanian 3.611.741.86 17,82 1.376.279 31.94 2.235.462,86 14.01

2. Pertambangan dan Penggalian 7.601.471,2 37,52 30.815 0,72 7.570.656.21 47,46

3. Industri Pengolahan 6.986.053 34,48 789.099 18,31 6.196.964,02 38,85

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0 0 355.725 8,26 -355.725 -2,23

5. Bangunan 0 0 245.231 5,70 -245.231 -1,54

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

1.348.081,5 6,65 306.155 7,11 1.041.926.53 6,53

7. Pengangkutan dan Komunikasi 711.976,07 3,51 949.599 22,03 -237.582,93 -1,49

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

0 0 110.457 2,56 -110.457 -0,69

9. Jasa 0 0 145.233 3,37 -145.233 -0,91

TOTAL 20.259.324 100 4.308.553 100 15.950.770,69 100

Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Jambi Tahun 2007, Klasifikasi 9 sektor (diolah).

5.1.6 Struktur Nilai Tambah Bruto

(58)
[image:58.595.104.511.91.842.2]

Tabel 5.6 Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi Sektor Upah dan Gaji (juta Rupiah) Surplus Usaha (juta Rupiah) Ratio Upah Gaji dan Surplus Usaha (juta Rupiah) Penyusuta n (juta Rupiah) Pajak Tak Langsung (juta Rupiah)

Nilai Tambah Bruto

Jumlah (juta

Rupiah) Persen

1 1.514.181 4.987.178 1,66 202.206 84.177 6.787.742 13,01

2 725.975 6.689.112 0,11 258.995 371.059 8.045.141 15,42

3 3.311.542 6.871.956 0,48 304.722 168.176 10.656.396 20,43

4 388.505 569.028 0,68 57.451 14.673 1.029.657 1,97

5 2.601.356 2.216.165 1,17 253.912 98.982 5.170.415 9,91

6 950.529 2.046.230 0,46 232.371 154.523 3.383.653 6,49

7 926.202 1.949.081 0,48 333.864 67.827 3.276.974 6,28

8 806.546 1.215.338 0,66 81.236 72.665 2.175.785 4,17

9 3.886.475 527.141 7,37 426.286 18.100 4.858.002 9,31

TOTAL 15.111.041 27.071.229 13,08 2.151.043 1.050.182 45.383.765 100 Persen

Terhadap Nilai Tambah Bruto

33,30 59,65 4,74 2,31 100

Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Jambi Tahun 2007, Klasifikasi 9 sektor (diolah).

Tabel 5.6 juga memperlihatkan bahwa kelima sektor terbesar dalam penciptaan nilai tambah bruto Provinsi Jambi adalah sektor industri pengolahan dengan senilai Rp 10,65 triliun atau sekitar 20,43 persen dari total nilai tambah bruto. Sektor pertambangan dan penggalian berada di peringkat kedua, dengan kontribusi senilai Rp 8,04 triliun atau sekitar 15,42 persen; ketiga sektor pertanian senilai Rp 6,78 triliun atau sekitar 13,01 persen; keempat sektor bangunan senilai Rp 5,17 triliun atau sekitar 9,91 persen; kelima sektor jasa senilai Rp 4,85 triliun atau sekitar 9,31 persen.

5.2 Analisis Keterkaitan

5.2.1 Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage)

[image:58.595.108.516.99.367.2]
(59)

sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan sektor produksi hulu terhadap sektor produksi hilirnya. Nilai keterkaitan langsung ke depan diperoleh dari nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan diperoleh dari matriks kebalikan Leontief terbuka.

(60)
[image:60.595.108.525.115.297.2]

Tabel 5.7 Keterkaitan Output ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jambi

SEKTOR

Keterkaitan ke depan

Langsung Langsung dan Tidak Langsung

1. Pertanian 0,05560 1,38517 2. Pertambangan dan Penggalian 0,00525 1,03350 3. Industri Pengolahan 0,04114 1,38623 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,00822 1,21761

5. Bangunan 0,00480 1,06317

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,01885 1,21464 7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,02290 1,27033 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,03307 1,53059

9. Jasa 0,00672 1,08180

Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Jambi Tahun 2007, Klasifikasi 9 sektor (diolah).

Untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, maka kelima sektor yang berkontribusi terbesar adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan bernilai 1,53059 yang berarti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan secara langsung dan tidak langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp 1.530.590, diikuti oleh sektor industri pengolahan bernilai 1,38623; sektor pertanian bernilai 1,38517; sektor pengangkutan dan komunikasi bernilai 1,27033; sektor listrik, gas dan air bersih bernilai 1,21761.

5.2.2 Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage)

(61)
[image:61.595.106.525.201.389.2

Gambar

Gambar 4.1  Peta Provinsi Jambi
Tabel 4.1  Klasifikasi Kabupaten/kota dan luas wilayah Provinsi Jambi
Gambar 4.2  Jumlah Penyebaran Penduduk Menurut  Kabupaten/Kotadi Provinsi Jambi 2011
Tabel 4.3 Penduduk Berumur 15 Tahun  Keatas yang  Bekerja Menurut Lapangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan untuk hipotesis minor ke tiga didapatkan hasil t= - 5,351 dengan sig=0,000 (p<0,01) berarti ada hubungan negatif antara agresivitas dengan kepatuhan terhadap

Hal tersebut dilihat dari yang telah dilakukan humas Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Tengah I yaitu memberikan masukkan kepada kepala kantor dalam

Bahan Galian Golongan C adalah Bahan Galian yang bukan strategis dan bukan vital sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Sejalan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, dimensi profesionalisme diduga dapat mempengaruhi hubungan

Dengan cara komunikasi yang berkesan, murid akan lebih cekap dalam aktiviti penyelesaian masalah serta boleh menerangkan konsep dan kemahiran matematik serta kaedah

Anak yang menderita dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidak mampuan melaksanakan aktivitas harian selama tiga hari atau lebih dalam satu bulan,

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah linier garis regresi karena penelitian ini dirancang untuk melihat apakah faktor motivasi dan

Maksud dan tujuan evaluasi hidrolika sistem lumpur pemboran adalah untuk mengoptimalkan sistem pemboran serta memperkirakan biaya dari pembuatan dan pemakaian lumpur bor